Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh Konsumsi Madu terhadap Lama Persalinan Kala I dan Kala II Effect of

Honey Consumption on Period I and Stage II Labor

Madu alami pada umumnya terbuat dari nectar yang didalamnya terdapat cairan
manis yang terdapat dalam mahkota bunga yang dapat diserap oleh lebah atau tawon,
yang kemudian dikumpulkan dan disimpan didalam sarangnya untuk diolah menjadi bahan
persediaan makanan utama bagi mereka.(Purbaya, 2007). Pada madu terdapat pollen
yang merupakan makanan pokok dari lebah. Pollen bermanfaat untuk meningkatkan
imunitas tubuh, memacu vitalitas dan kesehatan tubuh. Pollen juga sebagai antioksidan,
antibakteri dan mencegah pertumbuhan kanker. Pollen direkomendasikan sebagai
makanan untuk menanggulangi stress dan kelelahan (Ihsan, 2011).

Kandungan yang terdapat di dalam madu berupa senyawa fruktosa (38,5%) dan
glukosa (3,10%), selain itu ada pula karbohidrat seperti Maltosa, sukrosa dan karbohidrat
kompleks lainnya. Kandungan yang lainnya pada madu berupa anti-oksidan meskipun
hanya sedikit yakni dari senyawa Chrysin, Pinobanksim, vitamin C, katalase, Pinocembrin.
Selain itu juga madu mengandung pollen yang berasal dari makanan lebah yang
mengandung vitamin, mineral, protein, asam lemak serta zat penting lainnya yang dapat
menunjang energi didalam tubuh untuk menambah kontraksi uterus.

Ibu hamil sangat disarankan untuk mengkonsumsi madu dalam rangka untuk
menambah tenaga karena ibu hamil butuh tenaga ekstra, daya tahan tubuh ekstra dan
juga butuh nutrisi yang lebih untuk janinnya. Selain itu juga, madu merupakan bahan alami
yang sangat baik untuk kesehatan tubuh. Adapun manfaat madu bagi ibu hamil antara lain
menambah tenaga, memperkuat daya tahan tubuh selama kehamilan, meningkatkan
nafsu makan, memudahkan buang air besar, membantu janin tumbuh dan berkembang
dengan sehat, menguatkan janin, mengurangi rasa mual dan mencegah ibu hamil
terserang berbagai penyakit.

Manfaat madu bagi ibu hamil yang menjelang persalinan terutama berkaitan
dengan menambah tenaga yang sangat berperan dalam kekuatan kontraksi (his) yang
sangat diperlukan dalam proses persalinan. Pada proses persalinan diperlukan tenaga
terutama his untuk mendorong janin agar dapat membantu pembukaan jalan lahir
sehingga proses persalinan dapat berlangsung secara normal.

Atas dasar data yang diperoleh, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh konsumsi madu terhadap lama persalinan kala I dan kala II pada
ibu hamil multigravida trimester III di PMB wilayah Puskesmas Karang Anyar Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
(analitik) dengan desain true eksperimen dengan rancangan post-test only control group
design. Populasi dalam penelitian ini ibu hamil usia kehamilan 34 - 37 minggu yang akan
melahirkan di PMB Wilayah Puskesmas Karang Anyar Kabupaten Lampung Selatan tahun
2019, yang berjumlah 98 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 60
orang yang terdiri dari 30 orang diberi konsumsi madu dan 30 orang sebagai kontrol tanpa
diberikan konsumsi madu.. Pengambilan sampel dengan menggunakan tekhnik Simple
Random Samplin deangan cara diundi. Kriteria inklusi: (a) Ibu hamil multipara yang sehat
dan tidak memiliki komplikasi; (b) Ibu hamil bersedia untuk mengkonsumsi madu setiap
hari; (c). Ukuran tinggi fundus uteri kurang dari 40 cm dan; (d). Umur kehamilan mulai dari
35 minggu, (e) Usia ibu hamil antara 20-35 tahun. Sedangkan kriteria ekslusi: (a) Ibu hamil
primipara dan grande multipara; (b) Ibu hamil tidak bersedia jadi responden Data yang
dikumpulkan menggunakan data primer. Pemberian madu pada ibu hamil 2-3 sendok
makan 2 kali dalam sehari. Berhubung variabel penelitiannya berupa katagorik maka jenis
uji yang dipilih adalah uji non parametrik dan analisa bivariat dalam penelitian ini dengan
menggunakan chi-square. dengan tingkat kemaknaan 95% (p-value≥0,05 (Hidayat, 2007).

Dari penelitian ini didapatkan hasil uji Chi Square, didapatkan p value = 0,05 ≤
α=0,05 yang artinya ada pengaruh pemberian konsumsi madu pada ibu hamil multigravida
trimester III terhadap lama persalinan kala I. Hal ini menggambarkan bahwa konsumsi
madu pada ibu hamil multigravida sejak usia kehamilan trimester III dapat mengurangi
lamanya persalinan kala I. Berdasarkan tabel 4, dari 30 orang responden yang konsumsi
madu, lamanya persalinan kala II kurang dari 30 menit sejumlah 70%, sedangkan yang
tidak konsumsi madu didapatkan lamanya persalinan kala II kurang dari 30 menit sejumlah
40%. Pada hasil uji chisquare, didapatkan p-value=0,02≤α=0,05 yang artinya ada
pengaruh pemberian konsumsi madu pada ibu hamil trimester III terhadap lama persalinan
kala II. Hal ini menggambarkan bahwa konsumsi madu semenjak usia kehamilan trimester
III dapat mengurangi lamanya persalinan kala II.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada pengaruh konsumsi madu terhadap


lama persalinan kala I dan ada pengaruh konsumsi madu terhadap lama persalinan kala
II. Berdasarkan hasil penelitian bahwa konsumsi madu dapat mempengaruhi lamanya
persalinan kala I, dalam hal ini mengurangi lamanya waktu pembukaan jalan lahir mulai
dari belum ada pembukaan sampai dengan lengkap (10cm). Secara normal pada
persalinan kala I pada multigravida menurut Manuaba (2010) berdasarkan kurva
Friedman, bahwa pada multigravida pembukaan jalan lahir setiap 1 jam jalan lahir dapat
membuka sebesar 2cm sehingga untuk menjadi 10cm memerlukan waktu 5 jam. Oleh
karena itu dianjurkan pada ibu hamil sebaiknya untuk mengkonsumsi madu pada masa
kehamilannya dalam rangka persiapan tenaga yang diperlukan pada proses persalinan.
Atas dasar tersebut, penulis menyarankan kepada tenaga kesehatan terutama bidan dan
perawat untuk menganjurkan kepada ibu hamil mengkonsumsi madu sebanyak 2-3
sendok makan dua kali sehari karena madu dapat meningkatkan Hb pada ibu hamil
dimana kadar Hb ini sangat berperan dalam kontraksi atau his yang diperlukan pada saat
persalinan kala I untuk membantu dalam proses pembukaan jalan lahir. embuat manfaat
madu baik untuk kesehatan. Ibu bersalin kala II sangat disarankan untuk mengkonsumsi
madu dalam rangka untuk menambah tenaga karena ibu bersalin butuh tenaga ekstra
yang diperlukan dalam proses melahirkan bayi. Manfaat madu bagi ibu hamil yang
menjelang persalinan terutama berkaitan dengan menambah tenaga yang sangat
berperan dalam kekuatan kontraksi (his) yang sangat diperlukan dalam proses persalinan.
Pada proses persalinan diperlukan tenaga terutama his untuk mendorong janin agar dapat
membantu pembukaan jalan lahir sehingga proses persalinan dapat berlangsung secara
normal.
Pengaruh Madu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Gram Positif (Staphylococcus
Aureus) Dan Bakteri Gram Negatif (Escherichia Coli)

Madu merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai obat, karena
kemampuannya dalam mengobati berbagai penyakit seperti bisul, jerawat, batuk, nyeri
yang menimpa usus (kolik usus), gangguan irama jantung (aritmia), penyakit kulit eksim,
radang amandel sinusitis dan berbagai penyakit lainnya. Madu adalah cairan manis yang
berasal dari nektar tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam
sel-sel sarang lebah. Nektar atau sari bunga adalah cairan manis kaya gula yang
diproduksi bunga dari tumbuh-tumbuhan sewaktu mekar untuk menarik kedatangan
hewan penyerbuk seperti serangga.

Madu mengandung senyawa antiseptik yaitu hidrogen peroksida. Hal ini yang
membuat madu merupakan pengganti antibiotik yang ideal dalam perawatan luka yang
terinfeksi. Meski konsentrasi hidrogen peroksida dalam madu lebih kecil hanya 1000 kali
lebih kecil jumlahnya dibandingkan larutan hidrogen peroksida 3% yang biasa dipakai
sebagai antiseptik, efektifitasnya tetap baik sebagai pembunuh bakteri. Sumber nektar
yang berbeda akan mempengaruhi sifat madu yang dihasilkan oleh lebah, diantaranya
dari segi warna, rasa, dan komponen madu.

Kemampuan madu sebagai zat antibakteri tidak terlepas dari kandungan zat aktif
yang ada didalamnya. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan aktifitas
antibakteri pada madu dipengaruhi oleh hydrogen peroksida, senyawa flavonoid, minyak
atsiri dan berbagai senyawa organik lainnya. Sifat antibakteri juga dipengaruhi oleh efek
osmolaritas yang tinggi, aktivitas air rendah, pH yang rendah sehingga tingkat keasaman
madu yang menjadi tinggi8 . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
Madu Hutan Musi Rawas terhadap pertumbuhan dari bakteri bersifat Gram Positif
(Staphylococcus aureus) penyebab infeksi kulit dan Bakteri Gram Negatif (Escherichia
coli) penyebab diare.

Jenis penelitian ini bersifat eksperimen. Rancangan penelitian ini adalah


Randomized Controlledtrial yaitu melakukan treatmen yang hasilnya diukur pada akhir
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Analis
Kesehatan, pada bulan April-Juni 2012. Variabel bebas pada penelitian ini adalah madu.
Variabel terikatnya adalah bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Populasi
pada penelitian ini adalah madu bunga Hutan Musi Rawas. Sampel pada penelitian ini
adalah madu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%,
100% dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Objek pengamatan dari penelitian ini adalah
zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Setelah dilakukan uji daya hambat madu hutan Musi Rawas terhadap
pertumbuhan bakteri Gram Positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram Negatif
Escherichia coli diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%,
70%, 80%, 90% dan 100% terbentuk zona hambat (zona jernih) di sekitar disk. Zona
hambat yang terbentuk diukur dengan satuan mm. Hasil penelitian uji sensitivitas madu
terhadap pertumbuhan dari bakteri Escherichia coli menunjukkan bahwa pada konsentrasi
10%-100% terbentuk zona hambatan disekitar disk atau disekitar disk tidak ada
pertumbuhan bakteri, diameter zona hambat mulai dari 16,3 mm sampai dengan 31 mm.
Hal ini membuktikan bahwa madu mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
coli. Kemampuan madu menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya
enzim glukosa oksidase yang terdapat pada madu. Enzim glukosa oksidase ini dapat
meningkatkan kemampuan antibakteri dengan cara merubah glukosa yang ada pada
madu menjadi asam glikonat dan hydrogen peroksida. Adapun hydrogen peroksida
memiliki kemampuan untuk mendenaturasi protein dan menghambat sintesis atau fungsi
dari asam nukleat yang ada pada bakteri Escherichia coli, maka pertumbuhan bakteri
tersebut dapat terhambat. Mekanisme kerja antimikroba dapat dibagi menjadi empat cara,
yaitu (1) Mekanisme kerja antimikroba melalui penghambatan sintesa dinding sel, (2)
Mekanisme kerja antimikroba melalui fungsi selaput sel, (3) Mekanisme kerja antimikroba
melalui sintesa protein, dan (4) Mekanisme kerja dari antimikroba melalui penghambatan
sintesa asam nukleat.
UJI EFEKTIVITAS LARUTAN MADU SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP
PERTUMBUHAN STAPHYLOCOCCUC AUREUS DAN PSEUDOMONAS
AERUGINOSAE DENGAN METODE DISK DIFFUSION

Madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang dapat digunakan di


masyarakat untuk penanganan luka sejak berabad yang lalu, karena madu memiliki efek
antibakteri diantaranya madu memiliki osmolaritas yang tinggi, kandungan hidrogen
peroksida, pH yang rendah dan memiliki aktivitas yang rendah. Mekanisme antibakteri
diantaranya pH madu yang bersifat asam yang berkisar antara 3,2– 4,5 ssehingga akan
menghambat metabolisme bakteri Gram negatif dan positif dengan menghambat
metabolisme bakteri akan menyebabkan bakteri mudah mengalami lisis, ssehingga
akhirnya dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Fungsi madu dapat digunakan sebagai
pengobatan luka, kontrol gula darah pasien diabetes, antioksidasi, mencegah radang
lapisan luar disekitar mulut pada pengobatan sinar laser pasien kanker, mengobati radang
saluran cerna, serta sebagai bahan produk kecantikan, rambut dan kulit.

Bakteri Pseudomonas aeruginosae merupakan salah satu bakteri Gram negatif,


aerob, dan bergerak dengan menggunakan flagel, dan merupakan bakteri oportunistik.
Infeksi P. aeruginosae menimbulkan penyakit di berbagai jaringan antara lain pada
saluran pernapasan, mata, saluran kemih, dan kulit.

Beberapa uji kepekaan madu terhadap aktivitas antibakteri secara in vitro dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode difusi dengan: cakram, parit, dan
lubang, semetara metode yang lain adalah metode dilusi yang terdiri dari dilusi padat dan
dilusi cair. untuk menguji secara in vitro efektivitas antibakteri madu terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosae dengan metode
disc diffusion.

Penelitian madu juga dilakukan oleh Suci Lucyana (2012) yang menyatakan
bahwa daya hambat madu terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus terdapat pada
konsentrasi 40%, 80%, dan 100% dengan ukuran zona hambat 1,75 mm, 9,25 mm, dan
11,25 mm.16 Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan larutan madu kapuk dan
madu hutan terhadap Staphylococcus aureus dengan metode difusi. Perbedaannya
dengan penelitian ini dengan penelitian Suci Lucyani adalah penelitian ini melakukan uji
aktivitas madu antara bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosae dan
konsentrasi madu yang digunakan
Tepatkah madu diberikan pada bayi

Banyak orangtua memberikan madu pada bayi mereka dengan harapan dapat
meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindarkan dari penyakit. Madu antara lain
digunakan sebagai obat herbal tradisional untuk meredakan gejala batuk dan sulit tidur
pada anak dengan infeksi saluran napas atas. Perlu diketahui bahwa Konsumsi madu
pada bayi berusia kurang dari 12 bulan dapat meningkatkan risiko infant botulism
(penyakit botulisme pada bayi). Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan juga pada
madu, suatu hal yang sudah terbukti secara mikrobiologis dan epidemiologis. Sebanyak
95% kasus infant botulism terjadi pada bayi berusia 6 minggu hingga 6 bulan.

Bayi yang menelan spora Clostridium botulinum berisiko mengalami infant botulism
karena masih belum lengkapnya flora normal pada usus bayi sehingga belum dapat
berkompetisi dengan spora yang masuk ke saluran cerna. Perbedaan pH pada saluran
cerna memungkinkan pertumbuhan spora Clostridium botulinum yang masuk ke saluran
cerna. Gejala yang tampak pada bayi yang mengalami infant botulism antara lain lesu,
lemas, sesak napas, malas menyusu, sulit menelan, sembelit, sulit membuka mata, dan
mulut kering. Infant botulism dapat menyebabkan kematian karena kelemahan otot napas.

Untuk meminimalkan risiko infant botulism, tidak disarankan memberikan madu


pada bayi berusia kurang dari 12 bulan. Sebagai alternatif pemanis alamiah bagi bayi
yang sudah mendapat makanan pendamping ASI (usia 6 bulan ke atas) dapat diberikan
sari buah.
Uji Efektifitas Madu sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Salmonella Thypii Secara
In Vitro
Salmonella typhi, merupakan bakteri gram (negatif) penyebab penyakit demam
tifoid atau typhus abdominalis atau disebut juga demam enterik. Salmonella typhii
merupakan patogen yang spesifik menyerang manusia. Pada pasien dengan demam
tifoid, bakteri ini berada di dalam saluran pencernaan. Bakteri ini masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Bakteri ini menyebabkan
infeksi akut demam lebih dari 7 hari serta gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW madu telah di pergunakan untuk pengobatan
sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 69 yang artinya
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya,
didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Madu juga dipercaya
memiliki aktifitas antibakteri White (1975) melaporkan bahwa aktifitas antibiotika yang
ditemukan dalam madu ditentukan oleh tiga system. Ketiga sistem tersebut adalah
keasaman, tekanan osmosis dan substrat inhibitor.
Madu memiliki pH rata-rata 3,9 dengan rentang antara 3,4-6,1. Asam glukonik
merupakan yang palimg mendominasi. Asam ini merupakan hasil perubahan enzimatik
glukosa oleh enzim glukosa oksidase, yang diekskresikan oleh lebah pada kelenjar
hipofaring lebah. Asam glukonik ini berfungsi sebagai anti bakteri pada madu. Selain itu
juga terdapat inhibine, yang dinyatakan sebagai bentuk enzim dan akumulasi dari
hydrogen peroksida (H2O2) dalam mencairkan madu dan nektar. Hydrogen peroksida
telah dikenal sebagai antibiotik yang efektif. Peroksida adalah komponen utama dari
beberapa penicilin seperti notatin. (3) kandungan flavonoid. Flavonoid dalam madu
merupakan turunan dari senyawa fenol. Senyawa flavonid yang merupakan senyawa fenol
berinteraksi dengan bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hydrogen.
Mekanisme kerja fenol sebagai disinfektan yaitu dalam kadar 0,01%-1% fenol bersifat
bakteriostatik. Peranan flavonoid sebagai antibakteri merupakan kelompok fenol yang
mempunyai kecendrungan menghambat aktifitas enzim mikroba, yang pada akhirnya
mengganggu proses metabolisme
EFEKTIFITAS MADU TERHADAP PENINGKATAN HB PADA TIKUS PUTIH

Penggunaan madu hingga saat ini belum didukung oleh bukti penelitian kesehatan
yang dilakukan secara profesional. Madu mengandung air, glukosa, fruktosa, sukrosa,
dekstrin, asam amoniak, dan asam lemak. Madu juga mengandung mineralmineral
penting seperti kalsium, fosfor, potasium, sodium, besi, magnesium, dan tembaga.
Kekurangan unsur ini dalam tubuh dapat menyebabkan seseorang terkena anemia. Madu
digunakan sebagai makanan dan agen obat saat ini, kecenderungan manusia untuk
kembali ke alam semakin meningkat dengan pengobatan alternatif yang aman dan tidak
menimbulkan efek samping.
Pemberian madu pada tikus putih dengan dosis 0,25 ml dan 0,5 ml adalah setara
dengan dosis manusia yaitu 1 dan 2 sendok makan untukpecegahan penyakit. Pada dosis
0,75 ml setara dengan3 sendok makan yaitu 45 ml, dimana dosis ini untukmenilai efek
pemberian madu yang berlebih pada tikus putih. Madu yang diberikan pada tikus putih
adalah madu yang sudah dicampurkan dengan air.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian madu 0,25 ml, 0,5 ml dan 0,75 ml
tidak efektif terhadap peningkatan Hb pada tikus putih,jumlah Hb pada tikus putih
pemberian madu dosis 0,25 ml adalah 16,66 g/dl, pada pemberian madu dosis0,5 ml
adalah 15,83, pada pemberian madu dosis 0,75 ml 15,66 g/dl dan pada perlakuan kontrol
adalah 14, 66 g/dl
Madu merupakan nutrisi alami yang efek sampingnya amat minimal. Sebuah
penelitian Ladas yang dimuat di American Journal of Clinical Nutrition tahun 1995
melaporkan konsumsi madu pada orang normal dapat menimbulkan diare atau gangguan
perut. Hal ini mungkin disebabkan kandungan fruktosa maduyang cukup tinggi. Kadar
fruktosa madu termasuk yang tertinggi sekelompok dengan buah apel dan pir. Tingginya
fruktosa madu pada beberapa orang dapat menyebabkan gangguan penyerapan yang
disebut malabsorbsi fruktosa. Hal ini cukup merepotkan bagi orang-orang yang
sebelumnya punya pencernaan yang sensitif. Namun, menurut Ladas, hal itu justru
menguntungkan untuk orang yang punya keluhan susah buang air besar.
SCREENING FITOKIMIA DAN PENETAPAN POTENSI MADU HUTAN SEBAGAI AGEN
ANTIBAKTERI TERHADAP BAKTERI PROPINIBACTERIUM ACNE DAN
STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Jerawat adalah kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Jerawat timbul pada
saat kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif, sehingga pori-pori kulit akan tersumbat oleh
timbunan lemak yang berlebihan. Apabila terjadi infeksi bakteri pada timbunan lemak
tersebut maka akan terbentuk peradanganyang dikenal dengan jerawat (Sawarkar et al.,
2010). Bakteri yang umum menginfeksi jerawat adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus dan Propinibacterium acne. Bakteri ini tidakbersifat patogen pada
kondisi kulit yang normal, namun akan menjadi invasif saat kondisi berubah tidak normal.
Bakteri ini berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukkan enzim lipolitik
pengubah fraksi sebum menjadi masa padat yang kemudian menyebabkan penyumbatan
pada saluran kelenjar sebasea (Jawetz et al., 2013).
Madu dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri tertentu melalui beberapa
mekanisme yaitu kadar gula yang tinggi akan menghambat bakteri untuk hidup dan
berkembang, tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3,65) akan mengurangi
pertumbuhan dan daya hidup bakteri, sehingga bakteri akan mati, adanya senyawa radikal
hidrogen peroksida (H2O2) yang bersifat dapat membunuh] mikroorganisme patogen, dan
adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri (polifenol, flavonoid, dan glikosida).
Golongan senyawa ini sering dipergunakan sebagai bahan dasar obatobatan antibakteri
modern (Fadhmi et al., 2017).
Dari hasil screening fitokimia 100% sampel memiliki kandungan metabolit
sekunder yang memiliki potensi sebagai agen antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid,
terpenoid dan saponin (Tabel III). Senyawa alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
Alkaloid akan berinteraksi dengan DNA bakteri, sehingga menghambat sintesis DNA dan
reverse transcriptase. Alkaloid juga melepaskan adhesin asam lipoteikoat dari permukaan
sel sehingga mengganggu permeabilitas membran sel bakteri yang menyebabkan matinya
bakteri (Schmeller et al., 1997).
Flavonoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri melalui penghambatan sintesis
asam nukleat, penghambatan fungsi membran sel dan penghambatan metabolisme
energi. Penghambatan sintesa asam nukleat pada bakteri, berdampak pada terganggunya
pembentukan RNA dan DNA. Flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara
membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat
merusak membran sel bakteri dandiikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler, yang
berujung dengan kematian bakteri.
Dari Pengujian Aktivitas antibakteri Madu hutan terhadap bakteri S.Aureus
menunjukkan aktivitas anti bakteri yang baik terhadap bakteri uji (Tabel IV). Dari hasil uji
statisik menggunakan uji Kruskal-Wallis : terdapat perbedaan diameter zona hambat madu
hutan antar kelompok perlakuan terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ada pengaruh
kenaikan konsentrasi terhadap peningkatan diameter daerah hambat yang terbentuk (nilai
asymp.sig (p)=0,000 diperoleh nilai p value = 0,000 < 0,05).
Dari Pengujian Aktivitas antibakteri Madu hutan terhadap bakteri P.Acnes
menunjukkan aktivitas anti bakteri yang baik terhadap bakteri uji (Tabel V). Dari hasil uji
statisik menggunakan uji Kruskal-Wallis : terdapat perbedaan zona hambat madu hutan
antar kelompok perlakuan terhadap bakteri Propinbacterium acnes (asymp.sig (p)=0,000,
nilai p value = 0,000 < 0,05). Dari hasil analisa ini ada pengaruh kenaikan konsentrasi
terhadap peningkatan diameter daerah hambat yang terbentuk.
Seluruh sampel madu hutan asli bengkulu memiliki aktivitas antibakteri yang
sangat baik terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, dan Propinibacterium acne. Madu
hutan memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Madu hutan ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan aktif dalam formula
sediaan farmasi untuk pengobatan jerawat.
PENGARUH MADU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STREPTOCOCCUS
PYOGENES

Manusia termasuk salah satu makhluk yang paling rentan terhadap infeksi
streptococcus dan tidak ada alat-alatubuh atau jaringan dalam tubuh yang benar-benar
kebal. Sreptococcus pyogenes merupakan salah satu penyebab infeksi saluran nafas.
Kerongkongan merupakan tempat pertama yang diserang sehingga menyebabkan nyeri
menelan ini mungkin terkumpul pada tonsil atau juga dapat menyerang faring. (Gupte,
2004)
Winingsih (2008) menyatakan bahwa selain madu lebah juga menghasilkan resin
yang disebut dengan propolis. Propolis sebenarnya dihasilkan lebah dengan cara
mengumpulkan resin-resin dari berbagai macam tumbuhan kemudian resim ini bercampur
dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang
berbeda dengan resin asalnya. Hal inilah yang mendasari digunakannya propolis sebagai
antibiotic. Kemudian dilakukan berbagai penelitian mengenai efek antibiotic propolis
terhadap berbagai mikroba.
Propolis bias berfungsi sebagai imunostimulan yang merangsang fungsi berbagai
organ dan menginduksi system pertahanan tubuh menjadi lebih kebal terhadap kuman
penyakit, juga sebagai antibiotic yang jarang sekali menimbulkan efek samping. Zat aktif
yang diketahui bersifat antibiotic pada propolis adalah asam ferulat dan flavonoid.
Flavonoid mempengaruhi tahapan metabolism sel kanker misalnya dengan cara
menghambat pembangunan timidin, uridin dan leusin dengan sel kanker tersebut
sehingga dapat menghambat sintesis DNA sel kanker. Peranan flavonoid sebagai
antikanker juga diperkuat oleh eksperimen lain yang menggunakan hidrokarbon aromatic
polisiklik sebagai penginduksi kanker.
Setelah dilakukan penelitian daya antibakteri madu yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes maka didapatkan hasil sebagai berikut :
pada tes pendahuluan dilakukan pengenceran madu dengan konsentrasi sebesar 10%,
20%, 40%, 60%, 80% Dan 100% dari tes tersebut didapatkan data bahwa kemampuan
menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes hanya pada konsentrasi
konsentrasi 100% yang ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni streptococcus
pyogenes pada media BAP sedangkan pada konsentrasi 80% didapatkan pertumbuhan
bakteri streptococcus pyogenes hal ini menunjukkan bahwa nilai minimum inhibition
concentration (MIC) pada madu terhadap pertumbuhan Bakteri streptococcus pyogenes
adalah positif pada konsentrasi antara 80% sampai 100%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
madu terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes pada media BAP yaitu
terjadinya penurunan atau daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri steptococcus
pyogenes seiring dengan meningkatnya konsentrasi madu dan konsentrasi minimal madu
yang dapat menghambat pertumbuhan Bakteri steeptococcus pyogenes adalah 95%,
yang ditandai dengan pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes negative dan
minimum inhibition concentration (MIC) positif.

Anda mungkin juga menyukai