Anda di halaman 1dari 110

INTERVENSI KOMPRES HANGAT AIR PARUTAN JAHE MERAH

(ZINGIBER OFFICINALE ROSCOE VAR RUBRUM) DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN NYERI KRONIS PADA LANSIA ARTHRITIS GOUT
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI CHATERINE COLCABA

(Studi di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo-Magetan)

TUGAS AKHIR PROFESI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Ners

Oleh :

ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI


NIM. 202006003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA
PARE-KEDIRI
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

TUGAS AKHIR PROFESI

INTERVENSI KOMPRES HANGAT AIR PARUTAN JAHE MERAH


(ZINGIBER OFFICINALE ROSCOE VAR RUBRUM) DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI KRONIS PADA LANSIA ARTHRITIS GOUT
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI CHATERINE COLCABA

(Studi di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo-Magetan)

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Ners

Oleh :

ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI


NIM. 202006003

Menyetujui untuk diuji,

Pembimbing I

Dina Zakiyyatul, S.Kep., Ns, M.Kep


NIDN. 07-2408-8502

Mengetahui :
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKES Karya Husada Kediri,

Hj. Farida Hayati, S.Kp., M.Kep


NIDN. 07-0903-7101
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR PROFESI

INTERVENSI KOMPRES HANGAT AIR PARUTAN JAHE MERAH


(ZINGIBER OFFICINALE ROSCOE VAR RUBRUM) DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN NYERI KRONIS PADA LANSIA ARTHRITIS GOUT
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI CHATERINE COLCABA
(Studi di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo-Magetan)

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Ners

Oleh :

ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI


NIM. 202006003

Telah diuji pada


Hari : ………………
Tanggal : … Maret 2021

dan dinyatakan tugas akhir profesi lulus peminatan klinik oleh :

Tanda Tangan

Penguji 1 : ( )
NIDN.

Penguji 2 : Dina Zakiyyatul, S.Kep., Ns, M.Kep ( )


NIDN. 07-2408-8502
Mengetahui :
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKES Karya Husada Kediri,

Hj. Farida Hayati, S.Kp., M.Kep


NIDN. 07-0903-7101
MOTTO

“TERUSLAH BERJUANG HINGGA NAFASMU YANG TERAKHIR,


HINGGA KAMU TERJATUH DAN TIDAK DAPAT BANGKIT
KEMBALI”

“PERJUANGAN TAK AKAN PERNAH SIA-SIA KARENA ALLAH


SWT SELALU MENCATAT TETESAN KERINGAT DAN AIR MATA
YANG JATUH DI SETIAP BUTIRNYA”

“ALLAH TAU APA YANG TERBAIK UNTUKMU”

(YOU WILL NOT WALK ALONE ALLAH ALWAYS WITH YOU)

KAMU TIDAK AKAN BERJALAN SENDIRIAN, ALLAH SELALU


BERSAMAMU
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah Swt karena atas

berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Profesi dengan

judul “Intervensi Kompres Hangat Air Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale

Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis Pada Lansia

Arthritis Gout Menggunakan Pendekatan Teori Chaterine Colcaba (Studi Di

Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo - Magetan)“ sholawat

serta salam senantiasa kita junjungkan kehadirat Nabi Muhammad SAW. Selama

proses penyelesaian Skripsi ini, peneliti telah banyak mendapatkan bantuan

berupa bimbingan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu peneliti ingin

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ibu Ita Eko Suparni. S.SiT., M.Keb selaku ketua STIKES Karya Husada Pare

Kediri yang telah banyak sekali memberikan pengarahan, bimbingan,

dorongan, dan motivasi yang sangat berarti bagi saya dalam pembuatan

Tugas Akhir Profesi ini.

2. Ibu Hj. Farida Hayati. S.Kp., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan yang telah memberi bimbingan, pengarahan, dorongan dan

motivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga Tugas Akhir Profesi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ibu Dina Zakiyyatul, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing dalam

menyusun Tugas Akhir Profesi yang telah memberi bimbingan, pengarahan,

dorongan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga Tugas

Akhir Profesi ini dapat terselesaikan dengan baik.


4. ……………… selaku Penguji Tugas Akhir Profesi yang telah banyak

memberi bimbingan, pengarahan, motivasi,yang sangat membantu bagi saya

dalam pembuatan Tugas Akhir Profesi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Sarjana Keperawatan Stikes Karya Husada Pare

Kediri yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya sehingga penulis

dapat menambahkan wawasan dalam penyusunan Tugas Akhir Profesi ini.

6. Pihak perpustakaan STIKES Karya Husada Pare Kediri yang telah

memberikan izin untuk meminjam literature sebagai penunjang penulisan

Tugas Akhir Profesi ini.

7. Kepala Puskesmas Karangrejo yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian Tugas Akhir Profesi.

8. Kepada kedua orang tua saya yang senantiasa mendukung, mendoakan,

mengobarkan waktu, biaya untuk saya dalam mengikuti pendidikan selama 5

tahun .

9. Kepada teman-teman saya yang telah mendukung, membantu dan saling

memberi semangat saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir Profesi ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir Profesi ini masih jauh dari sempurna, oleh

itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir

Profesi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi

penulis khususnya.

Kediri, ………………………2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................
MOTTO...........................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR BAGAN .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
DAFTAR LAMBANG....................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................ 8
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................... 9
1.4 Manfaat Teoritis................................................................................. 9
1.4.1 Manfaat Teoritis..................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis................................................................ 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1.
2.2.
BAB 3 STUDI KASUS
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara biologis, lansia mengalami proses penuaan yang ditandai dengan

menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan

penyakit degenerative (Padila, 2013). Lansia mengalami penurunan fungsi

kerja ginjal, sehingga mengakibatkan penurunan ekskresi asam urat dalam

tubulus ginjal dalam bentuk urine. Selain itu, terjadi pula penurunan

produksi enzyme urokinase, sehingga pembuangan asam urat menjadi

terhambat dan menyebabkan penyakit arthritis gout. Penyakit ini ditandai

dengan tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia) dan

serangan nyeri akut yang berulang-ulang pada daerah persendian (Junaidi,

2013). Nyeri tersebut terjadi dibagian otot, persendian, pinggang, lutut,

punggung, dan bahu serta disertai pembengkakan (Mumpuni,2016).

Prevalensi Arthritis Gout menurut World Health Organization (WHO)

(2015), memperkirakan bahwa sekitar 335 juta orang di dunia mengidap

penyakit rematik. Prevalensi Gout di Amerika Serikat 2,6 sampai 1000

kasus. Prevalensi Arthritis Gout berdasarkan umur 55-64 tahun sebesar

45%, umur 65-74 tahun sebesar 51,9% dan umur lebih dari 75 tahun sebesar

54,8% (RISKESDAS, 2013). Berdasarkan RISKESDAS (2018), prevalensi

penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter didapatkan hasil

bahwa pada kelompok umur 65 tahun (Lansia) yang menderita penyakit


sendi berjumlah 56.394 orang. Di Indonesia tahun 2018, prevalensi yang

mengalami atau penderita asam urat berdasarkan umur yaitu umur 45-54

tahun berdasarkan diagnosis yaitu 11,1%, umur 55-64 tahun berdasarkan

diagnosis yaitu 15,5%, umur 65-74 tahun berdasarkan diagnosis yaitu18,6%

dan umur 75 tahun atau lebih yaitu mencapai 18% (RISKESDAS, 2018).

Prevalensi di Jawa Timur pada tahun 2007 sebanyak 28% dari 4.2099.817

atau 1.178.748 Lansia menderita penyakit Arthritis Gout (DEPKES RI,

2015). Secara khusus di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan

Karangrejo-Magetan saat ini terdapat 128 anggota lansia, dimana dari

jumlah tersebut dilaporkan 78 lansia terdiagnosa mengalami Arthritis Gout.

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 5 lansia yang berkunjung ke

Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo-Magetan tanggal

11 Februari 2021, diketahui sebanyak 2 lansia menyatakan mempunyai

riwayat Arthritis Gout, dengan keluhan nyeri pada persendian jari tangan,

jari kaki dan tumit. Lansia mengatasi nyeri dengan mengkonsumsi jamu-

jamuan atau obat anti nyeri yang dijual di toko-toko, dan ada juga yang

melakukan pemijatan pada saat nyeri asam urat kambuh.

Asam urat merupakan penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di

seluruh dunia. Gangguan metabolisme yang mendasarkan asam urat adalah

hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat lebih

dari 7.0 mg/dl untuk laki-laki dan 6.0 mg/dl untuk perempuan (Sudoyo,

2009). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kadar asam urat

menjadi tinggi salah satunya adalah adanya perilaku hidup tidak sehat

seperti mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung purin tinggi,


mengkonsumsi alkohol, obesitas, kurang istirahat serta beraktivitas yang

terlalu berat (Aminah, 2012). Gejala yang ditimbulkan diantaranya nyeri

pada sendi mendadak, kemerahan, area yang nyeri dan membengkak akan

terasa panas, demam, kedinginan, dan detak jantung meningkat, muncul

nodul (pembengkakan parah yang memerah di kulit). Kadar asam urat yang

tinggi dan tidak dilakukan pengobatan, maka akan mengakibatkan

terjadinya arthritis gout kronis sehingga terjadinya kelumpuhan karena

persendian terasa kaku dan tidak dapat ditekuk lagi (Novianti, 2015).

Arthritis Gout biasanya paling banyak terdapat pada sendi jempol jari kaki,

sendi pergelangan, sendi kaki, sendi lutut dan sendi siku yang dapat

menyebabkan nyeri yang sedang meradang karena adanya penumpukan zat

purin yang dapat membentuk kristal-kristal yang mengakibatkan nyeri

(Hasil Penelitian Oleh Nahariani, Lismawati & Wibowo, 2015). Dampak

dari rasa nyeri yang berulang yaitu terjadinya respon stress yang antara lain

berupa meningkatkan rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan

frekuensi nafas. Nyeri yang berkelanjutan atau tidak ditangani secara

adekuat, memicu respon stress yang berkepanjangan, yang akan

menurunkan daya tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun,

mempercepat kerusakan jaringan, laju metabolisme, pembekuan darah dan

retensi cairan, sehingga akhirnya akan memperburuk kualitas kesehatan

(Hartwig & Wilson, 2014).

Penanganan penderita nyeri asam urat difokuskan pada cara mengontrol rasa

sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau

mempertahankan fungsi dan kualitas hidup (Potter & Perry, 2016). Menurut
Mumpuni (2016), penanganan asam urat secara farmakologi (memberi

tindakan dan pengobatan medis) dengan Obat Anti Inflamasi Non Streoid

(OAINS) seperti ibuprofen, naproxen dan allopurinol. Upaya penunjang lain

untuk mengatasi nyeri asam urat adalah dengan pengobatan non-

farmakologis (melakukan tindakan mandiri dan pengobatan tradisional),

yaitu melakukan kompres dengan memanfaatkan bahan-bahan herbal yang

dikenal turun temurun oleh masyarakat dapat berkhasiat menurunkan nyeri,

salah satunya yakni jahe merah.

Kompres hangat air parutan jahe merah, disebabkan efek farmakologis jahe

merah dapat memperkuat khasiat bahan lain yang digunakan untuk

pengobatan nyari asam urat adalah rimpanya (Herliana, 2014). Dimana jahe

merah banyak mengandung beberapa komponen seperti pati (52,0%),

minyak astiri (3,9%), serta saripati yang tercampur di dalam alkoho (9,93%)

lebih banyak dari jahe gajah serta jahe emprit. Jahe merah bersifat pahit,

pedas, serta aromatic yang berasal dari olerasin yaitu gingerol, zingeron,

dan shagaol. Dimana terdapa anti radang dari olerasin, antioksida yang kuat

serta anti nyeri. Sehingga olerasin atau zinger ini berguna untuk

menghambat sintesis prostaglandin hingga mampu mengurangi nyeri sendi

atau ketegangan otot (Syamsu, 2017). Selain itu kompres hangat parutan

jahe merah juga memberikan efek relaksasi pada otot, meningkatkan

sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis dan memberikan arasa nyaman

(Koizier & Erb, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Febriana, 2020

mengenai ”Kompres Hangat Jahe Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri


Pada Lansia Arthritis Gout di Dusun Bogor, Manyaran, Wonogiri”

didapatkan hasil bahwa dari kettiga responden yang diberikan kompres

hangat jahe selama 3 hari dengan waktu yang sama yaitu 20 menit di pagi

dan sore hari berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil skala nyeri yang

berbeda sebelum dan sesudah diberikan intervensi kompres hangat jahe

merah yaitu dari skala nyeri 5-7 (nyeri sedang-berat ) turun menjadi skala

nyeri 1-4 (yeri ringan-sedang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ilham, 2020 hasil Uji Wilcoxon didapatkan p value= 0,00

dan nilai α= 0,005, dimana p<α yang artinya terdapat “Pengaruh Kompres

Hangat Menggunakan Jahe Merah Terdapat Penurunan Skala NNyeri Pada

Lansia Arthritis Gout di Kelurahan Lantora Kecamatan Polewali Kabupaten

Polewali Manda”.

Hal ini diperkuat oleh Arlina, 2019 dengan “Pengaruh Pemberian Kompres

Hangat Menggunakan Parutan Jahe Merah Terhadap Skala Nyeri Pada

Lansia Arthritis Gout”. Penelitian ini menggunaka 45 responden dengan

teknik total sampling. Dimana nilai rata-rata sebelum pemberian kompres

hangat menggunakan parutan jahe merah adalah 6,76 (skala minimum 5 dan

maksimum 9) dengan standar devisiasi adalah 0,908. Sedangkan setelah

diberikan intervensi nilai rata-rata 3,44 (dengan nilai minimum 1 dan

maksimum 6) dengan standar devisiasi 1,439. Hasil Uji Wilcoxon

membuktikan bahwa nilai p-value= 0,001 artinya terdapat Pengaruh

Kompres Hangat Menggunakan Parutan Jahe Merah Pada Penurunan Skala

Nyeri Pada Lansia Arthritis Gout Di PSTW Tresna Werdha Teratai

Palembang. Namun penatalaksanaan yang lebih holistic diperlukan dalam


bentuk perubahan gaya hidup sehari-hari, meliputi pola diet yang tepat dan

aktivitas fisik, sehingga dapat mengembalikan metabolisme tubuh menuju

kadar asam urat yang normal (Lingga, 2012).

Pendekatan asuhan keperawatan pada lansia dengan arthritis gout, salah

satunya dengan mengguakan teori model keperawatan Chaterine Colcaba,

dimana teori ini menyatakan bahwa peran perawat adalah mengupayakan

tindakan kenyamanan sebagai salah satu intervensi keperawatan yang

didesain untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang spesifik dibutuhkan

oleh penerima jasa untuk memberikan kenyamanan pasien setidaknya

memerlukan tiga jenis intervensi kenyamanan yaitu teknik mengukur

kenyamanan (technical comfort measures), pembinaan (coaching) dan

ketenangan jiwa (comfort food). Pemberian kompres hangat air parutan jahe

merah (Zingiber Officinale Roscoe Var Rubrum) diharapkan mampu

memberikan rasa nyaman terhadap nyeri pada lansia arthritis gout. Karena

terapi tersebut berfokus pada standart comfort coaching yang bertujuan

membimbing klien dalam mendemonstrasikan dan mengaplikasikan asuhan

keperawatan guna meningkatkan kenyamanan klien sehingga dapat

menurunkan skala nyeri yang dirasakan oleh klien berdasarkan teori model

Chaterine Colcaba. Pada teori Kolcaba telah diterapkan dalam berbagai

latar penelittian, budaya, dan sekelompok usia. Satu-satunya faktor

pembatas untuk penerapannya adalah seberapa baik perawat dan

administrator menghargainya untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan

pasien. Jika perawat lembaga, dan masyarakat berkomitmen nyaman

memunkinka praktik efisien, individual, holistic. Structural taksonomi


keyamanan memfasilitasi pengembangan instrument kenyamanan oleh

peneliti bagi latar belakang. Jadi teori Kolcaba bisa diterapkan pada semua

kalangan usia baik anak, remaja, pra lansia dan lansia. Sehingga perlu

dilakukan asuhan keperawatan tentang intervensi kompres hangat parutan

jahe merah (zingiber officinale roscoe var rubrum) terhadap nyeri kronis

pada lansia arthritis gout dengan pendekatan teori model keperawatan

Comfort (Chaterine Colcaba) (Colcaba, 1994 Dalam Torney Dan Alligood,

2008).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

penatalaksanaan untuk lansia arthritis gout memerlukan teknik kenyamanan

untuk mengurangi nyeri pada sendi jempol jari kaki, sendi pergelangan,

sendi kaki, sendi lutut dan sendi siku, maka dari itu peneliti tertarik untuk

mengaplikasikan Intervensi Kompres Hangat Parutan Jahe Merah (Zingiber

Officinale Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah Keperawatan Nyeri

Kronis Pada Lansia Arthritis Gout Menggunakan Pendekatan Teori

Chaterine Colcaba.

1.2. Rumusan Masalah

Arthritis Gout adalah gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih

dar 7,0 mg.dl untuk laki-laki dan 6,0 mg/dl untuk perempuan. Peningkatan

kadar arthritis gout dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia

seperti perasaan nyeri di daerah persendian dan sering disertai timbulnya

rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini bisa ditekan
menggunakan terapi non farmakologi yaitu dengan memanfaatkan bahan-

bahan herbal seperti jahe merah. Kompres air hangat parutan jahe merah

mampu menurunkann nyeri dengan tahap transduksi, dimana pada tahap ini

jahe merah memiliki kandungan gingerol yang bisa menghambat

terbentuknya prostaglandin sebagai mediator nyeri, sehingga dapat

menurunkan nyeri. Berdasarkan latar belakang dan penjelasan diatas maka,

peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Apakah Ada Pengaruh

Intervensi Kompres Hangat Air Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale

Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis Pada

Lansia Arthritis Gout Menggunakan Pendekatan Teori Chaterine

Colcaba?”.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan intervensi kompres hangat air parutan jahe merah

(zingiber officinale roscoe var rubrum) dengan masalah keperawatan nyeri

kronis pada lansia arthritis gout menggunakan pendekatan teori Chaterine

Colcaba.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 1 dengan pemberian

intervensi kompres hangat air parutan jahe merah (zingiber officinale

roscoe var rubrum) dengan masalah keperawatan nyeri kronis pada

lansia arthritis gout menggunakan pendekatan teori Chaterine Colcaba.


1.3.2.2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan kasus 2 dengan pemberian

intervensi kompres hanagt air parutan jahe merah (zingiber officinale

roscoe var rubrum) dengan masalah keperawatan nyeri kronis pada

lansia arthritis gout menggunakan pendekatan teori Chaterine Colcaba.

1.3.2.3. Menganalisis perbandingan asuhan keperawatan pada kasus 1 dan kasus

2 pemberian intervensi kompres hangat air parutan jahe merah (zingiber

officinale roscoe var rubrum) dengan masalah keperawatan nyeri kronis

pada lansia arthritis gout menggunakan pendekatan teori Chaterine

Colcaba.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan keilmuan tentang intervensi kompres

hangat air parutan jahe merah (zingiber officinale roscoe var rubrum)

dengan masalah keperawatan nyeri kronis pada lansia arthritis gout

menggunakan pendekatan teori Chaterine Colcaba, sehingga dapat

memberikan wacana dan solusi yang tepat pada penderita.

1.4.2. Bagi Responden

Menjadikan masukan ataupun menambah pengetahuan bagi responden

tentang adanya intervensi kompres hangat air parutan jahe merah (zingiber

officinale roscoe var rubrum) dengan masalah keperawatan nyeri kronis

pada lansia arthritis gout menggunakan pendekatan teori Chaterine

Colcaba yang nantinya dapat diaplikasikan.


1.4.3. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya

meningkatkan keilmuan dan profesionalisme serta mutu pelayanan

keperawatan, khususnya keperawatan medical bedah.

1.4.4. Bagi Kurikulum Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang intervensi

keperawatan, khususnya keperawatan medical bedah.

1.4.5. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan ilmu bagi

mahasiswa dalam memperdalam pemahaman tentang intervensi kompres

hangat air parutan jahe merah (zingiber officinale roscoe var rubrum)

dengan masalah keperawatan nyeri kronis pada lansia arthritis gout

menggunakan pendekatan teori Chaterine Colcaba.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

.1. Konsep Lansia

2.1.1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual, karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang

dikatakan Lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses

yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).

2.1.2. Batasan Lanjut Usia

Menurut Padila (2013), mengatakan golongkan lanjut usia dibagi menjadi

empat, yaitu

a. Usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) adalah 75-90.

d. Usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau mencapai
usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008).

2.1.3. Tipe Lanjut Usia

Menurut Nugroho (2008) lanjut usia dapat pula dikelompokan dalam beberapa

tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi

fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain:

a. Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik,

mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung

jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.

b. Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat

menikmati hidup, memiliki toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan

tahu diri. Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang

menghadapi proses menua.

c. Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah

masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak

mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang

pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan, dan banyak

minum.

d. Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat

pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi

sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat konpultif aktif,

dan menyenangi masa pensiun.

e. Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius,

senang berjuang, bisa menjadi panutan.

f. Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,

selalu menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk.

Lanjut usia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.


g. Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang

menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.

Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu

bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang

mengadu masalah pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.

h. Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini

bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi,

mengalami penurunan sosial-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri.

Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi,

memandang lanjut usia sebagai tidak berguna karena masa yang tidak

menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban

keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin cepat mati.

Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat menghindari kesalahan

atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan asuhan keperawatan. Tentu saja

tipe tersebut hanya suatu pedoman umum dalam praktiknya, berbagai variasi

dapat ditemukan.

2.1.4. Proses Penuaan dan Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu

masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap

individu. Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada

struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada

tubuh manusia. Proses ini menjadi kemunduran fisik maupun psikis.

Kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan

pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelaianan berbagai

fungsi organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan sensitivitas

emosional, penurunan gairah, bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya


minat terhadap penampilan, meningkatkan minat terhadap material, dan minat

kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya orientasi dan subyek saja yang berbeda)

(Mubarak, 2009).

Namun, hal di atas tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, Lansia harus

senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan sebagai kondisi :

a. Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.

b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

c. Mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat.

Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara

sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,

sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor

lingkungan fisik dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat

mempercepat proses penuaan (Mubarak, 2009).

2.1.5. Masalah yang Terjadi pada Lanjut Usia

Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa permasalahan yang sering dialami

oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia, antara lain:

a. Perubahan Perilaku, pada Lansia sering dijumpai terjadinya perubahan

perilaku, di antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada

kecenderungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena

dirinya sudah tidak menarik lagi, dan Lansia sering menyebabkan

sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi sumber banyak

masalah.

b. Perubahan Psikososial, masalah perubahan psikososial serta reaksi individu

terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian

individu yang bersangkutan. Lansia yang telah menjalani dengan bekerja,

mendadak dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.


Bila Lansia cukup beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan

diri dengan menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan

waktunya, masa pensiunya akan memberikan kesempatan untuk menikmati

sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun berarti terputus dari

lingkungan, dan teman-teman yang akrab.

c. Pembatasan Aktivitas Fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka akan

mengalami kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat

mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini

mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan

hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan

bantuan orang lain.

d. Kesehatan Mental, pada umumnya Lansia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat sekali

kaitanya dengan perubahan fisik. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan

sosialnya akan semakin berkurang dan akan mengakibatkan berkurangnya

interaksi dengan lingkunganya.

2.2. Konsep Arthritis Gout

2.2.1. Definisi Arthritis Gout

Asam urat adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh

dunia. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefisinikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih

dari, 7,0 mg/dl untuk laki-laki dan 6,0 mg/dl untuk perempuan (Sudoyo,

2015). Asam urat harus melalui tahapan-tahapan tertentu yang menandai

perjalanan penyakit untuk menjadi gout arthritis. Gejala awal asam urat

ditandai oleh hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan


komplikasi yang ditimbulkan. Proses berjalan cukup lama tergantung kuat

atau tidaknya faktor resiko yang dialami oleh seseorang penderita

hiperurisemia. Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik, cepat atau

lambat penderita akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam urat

tetap tinggi selama beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami

stadium interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama

untuk menuju fase akhir yang dinamakan dengan stadium gout kronis

(Lingga, 2014).

Asam urat atau dikenal juga dengan istilah gout. Sementara penyakit asam

urat tinggi disebut dengan istilah arthritis gout. Asam urat merupakan

hasil metabolisme tubuh atau tepatnya hasil akhir dari katabolisme suatu

zat yang bernama purin. Zat purin merupakan salah satu unsur protein

yang ada dalam struktur rantai DNA dan RNA. Jadi, asam urat merupakan

hasil buangan Zat Purin yang ikut mengalir bersama darah dalam

pembuluh darah. Kelebihan kadar asam urat dalam cairan darah biasanya

akan dibuang melalui air seni. Asam urat dalam tubuh manusia sebenarnya

adalah sesuatu yang normal. Setiap orang memiliki asam urat yang

mengalir bersama darah dalam pembuluh darah, karena asam urat memang

merupakan hasil akhir dari proses metabolisme tubuh secara alami. Secara

rutin tubuh manusia memproduksi asam urat melaluin proses katabolisme

(pemecahan) purin. Asupan beberapa jenis makanan yang mengandung

purin juga berpotensi memicu meningkatnya kadar asam urat dalam tubuh

(Suriana, 2014).
2.2.2. Klasifikasi Arthritis Gout

Klasifikasi pada arthritis gout (Hidayat, 2015), sebagai berikut :

a. Arthritis Gout Akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-

laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Sebelum 25 tahun

merupakan bentuk tidak lazim gout arthritis, yang mungkin

merupakan manifestasi adanya gangguan enzimetik spesifik, penyakit

ginjal atau penggunaan siklosporin, pada 85-90% kasus. Gejala yang

muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul

sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa gejala apapun,

kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat

berjalan. Keluhan berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai

keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Faktor

pencetus serangan akut antara lain trauma local, diet tinggi purin,

minum alcohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian

deuretik, pemakaian obat yang meningkatkan atau menurunkan asam

urat.

b. Stadium interkritika

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara

klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada aspirasi

cairan sendi masih ditemukan Kristal urat, yang meunjukkan proses


kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa

berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut, dan

tanpa tatalaksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.

c. Arthritis Gout Kronik

Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler,

dengan predileksi cuping telinga, dan jari tangan. Tofi sendiri tidak

menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan

menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan

deformitas. Tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi

infeksi sekunder. Kecepatam pembentukan deposit tofus tergatung

beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan

gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretic.

2.2.3. Faktor Penyebab Arthritis Gout

Asam urat terjadi akibat adanya presdisposisi genetic, yang menimbulkan

reaksi imunologis pada membrane sinoovial. Asam urat lebih sering terjadi

pada perempuan (rasio 3:1 dibanding laki-laki), serta insiden tertinggi

ditemukan pada usia 20-45 tahun. Selain pengaruh genetik, faktor resiko

yang lain adalah kemungkinan infeksi bacterial, virus, serta kebiasaan

merokok (Hidayat, 2015).

Dunia medis dikenal istilah hiperurisemia, yaitu suatu kondisi ketika

terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah sehingga melewati

batas normal. Kadar asam urat normal dalam darah manusia adalah 2,4-6,0

mg/dL untuk wanita dan 3,0-7,0 mg/dL untuk laki-laki. Kadar asam urat

lebih dalam darah lebih dari 7,0 mg/dL, orang tersebut dikatan mengalami
hiperurisemia. Kondisi hiperurisemia ini sangat berpotensi menimbulkan

terjadinya serangan penyakit asam urat atau gout arthritis. Peningkatan

produksi asam urat, menyebabkan asam urat merembes ke organ-organ

disekitar jaringan pembuluh darah dan membentuk timbunan Kristal-

kristal asam urat. Timbunan Kristal asam urat ini umumnya terjadi pada

beberapa organ penting dan menyebabkan gejala penyakit yang berbeda,

tidak selalu asam urat (Suriana, 2014).

2.2.4. Patofisiologi Arthritis Gout

Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang

mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak

adekuat akan mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam

plasma darah (Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat

menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan

menimbulkan respon Inflamasi (Sudoyo, dkk, 2009).

Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout Arthritis.

Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi Asam

Urat dalam darah. Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut berlangsung

melalui beberapa fase secara berurutan yaitu, terjadinya Presipitasi Kristal

Monosodium Urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma

lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan

para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal Urat yang

bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein.

Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon

terhadap pembentukan kristal. Pembentukan kristal menghasilkan faktor


kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan

terjadi Fagositosis Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).

Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan akhirnya

membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik

lisosom yang dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput

protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukaan Kristal

membram lisosom. Peristiwa ini menyebabkan robekan membran dan

pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma yang

dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah terjadi kerusakan sel,

enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang

menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan

(Nurarif, 2015).

Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain,

maka Asam Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-

garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di

seluruh tubuh, penumpukan ini disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu

respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom ini

tidak hanya merusak jaringan tetapi juga menyebabkan inflamasi.

Serangan Gout Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit dan cepat

memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan

pertama ini timbul rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang sendi terasa

panas dan merah. Tulang sendi Metatarsophalangeal biasanya yang paling

pertama terinflamasi, kemudian mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi

pinggang. Kadang-kadang gejala yang dirasakan disertai dengan demam


ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang (Sudoyo,

dkk, 2009).

Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama

serangan Gout Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua

pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan

berikutnya disebut dengan Poliartikular yang tanpa kecuali menyerang

tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam.

Tahap akhir serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik

ditandai dengan Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang

besar pada kartigo, membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi

terbentuk di jari tangan, kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon

achiles dan organ internal seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).


2.2.5. WOC Arthritis Gout

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan sel Asam urat dalam serum

Katabolisme purin Asam urat dalam sel keluar Tidak diekresi melalui urine

Asam urat dalam serum Kemampuan ekresi asam Penyakit ginjal


meningkat (hiperurisemia) urat terganggu/menurun

Hipersaturasi dalam plasma Peningkatan asam laktat Konsumsi


dan garam urat dicairan tubuh sebagai produksi samping alkohol
metabolisme

Terbentuk kristal Monosodium Dibungkus oleh berbagai Merangsang


Urat (MSU) protein (termasuk IgG) neutrofil
leukosit (PMN)

Dijaringan lunak dan persendian Terjadinya fagositosis


kristal oleh leukosit
Penumpukan dan pengendapan MSU
Terbentuknya
fagolisosom
Pengendapan tophus Respon Inflamasi
meningkat Merusak selaput
protein kristal

HIPERTERMIA Pembesaran dan penonjolan sendi Terjadi ikatan hydrogen


(D.0130) antara permukaan kristal
dengan membrane lisosom

NYERI KRONIS Deformitas sendi Membran lisosom robek,


(D.0078) terjadi pelepasan enzyme
dan oksida radikal
kesitoplasma
Terjadi saat malam hari
Peningkatan kerusakan
jaringan

GANGGUAN POLA
TIDUR (D.0055) Kontraktur sendi Kekakuan sendi

Fibrosis dan/atau
Ankilosis tulang
GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
GANGGUAN INTEGRITAS
GANGGUAN RASA (D.0054)
KULIT/JARINGAN (D.0129)
NYAMAN (D.0074)
Gambar 2.1 WOC Artritis Gout (Nurarif, 2015)

2.2.6. Tanda dan Gejala Atrhritis Gout

Gejala klinis pada Nyeri Asam Urat menurut Purwoastuti (2015), yaitu :

a. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, selama 1 jam

sebelum perbaikan maksimal.

b. Rasa nyeri dan pembengkakan pada persendian.

c. Pembengkakan salah satu persendian tangan.

d. Pembengkakan pada kedua belah sendi yang sama (simetris).

e. Nodul rheumatoid (benjolan) di bawah kulit ada penonjolan tulang.

2.2.7. Kadar Asam Urat Normal

Setiap orang memiliki kadar asam urat dan tidak boleh melebihi kadar

normal. Kadar asam urat pada setiap orang memang berbeda. Untuk kadar

asam urat normal pada pria berkisar antara 3,5-7 mg/dl, dan pada wanita

2,6-6 mg/dl. Menurut tes enzimetik, kadar asam urat normal maksimal 7

mg/dl, sedangkan pada Teknik biasa, nilai normal maksimal 8 mg/dl.

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat melampaui

standar normal, maka dapat dipastikan menderita asam urat (Fitriana,

2015).

2.2.8. Penatalaksanaan Arthritis Gout

Menurut Nurarif (2015) Penanganan Gout Arthritis biasanya dibagi menjadi

penanganan serangan Akut dan penanganan serangan Kronis. Ada 3 tahapan

dalam terapi penyakit ini :

1) Mengatasi serangan Gout Arthtitis Akut.

2) Mengurangi kadar Asam Urat untuk mencegah penimbunan Kristal Urat


pada jaringan, terutama persendian.

3) Terapi mencegah menggunakan terapi Hipourisemik

2.2.8.1. Terapi Farmakologi

Menurut Nurarif (2015), penanganan Gout Arthritis pada lansia

dibagi menjadi penanganan serangan akut dan penanganan

serangan kronis.

a. Serangan Akut

Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya

Indometasin 200 mg/hari atau Diklofenak 150 mg/hari,

merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan

Gout Arthritis Akut, asalkan tidak ada kontra indikasi

terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena eksresi

Aspirin berkompetisi dengan Asam Urat dan dapat

memperparah serangan Gout Arthritis Akut. Keputusan

memilih NSAID atau Kolkisin tergantung pada keadaan klien,

misalnya adanya penyakit penyerta lain atau Komorbid, obat

lain juga diberikan klien pada saat yang sama dan fungsi

ginjal.

Obat yang menurunkan kadar Asam Urat serum (Allopurinol

dan obat Urikosurik seperti Probenesid dan Sulfinpirazon)

tidak boleh digunakan pada serangan Akut (Nurarif, 2015).

Obat yang diberikan pada serangan Akut antara lain:

a. NSAID, NSAID merupakan terapi lini pertama yang

efektif untuk klien yang mengalami serangan Gout


Arthritis Akut. Hal terpenting yang menentukan

keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih

melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai

diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis

sepenuhnya (full dose) pada 24-48 jam pertama atau

sampai rasa nyeri hilang. Indometasin banyak diresepkan

untuk serangan Akut Gout Arthritis, dengan dosis awal

75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5

hari bersamaan dengan meredanya gejala serangan Akut.

Efek samping Indometasin antara lain pusing dan

gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat

dosis obat diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan

untuk mengatasi Gout Arthritis Akut adalah :

1. Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari.

2. Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari.

3. Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari

selama 48 jam. Kemudian 50 mg dua kali/ hari selama

8 hari.

b. COX-2 Inhibitor: Etoricoxib merupakan satu-satunya

COX-2 Inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasi

serangan Gout Arthritis Akut. Obat ini efektif tapi cukup

mahal, dan bermanfaat terutama untuk klien yang tidak

tahan terhadap efek Gastrointestinal NSAID Non-Selektif.

COX-2 Inhibitor mempunyai resiko efek samping


Gastrointesinal bagian atas yang lebih rendah dibanding

NSAID non selektif.

c. Colchicine, Colchicine merupakan terapi spesifik dan

efektif untuk serangan Gout Arthritis Akut. Namun

dibanding NSAID kurang populer karena awal kerjanya

(onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering

dijumpai.

d. Steroid, strategi alternatif selain NSAID dan Kolkisin

adalah pemberian Steroid Intra-Articular. Cara ini dapat

meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2

sendi yang terkena namun, harus dipertimbangkan dengan

cermat diferensial diagnosis antara Gout Arthritis Sepsis

dan Gout Arthritis Akut karena pemberian Steroid Intra-

Articular akan memperburuk infeksi.

b. Serangan Kronis

Kontrol jangka panjang Hiperurisemia merupakan faktor

penting untuk mencegah terjadinya serangan Gout Arthritis

Akut, Gout Tophaceous Kronis, keterlibatan ginjal dan

pembentukan batu Asam Urat. Kapan mulai diberikan obat

penurun kadar Asam Urat masih kontroversi. Penggunaan

Allopurinol, Urikourik dan Feboxostat (sedang dalam

pengembangan) untuk terapi Gout Arthritis Kronis akan

dijelaskan berikut ini:

1) Allopurinol; Obat Hipourisemik, pilihan untuk Gout


Arthritis Kronis adalah Allopurinol. Selain mengontrol

gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol

menurunkan produksi Asam Urat dengan cara

menghambat Enzim Xantin Oksidase. Dosis pada klien

dengan fungsi ginjal normal dosis awal Allopurinol tidak

boleh melebihi 300 mg/24 jam. Respon terhadap

Allopurinol dapat terlihat sebagai penurunan kadar Asam

Urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi dimulai dan

maksimum setelah 7-10 hari. Kadar Asam Urat dalam

serum harus dicek setelah 2-3 minggu penggunaan

Allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar Asam Urat.

2) Obat Urikosurik; kebanyakan klien dengan Hiperurisemia

yang sedikit mengekskresikan Asam Urat dapat diterapi

dengan obat Urikosurik. Urikosurik seperti Probenesid

(500mg-1 g 2x/hari) dan Sulfinpirazon (100mg 3-4

kali/hari) merupakan alternative Allopurinol. Urikosurik

harus dihindari pada klien Nefropati Urat yang

memproduksi Asam Urat berlebihan. Obat ini tidak efektif

pada klien dengan fungsi ginjal yang buruk (Klirens

Kreatinin <20-30 ml/menit). Sekitar 5% klien yang

menggunakan Probenesid jangka lama mengalami mual,

nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi (Nurarif, 2015).

2.2.8.2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam


penanganan Gout Arthritis, seperti istirahat yang cukup,

menggunakan kompres hangat, modifikasi diet, mengurangi

asupan alkohol dan menurunkan berat badan (Nurarif, 2015).

2.2.9. Komplikasi Arthritis Gout

Buku Pharmaceutical care (2013), komplikasi klinik pada pasien Nyeri

Asam Urat yaitu :

a. Serangan gout berulang setelah serangan awal menyebabkan ketidak

mampuan mobilitas selama 2-3 minggu.

b. Chronic tophaceous gout kerusakan sendi yang meluas.

c. Nefrolitiasis menyerang abdominal bagian bawah nyeri selangkan

dan hemutaria.

d. Nefropati urat menyebabkan insufisiensi ginjal dan hipertensi.

e. Nefropati asam urat menyebabkan gagal ginjal akut biasanya berkaitan

dengan tumor dan kemoterapi

f. Hipersensitivitas allopurinol menyebabkan ruam pruritic, reaksi parah

berkaitan dengan vaskulitis dan hepatitis.

2.3. Konsep Nyeri

2.3.1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah suatu subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual, potensial

atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadinya kerusakan.

Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk


menimbulkan kesadaran telah atau terjadi kerusakan jaringan (Andarmoyo.

S, 2013).

Nyeri suatu kondisi yang lebih dari pada sensasi tunggal yang disebabkan

oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Selain itu

nyeri juga bersifat tidak menyenangkan, sesuatu kekuatan yang

mendominasikan, dan bersifat tidak berkesudahan. Stimulus nyeri dapat

bersifat fisik dan/atau mental, dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan

actual atau pada fungsi ego seseorang. Nyeri melelahkan dan menurut

energy seseorang sehingga dapat mengganggu hubungan personal dan

mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif,

seperti menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah. Walaupun tipe

nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat diprediksi, sering kali

perawat mengkaji nyeri dari kata-kata, perilaku ataupun respon yang

diberikan oleh klien. Hanya klien yang tahu apakah terdapat nyeri dan

seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu seorang klien dalam upaya

menghilangkan nyeri maka perawat harus yakin dahulu bahwa nyeri itu

memang ada. Kerusakan pada jaringan yang berpotensi rusak atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan nyeri merupakan

mekanisme yang bertujuan untuk melindungi diri (Potter & Perry, 2015).

Nyeri didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman yang disampaikan ke

otak oleh neuron sensorik yang menandakan cedera actual dan pontensial

pada tubuh, nyeri lebih dari sekedar sensasi atau kesadaran fisik terhadap

nyeri namun cukup persepsi, interpretasi subjektif dari ketidaknyamanan


karena persepsi memberi informasi tentang lokasi, intensitas, dan sesuatu

tentang sifatnya (Kumar & Elavarasi, 2016).

2.3.2. Penyebab Nyeri

Menurut Priyoto (2015), nyeri disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai

berikut :

a. Trauma (Priyoto, 2015)

1. Mekanik

Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami

kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

2. Panas

Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan

akibat panas, dingin, misal karena api dan air.

3. Kimiawi

Timbul karena kontak dengan zat kimia bersifat asam atau basa

kuat.

4. Elektrik

Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor

rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

b. Neoplasma

1. Jinak

2. Ganas

c. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat

adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya abses.

d. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.

e. Trauma psikologi

2.3.3. Klasifikasi Nyeri

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (2016), nyeri

diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Nyeri akut

Pengalaman sensoria tau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan.

2. Nyeri Kronis

Pengalaman sensoria tau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3

bulan.

2.3.4. Karakteristik Nyeri

2.3.4.1. Lokasi

a. Posisi atau lokasi nyeri

Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukan oleh klien,

sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (viseral) lebih

dirasakan

secara umum.
b. Nyeri dijelaskan menjadi empat kategori yang berhubungan lokasi.

c. Nyeri terlokalisasi : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya.

d. Nyeri terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik.

e. Nyeri radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat

dilokalisasi.

f. Reffered pain (nyeri alihan) : nyeri dipersepsikan pada area yang

jauh dari area rangsangan nyeri.

2.3.4.2. Intensitas

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut :

a. Distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian

b. Status kesadaran klien.

c. Harapan klien.

d. Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat atau tak tertahankan.

Perubahan dari intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan

kondisi patologis dari klien.

2.3.4.3. Durasi dan Waktu

Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul, berapa

lama, bagaimana timbulnya dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri

terakhir timbul.

2.3.4.4. Kualitas

Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri.

Anjurkan klien menggunakan bahasa yang dia ketahui : nyeri kepala

mungkin dikatakan “ada yang membentur kepalanya”.

2.3.4.5. Perubahan Nonverbal


Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain: ekspresi

wajah, gemeteran gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.

2.3.4.6. Faktor Presipitasi

Beberapa faktor presipitasi yang akan mneingkatkan nyeri : lingkungan,

suhu eksterm, kegiatan yang tiba-tiba, stresor fisik dan emosi.

2.3.5. Mekanisme Terjadinya Rangsang Nyeri

Andarmoyo (2013), mengungkapkan bahwa rangsang nyeri dapat terjadi

pada seseorang dengan beberapa teori sebagai berikut :

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)

Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal

cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior,

kemudian naik ke tractus lissur, dan menyilang digaris median ke sisi

lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri

tersebut diteruskan.

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh

pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulasi reseptor yang

menghasilkan pola tertentu dari implus saraf.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Dalam teori ini dikatakan bahwa nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan disepanjang system saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan


dibuka dan impuls dihambat pertahanan ditutup. Neuron delta A dan C

melepaskan substansi P untuk mentransmisi impuls melalui

mekanisme pertahanan. Selain itu juga terdapat neuron beta A yang

lebih tebal dan lebih cepat dalam melepaskan neurotransmitter

penghambat. Apabila rangsangan yang dominan berasal dari serabut

beta A, maka akan menutup menstimulus mekanoreseptor atau

substansi yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut delta

C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan lien dapat

mempersepsikan sensasi nyeri.

d. Endogenous Opiat Theory

Endorphine adalah opiate endoen tubuh atau morfin alami yang

terdapat pada tubuh. Endorphine mempengaruhi tranmisi impuls yang

diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine bertindak sebagai

neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi

dari pesan nyeri. Kegagalan dalam melepaskan endorphine

memungkinkan terjadinya nyeri.

2.3.6. Penilaian Intensitas Nyeri

Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri sebagai

berikut :

a. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale(VAS) merupakan cara yang paling banyak

digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara

visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien.


Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau

tanpa tanda pada tiap sentimeter (Gambar 2.1)

Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan

deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung

yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala

dapat dibuat vertical atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi

menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak

>8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaan sangat

mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak

banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan

motoric serta kemampuan konsentrasi.

Tidak Nyeri Nyeri Sangat Hebat


Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS)

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk

menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan

pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri (Gambar

2.2). skala numeric verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca

bedah, karena secara alami verbal/ kata-kata tidak terlalu

mengandalkan koordinasi visual dan motoric. Skala verbal

menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk

menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa

tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan


sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, sukup berkurang,

baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata

pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2.2 Verbal Ratting Scale (VRS)

c. Numeric Ratting Scale (NRS)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitive terhadap dosis,

jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik dari pada VAS terutama

untuk menilai nyeri akut. Namun kekurangannya adalah keterbatasan

pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan

untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti menggambarkan

efek analgesic. Skala penilaian numeric (Numerical Ratting Scale,

NRS), lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam

hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Keterangan :

a. 0 : tidak nyeri

b. 1-3 : nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik

c. 4-6 : nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.


d. 7-9 : nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikan, tidak dapat

diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

e. 10 : nyeri sangat berat pasien sudah tidak mampu tidak

berkomunikasi, memukul.

Gambar 2.3 Numeric Ratting Scale (NRS)

d. Wong Baker Pain Rating Scale

Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat

menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

Gambar 2.4 Wong Baker Pain Rating Scale

Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan

wajah hingga wajah sedih. Digunakan untuk mengekspresikan rasa

nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai sejak anak usia 3 tahun.

Skala wajah terdiri dari 6 wajah kartun ini mulai dari wajah yang
tersenyum “untuk tidak nyeri” hingga wajah yang menangis untuk

“nyeri berat” (Potter, 2010).

2.3.7. Penatalaksanaan Nyeri

Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi

nyeri menurut Asmadi (2009), antara lain sebagai berikut :

a. Distraksi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dan nyer. Teknik

distraksi yang dapat dilakuka diantaranya adalah :

1. Bernapas lambat dan berirama secara teratur.

2. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.

3. Mendengar music.

4. Mendorong untuk berkhayal (guided imagery) yaitu melakukan

bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal.

5. Massage (pijatan).

b. Relaksasi

Teknik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada

ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi

penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan

fisiologis. Teknik ini dapat dilakuka dengan kepala ditopang dalam

posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam

posisi yang nyaman, klie dengan pikiran yang beristirahat, dan


lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah

satunya adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan

tidak beresiko. Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi sambil

membaca mantra/doe/dzikir dalam hati sering dengan ekspansi udara

paru (Asmadi, 2009).

c. Hipnotis

Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak

sadar diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan

oleh pehipnotisan (Asmadi, 2009).

d. Obat Analgeik

Obat analgesic mengurangi persepsi seseorang tentang rasa nyeri,

terutama lewat daya kerjanya atas system saraf sentral dan mengubah

respon seseorang terhadap rasa sakit (Asmadi, 2009).

e. Strimulasi Kulit (Kutaneus)

Beberapa teknik untuk stimulas kulit antara lain :

1) Kompres dingin

2) Pemberian analgesic

3) Counteriritan, seperti plester hangat

4) Stimulasi kotraleteral (contralateral stimulation), yaitu massage

kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri

2.4. Konsep Kompres Hangat

2.4.1. Definisi Kompres


Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang

dapat menimbulkan efek fisiologis (Wahuningsih, 2013). Kompres hangat

adalah memberikan rasa hangat kepada pasien untuk mengurangi rasa

nyeri dengan menggunakan cairan yang berfungsi untuk melebarkan

pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah local (fauziyah, 2013).

Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk melancarkan

sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit (Riyadi, 2014).

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu

dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada

bagian tubuh yang memerlukan (Price & Wilson, 2014).

2.4.2. Tujuan Kompres

Adapun tujua dari kompres menurut (Asmadi, 2009), adalah sebagai

berikut :

a. Membantu menurunkan suhu tubuh.

b. Mengurangi rasa sakit atau nyeri.

c. Membant mengurangi perdarahan.

d. Membatasi peradangan.

2.4.3. Manfaat Kompres

Manfaat pemberian kompres hangat adalah sebagai berikut (Kusyati,

2013).

a. Memperlancar sirkulasi darah.

b. Mengurangi rasa sakit.

c. Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada pasien.

d. Merangsang peristatik.
e. Mencegah peradangan meluas.

Kompres hangat digunakan secara luas dalam pengobatan karena

memiliki efek bermanfaat yang besar. Adapun manfaat efek kompres

hangat adalah efek fisik, efek kimia, dan efek biologis (Kozier, 2014).

a. Efek fisik

Panas dapat menyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami

pemuaian ke segala arah.

b. Efek kimia

Bahwa rata-rata kecapatan reaksi di dalam tubuh tergantung pada

temperature. Menurunnya reaksi kimia tubuh sering dengan

menurunnya temperature tubuh. Permeabilitas membrane sel akan

meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi

peningkatan metabolism seiring dengan peningkatan pertukaran antara

zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.

c. Efek biologis

Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon

tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pembuluh darah

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolism jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler. Respon dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan


terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh.

Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam waktu 15-20

menit, melakukan kompres selama 20 menit akan mengakibatkan

kongesti jaringan dan klien akan beresiko mengalami luka bakar

karena pembuluh darah yang berkontriksi tidak mampu membuang

panas secara adekuat melalui sirkulasi darah (Kozier, 2014).

2.4.4. Indikasi Kompres

Adapun indikasi dari kompres menuru (Asmadi, 2008), sebagai berikut :

a. Klien yang suhunya tinggi.

b. Klien dengan perdarahan hebat.

c. Klien yang kesakitan (misal : infiltrate appendikuler, sakit kepala yang

hebat).

2.4.5. Jenis-Jenis Kompres

2.4.5.1. Kompres Hangat

a. Definisi kompres hangat

Memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau

alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan

(Asmadi, 2008).

b. Tujuan kompres hangat

Adapun tujuan dari kompres hangat menurut (Asmadi, 2008), adalah

sebagai berikut :

1) Memperlancar sirkulasi darah.

2) Mengurangi rasa sakit.

3) Merangsang peristaltic usus.


4) Memperlacar rasa nyaman/hangat dan tenang pada klien.

c. Indikasi kompres hangat

Adapun indikasi kompres hangat menurut (Asmadi, 2008), adalah

sebagai berikut :

1) Klien dengan perut kembung.

2) Klien yang kedinginan, misalnya akibat nakose, karena iklim, dan

sebagainya.

3) Klien radang, misalnya : radang persendian, apendisitis.

4) Kekejangan otot (spasme)

5) Adanya abses (bengkak) akibat suntikan.

6) Tubuh dengann abses, hematom.

2.4.5.2. Kompres Dingin

a. Definisi Kompres Dngin

Kompres dingin merupakan suatu metode dalam penngunaan suhu

rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis.

Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu

bagian dan menguragi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa

terapi dingin meimbulkan efek analgesic dengan memperlambat

kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak

lebih sedikit (Asmadi 2008).

b. Tujuan Kompres Hangat


Adapun tujuan kompres hangat menurut (Asmadi 2008), adalah

sebagai berikut :

1) Menurunkan suhu tubuh.

2) Mencegah peradangan meluas.

3) Mengurangi kongesti.

4) Mengurangi perdaraha setempat.

5) Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat.

c. Indikasi Kompres Dingin

Adapun indikasi dari kompres dingin menurut (Asmadi, 2008) adalah

sebagai berikut :

1) Digunakan untuk cedera tiba-tiba atau yang baru terjadi/akut. Jika

cedera baru terjadi (dalam waktu 48 jam terahir) yang lalu timbul

pembengkakan, maka dengan kompres dingin bisa membantu

meminimalkan pembengkakan di sekitar edera karena suhu

dingin. Mengurangi aliran darah di daerah cedera sehingga

memperllambat metabolisme sel dan yang paling penting adalah

dapat menguragi rasa sakit.

2) Untuk keseleo pergelangan kaki, cedera berlebihan pada atlet atau

luka memar.

3) Membantu mengobati luka bakar dan jerawat.

2.4.6. Mekanisme Kompres

Menurut (Asmadi, 2008), kompres panas dan kompres dingin

mempengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda :

a. Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara :


1) Menyebabkan pengecilan pembuluh darah (vasokontriksi).

2) Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran darah ke area.

3) Mematirasakan sensasi nyeri.

4) Memperlambat proses kehidupan.

5) Memperlambat proses inflamasi.

6) Mengurangi rasa gatal.

b. Kompres hangat mempengaruhi tubuh dengan cara :

1) Memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi).

2) Memberi tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel dan membuang

sampah-sampah tubuh.

3) Meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh.

4) Mempercepat penyembuhan.

5) Dapat menyejukkan.

2.4.7. Derajat Suhu Air Untuk Kompres

a. Dingin sekali : dibawah 13˚C (55˚F)

b. Dingin : 10-18˚C (50-65˚F)

c. Sejuk : 18-26˚C (65-80˚F)

d. Hangan kuku : 26-34˚C (80-93˚F)

e. Hangat : 34-37˚C (93-98˚F)

f. Panas : 37-41˚C (98-105˚F)

g. Sangat Panas : 41-46˚C (105-115˚F)

2.5. Konsep Jahe

2.5.1. Definisi Jahe


Jahe atau zingiber officinale merupakan salah satu tanaman berupa

tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe adalah tanaman rimpang yang

sangat popular dikalangan masyarakat baik sebagai bahan rempah dapur

ataupun bahan obat. Jahe diperkirakan berasal dari asia pasifik yang

penyebarannya mulai dari India hingga wilayah Cina. Dari India, jahe

mulai dijadikan sebagai bahan rempah untuk diperjual belikan yang

jangkauan pemasarannya hingga wilayah Asia Tenggara, Jepang,

Tiongkok, hingga wilayah Timur Tengah, Jah masuk kedalam suku temu-

temua (zingiberance), nama ilmiah jahe berasal dari bahasa Yunani

zingiberi yang diberikan oleh seorang bernama William Roxburgh.

Tanaman ini masih manfaat satu family dengan temu-temuan lainnya

semisal temu hitam (curcuma aeruinosa), kencur (kaempferia galangal),

temu lawak (curcuma xanthorrizha), lengkuas (languas gallagal), dan

sebagainya (Tuti Handayani, 2016).

2.5.2. Macam-Macam Jahe

a. Jahe Putih (Gajah)

Variates jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama

Zingiber Officinale var. officinale. Batang jahe gajah berbentuk bulat,

berwarna hijau muda, diselubungi pepelan daun, sehingga agak keras.

Tinggi tanaman 55.88 – 88,38 cm. dain tersusun secara berselangseling dan

teratur, permukaan dau bagian atas berwarna hijau muda jika dibandingkan

dengan bagian bawah. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur

muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan

(Feri Anwar, 2016).


Gambar 2.7 Jahe Putih / Gajah (Koran Gratis, 2018)

b. Jahe Putih Kecil (Emprit)

Jahe ini dikenal dengan nama latin Zinger Officinale var. Rubrum,

memiliki ramping dengan bobot berkisar antara 0.5 – 0.7 kg/rumpun.

Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar 40 – 60 cm

sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat dan warna batang

hijau muda hampir sama dengan jahe besar, hanya penampilannya lebih

ramping dan jumlah batangnya lebih banyak. Jahe ini selalu dipanen

setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada

jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping tinggi seratnya tinggi.

Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin

dan minyak astirinya (Anwar, 2016).

Gambar 2.8 Jahe Putih Kecil / Emprit (Indonetwork, 2019)

c. Jahe Merah atau Jahe Sunti

Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber Officinale var. Amarum) memiliki

rimpang dengan bobot antara 0.5 – 0.7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe
merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna merah jingga

sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Jahe merah selalu dipanen

setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi

dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat- obatan. Jahe

merah memiliki kegunaan yang paling banyak dibandingkan jahe yang lain.

Jahe ini merupakan bahan penting dalam industry jamu tradisional dan

umumnya dipasarkan dalam bentuk segar dan kering (Anwar, 2016).

Jahe merah memiliki kandungan minyak atsiri sekitar 2,58 s.d 3,90% dari

berat kering. Jahe merah memiliki kandungan air 81%. Selain itu jahe

merah mempunyai kandungan oleoresin 5 s.d 10 %. Khusus untuk jahe

merah, pemanenanya harus selalu dilakukan setelah tua (Setyaningrum dan

Saparinto, 2013).

Gambar 2.9 Jahe Merah (Jualo, 2018)

Kandungan Jahe Merah (Anwar, 2016) sebagai berikut :

1. Minyak atsiri / volatile (minyak menguap)

Jahe tersusun atas ratusan senyawa kimia aktif. Senyawa tersebut

diketahui memiliki khasiat tertentu bagi tubuh. Senyawa phenol

misalnya, terbukti memiliki efek anti radang dan diketahui ampuh

mengusir penyakit sendi juga ketegangan yang dialami otot.

2. Minyak jahe / oleoresin


Oleoresin adalah suatu produk yang berbentuk padat atau semi

padat, konsistensinya lengket yang terutama merupakan campuran

dari resin dan minyak atsiri.

2.5.3. Perbedaan Jenis Jahe

Table 2.1 Perbedaan Jenis Jahe

No. Bagian Tanaman Jahe Putih (Gajah) Jahe Putih Kecil/ Jahe Merah
(Emprit)
1. Rimpang
Struktur Besar berlapis Kecil berlapis Kecil berlapis
Warna (Irisan) Putih kekuningan- Putih kekuningan Jingga muda
putih kebiruan
Bobot/rumpun (kg) 0,18 – 2,08 0,10 – 1,58 0,20 – 1,40
Diameter (cm) 8,47 – 8,50 3,27 – 4,05 4,20 – 4,26
Tinggi (cm) 6,20 – 11,30 6,38 – 11,10 5,26 – 10,40
Panjang (cm) 15,83 – 32,75 6,13 – 31,70 12,33 – 12,60
2. Akar
Diameter (cm) 4,22 – 5,83 3,91 – 5,90 2,49 – 5,71
Panjang (cm) 9,43 – 24,80 15,35 – 36,20 17,03– 39,23
Bobot (kg) 0,02 – 0,03 0,02 – 0,07 0,07 – 0,34
Bentuk Bulat Bulat Bulat
3. Batang
Tinggi (cm) 55,88 – 81,38 41,87 – 56,45 34,18– 62,28
Jumlah 8,60 – 10,30 14,80 – 32,70 13,76– 17,53
Warna Hijau muda Hijau muda Hijau kemerahan
Bentuk Bulat Bulat Bulat kecil
Sifat Agak keras Agak keras Agak keras
4. Daun
Kedudukan Berseling-seling Berseling-seling Berseling-seling
Teratur Teratur Teratur
Jumlah 24,01 – 30,99 20,37 – 29,03 20,10
Panjang (cm) 17,42 – 21,99 17,45 – 19,79 24,30 – 24,79
Lebar (mm) 20,00 – 36,50 22,40 – 32,60 27,90 – 31,18
Luas (mm) 24,87 – 27,52 14,36 – 20,50 32,55 – 51,18
Warna Hijau muda Hijau muda Hijau muda
Bentuk Laraoust Laraoust Laraoust

5. Mutu
Kadar atsiri (%) 0,82 – 3,25 1,50 – 3,50 2,58 – 3,90
Kadar pati (%) 39,39 – 55,10 40,63 – 54,70 44,99
Kadar serat (%) 6,44 – 9,57 5,92 – 9,28 7,1 – 7,6
Kadar abu (%) 3,40 – 4,80 3,30 – 5,45 6,1 – 7,0
Kadar air (%) 6,40 – 11,42 7,36 – 11,95 12,0
2.5.4. Klasifikasi Jahe

Klasifikasi Jahe Merah :

a. Divisi : Spermatophyta

b. Subdivisi : Angiospermae

c. Kelas : Monocotyledonae

d. Ordo : Musales

e. Family : Zingiberaceae

f. Genus : Zingiber

e. Spesies : Zingiber Officinale

2.5.5. Kandungan Kimia Jahe

Pemanfaata jahe ole manusia yait pada bagian rimpangnya. Rimpang jahe

mengandung minyak asitri dimana didalamya terkandung beberapa

senyawa seperti zingoren, seskuiterpen, oleoresin, zingiberen, limonene,

kamfena, sineol, zingiberal, sitral, felandren, dan borneol. Selain itu,

terdapat juga damar, pati, vitamin A, B, C, senyawa flavonoid dan

polifenol, serta asam organic seperti asam malam dan asam oksalat (Tuti

Handayani, 2016). Dibawah ini adalah table yang menunjukkan komposisi

unsur-unsur didalam 100 g jahe :

Tabel 2.2 Komposisi Unsur-Unsur Didalam 100 g Jahe

Kandungan Jumlah
Protein 8,6%
Karbohidrat 66,5%
Lemak 6,4%
Serat 5,9%
Abu 5,7%
Kalsium 0,1%
Fosfor 0,15%
Zat besi 0,011%
Sodium 0,3%
Potasium 1,4%
Vitamin A 175 IU
Vitamin B1 0,05 mg
Vitamin C 0,13 mg
Niasin 1,9%
(Tuti Handayani, 2016)

2.5.6. Manfaat Jahe

Jahe memiliki banyak kegunaan. Penelitian untuk menguji aktivitas

farmakologi maupun untuk mengisolasi komponen aktif sudah banyak

dilakukan dan semakin berkembang. Pada pengobatan tradisional China

dan India, jahe digunakan untuk mengatasi penyakit batuk, diare, mual,

asma, gangguan pernafasan, sakit gigi, dyspepsia, dan gout athritis atau

asam urat. Efek farmakologi yang sudah diuji baik pada hewan coba

maupun secara ini vitro adalah anti oksidan, anti ematik, anti kanker, anti

inflamasi akut maupun kronik, antipireti, dan analgesik (Lase, 2015).

Menurut penelitian Anna R. R. Samsudin tahun 2016 dengan judul

Pengaruh pemberian kompres hangat jahe merah terhadap penurunan skala

nyeri asam urat / gout arthtritis di Desa Taleti Dua Kab. Minahasa

menyatakan bahwa didapatkan pengaruh kompres hangat jahe merah

terhadap penurunan skala nyeri pada penderita asam urat / gout arthtritis.

2.6. Konsep Kompres Parutan Jahe Merah Hangat

2.6.1. Definisi Kompres Parutan Jahe Merah Hangat


Kompres jahe hangat adalah salah satu teknik non farmakologi yang dapat

dilakukan dalam menurunkan nyeri sendi. Kompres jahe merupakan

pengobatan tradisional atau terapi alternative untuk mengurangi nyeri

arthritis gout. Kompres hangat jahe memiliki kandungan enzim siklo

oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita arthritis

gout selain itu jahe juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan

pedas, dimana rasa panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku dan spasme

otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, manfaat yang maksimal

akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah aplikasi panas (Susanti, 2010

sebagaimana dikutip dalam jurnal Enny & Ani, 2015).

Kompres jahe hangat adalah salah satu teknik non farmakologi yang dapat

dilakukan dalam menurunkan nyeri sendi. Kompres jahe berfungsi

menurunkan nyeri dengan menggunakan efek panas yang merupakan efek

farmakologi dari jahe (Price and Wilson, 2015 sebagaimana dikutip dalam

jurnal Yunistiah, 2015).

Kompres jahe hangat adalah kompres yang dapat menurunkan nyeri sendi,

karena jahe dapat meningkatkan kemampuan kontrol terhadap nyeri

(Heriana, 2009 sebagaimana dikutip dalam jurnal Syariftul, 20140.

2.6.2. Mekanisme Kompres Jahe Merah Hangat

Jahe merah digunakan untuk menurunkan nyeri asam urat / gout arthtritis

karena kandungan gingeron dan shoagol. Tahapan fisiologis nyeri,

kompres hangat rebusan jahe merah menurunkan nyeri dengan tahap

transduksi, dimana pada tahapan ini jahe memiliki kandungan gingerol


yang bisa menghambat terbentuknya prostaglandin sebagai mediator nyeri,

sehingga dapat menurunkan nyeri sendi (Izza, 2014).

2.6.3. Manfaat Tindakan Kompres Parutan Jahe Merah Hangat

Ada manfaat tindakan kompres jahe menurut menurut (Tamsuri, 2007

sebagaimana dikutip dalam Enny & Ani, 2015), yaitu :

a. Menurunkan sensasi nyeri.

b. Menurunkan respons inflamasi jaringan.

c. Menurunkan aliran darah dan mengurangi edema.

d. Menyebabkan pelebaran pembuluh darah.

e. Menurunkan viskositas darah.

f. Menurunkan ketegangan otot.

g. Meningkatkan metabolisme jaringa.

h. Meningkatkan permeabilitas kapiler.

2.6.4. Prosedur Tindakan Kompres Parutan Jahe Merah Hangat

Langkah-langkah pemberian kompres hangat adalah sebagai berikut (Sriyanti,

2016).

a. Persiapan alat dan bahan :

1. Thermometer air panas

2. Air hangat 1 liter dengan suhu 37-40 derajat celcius.

3. 1 rimpang jahe (20 gram) sesuai kebutuhan

4. Kain atau waslap yang dapat menyerap air.

5. Parutan

6. Baskom

7. Panci

8. Pisau
b. Tahap kerja.

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan.

3. Cuci satu atau dua rimpang jahe dan diparut hingga lumat.

4. Ukur suhu air dengan thermometer ±34-37˚C

5. Rebus parutan jahe hingga mendidih (1000 c)

6. Tuangkan parutan jahe kedalam panci, tunggu hingga rebusan jahe

merah mendidih.

7. Setelah mendidih tuangkan kedalam baskom.

8. Rebusan jahe merah siap digunakan.

9. Masukkan kain atau waslap pada air jahe merah hangat, lalu diperas.

10. Tempelkan kain atau waslap yang sudah diperas pada daerah yang akan

dikompres (nyeri).

11. Angkat kain atau waslap sestelah 15-20 menit, dan lakukan kompres

ulang jika nyeri belum teratasi.

12. Kaji perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan.

2.7. Konsep Teori Chaterine Kolcaba

Kolcaba mulai membuat bagan teorinya dengan melakukan analisa konsep

dari berbagai disiplin ilmu, yaitu keperawatan, medis, psikologi, psikiatri,

ergonomik dan bahasa inggris. Dalam berbagai artikelnya, Kolcaba

memaparkan tentang teori kenyamanan dengan menelusuri catatan sejarah

penggunaan kenyamanan dalam keperawatan. Sebagai contoh, Kolcaba

menggunakan teori Nightingale (1859) yang menekankan "Tidak akan

pernah melihat apa yang diobservasi dan untuk apa bukan untuk menabrak

bermacam
macam informasi atau fakta yang tidak benar, tetapi untuk kepentingan

menyelamatkan hidup dan meningkatkan kesehatan dan kenyamanan"

(Tomey dan Alligood, 2016).

2.7.1. Definisi Teori Model Comfort (Khatarine Kolcaba)

Dalam perspektif pandangan Kolcaba Holistic comfort didefinisikan

sebagai suatu pengalaman yang immediate yang menjadi sebuah kekuatan

melalui kebutuhan akan pengurangan relief, ease, and transcendence yang

dapat terpenuhi dalam empat kontek pengalaman yang meliputi aspek

fisik, psikosipiritual, sosial dan lingkungan (Ruddy, 2017 dalam Rahayu,

2020).

Asumsi-asumsi lain yang dikembangkan oleh Kolcaba bahwa

Kenyamanan adalah suatu konsep yang mempunyai suatu hubungan yang

kuat dengan ilmu

perawatan. Perawat Menyediakan kenyamanan ke pasien dan keluarga-

keluarga mereka melalui intervensi dengan orientasi pengukuran

kenyamanan. Tindakan penghiburan yang dilakukan oleh perawat akan

memperkuat pasien dan keluarga-keluarga mereka yang dapat dirasakan

seperti mereka berada di dalam rumah mereka sendiri. Kondisi keluarga

dan pasien diperkuat dengan tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan

oleh perawat dengan melibatkan perilaku (Tomey, Alligood, 2016).

2.7.2. Kerangka Teori Model Comfort (Khatarine Kolcaba)

Teori Comfort dari Kolcaba ini menekankan pada beberapa konsep utama

beserta definisinya, antara lain :

1. Health Care Needs


Kolcaba mendefinisikan kebutuhan pelayanan kesehatan sebagai suatu

kebutuhan akan kenyamanan, yang dihasilkan dari situasi pelayanan

kesehatan yang stressful, yang tidak dapat dipenuhi oleh penerima

support system tradisional. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik,

psikospiritual, sosial dan lingkungan, yang kesemuanya membutuhkan

monitoring, laporan verbal maupun non verbal, serta kebutuhan yang

berhubungan dengan parameter patofisiologis, membutuhkan edukasi

dan dukungan serta kebutuhan akan konseling financial dan intervensi.

2. Comfort

Comfort merupakan sebuah konsep yang mempunyai hubungan yang

kuat dalam keperawatan. Comfort diartikan sebagai suatu keadaan

yang dialami oleh penerima yang dapat didefinisikan sebagai suatu

pengalaman yang immediate yang menjadi sebuah kekuatan melalui

kebutuhan akan keringanan (relief), ketenangan (ease), and

(transcedence) yang dapat terpenuhi dalam empat konteks pengalaman

yang meliputi aspek fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan.

Beberapa tipe Comfort didefinisikan sebagai berikut:

a. Relief, suatu keadaan dimana seorang penerima (recipient)

memiliki pemenuhan kebutuhan yang spesifik.

b. Ease, suatu keadaan yang tenang dan kesenangan.

c. Transedence, suatu keadaan dimana seorang individu mencapai

diatas masalahnya.

Kolcaba, (2003) dalam Rahayu, (2020) kemudian menderivasi konteks

diatas menjadi beberapa hal berikut :


a. Fisik, berkenaan dengan sensasi tubuh.

b. Psikospiritual, berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang

meliputi harga diri, seksualitas, makna kehidupan hingga

hubungan terhadap kebutuhan lebih tinggi.

c. Lingkungan, berkenaan dengan lingkungan, kondisi, pengaruh

dari luar.

d. Sosial, berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

hubungan sosial.

3. Comfort measures

Tindakan kenyamanan diartikan sebagai suatu intervensi keperawatan

yang didesain untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang spesifik

dibutuhkan oleh penerima jasa, seperti fisiologis, sosial, financial,

psikologis, spiritual, lingkungan, dan intervensi fisik.

4. Enhanced comfort

Sebuah outcome yang langsung diharapkan pada pelayanan

keperawatan, mengacu pada teori comfort ini.

5. Intervening variables

Didefinisikan sebagai kekuatan yang berinteraksi sehingga

mempengaruhi persepsi resipien dari comfort secara keseluruhan.

Variable ini meliputi pengalaman masa lalu, usia, sikap, status

emosional, support system, prognosis, financial, dan keseluruhan

elemen dalam pengalaman si resipien.

6. Health Seeking Behavior (HSBs)


Merupakan sebuah kategori yang luas dari outcome berikutnya yang

berhubungan dengan pencarian kesehatan yang didefinisikan oleh

resipien saat konsultasi dengan perawat. HSBs ini dapat berasal dari

eksternal (aktivitas yang terkait dengan kesehatan), internal

(penyembuhan, fungsi imun,dll).

7. Institutional integrity

Didefinisikan sebagai nilai nilai, stabilitas financial, dan keseluruhan

dari organisasi pelayanan kesehatan pada area lokal, regional, dan

nasional. Pada sistem rumah sakit, definisi institusi diartikan sebagai

pelayanan kesehatan umum, agensi home care, dll.

2.7.3. Kerangka Skematik Teori


Best
Practies

3.
Health Nursing Enhaced Health Instituti
Intervening
Care Intervention Comfort Seeking onal
4. Variables
Needs Over Time Over Behavior Integrity
Time

Internal Best
Behavior Polici
External
Peaceful Behavior
Death

Bagan 2.1 Kerangka Skemaik Teori

2.5.4. Kerangka Konsep Teori Chaterine Kolcaba

Praktik
Terbaik
Kebutuhan Intervensi Variabel Peningkatan Perilaku Integrasi
Keperawatan: Keperawatan : Penghambat : Kenyamanan : mencari institusion
Penurunan Kompres hangat Usia , jenis Dukungan kesehat al
Nyeri Kronis air jahe merah kelamin, budaya, emosional, an
pengalaman dukungan
nyeri spiritual Perilaku
sebelumnya, mencari
perhatian klien, kesehatan
tingkat
kecemasan,
Perilaku Kematian Praktik
tingkat energy
internal yang damai terbaik

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Teori Chaterine Kolcaba

2.5.5. Penerimaan Teori Model Comfort ( Chatarine Kolcaba)

Kolcaba menyatakan bahwa perawatan untuk kenyamanan memerlukan

sekurangnya tiga tipe intervensi comfort yaitu :

1. Standar Comfort Interventions (Standar Intervensi Kenyamanan)

merupakan intervensi yang didesain untuk mempertahankan

homeostasis dan manajemen nyeri, seperti monitor tanda-tanda vital

dan hasil kimia darah. Termasuk juga dalam pemberian obat anti nyeri.

Pengukuran kenyamanan didesain untuk :

1) Membantu pasien mempertahankan atau memulihkan fungsi fisik

dan kenyamanan

2) Mencegah terjadinya komplikasi.

2. Pembinaan dan Pelatihan (coaching), termasuk intervensi yang didesain

untuk membebaskan rasa nyeri dan menyediakan penenteraman hati

dan informasi, membangkitkan harapan, mendengar, dan membantu

perencanaan yang realistis untuk pemulihan, integrasi, atau meninggal

sesuai budayanya.
3. Comfort Food for The Soul, meliputi intervensi yang tidak dibutuhkan

pasien saat ini tetapi sangat berguna bagi pasien. Intervensi

kenyamanan ini membuat pasien merasa lebih kuat dalam kondisi yang

sulit diukur secara personal. Target intervensi ini adalah transcendence

meliputi hubungan yang mengesankan antara perawat dan pasien,

keluarga, atau kelompok. Sugesti kenyamanan ini dapat diberikan

dalam bentuk pijatan, lingkungan yang adaptif yang menciptakan

kedamaian dan ketenangan, guided imagery, terapi musik, mengenang

masa lalu, dan sentuhan terapeutik.

1.7.4. Struktur Taksonomi Teori Model Comfort (Khatarine Kolcaba)

Kolcaba mengatakan pentingnya pengukuran kenyamanan sebagai hasil

tindakan dari perawat. Perawat dapat mengumpulkan tanda-tanda atau

fakta untuk membuat sebuah keputusan serta untuk menunjukkan

efektifitas dari perawatan kenyamanan. Kolcaba menyarankan penggunaan

Struktur Taksonomi dalam melakukan pengkajian untuk pengukuran

kenyamanan pada pasien. Berdasarkan Struktur Taksonomi, Kolcaba,

(2011) mengembangkan suatu instrumen untuk mengukur kenyamanan

pasien yaitu General Comfort Questionnaire. Dalam kuisioner tersebut

tergambarkan item–item positif dan negatif dalam beberapa kolom–kolom

(Tomey dan Alligood, 2016).

Struktur dari taxonomi comfort tersebut memberikan sebuah petunjuk /

peta dalam domain isi dari kenyamanan, sehingga kedepannya peneliti

dapat menggunakan taxonomi tersebut dalam mengembangkan instrument

kenyamanan. Adapun struktur dari taxonomi tersebut berikut ini :


Comfort Care Plan

Names Patient : ……………………….….

Medical Diagnosis :…………………………...

Student :……..………..……………
Tabel 2.3 Pengkajian Kenyamanan Katharine Kolcaba

Tipe Relief Ease Transcendence


Comfort (Keringanan,Pertol (Kenyamanan) (Melebihi)
ongan)
Fisik kondisi pasien yang Bagaimana Pernyataan
membutuhkan kondisi tentang
tindakan perawatan ketentraman dan bagaimana
fisik segera terkait kepuasan hati kondisi pasien
dengan pasien yang dalam mengatasi
kenyamanan pasien berkaitan dengan masalah yang
(Subyektif) kenyamanan fisik terkait dengan
(Obyektif) kenyamanan
Psikospiritual Kondisi pasien Bagaimana Pernyataan
yang membutuhkan kondisi tentang
tindakan perawatan ketentraman dan bagaimana
Psikospiritual kepuasan hati kondisi pasien
segera terkait pasien yang dalam mengatasi
dengan berkaitan dengan masalah yang
kenyamanan pasien kenyamanan terkait dengan
Psikospiritual kenyamanan
(Subyektif)
Lingkungan Kondisi pasien Bagaimana Pernyataan
yang membutuhkan kondisi tentang
tindakan perawatan ketentraman dan bagaimana
lingkungan segera kepuasan hati kondisi pasien
terkait dengan pasien yang dalam mengatasi
kenyamanan pasien berkaitan dengan masalah yang
kenyamanan terkait dengan
berdasarkan kenyamanan
lingkungan
(Pendukung)
Sosiokultural Kondisi pasien Bagaimana Pernyataan
yang membutuhkan kondisi tentang
tindakan perawatan ketentraman dan bagaimana
social segera terkait kepuasan hati kondisi pasien
dengan pasien yang dalam mengatasi
kenyamanan pasien berkaitan dengan masalah yang
kenyamanan terkait dengan
berdasarkan sosial kenyamanan
Adapun cara menggunakan tabel ini adalah

1. Pada kolom relief dituliskan tentang kondisi pasien yang membutuhkan

tindakan perawatan spesifik dan segera terkait dengan kenyamanan pasien,

meliputi empat konteks kenyamanan (fisik, psikospiritual, lingkungan, dan

sosiokultural).

2. Pada kolom ease dituliskan pernyataan yang menjelaskan tentang bagaimana

kondisi ketentraman dan kepuasaan hati pasien yang berkaitan dengan

kenyamanan, meliputi empat konteks kenyamanan.

3. Pada kolom transcendence dituliskan tentang bagaimana kondisi klien dalam

mengatasi masalah yang terkait dengan kenyamanan, meliputi empat konteks

kenyamanan (fisik, psikospiritual, linkungan, dan sosiokultural).

Selain itu pengkajian kenyamanan diklinik, perawat dapat juga menggunakan

beberapa intrumen yang telah teruji secara empiris, seperti, Radiation Therapy

Comfort Questionnaire, Visual Analog Scale, Urinary Incontinence And

Frequency Comfort Questionnaire, Hospice Comfort Questionnaire, Comfort

Behavioral Checklist.

1.8. Konsep Asuhan Keperawatan dan Inovasi Intervensi Kompres Air

Parutan Jahe Merah Hangat

2.8.1. Pengkajian

Pengkajian ditujuan untuk menggali kebutuhan rasa nyaman klien dan

keluarga pada empat konteks pengalaman fisik, psikospiritual, sosialkultural


dan lingkungan. Kenyamanan fisik terdiri dari sensasi tubuh dan mekanisme

homeostasis. Kenyamanan psikospiritual mencakup kesadaran diri (harga diri,

seksualitas, arti hidup) dan hubungan manusia pada tatanan yang lebih tinggi.

Kenyamanan lingkungan terdiri dari lampu, bising, lingkungan sekeliling,

cahaya, suhu, elemen tiruan versus alami. Pengkajian keperawatan pada

kekuatan melalui kebutuhan akan keringanan (relief), ketenangan (ease), and

(transcedence) yang dapat terpenuhi dalam empat kontex pengalaman yang

meliputi aspek fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan. Beberapa tipe

Comfort didefinisikan sebagai berikut:

a. Relief, suatu keadaan dimana seorang penerima (recipient) memiliki

pemenuhan kebutuhan yang spesifik.

b. Ease, suatu keadaan yang tenang dan kesenangan.

c. Transedence, suatu keadaan dimana seorang individu mencapai diatas

masalahnya.

Kolcaba, (2003) dalam Rahayu (2020) kemudian menderivasi konteks diatas

menjadi beberapa hal berikut :

a. Fisik, berkenaan dengan sensasi tubuh.

b. Psikospiritual, berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang meliputi

harga diri, konsep diri, sexualitas, makna kehidupan hingga hubungan

terhadap kebutuhan lebih tinggi.

c. Lingkungan, berkenaan dengan lingkungan, kondisi, pengaruh dari luar.

d. Sosial, berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

hubungan sosial.
2.8.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses membuat penilaian klinis tentang

masalah kesehatan klien yang aktual dan potensial. Proses dalam merumuskan

diagnosa keperawatan terdiri dari beberapa langkah, yaitu petama-tama

dengan menganalisa data, kemudian mengidentifikasi masalah kesehatan,

resiko dan kekuatan, selanjutnya barulah merumuskan pernyataan diagnosis

(Kozier, 2010). Diagnosa keperawatan sesuai dengan comfort yang dialami

oleh klien. Menurut SDKI (2017), adapun salah satu diagnose yang mungkin

timbul yakni :

Nyeri Kronis ( D.0078)

Kategori : Psikologis

Sub kategori : Nyeri dan Kenyamanan

Definisi : Pengalaman atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintegritas ringan hingga berat dan konstan,

yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Penyabab : 1. Kondisi musculoskeletal kronis

2. Kerusakan sistem saraf

3. Penekanan saraf

4. Infiltrasi tumor

5. Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan

reseptor
6. Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus

varicella-zoster)

7. Gangguan fungsi metabolic

8. Riwayat posisi kerja statis

9. Peningkatan indeks massa tubuh

10. Kondisi pasca trauma

11. Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : 1. Mengeluh nyeri

2. Merasa depresi (tertekan)

Objektif : 1. Tampak meringis

2. Gelisah

3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan Tanda inor

Subjektif : 1. Merasa takut mengalami cedera berulang

Objektif : 1. Bersikap protektif (mis.posisi menghindar nyeri)

2. Waspada

3. Pola tidur berubah

4. Anoreksia

5. Fokus menyempit

6. Berfokus pada diri sendiri


Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi kronis (mis. Arthritis rheumatoid)

2. Infeksi

3. Cedera medulla spinalis

4. Kondisi pasca trauma

5. tumor

2.8.3. Intervensi Keperawatan

Tahapan intervensi yaitu perencanaan yang akan dilakukan. Pada tahap

intervensi perawat menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan

masalah yang telah ditetapkan. Rencana asuhan keperawatan dibuat perawat

mengacu pada tujuan yaitu untuk membantu mengatasi masalah pasien

(Alligood & Tomey, 2016). Intrevensi pada teori comfort dikategorikan

kedalam tiga tipe intervensi yaitu:

1) Intervensi untuk kenyamanan standar (standart comfort interventions)

adalah intervensi untuk mempertahankan hemodinamik dan mengontrol

nyeri.

2) Intervensi pembinaan dan pelatihan (coaching) yaitu intervensi yang

digunakan untuk menurunkan kecemasan, menyediakan informasi

kesehatan, mendengarkan harapan dan membantu pasien sembuh.

3) Intervensi yang berhubungan dengan memberikan kenyamanan jiwa

(comfort food for the soul) yaitu melakukan sesuatu yang menyenangkan

untuk membuat keluarga dan pasien merasa diberikan kepedulian dan


meningkatkan semangat, contohnya mendengarkan musik (Kolcaba dab

Dimarco, 2005 dalam Rahayu, 2020).

2.8.3. Implementasi Keperawatan

Kebutuhan kenyamanan fisik termasuk defisit dalam mekanisme fisiologis

yang terganggu atau beresiko karena sakit atau prosedur invasif. Kebutuhan

fisik yang tidak jelas terlihat dan yang mungkin tidak disadari seperti

kebutuhan cairan atau keseimbangan elektrolit, oksigenasi atau termoregulasi.

Kebutuhan fisik yang terlihat seperti sakit, mual, muntah, mengigil atau gatal

lebih mudah ditangani dengan maupun tanpa obat. Standar kenyamanan

intervensi diarahkan untuk mendapatkan kembali dan mempertahankan

homeostasis (Kolcaba dan Dimarco, 2005 dalam Rahayu, 2020., Wong,

2017).

Kebutuhan kenyamanan psikospiritual termasuk kebutuhan untuk kebutuhan

kepercayaan diri, motivasi dan kepercayaan agar klien lebih tenang ketika

menjalani prosedur invasif yang menyakitkan atau trauma yang tidak dapat

segera sembuh. Kebutuhan ini sering dipenuhi dengan tindakan keperawatan

yang menenangkan bagi jiwa klien serta ditargetkan untuk trasedensi seperti

pijat, perawatan mulut, penunjang khusus, sentuhan dan kepedulian. Fasilitasi

diri untuk strategi menghibur dan kata - kata motivasi. Tindakan ini termasuk

intervensi khusus karena perawat sering sulit meluangkan waktu untuk

melaksanakannya tetapi apabila perawat menyempatkan diri maka

tindakannya akan sangat bermakna. Tindakan ini dapat memfasilitasi klien


dan keluarga mencapai transcendence. Transendensi merupakan faktor kunci

dalam kematian klien (Kolcaba dan Dimarco, 2005., Wong, 2017).

Kebutuhan kenyamanan sosiokultural adalah kebutuhan untuk jaminan

budaya, dukungan, bahasa tubuh yang positif dan caring. Kebutuhan ini

terpenuhi melalui pembinaan yang mencakup sikap optimisme, pesan-pesan

kesehatan dan dorongan semangat, penghargaan terhadap pencapaian klien,

persahabatan perawat selama bertugas, perkembangan informasi yang tepat

tentang setiap aspek yang berhubungan dengan prosedur, pemulihan

kesadaran, setelah anastesi, rencana pemulangan dan rehabilitasi. Kebutuhan

sosial ini juga termasuk kebutuhan keluarga untuk keuangan, bantuan

pekerjaan, menghormati tradisi budaya dan kadang-kadang untuk

persahabatan selama rawat inap jika unit keluarga memiliki jaringan sosial

yang terbatas. Rencana pemulangan juga membantu memenuhi kebutuhan

sosial untuk transisi perpindahan perawatan dari rumah sakit ke rumah.

Misalnya diskusi tentang rencana pemakaman dan membantu dengan

berkabung dalam situasi khusus (Kolcaba dan Dimarco, 2005., Wong, 2017).

Kebutuhan kenyamanan lingkungan meliputi ketertiban, ketenangan,

perabotan yang nyaman, bau yang minimal dan keamanan. Kebutuhan ini juga

termasuk perhatian dan saran pada klien dan keluarga untuk beradaptasi

dengan lingkungan kamar rumah sakit. Ketika perawat tidak mampu untuk

menyediakan lingkungan benar-benar tenang, perawat dapat membantu klien

dan keluarga untuk mampu menerima kekurangan dari pengaturan yang ideal.

Namun perawat harus mampu untuk melakukan upaya mengurangi


kebisingan, cahaya lampu dan gangguan istirahat tidur dalam rangka

memfasilitasi lingkungan yang meningkatkan kesehatan klien (Kolcaba dan

Dimarco, 2005., Wong, 2017).

2.8.4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses keperawatan karena

kesimpulannya yang ditarik nantinya menentukan apakah rencana

keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah. Keberhasilan

penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil dan tujuan

klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil dan tujuan klien yang telah

ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pencapaian hasil dan yang

digunakan dengan mengkaji kembali klien, merevisi diagnose keperawatan

dan menyesuaikan tindakan keperawatan (Kozier, 2010:432). Menilai hasil

keefektifan tindakan perawatan dalam membantu mengurangi keluhan yang

dialami pasien :

a. Tahap pertama

Pengumpulan data pada 5 area yaitu sebagai berikut :

i. Status kesehatan individu.

ii. Persepsi dokter tentang kesehatannya sendiri.

iii. Persepsi individu tentang kesehatannya sendiri.

iv. Keluhan yang dirasakan pasien.

v. Tujuan dilakukannya tindakan keperawatan.


b. Tahap kedua

Perawat menentukan tingkat ketergantungan individu, perawat dapat

menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu individu atau

klien.

c. Tahap ketiga

Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pada komponen diagnosa

keperawatan selanjutnya melakukan evaluasi tingkat keberhasilan

perawatan.

Perawat dapat menggunakan beberapa instrumen untuk menilai peningkatan

kenyamanan klien seperti General Comfort Questioner (GCQ) (Kolcaba, 2005

dalam Rahayu, 2020) diantaranya :

No Pernyataan SS S TS STS
Kenyamanan fisik
1. Saya tidak ingin berolahraga
2. Sekarang saya merasa tidak sehat
3. Sekarang saya merasakan tubuh saya dalam
keadaan santai atau rilex
4. Saya sangat lelah
5. Saya merasa sesak sekarang
6. Kondisi saya saat ini telah turun
7. Saya saat ini merasakan lapar
8. Sakit saya sulit ditahan
9. Saya merasa cukup kuat untuk berjalan
10. Saya merasa payah karena saya sakit
11. Sekarang saya bisa mengatasi rasa sakit saya
Kenyamanan psikospiritual
12. Dengan berdoa saya mendapat semangat
untuk tabah menghadapi sakit
13. Sekarang saya merasa hidup saya berharga
14. Keyakinan saya kepada Tuhan memberikan
saya kenyamanan dalam pikiran
15. Saya terinspirasi untuk melakukan hal
terbaik
16. Iman saya membantu saya tidak merasa
takut menghadapi sakit saya
17. Saya takut apa yang terjadi selanjutnya
18. Saya mengalami perubahan yang membuat
saya gelisah
19. Saya merasa terbuang atau tersisihkan
ditempat ini
20. Saya merasa diluar kendali
21. Saya sendiri tetapi saya tidak merasa
kesepian
22. Kalau saya banyak berdoa saya merasa
damai
23. Saya saat ini merasa tertekan
24. Saya tetap sabar menghadapi sakit

Kisi – kisi kuesioner =

No Parameter Pertanyaan Jenis Jenis


. pertanyaan pertanyaan
positif negatif
1. Kenyaman fisik 1-11 1,9,11 2,3,4,5,6,7,8,10
(sensasi tubuh yang di
rasakan oleh indiviu)
2. Kenyaman 12-24 12,13,14,15, 17, 18, 19, 20,
psikospiritual 16, 21, 22, 23
(kecemasan, ketakutan) 24
Skala likert ini terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Skala

likert pernyataan positif diberikan skor sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak

setuju = 2, dan sangat tidak setuju = 1. Sedangkan skala likert pernyataan

negatif diberikan skor sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, dan sangat

tidak setuju = 1. Hasil skor dikategorikan (Azwar, 2013) :

1. Nyaman jika T hitung ≥ T mean.

2. Tidak nyaman jika T hitung ≤ T mean.


Kenyamanan menggunakan rumus skor – T, yaitu :

T = 50 +10 (X – X)
s
keterangan :

X : Skor responden pada skala kenyamanan yang hendak diubah

menjadi skor T

X : Mean skor kelompok

s : Standar deviasi skor kelompok

Untuk mencari s digunakan rumus :

S2 = ⅀(Xi – X)2
n–1
keterangan :

s : Varian skor pernyataan

n : Jumlah responden
BAB 3

STUDI KASUS

3.1 Kasus 1 dan Kasus 2

3.1.1 Pengkajian Comfort Khatarine Kolcaba

Tabel 3.1 Pengkajian Comfort Khatarine Kolcaba

Pengkajian Kasus 1 Kasus 2


Data Dasar Nama : Ny. S Nama : Ny. R
Umur : 50 Tahun Umur : 52 Tahun
Jenis kelamin : Wanita Jenis Kelamin : Wanita
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 PGSD Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : IRT
Status : Menikah Status : Menikah
Pengkajian : Senin, 1 Maret 2021 Pengkajian : Selasa, 2 Maret 2021
Diagnosa Medis : Arthritis Gout Diagnosa Medis : Arthritis Gout
1. Keluhan Utama : Ny. S mengatakan sering 1. Keluhan Utama : Ny. R mengatakan sering
mengalami nyeri pada lutut kirinya. mengalami pada lutut kanan dan pergelangan kaki
2. Riwayat penyakit sekarang : klien kanan.
mengatakan nyeri pada lutut kiri seperti 4. Riwayat penyakit sekarang : klien mengatakan nyeri
ditusuk, nyeri hilang timbul, dengan skala pada lutut kanan dan pergelangan kaki kanan seperti
nyeri 5. ditusuk, nyeri hilang timbul, dengan skala nyeri 7.
3. Riwayat penyakit dahulu : klien mengatakan 2. Riwayat penyakit terdahulu : klien memiliki riwayat
memiliki riwayat asam urat ± 8 bulan yang asam urat 1 tahun yang lalu.
lalu. Genogram :
Genogram :

Keterangan:
Keterangan: : Laki laki
: Laki laki : Perempuan
: Perempuan : Pasien
: Pasien : Perempuan meninggal
: Meninggal : Garis pernikahan
: Garis pernikahan : Tinggal serumah
: Tinggal serumah
: Garis keturunan : Garis keturunan

Tabel 3.2 Pengkajian Comfort Khatarine Kolcaba

Pengkajian Kasus 1 Kasus 2


Kenyamana
n Khatarine
Kolcaba Relief Ease Transendence Relief Ease Transendence

Fisik 1. Klien Klien merasa Klien 1. Klien Klien terganggu Klien


mengatakan tidak nyaman merasakan mengatakan jika nyeri pada membutuhkan
nyeri pada lutut dengan adanya nyeri berkurang nyeri pada lutut bagian kanan posisi
bagian kiri nyeri pada ketika kondisi lutut bagian dan pergelangann berbaring
terasa seperti lutut bagian lingkungan kanan dan kaki kanannya tidur.
ditusuk, nyeri kirinya. yang tenang. pergelangan timbul saat
hilang timbul,, kaki kanan beraktifitas
dengan skala terasa seperti
nyeri 5. ditusuk, nyeri
2. TD : 150/80 hilang
mmHg timbul,,
N : 98x/menit dengan skala
RR : 20x/menit nyeri 7.
S : 36,60C 2. TD : 140/90
Kadar asam urat mmHg
: 8,3 gr/dL N : 95x/menit
RR : 19x/menit
S : 37,00C
Kadar asam
urat : 9,3 gr/dL
Psikospiritual Klien merasa Cemas dengan Butuh Klien merasa Klien beristirahat Klien
peran sebagai guru nyerinya yang dukungan peran dan agar nyeri yang membutuhkan
dan aktivitasnya datang psikologis aktivitasnya dirasakan dukungan
terganggu saat sewaktu- sebagai IRT berkurang. psikologis
nyeri timbul, waktu. terganggu ketika
karena klien merasa nyeri.
bekerja untuk
mencukupi
kebutuhan
hidupnya.
Lingkungan Hubungan dengan Klien memilih Klien Hubungan dengan Klien memilih Klien memilih
tetangga sekitar untuk mengatakan tetangga sekitar bersandar di kursi. ruangan yang
berjalan dengan beristirahat. memilih tempat berjalan dengan tenang untuk
baik. tidur agar baik. beristirahat.
merasa tenang.
Sosiokultural Saat nyeri kepala Klien memilih Butuh Saat nyeri Klien memilih Klien
kambuh klien akan untuk dukungan kambuh klien untuk beristirahat membutuhkan
tiduran dan tidak beristirahat keluarga, enggan dukungan dari
beraktivitas perhatian beraktifitas keluarga
keluarga dan
istirahat yang
cukup.
3.1.2 Analisa Data

Tabel 3.3 Analisa Data

Kasus 1 Kasus 2
Tgl Data Etiologi Diagnosa Data Etiologi Diagnosa
keperawatan keperawatan
Data Subyektif : Ketidakseimbangan Nyeri Kronis Data Subyektif : Ketidakseimbangan Nyeri Kronis
1. Klien mengatakan neurotransmitter, ( D.0078) 1. Klien mengatakan neurotransmitter, ( D.0078)
nyeri pada lutut neuromodulator, nyeri pada lutut neuromodulator,
dan reseptor dan reseptor
bagian kiri terasa bagian kanan dan
seperti ditusuk, pergelangan kaki
nyeri hilang kanan terasa seperti
timbul, dengan ditusuk, nyeri hilang
skala nyeri 5. timbul,, dengan skala
Data Objektif : nyeri 7.
1. Klien tampak Data Objektif :
menyeringai 1. Klien terlihat
menahan nyeri. menyeringai menahan
2. Klien terlihat nyeri.
memegangi lutut 2. Klien terlihat
bagian kirinya dan memegangi lutut
menunjukkan kanan dan
lokasi nyeri pergelangan kaki
berada. kanan, sering kali
3. TD : 150/80 memijat bagian lutut
mmHg dan menunjukkan
N : 98x/menit lokasi nyeri.
RR : 20x/menit S 3. TD : 140/90 mmHg
: 36,60C N : 95x/menit RR :
Kadar asam urat : 19x/menit S : 37,00C
8,3 gr/dL Kadar asam urat : 9,3
gr/dL

3.1.3 Diagnosa Keperawatan

Tabel 3.4 Diagnosa Keperawatan

Kasus 1 Kasus 2
Nyeri Kronis ( D.0078) Nyeri Kronis ( D.0078)

3.1.4 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tipe intervensi Kasus 1 Kasus 2


Keperawatan Kenyamanan
Nyeri Kronis SLKI : SLKI :
(D.0078) 1. Klien mengatakan skala nyeri 1. Klien mengatakan skala nyeri
menurun. menurun.
2. Keadaan menyeringai pada klien 2. Keadaan menyeringai pada klien
menurun. menurun.
3. TTV dalam batas normal. 3. TTV dalam batas normal.
4. Kadar asam urat klien tinggi 8,3 4. Kadar asam urat klien tinggi 9,3
gr/dL. gr/dL.
5. Skor GCQ dalam kategori nyaman. 5. Skor GCQ dalam kategori nyaman.

1. Standart SIKI : SIKI :


Comfort 1. Identifikasi karakteristik nyeri 1. Identifikasi karakteristik nyeri
Intervenstion 2. Identifikasi respon nyeri non verbal 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
s 3. Identifikasi tanda-tanda vital 3. Identifikasi tanda-tanda vital
4. Identifikasi skala nyeri 4. Identifikasi skala nyeri
5. Identifikasi kadar asam urat 5. Identifikasi kadar asam urat
2. Coaching 1. Beri penjelasan kepada klien tentang 1. Beri penjelasan kepada klien tentang
pengobatan secara non darmakologi pengobatan secara non farmakologi
untuk mengatasi nyeri lutut akibat untuk mengatasi nyeri lutut akibat
asam urat. Salah satu pengobatan non asam urat. Salah satu pengobatan non
farmakologi yaitu dengan kompres farmakologi yaitu dengan kompres
hangat air parutan jahe merah hangat air parutan jahe merah
(zingiber officinale roscoe var (zingiber officinale roscoe var
rubrum) rubrum)
2. Demostrasi dan bimbing dalam 2. Demostrasi dan bimbing dalam
melakukan terapi kompres hangat air melakukan terapi kompres hangat air
parutan jahe merah (zingiber parutan jahe merah (zingiber
officinale roscoe var rubrum) officinale roscoe var rubrum)
3. Anjurkan untuk melakukan terapi 3. Anjurkan untuk melakukan terapi
kompres hangat air parutan jahe kompres hangat air parutan jahe
merah (zingiber officinale roscoe var merah (zingiber officinale roscoe var
rubrum) 2x selama ±20 menit bila rubrum) 2x selama ±20 menit bila
nyeri muncul. nyeri muncul.
3. Comfort food 1. Anjurkan untuk memodifikasi 1. Anjurkan untuk memodifikasi
for the soul lingkungan untuk menciptakan suasana lingkungan untuk menciptakan
yang tenang. suasana yang tenang.
2. Lakukan terapi terapi kompres hangat 2. Lakukan terapi terapi kompres hangat
air parutan jahe merah (zingiber air parutan jahe merah (zingiber
officinale roscoe var rubrum)dan officinale roscoe var rubrum)dan
jelaskan manfaat atau tujuan dari jelaskan manfaat atau tujuan dari
intervensi tersebut pada klien. intervensi tersebut pada klien.

3.1.5 Implementasi Keperawatan

Tabel 3.6 Implementasi Keperawatan

No. Tipe Kasus 1 Kasus 2


Intervensi Hari/tgl/jam Implementasi Hari/tgl/ja Implementasi
Kenyamanan m
Kolcaba
1 Standart Kamis, 1. Mengidentifikasi Kamis, 1. Mengidentifikasi karakteristik,
Comfort 04 Maret karakteristik, nyeri 04 Maret nyeri
Intervenstions 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri
19.30 WIB non verbal 20.15 WIB non verbal
3. Mengidentifikasi tanda-tanda 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
vital vital
4. Mengidentifikasi skala nyeri 4. Mengidentifikasi skala nyeri
5. Mengidentifikasi kadar asam 5. Mengidentifikasi kadar asam
urat urat
2 Coaching 1. Memberikan penjelasan kepada 1. Memberikan penjelasan
klien tentang pengobatan kepada klien tentang
secara non farmakologi untuk pengobatan secara non
mengatasi nyeri lutut akibat farmakologi untuk mengatasi
asam urat. Salah satu nyeri kepala akibat asam urat.
pengobatan non farmakologi Salah satu pengobatan non
yaitu dengan kompres hangat farmakologi yaitu dengan
air parutan jahe merah kompres hangat air parutan
(zingiber officinale roscoe var jahe merah (zingiber officinale
rubrum) roscoe var rubrum)
2. Mendemostrasi dan 2. Mendemostrasi dan
membimbing dalam melakukan membimbing dalam
terapi kompres hangat air melakukan terapi kompres
parutan jahe merah (zingiber hangat air parutan jahe merah
officinale roscoe var rubrum). (zingiber officinale roscoe var
3. Menganjurkan untuk rubrum).
melakukan terapi kompres 3. Menganjurkan untuk
hangat air parutan jahe merah melakukan terapi kompres
(zingiber officinale roscoe var hangat air parutan jahe merah
rubrum)2x sehari pagi dan (zingiber officinale roscoe var
malam selama ±20 menit bila rubrum) 2x sehari pagi dan
nyeri muncul. malam selama ±20 menit bila
nyeri muncul.
3 Comfort food 1. Menganjurkan untuk 1. Menganjurkan untuk
for the soul memodifikasi lingkungan memodifikasi lingkungan
untuk menciptakan suasana untuk menciptakan suasana
yang tenang. yang tenang.
2. Melakukan terapi terapi 2. Melakukan terapi terapi
kompres hangat air parutan kompres hangat air parutan
jahe merah (zingiber jahe merah (zingiber officinale
officinale roscoe var rubrum) roscoe var rubrum)dan
dan jelaskan manfaat atau jelaskan manfaat atau tujuan
tujuan dari intervensi tersebut dari intervensi tersebut pada
pada klien. klien.
No. Tipe Kasus 1 Kasus 2
Intervensi Hari/tgl/jam Implementasi Hari/tgl/jam Implementasi
Kenyamanan
Kolcaba
1. Standart Jumat, 1. Mengidentifikasi Jumat, 1. Mengidentifikasi karakteristik,
Comfort 05 Maret karakteristik, nyeri 05 Maret nyeri
Intervenstions 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri
19.31 WIB non verbal 20.15 WIB non verbal
3. Mengidentifikasi tanda-tanda 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
vital vital
4. Mengidentifikasi skala nyeri 4. Mengidentifikasi skala nyeri
5. Mengidentifikasi kadar asam 5. Mengidentifikasi kadar asam
urat urat
2. Coaching 1. Memberikan penjelasan kepada 1. Memberikan penjelasan kepada
klien tentang pengobatan secara klien tentang pengobatan
non farmakologi untuk secara non farmakologi untuk
mengatasi nyeri lutut akibat mengatasi nyeri kepala akibat
asam urat. Salah satu asam urat. Salah satu
pengobatan non farmakologi pengobatan non farmakologi
yaitu dengan kompres hangat yaitu dengan kompres hangat
air parutan jahe merah air parutan jahe merah
(zingiber officinale roscoe var (zingiber officinale roscoe var
rubrum) rubrum)
2. Mendemostrasi dan 2. Mendemostrasi dan
membimbing dalam melakukan membimbing dalam
terapi kompres hangat air melakukan terapi kompres
parutan jahe merah (zingiber hangat air parutan jahe merah
officinale roscoe var rubrum). (zingiber officinale roscoe var
3. Menganjurkan untuk rubrum).
melakukan terapi kompres 3. Menganjurkan untuk
hangat air parutan jahe merah melakukan terapi kompres
(zingiber officinale roscoe var hangat air parutan jahe merah
rubrum)2x sehari pagi dan (zingiber officinale roscoe var
malam selama ±20 menit bila rubrum) 2x sehari pagi dan
nyeri muncul. malam selama ±20 menit bila
nyeri muncul.
3. Comfort food 1. Menganjurkan untuk 1. Menganjurkan untuk
for the soul memodifikasi lingkungan memodifikasi lingkungan
untuk menciptakan suasana untuk menciptakan suasana
yang tenang. yang tenang.
2. Melakukan terapi terapi 2. Melakukan terapi terapi
kompres hangat air parutan kompres hangat air parutan
jahe merah (zingiber jahe merah (zingiber officinale
officinale roscoe var rubrum) roscoe var rubrum)dan
dan jelaskan manfaat atau jelaskan manfaat atau tujuan
tujuan dari intervensi tersebut dari intervensi tersebut pada
pada klien. klien.

No. Tipe Kasus 1 Kasus 2


Intervensi Hari/tgl/jam Implementasi Hari/tgl/jam Implementasi
Kenyamanan
Kolcaba
1. Standart Sabtu, 1. Mengidentifikasi Sabtu, 1. Mengidentifikasi karakteristik,
Comfort 06 Maret karakteristik, nyeri 06 Maret nyeri
Intervenstions 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri 2021 2. Mengidentifikasi respon nyeri
19.32 WIB non verbal 20.15 WIB non verbal
3. Mengidentifikasi tanda-tanda 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
vital vital
4. Mengidentifikasi skala nyeri 4. Mengidentifikasi skala nyeri
5. Mengidentifikasi kadar asam 5. Mengidentifikasi kadar asam
urat urat
2. Coaching 1. Memberikan penjelasan 1. Memberikan penjelasan kepada
kepada klien tentang klien tentang pengobatan
pengobatan secara non secara non farmakologi untuk
farmakologi untuk mengatasi mengatasi nyeri kepala akibat
nyeri lutut akibat asam urat. asam urat. Salah satu
Salah satu pengobatan non pengobatan non farmakologi
farmakologi yaitu dengan yaitu dengan kompres hangat
kompres hangat air parutan air parutan jahe merah
jahe merah (zingiber (zingiber officinale roscoe var
officinale roscoe var rubrum) rubrum)
2. Mendemostrasi dan 2. Mendemostrasi dan
membimbing dalam melakukan membimbing dalam
terapi kompres hangat air melakukan terapi kompres
parutan jahe merah (zingiber hangat air parutan jahe merah
officinale roscoe var rubrum). (zingiber officinale roscoe var
3. Menganjurkan untuk rubrum).
melakukan terapi kompres 3. Menganjurkan untuk
hangat air parutan jahe merah melakukan terapi kompres
(zingiber officinale roscoe var hangat air parutan jahe merah
rubrum)2x sehari pagi dan (zingiber officinale roscoe var
malam selama ±20 menit bila rubrum) 2x sehari pagi dan
nyeri muncul. malam selama ±20 menit bila
nyeri muncul.
3 Comfort food 1. Menganjurkan untuk 1. Menganjurkan untuk
for the soul memodifikasi lingkungan memodifikasi lingkungan
untuk menciptakan suasana untuk menciptakan suasana
yang tenang. yang tenang.
2. Melakukan terapi terapi 2. Melakukan terapi terapi
kompres hangat air parutan kompres hangat air parutan
jahe merah (zingiber jahe merah (zingiber officinale
officinale roscoe var rubrum) roscoe var rubrum)dan
dan jelaskan manfaat atau jelaskan manfaat atau tujuan
tujuan dari intervensi tersebut dari intervensi tersebut pada
pada klien. klien.

3.1.7 Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan

Intervensi Skala Skor Interpretasi Intervensi Skala Skor Interpretasi


nyeri General nyeri General
Comfort Comfort
Questioner Questioner
(GCQ) (GCQ)
Ke-1 5 43,26 Fisik : Klien mengatakan nyeri Ke-1 7 36,89 Fisik: Klien mengatakan
pada lutut bagian kiri terasa nyeri pada lutut bagian
seperti ditusuk, nyeri hilang kanan dan pergelangan
timbul, dengan skala nyeri 5. kaki kanan terasa seperti
Klien tampak menyeringai ditusuk, nyeri hilang
menahan sakit dan terlihat timbul, dengan skala
memegangi lutut bagian nyeri 7. Klien tampak
kirinya, menunjukkan lokasi menyeringai menahan
nyeri berada. sakit dan terlihat
TD : 150/80 mmHg memegangi lutut kanan
N : 98x/menit dan pergelangan kaki
RR : 20x/menit kanan, sering kali
S : 36,60C memijat bagian lutut dan
Kadar asam urat : 8,3 gr/dL menunjukkan lokasi
Psikospritual: Saat beribadah nyeri.
terganggu dengan nyerinya ini TD : 140/90 mmHg
dan tidak berjamaah di N : 95x/menit
mushola. RR : 19x/menit
Lingkungan : Kondisi rumah S : 37,00C
klien cukup bersih. Kadar asam urat : 9,3
Sosiolultural : Klien tidak gr/dL
bersosialisasi dengan Psikospritual: Saat
tetangganya karena nyeri sholat tidak khusyuk.
Lingkungan : Kondisi
rumah klien kurang
bersih.
Sosiolultural : Klien
tidak bersosialisasi
dengan orang lain karena
nyeri
Ke-2 4 53,89 Fisik : Klien mengatakan nyeri Ke-2 6 45,39 Fisik: Klien mengatakan
pada lutut bagian kiri menurun nyeri pada lutut bagian
tetapi masih terasa seperti kanan dan pergelangan
ditusuk, nyeri hilang timbul, kaki kanan menurun akan
dengan skala nyeri 4. Klien tetapi nyeri masih terasa
masih tampak menyeringai seperti ditusuk, nyeri
menahan sakit dan terlihat hilang timbul, dengan
memegangi lutut bagian skala nyeri 6. Klien
kirinya, menunjukkan lokasi tampak menyeringai
nyeri berada. menahan sakit dan masih
TD : 140/80 mmHg terlihat memegangi lutut
N : 964x/menit kanan dan pergelangan
RR : 19x/menit kaki kanan, sering kali
S : 360C memijat bagian lutut dan
Kadar asam urat : 8 gr/dl menunjukkan lokasi
Psikospritual : Ibadah dengan nyeri.
posisi duduk. TD : 140/80 mmHg
Lingkungan : Kondisi rumah N : 91x/menit
klien tertata, lingkungan RR : 20x/menit
kondusif. S : 36,20C
Sosiokultural : Klien tidak Kadar asam urat : 8,9
bersosialisasi dengan orang gr/dL
lain karena nyeri yang Psikospritual:
dirasakan. Ibadahnya dengan posisi
duduk.
Lingkungan : Kondisi
rumah klien kurang
tertata, lingkungan cukup
kondusif.
Sosiokultural : Klien
tidak bersosialisasi
dengan orang lain karena
nyeri yang dirasakan.
Ke-3 3 64,51 Fisik : Klien mengatakan nyeri Ke-3 5 56,01 Fisik : Klien mengatakan
pada lutut bagian kiri menurun nyeri pada lutut bagian
tetapi masih terasa seperti kanan dan pergelangan
ditusuk, nyeri hilang timbul, kaki kanan menurun akan
dengan skala nyeri 3. Klien tetapi nyeri masih terasa
tidak tampak menyeringai seperti ditusuk, nyeri
menahan sakit dan tidak hilang timbul,, dengan
terlihat memegangi lutut skala nyeri 5. Klien tidak
bagian kirinya. tampak menyeringai
TD : 130/80 mmHg menahan sakit dan sudah
N : 92x/menit tidak terlihat memegangi
RR : 19x/menit lutut kanan dan
S : 36,20C pergelangan kaki kanan,
Kadar asam urat : 7,8 gr/dl tetapi sering kali memijat
Psikospritual : Klien bagian lutut dan
bersyukur dengan nikmat yang menunjukkan lokasi
diberikan Tuhan salah satunya nyeri.
sakit. TD : 130/90 mmHg
Lingkungan : Kondisi rumah N : 88x/menit
bersih dan tertata, lingkungan RR : 18x/menit
tenang dan kondusif. S : 360C
Sosiokultural: Klien mau Kadar asam urat : 8,4
bersosialisasi dengan orang gr/dL
lain atau tetangga. Psikospritual : Klien
menerima dengan ikhlas
sakitnya
Lingkungan : Kondisi
rumah bersih dan tertata.
Sosiokultural: Klien
mau bersosialisasi
dengan orang lain atau
tetangganya.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo Sulistyo. (2014). http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/2040.

Anwar, Feri. (2016). Kiat Ampuh Bertanam Jahe Merah. Jakarta : VILLAM
MEDIA

Fauziyah, I. Z. Efektifitas Teknik Effleurage dan Kompres Hangat terhadap


Penurunan Tingkat Gout Artritis. (2013). EGC. Jakarta.

Fitriana, (2015). Cara Cepat Asam Urat. Yogyakarta : Medika.

Hidayat, A.(2015). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.


Surabaya: Health Book Publising.

Izza, S. (2014). Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan


Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada
Lansia di Unit Rehabilitas Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jurnal
Publikasi. Program Strudi Keperawatan STIKES Ngadi Waluyo
Ungaran. Diakses 10 September (2016).

Junaidi, I. (2013). Rematik dan Asam Urat. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.

Kolcaba. 2011. Comfort Theory Kolcaba.http.currentnursing.com. Diakses pada


tanggal 15 Februari 2021.

Kolkaba dalam Torney & Alligod. 2006. Nursing Theoris and Their Work. Ed.
Mosby. St. Louis Missouri

Kozier. (2014). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC

Kusyati, Eni, S.Kep, dkk. (2013). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.


Jakarta : EGC.

Lase, Hartati. (2015). Pengaruh Kompres Jahe Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Penderita Rheumatoid Artritis Usia 40 Tahun Keatas di Lingkungan
Kerja Puskesmas Tiga Balata. Skripsi. Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.

LeMone, Priscilla. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Lingga, L. (2014). Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta : Agromedia
Pustaka.

Mubarak, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Konsep dan Aplikasi.


Jakarta: Salemba Medika.

Mumpuni, Y. (2016). Cara Jitu Mengatasi Asam Urat. Yogyakarta : Rapha


Publishing.

Nahariani, Lisnawati & Wibowo. (2015). Hubungan antara aktivitas fisik dengan
intensitas nyeri sendi pada lansia di panti werdha.Volume 2 No2.
Publikasi tanggal 4 September 2013

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: AGC.

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : Nuha Medika.

Pharmaceutical Care, (2013). Asam Urat. Jakarta

Potter, P.A., & Perry, A. G. (2016). Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Buku 1.


Jakarta : Salemba Medika.

Potter, P.A., & Perry, A.G. 2013. Fundamental keperawatan.Edisi 4.Volume 2.


Jakarta : EGC

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III. Jakarta:
DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Prasetyo, W. J. 2016. Pengaruh Pemberian Hypnoanalgesia Pada Nyeri Post Operasi


Fraktur Di Rumah Sakit Karina Utama Surakarta. Naskah Publikasi Juli 2016.
v3.eprints.ums.ac.id

Price, A.S & Wilson, M.L (2014). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit.

Prihandhani, I. G. A. A. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Rebusan


Parutan Jahe Terhadap Nyeri pada Lansia dengan Osteoarthritis di
Pejeng Kangin Kabupaten Gianyar. Jurnal Dunia Kesehatan, 5 (2).
Purwanti. 2018. Herbal Dan Keperawatan Komplementer. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Purwoastuti, Th Endang. (2015). Waspadai Gangguan Rematik. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius.

Riyadi, S. & Harmoko, H. (2014). Standart Operating Procedure dalam Praktek


Klinik Keperawatan Dasar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Samsudin, A, R., Kundre, R., & Onibala, F (2016). Pengaruh Pemberian


Kompres Hangat Jahe Memakai Parutan Jahe Merah (Zingiber
Officinale Roscoe Var Rubrum) Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pada Penderita Gout Arthritis di Desa Tateli Dua Kecamatan
Mendorong Kabupaten Minahasa. Jurnal Keperawatan. 4 (1).

Setyaningrum, Hesti Dwi dan Saparinto. (2013). Jahe. Jakarta : Penerbit PS

Sudoyo, Samudra A.W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 5.
Jakarta: Interna Publishing.

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadribata dan Setiadi, (2015), Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.

Suriana, N. (2014). Herbal Sakti Atasi Asam Urat. Depok: Mutiara.


LEMBAR INFORMED CONSENT PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI
NIM : 202006003
Saya sebagai Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya

Husada Kediri akan melakukan penelitian dengan judul “Intervensi Kompres Hangat

Air Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah

Keperawatan Nyeri Kronis Pada Lansia Arthritis Gout Menggunakan Pendekatan

Teori Chaterine Colcaba di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan Karangrejo

Kabupaten Magetan”.

Peneliti mengharapkan Bapak/Ibu bersedia untuk diteliti sebagai responden


dalam penelitian ini, dimana menjadi responden maka Bapak/Ibu akan diberikan
terapi kompres hangat air parutan jahe merah. Manfaat melakukan olahraga senam
adalah menurunkan sensasi nyeri. Terapi akan dilakukan di pagi dan sore hari, untuk
waktunya 15-20 menit dalam sehari, selama 1 minggu. Mengenai identitas atau data
pribadi akan dirahasiakan oleh peneliti.
Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini tanpa ada
paksaan dan saya berjanji akan merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan hasil
observasi data milik Bapak/Ibu.
Atas partisipasinya, saya ucapkan terimakasih.
Kediri, Februari 2021

Peneliti

ASROFA DWISUKMA K.B


NIM. 202006003
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nomer Responden : ………………………………………………………...............
Alamat :…………………………………………………………………
Dengan ini menyatakan (bersedia/tidak bersedia) menjadi responden penelitian yang
berjudul :
Judul : Intervensi Kompres Hangat Air Parutan Jahe Merah (Zingiber
Officinale Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah Keperawatan Nyeri
Kronis Pada Lansia Arthritis Gout Menggunakan Pendekatan Teori
Chaterine Colcaba di Posyandu Lansia Desa Grabahan Kecamatan
Karangrejo Kabupaten Magetan.
Peneliti : ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI
NIM : 202006003
Sebelum mengisi form saya telah diberi keterangan/penjelasan mengenai
tujuan penelitian ini, dan saya telah mengerti bahwa peneliti akan merahasiakan
identitas, data maupun informasi yang saya berikan. Apabila ada pernyataan yang
menimbulkan respon emosional yang tidak nyaman, maka peneliti akan
menghentikan pengumpulan data dan memberikan hak kepada saya untuk
mengundurkan diri dari penelitian tanpa resiko apapun dan tanpa kehilangan hak saya
menjadi responden.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela dan tanpa ada unsure
paksaan dari siapapun.
Kediri, ………………………….... 2021
Menyetujui,
Responden

(……………………………..)
PERNYATAAN PENGUNDURAN DIRI
SEBAGAI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini ,


Nomer responden : ………………………………………………………………
Umur : ………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………
………………………………………………………………
Menyatakan mengundurkan diri sebagai responden pada penelitian dengan judul
“Intervensi Kompres Hangat Air Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe
Var Rubrum) Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis Pada Lansia Arthritis
Gout Menggunakan Pendekatan Teori Chaterine Colcaba di Posyandu Lansia Desa
Grabahan Kecamatan Karangrejo Kabupaten Magetan. Yang dilakukan oleh
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri atas
nama Asrofa Dwisukma Kurnia Bhakti dengan NIM : 202006003.
Demikian pernyataan saya, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun,
saya menyatakan mengundurkan diri menjadi responden.

Kediri, ……………………. 2021


Responden Penelitian

( ……………………………. )
KUESIONER DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Petunjuk Pengisian

1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda cek (√) pada salah
satu pilihan yang sesuai dengan keberadaan anda.
2. Jika tidak terdapat pilihan jawaban, maka tulisan jawaban yang menggambarkan
diri anda.

Data Demografi

Tanggal pengambilan data :

1. Nomer Responden : ………………………………………………………


2. Usia : ………………………………………………………
3. Status Perkawinan : Menikah
Belum Menikah
Duda/Janda
4. Data Pendidikan : Tidak sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan Tinggi
5. Data Pekerjaan : PNS
Petani
Wiraswasta
Lainnya……………
6. Tingkat Penghasilan : < Rp. 500.000,00
Rp. 500.000,00-Rp. 1. 000.000,00
Rp. 1. 000.000,00-Rp. 2.000.000,00
Rp. 2.000.000,00-Rp. 3. 000.000,00
Rp. 3.000.000,00-Rp. 4.000.000,00
>Rp. 4.000.000,00
10. Faktor Asam Urat
a. Rutin Olahraga : YA
TIDAK
b. Makanan yang sering : Tinggi Purin
dikonsumsi Makanan bersantan
c. Riwayat Keluarga : YA
TIDAK
11. Riwayat Lama Asam Urat : 2-5 Bulan
6-10 Bulan
10-15 Bulan
16-20 Bulan
21-25 Bulan

Data Khusus (Diisi Oleh Peneliti)


1. Kadar Asam Urat
a. Sebelum : …………………………………………
b. Sesudah : …………………………………………
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
GENERAL COMFORT QUESTIONER (GCQ)
No Pernyataan SS S TS STS
Kenyamanan fisik
1. Saya tidak ingin berolahraga
2. Sekarang saya merasa tidak sehat
3. Sekarang saya merasakan tubuh saya dalam
keadaan santai atau rilex
4. Saya sangat lelah
5. Saya merasa sesak sekarang
6. Kondisi saya saat ini telah turun
7. Saya saat ini merasakan lapar
8. Sakit saya sulit ditahan
9. Saya merasa cukup kuat untuk berjalan
10. Saya merasa payah karena saya sakit
11. Sekarang saya bisa mengatasi rasa sakit saya
Kenyamanan psikospiritual
12. Dengan berdoa saya mendapat semangat
untuk tabah menghadapi sakit
13. Sekarang saya merasa hidup saya berharga
14. Keyakinan saya kepada Tuhan memberikan
saya kenyamanan dalam pikiran
15. Saya terinspirasi untuk melakukan hal
terbaik
16. Iman saya membantu saya tidak merasa
takut menghadapi sakit saya
17. Saya takut apa yang terjadi selanjutnya
18. Saya mengalami perubahan yang membuat
saya gelisah
19. Saya merasa terbuang atau tersisihkan
ditempat ini
20. Saya merasa diluar kendali
21. Saya sendiri tetapi saya tidak merasa
kesepian
22. Kalau saya banyak berdoa saya merasa
damai
23. Saya saat ini merasa tertekan
24. Saya tetap sabar menghadapi sakit

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


KOMPRES HANGAT AIR PARUTAN JAHE MERAH (ZINGIBER
OFFICINALE ROSCOE VAR RUBRUM)
Topik Kompres hangat menggunakan parutan jahe merah untuk menurunkan
skala nyeri pada lansia arthritis gout.
Pengertian Kompres hangat air parutan jahe merah dapat menurunkan nyeri pada
lansia arthritis gout. Kompres hangat air parutan jahe merah memiliki
enzim siklooksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada pasien
arthritis gout. Selain itu jahe merah memiliki efek farmakologis yaitu
rasa panas dan pedas, dimana rasa panas ini dapat meredakan rasa
nyeri, kaku dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah, manfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 15-20 menit
sesudah aplikasi panas (Susanti, 2010 sebagaimana dikutip dalam
jurnal Enny & Ani, 2015).

Prosedur Langkah-langkah pemberian kompres hangat adalah sebagai berikut


Kerja (Sriyanti, 2016).
c. Persiapan alat dan bahan :
1. Thermometer air panas
2. Air hangat 1 liter dengan suhu 37-40 derajat celcius.
3. 1 rimpang jahe (20 gram) sesuai kebutuhan
4. Kain atau waslap yang dapat menyerap air.
5. Parutan
6. Baskom
7. Panci
8. Pisau
d. Tahap kerja.
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan.
3. Cuci satu atau dua rimpang jahe dan diparut hingga lumat.
4. Ukur suhu air dengan thermometer ±34-37˚C
5. Rebus parutan jahe hingga mendidih (1000 c)
6. Tuangkan parutan jahe kedalam panci, tunggu hingga rebusan jahe merah
mendidih.
7. Setelah mendidih tuangkan kedalam baskom.
8. Rebusan jahe merah siap digunakan.
9. Masukkan kain atau waslap pada air jahe merah hangat, lalu diperas.
10. Tempelkan kain atau waslap yang sudah diperas pada daerah yang akan
dikompres (nyeri).
11. Angkat kain atau waslap sestelah 15-20 menit, dan lakukan kompres
ulang jika nyeri belum teratasi.
12. Kaji perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan.

NB : Sebaiknya kompres hangat air parutan jahe merah dilakukan dua kali
dalam sehari pada waktu pagi dan sore hari agar mendapatka hasil yang
optimal (An, 2010).

LEMBAR KONSULTASI
Nama : ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI

NIM : 202006003

JUDUL : Intervensi Kompres Hangat Air Parutan Jahe Merah (Zingiber

Officinale Roscoe Var Rubrum) Dengan Masalah

Keperawatan Nyeri Kronis Pada Lansia Arthritis Gout

Menggunakan Pendekatan Teori Chaterine Colcaba

Pembimbing : Dina Zakiyyatul Fuadah, S.Kep., Ns., M.Kep

NO Tanggal Materi Keterangan Tanda Tangan


Bimbingan
1. 03 Februari 2021 Konsul Judul Acc
2. 05 Februari 2021 Skrining Judul Belum lulus :
Sama dengan
angkatan tahun
2018
3. 08 Februari 2021 Konsul Judul Acc
4. 09 Februari 2021 Skrining Judul Belum lulus :
karena sama
dengan angatan
tahun 2020
5. 10 Februari 2021 Konsul Judul Acc
6. 10 Februari 2021 Skrining Judul Lulus
7. 11 Februari 2021 Konsul Bab 1 Revisi :
1. Revisi judul
lebih di
persingkat
2. Menambahkan
jurnal mengenai
kompres hangat
jahe merah
sudah pernah di
berikan pada
lansia atau
belum
3. Menambahkan
teori tentang
teori kolcaba
menerapkan atau
menjelaskan
sasaran teori
tersebut lansia
atau sekelompok
smua usia
8 20 Februari 2021 Konsul Bab 1 Acc
lanjut bab 2
9 23 Februari 2021 Konsul Bab 2 Revisi :
1. Menambahkan
literature
2. Memperbaiki
penlisan
3. Merubah
klasifikasi nyeri
menurut SDKI
4. Menambahkan
alat untuk
mengompres
terutama pada
lansia
5. Menambahkan
kerangka
konsep teori
menuut kolkaba
10. 24 Febuari 2021 Konsul Bab 2 Revisi Penulisan
pada tabel
11. 25 Februari 2021 Konsul Bab 2 Acc

Anda mungkin juga menyukai