Anda di halaman 1dari 91

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA


An.A. DENGAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM DI RUANGAN
INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT

RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh:

RESKI FEBRIANTI , S.Kep

21.04.028

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2022
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

An.A DENGAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM

DI RUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT

RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Pada

STIKES Panakkukang Makassar Program Studi Ners

Disusun Oleh:

RESKI FEBRIANTI, S.Kep

21.04.028

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2022
HALAMAN PERSETUJUAN

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA An. A DENGAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM

DI RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh :

Reski Febrianti, S. Kep

21.04.028

Karya tulis ini telah di periksa dan di setujui oleh pembimbing Karya Ilmiah

Akhir Program Studi Profesi Ners STIKES Panakkukang Makassar

Disetujui Oleh Pembimbing

Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep., M. Kep

NIK. 093 152 02 03 043


iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Reski Febrianti, S.Kep

Nim : 21.04.028

Program Studi : Profesi Ners

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil
penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak
terdapat karya atau pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagai atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain,
maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berupa gelar kerserjanaan yang telah diperoleh dapat di
tinjau kembali.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan
tanpa ada paksaan sama sekali.

Makassar, September 2022

Yang membuat pernyataan

Reski Febrianti, S.Kep


21.04.028

iv
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT,

yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya

Ilmiah Akhir yang berjudul: “Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat

Darurat Pada An.A Dengan Diagnosis Kejang Demam di Ruangan

Instalasi Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar”.

Dalam melakukan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun

tidak langsung. Teristimewa kepada kedua orang tua saya ayahanda

Mdarwis dan ibunda Hasni serta saudara-saudari saya dan semua

keluarga yang telah memberikan dukungan moral, materi dan doa

restunya kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.

Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM,.M.Kes, selaku Ketua Yayasan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar yang telah

menyediakan fasilitas selama perkuliahan.


2. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes, selaku ketua STIKES

Panakkukang Makassar yang selalu memberikan dukungan dan

nasehatnya kepada penulis selama menempuh perkuliahan.

3. Ibu Ns. Suriyani, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Profesi

Ners yang telah memberikan bimbingan dan petunjuknya selama

praktik profesi keperawatan kegawatdaruratan sampai selesainya

penyusunan KIA.

4. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing yang

tiada henti-hentinya memberikan pengarahan serta support dalam

menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.

5. Dosen Prodi Profesi Ners yang telah dengan sabar memberikan

pengarahan yang tiada henti-hentinya dan dorongan baik spiritual

maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah

Akhir ini.

6. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar, yang telah sabar

membantu demi kelancaran pengurusan Karya Ilmiah Akhir.

7. Senior Perawat IGD Anak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

yang telah membimbing serta memberikan ilmu selama penulis

melakukan praktek Keperawatan Kegawatdaruratan.

8. Terima kasih kepada sahabat serta teman-teman di Profesi Ners yang

telah banyak memberikan saran dan motivasi dalam penulisan Karya

Ilmiah Akhir ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuannya dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini.


Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu

masukan, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat

membantu dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini. Semoga Karya Ilmiah

Akhir ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Makassar, September 2022

Penyusun

Reski Febrianti, S.Kep


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................

DAFTAR TABEL .............................................................................

DAFTAR GAMBAR .........................................................................

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................

B. Tujuan Umum....................................................................

C. Tujuan Khusus .................................................................

D. Manfaat Penulisan ............................................................

E. Sistematika Penulisan .......................................................

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN.........................................

A. Tinjauan Teori ...................................................................

1. Konsep Dasar Medis................................................

a. Pengertian .............................................................

b. Anatomi Fisiologi ..............................................................

c. Klasifikasi .............................................................

d. Etiologi..................................................................

e. Patofisiologi .........................................................

1
f. Penatalaksanaan Medik .......................................

2. Konsep Asuhan Keperawatan ...................................

a. Pengkajian Keperawatan......................................

b. Diagnosa Keperawatan ........................................

c. Intervensi Keperawatan ........................................

d. Implementasi .......................................................

e. Evaluasi ................................................................

B. Tinjauan Kasus .................................................................

a. Pengkajian ( Primary dan Sekundery ) .......................

b. Analisa Data ...............................................................

c. Diagnosa Keperawatan.............................................

d. Intervensi Keperawatan ............................................

e. Implementasi ..............................................................

f. Evaluasi ......................................................................

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN.............................................

BAB IV PENUTUP .......................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................

B. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini adalah salah satu pewaris dari setiap bangsa.

Anak merupakan aset bangsa, sebagai pewaris dan sekaligus

sebagai generasi pelangsung cita-cita perjuangan bangsa. Mereka

perlu disiapkan demi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara

di masa mendatang. Oleh sebab itulah perlu dipersiapkan agar

anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya

sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat baik secara fisik,

mental, maupun sosial-emosional. Untuk mencapai itu harus ada

upaya pengembangan potensi yang dimiliki secara optimal agar

menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan (

Hasendra, 2019 ).

Kesehatan di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia mempunyai 2 faktor utama yaitu gizi dan infeksi yang

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan kesehatan anak, 70%

kematian anak karena adanya pneumonia, campak, diare, malaria,

malnutrisi, ini berarti bahwa penyakit infeksi masih menjadi

penyebab kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam tubuh

menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan

demam, demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang

demam. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh

1
menjadi >38,0 c. Rangsangan demam tersebut yang dapat

menjadikan kejang demam, kejang yang terjadi karena rangsangan

demam tanpa adanya proses infeksi intrakranial terjadi pada sekitar

2-4% anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun. Sebagian besar kejang

demam merupakan kejang demam sederhana, tidak menyebabkan

menurunnya IQ, epilepsi dan kematian (Arief, 2016)

Menurut Arif (2015) kejang demam merupakan kelainan

neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, karena

bangkitan kejang demam berhubungan dengan usia, tingkatan

suhu serta kecepatan peningkatan suhu, termasuk faktor hereditas

juga memiliki peran terhadap bangkita kejang demam dimana pada

anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk mengalami

kejang lebih banyak dibandingkan anak normal.

Salah satu faktor resiko kejang dmam adalah riwayat kejang

pada keluarga, dihubungkan dengan tipe kejang pertama dan usai

saat terjadi kejang demam pertama. Beberapa penelitian

menunjukan riwayat kejang meningktakan resiko kejang demam

kompleks sebagai tipe kejang demam sebagai tipe kejang emam

pertama dan berhubungan dengan usia kejang demam pertama

yang lebih dini (Vebriasa et.al.,2016)

Menurut laporan World Health Organization (WHO)

memperkirakan pada tahun 2017 terdapat lebih dari 18,3 juta

penderota kejang demam dan lebih dari 154 ribu diantarannya

1
meninggal. Insiden dan prevalensi kejang demam di Eropa pada

tahun 2018 berkisar 2-4 %, Di Asia prevalensi kejang demam lebih

besar yaitu 8,3 – 9,9% pada tahun yang sama ( WHO, 2017)

Pasien kejang demam di Indonesia terdapat (6,5%)

diantarannya 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.

Penanganan kejang demam harus tepat, sekitar 16% anak akan

mengalami kekambuhan, walaupun adakalannya belum dipastikan

bila anak mengalami demam yang terpenting adalah usaha untuk

menurunkan suhu tubuh anak ( Kemenkes RI, 2017 )

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Bulan Januari – Juni 2018. Tercatat penderita kejang demam

sebanyak 625 di bandingkan pda tahun 2016 jumlah penderita

kejang demam sebanyak 729 orang (Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Selatan, 2018)

Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan

trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan

dengan antikonvulsan setiap hari yang fenobarbital atau asam

valproat mengurangi kejadian kejang demam berulang. Obat

pencegahan kejang tanpa demam ( epilepsi ) tidak pernah di

laporkan. Pengobatan intermitten dengan diazepam pada

permulaan pada kejang pertama memberikan hasil yang lebih baik.

Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam

1
namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam ( Arief

2015 )

Dari penelitian, kejadian kejang demam sendiri tidaklah terlalu

besar yaitu 2-4%, artinya dari 100 anak dengan demam ada sekitar

2-4 yang mengalami kejang. Peran keluarga saat menghadapi anak

yang sedang kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap

tenang. Sikap panik hanya akan membuat kita tidak tahu harus

berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderita anak

bertambah parah kesalahan orang tua adalah kurang tepat dalam

menangani kejang demam itu sendiri yang kemungkinan terbesar

adalah disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua dalam

menangani ( Ike, 2015)

Adapun peran perawat yaitu mendukung keluarga dalam

memenuhi perawatan kesehatan yang meliputi merawat anggota

keluarga yang sakit, mengambil keputusan seperti memberikan

edukasi kepada orang tua yang menjadi hal penting karena

merupakan pilar pertama penanganan kejang demam yang dapat

dilakukan keluarga berupa pemberian penurun panas,

mengganakan pakaian tipis, menambah konsumsi cairan, banyak

istirahat, mandi dengan air hangat, serta memberi kompres (

Widyastuti, 2016 )

Berdasarkan uraian diatas dan pengalaman penulis pada saat

praktik 6 hari di ruangan IGD Anak RSUP Wahidin Sudirohusodo

1
Makassar penulis menemukan kasus yaitu Kejang Demam, maka

dari itu penulis tertarik untuk mengambil kasus judul “Asuhan

Keperawatan Kegawatdaruratan pada An.A dengan kasus Kejang

Demam di ruangan IGD Anak Wahidin Sudirohusodo Makassar “

B. Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan

dengan mendapatkan pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

system saraf pusat dengan kasus Kejang Demam

C. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami konsep dasar Kejang Demam

(pengertian, anatomi fisiologi, patofisiologi, etiologi,

manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik,

penatalaksanaan, komplikasi)

b. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan pada

An ”A” Kejang demam di IGD anak RSUP Wahidin

Sudirohusodo Makassar .

c. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perumusan diagnosa keperawatan

kegawatdaruratan pada An”A” dengan Kejang Demam di

IGD Anak RSUP Wahidin Sudirohusodo berdasarkan

1
prioritas masalah.

d. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan penyusunan intervensi keperawatan

kegawatdaruratan pada An “A” dengan Kejang demam di

IGD anak RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.

e. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan implementasi keperawatan kegawatdaruratan

pada An ”A” dengan Kejang Demam di IGD Anak RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

f. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan evaluasi keperawatan kegawatdaruratan pada

An ”A” dengan kasus Kejang Demam di RSUP Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

g. Mendapat gambaran tentang dokumentasi keperawatan

yang tepat pada An ”A” dengan kasus Kejang Demam di

IGD Wahidin Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi pendidikan

Sebagai bahan masukan kepada institusi pendidikan yang

dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk perbandingan

dalam pemberian konsep asuhan keperawatan gawat

darurat secara teori dan praktik khususnya tentang

1
pemberian asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan

gangguan Neurologis dengan kasus Kejang Demam.

2. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan informasi mengenai konsep medis dan

pemberian asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan

gangguan Neurologis dengan Kejang Demam. .

3. Bagi pasien atau keluarga pasien

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk

menambah pengetahuan tentang Kejang Demam dan

menambah pengalaman dalam penganangan Kejang

Demam.

4. Bagi penulis

Mampu menerapkan asuhan keperawatan berdasarkan teori

dan klinis sehingga dapat memberikan pelayanan

profesional kepada pasien-pasien dengan gangguan system

Saraf Pusat Khusunya pasien dengan kasus Kejang

Demam.

E. Sistematik Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara singkat dan

menyeluruh mengenai isi laporan, maka penulis memberikan

sistematika uraian sebagai berikut :

1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus

1
a. Tempat

2. Tempat pengambilan kasus di ruang instalasi gawat

darurat IGD Anak Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusudo Makassar

a. Waktu

Waktu pelaksanaan pengabilan kasus di mulai

pada tanggal 29 Agustus 2022

3. Tehnik Pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data untuk managemen

asuhan keperawatan di ruang gawat darurat

dilakukan dengan melakukan pengkajian mulai

dengan wawancara kepada pasien maupun

keluarga pasien secara langsung. Pengkajian primer

dengan menggunakan pengkajian (Airway ) ,

(Breathing ), ( Circulation ) , ( Disability ) dan,

(Exposure ). Dan pengkajian sekunder

menggunakan metode head to toe, dan untuk data

penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil

Pemeriksaan Laboratorium.

1
BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

a. Tinjauan Teori

1). Konsep dasar medis

1.1 Pengrtian Kejang Demam

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan

kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

(Ngastiyah, 2019). Kejang demam sering juga disebut kejang

demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak

usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya

suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada

infeksi bakteri atau virus.

Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung

muncul pada saat awal- awal demam. Penyebab yang paling

sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan

pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem

syaraf pusat normal dan tidak ada tanda-tanda defisit

neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3

anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi

demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang

demam setelah usia 6 tahun.

1
1.2 Anatomi Fisiologi Kejang Demam

System saraf terdiri dari system saraf pusat ( sentral

nervous system ) yang terdiri dari cerebellum, medulla

oblongata dan pons ( batang otak )serta medula spinalis

(sumsum tulang belakang ), system saraf tepi (peripheral

nervous system ) yang terdiri dari nervus cranialis ( saraf-

saraf kepala ) dan semua cabang dari medulla spinalis,

sistem saraf gaib ( autonomic nervous system ) yang terdiri

dari sympatis ( system saraf simpatis ) dan para shympatis (

system saraf parasimpatis ). Otak berada di dalam rongga

tengkorak ( cavum cranium ) dan dibungkus oleh selaput

otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk

melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan

atau guncangan. Maningen terdiri dari 3 lapisan yaitu

durameter, arachnoid dan piameter. Sistem saraf pusat (

center Nervous system ) terdiri dari

Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pusat

Sumber : (Nurhastuti, 2018)

1
a. Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah

anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum

ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranial.

Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri

dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat

motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran /

auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan

pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia

gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga

tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di

dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer

cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis

termasuk termasuk padaganglia basalis ini adalah :

1) Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh,

kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke

kortex cerebri.Fungsi thalamus terutama penting untuk

integrasi semua impuls sensorik.Thalamus juga

merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

2) Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III

hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang

1
masingmasing mempunyai kegiatan fisiologi yang

berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting

untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur

metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu

tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan

sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka

akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus

kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam

proses tersebut karena fungsinya yang mengatur

keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya

proses- proses patologik ekstrakranium.

3) Formation Riticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah

batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan

untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana

pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi /

rangsangan dan penekanan impuls yang akan

dikirimke cortex cerebri.

b. Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang

menempati fossa cranial posterior.Terletak di superior

dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat

koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus

1
cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak

atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus

cranialis ada 12 pasang :

1) N. I : Nervus Olfaktorius

2) N. II : Nervus Optikus

3) N. III : Nervus Okulamotorius

4) N. IV : Nervus Troklearis

5) N. V : Nervus Trigeminus

6) N. VI : Nervus Abducen

7) N. VII : Nervus Fasialis

8) N. VIII : Nervus Akustikus

9) N. IX : Nervus Glossofaringeus

10) N. X : Nervus Vagus

11) N. XI : Nervus Accesorius

12) N. XII : Nervus Hipoglosus.

1.3 Etiologi Kejang Demam

1
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan

yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar

susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis ostitis media akut,

bronchitis. Nilai ambang untuk kejang demam ini berbeda

untuk tiap anak dan insiden kejang demam pada suhu di

bawah 39oC sebesar 6,3 % sedangkan pada suhu diatas

39˚C sebesar 19% sehingga bisa dikatakan bahwa semakin

tinggi suhu semakin besar kemungkinan untuk kejang.

Akan tetapi secara fisiologis belum diketahui dengan pasti

pengaruh suhu dan faktor yang berperan dalam kejang

demam pada saat infeksi.

1.4 Manifestasi Klinis Kejang Demam

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama

sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,

fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.

Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun

sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan

sadar tanpa ada kelainan saraf. Di sub bagian Anak FKUI

RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai

pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana,

yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

1
b. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah

timbulnya demam.

e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang

normal.

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu

sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak

melebihi empat kali.

1.5 Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui

proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi

oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid

dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi

Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan

sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron.

1
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang

terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial

membran ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya

mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit / keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan

kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang.

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan

1
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan

oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut

jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang

disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan

mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

1.6 Penatalaksanaan Medik Kejang Demam

a. Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

a. Memberantas kejang

1). Berikan diazepam rectal: 5 mg untuk BB < 10 kg,

10 untuk BB > 10Kg atau IV : 0,3 – 0,5

mg/kgBB/kali tunggu 5 m

2). berikan diazepam rectal / iv, dosis sama, tunggu

3). oksigenasi adekuat 1 lt/menit

4). berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau

RL)

5). Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis

15 mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20

menit.

b. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya

c. Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi

dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah

1
menunjukkan dapat diberikan paracetamol 10

mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3

mg/kgBB.

d. Memberikan cairan yang cukup bila kejang

berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan

intravena D5 1/4S, D5 1/2S, RL.

2. Mencari penyebab dan mengobati penyebab

Dengan penelusuran sebab kejang dan faktor risiko

terjadinya kejang, pengobatan terhadap penyebab kejang

sesuai yang ditemukan.

3. Pengobatan pencegahan berulangnya kejang

Diberikan anti konvulsan rumatan yaitu

fenitoin/difenilhidation 5-8 mg/kgBB/hari, dalam 2 kali

pemberian (terbagi 2 dosis) atau fenobarbital (bila tak ada

fenitoin): 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.

2). Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk

mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat

diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.

(Santosa. NI 2020)

a. Aktifitas/istirahat

1). Gejala : Keletihan, kelemahan umum

1
2). Tanda : Perubahan kekuatan otot

b. Sirkulasi

1). Gejala : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis

c. Integritas ego

1). Gejala : Stressor eksternal / einternal yang

berhubungan dengan keadaan dan penanganan

d. Eliminasi

1). Gejala : Inkontinensia

2). Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih aliran

tonus sfinger, otot relaksasi yang mengakibatkan

inkotinensia (baik urine atau fekal)

e. Makanan/ cairan

1). Gejala : Mual/muntah yang berhubungan

dengansktivitas kejan

f. Neurosensori

1). Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang,

pusing,riwayat trauma kepala.

g. Nyeri/kenyamanan

1). Gejala : Sakit kepala, nyeri otot atau punggung pada

priode posiktal, nyeri abdomen paraksimal selama fase

iktal.

h. Pernapasan

1
1). Gejala : Fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan

menurun atau cepat, peningkatan sekresi muskus.

a. Keamanan

1). Gejala : Riwayat terjatuh/trauma, fraktur, adanya alergi.

j. Interaksi sosial

1). Gajala : Masalah dalam hubungan intrapersonal dalam

keluarga atau lingkungan.

2.2 Diagnosa Keperawatan Kejang Demam

a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

(terganggunya sistem termoregulasi)

b. Bersihan jalan nafas tidak efekif berhubungan dengan

benda asing dalam jalan napas

c. Risiko perfusi serebral tidak efektif

d. Resiko cedera

e. Resiko jatuh

1
1
2.3. Intervensi Keperawatan

2.1 Tabel Intervensi Keperawatan

Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


No.
Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Hipertermia SLKI : Termoregulasi Manajemen hipertermia (I.15506)
Penyebab Setelah dilakukan intervensi Observasi :
- Dehidrasi selama 2 x 24 jam, maka 1. Identifikasi penyebab hipertermi
- Terpapar lingkungan panas hipertermia menurun dengan 2. Monitor suhu tubuh
- Proses penyakit (mis. Infeksi dan keriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
kanker) a. Menggigil menurun 4. Monitor haluaran urine
- Ketidaksesuaian pakaian dengan b. Tidak tampak kulit yang 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
suhu lingkungan memerah Terapeutik :
- Peningkatan laju metabolissme c. Tidak ada kejang 6. Sediakan lingkungan yang dingin
- Respon trauma d. Tidak tampak Akrosianosis 7. Longgarkan atau lepaskan pakaia
- Aktivitas berlebih e. Konsumsi oksigen menurun 8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Penggunaan incubator f. Piloereksi menurun 9. Beri cairan oral
g. Idak tampak pucat 10. Ganti linen setiap hari atau lebih sering

1
Gejala dan tanda h. Tidak terdapat takikardia jika mengalami hiperhidrosis
a. Mayor i. Tidak tampak takipnea 11. Lakukan pendinginan eksternal
Subyektif j. Tidak terdapat bradikardia 12. Hindari pemberian antipiretik atau
Tidak tersedia k. Tidak ada hipoksia aspirin
Obyektif l. Suhu tubuh membaik 13. Beri oksigen bila perlu
- Suhu tubuh diatas nilai m. Suhu kulit membaik Edukasi :
normal n. Kadar glukosa membaik 14. Anjurkan tirah baring
b. Minor Kolaborasi :
Subyektif 15. Kolaborasi pemberian cairan dan
Tidak tersedia elektrolit intravena, jika perlu
Obyektif Terapi relaksasi
- Kulit merah Observasi
- Kejang 1. Identifikasi penurunan energi,
- Takardi ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
- Tachipnea gejala lain yang mengangu kemampuan
- Kulit terasa hangat kognitif
Kondisi Klinis Terkait 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
- Proses infeksi efektif digunakan
- Hipertiroid 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,

1
- Stroke dan penggunaan teknik sebelumnya
- Dehidrasi 4. Monitor respons terhadap terapi
- Trauma relaksasi
- Prematuritas Terapeutik
5. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
tenang tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman, jika memungkinkan
6. Gunakan pakaian longgar
7. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
8. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain , jika sesuai
Edukasi
9. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang tersedia
10. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih

1
11. Anjurkan mengambil posisi nyaman
12. Anjurkan rileks dan merasakan sensai
relaksasi
13. Anjurkan sering mengulamgi atau
melatih teknik yang dipilij
14. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
2. D.0001 Bersihan Jalan Nafas Tidak L.01001 bersihan jalan nafas I.011011 Manajemen Jalan Nafas
Efektif setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kemampuan batuk
Ketidakmampuan membersihkan diharapakan bersihan jalan nafas 2. Monitor adanya retensi sputum
sekret atau obstruksi jalan nafas untuk meningkat dengan, kriteria hasil: 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
mempertahankan jalan nafas paten. 1. Frekuensi nafas meningkat saluran napas
Penyebab 2. Pola nafas meningkat 4. Monitor input dan output cairan ( mis.
Fisiologis jumlah dan karakteristik)
1. Spasme jalan napas Terapeutik
2. Hipersekresi jalan napas 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
3. Disfungsi neuromuskuler 2. Pasang perlak dan bengkok di
4. Benda asing dalam jalan napas pangkuan pasien

1
5. Adana jalan napas buatan 3. Buang sekret pada tempat sputum
6. Sekresi yang tertahan Edukasi
7. Hiperplasia dinding jalan napas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
8. Respon alergi efektif
9. Efek agen farmakologis (mis. 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui
anastesi) hidung selama 4 detik, ditahan selama
Situasional 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
1. Merokok aktif dengan bibir mencucu (dibulatkan)
2. Merokok pasif selama 8 detik
3. Terpajan polutan 3. Anjurkan mengulangi tarik napas
Gejala dan tanda mayor dalam hingga 3 kali
Subjektif: (tidak tersedia) 4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Objektif setelah tarik napas dalam yang ke-3
1. Batuk tidak efektif Kolaborasi
2. Tidak mampu batuk dan Sputum 5. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
berlebih ekspektoran, jika perlu
3. Mengi, wheezing dan/atau, ronkhi
kering
4. Mekonium di jalan napas (pada

1
neonatus)
Gejala dan tanda minor

Subjektif
1. Dipsnea, Sulit bicara, dan
Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. 3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi klinis terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multipel
3. Myasthenia gravis
4. Cedera kepala
5. Stroke
6. Sindrom aspirasi mekonium

1
7. Infeksi saluran napas
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi Jaringan Serebral Manajemen Konstipasi (I.04155)
D.0017 Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: keperawatan selama 2 x 24 jam di 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK -
Berisiko mengalami penurunan harapkan perfusi jaringan serebral Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
sirkulasi darah ke otak meningkat dengan kriteria hasil : (mis. Tekanan darah meningkat,
Faktor risiko 1. Tingkat kesadaran meningkat tekanan nadi melebar, bardikardia, pola
1. Keabnormalan masa protrombin (5) napas ireguler, kesadaran menurun)
dan/atau masa tromboplastin 2. Tekanan intra kranial menurun 2. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
parsial (5) 3. Monitor CVP (Central Venous
2. Penurunan kinerja ventikel kiri 3. Sakit kepala menurun (5) Pressure)
3. Aterosklrosis aorta 4. Nilai rata-rata tekanan darah 4. Monitor PAWP, jika perlu
4. Diseksi arteri membaik (5) 5. Monitor PAP, jika perlu
5. Fibrilasi atrium 5. Tekanan darah diastolik 6. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure),
6. Tumor otak membaik (5) jika tersedia
7. Stenosis karotis 6. Gelisah menurun (5) 7. Monitor CPP (Cerebral Perfusion
8. Miksoma atrium Pressure)
9. Aneurisma serebri 8. Monitor gelombang ICP
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit) 9. Monitor status pernapasan.

1
11. Dilatasi kardiomiopati 10. Monitor intake dan output cairan
12. Koagulasi (mis. anemia sel sabit) 11. Monitor cairan serebrospinalis (mis.
13. Embolisme Warna, konsistensi).
14. Cedera kepala Terapeutik
15. Hiperkolesteronemia 12. Meminimalkan stimulus dengan
16. Hipertensi menyediakan lingkungan yang tenang
17. Endokarditis infektif 13. Berikan posisi semi fowler.
18. Katup prostetik mekanis 14. Hindari Maneuver Valsava
19. Stenosis mitral 15. Cegah terjadinya kejang
20. Neoplasma otak 16. Hindari penggunaan PEEP
21. Infark miokard akut 17. Hindari penggunaan cairan IV hipotonik
22. Sindrom sick sinus 18. Atur ventilator agar PaCO2, optimal.
23. Penyalahgunaan zat 19. Pertahankan suhu tubuh normal
24. Terapi tombolitik Edukasi
25. Efek samping tindakan (mis. 20. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
tindakan operasi bypass) konvulsan, jika perlu
Kondisi Klinis Terkait 21. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,
1. Stroke jika perlu.
2. Cedera kepala 22. Kolaborasi pemberian pelunak tinja,

1
3. Aterosklerotik aortik jika perlu.
4. Infark miokard akut Manajemen Kejang
5. Diseksi arteri Observasi
6. Embolisme 1. Monitor terjadinya kejang berulang
7. Endokarditis infektif 2. Monitor karakteristik kejang (mis,
8. Fibrilasi atrium aktivitas motorik, dan progresi kejang)
9. Hiperkolesterolemia 3. Monitor status neurologis
10. Hipertensi 4. Monitor tanda-tanda vital
11. Dilatasi kardiomiopati Terapeutik
12. Koagulasi intravaskular diseminata 5. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
13. Miksoma atrium 6. Berikan alas empuk dibawah kepala,
14. Neoplasma otak jika memungkinkan
15. Segmen ventrikel kiri akinetik 7. Pertahankan kepatenan jalan napas
16. Sindrom sick sinus 8. Longgarkan pakaian, terutama dibagian
17. Stenosis karotid leher
18. Stenosis mitral 9. Dampingi selama periode kejang
19. Hidrosefalus 10. Jauhkan benda-benda berhaya
20. Infeksi otak (mis. meningitis, terutama benda tajam
ensefalitis, abses serebri) 11. Catat durasi kejang

1
12. Reorientasikan selama periode kejang
13. Dokumentasikan periode terjadinya
kejang
14. Pasang akses IV, jika perlu
15. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
16. Anjurkan kepada keluarga menghindari
memasukkan apapun ke dalam mulut
pasien saat periode kejang
Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian antikonvulsan,
jika perlu
4. Resiko Cedera D.0136 Tingkat Cedera L.14136 Pencegahan Kejang
Definisi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Berisiko mengalami bahaya atau keperawatan selama 3x24 jam, 1. Monitor status neurologis
kerusakan fisik yang menyebabkan maka tingkat cedera menurun 2. Monitor tanda-tanda vita
seseorang tidak lagi sepenuhnya dengan kriteria hasil : Terapeutik
sehat atau dalam kondisi baik. a. Kejadian cedera menurun 3. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
Kondisi klinis terkait b. Ketegangan otot menurun 4. Rendahkan ketinggian tempat tidur

1
1. Kejang c. Ekspresi wajah kesakitan 5. Pasang side-rail tempat tidur
2. Sinkop menurun 6. Berikan alas empuk di bawah kepala,
3. Vertigo d. Frekuensi nadi membaik jika memungkinkan
4. Gangguan pengelihatan e. Frekuensi nafas membaik 7. Jauhkan benda-benda berbahaya
5. Gangguan pendengaran terutama benda tajam
6. Penyakit Parkinson 8. Sediakan suction di samping tempat
7. Hipotensi tidur
8. Kelainannervusvestibularis Edukasi
9. Ratardasi menta 9. Anjurkan segera melapor jika
merasakan aura
10. Anjurkan tidak berkendara
11. Ajarkan keluarga pertolongan pertama
pada kejang
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian antikonvulsan,
jika perlu
5. Risiko Jatuh ( D.0143 ) Tingkat Jatuh ( L.14138 ) Pencegahan Jatuh ( I.14540 )
Kategori: Lingkungan Kriteria Hasil : Observasi
Subkategori: Keamanan dan Proteksi Setelah di lakukan tindakan 1. Identifikasi Faktor risiko jatuh (mis.

1
Definisi keperawatan selama 3x24 jam usia >65 tahun, penurunan tingkat
Berisiko mengalami kerusakan fisik masalah Risiko jatuh dapat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
dan gangguan kesehatan akibat teratasi dengan indikator : ortostatik, gangguan keseimbangan,
terjatuh. 1. Jatuh dari tempat tidur dari gangguan penglihatan, neuropati)
Faktor Risiko skala 1 (meningkat) menjadi 2. Identifikasi faktor lingkungan yang
1. Usia >65 tahun (pada dewasa) skala 4 (cukup menurun) meningkatkan risiko jatuh (mis. lantai
atau < 2 tahun (pada anak) 2. Jatuh saat berdiri dari skala 1 licin, penerangan kurang)
2. Riwayat jatuh (meningkat) menjadi skala 4 3. Monitor kemampuan berpindah dari
3. Anggota gerak bawah prostetis (cukup menurun) tempat tidur ke kursi roda dan
(buatan) 3. Jatuh saat duduk dari skala 1 sebaliknya
4. Penggunaan alat bantu berjalan (meningkat) menjadi skala 4 Terapeutik
5. Penurunan tingkat kesadaran (cukup menurun) 4. Orientasikan Ruangan pada pasien
6. Perubahan fungsi kognitif 4. Jatuh saat berjalan dari skala dan keluarga
7. Lingkungan tidak aman 1 (meningkat) menjadi skala 4 5. Pastikan roda tempat tidur dan kursi
(mis.licin,gelap,lingkungan asing) (cukup menurun) roda selalu dalam kondisi terkunci
8. Kondisi pasca operasi 5. Jatuh saat dipindahkan dari 6. Pasang handrall tempat tidur
9. Hipotensi ortostatik skala 1 (meningkat) menjadi 7. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh
10. Perubahan kadar glukosa darah skala 4 (cukup menurun) dekat dengan pantauan perawat dari
11. Anemia 6. Jatuh saat naik tangga dari nurse station

1
12. Kekuatan otot menurun skala 1 (meningkat) menjadi 8. Gunakan alat bantu berjalan (mis.kursi
13. Gangguan Pendengaran skala 4 (cukup menurun) roda,walker)
14. Gangguan keseimbangan 7. Jatuh saat di kamar mandi Edukasi
15. Gangguan penglihatan dari skala 1 (meningkat) 9. Anjurkan memanggil perawat jika
(mis.glaukoma,katarak,ablasio menjadi skala 4 (cukup membutuhkan bantuan untuk
retina,neuritis optikus) menurun) berpindah
16. Neuropati 8. Jatuh saat membungkuk dari 10. Anjurkan menggunakan alas kaki yang
17. Efek agen farmakologis skala 1 (meningkat) menjadi tidak licin
(mis.sedasi,alcohol,anastesi skala 4 (cukup menurun) 11. Ajarkan cara menggunakan bel
umum) pemanggil untuk memanggil perawat

1
2.4 Implementasi keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai

dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam

melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan kerja sama

dengan tim kesehatan yang lain, keluarga dan klien sendiri. Hal-hal

yang perlu diperhatikan :

a. Kebutuhan dasar klien

b. Dasar dari tindakan

c. Kemampuan perseorangan, keahlian atau keterampilan dalam

perawatan

2.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan

dalam memenuhi kebutuhan klien. Pada klien dengan Kejang

Demam dapat dinilai hasil perawatan dengan melihat catatan

perkembangan, hasil pemeriksaan klien, melihat langsung

keadaan dan keluhan klien, yang timbul sebagai masalah berat.

Evaluasi harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.

Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan

tindakan-tindakan perawatan selanjutnya antara lain :

a) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau

belum

b) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi

atau belum

c) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak


1
B. TINJAUAN KASUS KELOLAAN

1. Pengkajian Keperawatan

Ruangan : IGD Anak tanggal : 01/09/2022 jam :13.00

No. RM : 991703

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki - laki

Tanggal lahir/ umur : 02-06-2019/ 3 Tahun

Alamat : Jl.Kerukunan Timur

Rujukan : Tidak

Diagnosa : Kejang Demam

√ Diantar orang tua

Nama Penanggung Jawab : Ny. M

Alamat : Jl. Kerukunan Timur


Trasportasi waktu datang : kendaraan pribadi

Alasan Masuk : klien datang dengan keluhan kejang sejak 2 jam

sebelum di bawah kerumah sakit, sebelumnya anak

demam 2 hari sebelumnya di rumah, Klien juga batuk


sejak 1 hari yang lalu saat masih di rumah sampai di

Rumah sakit.

Keluhan Utama : Kejang Demam

PRIMARY SURVEY

A. Airway

1. Pengkajian jalan napas



Bebas Tersumbat

Trachea di tengah : v Ya Tidak

a. Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

b. Re – evaluasi : Tidak ada re-evaluasi

c. Masalah keperawatan : Bersihan Jalan nafas tidak efektif

d. Implemenstasi : Terlampir

e. Evaluasi : Manajemen Jalan nafas

B. Breathing

1. Fungsi pernapasan

a. Dada Simetris : Ya Tidak


b. Sesak napas : Ya Tidak

c. Respirasi : 30 x/i

d. Krepitasi : Ya Tidak

e. Suara napas : Ada Jelas Menurun

Ronchi √

Tidak ada Wheezing

1) Saturasi O2 : 99%

f. Resusitasi : Tidak dilakukan resusitasi

g. Re – evaluasi : Tidak ada re-evaluasi

h. Masalah keperawatan : Tidak adaa maalah keperawatan

C. Circulation

1. Keadaan sirkulasi

a. TD :-

b. N :104 x/i

c. S :39,3 oC

d. Temperature kulit : Hangat Panas Dingin

e. Gambaran kulit : Normal Kering Lembab/basah

f. Assesment : Kejang demam

g. Resusitasi :Tidak dilakukan resusitasi

h. Re- evaluasi :Atasi kejang

i. Masalah keperawatan : Resiko perfusi selebral tidak efektif

D. Disability

1. Penilaian fungsi neurologis


Alert : pasien sadar penuh

Respon verbal:-

Pain response :-

Unresponsive :-

2. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

E. Exposure

1. Penilaian hipotermia/hipertermia

Hipertermia: Suhu 39,3 OC

2. Masalah keperawatan: hipertermia

3. Intervensi/implementasi : Terlampir

Trauma Score

A. Frekuensi pernapasan

10 – 25 4

25 – 35 3

> 35 2

< 10 1

0 0

B. Usaha bernapas

Normal 1

Dangkal 0
C. Tekanan darah

>89 mmHg 4

70 – 89 mmHg 3

50 – 69 mmHg 2

1 – 49 mmHg 1

0 0

D. Pengisian kapiler

> 2 dtk 2

< 2 dtk 1


Tidak ada 0

E. Glasgow
K coma scale
√e
14 – 15 5
t
i 11 – 13 4
d
a 8 – 10 3
k
e 5–7 2
f
3–4 1
e
k
Total ttrauma score ( A + B + C + D + E ) = 4 + 1 + 0 + 2 + 5 = 12
i
Reaksif Pupil
a
n
Ukuran : kanan kiri simetris
p
e
Pupil r : isokor
f
u
s
i
j
a
Reaksi : pupil berekasi terhadap cahaya

Penilaian nyeri

Nyeri : Tidak

Jenis : -

Pengkajian sekunder/ survey sekunder

1. Riwayat Kesehatan

a. S : sing/Simptoms (tanda dan gejala)

Pada saat pengkajian di dapatkan Klien mengalami kejang sebanyak

3 kali dengan frekuensi kejang kurang dari 1 menit, juga demam tinggi

juga batuk

b. A : Aleergies (Alergi)

Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan dan obat apapun.

c. M : Madications (pengobatan)

Paracetamol 160 mg/IV/^ 6jam

Ceftriaaxone 1,6 gr/IV/24 Jam

Diazepam 5gr/Oral/Oral/8jam

d. P : Past medical history (riwayat penyakit)

Klien baru pertamaa kali masuk rumah sakit, dan tidak pernah di

rawat seebelumnya.

e. L: Last oral intake (makanan yang di konsumsi terakhir, sebelum sakit)


Ibu klien mengatakan anaknya hanya minum susu

f. E : Event prior to the illness or injury ( kejadian sebelum sakit)

Ibu klien mengatakan anaknya demam sejak 2 hari yang lalu.

2. Riwayat dan mekanisme trauma

3. Tanda tanda vital

Frekuensi nadi : 115 x/i

Frekuensi napas : 30 x/i

Tekanan darah : -

Suhu Tubuh : 39,3

4. Pemeriksaan Fisik ( head to toe)

a. Kepala

Kulit kepala : bersih, tidak terdapat lesi

Mata : sclera tdak ikterus, konjungtiva pucat, mata tampak

sayu

Telinga :tidak ada cairan pada telinga

Hidung : normal

Mulut dan gigi : bersih, tdak ada sariawan

Wajah : wajah klien tampak merah

b. Leher : tidak ada pembekakan kelenjar tiroid, tdak ada nyeri

takan

c. Dada/thoraks

Paru-paru
Inspeksi : ekspansi dada simetris kiri dan kanan

Palpasi : tdak ada nyeri tekan

Perkusi : suara sonor

Auskultasi : terdengar suara vesikuler

Jantung

Inspeksi :iktus cordis tdak terlihat

Palpasi :iktus cordis teraba

d. Abdomen

Inspeksi : tidak terdapat asites

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : Didapatkan bunyi pekak

e. Pelvis

Inspeksi :Tidak dilakukan pengkajian

Palpasi : Tidak dilakukan pengkajian

f. Perineum dan rectum: Tidak dilakukan pengkajian

g. Genetalia :Tidak dilakukan pengkajian pada Genetalia

h. Ekstremitas : baik, tidak ada cacat

i. Neurologis

Fungsi Sensorik : baik

Fungsi Motorik : baik


5. Hasil Laboratorium :

Tanggal 01/09/2022

Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hematologi rutin
WBC 9.0 4.00 – 10.0 10^3/ul
RBC 4.20 4.00 – 6.00 10^6/ul
HBG 11.0 12.0 – 16.0 Gr/dl
HCT 32 37.0 – 48.0 %
MCV 77 80.0 – 97.0 fL
MCH 26 26.5 – 33.5 Pg
MCHC 34 31.5 – 35.0 gr/dl
PLT 180 150 – 400 10^3/ul
RDW-SD 37.0 – 54.0 fL
RDW-CV 13.3 10.0 – 15.0
PDW 9.6 10.0 – 18.0 fL
MPV 9.5 6.50 – 11.0 fL
P-LCR 13.0 – 43.0 %
PCT 0.00 0.15 – 0.50 %
NEUT 89.3 52.0 – 75.0 %
LYMPH 6.6 20.0 – 40.0 %
MONO 3.9 2.00 – 8.00 10^3/ul
EO 0.1 1.00 – 3.00 10^3/ul
BASO 0.1 0.00 - 0.10 10^3/ul
RET 0.00 – 0.10 10^3/ul
LED I (L<10,P<20) Mm
LED jam II
KIMIA DARAH
Glikosa
GDS 124 140 Mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 37 10 – 50 Mg/dl
Kreatinin 0.46 L(<1.3);P(<1.1) Mg/dl
Fungsi Hati
SGOT 47 <38 U/L
SGPT 16 < 41 U/L
Albumin 3.5 – 5.0 gr/dl
Elektrolit
Natrium 135 136 – 145 Mmol/l
Kalium 3.7 3.5 - 5.1 Mmol/l
Klorida 107 97 – 111 Mmol/l
Rujukan luar
Pemeriksaan
lain
Analisa Faeces
Makrokopik
Konsistensi Keras Lunak
Warna Coklat Kuning
Lendir Negative Negative
Darah Negative Negative
Mikroskopik
Eritrosit Negative Negative
Leukosit Negative Negative
Ampeba Negative Negative
Telur cacing Tidak
Negative
ditemukan
Caccing Negative Negative
Lain-lain Negative Negative

6. Pengobatan

Tabel 2.3 Pemberian obat


Nama Obat Manfaat
Ceftriaxone Obat antibiotic untuk mengobati
infeksi bakteri

Paracetamol Untuk meredakan demam

Diazepam Untuk mengatasi gangguan


kecemasan, meredakan kejang,
kaku otot, atau sebagai obat
penenang sebelum operasi
4). Analisa Data

Tabel 2.4 Analisa Data

No Data Masalah keperawatan

1. DS:
Ibu klien mengatakan anaknya
demam ± 2 hari yang lalu
DO :
Klien tampak rewel Hipertermia
Klien teraba panas
S : 39,3 oC
N: 115 x/i
P : 30x/m
2. DS:
- Ibu klien mengatakan anaknya
Batuk sejak 1 hari yang lalu
- Ibu klien mengatakan anaknya
batuk berdahak dan sulit untuk di
keluarkan
Bersihan Jalan nafas tidak
DO :
efektif b/d secret yang
Klien tampak rewel
tertahan
Klien ampak batuk berdahak
S : 39,3 oC
N: 115 x/i

P : 30x/m
3 Faktor Resiko :

-Kejang sebanyak 3 kali

- Kejang terjadi kurang dari 1 menit

- Kejang di sertai demam tinggi


Resiko perfusi elebral tidak
-TTV
efektif
S : 39.3 oC

N: 115 x/i

P : 30x/m

5). Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d secret yang tertahan

3. Resiko perfusi selebral tidak efektif


6). Intervensi

Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Hipertermi b/d Termoregulasi Regulasi temperature


proses penyakit Setelah dilakukan (I.15506)
tindakan Observasi
keperawatan 1. Monitor suhu tubuh
selama 1x8 jam anak, setiap 2 jam
maka di harapkan 2. Monitor warna dan
termoregulasi suhu kulit
membaik yang di
Terapeutik
tandai dengan:
1. Tingkatkan asupan
1. Kejang
cairan dan nutrisi yang
menurun
adekuat
2. Suhu tubuh
Kolaborasi
membaik
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
2. Bersihan jalan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak efektif nafas (L.01001) (I.011011)
b/d secret yang Setelah dilakukan Observasi :
tertahan tindakan 1. Identifikasi
( D.0001) keperawatan 1 x 8 kemampuan batuk
jam di harapkan 2. monitor adanya
bersihan jalan retensi sputum
nafas meningkat 3. Monitor tanda dan
dengan kriteria gejala infeksi saluran
hasil : nafas
1. Frekuensi nafas 4. Monitor input dan
meningkat output cairan ( mis.
2. Pola nafas Jumlah dan
meningkat karakteristik )
Terapeutik :
1. Atur posisi semi
fowler atau fowler
2. Pasang perlak atau
bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang secret pada
tempat sputum
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tehnik
nafas dalam melalui
hidung, selama 4 detik
kemudian ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan )
selama 8 detik
3. Anjurkan
mengulangi tarik nafas
dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika
perlu,
1.
3 Resiko perfusi Perfusi Jaringan Managemen kejang
selebral tidak Serebral Observasi
efektif (D.0017) Setelah dilakukan 1. Monitor terjadinya
tindakan kejang berulang
keperawatan 2. Monitor karakteristik
selama 1 x 8 jam kejang (mis,
di harapkan perfusi aktivitas motorik,
jaringan serebral dan progresi
meningkat dengan kejang)
kriteria hasil : 3. Monitor tanda-
1. Tingkat tanda vital
kesadaran Terapeutik
meningkat 1. Baringkan pasien
2. Gelisah agar tidak terjatuh
menurun 2. Dampingi selama
periode kejang
3. Catat durasi kejang
Reorientasikan selama
periode kejang.
4. Pasang akses IV,
jika perlu
5. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan kepada
keluarga
menghindari
memasukkan
apapun ke dalam
mulut pasien saat
periode kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antikonvulsan, jika
perlu.
7). Implementasi dan Evaluasi

Tabel 2.6 Implementasi dan Evaluasi

No. Diagnosa Impelementasi Evaluasi

1. Hipertermi b/d Regulasi temperature S: ibu klien


proses Observasi mengatakan suhu
penyakit 1. Monitor suhu tubuh tubuh anaknya
anak menurun
Hasil : Suhu tubuh O:
39,3 oC klien teraba hangat
2. Monitor warna dan klien tampak rewel
suhu kulit S: 39,1
Hasil : klien teraba A : masalah hipertermi
hangat belum teratasi
P: pertahankan
Terapeutik
intervensi
1. Tingkatkan asupan
1. Monotor suhu tubuh
cairan dan nutrisi
2. Monitor warna kulit
yang adekuat
3. Tingkatkan asupan
Terpasang infuse Rl
cairan
18 tetes/m
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
Hasil : PCT 160mg/6
jam/Iv
2. Bersihan Jalan Manajemen Jalan Nafas S : ibu klien
nafas tidak Observasi : mengatakan anaknya
efektif b/d 1. Identifikasi masih batuk berdahak
Sekresi yang kemampuan batuk O:
tertahan Hasil : Pasien klien tampak gelisah
mengatakan susah untuk karena batuk
batuk A : masalah Bersihan
2. monitor adanya jalan nafas tidak efektif
retensi sputum belum teratasi
Hasil : Sputum nampak P: pertahankan
berwarna putih berlendir intervensi
Teraupeutik : 1. Identifikasi
1. Atur posisi semi fowler kemampuan batuk
atau fowler. 2. Monitor adanya
Hasil : Pasien dalam sputum
posisi fowler 3. Atur posisi
2. Buang secret pada 4. Buang secret pada
tempat sputum. tempatnya
Hasil : Ibu pasien 5. Ajarkan tehnik batuk
membuang secret pada efektif
tempat sampah
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
Hasil : Menjelaskan ke
ibu pasien tentang batuk
efektif
2. Anjurkan tehnik nafas
dalam melalui hidung,
selama 4 detik kemudian
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan )
selama 8 detik
Hasil : Pasien mulai
melakukan tehnik relakssi
nafas dalam
3. Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga
3 kali
Hasil : Pasien mampu
melakukan tehnik nafas
dalam walaupun masih
banyak kesalahan
4. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang
ke-3
Hasil : Pasien mencoba
untuk batuk tapi tidak di
daptkan secret saat batuk

3 Resiko perfusi Managemen Kejang S : ibu klien


selebral tidak Observasi mengatakan anaknya
efektif 1. Monitor terjadinya sudah tidak kejang
kejang berulang dan sadar dengan baik
Hasil : Kejang juga tidak ada
terjadi selama 3 kelainan yang terjadi
kali O:
2. Monitor klien tampak tenang
karakteristik dan tidak kejang
kejang (mis, A : masalah Resiko
aktivitas motorik, perfusi selebral tidak
dan progresi efektif belum teratasi
kejang) P: pertahankan
Hasil : Kejang intervensi
bersifat umum, 1. Monitor terjadinya
kurang dari 1menit kejang berulang
3. Monitor tanda- 2. Monitor karakteristik
tanda vital kejang
N : 115x/i 3. Minitor TTV
P : 30x/i 4. Catat durasi kejang
S : 39,3 °C 5. Kolaborasi
pemberian analgetik
Terapeutik

1. Baringkan pasien
agar tidak terjatuh
Hasil : Pasien
dalam keadaan
tertidur
2. Dampingi selama
periode kejang
Hasil: Ibu pasien
selalu ada di
samping pasien
3. Catat durasi
kejang
Hasil : Kejang
terjadi kurang dari
1 menit
4. Pasang akses IV,
jika perlu
Hasil : Terpasang
infus RL 18 tetes
permenit
5. Berikan oksigen,
jika perlu
Hasil : Terpasang
O2 nasal canul 2
liter/i

Edukasi

1. Anjurkan kepada
keluarga
menghindari
memasukkan
apapun ke dalam
mulut pasien saat
periode kejang
Hasil : keluarga
pasien mengerti
apa yang perawat
sarankan

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
antikonvulsan, jika
perlu
Hasil: Diberikan
obat Diazepam
oral 5gr/6 jam
BAB III

PEMBAHASAN

Keperawatan kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan

hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian

atau jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi

dibidang keperawatan yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis

adalah perawat profesional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien

yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan

keperawatan optimal.

Pada bab sebelumnya, penulis telah membahas tentang Kejang

Demam yang di mana membahas tentang teori- teori yang termuat dalam

tinjauan kepustakaan yang didapatkan dari literatur-literatur dan langsung

berorientasi langsung dengan pasien. Pada bab ini penulis akan

menguraikan kesenjangan secara teoritis dengan kasus nyata yang

ditemukan pada pasien An “A” dengan gangguan system Neurologis dengan

kasus Kejang Demam di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Secara

garis besar ada beberapa persamaan antara tinjauan teori dengan kasus yang

didapatkan baik dari pengkajian maupun masalah-masalah yang muncul. Hal

ini disebabkan oleh adanya perbedaan respon dari masing-masing individu.

Berikut ini akan diuraikan pembahasan yang meliputi kesenjangan dari

persamaan antara asuhan keperawatan pada pasien Kejang Demam


secara teori dan asuhan keperawatan yang di berikan oleh An “A “

A. Pengkajian

1. Airway

Pengkajian Airway pada kasus Kejang Demam adalah tindakan

pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas

pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada

atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat

berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka

(Thygerson, 2019).

Dapat dilihat tanda-tanda obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan secret akibat ketidakmampuan batuk secara efektif

atau kelemahan refleks batuk tanda-tanda obstruksi jalan napas

dapat didengar suara bising yang akan membantu menentukan

derajat obstruksi yaitu gurgling (suara seperti berkumur): adanya

cairan di dalam mulut atau saluran pernapasan atas, Wheezing

(mengi) yaitu bunyi seperti akibat udara melewati jalan napas yang

menyempit/tersumbat sebagian. Ronchi (Rales) adalah suara

tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran nafas

yang berisi sekret/eksudat atau akibat saluran nafas yang

menyempit atau oleh edema saluran nafas.

Pada teori terdapat adanya sumbatan pada jalan nafas


ataupun tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas. Pada kasus

An.A saat pengkajian ditemukan adanya sumbatan pada jalan

nafas ataupun tanda- tanda sumbatan pada jalan nafas. Karena

seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan

nafas pasien terbuka (Thygerson, 2019).

Airway pada teori dan kasus pada An. “A” ditemukan adanya

gangguan jalan nafas karena adanya secret yang susah di

keluarkan, sehingga dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan

antara teori dan kasus yang didapatkan pada An.A yang

ditemukan di Rsup Wahidin Sudirohusodo Makassar. Ini

dikarenakan adanya penganan awal yang cepat pada kasus Tn.A

yaitu tindakan manajemen jalan nafas.

2. Breathing

Menurut Wilkinson & Skinner, 2017 dikutip oleh (Rini, 2018)

pengkajian breathing pada pasien antara lain: Look, listen dan feel

lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.

Tanda- tanda umum adanya distress pernapasan: Takipnue,

penggunaan otot bantu pernafasan, dispneu, pola pernapasan

yang tidak teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan,

ekspansi paru, pengembangan dada, retraksi dada dan Auskultasi

untuk adanya : suara abnormal pada dada.


Pada kasus teori Di sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta,

kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis

kejang demam sederhana, yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

b. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya

demam.

e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu

sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi

empat kali.

Pengkajian pada kegawatdaruratan Kejang Demam,

Breathing Look,listen dan feel dilakukan penilaian terhadap

ventilasi dan oksigen pasien. Sesak napas tidak terjadi pada

Kejang Demam karena frekuensi napas pasien dalam rentang

normal, tidak ditemukan adanya suara napas tambahan.

Pada kasus An.A saat pengkajian ditemukan tidak adanya

kesenjangan antara teori dan kasus. Pada kasus An.A tidak

megalami Sesak napas, frekuensi napas pasien dalam rentang

normal 30x/m, tidak ditemukan adanya suara napas tambahan,


dan kesulitan pernafasan pada An.A sehingga dapat

disimpulkan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus yang

didapatkan pada An.A yang di dapatkan di IGD Anak RSUP

Wahidin Sudirohuso Makassar.

3. Circulation

Pada pengkajian kegawatdaruratan pada pasien Kejang Demam

di dapatkan Kejang berulang sebanyak 3 kali, dengan intensitas

kejang kurang lebih 1 menit, dan menyebabkan resiko suplay O2 di

otak tidak sampai, dan didapatkan tanda-tanda Resiko perfusi

selebral tidak efektif.

Pada kasus An.A didapatkan data adanya Kejang berulang

sebanyak 3 kali, juga di sertai demam yang tinggi, pasien juga

tampak lemah dengan nadi 115x/m.

Circulation pada teori didapatkan Resiko Perfusi Selebral tidak

efektif diagnosa ini terdapat pada teori dan pada pasien An “A” di

dapatkan juga gangguan pada circulation seperti kejang berulang

yang bisa saja menyebabkan sirkulasi O2 ke otak tidak bisa di

alirkan secera baik pertolongan pertama yang diberikan yaitu

pencegahan kejang berulang dan pemasangan cairan infuse RL 18

Tpm, sehingga dapat disimpulkan adanya kesinambungan antara

teori dan kasus yang didapatkan pada.


4. Disability

Pada pengkajian Disability dilakukan pengkajian neurologis,

untuk mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status

umum neurologis dengan mengecek kesadaran, dan reaksi pupil,

(Tutu,2015)

Dilakukan pengkajian dengan cepat pada tingkat kesadaran

pasien dengan menggunakan AVPU yaitu :

A- (Alert), yaitu merespon suara degan tepat,misalnya mematuhhi

perintah yang diberikan.

V – (Vocalises) yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya

mematuhi perintah yang diberikan

P – ( Responds to pain only) yaitu harus dinilai semua keempat

tungkai jika ekstermitas atas dan bawah yang digunakan untuk

mengkaji untuk merespon)

U – (Unresponsive to pain) yaitu jika pasien merespon baik,

stimulus nyeri ataupun stimulus verbal

Pada kasus An.A dengan Kejang Demam didapatkan tingkat

kesadaran pasien : Composmentis dengan GCS : 15 (E4, V5, M6)

dan tidak terdapatkan penurunan tingkat kesadaran pada kasus

An.A. Hal ini menunjukkan ada kesenjagan antara teori dan kasus.
5. Exposure

Secara khusus harus di pusatkan pada bagian tubuh yang

paling berkonstribusi pada status penyakit pasien, pada kasus

Kejang Demam iyalah Hipotermia dan Hipertermia .

(HIPGABI.Sulsel, 2015).

Pada kasus An.A degan Kejang demam didapatkan Hipertermi


o
dengan suhu tubuh 39.3 C. Hal ini menunjukan adanya

kesinambungan antara teori dan kasus yang didapatkan di IGD

Anak Rsup Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Diagnosa

Diagnosis Keperawatan yaitu pernyataan yang pasti, singkat

dan jelas tentang masalah pasien serta pengembangan yang di

dapatkan dipecahkan atau dirubah melalui tindakan keperawatan

meggambarkan respon actual atau potensial pasien terhadap

masalah kesehatan, respon actual dan potensial pasien di dapatkan

dari data dasar pengkajian dan perencanaan medis klien di

kumpulkan semua selama pengkajian. Diagnosis keperawatan

memberikan dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang

di inginkan.

Diagnosis keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh

perawat professional yang menggambarkan tanda dan gejala yang

menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana


perawat berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu

menolong klien (Bararah&Jauhar, 2018).

Adapun tinjauan teori tentang Kejang demam, diagnosis yang

muncul pada teori kasus Ialah :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (

Terganggunya sistem termoregulasi )

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan

3. Resiko perfusi selebral tidak efektif

4. Resiko cidera

5. Resiko jatuh

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus

An.A ialah :

1. Hipetermia berhubungan dengan proses penyakit

2. Bersihan jalan nefas tidak efektif berhubungan dengan

sekresi yang tertahan

3. Resiko perfusi selebral tidak efektif

Dari data disimpulkan terdapat 3 kesenjangan diagnosa keperawatan

dan kasus pada An.A ialah :

1. Hipertermia

Diagnosis ini terdapat pada teori dan juga ditemukan pada

kasus An.A. pada teori didapatkan reaksi inflamasi atau bakteri

dapat menyebabkan pasien mengalami demam yang tinggi


yang dapat menyebabkan pasien tersebut mengalami

hipertermia, dan berkesinambungan dengan pasien karena

pasien datang dengan keluhan demam yang tinggi yaitu 39,3

c, dan dilakukan pertolongan pertama yaitu pemasangan infus

RL 18 tetes/m dan Regulasi Temperature.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Diagnosis ini terdapat pada teori dan kasus, tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kasus karena penulis mengangkat

diagnosa bersihan jalan nafas sesuai dengan data subjek dan

objektif pada pasien, data tersebut juga ada pada teori dengan

diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif yang di tandai

dengan adanya sekresi yang tertahan pada pasien dan pada

teori.

3. Resiko perfusi selebral tidak efektif

Diagnosa ini tedapat pada kasus, dan tidak terdapat

adanya kesenjangan antara kasus dan teori, pada teori di

dpatkan pasien yang mengalami kejang demam bisa

menyebabkan penurunan suplai darah ke otak yang di

sebabkan oleh kejang yang terjadi secara berulang, dan pada

kasus An. A di dapatkan kejang berulang sebanyak 3 kali

dengan kejang bersifat umum dengan waktu kurang lebih 1

menit, sesuai dengan data subjektif dan objektif antara teori


dan kasus maka di dapat ada kesenjangan anatara teori dan

kasus.

C. Intervensi Keperawatan

Pada rencana keperawatan atau intevensi keperawatan di kasus ini

merujuk pada intervensi yang sesuai degan konsep SIKI (Standar

Intevensi Keperawatan Indonesia), serta pembuatan tujuan dan

kriteria hasil yang betuju pada konsep SLKI ( Standar Luaran

Keperawatan Indonesia )

Pada perencanaan kasus Kejang Demam pada An.A ialah

sebagai berikut :

1. Hipertermia

a. Monitor suhu tubuh anak, setiap 2 jam

b. Monitor warna dan suhu kulit

c. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat

d. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

Ditemukan adanya kesinambungan pada perencanaan

diagnosa ini dan tidak dapat dibandingkan dengan

konsep teori karena semua data-data yang didapatkan

pada saat pengkajian sama dengan data pada teori

2. Bersihan Jalan nafas tidak efektif

a. Identifikasi kemampuan batuk

b. Monitor adanya retensi sputum


c. Atur posisi semi fowler atau fowler

d. Bauang secret pada tempatnya

e. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

f. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4

detik, lalu tahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari

mulut dengan bibir selama 8 detik

g. Anjurkan mengulangi tehnik nafas dalam sebanyak 3

kali

Ditemukan adanya kesinambungan antara perencanaan

diagnosa ini dan tidak dapat dibandingkan dengan

konsep teori karena data-data semua yang didapat

pada saat pengkajian sama dengan teori.

3 .Resiko Perfusi Selebral Tidak Efektif

a. Monitor terjadinya kejang berulang

b. Monitor karakteristik kejang ( mis, aktivitas, motorik,

progres kejang )

c. Monitor tanda-tanda vital

d. Baringkan pasien agar tidak terjatuh

e. Dampingi selama periode kejang

f. Catat durasi kejang

g. Pasang akses IV

h. Berikan oksigen, jika perlu


i. Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu

Ditemukan adanya kesinambungan antara

perencanaan diagnosa ini dan tidak dapat

dibandingkan dengan konsep teori karena data-data

semua yang didapat pada saat pengkajian sama

dengan teori.

D. Impementasi Keperawatan

Implemetasi adalah komponen dari proses keperawatan,yaitu

kategori dalam perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di inginkan dari

asuhan keperawatan yang telah di lakukan dan di selesaikan.

Dalam melakukan tindakan keperawatan 1 x 6 jam dari diagnosa

yang dirumuskan penulis pada tahap perencanaan, semua

intervensi ini bisa dilakukan pada kasus, Adapun tindakan yang

dilaksanakan oleh penulis selama pelaksanaan ialah :

1. Hipertermia B/d Proses penyakit

a. Monitor suhu tubuh anak

Hasil : Suhu tubuh 39 oC

b. Monitor warna dan suhu kulit

Hasil : Kulit klien teraba Hangat

c. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat

Hasil : Terpasang infus RL 18 tetes/m


d. Kolaborasi pemberian antireptik, jika perlu

Hasil : Pemberian Obat PCT 160 mg/6 jam/IV untuk

menurunkan demam

2. Bersihan Jalan nafas tidak efektif

d. Identifikasi kemampuan batuk

Hasil : Pasien mengatakan susah untuk batuk

e. monitor adanya retensi sputum

Hasil : Sputum nampak berwarna putih berlendir

b. Atur posisi semi fowler atau fowler.

Hasil : Pasien dalam posisi fowler

c. Buang secret pada tempat sputum.

Hasil : Ibu pasien membuang secret pada tempat sampah

i. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

Hasil : Menjelaskan ke ibu pasien tentang batuk efektif

j. Anjurkan tehnik nafas dalam melalui hidung, selama 4


detik kemudian ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan ) selama 8
detik

Hasil : Pasien mulai melakukan tehnik relakssi nafas dalam


3. Resiko Perfusi Selebral Tidak efektif
a. Monitor terjadinya kejang berulang

Hasil : Kejang terjadi selama 3 kali

b. Monitor karakteristik kejang

Hasil : Kejang bersifat umum

c. Monitor tanda-tanda vital

Hasil : N : 115X/m, P : 30x/i, S : 39,3 c

d. Baringkan pasien agar tidak terjatuh

Hasil : Pasien dalam keadaan tertidur

e. Catat durasi kejang

Hasil : Kejang terjadi kurang dari 1 menit

f. Pasang askes IV

Hasil : Terpasang infuse RL 18 tetes/i

g. Berikan oksigen, jika perlu

Hasil : Terpasang O2 nasal canul 2 liter/i

h. Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu

Hasil : Diberikan obat Diazepam oral 5mg/6 jam untuk

meredakan kejang

E. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah akhir dalam proses keperawatan

danmerupakan dasarpertimbangan yang sistematis untuk menilai

keberhasilan tindakan keperawatan dan sekaligus merupakan alat


untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan

modifikasi / revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan

setiap akhir tindakan pemberian asuhan yang disebut sebagai

evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan untuk menilai

keadaan kesehatan pasien selama dan pada akhir perawatan.

Evaluasi di catatan perkembangan pasien dilakukan secara cepat,

terus menerus dan dalam waktu yang lama untu mencapai

keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus mnerus

menilaiperubahan kriteria hasil untuk mengetahui perubahan status

pasin.

Setelah melakukan evaluasi selama 8 jam 3 diagnosa

keperawatan yang ditemukan paa An. A belum tratasi, berikut

penjelasannya :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan evaluasi terhadap

tindakan Regulasi temperature belum teratasi. Karena evaluasi

pada An. A masih menunjukan adanya demam dengan suhu

39,1 oC

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan

Diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan evaluasi terhadap

tindakan managemen jalan nafas belum teratasi, karena


evaluasi pada An. A masih ada di dapatkan produksi

secret/sputum.

3. Resiko perfusi Selebral tidak efektif

Diagmosa keperawatan ini setelah dilakukan evaluasi terhadap

tindakan Managemen Kejang belum teratasi karena evaluasi

pada An.A masih ada didapatkan kejang berulang.


BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis membahas tentang “ Asuhan Keperawatan pada

pasien An.A dengan Diagnosa Kejang Demam di ruang an IGD Anak RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Maka pada bab ini penulis mencoba

menarik kesimpulan dan mengajukan saran-saran.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah ditemukan penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah melakukan pengkajian keperawatan didapatkan data

sebagai berikut : Data Subjectiv yaitu Ibu pasien mengeluh

anaknya kejang, Ibu pasien mengatakan anaknya demam, Ibu

pasien mengatkan anaknya batuk. Data Objectiv yaitu pasien

nampak kejang, pasien teraba panas, suhu tubuh pasien 39 c,

pasien nampak batuk dengan tanda-tanda vital N : 115x/i, P :

30x/i , S : 39,3 c

2. Diagnos keperawatan yang muncul pada An. A dengan Kejang

Demam yaitu : Hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


dengan sekresi yang tertahan, dan Resiko perfusi selebral tidak

efektif.

3. Perencanaan keperawatan yang diangkat pada kasus An. A

dengan Kejang Demam yaitu : perencanan diagnosa Hipertermi

yaitu dengan Regulasi temperature dengan melakukan monitor

suhu tubuh, monitor suhu kulit, tingkatkan asupan cairan dan

nutrisi, serta kolaborasi pemberian antipiretik, perencananpada

diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu manajemen jlan

nafas dengan melakukan monitor sputum, berikan posisi

nyaman, dan mengajarkan cara batuk efektif, dan pada

perencanaan dengan diagnosa Resiko perfusi selebral tidak

efektif yaitu Managemen Kejang yaitu melakukan monitor

terjadinya kejang berulang, monitor karakteristik kejang, catat

durasi kejang, dan kolaborasi pemberian antikonvulan.

4. Implementasi keperawatan dilakukan selama 6 jam di mulai dari

pertama masuk rumah sakit, implemantasi dapat dilakukan

dengan baik dimana hal ini didukung oleh kondisi pasien, peran

serta keluarga pasien selama melakukan implementasi

keperawatan.

5. Evaluasi selama kurang lebih 6 jam implementasi yang

dilakukan dan diberikan kepada pasien, maka masalah


keperawatan belum teratasi meliputi Hipertermia, Brsihan jalan

nafas tidak efektif dan Resiko perfusi selebral tidak efektif.

B. Saran

Dalam Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka

penulis mengemukakan saran yang mungkin bermnfaat untuk

penanganan khususnya terhadap pasien dengan ganguan Neurologis

Kejang Demam sebagai barikut :

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas

perawatan dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi

perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai

dengan perkembangan untuk mengatasi masalah.

2. Bagi Rumah Sakit

Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien secara

komperhensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia

sebagai satu kesatuan yang utuh yang meliputi bio-psiko-

sosial-kultural-spiritual.

3. Bagi Klien/Keluarga klien

Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang dijalaninya

agar tidak mengalami hal yang tidak diinginkan. Dan tetap

mencari informasi yang mendukung kesembuhannya.


4. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya

tentang asuhan keperawatan, belajar lebih giat lagi khususnya

dalam pembuatan asuhan keperawatan, karena hal tersebut

tidak akan lepas dari dunia keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa SDKI-SLKI. Jakarta: Media Action.
Nanda. 2001. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.
Philadelphia.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenisi dan indicator
Diagnostik, Cetakan 1.Jakarta: DPP PPNI
PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI
PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI
Price & Wilson. 2010. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Sumijati. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada
Anak. Surabaya: PERKANI.
Wahidiyat.2005. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.

Anda mungkin juga menyukai