Anda di halaman 1dari 122

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA

Ny.U DENGAN DIAGNOSA MEDIS COMMUNITY AQUIRED PNEUMONIA


( CAP ) DI RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT NON BEDAH
RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun oleh :

Taufik Kurrahman, S.Kep

18.04.035

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI NERS
2019
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
Ny.U DENGAN DIAGNOSA MEDIS COMMUNITY AQUIRED PNEUMONIA
( CAP ) DI RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT NON BEDAH
RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Dianjukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

Pada STIKES Panakkukang Makassar Program Studi Ners

Disusun oleh :

Taufik Kurrahman, S.Kep

18.04.035

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI NERS
2019
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR
( ORSINILITAS )

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : Taufik Kurrahman, S.Kep
NIM : 18.04.035
Program Studi : Profesi Ners

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ini adalah hasil
karya tulis saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar ners disuatu perguruan tinggi, serta tidak
terdapat karya atau pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan karya ilmia akhir ini merupakan hasil karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus
bersedia menerima sanksi berupa gelar kesarjanaan yang telah diperoleh
dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa
ada paksaan sama sekali.

Makassar, 2019
Yang Membuat Pernyataan

Taufik Kurrahman, S.Kep


NIM.18.04.035

iii
PERSEMBAHAN

Karya tulis ini kupersembah kan kepada:

Allah SWT yang selalu memberi petunjuk, kemudahan dan kelancaran sehingga

laporan Karya Tulis Ilmiah (KIA) ini dapat terselesaikan.

Kedua orang tua saya ayahanda Sofiyan ibunda Masita

Terima Kasih atas limpahan cinta dan kasih sayang serta

dorongan dan motivasi yang selalu diberikan

kepada anak mu ini,dan untuk adik- adik saya

April Yanto dan Iin Arfani putri terimakasih

untuk support dan doa nya

tanpa kalian semua saya tidak akan bisa seperti ini…………….


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan segala rahmat dan hidaya-nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusun karya ilmiah akhir yang berjudul: “Manajemen

asuhan keperawatan gawat darurat pada Ny ”U” dengan diagnosa medis

Community Aquired Pneumonia (CAP) di ruangan IGD Non Bedah RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Dalam melakukan penyusun karya ilmiah akhir ini, penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai

pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun

tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan

kesungguhan hati penulis menghanturkan banyak-banyak terima kasih

yang sebesar-besar dan setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes. Selaku Ketua Yayasan

Perawat Sulawesi Selatan;

2. Ibu St. Syamsiah, SKp., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Stikes Panakukkang Makassar;

3. Bapak Kens Napolion, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J Selaku Ketua

Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Panakukkang Makassar;

4. Ibu Hj. Andi Annas, SKM., M.Si selaku pembimbing yang

memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ilmiah


akhir ini serta yang telah memberikan arahan, kritikan serta

penilaian demi kesempurnaan dan kesiapan penyusunan karya

ilmia akhir ini;

5. Rumah sakit RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

khususnya kepada kepala ruangan IGD Non Bedah yang telah

membantu memberikan informasi data yang dibutuhkan.

6. Orang tua saya tercinta Sofiyan dan Masita, serta adik-adikku

tersayang yang memberikan banyak dukungan baik moril maupun

materil

7. Keluarga besar Program Studi Ners baik dari tim dosen maupun

dari rekan-rekan mahasiswa Ners angkatan VIII Stikes

Panakukkang Makassar

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

masukan baik berupa saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca akan sangat membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Makassar, <<<< 2019

Taufik Kurrahman, S.Kep


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Tujuan Umum ...................................................................... 4

C. Tujuan Khusus..................................................................... 5

D. Manfaat ............................................................................... 6

E. Sistematika Penulisan ......................................................... 7

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori...................................................................... 8

B. Tinjauan Kasus Kelolaan .................................................... 55

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian ........................................................................... 91

B. Diagnosa Keperawatan ....................................................... 94


C. Rencana Keperawatan ........................................................ 98

D. Implementasi Keperawatan ................................................. 100

E. Evaluasi Keperawatan ......................................................... 103

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 105

B. Saran .................................................................................. 107

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................. x


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor prediksi CURB-65 ..............................................................


Tabel 2.2 Skor tes mental atau Abbreviated mental test (AMT) ......................
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Konsep Teori .......................................
Tabel 2.4 Reaksi Pupil ..............................................................................
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ...........................................
Tabel 2.6 Pemeriksaan kimia darah...........................................................
Tabel 2.7 Daftar pengobatan pasien .........................................................
Tabel 2.8 Klasifikasi Data ..........................................................................
Tabel 2.9 Analisa Data...............................................................................
Tabel 2.10 Prioritas Masalah dan Perumusan Masalah.............................
Tabel 2.11 Perencanaan Keperawatan......................................................
Tabel 2.12 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan....................... ..........
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan

kegawatdaruratan adalah Rumah Sakit dengan Instalasi Gawat

Darurat (IGD). IGD merupakan gerbang utama jalan masuknya

penderita gawat darurat. IGD adalah suatu instalasi bagian rumah

sakit yang melakukan tindakan berdasarkan triage terhadap pasien

(Musliha, 2013).

Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai

parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi

jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia

berdasarkan tempat didapatkannya dibagi dalam dua kelompok utama

yakni, pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia, CAP)

yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial (hospital

aqquired pneumonia, HAP). (Dahlan Z. 2013). Seseorang yang

beresiko tinggi mengidap pneumonia adalah mereka yang masih

sangat muda, usia lebih dari 65 tahun, dan yang memiliki kekebalan

tubuh menurun seperti penderita AIDS, pecandu alkohol, dan lain-lain.

Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang berakibat buruk

terhadap paru-paru yang disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur.

Infeksi ini umumnya tersebar dari seseorang yang terpapar di

1
lingkungan tempat tinggal atau melakukan kontak langsung dengan

orang-orang yang terinfeksi, biasanya melalui tangan atau menghirup

tetesan air di udara (droplet) akibat batuk atau bersin (Jones et al.,

2016). Pneumonia adalah penyakit infeksi penyebab utama kematian

anak-anak di bawah lima tahun yaitu sekitar 935,000 anak setiap tahun

atau lebih dari 2,500 per hari (WHO, 2015). Perkiraan World Health

Organization kasus baru pneumonia anak-anak di bawah lima tahun

yaitu 156 juta kasus setiap tahun dengan 20 juta kasus cukup parah,

dimana 61 juta kasus baru pneumonia balita diantaranya terjadi di Asia

Tenggara (Rudan 2008; Ferdous, 2014). Afrika dan Asia Tenggara

merupakan negara dengan kejadian dan keparahan kasus pneumonia

pada anak-anak tertinggi yang masing-masing menyumbang 30% dan

39% dari beban global kasus pneumonia (Zar et al., 2013). Periode

prevalence pneumonia balita berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007

sebesar 2.13% mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 1.8%

(Kemenkes RI, 2007; 2013). Penderita pneumonia balita di Indonesia

tahun 2016 mencapai 503,738 kasus (57.84%) dan menyebabkan

kematian karena pneumonia sebanyak 10 balita (Kemenkes RI, 2017).

Di Indonesia pneumonia merupakan urutan kedua penyebab

kematian pada bayi setelah diare. Data Kemenkes RI tahun 2016

tercatat bahwa kasus pneumonia pada balita, mencapai 503,738

orang (Kemenkes RI, 2017). Sedangkan pada tahun 2017, jumlah

kasus pneumonia pada balita mengalami penurunan dengan jumlah

kasus 447.431 orang. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi

2
penyumbang kasus terbanyak yaitu 126.936 orang, yang diikuti oleh

provinsi Jawa Timur dengan jumlah kasus 65.139 orang dan provinsi

Jawa Tengah dengan jumlah kasus 52.033 orang (Kemenkes RI,

2018).

Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia

(CAP) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai

dan mempunyai dampak yang signifikan di seluruh dunia, terutama

pada populasi usia lanjut.1,2 Insiden pneumonia komunitas dilaporkan

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.3-5 Pada pasien usia

≥65 tahun yang dirawat di rumah sakit, pneumonia merupakan

diagnosis terbanyak ketiga. Angka ini menjadi semakin penting

mengingat bahwa diperkirakan sebanyak 20% dari penduduk dunia

akan berusia lebih dari 65 tahun di tahun 2050. (Donowitz GR, Heather

L. 2007 dalam Elza Febria Sari, C. Martin Rumende, Kuntjoro

Harimurti. 2016)

Pneumonia umumnya dapat menyebabkan komplikasi, terutama

bagi individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau penyakit

kronis seperti diabetes. Komplikasi pneumonia bisa meliputi kegagalan

organ karena bakteremia, abses paru-paru, gangguan pernapasan,

efusi pleura atau penumpukan cairan di jaringan yang melapisi paru-

paru, hingga kematian.

Sebab dalam beberapa kasus, pneumonia bisa berdampak fatal.

Di Amerika Serikat, pneumonia membunuh 60.000 jiwa dari dua hingga

tiga juta orang yang mengidap penyakit tersebut. Penanganan

3
kegawatdaruratan pada pasien community acquired pneumonia yaitu,

klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45o. serta

pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di

alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Dapat juga dilakukan

dengan pemberian cairan intravena untuk IVline dan pemenuhan

hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh

secara umum. Maka dari itu diperlukan proses keperawatan pada

pasien pneumonia dengan tepat agar tidak terjadi komplikasi,

mendukung proses penyembuhan, menjaga atau mengembalikan

fungsi respirasi, dan memberikan insformasi tentang proses

penyakit/prognosis dan treatment.

Berdasarkan latar belakang dan pengalaman praktik yang

ditemukan di rumah sakit, maka dari itulah penulis tertarik untuk

mengambil kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Pada Ny. U dengan diagnos medis Community Acquired Pneumonia

Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Non Bedah RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar “ Sebagai Karya Ilmiah Akhir.

B. TUJUAN UMUM

Memberikan gambaran tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan kegawatdaruratan pada Ny. “U” dengan diagnosa medis

Community Acquired Pneumonia di ruang Instalasi gawat darurat non

bedah di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4
C. TUJUAN KHUSUS

1. Memberikan gambaran dalam pengkajian keperawatan pada Ny. “U”

dengan diagnosa medis Community Acquired Pneumonia di ruang

Instalasi gawat darurat non bedah di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

2. Memberikan gambaran dalam menetapkan diagnosa keperawatan

pada Ny. “U” dengan diagnosa medis Community Acquired

Pneumonia di ruang Instalasi gawat darurat non bedah di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

3. Memberikan gambaran dalam perencanaan (intervensi)

keperawatan pada Ny. “U” dengan diagnosa medis Community

Acquired Pneumonia di ruang Instalasi gawat darurat non bedah di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4. Memberikan gambaran implementasi keperawatan dalam asuhan

keperawaan pada Ny. “U” dengan diagnosa medis Community

Acquired Pneumonia di ruang Instalasi gawat darurat non bedah di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5. Memberikan gambaran dalam mengevaluasi asuhan keperawatan

pada Ny. “U” dengan diagnosa medis Community Acquired

Pneumonia di ruang Instalasi gawat darurat non bedah di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5
D. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Akademik

a. Sebagai bahan bacaan karya ilmiah dan informasi bagi rekan-

rekan dan praktisi keperawatan, dan sebagai kerangka untuk

mengembangkan kualitas ilmu keperawatan serta menjadi bahan

atau data bagi mereka yang ingin megadakan peneitian lebih

lanjut.

b. Sebagai bahan perbandingan bagi rekan-rekan untuk

penyusunan studi kasus bagi generasi yang akan datang.

2. Pelayanan Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan, khususnya bagi klien gangangguan system respirasi

dengan kasus Community Acquired Pneumonia.

3. Bagi Klien

a. Meningkatkan Pengetahuan klien dan keluarganya tentang cara

perawatan pada gangguan system respirasi dengan kasus

Community Acquired Pneumonia.

b. Memberi jasa pelayanan pada klien dengan gangguan system

respirasi pada kasus Community Acquired Pneumonia.

6
E. SISTEMATIKA PENULISAN

1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kasus

a. Tempat

Tempat pelaksanaan kasus di ruang di ruang Instalasi gawat

darurat (IGD) non bedah di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

b. Waktu

Waktu pelaksanaan kasus tanggal 11 Oktober 2019.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data untuk manajemen asuhan

keperawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat Non Bedah dengan

melakukan pengkajian dengan wawancara pada klien dan keluarga

klien secara langsung. Pengkajian yang dilakukan dengan 2 cara

yaitu pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pengkajian primer

dilakukan dengan menggunakan metode A (Airway), B (Breathing),

C (Circulation), D (Disability) dan E (Exposure). Sedangkan

pengkajian sekunder menggunakan metode Head To Toe, Serta

untuk data penunjang, pengumpulan data diambil dari buku status

pasien / buku rekam medik klien.

7
BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Medis

a. Pengertian

Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan pada paru

yang timbul karena invasi dari beberapa patogen dan salah satu

penyebab yang paling banyak yaitu bakteri sehingga bisa

menyebabkan gangguan fungsi organ pernapasan seperti

kesulitan untuk bernapas karena kekurangan oksigen (World

Health Organization, 2014).

Pada perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya

infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-

masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP), apabila

infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau

pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila

infeksinya didapat di rumah sakit. sedangkan pneumonia

nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih

setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum

ataupun di ICU tetapi tidak sedang menggunakan ventilator.

Pneumonia berhubungan dengan penggunaan

ventilator(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah

pneumonia yang terjadi setelah 48- 72 jam atau lebih setelah

8
intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat perawatan

kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah pasien

yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari

atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal

dirumah perawatan (nursing home atau longterm care facility),

mendapatkan antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan

luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik

rumah sakit atau klinik hemodialisa.

Pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia)

adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit.

Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab

kematian utama dan menimbulkan angka kesakitan yang cukup

serius pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan

infeksi, terutama pada pasien lanjut usia dan dengan

komorbiditas tertentu di berbagai belahan dunia, termasuk di

Indonesia. Munculnya resistensi antibiotik, seperti Drug-resistant

Streptococcus pneumonia (DRSP) dan Community Acquired-

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (CA-MRSA), yang

dapat menyebabkan kegagalan terapi, berakibat pada lama

rawat inap yang lebih lama dan biaya perawatan yang lebih

tinggi. (Ho P-L, Cheng VC-C, Chu C-M, 2009)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

community-acquired pneumonia/CAP adalah salah satu penyakit

infeksi saluran pernafasan bawah yang mengenai parenkim paru

9
dengan gejala batuk yang disertai dengan sesak napas dan

merupakan infeksi yang terjadi diluar rumah sakit.

b. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi

• Anatomi Sistem Respirasi

Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi,

faring, laring, trakea, karina, bronchus principalis, bronchus

lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,

bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus

dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus

superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus

yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat

fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus

media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media

dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique

yang membagi lobus superior dan lobus inferior.

Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis

(luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut

terdapat rongga pleura (cavum pleura).

1. Hidung

Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali

naris anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat

fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit

dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel

respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan

10
mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis

superior, medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa

hidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh

darah.

2. Alat penghidu

Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris

tanpa sel goblet, dengan lamina basal yang tidak jelas.

Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal

dan sel olfaktoris.

3. Sinus paranasal

Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat

dalam tulang tengkorak yang berhubungan dengan rongga

hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan

sphenoidalis.

4. Faring

Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas

dan makanan menyatu dan menyilang. Pada saat makan

makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas

udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring,

orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama

dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan

laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring

tidak memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal,

mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu

11
dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring

dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa

murni.

5. Laring

Organ berongga dengan panjang 42 mm dan

diameter 40 mm. Terletak antara faring dan trakea. Dinding

dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus

ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus

intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid

berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel

bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak

ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan

menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan

mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara

(lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis.

Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita

suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot

rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior.

Inervasi: N Laringealis superior.

6. Trakea

Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah

diantaranya dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur

trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia,

jaringan limfoid dan kelenjar.

12
7. Bronchus

Cabang utama trakea disebut bronki primer atau

bronki utama. Bronki primer bronki subsegmental. Struktur◊

bronki segmental ◊bercabang menjadi bronki lobar bronkus

primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng

tulang rawan tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang,

dan pada bronkus subsegmental hilang sama sekali. Otot

polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun

atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia

dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina

propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.

8. Bronchiolus

Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung

lempeng tulang rawan, tidak mengandung kelenjar

submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat

longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia

(sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet.

9. Bronchiolus respiratorius

Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian

respirasi paru. Lapisan : epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa

silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).

10. Duktus alveolaris

Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli.

Tempat alveoli bermuara.

13
11. Alveolus

Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli

terminalis. Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.

Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa

antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus. [9]

Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel

alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe

I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel

alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 %

alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar,

bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,

permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar

menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya

untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi.

Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial.

Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit

limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel

fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada

perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran.

Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.

12. Pleura

Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini

mengandung serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat

14
pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding

toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak

kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus

dan intercosta.

• Fisiologi Sistem Respirasi

1) Sistem Respirasi

a. Fisiologi ventilasi paru

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan

alveoli paru. Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru

disebabkan oleh:

1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang

sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada.

Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang

merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk

mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai

nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,

pengembangan rangka dada akan menarik paru ke

arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan

menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar

-7,5 cm H2O).

2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam

alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada

udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru,

maka tekanan pada semua jalan nafas sampai

15
alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer

(tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0

cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus

sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit

ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara

ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,

terjadi tekanan yang berlawanan.

3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan

alveoli dan tekanan pada permukaan luar paru, dan

ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang

cenderung mengempiskan paru pada setiap

pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting paru.

b. Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan

Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi

pengaturan pernafasan.

1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan

volunter. Pusat volunter terletak di cortex cerebri dan impuls

dikirimkan ke neuron motorik otot pernafasan melalui jaras

kortikospinal.

2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis.

Pusat pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla

oblongata, dan keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami

alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan ventral

jaras kortikospinal.

16
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi,

berkumpul pada neuron motorik N.Phrenicus pada kornu

ventral C3-C5 serta neuron motorik intercostales externa

pada kornu ventral sepanjang segmen toracal medulla. Serat

saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama

pada neuron motorik intercostales interna sepanjang

segmen toracal medulla.

Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat

apabila neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan

sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut berperan pada

persarafan timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas

pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls

melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan

menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil pada

inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil

aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu

singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca

inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil

elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang

halus (smooth).

c. Pengaturan aktivitas pernafasan

Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah

arteri maupun penurunan PO2 akan memperbesar derajat

aktivitas neuron pernafasan di medulla oblongata,

17
sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan

mengakibatkan efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan

kimia darah terhadap pernafasan berlangsung melalui

kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan aortikum

serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi

lain yang peka terhadap perubahan kim dasar pengendalian

pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan

pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan

pada keadaan tertentu.

d. Pengendalian kimiawi pernafasan

Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan

ventilasi sedemikian rupa sehingga PCO2 alveoli pada

keadaan normal dipertahankan tetap. Dampak kelebihan H+

di dalam darah akan dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan

apabila terjadi penurunan mencapai tingkat yang

membayakan. Volume pernafasan semenit berbanding lurus

dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara

metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor

di glomus karotikum dan aortikum terangsang oleh

peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah arteri atau

oleh penurunan PO2. Setelah denervasi kemoreseptor

karotikum, respons terhadap penurunan PO2 akan hilang,

efek utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum

adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan.

18
Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri

pada pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun perubahan yang

lebih besar masih dapat menimbulkan efek. Sebaliknya,

respons terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya

sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih dari 30-

35%.

• Kemoreseptor dalam batang otak

Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya

hiperventilasi pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah

glomus karotikum dan aortikum didenervasi terletak di

medulla oblongata dan disebut kemoreseptor medulla

oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik

dorsal maupun ventral, dan terletak pada permukaan ventral

medulla oblongata. Reseptor kimia tersebut memantau

konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga cairan interstisiel otak.

CO2 dengan mudah dapat menembus membran, termasuk

sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3 - lebih lambat

menembusnya. CO2 yang memasuki otak dan LCS segera

dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi, sehingga konsentrasi H+

lokal meningkat. Konsentrasi H+ pada cairan interstitiel otak

setara dengan PCO2 darah arteri.

19
• Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen

Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan

meningkatkan volume pernafasan semenit. Selama PO2

masih diatas 60 mmHg, perangsangan pada pernafasan

hanya ringan saja,dan perangsangan ventilasi yang kuat

hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun setiap

penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan

peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum dan

aortikum. Pada individu normal, peningkatan pelepasan

impuls tersebut tidak menimbulkan kenaikan ventilasi

sebelum PO2 turun lebih rendah dari 60 mmHg karena Hb

adalah asam yang lebih lemah bila dibandingkan dengan

HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang dan hemoglobin

kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit penurunan

konsentrasi H+ dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi

H+ cenderung menghambat pernafasan. Di samping itu,

setiap peningkatan ventilasi yang terjadi, akan menurunkan

PCO2 alveoli, dan hal inipun cenderung menghambat

pernafasan. Dengan demikian, manifestasi efek

perangsangan hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata

sebelum rangsang hipoksia cukup kuat untuk melawan efek

inhibisi yang disebabkan penurunan konsentrasi H+ dan

PCO2 darah arteri.

20
• Pengaruh H+ pada respons CO2

Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada

pernafasan tampaknya bersifat aditif dan saling berkaitan

dengan kompleks, serta berceda halnya dari CO2 dan O2.

Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2 dihilangkan

apabila peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh

CO2 dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh

pengaruh CO2 pada konsentrasi H+ cairan spinal atau

cairan interstitial otak.

e. Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas

paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen

menuju jaringan tertentu bergantung pada: jumlah oksigen

yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam

paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan

kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Aliran darah

bergantung pada derajat konstriksi jalinan vaskular di dalam

jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di dalam darah

ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah

hemoglobin dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap

oksigen. (Patwa, A. and Shah, A. 2015).

21
c. Etiologi

1) Bakteri

Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-

positif atau gram-negatif seperti : Steptococcus pneumonia

(pneumokokus), Streptococcus piogenes, Legionella,

Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae dan

hemophilus influenzae.

2) Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui

transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal

sebagai penyebab utama pneumonia virus. Influenzae virus,

Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,

chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus

herves simpleks, Virus sinial pernapasan dan hantavirus.

3) Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis

menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung

spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah

serta kompos.

4) Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia

(CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami

immunosupresi (Susanne, et all. 2014).

22
d. Manifestasi Klinik

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi

saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan

demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40

derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak

kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada

sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut,

kurang nafsu makan, sakit kepala, ingus (nasal discharge), suara

napas lemah, retraksi intercosta, penggunaan otot bantu nafas,

ronchii, cyanosis, leukositosis, photo thorax menunjukkan

infiltrasi melebar, Kekakuan dan nyeri otot, menggigil, Lelah dan

berkeringat. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan : kulit yang

lembab, mual dan muntah, dan kekakuan sendi (Susanne, et all.

2014).

e. Patofisiologi

Aspirasi mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi

orofaring merupakan rute infeksi yang peling sering. Rute

inokulasi lain meliputi inhalasi, penyebaran infeksi melalui darah

(hematogen) dari area infeksi yang jauh, penyebaran langsung

dari tempat penularan infeksi.

Jalan napas atas merupakan garis pertahanan pertama

terhadap infeksi, tetapi pembersihan mikroorganisme oleh air

liur, ekspulsi mukosiliar, dan sekresi IgA dapat terhambat oleh

23
berbagai penyakit, penurunan imun, merokok, dan intubasi

endotrakeal.

1) Bakteri

Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika

droplet yang berada di udara dihirup, tetapi mereka juga dapat

mencapai paru-paru melalui aliran darah ketika ada infeksi

pada bagian lain dari tubuh.

Hal ini menyebabkan demam, menggigil dan mual

umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur.

Neutrophil bakteri dan cairan dari sekeliling pembuluh darah

mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen. Bakteri

sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah

menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti

septik syok dengan tekanan darah rendah dan kerusakan

pada bagian-bagian tubuh seperti otak, ginjal dan jantung.

Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-

paru dan dinding dada (cavitas pleura) menyebabkan

komplikasi yang dinamakan empysema. Penyebab paling

umum dari pneumoni yang disebabkan bakteri adalah

Streptococcus pneumoniae, bakteri gram negatif dan bakteri

atipikal. Penggunaan istilah “Gram positif” dan “Gram negatif”

merujuk pada warna bakteri (ungu atau merah) ketika diwarnai

menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.

Istilah “atipikal” digunakan karena bakteri atipikal umumnya

24
mempengaruhi orang yang lebih sehat, menyebabkan

pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik

yang berbeda dari bakteri yang lain.

2) Virus

Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang

biak. Biasanya virus masuk ke dalam paru-paru bersamaan

droplet udara yang terhirup melalui mulut dan hidung. Setelah

masuk, virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini

sering menunjukan kematian sel, sebagian virus langsung

mematikan sel atau melalui suatu tipe penghancur sel yang

disebut apoptosis. Ketika sistem imun merespon terhadap

infeksi virus, dapat terjadi kerusakan paru. Sel darah putih,

sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi sejenis sitokin

yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli.

Kumpulan dari sel yang rusak dan cairan dalam alveoli

mempengaruhi pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah.

Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru,banyak virus

merusak organ lain dan kemudian menyebabkan fungsi organ

lain terganggu. Virus juga dapat membuat tubuh rentan

terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia karena

bakteri sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang

disebabkan oleh virus.

Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh virus seperti

vitus influensa,virus syccytial respiratory (RSV), adenovirus

25
dan metapneumovirus. Virus herpes simpleks jarang

menyebabkan pneumonia kecuali pada bayi baru lahir. Orang

dengan masalah pada sistem imun juga beresiko terhadap

pneumonia yang disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV)

(Susanne, et all. 2014).

3) Jamur

Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum, tetapi

hal ini mungkin terjadi pada individu dengan masalah sistem

imun yang disebabkan AIDS, obat-obatan imunosupresif atau

masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia yang

disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang

disebabkan oleh bakteriParasit

Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-

paru. Parasit ini secara khas memasuki tubuh melalui kulit

atau dengan ditelan. Setelah memasuki tubuh, mereka

berjalan menuju paru-paru, biasanya melalui darah. Terdapat

seperti pada pneumonia tipe lain, kombinasi dari destruksi

seluler dan respon imun yang menyebabkan ganguan

transportasi oksigen.

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Diagnostik

a) Sinar X : Mengidentifikasi distribusi structural ; dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrat, empisema (stapilococcus) ;

infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial) ; atau

26
penyebaran / perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia

mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

b) Radiologi : Pada foto rontgen dada, terlihat adanya

kardiomegali, terutama ventrikel kiri. Juga ditemukan

adanya bendungan paru dan efusi pleura.

c) Elektrokardiografi : ditemukan adanya sinus takikardia,

aritmia atrial dan ventrikel, kelainan segmen ST dan

gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular.

Kadang - kadang ditemukan voltase QRS yang rendah,

atau gelombang Q patologis, akibat nekrosis miokard.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Analisa Gas Darah, nilai normal 90 - 100 % : tidak normal

mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada.

b) Pemeriksaan gram / kultur sputum dan darah : diambil

dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,

broncoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk

mengatasi organisme penyebab.

c) JDL nilai normal leukosit 4400 - 11300/mm3: leukositosis

biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan

berkembangnya pneumonia bakterial.

d) Pemeriksaan serologi : titer virus atau legionella, aglutinin

dingin.

27
e) LED (nilai normal P : 0 - 20 mm/jam L : 0 - 15 mm/jam) :

meningkat.

f) Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun

(kongesti dan kolaps alveolar) ; tekanan jalan nafas

mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.

g) Elektrolit : natrium (nilai normal : 135 - 145 mEq/L) dan

klorida (98-108 mEq/L) mungkin rendah.

h) Bilirubin nilai normal Negatif 0,02 mg/dL : mungkin

meningkat.

i) Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :

menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik

(CMV) (Nuratif & Kusuma, 2015).

g. Skoring derajat keparahan pneumonian dengan menggunakan

skor CURB-65

Merupakan model skor yang direkomendasikan oleh British

Thoracic Society (BTS) berdasar pada lima gambaran klinik

utama yang sangat praktis skor CURB-65 lebih baik dalam

menilai pasien pneumonia berat dengan resiko mortalitas tiggi

(Ninawidasari, 2018).

Tabel 2.1 Skor prediksi CURB-65

Karakteristik Skor

Penurunan kesadaran 1

Urea nitrogen darah > 20 mg per dL (7.14 mmol per L) 1

Laju pernapasan > 30 x per menit 1

28
Tekanan darah (sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 1

mmhg)

Usia > 65 tahun 1

Total skor 5

Sumber : Lim dkk

Tabel 2.2 Skor tes mental atau Abbreviated mental test (AMT)

Pertanyaan Skor

Umur 1

Tanggal lahir 1

Waktu 1

Tahun 1

Nama rumah sakit 1

Mengenali dua orang (misalnya dokter dan perawat 1

Alamat (untuk diulang pasien saat pertanyaan terakhir) 1

Tahun suatu kejadian dimasa lalu (misalnya hari 1

kemerdekaan indonesia)

Nama presiden/raja 1

Hitung mundur 20 1 1

Total skor 10

Sumber : Hodkinson HM. Evaluasi skor tes mental. Dalam : BTS

h. Penatalaksanaan Medik

1) Penatalaksaan Infeksi Akut

Menurut Susanne, et all. (2014) penatalaksanaan

pneumoni adalah sebagai berikut :

29
a) Oksigen dan hidrasi bila ada indikasi

b) Pertimbangkan isolasi respirasi

c) Hospitalisasi diindikasikan bila :

(1) Usia diatas 65 tahun, tunawisma, dirawat dirumah sakit

karena pneumonia ditahun yang lalu.

(2) Denyut nadi > 140/menit, frekuensi respirasi > 30/menit,

hipotensi.

(3) Temperatur > 38,30C

(4) Penurunan status mental, sianosis.

(5) Imunosupresi, kondisi penyerta.

(6) Mikroorganisme risiko tinggi (mis, infeksi pseudomonas

yang terbaru).

(7) SDP < 4000 atau > 3000/µL

(8) Tekanan parsial oksigan dalam darah arteri (PaO2) < 60

atau PaCO2 > 50

(9) Foto rontgen dada dengan keterlibatan banyak lobus

atau progresi cepat.

d) Menarik napas dalam dan batuk, fisioterapi dada bila

tersedia.

e) Antibiotik untuk pneumonia bakteri, parasit, atau jamur

(bukan virus)

(1) Perlindungan empiris paling sering digunakan pada

pasien rawat jalan; pewarnaan gram pada sputum

dapat menjadi panduan terapi pada pasien rawat inap

30
tetapi mungkin perlu diubah bila kultur dengan

sensitivitas telah tersedia (48 samapi 72 jam).

(2) Pilihan antibiotik empiris bervariasi berdasar pada

pasien rawat jalan versus rawat inap, usia, faktor risiko

pasien, dan pengkajian pasien; pilihan antibiotika

empiris yang umum dirangkum dalam tabel dibawah.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Pengkajian Primer

Menurut Marilyn (2013) Pengkajian primer padaa pasien

Community Acquired Pneumoni, yaitu sebagai berikut:

a. Airway (Jalan Nafas) :

Ada sumbatan pada jalan napas

b. Breathing (pernafasan)

a. Batuk produktif dengan dahak merah muda atau

purulen, sakit dada/sub sternal karena batuk

b. Pola nafas takipnea, dispnea progresif, pernafasan

dangkal, penggunaan otot aksesori, pernafasan

cuping hidung

c. Frekuensi napas meningkat

d. Bunyi nafas menurun atau diatas area yang terlibat

atau nafas bronchial, ronchi +/+.

c. Circulation (sirkulasi)

a. TD = rendah/normal/tinggi, nadi = cepat takikardia

31
b. Suhu meningkat

c. Denyut nadi reguler/irregular, lemah/kuat

d. Kulit pucat/sianosis pada bibir atau ujung jari

e. Sakit kepala mialgia, atralgia

d. Disabling (kemampuan)

a. Kesadaran = sadar/menurun

b. Kemampuan = lemah/letih

c. Aktifitas terganggu karena sesak dan batuk

e. Environment (lingkungan)

Orientasi terhadap lingkungan (orang, waktu dan

tempat) baik/menurun.

f. Fluid (status cairan)

a. Turgor kulit jelek

b. Kulit dan mukosa kering

c. Kehilangan nafsu makan, mual/muntah

2) Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat meggunakan format

AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/

Environment yang berhubungan dengan kejadian).

Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat

pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.

32
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan

metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :

S : Sign and Symptom.

Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks,

yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat

trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan

lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien

menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,

hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan,

Penurunan tekanan darah

A : Allergies

Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien.

Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan

makan/minum.

M : Medications

(Anticoagulants, insulin and cardiovascular

medications especially). Pengobatan yang diberikan

pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan

klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian

obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan

klien.

P :Previous medical/surgical history.

Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit

sebelumnya.

33
L :Last meal (Time)

Waktu klien terakhir makan atau minum.

E :Events /Environment surrounding the injury; ie.

Exactly what happened

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji

data dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.

a. Aktivitas / istirahat

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

b. Sirkulasi

Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama

jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya

penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah

sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara

dalam mediastinum).

c. Psikososial

Ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral

meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk

atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh

napas dalam.

34
f. Pernapasan

Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja

napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,

ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang

(auskultasi mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang

dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada :

hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada :

gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,

berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :

penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),

keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada

pneumonia menurut Nuratif & Kusuma (2015) dalam buku

NANDA 2015 antara lain :

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelelahan

otot pernapasan.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah.

35
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipoksemia jaringan.

5) Nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi pada

parenkim paru-paru.

6) Hipertermi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh terhadap infeksi.

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

suplay dan kebutuhan O2.

8) Resiko infeksi.

36
c. Intervensi

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Konsep Teori

Dianosa Keperawatan Tujuan/ Kiteria Hasil Intervensi Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan 3160. Airway Suctioning

jalan napas berhubungan keperawatan selama 1 x 6 jam 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal

dengan peningkatan klien akan : suctioning

produksi sputum. 0403. Respiratory status : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan

Domain : 11 Ventilation sesudah suctioning.

(keamanan/penjagaan) 0410. Respiratory status : Airway 3. Informasikan pada klien dan keluarga

Kelas : 2 (cedera fisik) patency tentang suctioning

Kode : 00031 0402. Respiratory Status : Gas 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction

Exchange dilakukan.

1918. Aspiration Prevention 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal

37
Kriteria Hasil : untuk menfasilitasi suksion nasotrakeal

a. Mendemonstrasikan batuk efektif 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan

dan suara nafas yang bersih, tindakan

tidak ada sianosis dan dyspneu 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas

(mampu mengeluarkan sputum, dalam setelah kateter dikeluarkan dari

mampu bernafas dengan mudah, nasotrakeal

tidak ada pursed lips) 8. Monitor status oksigen pasien

b. Menunjukkan jalan nafas yang 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara

paten (klien tidak merasa melakukan suksion

tercekik, irama nafas, frekuensi 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen

pernafasan dalam rentang apabila pasien menunjukkan bradikardi,

normal, tidak ada suara nafas peningkatan saturasi O2, dll.

abnormal) 3140. Airway Management

c. Mampu mengidentifikasikan dan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift

38
mencegah faktor yang dapat atau jaw thrust bila perlu

menghambat jalan nafas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

alat jalan nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

8. Lakukan suction pada mayo

9. Berikan bronkodilator bila perlu

10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

Lembab

39
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan status O2

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

napas berhubungan keperawatan selama 1 x 6 jam ventilasi

dengan kelelahan otot klien akan : 2. Pasang mayo bila perlu

pernapasan. Respiratory status : Ventilation 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Domain 4 : Aktivitas / Respiratory status : Airway patency 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

istirahat. Vital sign Status 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

Kelas 4 : Respon Kriteria Hasil : tambahan

kardiovaskular / pulmonal. a. Mendemonstrasikan batuk efektif 6. Berikan bronkodilator

Kode : 00032 dan suara nafas yang bersih, 7. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

tidak ada sianosis dan dyspneu Lembab

40
(mampu mengeluarkan sputum, 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

mampu bernafas dengan mudah, keseimbangan.

tidak ada pursed lips) 9. Monitor respirasi dan status O2

b. Menunjukkan jalan nafas yang 10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

paten (klien tidak merasa 11. Pertahankan jalan nafas yang paten

tercekik, irama nafas, frekuensi 12. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

pernafasan dalam rentang 13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap

normal, tidak ada suara nafas oksigenasi.

abnormal) 14. Monitor vital sign

c. Tanda Tanda vital dalam rentang 15. Informasikan pada pasien dan keluarga

normal (tekanan darah, nadi, tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki

pernafasan) pola nafas.

16. Ajarkan bagaimana batuk efektif

17. Monitor pola nafas

41
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan
1910 manajemen asam basa
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 6 jam,
1. Utamakan kepatenan jalan napas
gangguan kapasitas pasien akan menunjukkan status
2. Posisikan pada posisi ventilasi yang adekuat
pengangkutan oksigen respirasi : pertukaran gas, dengan
3. Pantau pH arteri, PaCO2, dan HCO3, untuk
dalam darah. kriteria hasil :
menentukan jenis ketidakseimbangan
Domain : 3 (eliminasi dan 0402 status respirasi : pertukaran
4. Berikan oksigen terapi
pertukaran) gas
5. Pantau intake dan output
Kelas : 4 (fungsi respirasi) a. 040210 pH arteri dalam batas
6. Pantau status hemodinamik
Kode : 00030 normal (7,35 – 7,45)
7. Kolaborasi pemberian medikasi pada
b. 040211 saturasi oksigen dalam
gangguan pH arteri, PaCO2, dan HCO3
batas normal (95-100%)

c. 040204 dispnea saat istirahat

tidak ada

42
d. 040205 tidak ada kelemahan

Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Circulatory Precautions

jaringan perifer keperawatan 3 x 24 jam pasien 1. Lakukan penilaian terhadap sirkulasi

berhubungan dengan tidak mengalami gangguan perfusi perifer (nadi perifer, edema, CRT, warna

hipoksemia jaringan. jaringan perifer dengan kriteria dan suhu ekstremitas)

Domain: 4 (aktivitas / hasil: 2. Menargetkan pada pasien yang beresiko

istirahat) 3100 Self-Management: Acute terjadinya gangguan perifer ( diabetes, dan

Kelas: 4 (Respons Ilness pasien yang memiliki nilai kolesterol yang

Kardiovaskuler/Pulmonal) • 310001 Monitor tanda dan tinggi)

Kode: 00204 gejala dari penyakit 3. Memberikan hidrasi yang adekuat untuk

• 310004 Mendapatkan hasil mencegah pengentalan darah

laboratorium 4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk

• 310007 mengikuti perawatan menghindari dan mencegah terjadinya

yang dianjurkan cedera

43
5. Instruksikan pasien untuk menjalani terapi

pengobatan seperti ( control tekanan

darah, antikoagulasi, dan pengurangan

level kolesterol)

6. Instruksikan pasien diet nutrisi untuk

meningkatkan sirkulasi ( diet lemak dan

anjurkan konsumsi minyak ikan omega 3)

Nyeri akut yang Control nyeri 1605 Manajemen nyeri 1400

berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif

inflamasi pada parenkim keperawatan selama 2x24 jam meliputi:

paru-paru. diharapkan pasien mampu Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas,

Domain: 12 mengontrol nyeri dengan indikator: faktor pencetus

(Kenyamanan) 1. 160502 pasien mampu 2. Berikan informasi mengenai nyeri seperti:

Kelas: 1 (Kenyamanan mengenali kapan nyeri terjadi penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

44
fisik) 2. 160504 pasein mampu dirasakan dan antisipasi terhadap

Kode: 00132 menggunakan tindakan kenyamanan

pengurangan nyeri tanpa 3. Pilih dan implementasikan tindakan yang

analgetik beragam, mislanya farmakologi dan non

3. 160511 pasien mampu farmakologi untuk memfasilitasi penurunan

melaporkan nyeri yang terkontrol nyeri

Hipertermi yang Setelah dilakukan tindakan Fever Treatment

berhubungan dengan keperawatan menunjukan a. Monitor suhu sesering mungkin

ketidakadekuatan temperature dalam batas normal b. Monitor susu dan kulit

pertahanan tubuh dengan kriteria hasil: c. Tingkatan sirkulasi udara

terhadap infeksi. a. Suhu tubuh dalam rentang d. Monitor intake dan output

Domain: 11 normal (360C – 370C) e. Berikan antipirentik

45
(Keamanan/Perlindungan) b. Nadi dan RR dalam rentang Themperatur Regulation

Kelas: 6 (Termoregulasi) normal a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

Kode: 00007 c. Tidak ada perubahan warna b. Monitor warna dan suhu kulit

kulit dan tidak pusing c. Monitor tanda-tanda hipertermi dan

hipotermi

d. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

e. Tingkatan intake cairan dan nutrisi

Vital Sign Monitoring

a. Monitor TD, nadi, suhu. Dan RR

b. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

c. Monitor sianosis perifer

d. Monitor kualitas dari nadi

Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan Activity therapy

46
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, • Pantau tingkat kemampuan klien untuk

ketidakseimbangan suplay diharapkan perubahan aktifas beraktivitas

dan kebutuhan O2. kelemahan klien kembali efektif • Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan

Domain: 4 dengan kriteria hasil: aktivitas sehari-hari

(Aktivitas/istirahat) • Melakukan pergerakan dan • Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai

Kelas: 4 (Respons perpindahan dengan kemampuan / kondisi klien

Kardiovaskule/ Pulmonal) • Mempertahankan mobilitas • Evaluasi perkembangan kemampuan klien

Kode : 00092 optimal yang dapat di toleransi melakukan aktivitas

• Observasi tanda-tanda vital sebelum dan

sesudah aktivitas.

• Rencanakan kemajuan aktivitas dengan

pasien, termasuk aktivitas yang pasien

pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas

sesuai toleransi.

47
• Gunakan teknik menghemat energi,

Anjurkan pasien untuk mengehentikan aktivitas

bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek,

kelemahan, atau pusing terjadi

Resiko infeksi Keparahan infeksi 0703 Perlindungan Infeksi 6550

Domain: 11 tujuan : setelah dilakukan tindakan • Monitor adanya tanda-tanda dan gejala

(Keamanan/perlindungan) keperawatan 3x 24 jam dapat infeksi sitemik dan local

Kelas: 1 (Infeksi) terjadi pemulihan pembedahan • tingkatkan asupasn nutrisi yang cukup

Kode : 00004 /penyembuhan • anjurkan asupan cairan yang tepat

Kriteria : anjurkan istirahat

• Tanda vital dalam keadaan

normal.

• Tidak terdapat kemerahan

• Vesikel yang tidak mengeras

48
permukaannya

Infeksi luka tidak ada

49
d. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dalam tahap proses

keperawatan dalam melaksanakan tindakan perawatan sesuai

dengan rencana (Hidayat, 2004). Sedangkan menurut Asmadi

(2008) Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi

keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Menurut Asmadi (2008), dalam melakukan implementasi

keperawatan, terdapat tiga jenis implementasi keperawatan yaitu :

1) Independent implementations

Independent implementations adalah suatu tindakan yang

dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga

kesehatan lainnya. Independent implementations ini bertujuan

untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai

dengan kebutuhan klien itu sendiri, seperti contoh : membantu

klien dalam memenuhi activity daily living (ADL), memberikan

perawatan diri, menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan

bersih untuk klien, memberikan dorongan motivasi, membantu

dalam pemenuhan psiko – sosio - spiritual klien, membuat

dokumentasi, dan lain - lain.

2) Interdependent / collaborative implementations

Interdependent / collaborative implementations adalah tindakan

perawat yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim

50
kesehatan yang lain. Contohnya dalam pemberian obat, harus

berkolaborasi dengan dokter dan apoteker untuk dosis, waktu,

jenis obat, ketepatan cara, ketepatan klien, efek samping dan

respon klien setelah diberikan obat.

3) Dependen implementations

Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana

tindakan medis / instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi,

psikolog, psikoterapi, dan lain - lain dalam hal pemberian nutrisi

kepada klien sesuai dengan diet yang telah dibuat oleh ahli gizi

dan latihan fisik sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi.

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap

operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan

implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut :

1) Tahap Prainteraksi

a) Membaca rekam medis klien,

b) Mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan

professional pada diri sendiri,

c) Memahami rencana keperawatan secara baik,

d) Menguasai keterampilan teknis keperawatan,

e) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan,

f) Mengetahui sumber daya yang diperlukan,

g) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam

pelayanan keperawatan,

51
h) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur

keberhasilan,

i) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul

j) Penampilan perawat harus meyakinkan.

2) Tahap Perkenalan

a) Mengucapkan salam

b) Mengorientasikan/memperkenalkan nama

c) Menanyakan nama, alamat dan umur klien

d) Menginformasikan kepada klien tujuan dan tindakan yang akan

dilakukan oleh perawat.

e) Memberitahu kontrak waktu, berapa lama akan dilakukannya

tindakan

f) Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya tentang

tindakan dan bertanya kepada klien setuju atau tidak pada

tindakan yang akan dilakukan.

3) Tahap Kerja

a) Menjaga privacy klien

b) Melakukan tindakan yang sudah direncanakan

c) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan

tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan

komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon klien

terhadap tindakan yang telah diberikan.

52
4) Tahap Terminasi

a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan

perasaannya setelah dilakukan tindakan oleh perawat

b) Berikan feedback yang baik kepada klien dan puji atas

kerjasama klien

c) Kontrak waktu selanjutnya

d) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi

e) Berikan salam sebelum meninggalkan pasien

f) Lakukan pendokumentasian

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara

hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan

kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika

sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai

dari pengkajian ulang / reassessment (Asmadi, 2008).

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini

dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana

keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang

53
telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat

komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data

berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis

data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi,

2008).

Menurut Asmadi (2008) ada tiga kemungkinan hasil evaluasi

yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :

a. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan

standar yang telah ditentukan.

b. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses

pencapaian tujuan jika klien menunjukan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

c. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit

perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat

timbul masalah baru.

54
B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Ruangan : Instalasi Gawat Darurat Non Bedah

Tanggal : 11 Oktober 2019.

Jam : 01:05 WITA

No. Rekam Medik : 893624

Nama Lengkap : Ny. “U”

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir / Umur : 18-08-1958/61 tahun

Alamat : Ohoi Dian Pulau

Rujukan : Ya dari, Pasien datang diantar oleh

keluarganya dan perawat dari Klinik Haji

Diagnosa Community Acquireid

Pneumonia RS : Puskesmas :

Diagnosa : Pneumonia Bilateral

Datang sendiri Diantar oleh

keluarganya

Nama keluarga yang bisa dihubungi : Tn. N

No. HP/Tlp : 0852 3411 8621

Alamat : Ohoi Dian Pulau

Transportasi waktu datang : Ambulans RSWS Ambulans lain

Kendaraan Pribadi

Alasan masuk : Sesak napas dan batuk berlendir

55
Riwayat Keluhan : Pasien masuk rumah sakit dengan

keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 bulan yang lalu dan

bertambah ketika beraktivitas. Sesak bertambah walaupun tidak

beraktivitas sejak 3 hari yang lalu yang mengakibatkan pasien sulit

untuk tidur. Selain itu, pasien juga mengalami demam yang hilang

timbul dan batuk berlendir yang dialami kurang lebih 5 hari yang lalu.

Pengkajian Primer / Primary Survey

1) Airway

a) Pengkajian jalan napas

Bebas Tersumbat

b) Trachea di tengah : Ya Tidak

c) Resusitasi : Tidak dilakukan

d) Re-evaluasi : Tidak dilakukan

e) Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan

napas berhubungan dengan mukus berlebihan.

2) Breathing

a) Fungsi pernapasan

• Dada simetris : Ya Tidak

• Sesak nafas : Ya Tidak

• Respirasi : 28 x / menit

• Krepitasi : Ya Tidak

• Suara nafas : Broncovesikuler

- Kanan : Ada Jelas Menurun Ronchi

Wheezing Tidak Ada

56
- Kiri : Ada Jelas Menurun Ronchi

Wheezing Tidak Ada

• Saturasi O2 : 98 %

Pada : Suhu ruangan Nasal canul NRB

Lainnya

• Assesment : Dispneu

• Resusitasi : Tidak dilakukan

• Re-evaluasi : Tidak dilakukan

b) Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan pola

napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.

3) Circulation

a) Keadaan Sirkulasi

• TD : 165 / 94 MmHg

• Nadi : 85 x / menit

Kuat Lemah Regular Irregular

• Suhu Axilla : 39,1 oC Suhu Rectal : - oC

• Temperatur Kulit : Hangat Panas Dingin

• Gambaran Kulit : Normal Kering Lembab

/Basah

• Assesment : Peningkatan tekanan darah dan

peningkatan suhu tubuh.

• Resusitasi : Tidak dilakukan

• Re-evaluasi : Tidak ada

b) Masalah Keperawatan : Tidak ada

57
c) Intervensi / Implementasi : Tidak ada

d) Evaluasi : Tidak ada

4) Disability

a) Penilaian fungsi neurologis

Alert : Ya, klien dalam keadaan sadar

total (Composmentis dengan

GCS 15)

Verbal response : Tidak ada

Pain response : Tidak ada

Unresponsive : Tidak ada

b) Masalah Keperawatan :Tidak ada

c) Intervensi / Implementasi : Tidak ada

d) Evaluasi : Tidak ada

5) Exposure

a) Penilaian Hipothermia / hiperthermia

Hipothermia : Tidak da

Hiperthermia : Ada

b) Masalah Keperawatan : Hipertermia berhubungan

dengan proses infeksi.

Total Score

a) Frekuensi Pernafasan

10 – 25 4

25 – 35 3

58
> 35 2

< 10 1

0 0

b) Usaha Bernafas

Normal 1

Dangkal 0

c) Tekanan Darah

> 89 mmHg 4

70 – 89 mmHg 3

50 – 69 mmHg 2

1 – 49 mmHg 1

0 0

d) Pengisian Kapiler

< 2 dtk 2

> 2 dtk 1

Tidak ada 0

e) Glasgow Coma Score (GCS)

14 – 15 5

11 – 13 4

8 – 10 3

5–7 2

3–4 1

Total Trauma Score ( A + B + C + D + E) = 14

59
Tabel 2.4 Reaksi Pupil

Keterangan Kanan Ukuran 2 mm Kiri Ukuran 2 mm

1. Cepat Ya Ya

2. Konstriksi Ya Ya

3. Lambat Tidak Tidak

4. Dilatasi Tidak Tidak

5. Tak bereaksi Tidak Tidak

Penilaian Nyeri

• Nyeri : Tidak Ya

• Intensitas : Tidak ada

• Jenis : Akut Kronis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Pengkajian Sekunder

1) Riwayat Kesehatan

a) S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)

Pasien mengatakan sesak napas, dan memberat

ketika bangun dan beraktivitas, batuk berlendir,

demam yang hilang timbul.

b) A : Allergies (alergi)

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi

c) M : Medications (pengobatan)

60
Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi

sehingga sering mengkomsumi obat Amlodipin 10 mg

setiap hari.

d) P : Past medical history (riwayat penyakit)

Pasien mengatakan sesak nafas yang dialami sejak 1

bulan yang lalu, dan memberat baru kemarin sampai

sekarang. Selain itu, pasien juga mengatakan batuk

berlendir dan demam hilang timbul sejak 5 hari yang

lalu.

e) L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir,

sebelum sakit)

Pasien mengatakan, makanan terahir yang

dikomsumsi adalah nasi, lauk, sayur dan kopi.

f) E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

Pasien mengatakan sejak1 bulan yang lalu sudah

mulai sesak ketika beraktivitas dan memberat sejak 1

hari yang lalu. Selain itu, pasien juga mengalami

batuk berlendir, dan demam yang hilang timbul.

Riwayat dan Mekanisme Trauma (Dikembangkan menurut

OPQRST)

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi)

61
Pasien mengatakan mulai sesak sejak 1 minggu yang

lalu, batuk berlendir dan demam hilang timbul sejak 5

hari yang lalu.

P : Provokatif (penyebab)

Pneumonia Bilateral

Q : Quality (kualitas)

Pasien mengatakan sesak memberat saat bangun dan

batuk.

R : Radiation (paparan)

Tidak ada

S : Severity (tingkat keparahan)

Urgen

T : Timing (waktu)

Sesak nafas dan batuk yang dialami menetap, sedangkan

demam yang dialami hilang timbul.

2) Tanda-Tanda Vital

a) TD : 130 / 82 MmHg

b) Nadi : 85 x / menit

c) Napas : 24 x / menit

d) Suhu : 37.5 ºc

3) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

a) Kepala

Kulit kepala : Kulit kepala nampak bersih dan tidak

berketombe, rambut berwarna hitam, tumbuh

62
secara merata dan tidak mudah rontok. Tidak

terdapat massa maupun nyeri tekan pada

bagian kepala.

Mata : Mata simetris kiri dan kanan, nampak bersih,

konjungtia tidak anemis, sclera tidak ikterus

dan tidak terdapat udem pada kelopak mata

(palpebra). Mata nampak lelah dan sayup.

Telinga : Telinga simetris kiri dan kanan, nampak

bersih, dan tidak terdapat nyeri tekan. Lubang

telinga tidak terdapat seruman dan fungsi

pendengaran baik.

Hidung : Simetris kiri dan kanan, lubang hidung

nampak bersih dan tidak terdapat nyeri tekan.

Mulut dan gigi : Rongga mulut nampak bersih, gigi nampak

bersih namun gigi gerahang bawah kanan

berlubang dan sudah ada yang tunggang.

Mukosa bibir nampak tidak anemis, namun

bibir nampk kering. Nampak sering menguap.

Wajah : Simetris kiri dan kanan dan tidak adanya

massa ataupun nyeri tekan pada wajah.

Leher : Tidak terdapat pembesaran pada kelenjar

tiroid maupun pada kelenjar limfe. Tidak

terdapat nyeri ketika menelan.

63
b) Dada/ thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Paru-paru dapat mengembang dengan baik,

simetris kiri dan kanan, pernafasan dangkal dan cepat.

Palpasi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan perkusi pada

dada.

Auskultasi : Bunyi napas broncovesikuler, dan terdapat

bunyi napas tambahan (ronghi).

Jantung

Inspeksi : Tidak nampak adanya iktus kordis

Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 terkesan normal.

c) Abdomen

Inspeksi : Tidak nampak adanya distensi pada

abdomen dan tidak terdapat acites.

Auskultasi : Peristaltik terkesan normal, dengan jumlah

peristaltik 7 kali / menit.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada ke 4 bagian

kuadram abdomen dan tidak terdapat massa.

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d) Pelvis

Inspeksi : Nampak pelvis simetris kiri dan kanan

64
Palpasi : Tidak terdapat kelainan bentuk pada pelvis

e) Perineum dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan.

f) Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan.

65
4) Hasil Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 11 Oktober 2019,

jam 01 : 15 Wita.

Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

WBC 14.6 ( 10^3/uL ) 4.00 – 10.0

RBC 4,95 ( 10^6/uL ) 4.00 – 6.00

HGB 14.4 ( g/dL ) 12.00 – 16.0

HCT 40 (%) 37.0 – 48.0

MCV 81 ( fL ) 80.0 – 97.0

MCH 29 ( pg ) 26.5 – 33.5

MCHC 32 ( g / dL ) 31.5 – 35.0

PLT 200 ( 10^3/uL ) 150 – 400

RDW-SD ( fL ) 37.0 – 54.0

RDW-CV 14.3 (%) 10.0 – 15.0

PDW 12.3 ( fL ) 10.0 – 18.0

MPV 10.1 ( fL ) 6.50 – 11.0

P-LCR (%) 13.0 – 43.0

PCT 0.00 (%) 0.15 – 0.50

NEUT 72.5 ( 10^3/uL ) 52.0 – 75.0

LYMPH 15.8 ( 10^3/uL ) 20.0 – 40.0

MONO 8.1 ( 10^3/uL ) 2.00 – 8.00

EO 2.5 ( 10^3/uL ) 1.00 – 3.00

BASO 0.8 ( 10^3/uL ) 0.00 – 0.10

66
RET ( 10^3/uL ) 0.00 – 0.10

LED I ( 10^3/uL ) (L < 10, P <

LED jam II 20)

Kesan : Leukositosis

b) Pemeriksaan kimia darah pada tanggal 11 Oktober 2019,

jam 01 : 15 Wita.

Tabel 2.6 Pemeriksaan kimia darah


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 100 140

Fungsi Ginjal

Ureum 27 10 – 50

Kreatinin 0.6 L (< 1.3) : P (< 1.1)

Fungsi Hati

SGOT 15 < 38

SGPT 18 < 41

Elektrolit

Natrium 140 136 – 145

Kalium 3.7 3.5 – 5.1

Klorida 107 97 – 111

Kesan : Normal

67
6) Pengobatan

Tabel 2.7 Daftar pengobatan pasien


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi

1. Paracetamol 1 gr / 8 jam Drips / Intra Paracemaol adalah anti piretik yang berfungsi sebagai obat

vena penurun demam dan sebagai anti nyeri yang dapat

mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti sakit

kepala, sakit gigi, nyeri oto, dan nyeri setelah pencabutan

gigi. Selain itu, paracetamol juga mempunyai efek anti

radang yang lemah.

.2. Ceftazidime 1 gr / 8 jam Intra Vena Antibiotik yang digunakan untuk mengobati bermacam-

macam infeksi bakteri seperti infeksi saluran pernapasan

bawah, infeksi saluran kemih, meningitis dan gonorrhea.

Termasuk dalam kelas antibiotik yang disebut

chepahalosporins, bekerja dengan menghentikan

68
pertumbuhan bakteri.

3. Furosemid 40 mg / 24 Intra Vena Obat untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh

jam (edema) yang disebabkan oleh kondisi seperti gagal

jantung, penyakit hati, dan ginjal. Obat ini juga digunakan

untuk mengobati tekanan darah tinggi.

69
2. Klasifikasi Data

Tabel 2.8 Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif

1. Pasien mengatakan sesak 1. Pasien nampak sesak

nafas 2. Terpasang Oksigen binasal

2. Pasien mengatakan kanula 3 liter / menit.

sesaknya bertambah sejak 3. Pasien nampak batuk

3 hari yang lalu walaupun berdahak

tidak beraktivitas. 4. Suara napas tambahan

3. Pasien mengatakan batuk. (Ronghi)

4. Pasien mengatakan batuk 5. Kulit teraba panas

sejak 5 hari yang lalu 6. Pasien nampak mengantuk

5. Pasien mengatatakan 7. Pasien nampak mengantuk

demam hilang timbul 8. Pasien nampak sering

6. Pasien mengatakan demam menguap

sejak 5 hari yang lalu. 9. Mata pasien nampak lelah

7. Pasien mengatakan 10. Tanda-tanda vital :

bertambah cemas ketika TD : 130 / 82 MmHg

akan dilakukan Nadi : 85 x / menit

pemeriksaan. Napas : 24 x / menit

Suhu : 37.5 ºc

70
3. Analisa Data

Tabel 2.9 Analisa Data

No Data Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan pola
1. Data Subjektif :
napas
1. Pasien mengatakan sesak napas.

2. Pasien mengatakan batuk

berdahak

3. Suami pasien mengatakan

pasien sesak sudah kurang lebih

1 bulan.

Data Objektif :

1. Pasien nampak sesak

2. Pasien nampak batuk berdahak

3. Frekuensi napas 24 x/m

Ketidakefektifan
2. Data Subjektif :
bersihan jalan napas
1. Pasien mengatakan batuk

berdahak

2. Pasien mengatakan batuk

dialami sejak 5 hari yang lalu.

3. Pasien mengatakan sesak napas

Data Objektif :

1. Pasien nampak batuk berdahak

2. Pasien nampak sesak (dispneu)

71
3. Frekuensi napas 24 x/m

4. Suara napas tambahan (Ronghi)

3. Data Subjektif : Hipertermia

1. Pasien mengatakan demam

2. Pasien mengatakan demam

sudah 5 hari

3. Istri pasien mengatakan demam

pasien hilang timbul

Data Objektif :

1. Kulit teraba hangat

2. Tanda-tanda vital :

TD : 130 / 82 MmHg

Nadi : 85 x / menit

Napas : 24 x / menit

Suhu : 37.5 ºc

72
4.Prioritas Masalah dan Perumusan Masalah

Tabel 2.10 Prioritas Masalah dan Perumusan Masalah

No Data Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan bersihan
1. Data Subjektif :
jalan napas
1. Pasien mengatakan batuk

berdahak

2. Pasien mengatakan batuk

dialami sejak 5 hari yang lalu.

3. Pasien mengatakan sesak napas

Data Objektif :

1. Pasien nampak batuk berdahak

2. Pasien nampak sesak (dispneu)

3. Frekuensi napas 24 x/m

4. Suara napas tambahan (Ronghi)

Ketidakefektifan pola napas


2. Data Subjektif :

1. Pasien mengatakan sesak

napas.

2. Pasien mengatakan batuk

berdahak

3. Suami pasien mengatakan

pasien sesak sudah kurang lebih

1 bulan.

Data Objektif :

73
1. Pasien nampak sesak

2. Pasien nampak batuk berdahak

3. Frekuensi napas 24 x/m

4. Terpasang Oksigen binasal

kanula 3 liter / menit.

3. Data Subjektif : Hipertermia

1. Pasien mengatakan demam

2. Pasien mengatakan demam

sudah 5 hari

3. Suami pasien mengatakan

demam pasien hilang timbul

Data Objektif :

1. Kulit teraba hangat

2. Tanda-tanda vital :

TD : 130 / 82 MmHg

Nadi : 85 x / menit

Napas : 24 x / menit

Suhu : 37.5 ºc

74
5. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

mucus berlebihan.

Domain : 11 Keamanan / Perlindungan

Kelas : 2 Cedera Fisik

Kode : 00031

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan.

Domain : 4 Aktivitas / istirahat.

Kelas : 4 Respon kardiovaskular / pulmonal.

Kode : 00032

c. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Domain : 11 Keamanan/perlindungan

Kelas : 6 Termoregulasi

Kode : 00007

75
6.Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.11 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan


Setelah dilakukan tindakan 3140 Manajemen Jalan Napas
napas berhubungan dengan mucus
keperawatan selama 1 x 6 jam, 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
berlebihan.
pola napas efektif, dengan ventilasi
Domain 11 . Keamanan /
kriteria hasil : 2. Motivasi pasien untuk bernapas pelan,
Perlindungan
0410 Status Pernapasan : dalam, dan batuk
Kelas 2 . Cedera Fisik
Kepatenan Jalan Napas 3. Kelola nebulizer ultrasonic,
Kode : 00031
a. 041007 Suara napas sebagaimana mestinya
Data Subjektif :
tambahan tidak ada (5) 4. Auskultasi suara napas, catat area yang
1. Pasien mengatakan batuk
b. 041012 Kemampuan untuk ventilasinya menurun atau tidak ada
berdahak.
mengeluarkan secret tidak ada dan adanya suara tambahan.

76
2. Pasien mengatakan batuk deviasi dari kisaran normal (5) 5. Monitor status pernapasan dan

dialami sejak 1 minggu yang c. 041015 Dispnea saat istirahat oksigenasi sebagai mana mestinya.

lalu. ringan (4) 6680 Monitor Tanda – Tanda Vital

3. Pasien mengatakan sesak d. 041019 Batuk ringan (4) 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan

napas e. 041020 Akumulasi sputum status pernapasan dengan tepat.

Data Objektif : ringan (4) 2. Monitor irama dan laju pernapsan

1. Pasien nampak batuk berdahak (misalnya kedalaman dan kesimetrisan)

2. Pasien nampak sesak (dispneu) 3. Monitor sianosis sentral dan perifer.

3. Frekuensi napas 28 x/m

4. Suara napas tambahan (Ronghi)

2. Ketidakefektifan pola napas 0840 Pengaturan Posisi


Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keletihan otot 1. Tempatkan pasien di atas matras/
keperawatan 1 x 6 jam, pola
pernapasan tempat tidur terapeutik
napas efektif dengan Kriteria
Domain 4 . Aktivitas / istirahat. 2. Dorong pasien untuk terlibat dalam

77
Kelas 4. Respon kardiovaskular / hasil : perubahan posisi

pulmonal. 0415 Status Pernapasan 3. Posisikan pasien untuk mengurangi

Kode : 00032 a. 041501 Frekuensi pernafasan dyspnea (posisi semi fowler)

Data Subjektif : deviasi ringan dari kisaran 3320 Terapi Oksigen

1. Pasien mengatakan sesak normal (4) 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi

napas. b. 041502 Irama pernafasan trakea dengan tepat.

2. Pasien mengatakan batuk tidak ada deviasi dari kisaran 2. Batasi aktivitas merokok

berdahak. normal (5) 3. Pertahankan kepatenan jalan napas

3. Istri pasien mengatakan pasien c. 041532 Kepatenan jalan 4. Siapkan peralatan oksigen dan berikan

sesak sudah kurang lebih 2 napas tidak ada deviasi dari melalui system humidifier

bulan. kisaran normal (5) 5. Berikan oksigen tambahan seperti yang

Data Objektif : d. 041513 Sianosis tidak ada (5) diinstruksikan oleh dokter

1. Pasien nampak sesak e. 041514 Dispneu saat istirahat 6. Monitor aliran oksigen

2. Frekuensi napas 28 x/m. ringan (4) 7. Periksa perangkat pemberian oksigen

78
3. Pasien nampak batuk berdahak f. 041528 Pernapasan cuping secara berkala untuk memastikan

hidung tidak ada (5) bahwa konsentrasi yang telah

ditentukan sedang diberikan.

8. Monitor peralatan oksigen untuk

memastikan bahwa alat tersebut tidak

menggangu upaya pasien untuk

bernapas

3. Hipertermia berhubungan dengan 3740 Perawatan Demam


Setelah dilakukan tindakan
proses infeksi 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital
keperawatan selama 1 x 6 jam,
Domain 11 : lainnya
hipertermia tidak ada dengan
Keamanan/perlindungan 2. Monitor warna kulit dan suhu
kriteria hasil :
Kelas 6 : Termoregulasi 3. Beri obat atau cairan intravena
0800 Termoregulasi
Kode : 00007 (misalnya antipiretik, agen antibakteri,
a. 080001 Peningkatan suhu
Data Subjektif : dan agen anti menggigil)

79
1. Pasien mengatakan demam tubuh tidak ada (5) 4. Pantau komplikasi-komplikasi yang

2. Pasien mengatakan demam b. 080019 Hipertermia tidak ada berhubungan dengan demam serta

sudah 5 hari. (5) tanda dan gejal kondisi penyebab

3. Suami pasien mengatakan c. 080003 Sakit kepala tidak ada demam (misalnya kejang, penurunan

demam pasien hilang timbul. (5) tingkat kesadaran, status elektrolit

Data Objektif : d. 080007 Perubahan warna kulit abnormal, ketidakseimbangan asam-

1. Kulit teraba panas tidak ada (5) basa, aritmia jantung dan perubahan

2. Suhu tubuh pasien 38,1 ºc e. 080014 Dehidrasi tidak ada (5) abnormalitas sel).

5. Lembabkan bibir yang kering

80
7. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 2.12 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi

1. Ketidakefektifan 3140 Manajemen Jalan Napas Pukul 05.15 Wita

bersihan jalan napas 00.30 1. Memposisikan pasien untuk S :

berhubungan dengan memaksimalkan ventilasi a. Pasien mengatakan masih batuk,

mucus berlebihan. Hasil : Pasien dalam posisi semi tetapi dengan muda

Domain 11 . fowler mengeluarkan lender ketika

Keamanan / 00.31 2. Memotivasi pasien untuk bernapas batuk.

Perlindungan pelan, dalam, dan batuk b. Pasien mengatakan masih

Kelas 2 . Cedera Hasil : sesak, namun sudah berkurang

Fisik a. Pasien nampak mengikuti apa O :

Kode : 00031 yang diintruksikan oleh a. Pasien nampak masih batuk

perawat. b. Pasien nampak dengan muda

81
b. Pasien nampak batuk efektif mengeluarkan lendirnya

00.32 3. Mengauskultasi suara napas. c. Tidak terdapat bunyi nafas

Hasil : Terdengar suara ronchi pada tambahan.

kedua lapang paru d. Tanda- tanda vital

00.36 4. Mengelola nebulizer ultrasonic, TD : 130 / 82 MmHg

sebagaimana mestinya Nadi : 85 x / menit

Hasil : Pemberian combvent 2,5 ml, Napas : 24 x / menit

00.40 5. Memonitor status pernapasan dan Suhu : 37.5 ºc

oksigenasi sebagai mana mestinya. A : keefektifan bersihan jalan nafas

Hasil : P : Pertahankan intervensi

a. Pasien nampak bernapas 3140 Manajemen Jalan Napas

menggunakan bantuan 1. Motivasi pasien untuk bernapas


oksigen binasal anula 3 liter / pelan, dalam, dan batuk
menit. 2. Auskultasi suara napas, catat area

82
b. SaO2 98 % yang ventilasinya menurun atau

6680 Monitor Tanda – Tanda Vital tidak ada dan adanya suara

22:07 1. Memonitor tekanan darah, nadi, suhu tambahan.

dan status pernapasan dengan tepat. 3. Monitor status pernapasan dan

Hasil : oksigenasi sebagai mana mestinya.

TD : 165 / 94 MmHg 6680 Monitor Tanda – Tanda Vital

Nadi : 85 x / menit 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu

Napas : 28 x / menit dan status pernapasan dengan

Suhu : 39.1 ºc tepat.

22.12 2. Monitor sianosis sentral dan perifer. 2. Monitor irama dan laju pernapsan

Hasil : 3. Monitor sianosis sentral dan perifer

a. Tidak terdapat sianosis

b. CRT < 2 detik

83
Ketidakefektifan pola
2. 0840 Pengaturan Posisi
napas berhubungan Pukul 05.15 Wita
22.21 1. Menempatkan pasien di atas matras/
dengan keletihan otot S : Pasien megatakan sesak nafas
tempat tidur terapeutik.
pernapasan yang dirasakan berkurang.
Hasil : Pasien terbaring di atas
Domain 4 . Aktivitas / O:
tempat tidur
istirahat. Terpasang oksigen binasal kanula
22.22 2. Mendorong pasien untuk terlibat
Kelas 4. Respon 3 l/menit.
dalam perubahan posisi
kardiovaskular / Tanda - tanda vital
Hasil : Pasien berusaha untuk
pulmonal. a. Tanda- tanda vital
merubah posisi sesuai yang
Kode : 00032 TD : 130 / 82 MmHg
diinstruksikan.
Nadi : 85 x / menit
22.23 3. Memposisikan pasien untuk
Napas : 24 x / menit
mengurangi dyspnea (posisi semi
Suhu : 37.5 ºc
fowler)
Pasien tidak nampak sianosis
Hasil : Pasien dalam keadaan semi

84
fowler CRT < 2 detik

3320 Terapi Oksigen Terdapat bunyi nafas tambahan

22.38 1. Membersihkan mulut dan hidung (ronghi)

dengan tepat. Tidak nampak adanya pernafasan

Hasil : Mulut dan hidung pasien cuping hidung.

dalam keadaan bersih A : Keefektifan pola napas

22.41 2. Menyiapkan peralatan oksigen dan P : Pertahankan intervensi.


berikan melalui system humidifier. 3320 Terapi Oksigen
Hasil : Peralatan oksigen binasal 1. Pertahankan kepatenan jalan
kanula sudah siap untuk napas
digunakan 2. Monitor aliran oksigen
22.46 3. Memberikan oksigen tambahan 3. Periksa perangkat pemberian
seperti yang diinstruksikan oleh oksigen secara berkala untuk
dokter. memastikan bahwa konsentrasi

85
Hasil : Terpasang oksigen binasal yang telah ditentukan sedang

kanula diberikan.

22.47 4. Memonitor aliran oksigen 4. Monitor peralatan oksigen untuk

Hasil : Kecepatan aliran oksigen 3 memastikan bahwa alat tersebut

liter/menit tidak menggangu upaya pasien

22.48 5. Memeriksa perangkat pemberian untuk bernapas.

oksigen secara berkala untuk

memastikan bahwa konsentrasi yang

telah ditentukan sedang diberikan.

Hasil : Konsentrasi oksigen yang

diberikan 3 liter/menit

22.49 6. Memonitor peralatan oksigen untuk

memastikan bahwa alat tersebut

tidak menggangu upaya pasien untuk

86
bernapas.

Hasil : Pasien mengatakan tidak

merasa terganggu dengan

peralatan yang digunakan

Melaksanakan tindakan lain sesuai

instruksi dokter

22.55 a. Pengambilan sampel darah

(pemeriksaan darah rutin dan kimia

darah)

Hasil :

1) Mendapat 2 tabung sampel

darah.

2) Pemeriksaan darah

terkesan normal.

87
23.00 b. Pemasangan konekta

Hasil : Terpasang konekta pada

tangan kanan.

23.11 c. Mengantar klien ke ruang radiologi

pemeriksaan foto thoraks.

Hasil : Klinis CHF dan uraian kesan

pemeriksaan adalah aspek

bronghitis.

Hipertermia 3740 Perawatan Demam Pukul 05.15 Wita


3.
berhubungan dengan 23.40 1. Memantau suhu dan tanda-tanda vital S :

penyakit proses infeksi lainnya a. Pasien mengatakan demamnya

Domain 11 : Hasil : sudah berkurang.

Keamanan Suhu : 37,5 ºc b. Pasien mengatakan tidak sakit

/perlindungan TD : 165 / 94 MmHg kepala.

88
Kelas 6 : Nadi : 85 x / menit O:

Termoregulasi Napas : 28 x / menit b. Kulit pasien teraba dingin dan

Kode : 00007 23.51 2. Memonitor warna kulit dan suhu lembab

Hasil : Tidak terdapat perubahan c. Tanda- tanda vital

warna kulit pasien, Namun TD : 130 / 82 MmHg

teraba panas Nadi : 85 x / menit

23.52 3. Memberi obat paracetamol 1 gr / Napas : 24 x / menit

drips Suhu : 37.5 ºc

Hasil : Suhu tubuh klien 37.5 ºc A : Hipertermia teratasi

00.00 4. Memantau komplikasi - komplikasi P : Pertahankan intervensi

yang berhubungan dengan demam 3740 Perawatan Demam

serta tanda dan gejal kondisi 1. Pantau suhu dan tanda-tanda

penyebab demam vital lainnya

Hasil : Pasien tidak mengalami 2. Monitor warna kulit dan suhu

89
kejang ataupun penurunan 3. Pantau komplikasi-komplikasi

kesadaran. yang berhubungan dengan

00.03 5. Menganjurkan keluarga pasien untuk demam

membasahi bibir pasien yang kering. 4. Lembabkan bibir yang kering.

Hasil : Istri pasien nampak

membasahi bibir pasien

dengan air.

90
BAB III

PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan kegawatdaruratan pada Ny.

“U” dengan kasus Community Acquired Pneumonia telah dilakukan upaya

semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami

pasien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

dilakukan secara komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, impIementasi dan evaIuasi dengan tidak

mengabaikan pendekatan medis.

Berikut ini penulis akan membahas beberapa kesenjangan yang

terjadi antara teori dan kasus nyata yang ditemukan dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan pada Ny. “U” dengan gangguan system pernapasan

Pneumonia sesuai dengan urutan tahapan keperawatan.

A. PENGKAJIAN

1. Airway

Pengkajian airway pada kasus Community Acquired

Pneumonia menurut teori ditemukan keluhan seperti pasien

kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien kesulitan bersuara, dan

terdengar terdengar bunyi ronghi (Triyoga H. et all, 2014). Keluhan

tersebut juga ditemukan pada kasus pasien seperti batuk berlendir,

sesak napas (dispnea), dan terdengar bunyi nafas tambahan yaitu

ronghi. Melihat hal tersebut, tidak terdapat kesenjangan antara teori

dan kasus. Dari hasil pengkajian airway ditemukan masalah

91
keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas yang

membutuhkan penanganan yang segera, cepat dan tepat.

2. Breathing

Pengkajian breathing pada kasus Community Acquired

Pneumonia menurut teori ditemukan keluhan seperti kesulitan saat

bernapas, dengan frekuensi pernapasan meningkat, irama napas

tidak teratur, napas cuping hidung, terlihat adanya penggunaan otot

bantu pernapasan (sternokleidomastoid), napas cepat dan pendek

(Triyoga H. et all, 2014). Keluhan tersebut juga ditemukan pada

kasus seperti Dipsnea, frekuensi pernapasan 26 x/menit, napas

cepat dan dangkal, serta nampak menggunakan otot bantu

pernapasan. Melihat hal tersebut, tidak ditemukan kesenjangan

antara teori dan kasus. Dari hasil pengkajian tersebut, ditemukan

masalah keperawatan ketidakefektifan pola napas yang

membutuhkan penanganan yang segera, cepat dan tepat.

3. Circulation

Pengkajian breathing pada kasus Community Acquired

Pneumonia menurut teori sering ditemukan tanda seperti tekanan

darah dalam batasan normal, frekuensi nadi lemah, reguler, nadi

teraba lemah, dan akral hangat (Triyoga H. et all, 2014). Sedangkan

tanda yang ditemukan pada kasus seperti tekanan darah 165 / 94

MmHg, frekuensi nadi 85 x/menit kuat dan regular dan kulit teraba

panas. Melihat tersebut, terdapat kesenjangan antara teori dengan

kasus. Hal ini disebabkan karena pasien mempunyai riwayat

92
hipertensi sehingga tekanan darah diatas kisaran normal. Selain itu,

pasien juga terindentifikasi mempunyai penyakit gangguan system

kardiovaskuler (congestif hearth failure). Selain itu tidak ditemukan

masalah keperawatan gawat darurat pada pengkajian pada

circulation.

4. Disability

Pengkajian breathing pada kasus Community Acquired

Pneumonia menurut teori biasanya ditemukan biasanya kesadaran

pasien compos mentis atau sadar penuh, pasien gelisah, terlihat

tidak tenang, dan sering mengulang kata-kata (Triyoga H. et all,

2014). Pada kasus ditemukan pada kasus adalah pasien sadar total

(compos mentis) Melihat hal tersebut, tidak ditemukan adanya

kesenjangan antar teori dan kasus. Selain itu, tidak ditemukan

adanya masalah keperawatan pada pengkajian disability.

5. Exposure

Pengkajian breathing pada kasus Community Acquired

Pneumonia menurut teori ditemukan hipertermia dan keluar keringat

banyak (Triyoga H. et all, 2014). Pada kasus ditemukan peningkatan

suhu tubuh yaitu 39,1 oC, kulit teraba panas dan banyak berkeringat.

Melihat hal tersebut, tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

kasus. Selain itu, dari hasil pengkajian ditemukan masalah

keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, yang

membutuhkan penangan segera, cepat dan tepat.

93
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan beberapa diagnosa

keperawatan. Menurut Nuratif & Kusuma (2015) dalam buku NANDA

2015 terdapat 8 diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada

kasus pneumonia antara lain :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelelahan

otot pernapasan.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah.

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipoksemia jaringan.

5. Nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi pada parenkim

paru-paru.

6. Hipertermi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan tubuh terhadap infeksi.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

suplay dan kebutuhan O2.

8. Resiko infeksi.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada studi

kasus pasien Ny. “U” ditemukan 6 masalah keperawatan. Pada saat

pengkajian primer ditemukan tiga masalah keperawatan, yaitu :

94
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus

berlebihan.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

dan pada saat pengkajian sekunder ditemukan 3 diagnosa

keperawatan, yaitu :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi.

2. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan imobilisasi

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa terdapat beberapa

kesenjangan dalam diagnosa keperawatan menurut teori dengan

kasus, yaitu sebagai berikut :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah.

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien tidak mengalami sianosis, hipoksia, takikardi dan tidak terjadi

perubahan mental. Selain itu, tidak dilakukan pemeriksaan analisa

gas darah yang merupakan pemeriksaan penunjang dalam

merumuskan diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas,

sehinggal dalam kasus tidak mengangkat diagnosa Gangguan

95
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas

pengangkutan oksigen dalam darah.

2. kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi.

Diagnosa keperawatan ini tidak terdapat dalam teori, namun

ditemukan dalam kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien mempunyai riwayat hipertensi. Selain itu, hasil pemeriksaan

penunjang menunjukkan pasien juga mengalami CHF, sehingga hal

ini harus ditangani dengan pemberian obat anti diuretic (Furosemid

40 mg / 24 jam) untuk mencegah hal yang tidak dinginkan.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipoksia jaringan.

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian

pasien, ditemukan saturasi oksigen dalam batas normal yaitu 98 %,

tidak mengalami sianosis, pemeriksaan CRT < 2 detik, sehinggal

dalam kasus tidak mengangkat diagnosa Ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer.

4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada parenkim paru-paru.

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien tidak mengalami nyeri serta tidak nampak wajah meringis,

sehingga dalam kasus tidak mengangkat diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan inflamasi pada parenkim paru-paru.

96
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan batuk produktif.

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan. Selain itu, pasien

juga mempunyai berat badan normal (Berat badan 48 kg dan tinggi

badan 155 cm) dengan indeks massa tubuh 19,9 sehingga dalam

kasus tidak mengangkat diagnose ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh.

6. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan imobilisasi

Diagnosa keperawatan ini tidak ada dalam teori, namun

ditemukan dalam kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien, terdapat data yang mendukung yaitu pasien sudah 3 hari

susah tidur karena merasa sesak, pasien nampak mengantuk, selalu

menguap dan nampak lelah, sehingga hal ini perlu mendapat

penangan keperawatan.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan O2

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian,

pasien tidak mengalami kelelahan yang signifikan sehingga dalam

kasus tidak mengangkat diagnosa intoleransi aktivitas.

97
8. Resiko infeksi.

Diagnosa keperawatan ini terdapat dalam teori, namun tidak

ditemukan pada kasus. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian

hasil pemeriksaan darah lengkap terkesan normal sehingga dalam

kasus tidak mengangkat diagnosa resiko infeksi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi di ruang IGD Non Bedah dilakukan secara bersamaan

dengan implementasi. Hal ini dikarenakan kasus gawat darurat

membutuhkan penanganan yang cepat, dan tepat. Rencana tindakan

keperawatan yang dilakukan pada Ny. “U” akan diuraikan sesuai

dengan diagnose keperawatan yang ditemukan sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus

berlebihan.

Intervensi untuk menangani masalah keperawatan ini menurut

teori ada 2 yaitu manajemen airway dan suction jalan napas (Nuratif

Amin & Kusuma Hardhi, 2015). Sedangkan intervensi yang

dirumuskan pada kasus untuk menangani adalah manajemen jalan

napas dan monitor tanda - tanda vital. Melihat hal ini, intervensi

pada teori dan kasus ada yang sesuai dan ada juga terdapat

kesenjangan. Kesenjangan tersebut adalah diteori terdapat

intervensi suction jalan napas, sedangkan pada kasus tidak

dirumuskan intervensi tersebut, karena pada kasus tidak terdapat

sumbatan pada jalan napas yang disebabkan oleh darah, namun

98
pada alveolus terdapat mucus yang berlebih yang dapat

mempengaruhi jalan napas. Sehingga intervensi yang dirumuskan

adalah manajemen jalan napas adalah pemberian nebulizer dan

monitor tanda-tanda vital.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan.

Intervensi untuk menangani masalah keperawatan ini menurut

teori adalah pengaturan posisi dan terapi oksigen (Nuratif Amin &

Kusuma Hardhi, 2015). Intervensi ini sesuai dengan intervensi yang

dirumuskan pada kasus yaitu pengaturan posisi dan terapi oksigen.

Meliahat hal ini, tidak dtemukan adanya kesenjangan antara

intervensi menurut teori dengan intervensi yang dirumuskan untuk

kasus.

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Intervensi untuk menangani masalah keperawatan ini menurut

teori adalah perawatan demam (Nuratif Amin & Kusuma Hardhi,

2015). Intervensi sama halnya dengan intervensi yang dirumuskan

pada kasus yaitu perawatan demam. Meiahat hal ini, tidak

ditemukan adanya kesenjangan dari intervensi menurut teori dengan

intervensi kasus.

99
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Proses Implementasi pada dasarnya bergantung pada intervensi

yang telah dirumuskan sebelumnya. Implementasi adalah tahap ke

empat dalam tahap proses keperawatan dalam melaksanakan tindakan

keperawatan yang bertujuan untuk membantu klien mencapai tujuan

yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus

berlebihan.

Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah

keperawatan ini menurut teori adalah manajement jalan napas dan

suction jalan napas. Manajement jalan napas menurut teori terdiri

dari :

a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

perlu

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d. Pasang mayo bila perlu

e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

h. Lakukan suction pada mayo

i. Berikan bronkodilator bila perlu

j. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

100
l. Monitor respirasi dan status O2

Sedangkan implementasi yang dilakukan pada kasus untuk

menangani masalah keperawatan ini adalah :

a. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b. Memotivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, dan batuk

c. Mengauskultasi suara napas.

d. Mengelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya

e. Memonitor status pernapasan dan oksigenasi sebagai mana

mestinya.

f. Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan

dengan tepat.

g. Monitor sianosis sentral dan perifer.

Melihat hal ini, terdapat beberapa kesenjangan yang

ditemukan. Antara lain pada kasus tidak dilakukan teknik chin lift

atau jaw thrust, tidak dipasangkan mayo, dan tidak diberikan

bronkodilator. Hal ini karena pasien dalam keadaan sadar total.

Selain itu, pasein juga tidak dilakukan suction dan terapi dada,

karena mengalami batuk sehingga implementasi yang dilakukan

adalah pemberian nebulizer untuk memudahkan pengeluaran

secret.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan.

Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah

keperawatan ini menurut teori adalah pemberian posisi dan terapi

101
oksigen. Implementasi yang dilakukan pada kasus sesuai dengan

implementasi menurut teori yaitu pemberian posisi dan terapi

oksigen. Dalam hal ini, tidak terdapat kesenjangan antara

implementasi menurut teori dengan kasus. Namun dalam segi

pelaksanaan implementasi, masalah keperawatan ketidakefektifan

pola napas terlebih dahulu dilakukan implementasi dibandingkan

dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Hal ini disebabkan oleh keluhan utama pasien yang sesak dengan

frekuensi napas 28 x/menit yang membutuhkan pemberian terapi

oksigen segera, jika dibandingakan dengan keluhan pasien batuk

berdahak yang penanganannya dapat ditunda beberapa menit atau

jam.

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah

keperawatan ini menurut teori adalah perawatan demam.

Implementasi yang dilakukan pada kasus sesuai dengan

implementasi menurut teori yaitu perawatan demam. Dalam hal ini,

tidak terdapat kesenjangan antara implementasi menurut teori

dengan kasus. Selain itu, beberapa rencana tindakan

diimplementasikan semua sesuai dengan intervensi yang telah

ditentukan.

102
E. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.

Evaluasi meliputi evaluasi yang menunjang adanya kemajuan atau

keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh pasien. Evaluasi di ruang

IGD non bedah dilakukan segera dan mempunyai rentang waktu

sampai 6 jam setelah implementasi dilakukan. Evaluasi pada Ny. “U”

dilakukan sebanyak 2 kali yaitu evaluasi untuk penanganan masalah

pada pengkajian primer yang dilakukan pukul 05.15 wita dan evaluasi

kedua dilakukan pada saat implementasi .masalah yang ditemukan

pada pengkajian sekunder, yaitu pukul 07.30 wita.

Setelah melakukan evaluasi sebanyak 2 kali, 3 dari 6 diagnosa

keperawatan yang ditemukan pada Ny, “U” telah teratasi dan 3

diagnosa keperawatan lainnya belum teratasi. Berikut penjelsannya :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus

berlebihan.

Diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan evalusi terhadap

tindakan manajement jalan nafas telah teratasi. Karena hasil dari

evaluasi pada Ny. “U” menunjukkan pasien masih mengalami batuk,

namun sudah berkurang dan bisa mengeluarkan lender dengan

mudah. Selain itu, hasil pemeriksaan auskultasi dada tidak

terdengar bunyi nafas tambahan. Hal ini sesuai dengan outcomes

kepatenan jalan nafas dengan kriteria hasil sebagai berikut :

a. 041007 Tidak ada suara napas tambahan

103
b. 041012 Kemampuan untuk mengeluarkan secret tidak ada

deviasi dari kisaran normal

c. 041015 Dispnea saat istirahat ringan

d. 041019 Batuk ringan

e. 041020 Akumulasi sputum ringan (Sue Moorhead, et all. 2015)

2. Ketidakefektipan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan

Diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan evalusi terhadap

tindakan pengaturan posisi dan terapi oksigen 3 L/m telah teratasi.

Karena hasil evaluasi pada Ny. “U” menunjukkan bahwa sesak

pasien berkurang dengan frekuensi nafas 24 x/menit, tidak nampak

sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung dan hasil

pemeriksaan CRT > 2 detik. Hal ini sesuai dengan outcomes status

pernapasan dengan Kriteria hasil :

a. 041501 Frekuensi pernafasan dalam kisaran normal (16-22

x/menit)

b. 041502 Irama pernafasan tidak ada deviasi dari kisaran normal

c. 041513 Sianosis tidak ada

d. 041532 Kepatenan jalan napas tidak ada deviasi dari kisaran

normal

e. 041514 Dispneu saat istirahat ringan

f. 041528 Pernapasan cuping hidung tidak ada (Sue Moorhead, et

all. 2015)

104
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan evalusi terhadap

tindakan perawatan demam telah teratasi, Karena hasil evaluasi

pada Ny. “U” menunjukkan bahwa demam berkurang, tidak sakit

kepala, kulit teraba dingin dan lembab, dan pemeriksaan suhu tubuh

menunjukkan 36,8 ºc. Hal ini sesuai dengan outcomes

termoregulasi dengan kriteria hasil :

a. 080001 Peningkatan suhu tubuh tidak ada

b. 080019 Hipertermia tidak ada

c. 080003 Sakit kepala tidak ada

d. 080007 Perubahan warna kulit tidak ada

g. 080014 Dehidrasi tidak ada (Sue Moorhead, et all. 2015)

105
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah mempelajari teori-teori dan pengalaman langsung yang

dilakukan selama praktek mengenai pasien dengan kasus Community

Acquired Pneumonia yaitu tentang penyakit dan asuhan

keperawatan,gawat darurat, maka penulis dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dalam proses pengkajian keperawatan, pengkajian dilakukan secara

cepat dan tanggap melalui pengkajian primer yang meliputi airway,

breathing, circulation, disability dan exposure. Selain itu, pengkajian

dilanjutkan dengan pengkajian sekunder yang menyangkut riwayat

penyakit, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan head to toe

dan pemeriksaan penunjang.

2. Dari hasil pengkajian pada Ny. “U” dengan kasus Community

Acquired Pneumonia terdapat enam diagnosis keperawatan yang

merupakan hasil pengkajian primer dan pengkajian sekunder. yaitu:

a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

mucus berlebihan.

b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan

c) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

105
d) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi.

e) Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan imobilisasi

f) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

3. Dalam melaksanakan rencana (intervensi) keperawatan ditetapkan

sesuai dengan masalah keperawatan yang ditemukan. Intervensi

yang dilakukan pada asuhan keperawatan gawat darurat bersamaan

dengan implementasi Hal ini karena ke 3 diagnosa keperawatan

yang ditemukan pada saat pengkajian primer memerlukan

penanganan yang segera, cepat dan tepat. Sedangkan intervensi

yang dilakukan untuk menangani masalah keperawatan yang

ditemukan saat pengkaian sekunder dilakukan ketika diagnosa

keperawatan yang ditemukan pada pengkajian primer telah teratasi

4. Dalam pelaksanakan implementasi keperawatan selalu mengacu

pada rencana (intervensi) yang telah ditetapkan sebelumnya yang

disesuaikan dengan waktu dan kondisi pasien yang dapat

mengancam jiwa. Implementasi yang dilakukan pada asuhan

keperawatan gawat darurat yang dilakukan dengan segera, cepat

dan tepat sesuai dengan keluhan uatama pasien.

5. Dalam evaluasi asuhan keperawatan gawat darurat yang dilakukan

pada Ny. “U” meliputi SOAP (Subjektif, objektif, assessment dan

planning) mengacu pada kriteria tujuan dan masalah-masalah

keperawatan yang ditemukan saat melakukan pengkajian. Evaluasi

yang dilakukan pada asuhan keperawatan gawat darurat sebanyak

106
2 kali yaitu saat melakukan implementasi masalah yang ditemukan

pada pengkajian primer, kemudian dilanjutkan evaluasi pada

implementasi masalah keperawatan yang ditemukan saat

pengkajian sekunder.

6. Setelah melakukan asuhan keperawatan gawat darurat selama ± 6

jam, didapatkan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus yang

ditemukan dilapangan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implemetasi keperawatan dan evaluasi

keperawatan.

B. SARAN

1. Tenaga Keperawatan

Perawat adalah salah satu anggota tim kesehatan yang paling

banyak berhubungan dengan pasien diharapkan terus meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu memberikan

asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien, terutama pada

kasus Community Acquired Pneumonia.

2. Rumah Sakit

Bagi pihak Rumah Sakit diharapkan dapat memberikan pendidikan

dan pelatihan secara berkala kepada tenaga keperawatan,

khususnya mengenai metode pelayanan terkini pada pasien dengan

kasus pneumonia untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan tenaga keperawatan. Selain itu, pihak rumah sakit

menyediakan sarana dan prasarana yang lebih memadai dalam

107
tindakan medis dan tindakan keperawatan untuk meningkatkan

pelayanan yang lebih baik dan mencegah terjadinya komplikasi dari

penyakit yang dialami pasien.

3. Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga diharapkan dapat bersikap kooperatif dan

mampu bekerjasama dengan tim kesehatan dalam penanganan dan

proses penyembuhan pasien.

Diharapkan agar bisa berpartisipasi dan bersungguh-sungguh dalam

menjalani perawatan/terapi agar hasil yang didapatkan sesuai

dengan apa yang diharapkan, serta kesadaran untuk melakukan

pencegahan terjadinya Community Acquired Pneumonia sangatlah

penting dengan menghindar faktor-faktor penyebabnya.

4. Institusi

Bagi institusi pendidikan diharapakan agar dapat memodifikasi

pengkajian gawat darurat dengan sistem terbaru sehingga proses

keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi terarah.

108
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC


Dahlan Z. (2009). Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia.

Dahlan Z. Pneumonia bakteri. Dalam : Dahlan Z, Amin Z.


SurotoYA, editor. Tata Laksana Respirologi Respirasi Kritis.
Edisi ke-2. Jakarta : PERPARI, 2013.p 53-87.
Donowitz GR, Heather L. Bacterial community-acquired pneumonia
in older patients. Clin Geriatr Med. 2007;23(3):515–34.
Elza Febria Sari1,2, C. Martin Rumende3, Kuntjoro Harimurti:
Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Diagnosis
Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia | Vol. 3, No. 4 | Desember 2016
Ferdous F, Farzana FD, Ahmed S, Das SK, Malek MA, Das J,
Faruque ASG, Chisti MJ (2014). Mother Perception and
Healthcare Seeking Behaviour of Pneumonia Children in
Rural Bangladesh. Hindawi Publishing Corporation. ISRN
Family Medicine. 1-8. doi: 10.1155/2014/690315.
H J Zar, S A Madhi, S J Aston, S B Gordon Pneumonia in low and
middle income countries: progress and challenges
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika. Ho P-L, Cheng VC-C, Chu C-M.
Antibiotic resistance in community-acquired pneumonia
caused by Streptococcus pneumoniae, methicillin-resistant
Staphylococcus aureus, and Acinetobacter baumannii.
CHEST Journal. 2009;136(4):1119-27
Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil
Kesehatan Indonesia
Musliha, S. (2013). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Nurarif & kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi
Revisi jilid 2, Yokyakarta : Media Action Publishing..

Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of


respiratory system relevant to anaesthesia. Indian Journal of
Anaesthesia, 59(9), p.533
Purwaningsih, W dan Karlina, I. (2012). Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Rudan I, Boschi PC, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H (2008).
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia, Bulletin
of the World Health Organization, 86(5): 408–416. doi: 10.2-
471/BLT.07.048769
Susanne Lausten Brogaard, Maj Britt Dahl Nielsen, Lars Ulrik
Nielsen, Trine Mosegaard Albretsen, Peter Bo Poulsen
Niederman MS, Luna M. Community-acquired pneumonia
guidelines: a global perspective. Semin Respir Crit Care
Med. 2014;33: 298–310
WHO (2015). World Pneumonia Day 2014 Pneumonia Fact Sheet 1
What is “pneumonia?’" Who, 6736 (October 2014)
WHO. 2014. Pneumonia. http://www.who.int/en/. Diakses tanggal
17 Maret 2015 pukul 21.00 WIB.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

I. Identitas

Nama : Taufik Kurrahman, S.Kep

Tempat, tanggal lahir : Donggobolo, 14 Mei 1996

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status pernikahan : Belum menikah

Alamat asal : Bima, NTB

Alamat : Jl. Todopuli 2 No IX Makassar

No. Hp : 0823-3902-5472

Nama orang tua :

Ayah : Sofiyan

Ibu : Masita

II. Riwayat Pendidikan

Tamat SD Negeri Pandai pada tahun 2002 sampai 2008.

Tamat SMP Negeri 1 Bolo pada tahun 2008 sampai 2011.

Tamat SMK Pelita Harapan Bima pada tahun 2011 sampai 2014.

Tamat Kuliah di STIKES Panakkukang Makassar Program Studi S1

Keperawatan pada tahun 2014 sampai 2018.


Kuliah di STIKES Panakkukang Makassar Program Studi Profesi

Ners pada tahun 2018 sampai 2019

Anda mungkin juga menyukai