Anda di halaman 1dari 95

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP

INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S


DENGAN POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA
1/3 DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I
RSUD SALATIGA

DI SUSUN OLEH:
USI NURMUALIMAH
NIM. P.13124

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S
DENGAN POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA
1/3 DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I
RSUD SALATIGA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH:
USI NURMUALIMAH
NIM. P.13124

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : USI NURMUALIMAH
NIM : P.13124
Program Studi : DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS

DALAM TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA


ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN POST
OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA 1/3
DISTAL DI BANGSAL FLAMBOYAN 1 RSUD
SALATIGA.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 19 Desember 2015
Yang Membuat Pernyataan

USI NURMUALIMAH
NIM. P.13124

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama : USI NURMUALIMAH
NIM : P.13124
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan Post Operasi
Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di Bangsal Flamboyan 1
RSUD Salatiga

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis


Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Selasa/ 24 Mei 2016

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M. Kep ( )


NIK. 200984041

Penguji I : Ns. Amalia Senja, M. Kep ( )


NIK. 200189090

Penguji II : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M. Kep ( )


NIK. 200984041

Mengetaui,
Ketua Program Studi DIII Keperwatan
STIKES Kusuma Husada

Ns. Meri Oktariani, M. Kep


NIK. 200981037

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas
Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. S. Dwi Sulisetyawati,S.Kep.,M.Kep, selaku dosen pembimbing
sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Amalia Senja, S.Kep.,Ns,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

iv
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebut
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 5 Mei 2016

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5
C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .............................................................................. 8
1. Fraktur .................................................................................... 9
2. Pola Asuhan Keperawatan ..................................................... 18
3. Nyeri Post Operasi ................................................................. 26
4. Relaksasi Nafas Dalam .......................................................... 33
B. Kerangka Teori............................................................................. 36
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................... 37
B. Tempat dan Waktu ....................................................................... 37
C. Media atau Alat yang digunakan.................................................. 37
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ............................... 37
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset .................................... 38
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien .............................................................................. 39
B. Pengkajian .................................................................................... 40
1. Riwayat Kesehatan ................................................................. 40

vi
2. Pola Pengkajian Primer .......................................................... 42
3. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional ................................. 42
4. Hasil Pemeriksaan Fisik ......................................................... 45
5. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 47
6. Terapi Medis .......................................................................... 47
C. Daftar Perumusan Masalah .......................................................... 48
D. Perencanaan.................................................................................. 49
E. Implementasi ................................................................................ 51
F. Evaluasi ........................................................................................ 56
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................... 60
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................... 65
C. Perencanaan.................................................................................. 68
D. Implementasi ................................................................................ 74
E. Evaluasi ........................................................................................ 77
BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 80
B. Saran............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Gambar 2.1 Klasifikasi Fraktur ................................................. 12

2 Gambar 2.2 Prosedur Pembedahan ........................................... 17

3 Gambar 2.3 Skala Analog Visual .............................................. 32

4 Gambar 2.4 Numeric Rating Scale............................................ 32

5 Gambar 2.5 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif .......................... 32

6 Gambar 2.6 Kerangka Teori ...................................................... 36

7 Gambar 2.4 Numeric Rating Scale............................................ 38

8 Gambar 4.1 Genogram .............................................................. 42

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan Keperawatan

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Log Book

Lampiran 4 Jurnal

Lampiran 5 Usulan Judul

Lampiran 6 Surat Pernyataan

Lampiran 7 Lembar Konsultasi Karya Tulis

Lampiran 8 Format Pendelegasian

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh

dunia atau 3000 kematian setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta

orang setiap tahunnya (Depkes 2007 & WHO, 2011). World Health

Organitation (WHO) mencatat pada tahun 2005 terdapat lebih dari tujuh juta

orang meninggal karena kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan

kepolisian menunjukan peningkatan 6,72% dari 57.726 kejadian di tahun 2009

menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan

10.349 meninggal dunia atau 43,15% (WHO, 2011).

Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar

selain gizi dan konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit, gigi dan mulut, serta

aspek moralitas dan perolaku di Indonesia (Depkes RI, 2007). Kejadian fraktur

di Indonesia yang dilaporkan Depkes RI (2007) menunjukkan bahwa sekitar

delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis yang berbeda. Insiden

fraktur di indonesia 5,5% dengan rentan setiap provinsi antara 2,2% sampai 9%

(Depkes, 2007).

Hasil yang didapat dari pengaplikasian jurnal di RSUD Salatiga di

Ruang Flamboyan 1 jumlah dalam satu periode adalah 203 pasien kasus hidup

dan mati dan rata-rata 159 pasien, yang di rawat di Ruang Flamboyan 1 adalah

khusus pasien fraktur.

1
2

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya

tulang yang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma atau rudapaksa atau

tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih,

2012, hlm. 26). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu

lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006). Pembedahan dan anestesi

dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Pembedahan dapat

menyebabkan trauma bagi penderitanya, sedangkan anestesi dapat

menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan gejala.

Keluhan harus didiagnosis agar dasar patologinya dapat diobati. Keluhan dan

gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & jong, 2005).

Nyeri pasca operasi mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi

kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Pencegahan

nyeri sebelum operasi sebaiknya direncanakan agar penderita tidak terganggu

oleh nyeri setelah pembedahan. Cara pencegahannya tergantung pada

penyebab dan letak nyeri dan keadaan penderitanya (Sjamsuhidayat & Jong,

2005).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014),Proses

keperawatan selama periode pasca operatif diarahkan untuk menstabilkan

kembali keadaan fisiologi pasien, menghilangkan rasa nyeri dan pencegahan

komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien

kembali pada fungsi yang optimal dengan cemat, aman, dan senyaman
3

mungkin. Nyeri setelah pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi

dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang di perlukan untuk

perbaikan alamiah jaringan-jaringan yang rusak. Selain merasakan

ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri yang tidak reda dan mempengaruhi

sistempulmonari, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin dan imunologi.

Menurut Potter (2005) dalam Suhartini dkk (2013), Setiap individu

pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu nyeri merupakan alasan yang

paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri bersifat subjektif dan

tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama. Oleh karena itu perawat

perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri.

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri

terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa

pemeriksaan diagnostik pembedahan dan pengobatan. Penanganan yang sering

digunakan untuk menurunkan nyeri post operasi fraktur berupa penanganan

farmakologi, biasanya untuk menghilangkan nyeri digunakan analgesik yang

tergolong menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik

narkotik (Potter & perry, 2006).

Pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri sedang dan

berat. Pemberian farmakologi ini tidak bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya, maka di butuhkan

kombinasi farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non farmakologi agar

sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan memanjang. Metode non
4

farmakologi tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan

tersebut diperlukan untuk mempersingkat frekuensi nyeri yang berlangsung

hanya beberapa detik atau menit, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung

selama berjam-jam atau berhari-hari. Mengkombinasikan metode non

farmakologi dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk

mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non farmakologi menjadi lebih murah,

sederhana, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2006).

Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat di lakukan terutama

pada pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang

menurunkan komsumsi oksigen, frekuensi jantung dan ketegangan otot. Teknik

relaksasi perlu di ajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal dan

perlunya instruksi menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau

mencegah meningkatnya nyeri (Suhartini, 2013).

Dari hasil survey awal yang di lakukan penelitian di Ruang Irina A

BLU Prof.Kandou Manado, umumnya perawat tidak melakukan teknik

relaksasi pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pasien post operasi

fraktur karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian

analgetik. Menurut Mulyono (2008) pemulihan pasien post operasi

membutuhkan waktu rata-rata 72,45 menit, sehingga pasien akan merasakan

nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi karena

pengaruh obat anastesi sudah hilang, dan pasien sudah keluar dari kamar sadar.

Menurut Walsh dalam Harnawatiaj (2008) pada pasien post operasi seringkali

mengalami nyeri hebat meskipun tersedia abat-obat analgesik yang efektif,


5

namun nyeri pasca bedah tidak dapat diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien

tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien.

Menurut Smeltzer (2002) dalam Suhartini dkk (2013), Oleh karena itu

penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu farmakologis dan non farmakologis. Menangani nyeri secara

farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

analgetik. Sedangkan tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara

teknik relaksasi berupa nafas dalam pada pasien post operasi.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

mengimplementasikan tindakan relaksasi terhadap intensitas nyeri yang

disusun dalam laporan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik

Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi

Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di Bangsal Flamboyan 1 RSUD Salatiga”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi nafas dalam terhadap nyeri

pada Ny. S dengan post operasi fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di Rumah

Sakit Umum Salatiga.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan post operasi

Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.


6

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

post operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan padapasien

dengan post operasiFraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan post

operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan post operasi

Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik relaksasi nafas

dalam terhadap nyeri post operasi pada Ny. Sdengan Fraktur Radius

Sinistra 1/3 Distal.

C. Manfaat Penulisan

a. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk pengajaran pada asuhan keperawatan nyeri

khususnya pada pasien post operasi fraktur.

b. Bagi Rumah Sakit

Karya tilis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan

asuhan keperawatan khususnya bagi klien dengan post operasi fraktur.

c. Bagi Profesi Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dibidang

keperawatan tentang asuhan keperawatan nyeri khususnya pada pasien post

operasi fraktur.
7

d. Bagi Penulis

1. Sebagai sarana dan alat untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi.

2. Sebagai bahan evaluasi tentang penerapan konsep keperawatan yang

didapatkan selama pendidikan praktek keperawatan selama nyata.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Fraktur

a. Definisi

Fraktur adalah kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang

disebabkan oleh cedera, trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat

berupa trauma langsung dan tidak langsung (Sjamsuhidayat dan Jong,

2005). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang,

dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang

terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).

Fraktur ekstremitas atas adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas atas yang

umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan

fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya yang sering terjadi

benturan pada ekstremitas atas yang menyebabkan fraktur pada troraks

(Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

Sedangkan radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada

kondisi klinik bisa berupa fraktur terbuka yang disertai kerusakan

jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur

radius tertutup yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik

8
9

trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Lalu 1/3 distal adalah

letak suatu patahan terjadi pada 1/3 bawah dari tungkai dan 1/3 proximal

adalah letak suatu patahan terjadi pada 1/3 atas dari tungkai (Noor, 2014)

b. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh kekuatan langsung atau tidak

langsung. Kekuatan langsung (direct force), diantaranya disebabkan oleh

trauma baik kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari tempat

ketinggian, serta kekuatan tidak langsung (indirect force) contohnya

adalah penyakit metabolik seperti osteoporosis yang dapat menyebabkan

fraktur patologis dan adanya keletihan (fatique) pada tulang akibat

aktivitas yang berlebihan Waher, Salmond & Pallino (2002) dalam

Yunusul (2014).

Sedangkan menurut Smeltrze & Bare (2002) dalam Yunusul (2014),

fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1) Infeksi

2) Pukulan langsung

3) Gerakan punter mendadak

4) Kontraksi otot ekstrem

5) Gaya meremuk

c. Manifestasi Klinik

Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014), menjelaskan

manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, defomitas,


10

pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan

warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1) Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

2) Hilangnya fungsi tubuh

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran

fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas

(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkannya dengan ektremitas normal. Ektremitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada

integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

3) Pemendekan Ekstremitas

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5

cm (1 sampai 2 inci).

4) Krepitus

Saat ektremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu


11

dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat.

5) Pembengkakan dan perubahan warna

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

d. Jenis Fraktur

Berdasarkan hubungan dengan dunia luar

1) Fraktur Tertutup (simple/close fracture)

Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya

kulit, tetapi terjadi pergeseran tulang didalamnya. Smeltzer & Bare

(2002) dalam Yunusul (2014).

2) Fraktur Terbuka (complicated/open fracture)

Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau

membran mukosa sampai ke patahan tulang. Klasifikasi fraktur

terbuka menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014),

adalah:

a. Grade 1 : dari luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan

jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simpel transverse dan

fraktur obliq pendek.

b. Grade 2 :luka lebih dari 1cm panjangnya,tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif, fraktur komunitif sedang dan ada

kontaminasi.
12

c. Grade 3 : yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak yang ektensi, kerusakan meliputi otot, kulit dan

struktur neurovascular.

d. Grade 4 ini dibagi lagi kedalam : 3 A : fraktur grade 3, tapi tidak

membutuhkan kulit untuk penutupan lukanya. III B : fraktur grade

III, hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan

membutuhkan kulit untuk penutup (skin graft). III C : fraktur grade

III, dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki, dan beresiko

untuk dilakukannya amputasi.

Gambar 2.1 klasifikasi fraktur

Sumber : Helmi, ZN 2012, Buku saku kedaruratan dibidang bedah


Ortopedi, Salemba Medika, Jakarta

e. Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran

tulang dan umur pasien. Fraktur lainnya adalah tingkat kesehatan pasien

secara keseluruhan, atau kebutuhan nutrisi yang cukup. Tahapan

penyembuhan tulang antara lain : inflamasi, proliferasi sel, kalsifikasi,

osifikasi, dan remodeling menjadi tulang dewasa (Noor, 2014).


13

1) Fase Inflamasi, yaitu terjadi respons tubuh terhadap cedera yang

ditandai oleh adanya perdarahan dan pembentukan hematoma pada

tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami divitalisasi

karena terputusnya aliran darah, lalu terjadi pembengkakan dan

nyeri, tahap inflamasi berlangsung beberapa hari.

2) Fase Proliferasi, pada fase ini hematoma akan mengalami organisasi

dengan membentuk benang-benang fibrin, membentuk

revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteblast. Kemudian

menghasilkan kolagen dan proteglikan sebagai matriks kolagen pada

patah tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan

(osteoid) berlangsung setelah hari ke lima.

3) Fase pembentukan Kalus, Pertumbuhan jaringan berlanjut dan

lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah

sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan

jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Waktu yang

dibutuhkan agar fragmen tulang tergabung adalah 3-4 minggu.

4) Fase penulangan Kalus/Ossifikasi, adalah pembentukan kalus mulai

mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui

proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun

sampai tulang benar-benar bersatu. Pada patah tulang panjang orang

dewasa normal, penulangan tersebut memerlukan waktu 3-4 bulan.

5) Fase Remodeling/Konsolidasi, merupakan tahap akhir perbaikan

patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi


14

tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling

memerlukan waktu berbulan sampai bertahun-tahun.

f. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur

Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014), menjelaskan

bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur

atau penghambat dalam proses penyembuan fraktur, yaitu :

1) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi

fragmen tulang, agar benar-benar akurat dan dipertahankan dengan

sempurna agar penyembuhan benar-benar terjadi. Aliran darah

memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat untuk tulang

panjang, hormon-hormon pertumbuhan : tiroid kalsitonin, vitamin D,

steroid anabolik.

2) Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan

tulang, imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan

diantara fragmen tulang, infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik,

nekrosis avaskuler, fraktur intraartikuler, usia (lansia sembuh lebih

lama), dan pengobatan kortikosteroid menghambat kecepatan

perbaikan.

g. Komplikasi Fraktur

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014),

Komplikasi fraktur dibagi menjadi komplikasi awal dan komplikasi

lanjut. Komplikasi lanjut biasanya terjadi pada pasien yang telah

dilakukan pembedahan.
15

1) Komplikasi awal atau komplikasi dini

Komplikasi terjadi segera setelah kejadian fraktur antara lain : syok

hipovolemik, kompartemen sindrom, emboli lemak yang dapat

mengakibatkan kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak

ditangani segera.

2) Komplikasi lanjut

Komplikasi lanjut terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah

kejadian fraktur dapat berupa :

(1) Komplikasi pada sendi : kekakuan sendi yang menetap, penyakit

degenerative sendi pasca trauma.

(2) Komplikasi pada tulang : penyembuhan fraktur yang tidak

noormal (delayed union, mal union, non union), osteomielitis,

osteoporosis, refraktur.

(3) Komplikasi pada otot : atrofi otot, ruptur tendon lanjut.

(4) Komplikasi pada syaraf : tardy nerve palsy yaitu saraf menebal

karena adanya fibrinosis intraneural.

h. Penatalaksanaan Fraktur

1) Pembedahan

Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunuzul (2014), penanganan

fraktur pada ekstremitas atas dapat dilakukan secara konservatif dan

operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental

pasien. Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara

invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan


16

ditangani (Sjamsuhidayat & Jong 2005). Smeltzer & Bare (2002)

dalam Yunuzul (2014), menjelaskan prosedur pembedahan yang

sering dilakukan pada pasien fraktur ekstremitas bawah meliputi :

a. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (open reduction and

internal fixation/ORIF). Fiksasi internal dengan pembedahan

terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan

pembedahan untuk memasukkan paku, sekrub atau pin kedalam

tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara

bersamaan.

b. Fiksasi eksterna, digunakan untuk mengibati fraktur terbuka

dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan

dukungan yang stabil untuk fraktur comminuted (hancur & remuk)

sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif.

c. Graft Tulang yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilitas

sendi, mengisi defek atau perangsangan untuk penyembuhan. Tipe

graft yang digunakan tergantung pada lokasi fraktur, kondisi tulang

dan jumlah tulang yang hilang karena injuri. Graft tulang mungkin

dari tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank

(allograft).
17

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 (a) fiksasi internal, (b) fiksasi internal, (c) graft tulang

Sumber : Smeltzer, SC &Bare, BG 2002, Buku ajar keperawatan medikal bedah


brunner & suddart,Edisi 2, Vol 3, EGC, Jakarta

2) Perawatan Pasien Pasca Operasi Fraktur dengan ORIF

Asuhan keperawatan pasien pasca operasi fraktur

ekstremitas bawah dengan ORIF mencakup beberapa observasi dan

intervensi meliputi: monitor neurovascular setiap 1-2 jam, monitor

tanda vital selama 4 jam, kemudian setiap 4 jam sekali selama 1-3 hari

dan seterusnya. Monitor hematokrit dan hemoglobin. Observasi

karakteristik dan cairan yang keluar , laporkan pengeluaran cairan dari

100-150 mL/hr setelah 4 jam pertama. Rubah posisi klien setiap 2 jam

dan sediakan trapaze gantung yang dapat digunakan pasien untuk

melakukan perubahan posisi. Letakkan bantal kecil di antara kaki

klien untuk memelihara kesejajaran tulang. Anjurkan dan bantu pasien

melakukan teknik nafas dalam. Memberikan pengobatan seperti

analgesik obat relaksasi otot, antikoagulan dan antibiotic. Anjurkan

weight bearing yang sesuai dengan kondisi pasien dan melakukan

mobilisasi dini (Reeves et al 2001).


18

2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian pada pasien post operasi

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar dalam proses

keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien post operasi fraktur

(Jitowiyono, 2012) meliputi :

1) Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema, pulmonal, penyakit

vaskular perifer, atau statis vaskular (peningkatan risiko pembentukan

trombus).

2) Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress

multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak

dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsangan,

stimulasi simpatis.

3) Makanan atau cairan

Gejala : insufisiensi pankreas atau diabetes militus, (predisposisi

untuk hipoglikemia atau ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas),

membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan atau periode

puasa sebelum operasi).

4) Pernafasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk, merokok.


19

5) Keamanan

Gejala : alergi atau sensitive terdapat obat, makanan, plester, dan

larutan defisiensi immume (peningkatan resiko infeksi sitemik dan

penundaan penyembuhan), munculnya kanker atau terapi kanker

terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant atau

detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi. Riwayat

transfuse darah atau reaksi transfuse. Tanda : munculnya proses

infeksi yang melelahkan menyebabkan demam.

6) Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik, antihipertensi,

kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, dieretik,

dekongestan, analgesik, antiinflamasi, antikonvulsan atau transquilizer

dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.

Penggunaan alkohol (resiko akan kerusakan ginjal, yang

mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial

bagi penarikan diri pasca operasi).

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat, yang

menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini

dapat berupa masalah-masalah aktual atau potensial (Wilkinson, 2007).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post

operasi fraktur (Wilkinson, 2016) meliputi :


20

1) Nyeri berhubungan dengan perputusnya kontinuitas jaringan tulang,

gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi

atau immobilisasi, stress, ansietas.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, ansietas, dan

gangguan pola tidur

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi

dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan

berat badan, tugor kulit buruk, tedapat jaringan nekrotik.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau ketidak

nyamanan, kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktivitas,

dan penurunan kekuatan atau tahanan.

c. Intervensi

1) Nyeri berhubungan dengan perputusnya kontinuitas jaringan tulang,

gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi

atau immobilisasi, stress, ansietas.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

a) Nyeri berkurang atau hilang

b) Klien tampak tenang

Intervensi :

(1) Lakukan pendekatan dengan pada klien dan keluarga


21

Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga

kooperatif.

(2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri

Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan skala

nyeri.

(3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri

Rasional : memberikan penjelasan akan menambahkan

pengetahuan klien tentang nyeri.

(4) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien.

(5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.

Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana

analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, ansietas, dan

gangguan pola tidur

Tujuan : klien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :

a. Perilaku klien menampakan untuk memenuhi kebutuhan diri.

b. Klien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas

tanpa dibantu.

c. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik.

Intervensi :

1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.


22

Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperluakan, dan energi

terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara

optimal.

2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses

aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan

yang tepat, mobilisasi dini.

3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan

Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien

pulih kembali.

4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien

Rasional : menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari

tubuh sebagai akibat dari latihan.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi

dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan

berat badan, tugor kulit buruk, tedapat jaringan nekrotik.

Tujuan : mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.


23

Intervensi :

1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka

mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

akan mempermudah intervensi.

Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan

mempermudah intervensi.

3) Pantau peningkatan suhu tubuh

Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai

adanya proses peradangan.

4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik, balut luka dengan

kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

Rasional : teknik aseptik membantu mempercepat penyembuhan

luka dan mencegah terjadinya infeksi.

5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak

menyebar luas pada area kulit normal lainnya.

6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung

kondisi parah atau tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.


24

7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme

pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau ketidak

nyamanan, kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktivitas,

dan penurunan kekuatan atau tahanan.

Tujuan : klien akan menunjukan tinkat mobilitas optimal

Kriteria hasil :

a. Penampilan yang seimbang

b. Melakukan pergerakan dan perpindahan

c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi, dengan

karakteristik :

0 = mandiri

1 = memerlukan alat bantu

2 = memerlukan bantuan dari orang lain

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu

4 = ketergantungan tidak berpatisipasi dalam aktivitas

Intervensi

1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan

peralatan

Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.


25

2) Tentukan tingkat motivasi klien dalam melakukan aktivitas

Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas

apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

3) Ajarkan dan pantau klien dalam hal penggunaan alat bantu.

Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

4) Ajarkan dan dukung klien dalam latihan ROM aktif dan pasif

Rasional : mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan

ketahanan otot.

5) Kolaborasi dengan ahli fisik atau okupasi

Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan

perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas

klien.

d. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Intervensi dan

implementasi keperawatan yang muncul pada pasien post operasi fraktur

(Wilkinson, 2006).

e. Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf

keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan

untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.

Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan post operasi fraktur

(Jitowiyono, 2012) adalah :


26

a. nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

b. Klien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

d. Klien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal.

3. Nyeri Post Operasi

a. Definisi

Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat

individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami dari cidera

atau trauma yang akan berkurang secara bertahap seiring waktu, karena

nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama

rawat inap di rumah sakit dan stress (Helmi, 2013). Nyeri juga dapat

disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang

melekat pada reseptor nyeri (Potter dan Perri, 2006).

b. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam

jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatikdalam, nyeri viseral, nyeri

alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom) (Tamsuri 2012).

1) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi

pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri

bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya perenggangan dan

iskemia.
27

2) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ

interna.

3) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari sensasi

asal ke jaringan sekitar.

4) Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan klien yang

mengalami amputasi.

5) Nyeri alih (reffered pain) adalh nyeri yang timbul akibat adanya

nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri

pada beberapa tempat dan lokasi.

c. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Tamsuri (2012), menyebutkan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi persepsi tentang nyeri pada seorang individu meliputi :

1) Usia

Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi

nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan

perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat

mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

2) Jenis Kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama menjadi

subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi,

toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan


28

merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan

jenis kelamin.

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi gaya individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana

bereaksi terhadap nyeri. Misalnya, apabila seorang perawat yakin

bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidak

mampuan untuk mentoleransi nyeri, akibatnya pemberian terapi

mungkin tidak cocok untuk klien berkebangsaan meksiko/amerika.

Seorang klien berkebangsaan meksiko/amerika yang menangis keras

tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang

berat dan mengharapkan perawat melakukan intervensi.

4) Makna Nyeri

Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan secara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya

individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara

yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman,

suatu kehilangan, hukuman dan tantangan.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat


29

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat

tetapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri seperti

relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase.

Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus

yang lain, maka perawat bisa menempatkan nyeri pada kesadaran

yang perifer.

6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Klien yang mengalami

cidera atau mengalami penyakit kritis, seringkali mangalami kesulitan

mengontrol lingkungan dan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat

ansietas yang tinggi.

7) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelekahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap

individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila

keletihan disertai dengan kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan

dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkuarang setelah
30

individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada

akhir hari yang melelahkan.

8) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu balajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman

nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.

Apabila individu sejak lama akan mengalami serangkaian episode

nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka

ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu

mengalami nyeri, dengan jenis sama yang berulang ulang, tetapi

kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan , akan lebih

mudah bagi individu tersebut untuk mengiterpretasikan sensasi nyeri.

Akibatnya, klien akan lebih siap. Untuk melakukan tindakan-tindakan

yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.

9) Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang

membuat anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di

keadaan keperawatan kesehatan, seperti dirumah sakit, klien merasa

tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah klien

merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau kehilangan

control terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Dengan demikian, gaya koping mempengaruhi kemampuan individu

tersebut untuk mengatasi nyeri.


31

10) Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah

kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien. Individu dari kelompok sosial budaya yang berbeda

memiliki harapan yang berbeda tentang cara mereka menumpahkan

keluhan mengenai nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali

bergantung kepada anggota keluarag atau teman dekat untuk

memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri

tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga

atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin

tertekan.

d. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang

sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran

nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri namun,

pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri 2012).

Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat

mengetahui pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk menangani
32

nyeri. Karakteristik nyeri meliputi awitan dan durasi, lokasi nyeri,

intensitas nyeri, kualitas dan tindakan yang memperberat atau

memperingan nyeri (Potter and Perry 2006). Smletzer dan Barre (2002),

menjelaskan bahwa ada banyak instrumen pengukuran nyeri diantaranya

yang dikemukakan oleh Agency for Health Care Policy and Research

(AHCPR) : (1) skala analog visual, (2) skala numeric rating scale dan, (3)

skala intensitas deskriptif, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.3

Skala analog visual

Gambar 2.4

Numeric rating scale

Gambar 2.5

Skala intensitas nyeri deskriptif

Sumber: Smeltzer, SC & Barre, BG 2002, Buku ajar keperawatan medikal


bedah bruner & suddart, Edisi 2, Vol 1, Hal 218, EGC, Jakarta
33

4. Relaksasi Nafas Dalam

a. Definisi

Relaksasi adalah teknik untuk mengurangi ketegangan nyeri

dengan merelaksasikan otot. Beberapa penelitian menyatakan bahwa

teknik relaksasi efektif dalam menurunkan skala nyeri pasca operasi

(Tamsuri, 2012).

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul

(2014), Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien atau

pasien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal).

b. Jenis Relaksasi

Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014), menjelaskan

beberapa jenis relaksasi, antara lain yaitu :

1) Relaksasi nafas dalam

2) Gambaran dalam fikiran (Imagery)

3) Regangan

4) Senaman

5) Progressive muscular relaxition

6) Bertafakur

7) Yoga
34

c. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014),

menyatakan bahwa tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk

meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah

atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik

stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan

menurunkan kecemasan.

d. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tambunan (2009) dan Potter & Perry (2006), menjelaskan

langkah teknik relaksasi nafas dalam yaitu :

1) Atur pasien pada posisi yang nyaman

2) Minta pasien untuk menempatkan tangannya ke bagian dada dan perut

3) Minta pasien untuk menarik nafas melalui hidung secara pelan, dalam

dan merasakan kembang-kempisnya perut

4) Minta pasien untuk menahan nafas selama beberapa detik kemudian

keluarkan nafas secara perlahan melalui mulut

5) Beritahukan pasien bahwa pada saat mengeluarkan nafas, mulut pada

posisi mecucu (pulsed lip)

6) Minta pasien untuk mengeluarkan nafas sampai perut mengempis

7) Lakukan latihan nafas dalam hingga 2-4 kali.

Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan

partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan hanya saat

klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut hal ini
35

dikarenakan ketidakmampuan membuat latihan menjadi tidak efektif

(Potter & Perry 2006).

e. Manfaat Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam dapat memberikan berbagai

manfaat. Menurut Potter & Perry (2006), menjelaskan efek relaksasi

nafas dalam antara lain terjadinya penurunan nadi, penurunan ketegangan

otot, penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan kesadaran global,

perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan yang santai.

f. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Yunusul (2014), Teknik

relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri

melalui tiga mekanisme yaitu :

1) Dengan merelaksasikan otot skelet yang mengalami spasme yang

disebabkan insisi (trauma) jaringan saat pembedahan

2) Relaksasi otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami trauma sehingga mempercepat proses penyembuhan dan

penurunkan (menghilangkan) sensasi nyeri karena nyeri post bedah

merupakan nyeri yang disebabkan karena trauma jaringan oleh karena

itu jika trauma (insisi) sembuh maka nyeri juga akan hilang.

3) Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opoiod endogen dan endorphin dan enkefalin.


36

B. Kerangka Teori

Etiologi : Tanda dan Gejala :


• Infeksi • Nyeri
• Pukulan langsung • Hilangnya fungsi
• Gerakan punter tubuh
mendadak Fraktur
• Pemendekan
• Kontraksi otot ekstremitas
ekstrem • Krepitus
• Gaya meremuk • Pembengkakan
dan perubahan

Teknik relaksasi :
1. Relaksasi nafas dalam
2. Gambaran dalam fikiran Intensitas nyeri :

(imagery) • Nyeri akut (post


3. Regangan operasi fraktur)
4. Senaman • Nyeri kronis
5. Progressive muscular
relaition
6. Bertafakur
7. Yoga

Gambar 2.6
Sumber: Smeltzer, SC & Barre, BG 2002, dalam Yunuzul, 2014 Buku ajar keperawatan
medikal bedah bruner & suddart, Edisi 2, Vol 1, Hal 218, EGC, Jakarta
BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek Aplikasi Riset

Subyek aplikasi ini adalah pasien Ny.S dengan post operasi fraktur radius
sinistra 1/3 distal yang berada di Bangsal Flamboyan 1 RSUD Salatiga, pasien
pasca operasi fraktur yang bersedia menjadi responden, belum mendapatkan
teknik relaksasi.

B. Tempat dan Waktu


1. Waktu
Aplikasi tindakan pengaruh relaksasi nafas dalam ini di lakukan pada
tanggal 13-14 Januari 2016
2. Tempat
Tindakan pengaruh relaksasi nafas dalam di lakukan di Bangsal Flamboyan
1 RSUD Salatiga

C. Media dan alat yang digunakan


Penelitian ini menggunakan alat maupun media : Numerical rating scale

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset


Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pangaruh

relaksasi nafas dalam terhadap penurun nyeri post operasi fraktur. Prosedur

tindakan relaksasi nafas dalam sebagai berikut :

1. Ciptakan lingkungan yang tenang.

2. Jaga privasi pasien.

3. Usahakan pasien dalam keadaaan rileks.

36
37

4. Minta pasien memejamkan mata dan usahakan agar konsentrasi.

5. Menarik nafas dari dalam hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung

dalam hati, “hirup, dua, tiga.

6. Hembuskan udara melalui mulut sambil menghitung dalam hati

“hembuskan, dua, tiga.

7. Menarik nafas lagi dari dalam hidung dan hembuskan melalui mulut secara

perlahan-lahan sama seperti prosedur sebelumnya.

8. Ulangi lagi dengan selingan istirahat yang singkat.

E. Alat ukur

Alat ukur yang digunakan dalam pengamplikasian tindakan pemberian

teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap post operasi fraktur yaitu

menggunakan skala Numerik.

Gambar 3.1

Numerical rating scale

Sumber: Suhartini dkk, 2013, Pengaruh tenik relaksasi terhadap intensitas

nyeri pada pasien post operasi fraktur, Jurnal, Manado


BAB IV

LAPORAN KASUS

Bab ini menjelaskan tentang laporan Asuhan Keperawatan Ny.S dengan

Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal, yang dilaksanakan pada tanggal

12 sampai 14 Januari 2016. Asuhan Keperawatan ini mulai dari pengkajian,

Diagnosa Keperawatan atau rumusan masalah, Intervensi Keperawatan,

Implementasi dan Evaluasi. Kasus ini diperoleh dari Autoanamnesa dan

Alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan

fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.

A. Identitas Klien

Dari data pengkajian tersebut didapatkan data identitas pasien, bahwa

pasien bernama Ny.S umur 31 tahun, agama islam, pendidikan DII PGSD,

pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, tanggal

masuk rumah sakit 11 Januari 2016 dengan diagnosa medis Fraktur Radius

Sinistra 1/3 Distal, No. Registrasi 321744, dokter yang merawat adalah dr.J.

yang bertanggung jawab adalah Tn.C umur 35 tahun, pendidikan SMA,

pekerjaan buruh, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, Hubungan dengan

pasien adalah suami Ny.S.

38
39

B. Pengkajian

1) Riwayat Kesehatan

Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada pergelangan

tangan sebelah kiri, nyeri dirasakan pada saat post operasi. Pada riwayat

penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada

tanggal 11 januari 2016 jam 06:00 WIB pasien di bawa di puskesmas

terdekat yaitu puskesmas Ngampel di puskesmas pasien hanya mendapatkan

perawatan luka saja karena peralatan puskesmas yang tidak memadai

kemudian pada jam 10:00 pasien di rujuk di RSUD Salatiga di IGD pasien

mendapatkan terapi infus Asering 20tpm, Ranitidin 25mg, dan Ketorolac

10mg kemudian pasien di Rontgent didapatkan diagnosa Fraktur Radius

Sinistra 1/3 Distal dan akan dilakukan operasi pemasangan ORIF, kemudian

pasien dirawat dibangsal.

Pada hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan data

bahwa pasien pernah dirawat di RSUD Salatiga saat melahirkan anaknya

yang kedua. Klien belum pernah mengalami kecelakaan maupun operasi.

Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat atau makanan.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga didapatkan bahwa Ny.S

adalah anak pertama dari dua bersaudara, kemudian menikah dengan

suaminya dan memiliki dua orang anak laki-laki, dalam silsilah keluarga

Ny.S tidak ditemukan penyakit menurun seperti DM, Hipertensi, TBC dan

lain-lain.
40

Gambar 4.1 genogram Ny.S

Keterangan :

:laki-laki :klien yang

Tinggal

:Perempuan serumah

:Pasien

:Yang meninggal

................. : Tinggal serumah

: Garis keturunan

Pada pengkajian riwayat kesehatan lingkungan didapatkan bahwa

lingkungan tempat tinggal pasien bersih, jauh dari tempat pembuangan

sampah.
41

2) Pola Pengkajian Primer

Pengkajian primer yang dilakukan pada Ny.S didapatkan data Air

way atau jalan nafas tidak ada sumbatan, breathing terlihat pengembangan

dada kanan kiri simetris, pada vokal premitus kanan kiri sama, perkusi

sonor, Auskultasi tidak terdapat sumbatan jalan nafas, tidak ada suara nafas

tambahan dan pernafasan 20 kali permenit, circulation nadi teraba 80 kali

permenit, tekanan darah 130/80 mmHg, cappylary reffil kurang dari dua

detik, mukosa bibir lembab. Dissability, kesadaran pasien composmentis.

Kekuatan otot ekstremitas kanan atas 5, ekstremitas kiri atas 3, ekstremitas

kanan bawah 5, ekstremitas kanan atas 5.

3) Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional

Pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Gordon, pola

persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa sehat itu

enak bisa main kemana-mana dan keluarga pasien mengatakan sehat itu

penting dan mahal harganya maka dijaga kesehatannya karena saat kita

sehat dapat beraktivitas sesuai kemampuan masing-masing.

Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit pasien mengatakan

makan 3 kali sehari satu porsi habis dengan nasi, sayur, lauk, air putih.

Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan makanan yang

disediakan di rumah sakit habis satu porsi.

Pola eliminasi, sebelum sakit BAK, frekuensi 5-6 kali sehari,

jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning kemerahan bau khas, dan

tidak ada keluhan, BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali sehari, lunak
42

berbentuk, dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi selama sakit BAK

frekuensi 5-6 kali sehari, jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning

kemerahan bau khas, dan tidak ada keluhan, BAB frekuensi 1 kali sehari,

lunak berbentuk, dan tidak ada keluhan.

Pola aktivitas dan latihan pada kemampuan perawatan diri,

sebelum sakit didapat semua kemampuan perawatan diri seperti makanan

dan minuman, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah

dan ambulasi/ROM semuanya didapat score 0 atau mandiri. Sedangkan

kemampuan perawatan diri selama sakit seperti makanan dan minuman,

toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan

ambulasi/ROM semua didapatkan score 2 atau di bantu orang lain.

Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan bisa tidur

nyenyak baik malam hari maupun siang hari. Tidur malam hari kurang lebih

7 jam dan siang hari kurang lebih 1 jam. Selam sakit, pasien mengatakan

dapat tidur pada malam hari dan siang hari namun tidak nyenyak karena

merasa kurang nyaman dan merasa nyeri pada pergelangan tangannya.

Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak

ada gangguan pernafasan maupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien

mengatakan nyeri post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri saat

bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan

hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, ekspresi wajah pasien meringis

kesakitan.
43

Pola persepsi konsep diri, dari hasil pengkajian sebelum sakit

konsep diri pasien didapatkan gambaran diri, pasien mengatakan dirinya

adalah seorang perempuan yang tampak sehat, ideal diri keluarga pasien

mengatakan pasien selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk keluarga,

peran diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang istri dan ibu bagi

keluarganya, identitas diri pasien adalah seorang perempuan yang berumur

30 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Selama sakit gambaran

diri pasien seorang perempuan yang tampak lemah berbaring didalam

ranjang, ideal diri keluarga pasien mengatakan pasien ingin cepat sembuh,

peran diri selama sakit pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasa, identitas

diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang perempuan yang berumur 30

tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Pola hubungan dan peran pada pengkajian didapatkan sebelum

sakit pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan orang tua,

keluarga, dan orang sekitar, selama sakit hubunganya dengan keluarga dan

masyarakat masih tetap baik begitu juga dengan karyawan yang ada di

rumah sakit.

Pola seksual reproduksi pada hasil pengkajian didapatkan sebelum

sakit pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak laki-

laki, selama sakit pasien mengatakan selama di rumah sakit tidak pernah

melakukan hubungan seksual dan pasien juga tidak mempunyai penyakit

alat kelamin.
44

Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan jika ada

masalah selalu bercerita dengan orang tua dan keluarga, selama sakit pasien

mengatakan pasien menerima sakitnya dengan ikhlas tapi kadang mengeluh

dan jika ada masalah pasien selalu membicarakannya dengan orang tua dan

keluarga.

Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan

beragama islam dan rajin melaksanakan sholat 5 waktu, selama sakit pasien

mengatakan walaupun sakit masih tetap melaksanakan sholat 5 waktu

walaupun sedang sakit.

4) Hasil Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan, klien berada

dalam kesadaran sadar penuh (composmentis), saat dilakukan pemeriksaan

fisik hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah tekanan darah 130/80

mmHg, nadi 80x/menit dengan irama cepat, frekuensi pernafasan 20x/menit

dengan irama normal, dan suhu 36,2oC. Hasil pemeriksaan kepala

didapatkan bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe,

rambut hitam kuat dan tidak kering. Pemeriksaan mata didapatkan fungsi

penglihatan baik, mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, pupil mengecil saat terkena cahaya, tidak menggunakan

alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung bentuk simetris, bersih tidak ada

polip, tidak terdapat sekret. Pemeriksaan mulut bersih, simetris kanan kiri,

mukosa bibir tidak kering. Pemeriksaan gigi bersih, tidak ada karang gigi.

Pemeriksaan telinga bentuk simetris kanan dan kiri, dan tidak ada sekret,
45

pendengaran berfungsi normal. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran

kelenjar thiroid.

Pemeriksaan dada paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada lesi

atau bekas jahitan, palpasi getaran paru kanan dan kiri sama, perkusi peka

diseluruh lapang paru, auskultasi tidak ada suara nafas tambahan. Jantung

saat dilakukan pemeriksaan inspeksi simetris tidak terlihat ictus cordis,

palpasi ictus cordis teraba di ICS ke 5 kiri, perkusi tidak ada pelebaran

jantung, auskultasi suara lub dub tidak ada bunyi tambahan.

Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan, abdomen

simetris tidak ada lesi, auskultasi bissing usus 16x/menit, perkusi peka di

kuadran 1 dan 2,3,4 timpany, palpasi tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri

tekan di 4 kuadran. Genetalia bersih tidak ada luka. Rektum bersih tidak

terdapat hemoroid.

Pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif

pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile <2 detik,

perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot

kiri 3, ROM terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile <2

detik, perubahan bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat.

Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri

aktif, capilary refile <2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan

akral hangat.
46

5) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien meliputi pemeriksaan

laboratorium dan rontgen ekstremitas atas kiri. Pemeriksaan laboratorium

dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016. Meliputi Lekosit 9,03 10^3/UL

(nilai normal 4,5-11 10^3/UL), Eritrosit 4,88 10^6/UL (nilai normal 4-5

10^6/UL), Hemoglobin 11,8 g/dL (nilai normal 12-16 g/dL), Hematokrit

35,5 % (nilai normal 38,00-47,00 %), MCV 72,8 fL (nilai normal 86-108

fL), MCH 24,2 pg (nilai normal 28-31 pg), MCHC 33,2 g/dL (nilai normal

30-35 g/dL), Trombosit 328 10^3/UL (nilai nornal 150-450 10^3/UL),

Gaolongan darah AB, PTT 15,1 detik (nilai normal 11-18 detik), APTT 40,4

detik (nilai normal 27-41 detik), Glukosa darah sewaktu 109 mg/dl (nilai

normal 80-144 mg/dl), HbsAg negative.

Hasil rontgen post operasi pada tanggal 14 Januari 2016 didapatkan

hasil tampak soft tissue swelling Antebrachi Sn 1/3 distal, tampak

Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn 1/3 distal, tampak fissura dan

spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak tampak lesi litik porotik dan

sklerotik, epifise tulang belum menutup dan menyatu sempurna.

6) Terapi Medis

Terapi medis, terapi yang diberikan pada hari selasa tanggal 12

Januari 2016, cairan infus Asering 500cc, dosis 20tpm, golongan larutan

elektrolit, fungsi pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi

dan kehilangan ion alkali dari tubuh. Ranitidin, 25mg/12 jam, golongan obat

saluran cerna, fungsi menekan sekresi asam lambung. Ketorolac, 10mg/12


47

jam, golongan analgesik non narkotik, fungsi obat untuk mengurangi nyeri

tekan-berat. Hypobhac, 25mg/24 jam, golongan klorafenikol, fungsi infeksi

saluran urin dengan komplikasi. Cefixim, 1gr/12 jam, golongan

sefalosporin, fungsi infeksi sekunder pada luka atau luka bakar.

Kemudian terapi medis pada tanggal 13 dan 14 Januari 2016 yaitu,

Ketorolac, 10mg/12 jam, golongan analgesik non narkotik, fungsi obat

untuk mengurangi nyeri tekan-berat. Ranitidin, 25mg/12 jam, golongan obat

saluran cerna, fungsi menekan sekresi asam lambung. Cefixim, 1gr/12 jam,

golongan sefalosporin, fungsi infeksi sekunder pada luka atau luka bakar.

C. Daftar Perumusan Masalah

Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 15:00 WIB didapatkan data

subyektif sebagai berikut pasien mengatakan nyeri dengan Provocate, nyeri

karena post operasi Radius Sinistra 1/3 Distal. Quality nyeri seperti ditusuk-

tusuk. Region nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri. Scale, skala nyeri 6.

Time nyeri ± 5-10 menit hilang timbul. Selain data subjektif juga didapatkan

data objektif sebagai berikut pasien tampak kesakitan saat pergelangan tangan

ditekuk, wajah pasien tampak meringis kesakitan, Tekanan darah 120/80

mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Dari data

subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik (post operasi).

Pada pukul 15:15 WIB didapatkan data subjektif pasien

mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Data objektif


48

kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan kiri ditutup dengan balutan

elastic bandage. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

Pada pukul 15:30 WIB didapatkan data subjektif pasien

mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri.

Data objektif di pergelangan tangan terlihat terdapat jahitan luka post operasi

dan ditutup dengan balutan elastic. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat

diambil diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

turgor.

D. Perencanaan

Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien dengan nyeri

akut, maka penulisan membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan:

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah

keperawatan nyeri akut berkurang. Dengan kriteria hasil nyeri terkontrol pada

skala 2-3, tidak ada nyeri saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV

dalam batas normal TD : 110/70-120/80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit,

Pernafasan : 16-24x/menit.

Rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal adalah sebagai berikut, lakukan

pengkajian nyeri sebelum tindakan dan sesudah tindakan (relaksasi nafas

dalam) dengan rasional informasi akan memberikan data dasar untuk

menentukan pilihan keefektifan intervensi. Ajarkan tentang relaksasi nafas


49

dalam (sesuai jurnal) dengan rasional latihan nafas dapat membantu

pemasukan O2 lebih banyak terutama untuk oksigenasi otot. Kolaborasi

dengan dokter saat pemberian analgentik dengan rasional untuk mengurangi

nyeri sedang sampai berat secara segera. Monitor vital sign dengan rasional

perubahan TTV merupakan indikator nyeri. Memberikan posisi semi flower

dengan rasional untuk memberikan kenyamanan untuk pasien.

Berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien hambatan

mobilitas fisik, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan,

setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan masalah

keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Dengan kriteria hasil

dapat memindahkan atau menggerakkan tanggannya dan pergelangan

tangannya sedikit-sedikit, gerakan otot tangan kiri 4-5.

Rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kekuatan otot adalah sebagai berikut. Kaji kemampuan

pasien dalam mobilitas dengan rasional mengidentifikasi kekuatan otot atau

kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan. Konsultasikan dengan

terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dengan rasional

untuk mengetahui terapi yang tepat untuk pasien untuk mempercepat

pemulihan. Lakukan latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional melenturkan

otot agar tidak kaku dan merangsang kontraksi otot. Intruksikan pasien dan

keluarga bagaiman acara melakukan ROM dengan rasional supaya keluarga

dapat belajar mandiri untuk mempercepat peningkatan kakuatan otot.


50

Berdasarkan masalah keperawatan ketiga pada klien kerusakan

integritas kulit, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan,

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah

keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Dengan kriteria hasil

mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih,

tidak ada infeksi.

Rencana keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan perubahan turgor adalah sebagai berikut. Jaga kebersihan kulit agar

tetap bersih dan kering dengan rasional untuk meminimalisir terjadinya infeksi.

Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang

ditutup dengan jahitan dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan luka

insisi. Intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila

sudah dirumah dengan rasional agar luka tetap bersih. Kolaborasikan dengan

dokter saat pemberian antiseptik dengan rasional agar tidak terjadi infeksi luka.

E. Implementasi

Pada hari selasa tanggal 12 Januari 2016 pukul 16:10 WIB,

dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien

sebelum diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon dengan

klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti

ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:15 WIB,
51

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (sesuai jurnal) dan klien merespon

mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pasien tampak bisa

melakukan tindakan yang diajarkan, jam 16:25 WIB, melakukan pengkajian

nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien

mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti

ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 4 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:35 WIB,

kolaborasi dengan dokter saat pemberian obat klien merespon mengatakan

injeksi (kerorolac, ranitidin, cefitri). Injeksi masuk melalui selang intra vena,

jam 16:45 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR klien merespon mengatakan

mau diperiksa. Pasien terlihat rileks TD 120/80 mmHg, N 80x/menit, RR

20x/menit, S 36,2oC, jam 16:50 WIB, memberikan posisi semi flower dan klien

merespon mengatakan mau diberikan posisi semi flower. Pasien tampak rileks.

Setelah itu jam 17:00 WIB melakukan implementasi untuk

diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

otot yaitu dengan menkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien

merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot

tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan

balutan elastic, jam 17:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan

klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa

menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 17:20 WIB,

intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien

merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga


52

pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 17:30 WIB,

konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan

kebutuhan dan keluarga klien merespon mensetujui untuk dilakukan terapi.

Pasien mengatakan siap kapan saja dilakukan terapinya.

Setelah itu jam 17:40 WIB melakukan implementasi untuk

diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu

dengan jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dan klien merespon

mengatakan siap menjaga kebersihan di area luka. Pasien tampak menjaga

kebersihan di area luka, jam 17:50 WIB, membersihkan, memantau dan

meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan klien

merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan

tidak ada pus, jam 18:00 WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu

membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap

mengerti. Pasien tampak paham, jam 18:10 WIB, kolaborasi dengan dokter

saat permberian antiseptik dan klien merespon mengatakan mau direikan obat.

Pasien tampak senang

Hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 09:30 WIB dilakukan

implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum

diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon dengan klien

mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti

ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:35 WIB,
53

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (sesuai jurnal) dan klien merespon

mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pasien tampak bisa

melakukan tindakan yang diajarkan, jam 09:45 WIB, melakukan pengkajian

nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien

mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti

ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:50 WIB,

memberikan posisi semi flower dan klien merespon mau diberikan posisi semi

flower. Pasien tampak rileks.

Setelah itu jam 10:00 WIB melakukan implementasi untuk

diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien

merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot

tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan

balutan elastic, jam 10:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan

klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa

menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 10:20 WIB,

intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien

merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga

pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 10:30 WIB,

memonitor TD, nadi, suhu, RR dan klien merespon mengatakan mau diperiksa.

Pasien tampak rileks TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S

36,5oC.
54

Setelah itu jam 10:40 WIB melakukan implementasi untuk

diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu

dengan membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan

luka yang ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau

dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 10:50

WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di

rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.

Hari kamis tanggal 14 Januari 2016 jam 07:30 WIB dilakukan

implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum

diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon dengan klien

mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti

kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10

menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis menyeringai, jam 07:35 WIB,

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (sesuai jurnal) dan klien merespon

mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pasien tampak bisa

melakukan tindakan yang diajarkan, jam 07:45 WIB, melakukan pengkajian

nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien

mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti

kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10

menit. Ekspresi wajah pasien tampak menyeringai.

Setelah itu jam 07:55 WIB melakukan implementasi untuk

diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan


55

otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien

merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Pasien tampak

mulai mampu melakukan ambulasi dikit demi sedikit, jam 08:05 WIB, melatih

pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau

diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan

sebelah kiri, jam 08:15 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara

melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan

ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah

diajarkan, jam 08:25 WIB intruksikan kepada pasien untuk selalu

membersihkan lukanya bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan

siap mengerti. Pasien tampak paham.

F. Evaluasi

Hasil evaluasi hari pertama diagnosa pertama, tanggal 12 Januari

2016 dilakukan pada jam 18:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif

klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti

ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 130/80

mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC. Analisa masalah belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif,

ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,

berikan posisi semi flower, kolaborasi dengan dokter (pemberian obat).


56

Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 18:45 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan

tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3,

pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut

dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi

dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau

pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi

dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 19:00 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post

operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan

tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan

balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi

dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses

penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk

selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter

saat pemberian antiseptik.

Hasil evaluasi hari kedua diagnosa pertama, tanggal 13 Januari

2016 dilakukan pada jam 11:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif

klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti

ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih

5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 110/70


57

mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC. Analisa masalah teratasi

sebagian. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara

komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri, berikan posisi semi flower, kolaborasi dengan

dokter(pemberian obat).

Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 11:15 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan

tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3,

pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut

dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi

dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau

pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi

dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 11:30 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post

operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan

tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan

balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi

dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses

penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk

selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter

saat pemberian antiseptik.


58

Hasil evaluasi hari ketiga diagnosa pertama, tanggal 14 Januari

2016 dilakukan pada jam 08:35 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif

klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala nyeri turun menjadi 1.

Respon Objektif pasien tampak menyeringai. Analisa masalah teratasi.

Planning hentikan intervensi.

Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 08:50 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan

tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3,

pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut

dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi

dilanjutkan, ajarkan pasien dalam ambulasi, ajarkan ROM aktif atau pasif,

ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan

terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 09:05 WIB, dengan

metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post

operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan

tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan

balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi

dilanjutkan, ajarkan monitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit

agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan

proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien

untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.


BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang pemberian Teknik Relaksasi Nafas

Dalam Terhadap Intensitas Nyeri pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Post

Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di Ruang Flamboyan 1 RSUD Salatiga.

Disamping itu penulis akan membahas tentang faktor pendukung dan

kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antar teori dengan kenyataan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul

15:00 WIB didapatkan Ny.S mengalami post operasi fraktur radius sinistra 1/3

distal. Menurut teori Brunner dan Suddart (2002) dalam Yunuzul (2014), salah

satu penatalaksanaan bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF (Open

Reduktion and Internal Fixation). ORIF diartikan sebagai stabilisasi tulang

patah yang telah direksi dengan sekrub, plat, paku dan pin logam.

Dalam mengkaji karakteristik nyeri ini adapun teori yang digunakan

penulis yaitu P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality)

menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale)

menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala

nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri

1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang,

59
60

untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10

menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri

(Noor, 2014).

Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada kondisi

klinik bisa berupa fraktur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak (otot,

kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup yang

disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun

trauma tidak langsung (Noor, 2014).

Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama

nyeri pada post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal dengan skala nyeri 6,

pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi dan bertambah nyeri saat

bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien tampak meringis kesakitan saat

dikaji. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitikus, pembengkakan lokal dan perubahan

warna. Agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal). Menurut

Helmi (2013), mendefinisikan nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang

bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami dari

cidera atau trauma yang akan berkuarang secara bertahap seiring waktu, karena

nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat

inap di rumah sakit dan stress.

Penulis menggunakan skala numerik dimana dalam teori dijelaskan

skala penilaian numerik (NRS) lebih digunakan sebagai pangganti alat

pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan
61

skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk

menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10cm (Andarmayo, 2013).

Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola

aktivitas latihan selama sakit, klien melakukan aktivitas seperti makan, minum,

toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, dibantu orang lain dengan nilai

2 kecuali berpindah pasien bisa sendiri dengan nilai 1. Menurut Ignativicius,

Donna D, (2006) dalam Wahid (2013), penurunan aktivitas dan latihan pada

pasien fraktur karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu

oleh orang lain.

Pengkajian pada pola istirahat tidur, klien mengatakan ada gangguan

istirahat tidur karena nyeri setelah operasi, klien tampak meringis kesakitan.

Menurut Lukman dan Ningsih (2009), adanya kesulitan dalam istirahat tidur

akibat dari nyeri. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan klien (Wahid, 2013).

Pengkajian pola kognitif perseptual, klien mengatakan tidak ada

gangguan penginderaan dan komunikasi, klien mengalami gangguan

kenyamanan atau nyeri. Klien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan

sebelah kiri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan

dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, klien tampak meringis

kesakitan. Menurut Ignativicius, Donna D (2006) dalam Wahid (2013), bahwa

pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
62

sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada

kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri

akibat fraktur. Pada teori dibuktikan salah satu akspresi wajah dari nyeri yaitu

adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengidikasikan

nyeri meliputi ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretakkan gigi,

memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok (Perry &

Potter, 2006).

Hasil pengkajian pada pola persepsi dan konsep diri dan pada ideal diri

Ny.S mengungkapkan keluh kesahnya di RSUD Salatiga karena Ny.S ingin

mendapatkan dukungan dan solusi yang baik buat sakitnya. Hal ini dibuktikan

dalam teori bahwa untuk membantu klien mencapai kembali kontrol dan

mencapai rasa makna diri dibutuhkan pentingnya dorongan dan pendekatan

yang positif pada klien (Brunner dan Suddart, 2002).

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah

120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Pada

klien pasca operasi tanda-tanda vital mengalami ketidak normalan karena ada

gangguan, baik fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008). Peningkatan tekanan

darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait

dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien.

Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap

nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini

dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen, sehingga


63

tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif

pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile <2 detik, perubahan

bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot kiri 3, ROM

terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile <2 detik, perubahan

bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat. Ekstremitas bawah

kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile <2

detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat.

Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan

bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena

dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri (Lukman dan

Ningsih, 2009). Pemeriksaan tentang gerak sendi (ROM/range of joint motion),

dan pengkajian kekuatan otot sangat penting dilakukan apabila klien mengeluh

rasa nyeri pada ekstremitas atau kehilangan fungsi sendi atau otot (Potter &

Perry, 2010).

Hasil pemeriksaan penunjang yang penulis cantumkan adalah rontgen

dan laboratorium. Dilakukan pemeriksaan rontgen karena dengan foto rontgen

terlihat terputusnya tulang radius dimana menyebabkan kerusakan jaringan

lunak dan tulang pada radius (Noor, 2014). Hasil rontgen yang pertama pada

tanggal 12 Januari 2016 dengan hasil menunjukkan adanya garis patah pada

tulang radius sinistra 1/3 distal. Hasil rontgen yang kedua pada tanggal 14

Januari 2016 dengan hasil tampak soft tissue swelling Antebrachi Sn 1/3 distal,
64

tampak Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn 1/3 distal, tampak fissura

dan spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak tampak lesi litik porotik dan

sklerotik, epifise tulang belum menutup dan menyatu sempurna.

Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukan adanya peningkatan

lekosit yaitu 9,03 10^3/UL dengan nilai normal 4,5-11 10^/UL. Hal ini dapat

dijelaskan dalam teori Lukman dan Ningsih (2009), yang menjelaskan bahwa

peningkatan sel darah putih atau lekosit adalah proses stres normal setelah

trauma.

Cairan infus Asering 500cc, dosis 20tpm, golongan larutan elektrolit,

fungsi pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan kehilangan

ion alkali dari tubuh. Ranitidin, 25mg/12 jam, golongan obat saluran cerna,

fungsi menekan sekresi asam lambung. Ketorolac, 10mg/12 jam, golongan

analgesik non narkotik, fungsi obat untuk mengurangi nyeri tekan-berat.

Hypobhac, 25mg/24 jam, golongan klorafenikol, fungsi infeksi saluran urin

dengan komplikasi. Cefixim, 1gr/12 jam, golongan sefalosporin, fungsi infeksi

sekunder pada luka atau luka bakar (ISO, 2013).

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radis sinistra 1/3 distal).

Nyeri akut adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial,

atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International


65

Assosiation For The Study Of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diatasi atau diprediksi

dan berlangsung kurang 6 bulan (Walkinson, 2009-2011).

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) karena pasien post operasi

hari ke 1 dengan keluhan utama nyeri. Data subjektif yang didapatkan nyeri

karena post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-

tusuk, nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, skala nyeri 6, nyeri hilang

timbul kurang lebih 5-10 menit.

Data objektif pasien tampak kesakitan saat dikaji, keadaan umum

composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali permenit, suhu 36,2

derajat celcius, pernafasan 20 kali permenit. Dalam teori, nyeri akut adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul

akibat kerusakan jaringan yang aktual atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain) awitan tiba-

tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Walkinson,

2011). Sesuai dengan teori, batasan karakteristik nyeri secara subjektif

diungkapkan klien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan

secara objektif diungkapkan klien dengan gerakan menghindari nyeri,

perubahan autonommik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi

sampai kaku), respon-respon autonomik (misalnya diaforasisi, tekanan darah,

pernafasan atau perubahan nadi), perubahan nafsu makan, perilaku ekspresif


66

(misalnya : kegelisahan, merintih menangis, kewaspadaan berlebih, peka

terhadap rangsang dan menarik nafas panjang), gangguan tidur (mata terlihat

sayu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai) (Walkinson,

2011).

Menurut teori Potter dan Perry (2006), respon individu terhadap nyeri

ditunjukan dengan adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang

mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang pada bagian

yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah yang

menyeringai. Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

(post operasi radius sinistra 1/3 distal) di dapatkan Data Objektif pasien

tampak kesakitan saat pergelangan tangan ditekuk, wajah pasien tampak

meringis kesakitan, TTV :TD :120/80mmHg, N :80x/menit, S:36,2oC, RR

:20x/menit.

Diagnosa keperawatan kedua yang penulis angkat adalah hambatan

mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Data

subjektif yang didapatkan pasien mengatakan dapat menggerakkan tangannya

tetapi pelan-pelan. Data objektif berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada

bagian ekstremitas didapatkan ekstremitas kiri atas, (dari siku sampai

pergelangan tangan), terdapat fraktur radius sinistra 1/3 distal, terpasang elastik

bandage akral teraba hangat, kekuatan otot 3. Penurunan kekuatan otot yang

terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi

motorik pada bagian yang terkena dapat segera atau sekunder akibat

pembengkakan atau nyeri (Lukman dan Ningsing, 2009).


67

Diagnosa keperawatan ketiga yang penulis angkat adalah kerusakan

integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor. Data subjektif

yang didapatkan pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada

pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif dipergelangan tangan pasien

terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan ditutup dengan balutan elastic.

Menurut teori Potter (2006), menjelaskan bahwa luka bedah mengalami stres

selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan

sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya

stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian

tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka dan

mempercepat penyembuhan.

C. Perencanaan

Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria

hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervensiaon Clasification) dan NOC

(Nursing Outcome Clasification). Menurut Darmawan (2012), Intervensi

keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada,

sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau

khusus), Measurable (dapat diukur), Achivable (dapat diterima), Rasional dan

Time (ada kriteria waktu).

Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

fisik post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal, penulis menyusun rencana

keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


68

3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil, pasien melaporkan nyeri

berkurang kepada perawat, mempertahankan tingkat nyeri berkurang menjadi 2

keadaan umum baik, ekspresi wajah rileks.

Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal)

adalah, Observasi nyeri secara komprehensif dan lokasi, karakteristik, durasi

frekuensi, intensitas dan faktor preptasinya. Hal ini sesuai dengan teori Brunner

dan Suddart (2002), yang menyatakan deskripsi verbal tentang nyeri, individu

merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus

diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang

diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara antara

lain : intensitas, karakteristik, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek nyeri

terhadap aktivitas, dan kekhawatiran individu tentang nyeri.

Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah bantu pasien untuk

lebih berfokus pada aktivitas dari pada nyeri dengan pengalihan atau

pengendalian faktor lingkungan (suhu, ruangan, cahaya) beri teknik relaksasi

nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori Smeltzer

(2002) dalam Suhartini dkk (2013), yang menyatakan bahwa salah satu strategi

pelaksanaan nyeri nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik

relaksasi berupa nafas dalam pada pasien post operasi.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah kolaborasi dengan

dokter jika tindakan tidak berhasil dan pastikan pemberian analgesik. Hal ini

disesuaikan dengan teori Smeltzer (2002) dalam Suhartini dkk (2013), yang
69

menyatakan bahwa mengenai nyeri secara farmakologis dapat dilakukan

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah monitor tanda-

tanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk

mendeteksi adanya adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi,

suhu, tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, pernafasan dan tekanan darah. Tanda

vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan

vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem kardoivaskuler,

frekuensi pernafasan menunjukan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat

menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut

nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas atau

dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya

gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005).

Intervensi kelima yang dirumuskan penulis adalah berikan posisi semi

flower. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri,

kenyamanan dengan cara yang kosistensi pada pengalaman subjektif klien,

kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia

(Potter dan Perry, 2006).

Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi


70

dengan kriteria hasil, pasien mampu menggerakan pergelangan tangannya,

melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat menjadi 4-5.

Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan

mobilitas yang berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah kaji

kemampuan pasien dalam mobilitas. Hal ini menurut teori Potter dan Perry

(2006), bahwa pengkajian mobilitas klien berfokus pada rentang gerak, gaya

berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh.

Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah konsultasi dengan

terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Menurut Potter

dan Perry (2006), latihan terapeutik diresepkan oleh dokter dan dilakukan

dengan bantuan dan panduan ahli terapi fisik atau perawat.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah lakukan ROM aktif

dan pasif. Menurut Muttaqin (2012), latihan ROM bertujuan untuk memelihara

fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah intruksikan

pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM. Menurut teori Potter

dan Perry (2006), orang yang depresi, khawatir atau cemas, sering tidak tahan

melakukan aktivitas. Klien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi.

Klien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi

cukup besar dalam kekuatan dan kecemasan, jadi mereka mengalami keletihan

secara fisik dan emosi.

Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah setelah dilakukan tindakan


71

keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan

kriteria hasil, pasien mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi.

Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa

kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor kulit

adalah jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. Menurut teori

Yudhityarasati, 2007 untuk meminimalkan terjadinya infeksi yaitu berikut

tanda tanda infeksi : dolor (rasa sakit), rubor (kemerahan), tumor

(pembengkakan), fungsiolaesa.

Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah membersihkan,

memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan

jahitan. Hal ini menurut teori Potter (2006), menjelaskan bahwa luka bedah

mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak

adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan

risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi,

dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus

melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan

luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami

infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan. Luka

bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15

sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan teknik aseptik saat

mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga

akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-
72

menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya

infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif,

sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi

lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah intruksikan kepada

pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah. Hal ini

menurut teori Potter (2006), mengungkapkan bahwa cara menjaga luka agar

tetap bersih dan kering yaitu pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang

utuh (periulkus) disekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap

lembab.

Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah kolaborasikan

dengan dokter saat pemberian antiseptik. Menurut teori Yusuf (2009), dalam

pemberian obat ada beberapa macam jenis golongan obat yaitu obat anti

inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik

mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat

membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. Steroid : akan menurunkan

mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan :

mengakibatkan perdarahan. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum

pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan

setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi

intravaskular.
73

D. Implementasi

Tahapan melakukan rencana yang telah dibuat pada klien, kegiatan

yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data

dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, dan

melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan (Deswani,

2009).

Pada hari selasa 12 Januari 2016 sampai 14 Januari 2016 dilakukan

implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu melakukan pengkajian nyeri

sebelum diberikan terapi relaksasi nafas dalam. Respon pasien saat dilakukan

tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan nyeri , dengan Provocate

nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, nyeri bertambah ketika bergerak.

Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region nyeri dibagian tangan sebelah kiri

siku sampai pergelangan tanga, Scale skala nyeri 6, Time nyeri kurang lebih 5-

10 menit hilang timbul. Respon objektif pasien tampak meringis kesakitan.

Implementasi kedua untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal yang dilakukan yaitu

mengajarkan teknik relaksasi. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam yang

dilakukan antara lain ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien,

usahakan agar kosentrasi, menarik nafas dari dalam hidung secara perlahan-

lahan sambil menghitung dalam hati.”hirup, dua, tiga”, hembuskan udara

melalui mulut sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, menarik

nafas lagi dari dalam hidung dan hembuskan melalui mulut secara perlahan-
74

lahan sama seperti prosedur sebelumnya, ulangi lagi dengan selingi istirahat

yang singkat (Suhartini dkk, 2013). Didapatkan hasil subjektif klien

mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Hasil objektif klien tampak nyaman.

Saat dilakukan pengkajian nyeri, skala nyeri pasien adalah 6. Setelah

dilakuakan tindakan pemberian nafas dalam selama tiga hari nyeri pasien

berkurang menjadi 1. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional

yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan

dengan beberapa pemeriksaan diagnostik, pembedahan, dan pengobatan

(Suhartini dkk, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Suhartini dkk,

2013) teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan skala nyeri 95%. Hal

tersebut menunjukan bahwa tindakan pemberian teknik relaksasi nafas dalam

efektif dilakukan pada pasien kalolaan panulis.

Mekanisme teknik relaksasi nafas dalam merelaksasi otot skeletal,

dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat

menunjang nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada

pasien pasien pasca operasi, hal ini terjadi karena relative kecilnya peran otot-

otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan

teknik relaksasi nafas dalam secara efektif (Suhartini dkk, 2013). Teknik

relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama pada pasien yang

mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi

oksigen, frekuensi, pernafsan, frekuensi jantung dan ketegangan otot. Teknik


75

relaksasi perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal dan

perlunya instruksi menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau

mencegah meningkatnya nyeri (Suhartini dkk, 2013).

Brunner & Suddart (2002) dalam Suhartini dkk (2013), telah

menunjukan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca operasi. Hal

ini terjadi karena relative kecilnya otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi

atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi secara efektif.

Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis melakukan tindakan

selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 mengkaji kemampuan pasien dalam

mobilitas. Respon pasien saat dilakukan tindakan adalah respon subjektif

pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilitas. Respon objektif

kekuatan tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut

dengan balutan elastic.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam, pergerakan fisik

mandiri dan terarah pada tubuh atau suatu ekstremitas atau lebih. Tingkatan

hambatan fisik : tingkat 0 mandiri, tingkat 2 memerlukan bantuan dari orang

lain, tingkat 3 menggunakan bantuan dari orang lain dan peralatan, tingkat 4

ketergantungan (Walkinson, 2011). Batasan karakteristik : perubahan cara

berjalan, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

kasar, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat (Herdman, 2011).

Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan perubahan turgor, penulis melakukan tindakan


76

selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 intruksikan kepada pasien untuk

selalu membersihkan lukanya bila sudah dirumah. Respon pasien saat

dilakukan tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan siap mengerti.

Respon objektif pasien tampak paham. Kerusakan integritas kulit adalah

perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis. Batasan karakteristik :

kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh

(Walkinson, 2011).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini

perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria

hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah

teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan

untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui (1) kesesuaian

tindakan keperawatan, (2) perbaikan tindakan keperawatan, (3) kebutuhan

klien saat ini, (4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, (5) apakah perlu

menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi

(Doenges dkk, 2006 dalam Debora, 2013).

Evaluasi keperawatan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1

RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari

Jum’at tanggal 14 Januari 2016 untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, didapatkan hasil
77

evaluasi data subjektif pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala

turun menjadi 1. Data objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisis

masalah nyeri akut teratasi, dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang

sudah ditulis penulis adalah nyeri terkontrol pada skala 2-3, tidak ada nteri saat

mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV dalam batas normal TD : 110/70

– 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit. Planning hentikan

intervensi. Dengan kriteria hasil bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan

nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2002 dalam Suhartini dkk, 2013). Hal

ini menyatakan masalah nyeri akut teratasi dan hentikan intervensi.

Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan

1 RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari

jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kekuatan otot. Hasil evaluasi data subjektif pasien

mengatakan dapat menggerakan tangannya tetapi pelan-pelan. Data objektif

kekuatan otot 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post

operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisis masalah hambatan

mobilitas fisik teratasi sebagian, dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang

sudah ditulis penulis adalah dapat memindahkan atau menggerakkan tangannya

dan pergelangan tangannya, gerakan otot tangan kiri 4-5. Planning lanjutkan

intervensi dengan observasi keadaan umum kembali, anjurkan klien melakukan

aktivitas secara mandiri, kolaborasi dengan fisioterapi.

Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan

1 RSUD Salatiga dimuali sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari
78

jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan perubahan turgor. Hasil evaluasi data subjektif pasien

mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri.

Data objektif dipergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post

operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisis masalah kerusakan

integritas kulit belum teratasi dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang

sudah ditulis penulis adalah, mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi. Planning lanjutkan intervensi

dengan ajarkan memonitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit

agar tetap bersih dan kering, ajarkan membersihkan, memantau dan

meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan,

intruksikan ke pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.

Evaluasi penulis selama melakukan tindakan implementasi pemberian

teknik relaksasi nafas dalam penulis tidak mengalami hambatan karena pasien

sangat kooperatif, prosedur mudah dilakukan, dan SOP ruangan dan pihak

ruangan (kepala ruang) mendukung.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Ny.S telah dilakukan secara

komprehensif dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan utama nyeri, nyeri

karena post operasi, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dipergelangan tangan

sebelah kiri, nyeri dengan skala 6, nyeri hilang timbul kurang lebih 5-10

menit setiap kali muncul. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit,

pernafasan 20x/menit, suhu 36,2oC. Pengkajian fisik terhadap luka post

operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal.

2. Diagnosa yang muncul pada Ny.S tang pertama adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur radius sinistra 1/3 distal).

Diagnosa yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot. Dan diagnosa yang ketiga adalah kerusakan

integritasa kulit berhubungan dengan perubahan turgor.

3. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri yaitu kaji skala

nyeri (PQRST) sebelum diberikan dan sesudah diberikan terapy, ajarkan

teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

analgesik, monitor tanda-tanda vital, memberikan posisi semi flower. Pada

diagnosa yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik intervensinya yaitu

kaji kemampuan pasien dalam mobilitas, konsultasikan dengan terapi fisik

tentang rencana ambulasi dengan kebutuhan, lakukan ROM aktif dan pasif,

79
intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM. Pada

diagnosa yang ketiga yaitu kerusakan integritas kulit intervensinya yaitu

jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan

memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup

dengan jahitan, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan

lukanya bila sudah di rumah, kolaborsikan dengan dokter saat pemberian

antiseptik.

4. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rumusan intervensi

yang ada dan lebih berfokus kepada aplikasi jurnal pemberian terapy

relaksasi nafas dalam.

5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan

secara komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan Keperwatan (Brunner

dan Suddarth, 2002 dalam Yunuzul, 2014) serta telah berkolaborasi dengan

tim kesehatan lainnya didapatka hasil evaluasi keadaan klien dengan nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur radius sinistra 1/3

distal) pada Ny.S teratasi dan intervensi dihentikan. Pada diagnosa

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka

hambatan mobilitas fisik pada Ny.S teratasi sebagian dan intervensi

dilanjutkan dengan ajarkan pasien dalam ambulasi, ajarkan ROM aktif dan

pasif, ajarjarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM,

konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan

kebutuhan. Pada diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


perubahan turgor hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum

tercapai, maka kerusakan integritas kulit pada Ny.S teratasi sebagian dan

intervensi dilanjutkan dengan ajarkan monitor kulit adanya kemerahan,

ajarkan kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, ajarkan

membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka

yang ditutup dengan jahitan, intruksikan ke pasien untuk selalu

membersihkan luka bila sudah di rumah.

6. Analisa tindakkan keperawatan Pemberian teknik relaksasi nafasa dalam

pada Ny.S yang dilakukan selama tiga hari mampu menurunkan skala nyeri

6 menjadi 1

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri

akut, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya

dibidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Intitusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun

klien. Sehingga dapat meningkatkan mutut pelayanan asuhan keperawatan

yang optimal pada umumnya dan klien post operasi fraktur radius sinistra

1/3 distal khususnya dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan

fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan

klien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat

Diharapkan selalu berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal,

khususnya pada klien dengan post operasi fraktur rasius sinistra 1/3 distal.

Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan

komprehensif.

3. Bagi Intitusi Pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan

profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif

dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara

menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 3 Edisi 8. Jakarta :
EGC

Darmawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.


Yogyakarta : Gosyen Publising.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset kesehatan dasar, diakses 8 Desember


2015, <http://www.depkes.co.id/>

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika

Fadlani, YW., Harapan, IA. 2012. Terapi Perilaku Kognitif Distraksi terhadap Intensitas
Nyeri Pasien dengan Fraktur Femur yang Terpasang Traksi.
http://jurnal.USU.ac.id/index.php/jkk/article/view/333. diakses tanggal 9
Desember 2015

Fauzi dan Yulia, T. 2013. ISO Indonesia, Vol 48. Jakarta : PT. ISFI

Helmi, Z. 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta : Salemba
Medika

Hidayat, 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Lukman dan Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Edisi 3. Jakarta : FKUI

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC

Noor, 2014. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Padila. 2012. Buku ajar keperawatan medikal bedah dilengkapi asuhan keperawatan pada
sistem cardio, perkemihan, integumen, persyarafan, gastro intestinal,
muskuloskeletal, reproduksi dan
respirasi. Cetakan pertama. Yogyakarta : Nuha medika

Perry dan Potter. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Reeves, CJ, Roux, G and lockhart, R. 2001. Keperawatan medical bedah, Edisi 1, Salemba
Medika, Jakarta
Sjamsuhidayat, R dan Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC

Suhartini, dkk. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri. Jurnal
Keperawatan Jilid 1, Manado

Tambunan, E. 2009. Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I berbasis Kompetensi,


Salemba Medika, Jakarta

Tamsuri, A. 2012. Konsep & Penatalaksanaan nyeri, EGC, Jakarta

Wahid, A. 2013. Buku Saku Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Cetakan Pertama. Jakarta : CV Trans Info Media

WHO, 2011. ‘Decade of action or road safety: indonesia’, diakses 8 Desember


2015,<www.who.searo/int>

Wilkinson, Judith M., 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai