Anda di halaman 1dari 98

PEMBERIAN TINDAKAN ROM PASIF DALAM MENGATASI

KONSTIPASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.T


DENGAN STROKE HEMORAGIK DI HIGH
CARE UNIT (HCU) ANGGREK II
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

SRI ASRIANI
NIM.P.12052

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

PEMBERIAN TINDAKAN ROM PASIF DALAM MENGATASI


KONSTIPASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.T
DENGAN STROKE HEMORAGIK DI HIGH
CARE UNIT (HCU) ANGGREK II
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

SRI ASRIANI
NIM.P.12052

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama

: Sri Asriani

NIM

: P.12052

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN TINDAKAN ROM PASIF DALAM


MENGATASI

KONSTIPASI

PADA

ASUHAN

KEPERAWATAN NY. T DENGAN STROKE


HEMORAGIK DI HIGH CARE UNIT (HCU)
ANGGREK

II

RSUD

Dr.

MOEWARDI

SURAKARTA

Mengatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, Mei 2015


Yang Membuat Pernyataan

SRI ASRIANI
NIM.P.12052

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama

: Sri Asriani

NIM

: P.12052

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN TINDAKAN ROM PASIF DALAM


MENGATASI

KONSTIPASI

KEPERAWATAN

NY.T

PADA

ASUHAN

DENGAN

STROKE

HEMORAGIK DI HIGH CARE UNIT (HCU)


ANGGREK

II

RSUD

Dr.

MOEWARDI

SURAKARTA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di

: Surakarta

Hari / Tanggal : Kamis, 21 Mei 2015

Pembimbing : Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep., M.Kep


NIK. 201086057

iii

HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama

: Sri Asriani

NIM

: P.12052

Program Studi

: DIII KEPERAWATAN

Judul

: PEMBERIAN

TINDAKAN

MENGATASI

ROM

KONSTIPASI

PASIF
PADA

DALAM
ASUHAN

KEPERAWATAN NY.T DENGAN STROKE HEMORAGIK


DI HIGH CARE UNIT (HCU) ANGGREK II

RSUD Dr.

MOEWARDI SURAKARTA.

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan

: Surakarta

Hari/Tanggal

: Selasa, 16 Juni 2015

DEWAN PENGUJI
Pembimbing

: Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep., M.Kep


NIK. 201086057

( )

Penguji I

: Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., M.Kep


NIK. 201188087

( )

Penguji II

: Ns. Intan Maharani S. Batubara, S.Kep


NIK. 201491128

( )

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta

Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 200680021

iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Tindakan Rom Pasif dalam Mengatasi
Konstipasi Pada Asuhan Keperawatan Pada Ny.T dengan Stroke Hemoragik di
High Care Unit (HCU) Anggrek II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
Adapun penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar Ahli Madya (Amd) pada program Studi Diploma III
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1.

Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2.

Meri Oktariani,S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi


DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3.

Ns. Alfyana Nadya Rahmawati, M.Kep selaku dosen pembimbing sekaligus


sebagai peguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.

4.

Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., M.Kep, selaku dosen penguji yang
telah membimbing dengan cermat, memberi masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan demi sempurnanya stadi kasus ini.

5.

Ns. Intan Maharani S. Batubara, S.Kep selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberi masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan demi sempurnanya stadi kasus ini.

6.

Semua Dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang
bermanfaat.

7.

Kepala High Care Unit (HCU) Anggrek II RSUD Dr. Moewardi dan para staf yang
telah memberikan ijin pada penulis dan membantu melakukan studi kasus untuk
penyusunan karya tulis ini.

8.

Kedua orang tuaku, Adik kandungku, serta pacarku, yang selalu menjadi inspirasi
dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

9.

Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma


Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu,yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Surakarta, 16 Juni 2015

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

iv

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................

B. Tujuan Penulisan ...................................................................

C. Manfaat Penulisan .................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ......................................................................

1. Stroke...............................................................................

2. Konstipasi ........................................................................

25

3. ROM (Range Of Motion) ................................................

28

B. Kerangka Teori ......................................................................

37

C. Kerangka Konsep ..................................................................

38

BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET


A. Subyek aplikasi riset ...............................................................

39

B. Tempat dan Waktu .................................................................

39

C. Media dan alat yang digunakan ..............................................

39

D. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakanberdasarkan riset ....

39

BAB IV LAPORAN KASUS


A. Identitas pasien .......................................................................

40

B. Pengkajian ..............................................................................

40

C. Daftar Rumusan Masalah .......................................................

48

vii

BAB V

BAB V

D. Perencanaan Keperawatan ......................................................

49

E. Implementasi ..........................................................................

52

F. Evaluasi keperawatan .............................................................

55

PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..............................................................................

60

B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................

67

C. Intervensi Keperawatan .........................................................

72

D. Implementasi Keperawatan ....................................................

75

E. Evaluasi Keperawatan ............................................................

78

PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................

80

B. Saran ......................................................................................

84

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ...........................................................................

31

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ........................................................................

31

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Usulan Judul


Lampiran 2 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3 Surat Pernyataan
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5 Jurnal Utama
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Lembar Log Book
Lampiran 8 Lembar Pendelegasian
Lampiran 9 Lembat Observasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (defisit neurologik lokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai
darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke
pendarahan) (Budiman, 2013). Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional
otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih
dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak (WHO, 2012).
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan cerebrospinalis
disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan
gangguan serabut otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematum
yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan pada batang otak (Budiman, 2013).
Angka kematian karena stroke sampai saat ini masih tinggi. Menurut
World Health Organisation (WHO) (2003) dalam Maliya (2008) stroke
merupakan penyakit serebro vaskuler. Tercatat dari 4,6 juta meninggal
diseluruh dunia, dua dari tiga kematian terjadi di negara sedang berkembang.

Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga dan


menyebabkan kematian 90.000 wanita dan 60.000 laki-laki setiap tahun. Selain
menyebabkan kematian, stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan
(Irfan, 2010).
Data yang lebih rinci oleh American Heart Association (AHA) dalam
Heart Disease and Stroke Statistics - 2012 Update, menyebutkan bahwa setiap
4 menit seorang meninggal karena stroke dan stroke berkontribusi dalam setiap
18 kematian di Amerika Serikat pada tahun 2008 (Roger, dkk. 2011). Di
Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian nomor 4 setelah
penyakit jantung, kanker dan penyakit kronik saluran pernafasan bawah
(Minino, dkk. 2011), sementara di Australia stroke merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit jantung koroner dengan 8.300 kematian
pada tahun 2009 (Refshauge, 2012). Pada kelompok kasus stroke hemoragik,
diperkirakan sebanyak 75% adalah perdarahan intraserebral dan didapatkan
insiden stroke hemoragik karena perdarahan subarakhoid 25 % sisanya
perdarahan subarakhoid. Dalam beberapa penelitian didapatkan insiden
perdarahan serebral adalah 12-15 kasus tiap 100.000 populasi per tahun.
Sedangkan menurut data lain dari Amerika, didapatkan insiden stroke
hemoragik karena perdarahan subarakhoid

sekitar 10 kasus per 100.000

populasi (Wahjoepramono, 2005). Demikian juga halnya di Indonesia, stroke


merupakan penyebab kematian tertinggi pada usia > 45 tahun (15,4% dari
seluruh kematian) baik di desa maupun di perkotaan (DEPKES, 2008). Hasil
yang sama juga dilaporkan oleh (Rao, dkk. 2010) bahwa stroke merupakan

penyebab kematian tertinggi di tahun 2006-2007 di Surakarta (27,0%) dan di


Pekalongan (19,9%).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian
khusus. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), stroke merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh rumah sakit di
Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun. Setiap 7
orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke. Pada tahun
2020 diperkirakan sekitar 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.
Peningkatan tertinggi akan teriadi di negara berkembang terutama dinegara
kawasan Asia. Dari hasil survei yang didapatkan penderita stroke hemoragik di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta didapatkan penderita stroke pada tahun 2013
mencapai 352 orang, kemudian pada tahun 2014 sampai 2015 terdapat 293
orang. Pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita stroke
merupakan hal yang sangat penting. Stroke yang tidak mendapatkan
penanganan yang baik akan menimbulkan berbagai tingkat gangguan, seperti
penurunan tonus otot, hilangnya sensibilitas pada sebagian anggota tubuh,
menurunnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh yang sakit dan
ketidakmampuan dalam hal melakukan aktivitas tertentu. Pasien stroke yang
mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh disebabkan oleh karena
penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu menggerakkan tubuhnya
(imobilisasi) (Garrison, 2003). Berbagai komplikasi lanjut stroke akibat
imobilisasi, salah satunya inkontinensia alvi atau konstipasi. Umumnya
penyebabnya adalah imobilisasi, kekurangan cairan dan intake makanan

(Bathesda, 2008). Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang


mengalami kesulitan buang air besar. Konstipasi sering disebabkan oleh
berubahnya makanan atau berkurangnya aktivitas fisik. Lewis (2007)
mengemukakan bahwa atropi otot karena kurangnya aktivitas dapat terjadi
hanya dalam waktu kurang dari satu bulan .
Salah satu tindakan keperawatan untuk pasien stroke dalam hal ini terapi
setelah masa kritis, yaitu pasien dibantu untuk bergerak atau tubuh klien
digerak-gerakkan secara sistematis, yang biasa disebut rentan gerak atau
Range of Motion (ROM). Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan
otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya
terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma. Range Of Motion (ROM)
gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,
dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan
normal baik secara aktif maupun pasif. ROM pasif yaitu latihan ROM yang
dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap melakukan gerakan latihan
ROM merupakan salah satu altenatif latihan yang dapat dilakukan oleh lansia.
Latihan ROM merupakan bagian dari tindakan keperawatan. Tujuan utama
penelitian keperawatan adalah mengembangkan dasar pengetahuan

ilmiah

untuk praktik keperawatan yang efektif dan efisien (Danim, 2003).


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mira (2011) pada pasien stroke
menyatakan bahwa ROM pasif efektif dalam mengatasi konstipasi pada pasien
stroke. Berdasarkan kasus yang ditemukan penulis selama berada di High Care

Unit (HCU) didapatkan data pasien hemiparase anggota gerak bagian kiri tidak
dapat digerakkan sehingga mengalami konstipasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Tindakan Rom Pasif dalam
Mengatasi Konstipasi pada Asuhan Keperawatan Ny.T dengan Stroke
Hemoragik di High Care Unit (HCU) Anggrek II RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas ROM pasif dalam mengatasii konstipasi
pada Asuhan Keperawatan Ny.T dengan Stroke Hemoragik di High Care
Unit (HCU) Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a.

Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Ny.T dengan Stroke


Hemoragik.

b.

Penulis mampu merumuskan diagnosa Keperawatan pada pasien Ny.T


dengan Stroke Hemoragik.

c.

Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien


Ny.T dengan Stroke Hemoragik.

d.

Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Ny.T dengan


Stroke Hemoragik.

e.

Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien Ny.T dengan Stroke


Hemoragik.

f.

Penulis mampu menganalisa hasil pemberian tindakan ROM pasif


dalam mengatasi konstipasi yang terjadi pada Asuhan Keperawatan
Ny.T dengan stroke hemoragik.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Memberikan informasi pada Ny.T cara untuk melakukan ROM pasif dalam
mengatasi konstipasi pada pasien Stroke Hemoragik.
2. Rumah sakit
Hasil pengaplikasian ini dapat dijadikan sumber referensi metode dalam
melakukan ROM pasif dalam mengatasi konstipasi pada pasien Stroke
Hemoragik.
3. Bagi Institusi
Hasil pengaplikasian ini dapat dijadikan sumber referensi baru bagi
mahasiswa tentang melakukan ROM pasif dalam mengatasi konstipasi pada
pasien Stroke Hemoragik.
4. Bagi Peneliti
Hasil pengaplikasian ini memberikan pengalaman serta pengetahuan baru
bagi peneliti dalam bidang keperawatan khususnya dalam melakukan ROM
pasif dalam mengatasi konstipasi pada pasien Stroke Hemoragik.
5. Bagi Perawat
Hasil pengaplikasian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi perawat lain
dalam melakukan ROM pasif dalam mengatasi konstipasi pada pasien
Stroke Hemoragik.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI
1.

Stroke Hemoragik
a. Definisi
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau
seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik lokal atau global)
yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(Stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan
(Stroke pendarahan) (Budiman, 2013).
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara
mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa
jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai dengan daerah yang
terganggu (Irfan, Muhamad, 2012).
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang
cairan cerebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut otak melalui
penekanan

struktur

otak

dan

juga

oleh

hematom

yang

menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan


tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan pada batang otak (Budiman, 2013)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang
terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler
(Widjaja, 2011).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalu
sistem suplai arteri otak.
b. Etiologi stroke hemoragik
Menurut Pudiastuti, 2013 Penyebab stroke hemoragik dapat
dibagi dua faktor yaitu :
1) Faktor resiko medis antara lain :
a) Migrain
b) Hipertensi
c) Diabetes

d) Kolesterol
e) Gangguan jantung
2) Faktor resiko perilaku antara lain :
a) Kurang Olahraga
b) Merokok
c) Makanan tidak sehat
d) Kontrasepsi oral
e) Mendengkur
f) Narkoba
g) Obesitas
h) Stres
i) Cara hidup
c. Faktor resiko dan pencegahan stroke hemoragik
Faktor resiko penyebab stroke hemoragik digolongkan menjadi 2
yaitu faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor resiko
yang dapat dikendalikan (Suiroka, 2012) :
1) Faktor resiko stroke hemoragik yang tidak dapat dikendalikan
antara lain :
a)

Umur

b) Jenis kelamin
c)

Garis keturunan

d) Ras atau etnik


e)

Diabetes

10

f)

Artesklerosis

g) Penyakit jantung
2) Faktor Resiko Stroke hemoragik yang dapat dikendalikan
antara lain:
a)

Obesitas

b) Kurang aktivitas fisik dan olahraga


c)

Merokok

d) Mengkonsumsi alkohol dan penggunaan obat obatan


e)

Tekanan darah tinggi (Hipertensi)

f)

Tingkat kolesterol darah yang berbahaya

g) Sleep apnea (Mendengkur disertai berhenti bernafas


selama 10 detik)
d. Klasifikasi stroke hemoragik
Stroke hemoragik dapat diklasifikasikan menurut patologi
dan gejala kliniknya (Junaidi, 2011). Merupakan perdarahan
serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Keadaan pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Perdarahan intraserebral yaitu pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak. Peningkatan tekanan

11

intrakranial yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian


mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai didaerah
putamen, talamus, pons dan serebelum (Rohani, 2012).
2) Perdarahan subaracnoid yaitu perdarahan yang berasal dari
pecahnya aneurisma berry atau AVM. Anaurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabang yang terdapat diluar parenkim otak (Juwono, 2010).
Pecahnya

arteri dan

keluarnya

ke

ruang subaracnoid

menyebabkan tekanan intrakranial meningkat mendadak,


meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemi sensorik, afasia, dll) (Rohani, 2012).
e. Komplikasi stroke hemoragik
Menurut Pudiastuti, 2013 komplikasi stroke hemoragik yaitu :
1) Berhubungan dengan imobilisasi :
a) Infeksi pernafasan
b) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan
c) Konstipasi
2) Berhubungan dengan mobilisasi :
a) Nyeri pada daerah punggung
b) Dislokasi nyeri

12

3) Berhubungan dengan kerusakan otak :


a) Epilepsi
b) Sakit kepala
c) Kraniotomi
f. Manifestasi klinis stroke hemoragik
Menurut Suzanne, Bare (2010) tanda dan gejala pada penderita
stroke hemoragik antara lain :
1) Kehilangan fungsi motorik
Mobilitas, fungsi respirasi, berbicara dan menelan, reflek
gangguan, kemampuan aktivitas sehari-hari.
2) Kehilangan fungsi komunikasi
a) Disatria (kesulitan berbicara)
b) Disfasia (kesulita terkait penggunaan bahasa)
c) Afasia (kehilangan total kemampuan menggunakan bahasa)
d) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang telah
dipelajari sebelumnya)
3) Kerusakan afek
Kesulitan dalam mengontrol emosinya
4) Eliminasi
Pasien mengalami urgensi dan inkontinensia
5) Gangguan persepsi dan sensori
Kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi

13

g. Patofisiologi stroke hemoragik


Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai
cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat
karena trombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan
oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat
mengarah pada gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang
lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuronneuron. Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan
oksigen pada awalnya mungkin iskemia atau hipoksia karena akibat
proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena
embolus dapat merupakan akibat dari bekuan darah, udara, dan
lemak. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi
ruptur dapat menyebabkan hemorhagi.
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami
iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke
akan meluas setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian
pada area yang luas.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana
saja didalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa

14

oklusi disuatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak


yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
h. Penatalaksanaan pada stroke hemoragik
Menurut Muhibbi, 2006 berikut pengelolaan umum 5B pada
penderita stroke hemoragik adalah:
a) Breathing :
(1) Jalan nafas harus bebas, ventilasi dan oksigenasi harus tetap
baik
(2) Intubasi bila GCS < 8
(3) Alih baring miring kiri-kanan tiap 2 jam
b) Blood :
(1) Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan, kecuali :
(a) Iskemik

: > 220/120

(b) Hemoragik : > 180/100


(c) Obat

: diltiazem,

nitroprusid,

nitrogliserin,

labetolol & kaptopril


(2) Jaga komposisi darah yang baik, perhatikan Hb, Albumin,
Kalium, Natrium & Gula darah
(3) Gula darah diturunkan bila > 200 mg/dl
c) Brain:
(1) Jaga supaya tidak timbul kejang
(2) TIK meningkat beri manitol
(3) Cegah hipertermi, kalau mungkin sedikit hipotermi

15

d) Bladder :
(1) Perhatikan baik-baik kemungkinan adanya retensio maupun
inkontinensia urin
(2) Bila perlu pasang kateter
e) Bowel :
(1) Jaga jumlah kalori dan berikan cairan yang cukup
(2) Hindari obstipasi
i. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes dkk, 2000 pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada pasien stroke hemoragik adalah :
1) CT-scan : mengetahui adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
2) MRI (Magnetic resonance imaging) : untuk menunjukkan
daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
arteriovena.
3) Sinar X : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas.
4) Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi /
ruptur.
5) Elektro encefalography : mengidentifikas masalah didasarkan
pada gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.

16

6) Foto thorak : memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat


pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari
massa yang meluas.
7) Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah
j. Asuhan Keperawatan
Menurut Rendy dan Margareth, 2012 asuhan keperawatan pada
pasien stroke hemoragik dilakukan dengan tahap yaitu :
1) Pengkajian
a) Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
no. Cm dan suku bangsa.
b) Keluhan utama
Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keadaan
tidak sadar disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Setelah melakukan aktivitas tiba-tiba terjadi keluhan

17

neurologis misalnya : sakit kepala dan penurunan


kesadaran.
d) Riwayat kesahatan dahulu
Perlu dilakukan adanya pengkajian DM, Hipertensi, dan
Kelainan jantung, karena hal ini berhubungan dengan
penurunan

kualitas

pembuluh

darah

otak

menjadi

menurun.
e) Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat
genetik maupun tidak.
f)

Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan Umum
(2) Pola fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan
untuk merokok, minum alkohol, dan penggunaan
obat-obatan.
(b) Pola aktivitas dan latihan
Pada klien hipertensi terkadang mengalami atau
merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot
dan kesadaran menurun.

18

(c) Pola nutrisi dan metabolisme


Pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual
dan muntah.
(d) Pola eliminasi
Pada pasien hipertensi terkadang mengalami
oliguri
(e) Pola tidur dan istirahat.
(f) Pola kognitif dan perseptual
(g) Pola konsep diri
(h) Pola toleransi dan koping stress
Pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress
psikologi.
(i) Pola seksual dan reproduksi
(j) Pola hubungan dan peran
(k) Pola nilai dan keyakinan.
2) Diagnosa keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan
tekanan intrakranial (TIK)
b) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
c) Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen
d) Gangguan citra tubuh b.d penyakit
e) Kurang perawatan diri : mandi, berpakaian, makan,
toileting, b.d tidak berfungsinya anggota gerak

19

f) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


b.d faktor biologis (mual, muntah)
g) Nyeri akut b.d gangguan syaraf neuron
3) Intervensi keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan
tekanan intrakranial (TIK)
(1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral tidak terjadi
(2) Kriteria hasil :
(a) Kesadaran composmentis
(b) TTV dalam batas normal
(c) GCS dalam batas normal
(d) Pasien tidak merasa nyeri
(3) Intervensi :
(a) Observasi kesadaran dan GCS pasien
Rasional : untuk mengetahui kesadaran umum
pasien
(b) Beri terapi O2
Rasional : untuk menambah suplai oksigen
(c) Anjurkan keluarga untuk memposisikan kepala
hand up 300

20

Rasional : memberikan posisi yang nyaman untuk


pasien
(d) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
Rasional : untuk mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
b) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
(1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan hambatan mobilitas
fisik optimal
(2) Kriteria hasil :
(a) Pasien dapat menggerakkan ekstermitasnya
(b) Pasien

mampu

melakukan

mobilitas

secara

mandiri
(3) Intervensi :
(a) Observasi Tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui tanda-tanda vital
(b) Ajarkan ROM pasif
Rasional : untuk melatih kekuatan otot
(c) Anjurkan keluarga untuk alih baring
Rasional : untuk mencegah resiko dekubitus
(d) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
Rasional : untuk memberikan program khusus
melatih kekuatan otot

21

c) Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen


(1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan konstipasi tidak terjadi
(2) Kriteria hasil :
(a) Bising usus dalam batas norma 5-35x/menit
(b) Pasien bisa buang air besar (BAB)
(3) Intervensi :
(a) Kaji keadaan umum pasien
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
(b) Auskultasi bising usus
Rasional : untuk mengetahui bising usus pasien
(c) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan
tinggi serat
Rasional : memperlancar proses pencernaan
(d) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk meningkatkan serat dan cairan
dalam diet pasien
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor biologis (mual, muntah)
(1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi dapat terpenuhi

22

(2) Kriteria hasil :


(a) Pasien tidak mual muntah
(b) Nafsu makan pasien meningkat
(3) Intervensi :
(a) Kaji penyebab mual muntah
Rasional : untuk mengetahui penyebab mual
muntah
(b) Bantu perawatan diri : makan
Rasional : membantu pasien untuk makan
(c) Ajarkan keluarga memberikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering
(d) Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan dan
asupan nutrien pasien
(e) Beri obat nafsu makan
Rasional : untuk mengurangi peningkatan asam
lambung
e) Kurang perawatan diri : mandi, berpakaian, makan,
toileting b.d tidak berfungsinya anggota gerak
(1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan kurang perawatan diri
teratasi
(2) Kriteria hasil :
(a) Pasien dapat merawat diri berpakaian

23

(b) Pasien dapat merawat diri mandi


(c) Pasien dapat merawat diri makan
(d) Pasien dapat merawat diri toileing
(3) Intervensi :
(a) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
Rasional : untuk mengetahui kemampuan klien
dalam perawatan diri
(b) Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam
mandi, berpakaian, makan dan toileing
Rasional

untuk

membantu

klien

dalam

kebutuhannya
(c) Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat
mandiri
Rasional : agar membantu agar bisa cepat
melakukan secara mandiri
(d) Dukung klien menunjukkan aktivitas normal
sesuai kemampuan
Rasional : untuk mengetahui kemampuan klien
secara normal
(e) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan diri klien
Rasional : agar keluarga dapat membantu aktivitas
klien

24

f) Nyeri akut b.d gangguan syaraf neuron


(1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam diharapkan nyeri akut berkurang /
hilang
(2) Kriteria hasil :
(a) Pasien mampu mempertahankan tingkat nyeri
(b) Pasien tampak rileks
(c) Nyeri berkurang dari 5 menjadi 3
(d) Pasien tidak meringis kesakitan
(3) Intervensi :
(a) Kaji karakteristik nyeri
Rasional : untuk meningkatkan dan memudahkan
intervensi yang akan dilakukan
(b) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : posisi yang nyaman membantu proses
relaksasi
(c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
(d) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

25

2. KONSTIPASI
a. Definisi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang
diikuti oleh pengeluaran proses yang lama atau keras dan kering
(Potter & Perry, 2006). Konstipasi merupakan suatu keluhan,
bukan penyakit. Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya
frekuensi buang air besar (BAB), biasanya kurang dari 3 kali per
minggu dengan feses kecil-kecil dan keras, serta kadang kala
disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (BAB).
b. Penyebab
Menurut Potter & Perry, 2006 berikut penyebab konstipasi antara
lain :
1)

Konsumsi air dan serat yang kurang

2)

Kelemahan otot

3)

Perubahan pola diet misalnya pada saat travelling

4)

Kurang olahraga atau kurang melakukan gerak badan

5)

Usaha menahan buang air besar (BAB) karena rasa nyeri


misalnya karena ambeyen

6)

Salah guna obat-obatan seperti pencahar atau antasida.

7)

Penyakit lain seperti hiportiroid, hingga kanker usus besar.

c. Penatalaksanaan konstipasi
Menurut Potter & Perry, 2006 dibawah ini adalah beberapa
penatalaksanaan dari konstipasi yaitu :

26

1) Monitor tanda-tanda dan gejala konstipasi


2) Monitor pergerakan usus, meliputi frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume, dan warna dengan tepat
3) Monitor bising usus
4) Anjurkan keluarga untuk memberi diet tinggi serat dengan
tepat
5) Ajarkan untuk melakukan pergerakan sendi (ROM) agar
meningkatkan kontraksi otot-otot abdomen
d. Cara mencegah konstipasi
Dibawah ini adalah beberapa cara untuk mencegah konstipasi
menurut Potter & Perry, 2006 antara lain :
1)

Makan makanan tinggi serat (yang sudah pasti kita ketahui).


Sumber serat antara lain adalah buah-buahan, roti gandum
utuh, atau sereal. Serat dalam makanan akan membentuk
massa kotoran (feces) sehingga mengembang dan mudah
dikeluarkan.

2)

Minum minimal 8 gelas air sehari, kecuali anda memiliki


kondisi medis yang mengharuskan anda membatasi asupan
cairan. Minuman seperti kopi dan teh memiliki efek
dehidarsi sehingga harus dihindari hingga pola defekasi
anda sudah normal.

3)

Olahraga teratur

4)

Jangan terlalu sering menahan bunag air besar (BAB)

27

e. Klasifikasi
Klasifikasi konstipasi menurut Potter & Perry, 2006 dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1) Konstipasi
Konstipasi adalah defekasi yang tidak teratur yang abnormal,
dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat sulit dan
kadang menimbulkan nyeri.
2) Obstipasi
Obstipasi adalah bentuk konstipasi parah biasanya disebabkan
oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya
obstruksi usus). Gejala obstipasi berupa pengeluaran feses
yang keras dalam jangka waktu tiap 3-5 hari, kadang disertai
adanya perasaan perut penuh akibat adanya feses atau gas
dalam perut.
f. Patofisiologi
Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali
sehari sampai 3 hari sekali. Dalam konstipasi dikatakan konstipasi
bila buang air besar kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3
hari tidak buang air besar harus mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum,
kemudian mencampur, melakuakan fermentasi, dan memilah
karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi
tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme yang

28

sangat kompleks. Pada penderita gangguan mobilitas fisik, seperti


fraktur, stroke maupun penyakit lain yang mengharuskan pasien
bedrest dalam jangka waktu yang lama, hal ini juga dapat
mempengaruhi kontraksi otot abdomen, sehingga kontraktilitas
usus berkurang, bahkan tidak ada. Konstipasi dapat timbul dari
adanya defek pengisian atau pengosongan rektum. Pengisian
rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak
efektif (misalnya pada kasus imobilisasi) (mira, 2011).

3. ROM (Range of motion)


a. Pengertian
Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk,
2008). Range of motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang
digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal kedalam
suatu program intervensi. Gerakan dapat dilihat sebagai tulang
yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam
ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka
seluruh struktur yang

terdapat pada persendian tersebut akan

terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia,


pembuluh darah dan saraf.
Range of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan
yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan

29

tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. Pengertian ROM


lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya

kontraksi

dan

pergerakan

otot,

dimana

klien

menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan


normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan Range Of Motion
(ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Sebelum dilakukan intervensi, pasien stroke dilakukan pre
test, untuk mengetahui apakan meraka merasakan adanya masalah
konstipasi. Setelah itu, dilakukan perlakuan (ROM Pasif) setiap
hari, secara rutin dan tepat. Perawat menggerak-gerakkan tubuh
klien sesuai kemampuan. Setelah 5 hari berturut-turut, untuk tiap
pasien maka peneliti melakukan post test (wawancara) kepada
responden. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
efektifitas ROM pasif dalam mengatasi permasalahan pasien,
yakni konstipasi. Seperti yang tercantum dalam buku Brunner,
2002 yakni salah satu tindakan yang dapat dilakuka untuk
mengatasi konstipasi adalah dengan melakukan pergerakan.
Perawat mendorong ambulasi sering dan mengajarkan latihan
pengerutan

otot

abdomen

untuk

meningkatkan

defekasi.

Penggerutan otot abdomen terdiri dari mengkontraksikan otot

30

abdomen. Latihan ini meningkatkan tonus otot abdomen yang


membantu mendorong isi kolon.
b. Jenis jenis Range of Motion (ROM)
Berikut adalah beberapa jenis jenis Range of Motion (ROM)
menurut Potter & Perry, 2006 adalah sebagai berikut:
1) ROM Aktif
ROM aktif adalah gerakan yang dilakukan oleh seseorang
(pasien) dengan menggunakan energi sendiri (lukman, Nurma
Ningsih,

2013).

Perawat

memberikan

motivasi,

dan

membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi


secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal
(klien aktif). Kekuatan otot 75%. Hal ini untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif.
2) ROM pasif
ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan
orang lain, perawat aau alat bantu (Lukman, Nurma Ningsih;
2013). Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif) kekuatan otot
50%. Indikasi latihan pasif adalah tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga

31

kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot


orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien (Suratun, 2008).
c. Tujuan Range of Motion (ROM)
Menurut Potter & Perry, 2006 berikut tujuan dari Range Of
Motion (ROM) yaitu :
1) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan
otot
2) Memelihara mobilitas persendian
3) Merangsang sirkulasi darah
4) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
d. Manfaat Range of Motion (ROM)
Manfaat ROM menurut Potter & Perry, 2006 yaitu :
1) Memperbaiki tonus otot
2) Meningkatkan mobilisasi sendi
3) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4) Meningkatkan massa otot
e. Indikasi dari Range of Motion (ROM)
Beberapa indikasi ROM menurut Suratun, 2008 yaitu :
1)

Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

2)

Kelemahan otot

3)

Fase rehabilitasi fisik

4)

Klien dengan tirah baring lama

32

f. Gerakan- gerakan Range of Motion (ROM)


Berikut ini gerakan ROM menurut Rendi dan Margareth, 2012
yaitu :
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Cara :
a) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan
siku menekuk dengan lengan.
b) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang
lain memegang pergelangan tangan pasien.
c) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
d) Catat perubahan yang terjadi
2) Fleksi dan ekstensi siku
Cara :
a) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh
dengan telapak mengarah ke tubuhnya.
b) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya
mendekat bahu.
c) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
Cara :
a) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan
siku menekuk.

33

b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan


pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Putar

lengan

bawah

pasien

sehingga

telapaknya

menjauhinya.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya
menghadap ke arahnya.
f) Kembalikan ke posisi semula.
4) Pronasi fleksi bahu
Cara :
a) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
b) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5) Abduksi dan adduksi bahu
Cara :
a) Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
b) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
c) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah
perawat (Abduksi).
d) Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
e) Kembalikan ke posisi semula.

34

6) Rotasi bahu
Cara :
a) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku
menekuk.
b) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat
siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
c) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah.
d) Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
d) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
e) Tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
f) Kembalikan lengan ke posisi semula.
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
Cara :
a) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara
tangan lain memegang kaki.
b) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
c) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d) Kembalikan ke posisi semula.
8) Infersi dan efersi kaki
Cara :
a) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya.

35

b) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke


kaki lainnya.
c) Kembalikan ke posisi semula.
d) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain.
e) Kembalikan ke posisi semula.
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Cara :
a) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki
lurus dan rilek.
b) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada
pasien.
c) Kembalikan ke posisi semula.
d) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
10) Fleksi dan ekstensi lutut.
Cara :
a) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengan tangan yang lain.
b) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin

36

d) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangat


kaki ke atas.
e) Kembali ke posisi semula.
11) Rotasi pangkal paha
Cara :
a) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan
satu tangan yang lain di atas lutut.
b) Putar kaki menjauhi perawat.
c) Putar kaki ke arah perawat.
d) Kembalikan ke posisi semula.
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha.
Cara :
a) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan
satu tangan pada tumit.
b) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8
cm dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan
pasien.
c) Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
d) Kembalikan ke posisi semula.

37

KERANGKA TEORI

Stroke Hemoragik

Perdarahan Intra Serebral

Perdarahan Subaracnoid

1. Kehilangan fungsi motorik


2. Kehilangan fungsi komunikasi
3. Kerusakan afek
4. Eliminasi
5. Gangguan persepsi dan sensori

Imobilisasi
(Hemiparase)

Kelemahan Otot dikolon desenden

Konstipasi

ROM Pasif
(Peningkatan tonus otot abdomen mendorong isi kolon)

Rendi dan Margareth, 2012


Gambar 2.1 Kerangka Teori

38

B. KERANGKA KONSEP

ROM Pasif

Mencegah Konstipasi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subyek Aplikasi Riset


Pengambilan kasus ini dengan pasien stroke hemoragik yang dirawat di
High Care Unit (HCU) Anggrek II yang ekstermitas nya terganggu dan
mengalami konstipasi.

B. Tempat dan Waktu


Pengambilan kasus ini dilakukan di High Care Unit (HCU) Anggrek II
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dari tanggal 11 16 Maret 2015.

C. Media dan Alat yang Digunakan


Penelitian ini menggunakan stetoskop untuk menghitung bising usus
selam 5 - 10 menit sebelum dan sesudah melakukan ROM pasif dan tindakan
Rom pasif dilakukan selama 30 menit/ 4 jam.

D. Alat Ukur Evaluasi


Alat ukur pada penelitian ini menggunakan lembar observasi tentang
bising usus pada pasien.

39

BAB IV
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS KLIEN
Pengkajian dimulai pada tanggal 11 Maret 2015, jam 09.00 WIB. Data
pengkajian pada kasus ini diperoleh dengan cara autoanamnase, pengamatan
dan observasi langsung, menelaah catatan medis, catatan perawat dan
pengkajian fisik pasien. Hasil pengkajian pada Ny.T, alamat rumah di
Jagalan, Jebres,

umur 56 tahun, berjenis kelamin perempuan, tingkat

pendidikan SD, bekerja sebagai buruh, status menikah dan beragama Islam,
pasien masuk Rumah Sakit tanggal 8 Maret 2015, diagnosis medis stroke
hemoragik, dirawat di ruang IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penanggung jawab pasien bernama Ny.T umur 38 tahun yang hubungan
dengan pasien adalah sebagai anak.

B. PENGKAJIAN
Keluhan utama pasien adalah penurunan kesadaran. Riwayat kesehatan
pasien keluarga mengatakan pasien tiba tiba terjatuh. Anggota gerak
mengalami kelemahan. Pasien tampak memegangi kepala karena kesakitan,
tetapi tidak ada benturan. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Dr.
Moewardi Surakarta sekitar pukul 16.30 WIB. Di IGD pasien terlihat
mengantuk selama 2 jam masuk rumah sakit. Di IGD pasien dipriksa dan
didapatkan data tekanan darah: 210/ 120 mmHg, nadi: 90 x/ menit,

40

41

pernafasan: 24x/ menit. Kesadaran pasien somnolent, GCS E3M5V3. Terapi


yang didapatkan pasien di ruang IGD adalah infus NaCl 0,9 % 20 tpm, O2 3
Lpm. Kemudian pasien dipindah di High Care Unit (HCU) Anggrek II
tanggal 9 Maret 2015 jam 7.00 wib. Didapatkan tekanan darah 190/110
mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 380C.
Hasil pengkajian di ruang IGD didapatkan riwayat kesehatan dahulu
keluarga mengatakan sebelumnya pasien sering pusing tetapi cuma diperiksa
di puskesmas. Di puskesmas pasien diberi obat tetapi keluarga tidak tahu obat
yang diberikan ke pasien. Pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit
sebelumnya. Pasien tidak mempunyai alergi baik makaan dan obat-obatan.
Pasien tidak pernah dioperasi.
Pada riwayat kesehatan keluarga mengatakan dikeluarganya memiliki
penyakit keturunan atau penyakit menular seperti hipertensi dan hepatitis.
Genogram

Keterangan
: Perempuan
: Laki - Laki
: Pasien Ny. T
: Tinggal satu rumah
X

: Meninggal Dunia

42

Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, ayah dan ibunya sudah
meninggal, pasien mempunyai 3 anak, pasien tinggal serumah dengan suami
dan anak keduanya, karena anaknya yang pertama dan ketiga sudah menikah.
Pada riwayat kesehatan lingkungan keluarga pasien mengatakan
lingkungan sekitar rumah bersih dan sampah dibuang ditempat sampah yang
tersedia.
Pola pengkajian primer pada pasien didapatkan data airway: jalan nafas
paten, tidak adanya lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas
(sputum / bekas muntah), breathing: respirasi: 22 x/ menit, tidak ada nafas
cuping hidung, tidak ada retraksi dada, bernafas menggunakan O2 3 liter/
menit, circulation: nadi: 88 x/ menit, nadi kuat, tekanan darah: 190/ 110
mmHg, kulit lembab, capilary refile < 2 detik, disability: pupil isokor,
kesadaran somnolent nilai GCS eye 3, motorik 5 dan verbal 3 , Exposure:
pasien sudah memakai kaos kaki dan selimut, Suhu 380 C, akral teraba
hangat.
Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien bilang sehat itu penting. Untuk menjaga
kesehatan tiap pagi untuk berolahraga teratur. Jika ada keluarga yang sakit
harus segara dibawa kerumah sakit, jika belum parah bisa diberi obat.
Pola nutrisi dan metabolik sebelum sakit pasien makan 3x sehari nasi,
lauk, sayur-sayuran, satu porsi habis dan tidak ada keluhan. Pasien minum 8x
sehari jenis air teh, kurang lebih 8 gelas/hari @ 240 ml dan tidak ada keluhan.

43

Pengkajian A (antropometri) BB sebelum sakit 47 kg, selama sakit 45 kg, TB


160 cm, IMT 47 kg :1,62 = 18,25 (normal), B (biochemical) tidak ada, C
(clinical) pasien tampak segar dan konjungtiva tidak anemis, D (diet) nasi,
lauk, sayur-sayuran satu porsi habis. Selama sakit makan 3x sehari, bubur cair
(kacang hijau), porsi 100cc/3 jam melalui sonde, dengan keluhan muntah.
Minum 3x sehari, susu 100cc/3 jam melalui sonde, dengan keluhan muntah.
Pengkajian A (antropometri) BB sebelum sakit 47 kg, BB selam sakit 45 kg,
IMT 45 : 1,62 = 17,57 (kurang), B (biochemical) HB 13.0, ureum 47 mg/dl,
kreatinin 0,6 mg/dl, C (clinical) pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, D
(diet) bubur kacang hijau dan susu 100cc/3jam 1700 kkal.
Pola eliminasi didapatkan hasil sebelum sakit pasien BAB 1x sehari,
konstipasi lunak, warna coklat kekuningan. BAK kuning dan tidak ada nyeri
saat BAK. Selama sakit keluarga mengatakan pasien belum buang air besar
sebelum masuk rumah sakit 5 hari dan selama dirumah sakit 2 hari. Pasien
terpasang kateter sejak tanggal 8 Maret 2015, produksi urin dalam 24 jam
1500 cc. Pengkajian balance cairan pada Ny. T per 24 jam yaitu input: air
(makan dan minum) = 300cc, cairan infus 950cc, terapi injeksi ketorolac
30mg/12 jam = 6cc, manitol 100cc/6 jam= 400cc, vit B12 100mg/12 jam=
20cc, air metabolisme 5 x BB = 5 X 45= 225, total input 1901. Output : urine
1500cc, IWL 10 X BB 10 X 45 = 450. Jadi balance cairan pada Ny. T
dalam 24 jam input cairan output cairan = 1901-1950 = -49. Kesimpulan
Ny. T kekurangan volume cairan sebanyak -49cc/hari.

44

Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien makan/minum,


toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah dan ambilasi/ ROM
dapat dilakukan secara madiri oleh pasien. Selama sakit makan/minum
(terpasang NGT), toileting (terpasang kateter), berpindah dibantu orang lain
dan alat, berpakaian dan mobilitas ditempat tidur dibantu oleh orag lain,
sedangkan ambulasi / ROM pasien tergantung total.
Pola istirahat tidur, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan tidur
malam 8 jam dan tidur siang 2 jam perhari. Selama sakit pasien tidur
malam 6 jam dan tidur siang 2 jam.
Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien tidak membutuhkan alat
bantu untuk melihat dan membaca, mampu berbicara lancar, mampu
menjawab pertanyaan dengan baik, mengidentifikasi bau minyak kayu putih,
dan merasakan sentuhan. Selama sakit keluarga mengatakan pasien tidak bisa
membuka mata, tidak mampu berbicara, tidak mampu menjawab pertayaan,
tidak bisa mengidentifikasi bau minyak kayu putih dan tidak bisa merasakan
sentuhan.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pada gambaran diri, ideal diri
dan harga diri Ny. T tidak terkaji. Peran diri keluarga pasien mengatakan Ny.
T adalah seorang ibu rumah tangga. Identitas diri keluarga pasien mengatakan
Ny. T adalah seorang perempuan yang merupakan ibu rumah tangga. Selama
sakit gambaran diri, ideal diri, harga diri Ny. T tidak terkaji. Peran diri
keluarga pasien mengatakan Ny. T tidak bisa bekerja karena harus dirawat di
rumah sakit. Identitas diri keluarga pasien mengatakan Ny. T seorang

45

perempuan yang merupakan ibu rumah tangga saat ini Ny. T dirawat di
rumah sakit karena penyakit stroke.
Pola hubungan peran, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan bahwa
hubungan pasien dengan anggota cukup harmonis dan hubungan dengan
masyarakat cukup baik. Selama sakit keluarga pasien mengatakan bahwa
selama pasien sakit dirawat sakit hubungan keluarga dan masyarakat sekitar
baik ditandai dengan banyak tetangga yang menjenguk.
Pola seksual reproduksi, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
sudah menikah dan memiliki 3 orang anak perempuan dan 1 orang suami.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan
bahwa ketika ada masalah dalam keluarga pasien selalu bercerita kepada
seluruh

keluarganya

dan

pengambilan

keputusan

dilakukan

secara

musyawarah. Selama sakit keluarga pasien mengatakan bahwa selama sakit


jika ada masalah di pasien keluarga selalu bercerita dengan anggota
keluarganya.
Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan
pasien beragama islam dan selalu menjalankan sholat 5 waktu. Selama sakit
keluarga pasien mengatakan bahwa selama sakit pasien tidak dapat
menjalankan Sholat 5 waktu.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan hasil kesadaran somnolent,
nilai GCS eye 3, motorik 5 dan verbal 3. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital,
tekanan darah 190/ 120 mmHg, nadi 88 x/ menit, teratur dan kuat, respirasi
22 x/ menit, dengan irama, teratur, suhu 380 C, bentuk kepala mesocepal,

46

kulit kepala tidak ada ketombe, rambut bersih, berombak, beruban. Palpebra
tidak ada oedem, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

diameter kanan kiri simetris, reflek terhadap cahaya baik (positif), tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada sekret, tidak
ada nafas cuping hidung, terpasang NGT, terpasang O2 nasal kanul, warna
bibir pucat, simetris, mukosa bibir kering, mulut bersih, tidak ada perdarahan,
gigi sedikit caries, tidak ada gigi palsu, telinga bersih, simetris, sedikit ada
serumen, tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan dada, inspeksi : tidak ada jejas, dada
simetris, palpasi: tidak terkaji, perkusi: bunyi paru sonor, auskultasi: suara
nafas vesikuler. Pemeriksaan jantung, inspeksi: bentuk dada datar, tidak ada
jejas, ictus cordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis pada ICS 5, perkusi:
pekak, auskultasi: reguler. Pemeriksaan abdomen, inspeksi:tidak ada jejas,
bentuk simetris, auskultasi: bising usus 3 x/ menit, perkusi: suara lambung
tympani kuadran II, III, IV dan redup kuadran I, palpasi:tidak ada masa, perut
teraba keras dikuadran III. Genetalia : bersih, terpasang kateter. Rektum:
bersih, tidak ada luka, tidak ada hemoroid.
Hasil pemeriksaan ekstremitas bagian atas tangan kiri terpasang infus
Nacl 20 tpm, kekuatan otot tangan kanan 5, kiri 1, ROM kanan aktif, kiri
pasif, capilary refilIe < 2 detik, normal, tidak ada perubahan bentuk tulang,
perabaan akral hangat. Bagian bawah kekuatan otot kanan 5, kiri 1, Rom
kanan aktif, kiri pasif, capilary refille < 2 detik, normal, tidak ada perubahan
bentuk tulang, perubahan akral hangat. Hasil pemeriksaan yang dilakukan

47

antara lain kekuatan otot sebelah kiri hanya dapat kontraksi otot 10 sangat
buruk (kelemahan berat).
Pemeriksaan penunjang darah rutin pada pasien selama perawatan di
High Care Unit (HCU) dilakukan pada

tanggal 8 Maret 2015, jenis

pemeriksaan yang didapatkan berupa hemoglobin 13.0 g/dl hasil normal.


Hematokrit 39 % hasil normal. Leukosit 7.1 ribu/ul hasil normal. Trombosit
266 ribu/ul hasil normal. Eritrosit 4.23 juta/ul hasil normal. Golongan darah
B. PT 12.9 dtk hasil normal. APTT 46.1 dtk hasil tinggi. Glukosa darah 104
mg/dl hasil normal. SGOT 21 hasil normal. SGPT 15 hasil normal. kreatine
0.6 mg/dl hasil normal. Ureum 47 mg/dl hasil normal. Natrium darah 140
mmol/l hasil normal. Kalium darah 3.3 mmol/l hasil normal. Clorida darah
108mmol/l hasil tinggi. Hbsag reactive. Pada tanggal 8 Maret 2015
didapatkan hasil pemeriksaan EKG reguler sinus ritme dan CT-Scan
didapatkan hasil ICH dicorona radiata dan lobus temporoparientalis kanan.
Selama perawatan di High Care Unit (HCU), pasien mendapatkan
terapi O2 3 liter per menit. Terapi infus Nacl 20 tpm untuk pengobatan
kekurangan cairan. Terapi injeksi Ketorolac (30 mg/12 jam) untuk
penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut, terapi injeksi manitol
(100cc/6jam) untuk memperlancar diuresis dan ekspansi material toksik
dalam urin, mengurangi TIK, masa pada otak, TIO yang tinggi. Parasetamol
(3x500mg) mengurangi rasa sakit kepala. Vitamin B12 (100mg/12jam) untuk
memenuhi kebutuhan vitamin B

48

C. DAFTAR RUMUSAN MASALAH


Dari data pengkajian tanggal 11 Maret 2010, jam 09.05 WIB
didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan klien tidak sadar.
Secara objektif perubahan tingkat kesadaran somnolent GCS E3M5V3,
pasien tampak memegangi kepala karena kesakitan, tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah 190/ 110 mmHg, nadi 88 x/ menit, respirasi 22 x/
menit dan suhu 380 C. Sehingga dapat diambil diagnosa keperawatan yang
pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Dari data pengkajian tanggal 11 Maret 2015, jam 09.10 WIB
didapatkan data subjektif bahwa keluarga pasien mengatakan pasien tidak
bisa melakukan aktifitasnya karena kaki sebelah kiri dan tangan kiri tidak bisa
bergerak. Secara objektif pasien susah bergerak, kekuatan otot atas kanan 5
dan kiri 1 serta kekuatan otot bawah kanan 5 dan kiri 1, pasien tampak lemas.
Sehingga dapat diambil diagnosa keperawatan yang kedua adalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Dari data pengkajian tanggal 11 Maret 2015, jam 09.10 WIB
didapatkan data subjektif bahwa keluarga pasien mengatakan sebelum masuk
rumah sakit belum buang air besar selama 5 hari dan selama dirumah sakit
sudah 2 hari pasien belum buang air besar. Secara objektif bising usus
3x/menit, perut teraba keras dikuadran III. Sehingga dapat diambil diagnosa
keperawatan yang ketiga adalah konstipasi berhubungan dengan kelemahan
otot abdomen.

49

Dari data pengkajian tanggal 11 Maret 2015, jam 09.10 WIB


didapatkan data subjektif bahwa keluarga pasien mengatakan pasien muntah
bila makan. Secara objektif

terpasang NGT, diet 100cc/3jam, A

(antropometri) BB sebelum sakit 47 kg dan selama sakit 45 kg IMT 45 :1.6 =


15.7 (kurang), B (biochemical) HB 13.0 g/dl, ureum 47 mg/dl, kreatinin 0.6
mg/dl, C (clinical) pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, D (diet) bubur
kacang hijau dan susu 100cc/3 jam. Sehingga dapat diambil diagnosa
keperawatan yang empat adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual, muntah).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang penulis temukan, maka dapat
dirumuskan prioritas masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
(TIK), hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (mual muntah).

D. PERENCANAAN
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. T untuk diagnosa
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, diharapkan ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berkurang dengan kriteria hasil : kesadaran composmentis,

50

GCS dalam batas normal E4M5V3, Tanda-tanda vital dalam batas normal
dengan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit, pernapasan 1624x/menit, suhu 36-370C. Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu kaji
kesadaran dan GCS pasien dengan rasional unuk mengetahui kesadaran
umum pasien, beri O2 3 lpm dengan rasional untuk menambah suplai oksigen,
anjurkan keluarga untuk memposisikan kepala hand up 300 dengan rasional
untuk memberikan posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter pemberian
obat (inj. ketorolac 30mg/12jam, inj. Manitol 100cc/6jam, parasetamol
3x500mg, Vit B 12 100mg/12jam) dengan rasional untuk mengurangi
peningkatan intrakranial (TIK).
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 24 jam, diharapkan hambatan mobilitas fisik optimal dengan kriteria hasil:
kekuatan otot dari 1 menjadi 2, pasien dapat menggerakkan ekstermitasnya
yang sebelah kiri, pasien mampu melakukan mobilitas secara bertahap.
Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital
dengan rasional untuk mengetahui tanda-tanda vital, ajarkan ROM pasif
dengan rasional untuk melatih kekuatan otot, ajarkan keluarga untuk alih
baring dengan rasional untuk mencegah resiko dekubitus, kolaborasi dengan
ahli fisioterapi dengan rasional program khusus melatih kekuatan otot.
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen

51

dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan masalah konstipasi tidak terjadi dengan kriteria hasil : pasien bisa
buang air besar, perut tidak teraba keras dikuadran III, bising usus dalam
batas normal 5 - 35 x/menit. Intervensi / rencana yang akan dilakukan yaitu
kaji keadaan umum pasien dengan rasional mengetahui keadaan umum
pasien, auskultasi bising usus dengan rasional untuk mengetahui bising usus
pasien, ajarkan ROM pasif dengan rasional untuk mencegah konstipasi,
anjurkan keluarga untuk memberikan makanan tinggi serat dengan rasional
untuk memperlancar pencernaan, kolaborasi dengan ahli gizi dengan rasional
untuk meningkakan serat dan cairan dalam diet pasien.
Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis (mual, muntah) dengan tujuan setelah
dilakukan

tindakan

keperawatan

selama

3x24

jam

diharapkan

ketidakseimbangan nutrisi dapat terpenuhui dengan kriteria hasil : pasien


tidak mual muntah, nafsu makan meningkat. Intervensi / rencana yang akan
dilakukan yaitu kaji penyebab mual muntah dengan rasional untuk
mengetahui penyebab mual muntah, bantu perawatan diri: makan dengan
rasional membantu pasien untuk makan, ajarkan keluarga memberikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan rasional untuk meningkatkan
nafsu makan dan asupan nutrisi pasien, beri obat nafsu makan dengan
rasional untuk mengurangi peningkatan asam lambung.

52

E. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringam serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu pada hari rabu, 11 Maret 2015 pada
jam 10.00 mengkaji kesadaran dan GCS pasien dengan respon obyektif
kesadaran pasien somnolent, GCS E3M5V3, jam 10.05 memberi terapi O2 3
lpm respon obyektif pasien diberi terapi oksigen 3 lpm dan pasien tampak
lebih nyaman, jam 10.10 menganjurkan keluarga untuk memposisikan kepala
hand up 30o respon subyektif keluarga mengatakan bersedia memposisikan
kepala hand up 30o, respon obyektif keluarga tampak memposisikan kepala
hand up 30o. Pada hari kamis, 12 Maret 2015 pada jam 08.00 mengkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat (inj. ketorolac 30mg/12jam, inj. Manitol
100cc/6jam, parasetamol 3x500mg, Vit B 12 100mg/12jam) respon obyektif
pasien tampak nyaman setelah diberi obat lewat intravena, jam 8.20
mengobservasi kesadaran dan GCS pasien respon obyektif kesadaran pasien
apatis GCS E4M5V3. Pada hari jumat, 13 Maret 2015 pada jam 8.00
mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (inj. ketorolac
30mg/12jam, inj. Manitol 100cc/6jam, parasetamol 3x500mg, Vit B 12
100mg/12jam) respon obyektif pasien tampak nyaman setelah diberi obat
lewat intravena, jam 8.30 mengobservasi kesadaran dan GCS pasien respon
obyektif kesadaran pasien apatis GCS E4M5V3.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu

53

pada hari rabu,11 Maret 2015 yaitu jam 10.15 mengobservasi TTV respon
obyektif tekanan darah 190/110 mmHg, nadi 88x/menit, pernapasan
22x/menit, suhu 38oC, jam 10.20 mengajarkan ROM pasif respon obyektif
kaki dan tangan sebelah kiri teraba kaku dan kekuatan otot tangan dan kaki
kanan 5, tangan dan kaki kiri 1, jam 11.10 menganjurkan keluarga untuk alih
baring respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif
keluarga tampak memiringkan pasien, jam 11.30 mengkolaborasi dengan ahli
fisioterapi respon obyektif pasien tampak dilatih ekstermitasnya oleh petugas.
Pada hari kamis, 12 Maret 2015 yaitu jam 8.25 mengobservasi TTV respon
obyektif tekanan darah 182/120mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan
22x/menit, suhu 37oC, jam 8.30 mengajarkan ROM pasif respon obyektif
kaki dan tangan sebelah kiri sedikit lemas dan kekuatan otot tangan dan kaki
kanan 5, tangan dan kaki kiri 2. Pada hari jumat, 13 Maret 2015 jam 8.20
mengobservasi TTV respon obyektif tekanan darah 140/100mmHg, nadi
80x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,6oC, jam 8.35 mengajarkan ROM
pasif respon obyektif kaki dan tangan sebelah kiri sedikit lemas dan kekuatan
otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 2.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yaitu
pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 11.00 mengauskultasi bising usus respon
obyektif bising usus 3 x/menit dan perut teraba keras dikuadran III, jam
10.45 mengkolaborasi dengan ahli gizi respon obyektif pasien diberi bubur
kacang hijau dan susu, jam 11.55 menganjurkan keluarga untuk memberikan

54

makanan tinggi serat respon subyektif keluarga mengatakan bersedia


memberi makanan tinggi serat, respon obyektif keluarga tampak memberi
bubur kacang hijau 100cc, jam 12.10 mengkaji keadaan umum respon
obyektif keadaan pasien tampak lemah. Pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam
9.00 mengauskultasi bising usus respon obyektif bising usus 4x/menit dan
perut tidak teraba keras dikuadran III, jam 10.00 menganjurkan kembali
keluarga untuk memberi makanan tinggi serat respon subyektif keluarga
mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga tampak memberi bubur
kacang hijau 100cc, jam 10.10 mengkolaborasi dengan ahli gizi respon
obyektif pasien diberi bubur kacang hijau dan susu 100cc, jam 10.40
mengkaji keadaan umum pasien respon obyektif pasien tampak lemah. Pada
hari jumat, 13 Maret 2015 jam 9.05 mengauskultasi bising usus respon
obyektif bising usus 5x/menit dan perut tidak teraba keras pada kuadran III,
jam 9.20, menganjurkan kembali keluarga untuk memberi makanan tinggi
serat respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif
keluarga tampak memberi bubur kacang hijau 100cc,
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. T dengan diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah) yaitu pada hari rabu, 11
Maret 2015 jam 11.25 mengkaji penyebab mual muntah respon obyektif
pasien tampak muntah karena terlalu banyak diberi susu lewat sonde 100cc,
jam 11.50 membantu perawatan diri makan respon obyektif pasien diberi
susu dan bubur kacang hijau, jam 12.00 menganjurkan keluarga memberikan

55

makanan dalam porsi kecil tapi sering respon obyektif keluarga tampak
melihat ketika perawat memberi makan pada pasien. Pada hari kamis,12
Maret 2015 jam 9.10 mengkaji penyebab mual muntah respon obyektif pasien
tampak tidak muntah jika diberi makan lewat sonde, jam 10.30 membantu
perawatan diri makan respon obyektif pasien diberi susu lewat sonde 150cc.
Pada hari jumat, 13 Maret 2015 jam 9.15 mengkaji penyebab mual muntah
respon obyektif pasien tidak muntah jika diberi makan, jam 12.00
mengajarkan keluarga memberi makan dalam porsi kecil tapi sering respon
obyektif keluarga tampak memberi susu lewat sonde 200cc.

F. EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada
hari rabu, 11 Maret 2015 jam 13.30 wib dengan menggunakan metode SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assessment, Plainning), untuk diagnosa ketidakefektifan
perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial data subyektif keluarga mengatakan kesadaran pasien menurun,


data obyektif keadaan umum lemah kesadaran somnolent GCS E3M5V3,
tanda-tanda vital tekanan darah 190/110mmHg, nadi 88x/menit, pernapasan
22x/menit, suhu 380C, data assesment masalah belum teratasi, data plainning
lanjutkan inervensi, observasi kesadaran dan GCS pasien, beri 02 3lpm,
anjurkan keluarga untuk memposisikan kepala hand up 300, kolaborasi
dengan dokter pemberian diuretik.

56

Evaluasi dilakukan pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 13.35 wib untuk
diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, data subyektif keluarga pasien mengatakan ekstermitas pasien sebelah
kiri tidak bisa digerakkan, data obyektif kaki dan tangan sebelah kiri kaku,
kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 1, data assesment
masalah belum teratasi, data plainning intervensi dilanjutkan, observasi TTV,
ajarkan ROM pasif, ajarkan keluarga untuk alih baring, kolaborasi dengan
ahli fisioterapi.
Evaluasi dilakukan hari rabu, 11 Maret 2015 jam 13.40 wib untuk
diagnosa konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen, data
subyektif keluarga mengatakan sebelum masuk rumah sakit belum buang air
besar selama 5 hari dan selama dirumah sakit sudah 2 hari pasien belum
buang air besar, data obyektif bising usus 3x/menit dan perut teraba keras
dikuadran III, data assesment masalah belum teratasi, data plainning
lanjutkan intervensi, kaji keadaan umum pasien, auskultasi bising usus,
anjurkan keluarga untuk memberikan makanan tinggi serat, kolaborasi
dengan ahli gizi.
Evaluasi dilakukan hari rabu, 11 Maret 2015 jam 13.45 wib untuk
diagnosa

ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah), data subyektif keluarga


pasien mengatakan pasien muntah setelah diberi makan, data obyektif pasien
tampak muntah dan diberi sonde 100cc, data assesment masalah belum
teratasi, data plainning lanjutkan intervensi, kaji penyebab mual muntah,

57

bantu perawatan diri makan, ajarkan keluarga memberikan makanan dalam


porsi kecil tapi sering.
Hasil evaluasi pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 13.30 wib untuk
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial data subyektif keluarga mengatakan
kesadaran pasien belum stabil, data obyektif keadaan umum lemah kesadaran
apatis GCS E4M5V3, tanda-tanda vital tekanan darah 182/120mmHg, nadi
80x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu 370C, data assesment masalah teratasi
sebagian, data plainning lanjutkan intervensi, observasi kesadaran dan GCS
pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik (inj. Ketorolac 30mg/12
jam, inj. Manitol 100cc/6jam, parasetamol 3x500mg, vit B12 100mg/12jam).
Evaluasi dilakukan pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 13.40 wib
untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, data subyektif keluarga pasien mengatakan ekstermitas pasien
sedikit bisa digerakkan, data obyektif kaki dan tangan sebelah kiri mulai
lemas, kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 2, data
assesment masalah teratasi sebagian, data plainning intervensi dilanjutkan,
observasi TTV, ajarkan ROM pasif.
Evaluasi dilakukan hari kamis, 12 Maret 2015 jam 13.45 wib untuk
diagnosa konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen, data
subyektif keluarga mengatakan pasien belum buang air besar, data obyektif
bising usus 4x/menit dan perut tidak teraba keras dikuadran III, data

58

assesment masalah teratasi sebagian, data plainning lanjutkan intervensi, kaji


keadaan umum pasien, auskultasi bising usus, kolaborasi dengan ahli gizi.
Evaluasi dilakukan hari kamis, 12 Maret 2015 jam 13.50 wib untuk
diagnosa

ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah), data subyektif keluarga


pasien mengatakan makanan pasien porsinya ditambah, data obyektif pasien
tidak muntah dan diberi sonde 150cc, data assesment masalah teratasi
sebagian, data plainning lanjutkan intervensi, kaji penyebab mual muntah,
bantu perawatan diri makan, ajarkan keluarga memberikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering.
Hasil evaluasi pada hari jumat, 13 Maret 2015 jam 13.30 wib untuk
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial data subyektif keluarga mengatakan
kesadaran pasien ada perubahan, data obyektif
kesadaran

apatis

GCS

E4M5V3,

tanda-tanda

keadaan umum lemah


vital

tekanan

darah

140/100mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,60C, data


assesment masalah teratasi sebagian, data plainning lanjutkan intervensi,
observasi kesadaran dan GCS pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian
diuretik (inj. Ketorolac 30mg/12 jam, inj. Manitol 100cc/6jam, parasetamol
3x500mg, vit B12 100mg/12jam).
Evaluasi dilakukan pada hari jumat, 13 Maret 2015 jam 13.10 wib
untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, data subyektif keluarga pasien mengatakan ekstermitas pasien

59

ada sedikit perubahan, data obyektif kaki dan tangan sebelah kiri mulai lemas,
kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 2, data assesment
masalah teratasi , data plainning intervensi dihentikan.
Evaluasi dilakukan hari jumat, 13 Maret 2015 jam 13.15 wib untuk
diagnosa konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen, data
subyektif keluarga mengatakan pasien belum buang air besar, data obyektif
bising usus 5x/menit dan perut tidak teraba keras dikuadran III, data
assesment masalah teratasi sebagian, data plainning lanjutkan intervensi, kaji
keadaan umum pasien, auskultasi bising usus.
Evaluasi dilakukan hari jumat, 13 Maret 2015 jam 13.20 wib untuk
diagnosa

ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah), data subyektif keluarga


pasien mengatakan makanan pasien bertambah, data obyektif pasien diberi
sonde 200cc dan tidak muntah, data assesment masalah teratasi, data
plainning intervensi dihentikan.

BAB V
PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang pemberian tindakan ROM pasif
dalam mengatasi konstipasi pada asuhan keperawatan Ny. T dengan stroke
hemoragik di High Care Unit (HCU) Anggrek II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Disamping

itu penulis akan membahas tentang faktor pendukung dan

kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kenyataan yang


meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
intervensi.
A. Pengkajian
Tahap pengkajian adalah tahap proses pengumpulan data yang relevan
dan kontinyu tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan
masalah klien. Tujuan pengkajian adalah untuk memperoleh informasi
tentang keadaan kesehatan klien (Dermawan, 2012)
Pengkajian dilakukan tanggal 11 Maret 2015 pada Ny. T didapatkan
keluhan utama penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran adalah keadaan
dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/ tidak terbangun secara
utuh sehingga tidak mampu memberikan respon yang normal terhadap
stimulus (Muttaqin, 2008). Riwayat penyakit sekarang didapat data klien
pasien tiba tiba terjatuh. Anggota gerak mengalami kelemahan. Pasien
tampak memegangi kepala karena kesakitan, tetapi tidak ada benturan.
Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta sekitar

60

61

pukul 16.30 wib. Di IGD pasien terlihat mengantuk selama 2 jam masuk
rumah sakit. Di IGD pasien dipriksa dan didapatkan data tekanan darah: 210/
120 mmHg, nadi: 90 x/ menit, pernafasan: 24 x/ menit. Kesadaran pasien
somnolent, GCS E3M5V3. Kesadaran somnolent adalah mata cenderung
tertutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walau sedikit, bingung, tampak gelisah, dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun. Skor 11.Terapi yang didapatkan pasien di ruang
IGD adalah infus NaCl 0,9 % 20 tpm, O2 3 Lpm. Diagnosa medis pada pasien
Ny. T adalah stroke hemoragik. Kemudian pasien dipindah di High Care Unit
(HCU) Anggrek II tanggal 9 Maret 2015 jam 7.00 wib. Didapatkan tekanan
darah 190/110 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 380C.
Sesuai dengan teori yang ada, bahwa stroke hemoragik adalah stroke
hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya
darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan cerebrospinalis disekitar otak
atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan
serabut otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematum yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan pada batang otak (Budiman, 2013).
Pengkajian primer pasien didapatkan airway: jalan nafas paten, tidak
adanya lidah jatuh, tidak ada benda asing pada jalan nafas (sputum, bekas
muntah). Breathing: respirasi 22x/menit, tidak ada nafas cuping hidung, tidak
ada retraksi dada, terpasang O2, Circulation: nadi 88x/menit, nadi kuat,

62

tekanan darah 190/110mmHg. Tekanan darah pada Ny. T termasuk


hipertensi. Menurut teori hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh
angka systolic (bagian atas) dan bagian bawah (diastolic) pada pemeriksaan
tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah yang berupa cuff air
raksa ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti, 2013). Klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa yaitu tahap pertama (ringan) sistolik 140-159
mmHg dan diastolik 85-89 mmHg, tahap kedua (sedang) sistolik 160-179
mmHg dan diastolik 100-109 mmHg, tahap ketiga (berat) sistolik 180-209
mmHg dan diastolik 110-119 mmHg, tahap keempat (maligna)sistolik 210
mmHg atau lebih dan diastolik 120 mmHg atau lebih (Triyanto, 2014).
Berdasarkan teori tersebut pemeriksaan fisik pada Ny. T termasuk hipertensi
tahap ketiga. Menurut (Pudiastuti, 2013), hipertensi akan menyebabkan
stroke

karena

hipertensi

dapat

mengakibatkan

pecahnya

maupun

menyempitkan pembuluh darah ke otak. Disability : pupil isokor, kesadaran


somnolent GCS E3V3M5, reflek cahaya positif. Eksposure :pasien memakai
kaos kaki dan selimut, suhu 380 C, akral teraba hangat. Suhu tubuh dalam
batas normal yaitu 36-370C.
Pada pola nutrisi dan metabolisme selama sakit makan 3x sehari,bubur
cair (kacang hijau), porsi 100cc/3 jam melalui sonde, dengan keluhan muntah.
Minum 3x sehari, susu 100cc/3 jam melalui sonde, dengan keluhan muntah.
Pengkajian A (antropomtri) BB sebelum sakit 47 kg, BB selam sakit 45 kg,
IMT 45 : 1,62 = 17,57 (kurang), B (biochemical) HB 13.0, ureum 47 mg/dl,

63

kreatinin 0,6 mg/dl, C (clinis) pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, D


(diet) bubur kacang hijau dan susu 100cc/3jam 1700 kkal. IMT (indeks masa
tubuh) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan
tinggi badan seseorang ( Grummer & Strawn dkk, 2012). Pada nutrisi Ny. T
termasuk dalam kategori kurus. Berikut ini adalah kategori indeks masa tubuh
yaitu <18,5 (berat badan kurang/kurus), 18,5- 22,9 (normal), 23,0
(kelebihan berat badan), 23,0-24,9 (beresiko menjadi obesitas), 25,0-29,9
(obesitas I), 30 (obesitas II).
Pada pola eliminasi selama sakit keluarga pasien mengatakan pasien
belum buang air besar. Pengkajian balance cairan pada Ny. T per 24 jam yaitu
input: air (makan dan minum) = 300cc, cairan infus 950cc, terapi injeksi
ketorolac 30mg/12 jam = 6cc, manitol 100cc/6 jam= 400cc, vit B12
100mg/12 jam= 20cc, air metabolisme 5 x BB = 5 X 45= 225, total input
1901. Output : urine 1500cc, IWL 10 X BB 10 X 45 = 450. Jadi balance
cairan pada Ny. T dalam 24 jam input cairan output cairan = 1901-1950 =
-49. Kesimpulan Ny. T kekurangan volume cairan sebanyak -49cc/ hari.
Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
disebabkan oleh karena penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu
menggerakkan tubuhnya (imobilisasi) (Garrison, 2003). Berbagai komplikasi
lanjut stroke akibat imobilisasi, salah satunya inkontinensia alvi atau
konstipasi. Umumnya penyebabnya adalah imobilisasi, kekurangan cairan
dan intake makanan (Bathesda, 2008). Konstipasi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami kesulitan buang air besar atau jarang buang air

64

besar. Konstipasi sering disebabkan oleh berubahnya makanan atau


berkurangnya aktivitas fisik.
Hasil pengkajian pola aktivitas didapatkan hasil sebelum sakit klien
mengatakan dari makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat
tidur, berpindah, ambulasi mandiri semua. Selama sakit klien makan,
toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan ambulasi /
ROM masih dibantu orang lain. Sesuai dengan teori karena adanya nyeri dan
gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas klien dapat berkurang sehingga
klien akan lebih butuh bantuan dari orang lain (Muttaqin, 2008). Sesuai
dengan teori adanya gangguan mobilitas fisik biasa terjadi karena adanya
keterbatasan gerak, paralisis, dan adanya kehilangan kekuatan otot (Potter &
Perry, 2006).
Menurut teori khusus pemeriksaan abdomen urutannya adalah inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi, karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan
peristaltik usus. Abdomen terbagi dalam 4 kuadran dan 9 regio yaitu
inspeksi: bentuk abdomen membusur atau mendatar, massa/benjolan pada
daerah apa dan bagaimana bentuknya, kesimetrisan bentuk abdomen.
Auskultasi: untuk mengetahui peristaltik usus/bising usus. Catat frekuensinya
dalam 1-5 menit, normalnya 5-35 kali per menit, palpasi yaitu menanyakan
pada klien bagian mana yang mengalami nyeri. Palpasi dan perkusi untuk
mengetahui adanya acites atau tidak. Normalnya hasil perkusi pada abdomen
adalah tympani. Pada pemeriksaan fisik abdomen Ny. T yaitu inspeksi : tidak
ada jejas, bentuk simetris. Auskultasi : bising usus 3x/menit. Perkusi : timpani

65

kuadran II, III, IV dan redup kuadran I. Palpasi : tidak ada masa diperut,
perut teraba keras dikuadran III.
Hasil pengkajian fisik bagian ekstremitas, Ekstremitas kiri atas
terpasang infus NaCl 0,9 % 20 tetes per menit, kekuatan otot kanan atas dan
bawah dengan nilai 5, kekuatan otot kiri atas dan bawah dengan nilai 1.
Kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan bawah Ny. T menunjukkan nilai 1,
dalam teori, pengukuran kekuatan otot dilakukan ROM (Range of Motion)
merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau besarnya gerakan sendi
yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun
untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. Adapun penilaianya
yaitu Derajat 0: paralisis total atau tidak ditemukan kontraksi otot, 1:
kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus otot yang dapat
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi, 2: otot hanya
mampu menggerakan persendian, tetapi kekuatanya tidak dapat melawan
pengaruh gravitasi, 3: Di samping dapat menggerakan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi, tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang
diberikan oleh pemeriksaan, 4: kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai
dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan, 5: kekuatan otot
normal (Muttaqin, 2008).
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan kesimpulan bahwa ICH
(intra cerebelum hemoragik) dicorona radiata dan lobus temporoparientalis
kanan. Dalam teori, CT-Scan berfungsi untuk mendapatkan gambaran dari
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak (Muttaqin, 2008). Hasil

66

CT-Scan pada Ny. T menunjukkan intra cerebellum hemorrhagic di dicorona


radiata dan lobus temporoparientalis kanan. Menurut (Muttaqin, 2008) intra
cerebellum hemorrhagic adalah pecahnya pembuluh darah dalam otak.
Cerebellum terdiri atas bagian tengah, vermis, dan dua hemisfer lateral.
Cerebellum ini dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut
yang dinamakan pendikuli. Semua aktivitas cerebellum berada dibawah
kesadaran.

Fungsi

cerebellum

yaitu

mengatur

otot-otot

postural,

mengkoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan memelihara


keseimbangan tubuh serta melakukan progam akan gerakan pada keadaan
sadar dan bawah sadar. Serebellum sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi
dan mempermudah gerakan otot serta mengubah tonus dan kontraksi dalam
keseimbangan tubuh.
Klien mendapatkan terapi cairan intravena NaCl 0,9% 500 ml dengan
dosis 20 tetes permenit untuk indikasi mengembalikan keseimbangan
elektrolit/ kekurangan cairan, injeksi ketorolac dengan dosis 30 mg/12 jam
untuk indikasi penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut, injeksi
manitol dosis 100cc/6jam untuk indikasi memperlancar diuresis dan ekskresi
mateial toksik dalam urin, mengurangi TIK, masa pada otak, TIO yang tinggi,
parasetamol dosis 3x 500 mg untuk indikasi mengurangi rasa sakit kepala, vit
B12 dosis 100mg/12 jam untuk indikasi membantu memenuhi kebutuhan
vitamin B (ISO, 2010).
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan pada tanggal 8
Maret 2015 yaitu hemoglobin 13.0 g/dl dengan nilai normal 12.0-15.6,

67

hematokrit 39 % dengan nilai normal 33-45 eritrosit 4.23 Juta/ul 4.10-5.10,


leukosit 7.1 ribu/ul dengan nilai normal 4.5-11.0, trombosit 266 ribu/ul
dengan nilai normal 150-450, PT 12.9 nilai normal 10.0-15.0, APTT 46.1
nilai normal 20.0-40.0, gas darah sewaktu 104 nilai normal 60-140.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon
individu, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan
potensial. Tujuannya adalah mengarahkan rencana asuhan keperawatan untuk
membantu klien dan keluarga terhadap penyakit dan menghilangkan masalah
keperawatan (Dermawan, 2012).
Diagnosa

keperawatan

yang

diambil

oleh

penulis

adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


TIK. Menurut Wilkinson (2011) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
adalah penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi
kejaringan pada tingkat kapiler. Batasan karakteristik ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral menurut teori adalah perubahan status mental, perubahan
perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan
menelan (Wilkinson, 2011). Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) adalah
suatu peningkatan tekanan yang terjadi dalam rongga tengkorak. Penyebab
dari peningkatan tekanan intrakranial adalah tumor primer/metastasis,
hemoragia otak, hematoma subdural, abses otak, hidrosefalus akut, dan
nekrosis otak. Tanda dan gejala peningkatan tekanan intra kranial adalah

68

hipertermia, perubahan motorik dan sensorik, perubahan bicara, kejang


(Suhadi, 2010). Pada Ny. T batasan karakteristik yang ditemukan meliputi
data subyektif keluarga pasien mengatakan klien tidak sadar. Data obyektif
perubahan tingkat kesadaran somnolent GCS E3V3M5, pasien tampak
memegangi kepala karena kesakitan, tanda-tanda vital didapatkan tekanan
darah 190/110 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 380C. Hasil
CT-Scan didapatkan hasil ICH (intra cerebelum hemoragik) dicorona radiata
dan lobus temporoparientalis kanan.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral ini bisa terjadi karena arteri
yang mensuplai darah ke otak pecah, sehingga mengakibatkan perdarahan
yang menyebabkan infrak serebral (kematian jaringan) yang menghambat
masuknya darah ke jaringan serebral. Perdarahan pada otak akan
menghambat suplai oksigen ke otak yang akan mengakibatkan terjadi
penurunan kesadaran. Pada klien yang mempunyai riwayat hipertensi akan
mengakibatkan

terjadinya

penebalan

pembuluh

darah

yang

akan

menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan akan menyebar


(Batticaca, 2008). Peningkatan tekanan intra kranial dapat mengakibatkan
kematian sel otak yang ireversibel karena kurangnya suplai oksigen dan akan
berpengaruh pada sistem aliran darah diotak sehingga aliran darah diotak
akan menurun (Nurhidayat, 2014).
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yang diambil penulis adalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada
kasus Ny. T terjadi hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan pada

69

pergerakan fisik tubuh baik satu atau lebih pada ekstremitas secara mandiri
dan terarah (Wilkinson, 2011). Batasan karakteristik menurut teori yang ada
yaitu kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan kemampuan untuk
melakukan ketrampilan motorik dasar, pergerakan lambat, pergerakan tidak
terkoordinasi, keterbatasan rentang pergerakan sendi (Herdman, 2012). Bagi
klien

yang

mengalami

keterbatasan

mobilisasi

karena

penyakit,

ketidakmampuan atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi


bahaya imobilisasi (Potter & Perry, 2006).
Batasan karakteristik pada Ny. T yang ditemukan meliputi data
subyektif

keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa melakukan

aktivitasnya karena kaki sebelah kiri dan tangan kiri tidak bisa bergerak. Data
obyektif pasien susah bergerak, kekuatan otot kaki dan tangan kanan 5,
kekuatan otot kanan dan kaki kiri 1, pasien tampak lemas. Selama sakit
makan/minum (terpasang NGT), toileting (terpasang kateter), berpindah
dibantu orang lain dan alat, sedangkan ambulasi/ ROM pasien tergantung
total, tanda dan gejala yang dialami Ny. T sesuai dengan batasan karakteristik
menurut teori. Hambatan mobilitas fisik ini diambil karena terjadi adanya
keterbatasan gerak, paralisis, adanya kehilangan kekuatan otot, penyakit
sistematik, adanya alat pengimobilisasi atau keterbatasan yang ditentukan
untuk meningkatkan penyembuhan. Bagi klien yang mengalami keterbatasan
mobilisasi karena penyakit, ketidakmampuan atau trauma membutuhkan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi (Potter & Perry, 2006).

70

Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yang diambil penulis adalah


konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot. Pada kasus Ny. T terjadi
konstipasi yaitu penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang
sangat keras dan kering (Wilkinson, 2011). Batasan karakteristik menurut
teori yang ada yaitu kelelahan umum, anoreksia, mual, perubahan pola
saat defekasi, bising usus hipoaktif, tidak mampu mengeluarkan feses
(Wilkinson, 2011). Batasan karakteristik pada Ny. T yang ditemukan meliputi
data subyektif

keluarga mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien

belum buang air besar selama 5 hari dan selama dirumah sakit 2 hari belum
buang air besar. Data obyektif bising usus 3x/menit, perut teraba keras
dikuadran III. Pemeriksaan abdomen inspeksi : tidak ada jejas, bentuk
simetris, auskultasi : bising usus 3x/menit, perkusi : suara tympani kuadran II,
III, IV dan redup kuadran I, palpasi : tidak ada masa, perut teraba keras
dikuadran III.
Konstipasi ini dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3
kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar harus mengejan
secara berlebihan. Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari
ileum, kemudian mencampur, melakuakan, fermentasi, dan memilah
karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi
ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme yang sangat kompleks.pada
pendeita ganggua mobilitas fisik, sepeti fraktur, stroke maupun penyakit lain
yang mengharuskan pasien bedrest dalam jangka waktu yang lama, hal ini

71

juga dapat mempengaruhi kontraksi otot abdomen, sehingga kontraktilitas


usus berkurang, bahkan tidak ada. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek
pengisian atau pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna
terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya pada kasus imobilisasi)
(mira, 2011).
Pada

diagnosa

yang

keempat

yang

diambil

penulis

adalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis (mual muntah). Pada kasus Ny. T terjadi ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik (Wilkinson, 2011). Batasan karakteristik
menurut teori adalah bising usus hipoaktif, nyeri abdomen, berat badan 20%
atau lebih dibawah berat badan ideal, ketidakmampuan mencerna makanan,
tonus otot menurun (Wilkinson, 2011). Batasan karakteristik pada Ny. T yang
ditemukan meliputi data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien
muntah bila makan. Secara objektif terpasang NGT, diet 100cc/3jam, A
(antropometri) BB sebelum sakit 47 kg dan selama sakit 45 kg IMT 45 :1.6 =
15.7 (kurus), B (biochemical) HB 13.0 g/dl, ureum 47 mg/dl, kreatinin 0.6
mg/dl, C (clinical) pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, D (diet) bubur
kacang hijau dan susu 100cc/3jam.
Penulis tidak merumuskan semua diagnosa yang muncul dikarenakan
penulis menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian
dan observasi yang telah dilakukan selama tiga hari pengelolaan kasus. Selain
itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan kasus tersebut sehingga penulis

72

hanya bisa merumuskan diagnosa keperawatan yang mungkin bisa dikelola


saat pengelolaan kasus tersebut.

C. Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan,bagaimana
dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan semua
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
keperawatan kepada kelompok atau klien, untuk membedakan tanggun jawab
perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria
guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan
klasifikasi klien (Dermawan, 2012).
Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan
masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan untuk mengetahui
keefektifan tindakan secara maksimal. Tujuan dari intervensi adalah suatu
sasaran yang menggambarkan perubahan yang diinginkan pada setiap kondisi
atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang diharapkan perawat. Pedoman
penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable,
Achieveble, Reasonable, dan Time). Spesifik adalah berfokus pada klien.
Measurable dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau. Achieveble
adalah tujuan yang harus dicapai. Reasonable merupakan tujuan yang harus
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Time adalah batasan pecapaian dalam
rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012).

73

Tujuan dari perencanaan tindakan untuk adalah ketidakefektifan perfusi


jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK adalah setelah
dilakukan

tindakan

keperawatan

selama

3x24

jam

diharapkan

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berkurang, dengan kriteria hasil


kesadaran composmentis, GCS dalam batas normal E4M5V3, tanda-tanda
vital dalam batas normal dengan tekanan darah 120/80mmHg, nadi 60100x/menit, pernafasan 16-24x/menit, suhu 36-370C. Intervensi yang pertama
yaitu kaji kesadaran dan GCS pasien, hal ini dilakukan sesuai dengan teori
dalam pengkajian dilakukan untuk mengetahui kesadaran umum pasien.
Intervensi yang kedua yaitu beri O2 3 lpm rasionalnya untuk menambah
suplai oksigen, karena oksigen diperlukan didalam otak. Intervensi yang
ketiga anjurkan keluarga untuk memposisikan kepala hand up 300 rasionalnya
untuk memberikan posisi yang nyaman. Intervensi yang keempat kolaborasi
dengan dokter pemberian obat untuk mengurangi peningkatan tekanan intra
kranial (Wilkinson, 2011)
Tujuan dari diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi. Dengan
kriteria hasil kekuatan otot dari 1 menjadi 2, pasien dapat menggerakkan
ekstermitasnya yang kiri, pasien mampu melakukan mobilitas secara
bertahap. Intervensi yang pertama yaitu observasi tanda-tanda vital rasionlnya
untuk mengetahui tanda-tanda vital. Intervensi ke dua yaitu ajarkan ROM
pasif , sesuai teori untuk melatih kekuatan otot. Range of motion adalah

74

gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan
(Suratun, dkk, 2008). ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan
bantuan orang lain, perawat aau alat bantu (lukman, Nurma Ningsih ; 2013).
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif) kekuatan otot 50%. Indikasi latihan ROM pasif
adalah tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien
tirah baring total. Intervensi yang ketiga ajarkan keluarga untuk alih baring
rasional untuk mencegah resiko dekubitus. Intervensi keempat kolaborasi
dengan ahli fisioterapi rasionalnya untuk memberikan program khusus
melatih kekuatan otot (Wilkinson, 2011).
Tujuan dari diagnosa konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot
abdomen adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan konstipasi tidak terjadi, dengan kriteria hasil pasien bisa buang air
besar, perut tidak teraba keras dikuadran III, bising usus dalam batas normal
5-35x/menit. Intervensinya yang pertama yaitu kaji keadaan umum pasien
rasionalnya untuk mengetahui keadaan umum pasien. Intervensi yang kedua
auskultasi bising usus rasionalnya untuk mengetahui bising usus pasien.
Intervensi yang ke tiga yaitu ajarkan ROM pasif untuk mengatasi konstipasi,
berbagai komplikasi lanjut stroke akibat imobilisasi, salah satunya
inkontinensia

alvi

atau

konstipasi.

Umumnya

penyebabnya

adalah

imobilisasi, kekurangan cairan dan intake makanan (Bathesda, 2008).


Intervensi yang keempat anjurkan keluarga untuk memberikan makanan

75

tinggi serat rasionalnya memperlancar pencernaan. Intervensi yang kelima


kolaborasi dengan ahli gizi rasionalnya untuk meningkatkan serat dan cairan
dalam diet pasien (Wilkinson, 2011) .
Tujuan dari diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah) adalah setelah
dilakukan

tindakan

keperawatan

selama

3x24

jam

diharapkan

ketidakseimbangan nutrisi dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil pasien tidak


mual muntah, nafsu makan meningkat. Intervensi yang pertama yaitu kaji
penyebab mual muntah rasionalnya untuk mengetahui penyebab mual
muntah. Intervensi yang kedua yaitu bantu perawatan diri : makan
rasionalnya membantu pasien untuk makan. Intervensi yang ketiga yaitu
ajarkan keluarga memberikan makanan sedikit tapi sering rasionalnya untuk
meningkatkan nafsu makan dan asupan nutrien pasien. Intervensi yang ke
empat yaitu beri obat nafsu makan rasionalnya untuk mengurangi
peningkatan asam lambung (Wilkinson, 2011) .

D. Implementasi
Tindakan

keperawatan

atau

implementasi

adalah

serangkaian

pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu


klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan
selama 3 kali 24 jam. (Dermawan, 2012)

76

Tindakan

keperawatan

yang

dilakukan

pada

Ny.

dengan

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


TIK yaitu mengkaji kesadaran dan GCS pasien, pemberian oksigen 3 lpm,
menganjurkan keluarga untuk memposisikan kepala hand up 300,
mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat inj ketorolac 30mg/12 jam, inj
manitol 100cc/6 jam, parasetamol 3x500mg, mengkaji kesadaran dan GCS
pasien.
Implementasi selanjutnya Ny. T dengan diagnosa hambatan mobilitas
fisik yaitu mengobservasi tanda-tanda vital, mengajarkan ROM pasif,
menganjurkan keluarga untuk alih baring, mengkolaborasi dengan ahli
fisioterapi, mengobservasi tanda-tanda vital, mengajarkan ROM pasif.
Implementasi

selanjutnya

Ny.

dengan

diagnosa

konstipasi

berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yaitu mengauskultasi bising


usus, melatih ROM pasif. Range of motion adalah gerakan dalam keadaan
normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).
ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan orang lain,
perawat atau alat bantu (lukman, Nurma Ningsih ; 2013). Perawat melakukan
gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien
pasif) kekuatan otot 50%. Indikasi latihan ROM pasif adalah tidak sadar,
pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau
semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total
mempengaruhi kontraksi otot abdomen, sehingga kontraktilitas usus
berkurang, bahkan tidak ada. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek

77

pengisian atau pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna


terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya pada kasus imobilisasi)
(mira, 2011). ROM Pasif dilakukan setiap hari, secara rutin dan tepat.
Perawat menggerak-gerakkan tubuh klien sesuai kemampuan. Setelah 6 hari
berturut-turut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas
ROM pasif dalam mengatasi permasalahan pasien, yakni konstipasi. Seperti
yang tercantum dalam buku Brunner, 2002 yakni salah satu tindakan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi konstipasi adalah dengan melakukan
pergerakan. Perawat mendorong ambulasi sering dan mengajarkan latihan
pengerutan otot abdomen untuk meningkatkan defekasi. Penggerutan otot
abdomen terdiri dari mengkontraksikan otot abdomen. Latihan ini
meningkatkan tonus otot abdomen yang membantu mendorong isi kolon.
Mengkolaborasi dengan ahli gizi, menganjurkan keluarga untuk memberikan
makanan tinggi serat, mengkaji keadaan umum. Dalam menghitung bising
usus penulis melakukan dalam waktu 6 hari sebelum dan setelah mengajarkan
ROM. Bising usus dilakukan selama 5-10 menit dan ROM pasif dilakukan
selama 30 menit/ 4 jam. Didapatkan data sebelumnya bising usus 3x/menit
dan setelah 6 hari pengelolaan bising usus menjadi 11x/menit.
Implementasi

selanjutnya

pada

Ny.

dengan

diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis (mual muntah). Implementasi yang pertama adalah mengkaji
penyebab mual muntah, membantu perawatan diri makan, mengajarkan
keluarga memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.

78

E. Evaluasi
Evaluasi adalah keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara
dasar-dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan
perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan
keperawatan, mendapatkan umpan balik dari klien, dan sebagai tanggung
jawab dalam pelaksanaaan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012).
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang pertama dilakukan pada hari
terakhir untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah
keluarga mengatakan kesadaran pasien

ada perubahan. Keadaan umum

lemah, kesadaran apatis GCS E4M5V3, tekanan darah 140/100 mmHg, nadi
80x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,60 C. Masalah tersebut teratasi
sebagian. Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk
melanjutkan intervensi dengan observasi kesadaran dan GCS pasien,
kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik. Tindakan keperawatan yang
telah

dilakukan

penulis

belum

sepenuhnya

mengatasi

masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral pada Ny. T, hal ini disebabkan


karena keterbatasan penulis yang mengelola pasien selama 3 hari.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas
fisik masalah teratasi , didukung data keluarga mengatakan ekstermitas pasien
sedikit ada perubahan. Kaki dan tangan sebelah kiri mulai lemas, kekuatan
otot tangan dan kaki kanan 5, kekuatan otot tangan dan kaki kiri 2. Untuk
menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil keputusan untuk intervensi

79

dihentikan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis sudah teratasi


pada diagnosa hambatan mobilitas fisik, karena kekuatan otot pasien sudah
sesuai dengan kriteria hasil yaitu kekuatan otot dari 1 menjadi 2, pasien dapat
menggarakkan ekstermitas sebelah kiri.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan
konstipasi masalah teratasi sebagian dengan data keluarga mengatakan pasien
belum buang air besar. Bising usus 5x/menit, perut tidak teraba keras pada
kuadran III. Untuk menindak lanjuti hal tersebut telah diambil keputusan
untuk melanjutkan intervensi dengan kaji keadaan umum pasien, auskultasi
bising usus, kolaborasi dengan ahli gizi. Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan penulis belum sepenuhnya mengatasi masalah konstipasi pada Ny.
T, hal ini disebabkan keterbatasan penulis dalam menghitung bising usus.
Evaluasi dari tindakan keperawatan untuk diagnosa ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh didukung dengan data keluarga pasien
mengatakan makanan pasien bertambah. Pasien tidak muntah, diberi sonde
200cc. Masalah teratasi. Untuk menindak lanjuti hal tersebut, telah diambil
keputusan untuk intervensi dihentikan. Tindakan keperawatan yang telah
dilakukan penulis sudah teratasi pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, hal tersebut karena pada Ny. T sudah tidak
muntah dan pasien sudah meningkat diberi sonde 200cc.

BAB VI
PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,


implementasi dan evaluasi tentang pemberian tindakan ROM pasif dalam
mengatasi konstipasi pada asuhan keperawatan Ny.T dengan stroke hemoragik di
High Care Unit (HCU) Anggrek II RSUD Dr. Moewardi secara metode studi
kasus, maka dapat ditarik kesimpulan.
A. KESIMPULAN
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada asuhan keperawatan Ny. T dengan stroke
hemoragik yaitu pasien tidak sadar, kesadaran somnolent GCS E3M5V3,
tampak memegangi kepala karena kesakitan, tekanan darah 190/110
mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 380C. Pasien tidak bisa
melakukan aktifitasnya karena kaki kiri dan tangan kiri tidak bisa
digerakkan, kekuatan otot menurun, dari 5 menjadi 1, pasien tampak
lemas. Pasien tidak buang air besar, bising usus 3 x/menit, perut teraba
keras pada kuadran III, pasien tampak bedrest. Pasien muntah bila
makan.

80

81

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemui pada pasien stroke hemoragik
adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, konstipasi berhubungan dengan
kelemahan otot abdomen, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah).
3. Intervensi keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien stroke terhadap asuhan
keperawatan Ny. T antara lain :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu: kaji kesadaran dan GCS
pasien, beri O2 3 lpm, anjurkan keluarga untuk memposisikan kepala
hand up 300, kolaborasi dengan dokter pemberian obat injeksi
ketorolac 30 mg/12 jam, injeksi manitol 100cc/6 jam, parasetamol
3x500mg, vit B12 100mg/12 jam.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot yaitu : observasi tanda-tanda vital, ajarkan ROM pasif, ajarkan
keluarga untuk alih baring, kolaborasi dengan ahli fisioterapi
c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yaitu : kaji
keadaan umum pasien, auskultasi bising usus, ajarkan ROM pasif,
anjurkan keluarga untuk memberikan makanan tinggi serat,
kolaborasi dengan ahli gizi.

82

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis (mual muntah) yaitu : kaji penyebab mual
muntah, bantu perawatan diri : makan, ajarkan keluarga memberikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering, beri obat nafsu makan.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada Ny. T untuk diagnosa sebagai
berikut :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu mengkaji kesadaran dan GCS
pasien, pemberian oksigen 3 lpm, menganjurkan keluarga untuk
memposisikan kepala hand up 300, mengkolaborasi dengan dokter
pemberian obat inj ketorolac 30mg/12 jam, inj manitol 100cc/6 jam,
parasetamol 3x500mg, mengkaji kesadaran dan GCS pasien.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot yaitu mengobservasi tanda-tanda vital, mengajarkan ROM pasif,
menganjurkan keluarga untuk alih baring, mengkolaborasi dengan
ahli fisioterapi, mengobservasi tanda-tanda vital, mengajarkan ROM
pasif.
c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yaitu
mengauskultasi bising usus, melatih ROM pasif, mengkolaborasi
dengan ahli gizi, menganjurkan keluarga untuk memberikan
makanan tinggi serat, mengkaji keadaan umum.

83

d. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah) yaitu mengkaji


penyebab

mual

muntah,

membantu

perawatan

diri

makan,

mengajarkan keluarga memberikan makanan dalam porsi kecil tapi


sering.
5. Evaluasi
Evaluasi pada asuhan keperawatan Ny. T adalah masalah teratasi
adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis (mual muntah). sedangkan
masalah yang teratasi sebagian yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral

berhubungan

dengan

peningkatan

TIK

dan

konstipasi

berhubungan dengan kelemahan otot abdomen.


6. Analisis
Pada asuhan keperawatan Ny. T, pemberian tindakan ROM pasif
terbukti efektif dalam mengatasi konstipasi yaitu pasien dapat buang air
besar pada hari ke 6 yaitu bising usus 11x/ menit. Dalam menghitung
bising usus selama 5 - 10 menit sebelum dan sesudah melakukan ROM
pasif dan tindakan ROM pasif dilakukan selama 30 menit/ 4 jam.

84

B. SARAN
Masukan dan usulan yang positif yang sifatnya untuk membangun
dibidang kesehatan dan keperawatan khususnya baik yang terjadi dirumah
sakit, yang terjadi pada perawat maupun yang terjadi pada klien. Adapun
usulan atau masukan tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Rumah Sakit
Khususnya RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan peneitian pada Ny. T
dengan stroke hemoragik di High Care Unit (HCU) Anggrek II
diharapkan dapat lebih bisa melatih ROM pasif kepada pasien yang
membutuhkan.
2. Institusi Pendidikan
Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
baik, berkualitas, dan profesional, sehingga dapat tercipta lulusan
perawat yang berkompeten dan terampil yang mampu memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif serta dapat menigkatkan sarana
dan prasarana sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
khususnya disunia kesehatan.
3. Keluarga Penderita Stroke
Diharapkan keluarga dapat menerima segala resiko dan hasil yang
telah dilakukan oleh tim medis dalam tindakan asuhan keperawatan
selama di Rumah Sakit terhadap pasien.

85

4. Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang ingin mengambil kasus pemberian
tindakan ROM pasif dalam mengatasi konstipasi pada pasien stroke
untuk dapat lebih memberikan tindakan asuhan keperawatan yang lebih
dan untuk rajin melakukan latihan range of motion (ROM) agar tidak
terjadinya konstipasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimity, 2009, Sembelit Konstipasi, Tekan Susah Buang Air Besar, http : //
medicastore. com, Diakses tanggal 16 maret 2015..
Anonimity, 2010, ROM Pasif, Tekan Rom Pasif pada pasien Stroke, http : //www.
Google.co.id, Diakses tangal 15 maret 2015.
Anonimity, 2009, Stroke, Tekan Asuhan Keperawatan pada Klien Stroke, http :
//andaners. Wordpress. com, Diakses tanggal 17 maret 2015.
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Gosyen Publising.Yogyakarta.
Irfan, Muhammad, 2010, fisioterapi bagi insan stroke, Graha ilmu Yogyakarta .
Iso Indonesia. 2010. Informasi spesialite obat. PT ISFI. Jakarta.
Jabbar, 2012. Kekuatan Otot. http: // jabbarbtj. com. Diakses tanggal 29 Maret
2015.
Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi.
Yogyakarta
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Media Aesculapius
FKUI. Jakarta.
Mubarak, I.W. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi
dalam Praktek. EGC. Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba. Jakarta.
NANDA. 2010. Diagnose Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2009-2011.
Buku kedokteran. EGC. Jakarta
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah. Nuha Medika. Yogyakarta.
Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Price & Wilson, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit EGC. Jakarta.

Pudiastuti, Ratna Dewi. 2013. Penyakit-Penyakit Mematikan. Nuha Medika.


Yogyakarta.
R. Budiman, Yoseph. 2013. Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar
Prosedur Operasional Neurologi. Refika Aditama. Bantul
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brenda. 2010. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8, Vol. 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Suiraoka, IP, 2012.Penyakit Degenaritf. Nuha Medika. Yogyakarta.
Suratun, dkk, 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. EGC. Jakarta.
Wilkinson Judith. M, Ahern Nancy. R. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Edisi 9. Alih
Bahasa Oleh Wahyuningsih Esty. EGC Medikal Publisher. Jakarta.
Yessie, Andra Saferi Wijaya. 2013.Keperawatan Medikal Bedah.Nuha Medika.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai