Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASKEP GLOMERULONEFRITIS

Dosen Pengampu : Ns. Nugroho Lazuardy., M.Kep

Di susun oleh : Kelompok 5F

Nama Anggota:

1. Della Aprilia Widya A ( G2A021340 )


2. M Khabib Ainur R ( G2A021341 )
3. Syarifah Ayu Nur A ( G2A021343 )
4. Fina Fithrotul Zaidah ( G2A021344 )
5. Devi Amartiya Eka S ( G2A021345 )
6. Hevina Yogi Novita D ( G2A021347 )

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang glomerulonefritis.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya teman-teman
anggota kelompok 5F yang telah berkontribusi dan kepada Dosen Keperawatan Medikal
Bedah yaitu Bapak Ns. Nugroho Lazuardy., M.Kep yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah seminar ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang glomerulonefritis dapat
meningkatkan keimanan dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Semarang, 28 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.
Glomerulonefritis adalah suatu reaksi imunologik terhadap bakteri atau virus tertentu pada
jaringan ginjal. Glomerulonfritis berdasarkan definisi dari International Collaboratif Study
of Kidney Disease in Children (ISKDC) adalah sekumpulan gejala –gejala yang timbul
mendadak, terdiri dari hematuria, proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit),
dengan atau tanpa disertai hipertensi, edemam gejala-gejala dari kongesti vaskulr atau
gagal ginjal akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh
reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomerulus (Aditiawati et al,
2011).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi Glomerulonefritis?
2. Bagaimanakah etiologi Glomerulonefritis?
3. Bagaimanakah patofisiologi Glomerulonefritis?
4. Apa sajakah tanda dan gejala Glomerulonefritis?
5. Bagaimanakah komplikasi Glomerulonefritis?
6. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis?
7. Apa sajakah penatalaksanaan Glomerulonefritis?
8. Bagaimanakah pengkajian Glomerulonefritis?
9. Bagaimanakah pathway Glomerulonefritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis?
2. Untuk mengetahui etiologi Glomerulonefritis?
3. Untuk mengetahui patofisiologi Glomerulonefritis?
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Glomerulonefritis?
5. Untuk mengetahui komplikasi Glomerulonefritis?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis?
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Glomerulonefritis?
8. Untuk mengetahui pengkajian Glomerulonefritis?
9. Untuk mengetahui pathway Glomerulonefritis?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab gagal ginjal kronik pada sepertiga pasien yang
membutuhkan dialisis atau transplantasi. Glomerulonefritis adalah peradangan pada ginjal
bilateral akan timbul pasca infeksi streptococcus dapat terjadi secara epidemik atau
sporadik. Streptokokus adalah suatu bakteri spheris gram positif yang khasnya
berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya.

2. Etiologi
Berdasarkan etiologi dapat terjadi secara primer ataupun sekunder. Glomerulonefritis
primer apabila penyakit dasar berasal dari ginjal sendiri, glomerulonefritis sekunder terjadi
pada kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain misalnya diabetes mellitus, lupus,
myeloma multiple atau amilodosis.

3. Patofisiologi
Reaksi imunitas mendasari kejadian Glomerulonefritis dan kontribusi reaksi imunitas
selular (limfosit T dan makrofag), imunitas hurnoral (antibody, kompleks imun dan
komplemen) dan mediator inflamasi lainnya (termasuk cascade koagulasi). Pada beberapa
kasus, target respon imunitas diketahui misalnya GN akibat infeksi atau tumor. Namun
pada lebih banyak kasus target respon imunitasnya tidak diketahui sehingga pada kondisi
tersebut etiologi autoimun yang dicurigai mendasari kejadian Glomerulonefritis. Sama
halnya dengan kondisi autoimun llainnya. Glomerulonefritis primer kemungkinan sebagai
akibat kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik biasanya
melibatkan gen yang mengontrol respon imun, terutama yang bersifat kompleks
histokompaktibilitas mayor dan gen HLA. Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh
antara lain obat-obatan, zat kimia dan agen infeksius. Peran mekanisme imun pada
patogenesi Glomerulonefritis diindikasikan dengan munculnya autoantibodi dan/atau
abnormalitas komplemen serum, dan deposisi antibodi,kompleks imun, komplemen dan
fibrin

4. Manifestasi Klinik
Gejala yang muncul pada penderita glomerulonefritis bergantung kepada jenis penyakit
ini, apakah akut atau kronis. Gejala yang umumnya muncul, antara lain adalah
(Hebert,2013)
1) Urine yang berbuih dan berwarna kemerahan
2) Hipertensi
3) Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, dan perut.
4) Kelelahan.
5) Frekuensi buang air kecil berkurang.
6) Munculnya cairan di paru-paru yang menyebabkan batuk.

5. Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan optimal, dapat menyebabkan komplikasi glomerulonefritis:
1. Gagal jantung
2. Hipertensi
3. Gagal ginjal yang disertai dengan gejala, hilangnya nafsu makan, mual muntah,
kelelahan, kesulitan untuk tidur, kulit kering, gatal, dan kram otot pada malam hari

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis antara lain
yaitu :
1. Pemeriksaan urine.
Pemeriksaan urine merupakan metode eritrosit terpenting dalam mendiagnosis
glomerulonefritis karena dapat mendeteksi adanya kerusakan struktur glomerulus.
Beberapa parameter yang dianalisis melalui pemeriksaan urine, antara lain adalah:
• Keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya kerusakan glomerulus.
• Keberadaan sel darah putih sebagai penanda adanya peradangan.
• Menurunnya berat jenis urine.
• Keberadaan protein sebagai penanda adanya kerusakan sel ginjal.
2. Tes darah.
Tes darah dapat memberikan informasi tambahan terkait kerusakan ginjal. Beberapa hal
yang dapat diperiksa pada darah untuk melihat kerusakan ginjal, antara lain:
• Menurunnya kadar hemoglobin (anemia).
• Meningkatnya kadar zat sisa seperti ureum dan kreatinin.
• Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena keluar melalui urine.
3. Tes Imunologi.
Tes imunologi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kelainan sistem imun.
Pemeriksaan tersebut antara lain antinuclear antibodies (ANA), komplemen,
antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA), dan antiglomerular basement membrane
(anti-GBM).
4. Pencitraan.
Pencitraan bertujuan untuk memperlihatkan gambaran kondisi ginjal secara visual. Metode
pencitraan yang dapat digunakan, antara lain adalah foto Rontgen, CT scan dan USG. 5.
Biopsi ginjal.
Dilakukan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dan diperiksa di bawah mikroskop
untuk memastikan pasien menderita. Biopsi juga akan membantu dokter untuk mencari
penyebab dari glomerulonefritis tersebut

7. Penatalaksanan
a. Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian
antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin
dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya
pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurka lagi karena memberi efek toksis.
c. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya
(Lumbanbatu, 2013)
d. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Noer, 2002).
8. Pathways

Stretopkokus

Menyerang dinding kapiler


glomerulus

Kerusakan dinding
kapiler

Filtrasi glomerulus

GLOMEROLUSNEFRITIS AKUT (GNA)

Leukosit PMN &


trombosit menuju
Kadar albumin
ke tempat lesi
Kapiler glomerulus bocor dlm darah

Proliferasi sel
Filtrasi plasma
Sekresi pada
Protein keluar tubulus proksimal
dalam urin yg Albumin ikut masuk
dibentuk ginjal ke urin
Volume cairan
ekstravaskuler
Proteinuria

Sekresi ADH dan


Tubuh lemas
Aldosteron

Intoleransi aktivitas Edema Retensi Na & air

Preload jantung
Kelebihan
volume cairan
Hipertensi
Resiko kerusakan
integritas kulit Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

SKENARIO ASKEP GLOMERULONEFRITIS

Seorang perempuan 24 tahun, dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan ± 2 minggu
terakhir badan terasa lemah, keletihan, kadang-kadang sesak nafas. + 1 minggu ini BAK tidak
lancar dan tungkai bawah terasa berat. Dokter mendiagnosa pasien mengalami
glomerulonephritis. Setelah dikaji oleh perawat didapat data sbb: pasien tampak anemis,
edema pada kedua tungkai, kulit kering dan bersisik, pernafasan cepat dan dalam. TD 190/90
mmHg, RR 32 kali /mnt. Hasil lab darah Hb 5,4 gr %, Albumin 2,4gr/dl, ureum 112 gr/dl,
kreatinin 9,6 gr/dl.

1. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi:
a. Nama klien
b. Umur
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. Agama
f. Suku bangsa
g. Alamat klien
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia
c. Riwayat penyakit sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun,konstipasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan
f. Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus SN
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

3) Pemeriksaan Fisik
1. TTV
a) Tekanan Darah
b) Nadi.
c) Pernapasan
2. Postur
3. Kepala-leher
4. Mata, Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada
periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva
terlihat kering dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,namun anak dengan
Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga
akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir akibat penurunan saturasi oksigen.
Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah dengan hipovolemik
7. Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak
teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas
pada lobus bagian bawah Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan
aritmia,pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila
mengalami dyspnea
3) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi
napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
2) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar perut
anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4) Auskultasi, pada pasien dengan asites akan dijumpai shifting dullness
10. Kulit
Biasanya, pada pasien Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak pucat
serta keringat berlebihan, ditemukan kulit pasien tegang akibat edema dan
berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya pasien akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau
hanya edema lokal pada ektremitas saja.Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik
akibat dehidrasi.
12. Genitalia dan rectum
a) Lubang anus ada atau tidak
b) Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi hipospadia atau epispadia,
adanya edema skrotum atau terjadinya hernia serta kebersihan preputium.
c) Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau massa, labia mayora
menutupi labia minora, lubang vagina, adakah secret atau bercak darah

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Hambatan upaya napas Pola napas tidak efektif
1. Pasien mengeluh
kadang-kadang sesak
napas
DO:
1. Pernapasan cepat dan
dalam
2. RR 32×/menit
2. DS: - Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak efektif
DO: hemoglobin
1. Pasien tampak anemis
3. DS: Gangguan mekanisme Hipervolemia
1. Pasien mengeluh regulasi
tungkai bawah terasa
berat
2. BAK tidak lancar ±1
minggu
DO:
1. Edema pada kedua
tungkai
4. DS: - Kelebihan volume cairan Gangguan integritas kulit
DO:
1. Kulit kering dan
bersisik
5. DS: Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktivitas
1. Pasien mengeluh suplai dan kebutuhan
badan terasa lemah oksigen
2. Keletihan
DO: -

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)
3. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
4. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan (D.0129)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 Pola napas tidak efektif b.d Pola Napas (L.01004) Manajemen jalan napas
Setelah dilakukan intervensi
hambatan upaya napas keperawatan selama 3 x 24 (I.01012)
(D.0005) jam, maka pola napas Observasi:
membaik, dengan kriteria 1. Monitor pola napas
hasil: (frekuensi, kedalaman,
1. Ventilasi semenit usaha napas)
meningkat 2. Monitor bunyi napas
2. Kapasitas vital meningkat (mis. gurgling, mengi,
3. Frekuensi napas membaik wheezing, ronkhi
4. Kedalaman napas kering)
membaik Terapeutik:
1. Posisikan semi fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
2 Perfusi perifer tidak efektif (Perfusi Perifer L.02011) Perawatan Sirkulasi
b.d penurunan konsentrasi Setelah dilakukan intervensi (I.02079):
hemoglobin (D.0009) keperawatan selama 1 x 24 Observasi:
jam, maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
meningkat, dengan kriteria (mis. nadi perifer,
hasil: edema, pengisian
1. Kekuatan nadi perifer kapiler, warna, suhu,
meningkat
ankle-brachial index)
2. Warna kulit pucat
menurun 2. Monitor panas,
3. Pengisian kapiler
kemerahan, nyeri, atau
membaik
4. Akral membaik bengkak pada
5. Turgor kulit membaik
ekstremitas
Terapeutik:
1. Lakukan pencegahan
infeksi
2. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
3. Lakukan hidrasi
Edukasi:
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis:
melembabkan kulit
kering pada kaki
3 Hipervolemia b.d gangguan Keseimbangan cairan Manajemen Hipervolemia
mekanisme regulasi (L.03020) (I.03114)
(D.0022) Setelah dilakukan intervensi Observasi:
keperawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi penyebab
jam, maka status cairan hipervolemia
membaik, dengan kriteria 2. Monitor intake dan
hasil: output cairan
1. Asupan cairan meningkat 3. Monitor kecepatan infus
2. Haluaran urin meningkat secara ketat
3. Kelembapan membran Terapeutik:
meningkat 1. Timbang berat badan
4. Dehidrasi menurun setiap hari pada waktu
5. Tekanan darah membaik yang sama
6. Mata cekung membaik 2. Batasi asupan cairan dan
7. Turgor kulit membaik garam
Edukasi:
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik

4 Gangguan integritas kulit b.d Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit
kelebihan volume cairan (L.14125) (I.11353)
(D.0129) Setelah dilakukan intervensi Observasi:
keperawatan selama 3 x 24
jam, maka integritas kulit 1. Identifikasi penyebab
meningkat, dengan kriteria gangguan integritas kulit
hasil: (mis. perbuahan
1. Elastisitas meningkat sirkulasi, perubahan
2. Kerusakan jaringan status nutrisi, penurunan
menurun kelembapan, suhu
3. Kerusakan lapisan kulit lingkungan ekstrem,
menurun penurunan mobilitas)
4. Suhu kulit membaik Terapeutik:
5. Tekstur membaik 1. Ubah posisi tiap 2jam
jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan menggunakan
pelembap (mis. lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Intoleransi aktivitas b.d Toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen energi
Setelah dilakukan intervensi (I.05178)
ketidakseimbangan suplai
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
dan kebutuhan oksigen jam, maka toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan
meningkat, dengan kriteria fungsi tubuh yang
(D.0056)
hasil: mengakibatkan
1. Keluhan Lelah menurun kelelahan
2. Frekuensi nadi membaik 2. Monitor kelelahan fisik
dan emosional
3. Monitor pola dan jam
tidur
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
2. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
3. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah peradangan pada ginjal bilateral akan timbul pasca infeksi
streptococcus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik. Streptokokus adalah suatu
bakteri spheris gram positif yang khasnya berpasangan atau membentuk rantai selama
pertumbuhannya. Glomerulonefritis dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasar berasal dari ginjal sendiri,
glomerulonefritis sekunder terjadi pada kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain misalnya diabetes mellitus, lupus, myeloma multiple atau amilodosis.
B. Saran
Sebaiknya kita mengubah gaya hidup yang lebih sehat agar kita terbebas dari segala
penyakit termasuk glomerulonefritis. Salah satu pola hidupaga terhindar dari
glomerulonefritis adalah mebatatasi asupan garam untuk mencegah atau meminimalisir
retensi cairan, pembengkakan dan hipertensi, mengurangi konsumsi protein dan kalium
untuk menghambat penumpukkan zat sisa pada darah, menjaga berat badan yang sehat,
mengendalikan kadar gula darah jika anda memiliki diabetes, serta berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA

Lumbanbatu, S. M. (2016). Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Sari


Pediatri, 5(2), 58. https://doi.org/10.14238/sp5.2.2003.58-63

Yusria, L., & Suryaningsih, R. (2020). Diagnosis Dan Manajemen Glomerulonefritis Kronik.
Jurnal Kedokteran Muhammadiyah Surakarta, 259–272.

Febriani, A. (2019). Makalah keperawatan anak ii penyakit kronis sistem urinaria.


5(70300117010).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai