Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GlOMERULONEPHRITIS AKUT DAN


GlOMERULONEPHRITIS KRONIK

Oleh
KELOMPOK 6:
Okgi Tiara

131111088

Erwin Mafidatul Ilmi

131111090

Sulthon Syahdana

131111092

Arief Priyo Utomo

131111094

Hikmah Nur Fitriana

131111096

Yolanda Novalita

131111098

Achmad Safaat

131111101

Panji Intan Perwani

131111103

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


SURABAYA
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi

di

glomerulus

akibat

suatu

proses

imunologis.

Istilah

glomerulonefritis akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari dari
glomerulonefritis akut sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi.
Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam
glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya
menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan kaskade koagulasi.
Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada membrane
basalis glomerulus.
Glomerulonefritis akut mengacu pada sekelompok penyakit ginjal
dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus.Ini bukan merupakan
penyakit infeksi ginjal, tetapi merupakan akibat dari efek samping mekanisme
pertahanan tubuh. Pada kebanyakan kasus, stimulasi dari reaksi adalah infeksi
yang diakibatkan oleh streptokokus A pada tenggorok, yang biasanya
mendahului awitan glomerulonephritis sampai interval 2-3 minggu. Produk
streptokokus bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibody yang
bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal (Diane & JoAnn, 2000).
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara
berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup
A,

yaitu

Glomerulonefritis

Akut

Pasca

infeksi

Streptokokus.

(GNAPS).Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah


berkaitan dengan higine yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan
kesehatan.
Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang
menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko
terjadinya nefritis 10-15%.3 Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding
wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 515 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%. Kejadian
2

glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju,


namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian
GNAPS berkaitanbanyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus
lebih awal dan lebih mudah olehpelayanan kesehatan yang kompeten.Di
beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pascastreptokokus tetap
menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui ( Rodriguez &
Mezzano, 2009).
Untuk penatalaksanaan pasien dengan glomerulonefritis akut meliputi

eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut dan


akibatnya.Selain itu penggunaan antibiotic dapat mencegah penyebaran
kuman di masyarakat.Untuk kasus ringan dapat dilakukan tirah baring, karena
dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross, serta edukasi kepada
penderita dan keluarga mengenai perjalanan dan prognosis penyakit
(Rodriguez & Mezzano, 2009).
Glomerulonefritis kronis

mungkin

mempunyai

awitan

sebagai

glomerulonefritis akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi


tipe yang lebih ringan yang tidak terdeteksi.
Mekanisme kekebalan tubuh bertanggung jawab untuk kerusakan
glomerulus di sebagian besar pada penyakit glomerulus primer dan berbagai
penyakit sekunder. Cedera yang berhubungan dengan reaksi antigen-antibodi
adalah penyebab paling umum dari kerusakan, meskipun mekanisme
kekebalan sel-dimediasi dan lainnya juga memainkan peran. Antigen dalam
reaksi mungkin eksogen (seperti agen infeksi) atau endogen (seperti yang
terlihat pada penyakit autoimun tertentu dan keganasan). Antigen-antiboditerkait cedera dapat terjadi pada salah satu dari dua cara: pertama, antigenantibodi kompleks beredar dalam darah menjadi terjebak dalam glomeruli.
Kompleks tersebut terjebak memblokir glomeruli dan menyebabkan
peradangan dan kerusakan struktural. Kedua, antibodi bereaksi terhadap
antigen dalam membran glomerulus. Antigen mungkin bagian dari
glomerulus sendiri atau bagian dari molekul yang sebelumnya terikat pada
glomerulus, seperti obat atau bagian dari agen infeksi. Reaksi ini dapat
memicu mekanisme kekebalan tubuh lainnya (seperti aktivasi komplemen)
dan menyebabkan kerusakan glomerulus. (Bullock & Henze, 2000).

Berdasarkan uraian diatas, kelompok kami membuat makalah untuk


mengetahui dan memahami mengenai glomerulonefritis akut dan kronik
sehingga kami sebagai perawat dapat melakukan pencegahan dan melakukan
intervensi keperawatan dengan tepat pada pasien glomerulonefritis akut.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan acute glomerulonephritis dan chronic
2)

glomerulonephritis?
Apa etiologi dari

3)

glomerulonephritis?
Bagaimana patofisiologi dari acute glomerulonephritis dan chronic

4)

glomerulonephritis?
Apa saja manifestasi klinis acute glomerulonephritis dan chronic

5)

glomerulonephritis?
Apa saja komplikasi dari acute glomerulonephritis dan chronic

6)

glomerulonephritis?
Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari acute

7)

glomerulonephritis dan chronic glomerulonephritis?


Bagaimana penatalaksanaan dari acute glomerulonephritis dan

8)

chronic glomerulonephritis?
Bagaimana asuhan keperawatan

acute

glomerulonephritis

pada

klien

dan

chronic

dengan

acute

glomerulonephritis dan chronic glomerulonephritis?


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep acute glomerulonephritis dan
chronic glomerulonephritis serta asuhan keperawatannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dan etiologi acute
glomerulonephritis dan chronic glomerulonephritis.
2) Mahasiswa mmengetahui dan memahami patofisiologi dan
manifestasi klinis acute glomerulonephritis dan chronic
glomerulonephritis.
3) Mahasiswa mengetahui dan memahami komplikasi dan
penatalaksanaan acute glomerulonephritis dan chronic
glomerulonephritis.

4) Mahasiswa mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang pada acute glomerulonephritis dan chronic
glomerulonephritis
5) Mahasiswa mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan acute glomerulonephritis dan chronic
glomerulonephritis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Glomerulus
Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12 cm, lebar 7 cm,
dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada
cekungan yang berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae.
Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal.Ginjal
kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal kiri karena
adanya hepar pada sisi kanan.Sebuah glandula adrenalis
terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang
membalut (ujung superior dan inferior), margo lateral yang
membalut konveks, dan pada margo medialis terdapat
cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena, pembuluh
limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung
dengan ginjal pada hilum.
Nefron adalah unit structural dan fungsional ginjal.Setiap
ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta nefron. Setiap nefron
terdiri dari tubulus renalis, glomerulus dan pembuluh darah
yang menyertainya. Setiap tubulus renalis adalah tabung
panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid.Tubulus
renalis dimulai sebagai kapsula Bowman, mangkuk berlapis
ganda

yang

membentuk

menutupi
tubulus

glomerulus,

kontortus

terpuntir

proksimal,

sendiri

barjalan

dari

korteks ke medulla dan kembali lagi, membentuk ansa Henle,


terpuntir sendiri kembali memasuli duktus koligentes.
Setiap duktus koligentes berjalan melalui medulla ginjal,
bergabung dengan duktus koligentes dari nefron lain, dan
mereka membuka bersama pada permukaan papilla renalis di
dalam pelvis ureter.
Pembuluh darah untuk nefron menjalankan tugas khusus:

a. Glomerulus adalah pusaran kapiler yang tertutup dalam


kapsula Bowman. Arteriol afferent membawa darah ke
dalamnya.
b. Pembuluh darah efferent berjalan dari glomerulus menuju
tubulus

ginjal

dan

memecah

manjadi

kapiler

pada

permukaannya.
c. Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena, yang
akhirnya bergabung dengan vena lain membentuk vena
renalis.

Nefron dan sulplai darahnya


1) Fungsi ginjal
(1)Mempertahankan batas pH normal cairan tubuh, jumlah
dan komposisinya dan jumlah tertentu natrium dan
kalium di dalam cairan tubuh.
(2)Ekskresi beberapa produk akhir metabolism
(3)Sekresi hormone
(4)Berperan dalam produksi vitamin D
(5)Ekskresi beberapa obat
2) Pengaturan cairan tubuh dan control keseimbangan
asam basa
Aktivitas yang berbeda terjadi pada glomerulus dan tubulus
nefron.
(1)
Kerja glomerulus
Di bawah tekanan kapiler, filtrate glomerular keluar dari
dalam darah di dalam glomerulus ke dalam ujung tubulus
yang bedilatasi. Filtrate ini identic dengan plasma protein
tertentu dan molekul lain yang terlalu besar untuk lewat ke
dalam tubulus. Pada orang dewasa sehat difiltrasi sekitar
120 ml per menit atau sekitar 170 liter dalam 24 jam.
Jumlah ini makin menurun dengan bertambahnya usia.
(2)
Kerja tubulus

Ketika filtrate lewat di sepanjang berbagai bagian tubulus


dan duktus koligentes, jumlah dan komposisinya berubah
dengan interchange antara tubulus dan darah di dalam
kapiler pada dinding tubulus dan duktus koligentes. Dari
170 liter filtrate glomerulus dalam 24 jam sekitar 147 liter
direabsorbsi di dalam tubulus.
Kandung kemih adalah kantong muscular tempat urine
mengalir dari ureter.Ketika kosong atau setengah terdistensi,
kandung kemih terletak pada pelvis, ketika lebih dari
setengah terdistensi, kandung kemih menempati abdomen di
atas pubis.
Hubungan dengan bagian lain
(1)Bagian depan: simfisis pubis
(2)Bagian belakang pada laki-laki: bagian akhir vas deferens,
vesiculus seminalis, rectum
(3)Bagian belakang pada wanita: uterus dan vagina
(4)Bagian atas: lengkung usus halus, dan pada wanita, ujung
anterior corpus uterus
(5)Bagian samping: musculus

levator

ani,

fascia

dan

ligamentum pelvis
(6)Bagian bawah pada laki-laki: glandula prostat
(7)Bagian bawah pada wanita: dinding anterior vagina
Peritoneum menutupi permukaan atas kandung kemih,
naik ke atas bersama ketika kandung kemih terdistensi,
sehingga kandung kemih yang mengalami distensi tepat
dibelakang

bagian

anterior

dinding

perut.Excavation

restovesical adalah kantong peritoneum diantara rectum dan


kandung kemih pada laki-laki.Excavation vesicouterina adalah
kantong peritoneum diantara kandung kemih dan uterus pada
wanita.
Ureter memasuki kandung kemih di bagian posterior,
lubangnya

terpisah

sekitar

kandung kemih di bagian inferior.

cm.

uretra

meninggalkan

Trigonum adalah daerah segitiga membrane mukosa yang


licin diantara lubang ureter dan uretra.
2.2 Glomerulonephritis Akut
2.2.1 Definisi
Glomerulonefritis akut mengacu pada sekelompok penyakit ginjal
dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus.Ini bukan merupakan
penyakit infeksi ginjal, tetapi merupakan akibat dari efek samping
mekanisme pertahanan tubuh. Pada kebanyakan kasus, stimulasi dari
reaksi adalah infeksi yang diakibatkan oleh streptokokus A pada
tenggorok, yang biasanya mendahului awitan glomerulonephritis
sampai interval 2-3 minggu. Produk streptokokus bertindak sebagai
antigen, menstimulasi antibody yang bersirkulasi menyebabkan cedera
ginjal.
Glomerulonephritis dapat juga disertai dengan demam scarlet dan
impetigo serta infeksi virus akut, misalnya infeksi saluran napas atas,
gondongan, varisela, Epstein-Barr, hepatitis B, dan infeksi HIV. Ini
terutama banyak menyerang anak-anak muda (Diane & JoAnn, 2000)
Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai glomeruli
kedua ginjal. Factor penyebabnya antara lain reaksi imunologis (Lupus
eritematosus

sistemik,

(hipertensi),

dan

infeksi

penyakit

streptokokus,
metabolic

cedera

(diabetes

vascular
mellitus).

Glomerulonephritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi


streptokokus. Glomerulonephritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3
minggu setelah serangan infeksi streptokokus. Faring, tonsil, dan kulit
(empetigo) merupakan tempat infeksi primer. Penyakit ini banyak
mangenai anak-anak usia prasekolah dan anak-anak umur sekolah.
2.2.2 Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat
dibagi menjadi kelompok infeksi dan non infeksi
a. Infeksi
Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus dan parasit.
9

b. Non-infeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus
sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis
Wegener. Kondisi penyabab lainnya adalah pada kondisi sindrom
Guillain-Bare.
2.2.3 Patofisiologi
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan
kompleks antigen-antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks
biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptokokus (glomerulonefritis pascastreptokokus) tetapi dapat timbul
setelah infeksi lain.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus akan
memacu suatu reaksi peradangan. Reaksi peradangan. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen dan
degranulasi selmast, sehingga terjadi peningkatan aliran darah,
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus, dan peningkatan filtrasi
glomerulus. Protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkakan dan edema diruang interstisium bowman. Hal ini
meningkatkan tekanan cairan interstitium, yang dapat menyebabkan
kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya, peningkatan
tekanan cairan intersitium akan membawa filtrasi glomerulus lebih
lanjut (Elizabeth, 2009).
Pengaktifan reaksi peradangan juga menarik sel-sel darah putih
dan trombosit ke daerah glomerulus. Pada peradangan, terjadi
pengaktifan

factor-faktor

kuagulasi,

yang

dapat

menyebabkan

pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut, dan hilangnya fungsi


glomerulus. Membrane glomerulus menebal dan menyebabkan
penurusan GFR lebih lanjut.
Glomerulonefritis akut biasanya membaik dengan terapi antibiotic
spesifik,

terutama

pada

anak-anak.

Sebagian

orang

dewasa

mungkintidak dapt pulih dan mengalami glomerulonefritis progresif


cepat atau glomerulonefritis kronis.
10

2.2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Brunner dan Suddarth. Biasanya terjadi sakit kepala,
malaise, edema fasial dan nyeri tekan. Umum terjadi hipertensi ringan
sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik
(1) Urinalisis dan serum
Urinalisis

menunjukkan

adanya

hematuria

makroskopik

ditemukan hamper pada 50% penderita, proteinuria, kelainan sedimen


urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, erritosit, albumin, silinderleukosit dan lain-lain. Kadangkadang ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalsemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Komplemen hemolitik total serum (total hemolytic complement) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4
normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40
mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan
itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih
lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus
dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptolisin cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur
antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin
O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
11

streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen


streptokokus.
Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain
terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

(2) Histopatologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan
terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir
semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis
difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen Streptokokus.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien GNAPS bersifat simtomatik dan lebih
diarahkan terhadap eradikasi organisme dan pencegahan terjadinya
gagal ginjal akut. Rawat inap direkomendasikan bila terdapat edem,
hipertensi atau peningkatan kadar kreatinin darah.
(1) Istirahat selama 3-4 minggu, setelah itu mobilisasi penderita
sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
(2) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptokokus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan

12

pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh


terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat
imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi
dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
(3) Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein
(1g/kgbb/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema,
hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
(4) Pengobatan terhadap hipertensi. Untuk hipertensi ringan biasanya
belum diberikan antihipertensi tetapi dilakukan pengawasan ketat.
Pada keadaan hipertensi sedang diberikan diuretika mulai dengan
dosis minimal (0,5mg 2mg/kg/dosis) atau dapat ditambahkan
dengan ACE inhibitor dengan dosis 0,5mg/kg/hari dibagi 3 dosis.
Jika pengobatan tersebut belum ada perbaikan dapat diberikan
antihipertensi golongan vasodilator. Pada krisis hipertensi dapat
diberikan 0,002 mg/kg/8 jam atau dapat diberikan nifedipine
sublingual 0,25-0,5 mg/kgbb.
(5) Bila terjadi gagal ginjal akut, maka dapat dipertimbangkan
tindakan peritoneal dialisis atau hemodialisis.
2.2.7 Komplikasi
(1) Oliguria-Anuria yang berlangsung 2-3 hari, hal ini terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus

13

(2) Hipertensi ensefalopati, hal ini disebabkan spasme pembuluh darah


lokal dengan anoksia dan edema otak. Gejal yang muncul berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang.
(3) Pembesaran jantung (kardio megali) hingga terjadi gagal jantung
akibat hipertensi dan kelainan pada miokardium
(4) Anemia karena adanya hipervolemia di samping

sintesis

eritropoetik yang menurun


(5) Gangguan sirkulasi lainnya berupa dispne, ortopne, ronki basah.
Hal ini bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah melainkan
juga karena bertambahnya volume plasma (Dedi Rahmadi, 2010).
2.2.8 Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat
pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dansecara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1
minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara
cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal
ginjal kronik.
2.3 Glomerulonephritis Kronik
2.3.1 Definisi
Glomerulonefritis kronis merupakan gangguan progresif yang
berbahaya, terjadi karena penyakit glomerulus yang menunjukkan
karakteristik nefrotik maupun nefritik. Glomeruli menjadi jaringan
parut dan memungkinkan kerusakan total serta tubulus mengalami

14

atropi. Glomerulonefritis sering timbul beberapa tahun setelah cidera


dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang
sering terjadi menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi
kronik (Barbara & Reet.L , 2000).
2.3.2 Etiologi
Menurut William & Wilkin (2006) kronik glomerulonephritis
disebabkan oleh :
1) Systemic disorders
(1) lupus erythematosus
(2) Goodpastures syndrome
(3) Diabetes
2) Beberapa penderita kronik glomerulonefritis tidak memiliki riwayat
dari penyakit ginjal. Penyebab tersering dari penyakit ini belum
ditemukan. Hal yang diduga ini disebabkan dari turunan. (Lewis,
2014). Ini adalah dugaan penyebab dari glomerulonefritis kronik
menurut Lewis:
(1) Infeksi microba
(2) Infeksi virus seperti hepatitis
(3) Gangguan system imun seperti lupus erithematosus dan
scleroderma
Menurut National Kidney Foundation of Spanyol tahun 2014
bahwa glomerulonephritis kronik ini adalah keturunan dan gangguan
system imun seperti AIDS. Tapi penyebab yang pasti tidak diketahui
dibanyak kasus yang terjadi.
2.3.2 Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis adalah peradangan lama di sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut
yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis
kronis sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan
glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria dan proteinuria
ringan.
Penyebab seringkali diabetes mellitus dan hipertensi kronis.
Kedua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna
dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan

15

jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan


glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus. Para pengidap
glomerulonefritis kronis yang disertai diabetes atau yang mungkin
mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik. Glomerulonefritis kronis juga dapat
menyertai lupus eritematosus sistemik kronis (Elizabeth, 2009)
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit
berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli
dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang
arteria renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang
parah (Suharyanto, Toto, 2009).
2.3.4 Manifestasi Klinis
Menurut National Kidney Foundation of Spanyol tahun 2014
tentang tanda dan gejala glomerulonefritis kronik:
1) Terdapat Hematuria dan proteinuria
2) Wajah, lengan, dan bagian tubuh yang lain bengkak karena
3)
4)
5)
6)
7)

akumulasi cairan (edema).


Nafas pendek karena anemia
Sakit kepala karena peningkatan tekanan darah
Nyeri pada abdomen
Peningkatan pigmentasi pada kulit
Pada kasus yang parah terdapat tanda-tanda gagal ginjal seperti
fatigue, mual dan muntah, anoreksia, gatal pada seluruh tubuh.
Penjelasan manifestasi per sistem yang muncul pada chronic

glomerulonefritis menurut Williams & Wilkins dalam Strategies for


Managing Multisystem Disorders yakni:
1) Kardiovaskular :
(1) Hipertensi diakibatkan dari sklerosis dari erteriol ginjal,
hipertensi yang lebih parah dapat menyebabkan cardiac
hipertropi yang dapat mengakibatkan gagal jantung.
(2) Overload cairan ditunjukkan karena ologuria yang dapat
menyebabkan peripheral edema dan gagal jantung
(3) Hiperkalemia yang lebih parah adalah hasil dari cardiac arrest
dan harus segera dirujuk ke gawat darurat.
16

2) Endokrin dan sistem metabolik


(1) Gagal ginjal dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit,
cairan, dan asam-basa.
(2) Adanya proteinuria yang menyebabkan kehilangan serum
protein
3) Gastrointestinal
(1) Akumulasi dari racun ini menyebabkan mual, muntah, dan
anoreksia
(2) Koagulopati meningkatkan pendarahan gastrointestinal
4) Immune dan hematologic systems
(1) Gagal ginjal ini menyebabkan system imun tidak stabil yang
dapat meningkatkan resiko infeksi
(2) Menurunkan erithropoesis yang berhubungan dengan gagal
ginjal.

Hal

ini

menyebabkan

anemia

menyebabkan fatigue, malaise, dan dispnea


5) Integumentary
(1) Akumulasi dari product yang harus

yang

muncul

diekskresikan

menyebabkan kulit kering, rambut yang rapuh, dan pruritus.


(2) Hiperpospatemia membuat pruritus lebih buruk karena pasien
akan menggaruk sampai intregritas kulitnya terganggu
(3) Abnormal koagulasi menyebabkan ekimosis atau petechiae
(4) Deposisi dari racun uremic di kulit menyebabkan kulit menjadi
lebih gelap atau kuning.
6) Musculoskeletal
(1) Perubahan dari keseimbangan

kalsium

dan

posporus

menyebabkan hipokalsemia, hal ini menyebabkan pasien


memiliki resiko fraktur patologis,
(2) Hiperkalemia menyebabkan kelemahan otot.

7) Neurologic system
Sel saraf yang dipengaruhi oleh akumulasi zat-zat racun
menyebabkan iritabilitas, perubahan mental status, pheriperal
neuropati, ataksia, asterizis seizures, bila tidak ditangani dapat
menyebabkan koma.
8) Respiratory
(1) Hipervolemik menunjukkan penumpukan cairan di paru-paru
yang menyebabkan adanya crackles, dypsnea, orthopnea, dan
edema pulmonary.
17

(2) Hyperventilasi terjadi karena asidosis metabolik.


2.3.5 Pemeriksaan Dignostik
1) Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria, adanya
sel darah merah dalam urin yang menunjukkan
adanya penyakit ginjal kronis.
2) Kreatinin clearance berkurang
3) Pemeriksaan
darah
menunjukkan

adanya

peningkatan urea nitrogen dan serum kreatinin.


Hemoglobin dan hematokrit

yang rendah, platelet

yang abnormal, asidosis metabolic, hipokalsemia,


hiperpospatemia, dan hiperkalemia.
4) EKG menunjukkan adanya aritmia yang menunjukkan
adanya ketidakseimbangan elektrolit. Perubahan EKG
ini menunjukkan adanya pelebaran segment QRS,
gelombang P hilang, dan gelombang T yang tinggi.
5) X-ray, I-V urography, ultrasonography, atau computed
tomography menunjukkan ginjal lebih kecil dari
normal.
6) Ultrasound dan CT scan dapat menunjukkan ukuran
diagnostik.
7) Renal biopsy
ditemukan

menunjukkan

proteinuria

dan

gejala

awal

hematuria.

saat

Hal

ini

menunjukkan adanya peningkatan ilfiltrasi sel di


glomerulus,
sklerosis

deposisi

pembuluh

dari

imun

darah.

kompleks,

Biopsy

dan

renal

ini

menunjukkan penyebab pasti dari glomerulonephritis


(Lewis,2014).
2.3.6 Penatalaksanaan
1) Pada

glomerulonefritis

kortikosteroid

seringkali

lesi

minimal,

menimbulkan

terapi
remisi.

Separuh dari pasien dewas mengalami relaps setu


kali setelah remisi awal: hal ini merupakan indikasi
pemberian regimen kortikosteroid kedua. Relapsrelaps berikutnya dan kegagalan untuk menimbulkan
18

remisi adalah indikasi untuk dilakukannya prosedur


imunosupresif yang lebih agresif.
2) Pada glomerulonefritis sekunder, biasanya diberikan
regimen imunosupresi yang lebih agresif, termasuk
kortikosteroid, siklofosfamid, dan plasmaferesis.
3) Terapi yang agresif terhadap tekanan darah dapat
mengurangi kecepatan progresifitas panyakit ini,
pengendalian lipid adalah penting, dan obat obatan
yang bersifat nefrotoksik harus dihindari.
2.3.7 Komplikasi
1) Nefrotik sindrom
2) Gagal ginjal kronis
3) Tahap akhir penyakit ginjal
4) Hipertensi
5) Infeksi saluran kemih berulang
6) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi lain
2.3.8 Prognosis
Prognosis dari glumerulonefritis kronis cukup bervariasi. Dalam
10 tahun 25% mengalami remisi spontan, 25% mengalami proteinuria
nonnefrotik yang persisten, 25% mengalami proteinuria nefrotik, dan
25% mengalami gagal ginjal. Regimen pengobatan dengan steroid dan
klorambusil (regimen ponticelli) cukup menguntungkan.

19

2.4 WOC

: LES, Vaskulitis, sindromInfeksi:


Goodpastore,
Streptococus
granulomatosis
Beta Hemoltycus
wegenerGolongan A tipe nefritogenik

Respon Antigen-antibodi
DM, Hipertensi

ngan kemampuan membedakan antigen dari sel & jaringan tubuh sendiri
Terbentuk Komplek antigen-antibodi bersirkulasi ke dalam darah
Cedera glomerulus berulang
Deposit kompleks antigen-antibodi pada kapiler glomerulus
Gangguan sistem imun
Peradangan

entukan kompleks imun terhadap


antigen diri yg
berlainan
Terperangkap
dan
mengendap di membrane basalis
Pembentukan jaringan parut
Timbul lesi dan peradangan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Terbentuk substansi nyeri
Terbentuk
Glomerulonefritis Akut
Asam Arachidonat

Respon saraf sensori dan perifer

Aktivasi komplemen

Kerusakan
Glomerulus
Glomerulusnefritis Kron
secara progesif

Menarik leukosit dan trombosit ke glomerulus


Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus
Sensitivitas pada neuron primer aferen

Penumpukan toksik uremik, ketidakseimbangan cairan dan elekt

Pengendapan fibrin dan pembentukan jaringan parut


MK : Nyeri

Protein plasma dan eritrosit bocor melalui glomerulus

Hipertensi sistemik

20

Membran glomerulus menebal


Proteinuria & hematuriaBeban jantung

Respon hematologis produksi eritropoeit


Curah jantung
Respon sistemik: Mual, muntah, anoreksia

volume urin, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron


MK: Penurunan curah jantung
Intake nutrisi kurang

Kehilangan sel darah merah , pembekuan

Oliguria MK: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Edema
Anemia
MK: Kelebihan volume cairan
MK: Risiko Cedera

21

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Glumerulonephritis Akut
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal
lahir,

usia,

alamat,

nomor

telepon,

status

pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama,


suku, bangsa, dan nama penanggung jawab klien.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada pinggang, urin berdarah,
wajah kaki bengkak, pusing dan badan cepat lelah.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat infeksi
streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritemateosus
2) Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengeluh
bengkak

seluruh

tubuuh,

kencing

berwarna

seperti cucian daging atau berdarah , tidak nagfsu


makan, mual, muntah, dan diare. Badan panas
saat hari pertama sakit.
3) Riwayat Penyakit Keluarga:

Adakah

keluarga

pasien yang memiliki penyakit serupa.


d. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola nutrisi dan metabolic : Pasien mengatakan
bahwa badan panas pada hari pertama sakit.
Mual,

muntah,

menyebabkan

dan

terjadi

intake

nutrisi

anoreksia

juga

menjadi

tidak

adekuat.
2) Pola eliminasi : Tidak terdapat gangguan eliminasi
alvi.

Eliminasi

uri

ditemukan

hematuria

dan

terdapat protein dalam urin.


3) Pola aktivitas : Klien mengeluh cepat lelah untuk
melakukan aktivitas.
e. Psikososial spiritual

22

Meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan


perawat

untuk

mendapatkan

hasil

yang

jelas

terhadap status emosi, kognitif, dan perilaku klien.


Masalah

kesehatan

pada

sistem

perkemihan

menimbulkan respon maladaptif terhadap konsep


diri klien sehingga tingkat stres emosional dan
mekanisme koping yang digunakan berbeda-beda.
Nyeri juga memberikan stimulus akan kecemasan
dan ketakutan klien.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran
pasien

kompos

mentis

namun

menunjukkan kelemahan dan terlihat sakit, apabila


pasien datang pada fase awal akan didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi meningkat,
terjadi peningkatan pada tekanan darah.
b. B1 (breathing)
Tidak ditemukan masalah pada pola napas
c. B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah sekunder adalah tanda
dari glomerulonefritis yang disebabkan oleh retensi
natrium

dan

air

yang

berdampak

pada

kardiovaskuler yang akan terjadi penurunan perfusi


jaringan.
d. B3 (brain)
Terdapat konjungtiva yang anemis dan edema wajah
terutama

periorbital.

Pasien

beresiko

kejang

sekunder akibat gangguan elektrolit.


e. B4 (bladder)
Terdapat edema pada ektremitas dan wajah. Warna
urin menjadi seperti cola karena proteinuri dan
hematuri. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan ringan
pada bagian kostovetebra. Perkusi pada sudut
kostovertebra akan ditemukan

nyeri ringan lucal

yang menjalar ke pinggang dan abdomen.

23

f. B5 (bowel)
Mual, muntah, dan anoreksia yang menyebabkan
penurunan intake nutrisi
g. B6 (bone)
Pasien mengeluh sering cepat lelah saat melakukan
aktivitas sehari-hari.
B. Analisa Data
No
.
1.

Data

Etiologi

DS:
pasien
Glomerulonefritis
mengeluh
nyeri
akut
bagian kostovertebra

DO:
Terbentuk
P: glomerulonefritis
Asam Arachidonat
akut

Q:
Terbentuk substansi
R: nyeri pada daerah
nyeri
kostovertebra

S:
pasien Respon saraf sensori
mengatakan
skala
dan perifer
nyeri 4 (0-10)

T:
nyeri
hilang
Sensitivitas pada
timbul
neuron primer aferen
Vital sign:

TD : >120/80 mmHg
Nyeri akut
S : 370C
N :>100 x/menit
RR : normal
DS: Klien mengeluh
Glomerulonefritis
mata, tangan dan
akut
kaki bengkak

Melaporkan
BB Aktivasi komplemen
meningkat
dalam

periode singkat
Menarik leukosit dan
DO:
trombosit ke
a. tampak
adanya
glomerulus
edema

(ekstremitas/peri
Pengendapan fibrin
orbital/abdomen)
dan pembentukan
b. pemeriksaan
jaringan parut
urinalisis

didapatkan
Membran glomerulus
proteinuria > 3,5
menebal
gr/hr

c. Timbang
berat
Penurunan volume

24

Masalah
Keperawatan
Nyeri akut

Kelebihan
volume cairan

badan
didapatkan
meningkat
atas normal

3.

di

DS:
Klien mengeluh tidak
nafsu makan.
DO:
a. Pasien
hanya
menghabiskan
setengah
dari
porsi makan.
b. Jenis diet: tinggi
kalori
c. A : BB meningkat
karena
cairan
edema
d. B : hB 13,1 g/dL,
Albumin<3,2
g/dL.
e. C : klien hanya
menghabiskan
setengah
dari
porsi makan, klien
tampak lemas.
f. D
:
klien
mnedapatkan
terapi tinggi kalori
.

urin,

retensi cairan dan


natrium,

Kelebihan volume
cairan
Glomerulonefritis
akut

Aktivasi komplemen

Gangguan
permeabilitas
selektif kapiler
glomerulus

Protein plasma dan


eritrosit bocor
melalui glomerulus

Proteinuria &
hematuria

Respon sistemik :
Mual,
muntah,anoreksia

ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada
neuron primer aferen
2. Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi
cairan dan natrium
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
D. Intervensi dan Rasional
1. Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada
neuron primer aferen

25

Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, skala nyeri yang


dilaporkan berkurang.
Kriteria Hasil :
a. skala nyeri 1-3
b. wajah tidak meringis
c. dapat melakukan tehnik relaksasi yang efektif
Intervensi
1. Observasi secara PQRST dan
karakteristik
dirasakan
timbul,

nyeri

yang

(menetap,
kolik)

hilang

serta

catat

temuan yang didapat

Rasional
Membantu
membedakan
penyebab nyeri dan memberikan
informasi

tentang

kemajuan/perbaikan
terjadinya

penyakit,

komplikasi,

dan

area

keefektifan intervensi
Efek
dilatasi
memberikan

untuk

respons spasme akan menurun


Meningkatkan
istirahat,

menggunakan teknik relaksasi,

memusatkan kembali perhatian,

contoh

dapat meningkatkan koping

2. Kompres

hangat

yang nyeri
3. Bantu

pada

klien

bimbingan

visualisasi
4. Ajarkan

teknik

imajinasi,
relaksasi

pernafasan dalam saat nyeri


muncul
5. Tingkatkan tirah baring, biarkan
pasien melakukan posisi yang
nyaman
6. Kolaborasi

pemberian

obat

analgesik sesuai indikasi

Meningkatkan
sehingga

intake

akan

oksigen

menurunkan

stimulus internal
Tirah baring pada posisi fowler
rendah

menurunkan

tekanan

intraabdomen
Memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang

2. Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi


cairan dan natrium
Tujuan

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24 jam diharapakan terjadi keseimbangan


cairan

dan

tidak

ada

udema

pengeluaran urin kembali normal

26

pada

tubuh

serta

Kriteria Hasil:
a. Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jamdewasa, anak-anak - 1 cc/kg BB/jam)
b. Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
c. Denyut nadi normal (80-100x/menit)
d. Tidak terjadi acites/oedema pada perut
1.

Intervensi
Pantau input dan
urine

serta

Rasional
output Pemantauan input dan output
hitung urine

keseimbangan cairan

serta

keseimbangan

menghitung
cairan

dapat

membantu mengevaluasi status


2.

cairan klien
Pantau keadaan umum dan Sebagai deteksi
tanda-tanda

vital

dini

pasien, mengetahui

untuk

timbulnya

perhatikan hipertensi,nadi kuat, komplikasi


distensi vena leher
3.
batasi cairan
4.
5.

tergantung Menghindari terjadinya acites

pada status volume cairan


Awasi natrium serum

deteksi

dini

adanya

hipernatremi
pemeriksaan Untuk
mengetahui

Kolaborasi
laboratorium

Sebagai

untuk

kadar elektrolit

elektrolit

sehingga

dalam

tubuh

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, nutrisi dan zat gizi
klien terpenuhi optimal
Kriteria Hasil :
a. BB klien meningkat > 4kg sesuai proporsi tubuhnya
b. Nafsu makan klien baik
c. Nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin,
dan elektrolit) dalam batas normal.
d. Klien dapat menghabiskan porsi makan yang

27

klien,

ketidakseimbangan

elektrolit dapat dicegah

diberikan

kadar

Intervensi
1. Monitoring intake makanan Penurunan

Rasional
berat
badan

terus

setiap hari. Dan timbang menerus dalam keadaan masukan


berat

badan

serta

setiap

laporkan

hari kalori

yang

cukup

merupakan

adanya indikasi adanya gangguan pada GIT

penurunan atau kenaikan


2. Auskultasi bising usus

Bising usus hiperaktif mencerminkan


peningkatan motilitas lambung yang
menurunkan atau mengubah fungsi

3. Berikan

makanan

absorbsi
sedikit- Memberikan makanan sedikit namun

sedikit namun sering

sering

akan

lebih

efektif

guna

sebagai cadangan makanan untuk


klien
4. Hindari pemberian makanan Peningkatan motilitas saluran cerna
yang dapat meningkatkan

dapat

mengakibatkan

peristaltik usus (misalnya,

gangguan

teh, kopi, dan makanan

diperlukan

absorbs

diare

nutrisi

berserat lainnya) dan cairan


yang menyebabkan diare
(misalnya, apel/ jambu)
E. Evaluasi
a. Nyeri pasien berkurang
b. rasa nyaman pasien bertambah
c. Asupan dan haluaran pasien seimbang
d. Berat badan pasien kembali normal
3.2 Glumerulonephritis Kronik
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data demografi klien
Menanyakan identitas

klien:

nama,

usia,

jenis

kelamin, suku/bangsa, alamat, agama, tanggal MRS,


jam MRS. Glomerulonefritis kronik pada umumnya
lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun
28

dan
yang

dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya


berkembang pada anak-anak dan sering pada usia 610 tahun. Penyakit ini sering ditemukan pada anak
berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak
pria dibandingkan dengan anak wanita (Ngastiyah,
1997)
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dikeluhkan oleh pasien dengan
glomerulonefritis kronik yaitu adanya hematuria,
wajah

lengan

dan

bagian

tubuh

lain

bengkak

(edema), nafas pendek, sakit kepala, nyeri abdomen,


mual,

muntah

dan

anoreksia

(National

Foundation of Spanyol, 2014)


c. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji bagaimana perjalanan

Kidney

penyakit

dari

dirasakan keluhan awal hingga Masuk Rumah sakit.


d. Riwayat penyakit sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami
penyakit

serupa

sebelumnya,

apakah

klien

mempunyai riwayat penyakit lupus erythematosus,


goodpastures syndrome, dan diabetes.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita penyakit serupa dengan klien.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Klien Nampak lemah dan adanya
edema namun dengan kesadaran compos mentis.
Pada TTV sering disapatkan adanya perubahan dari
suhu tubuh yang meningkat, dan peningkatan denyut
nadi.
b. B1 (Breathing)
Biasanya di dapatkan gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napa
ronkhi biasanya di dapatkan pada kedua paru.
c. B2 (Blood)

29

Pada

pemeriksaan

sistem

kardiovaskular

sering

didapatkan adanya tanda perikarditis disertai friksi


perikardial dan pulsus paradokus (perbedaan tekanan
darah lebih dari retansi natrium dan air yang
memberikan

dampak

pada

kardiovaskular

di

akan

mana

fungsi
terjadi

sistem

penurunan

perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi.


Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang
berlebihan. Kardiomegali, irama gallop, dan tanda
gagal jantung kongesti lain dapat terjadi.
d. B3 (Brain)
Klien mengalami konfusi dan memperlihatjan rentang
perhatian yang menyempit. Temuan pada retina
mencakup
menyempit

hemoragi,
dan

adanya

beriku-liku,

eksudat,
serta

arteriol

papiedema.

Neuropati perifer disertai hilangnya refleks tendon


dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit
tejadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan
elektrolit.
e. B4 (Bladder)
Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufiensi
renal dan gagal ginjal kronik. Penurunan warna urine
output

seperti

berwarna

kola

dari

proteinuri,

silinderuri, dan hematuri.


f. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan
diare sekunder dari bau mulut amonia, peradangan
mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
g. B6 (Bone)
Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak
kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer dan
periorbital. Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit

30

kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, dan


ada/berulangnya infeksi. Pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, dan
keterbatasan

gerak

sendi.

Didapatkan

adanya

kelemahan fisik secara umu sekunder dari anemia


dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria, adanya sel darah
merah dalam urin yang menunjukkan adanya penyakit ginjal
kronis.
b. Kreatinin clearance berkurang
c. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya peningkatan urea nitrogen
dan serum kreatinin. Hemoglobin dan hematokrit yang rendah,
platelet

yang

abnormal,

asidosis

metabolic,

hipokalsemia,

hiperpospatemia, dan hiperkalemia.


d. EKG menunjukkan adanya aritmia yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan elektrolit. Perubahan EKG ini menunjukkan
adanya pelebaran segment QRS, gelombang P hilang, dan
gelombang T yang tinggi
e. X-ray, I-V urography, ultrasonography, atau computed tomography
menunjukkan ginjal lebih kecil dari normal.
B. Analisa Data
Data
DS: -nafas pendek
- Dyspnea
DO: - penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan
- Menggunakan otot
bantu nafas
- Respirasi
<1124x/min
DS: - sesak nafas
DO: - BB meningkat
- Oliguria
- Asupan
berlebih
dibanding output

Etiologi
Glomerulonefritis

Respon asidosis metabolic dan


sindrom uremia pada system saraf
dan pernapasan

Pola napas inefektif


Glomerulonefritis kronik

Penumpukan toksik uremik,


ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit

31

Masalah
Keperawatan
Pola nafas
Inefektif

Kelebihan
volume cairan

DS: - marasa lelah


DO: - kulit dingin dan
lembab
- Aritmia
- Oedem
- Peningkatan/penur
unan JVP
- Penurunan denyut
nadi

DS:- gangguan konsentrasi


- Meningkatnya
komplai fisik
DO:
penurunan
kemampuan
- Kurang energi
- Ketidakmampuan
untuk melakukan
aktifitas

Edema (adanya cairan)

Kelebihan volume cairan


Glomerulonefritis kronik

Penumpukan toksik uremik,


ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit

Hipertensi sistemik

Beban jantung

Curah jantung

Penurunan curah jantung


Glomerulonefritis kronik

Respon hematologis produksi


eritropoetin

Kehilangan sel darah merah ,


pembekuan darah

Anemia

Risiko cedera

Penurunan curah
jantung

Resiko cedera

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penumpukan toksik
uremik, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penumpukan toksik
uremik
3. Risiko cedera berhubungan dengan anemia
D. Intervensi dan Rasional
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penumpukan toksik
uremik, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam kelebihan volume cairan
dapat teratasi
Kriteria hasil:
- Urine adekuat
- Tidak ada tanda - tanda udem paru
- Tidak ada tanda-tanda asites tidak ada.
Intervensi

Rasional
32

Pantau tekanan darah, nadi, irama


jantung, suhu dan suara nafas
Pantau asupan, haluaran, dan berat jenis
urine

Perubahan parameter dapat mengindikasikan


perubahan status cairan dan elektrolit
Asupan yang melebihi haluaran dan
peningkatan berat jenis urine dapat
mengindikasikan
retensi
urine
atau
kelebihan beban cairan
Pantau BUN, kreatinin, kadar elektrolit, BUN dan kreatinin mengindikasikan fungsi
kadar hemoglobin, dan hematokrit
ginjal, kadar elektrolit, hemoglobin, dan
hematocrit membantu mengindikasikan
status cairan.
Kelebihan BB dapat diketahui dari
Timbang berat badan pasien
peningkatan BB yang ekstrem
akibat
terjadinya
penimbunan
cairan ekstraseluler.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penumpukan toksik
uremik
Tujuan: Dalam waktu 1x24 penurunan curah jantung
dapat teratasi
Kriteria hasil:
- Pasien melaporkan penurunan dyspnea
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
- Nadi dalam batas normal (80x/menit)
- Irama jantung teratur
- CRT > 2 detik
Intervensi
Pantau nadi apikal dan radial
Catat irama nadi

Rasional
Untuk mendeteksi adanya aritmia
Aritmia dapat mengindikasikan komplikasi
yang menuntut intervensi cepat
Kaji status pernapasan. Laporkan Suara nafas tambahan atau dyspnea dapat
adanya dyspnea atau kegelisahan
mengindikasikan trebentuknya cairan diparu
dan dasar kapiler paru
Kaji temperature kulit
Kulit yang dingin dan lembap dapat
mengindikasikan penurunan curah jantung
Bantu pasien untuk menghindari Dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
aktivitas yang terlalu banyak
miokardial
Pantau urine output, catat Ginjal
berespons
untuk
output dan
menurunkan curah jantung dengan
kepekatan/konsentrasi urine.
menahan cairan dan natrium, urine
output biasanya menurun selama
tiga hari karena perpindahan cairan
ke
jaringan,
tetapi
dapat
meningkat
pada
malam
hari
sehingga cairan berpindah kembali
ke sikulasi bila pasien tidur.
33

3. Risiko cedera berhubungan dengan anemia


Tujuan: Dalam waktu 1x24 risiko cedera dapat tertangani
Kriteria hasil:
- Energi kembali terisi dengan normal
- Status nutrisi membaik
- Dapat toleran pada aktifitas
- Dapat mempertahankan kemampuan untuk konsentrasi
Intervensi
Jelaskan pada pasien hubungan
kelelahan dengan proses penyakit
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningktakan intake makanan tinggi zat
besi dan energi
Catat aktifitas yang dapat meningkatkan
kelelahan

34

Rasional
Agar pasien tau sebab dari anemia yang di
alaminya
Meningkatkan status gizi pasien untuk
menghilangkan anemia
Hal ini untuk mencegah pasien agar tidak
melakukan hal yang membuat kelelahan
berulang

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis.
Glomerulonefritis akut mengacu pada sekelompok penyakit ginjal
dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus. Ini bukan merupakan
penyakit infeksi ginjal, tetapi merupakan akibat dari efek samping mekanisme
pertahanan tubuh. Pada kebanyakan kasus, stimulasi dari reaksi adalah infeksi
yang diakibatkan oleh streptokokus A pada tenggorok, yang biasanya
mendahului awitan glomerulonephritis sampai interval 2-3 minggu. Produk
streptokokus bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibody yang
bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal (Diane & JoAnn, 2000).
Untuk penatalaksanaan pasien dengan glomerulonefritis akut meliputi
eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut dan
akibatnya.Selain itu penggunaan antibiotic dapat mencegah penyebaran
kuman di masyarakat.Untuk kasus ringan dapat dilakukan tirah baring, karena
dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross, serta edukasi kepada
penderita dan keluarga mengenai perjalanan dan prognosis penyakit
(Rodriguez & Mezzano, 2009).
Glomerulonefritis kronis merupakan gangguan progresif yang berbahaya,
terjadi karena penyakit glomerulus yang menunjukkan karakteristik nefrotik
maupun nefritik. Glomeruli menjadi jaringan parut dan memungkinkan
kerusakan total serta tubulus mengalami atropi. Glomerulonefritis sering
timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis
yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein
dalam urin) ringan, yang sering terjadi menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik (Barbara & Reet.L , 2000).
4.2 Saran

35

Untuk prognosis dari glumerunephritis akut, sebagian besar


pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit
yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah
menjadi normal kembali sedangkan untuk kronik glumerunephritis akut
dalam 10 tahun 25% mengalami remisi spontan, 25% mengalami proteinuria
nonnefrotik yang persisten, 25% mengalami proteinuria nefrotik, dan 25%
mengalami gagal ginjal. Regimen pengobatan dengan steroid dan klorambusil
(regimen ponticelli) cukup menguntungkan.
Disarankan untuk pasien glumerulonephritis akut selama komplemen C3
belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.

36

DAFTAR PUSTAKA
Boughman C Diane&JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan
Medikal-Bedah:

Buku

Saku

dari

Brunner

&

Suddarth. Jakarta: EGC


Baradero,

Mary,

SPC,

MN,

dkk.

2008.

Seri

Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku: Patofisiologi. Jakarta:
ECG.
Davey Patrick. At a Glance Medicine. 2006. Jakarta. Penerbit
Erlangga
Gibson John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk
Perawat. Jakarta: EGC
Lewis, dkk. 2014. Medical-Surgical Nursing Assessment and
Management of Clinical Problems. Canada:Elsevier
McCance K.L. & Huether. S.E. (2002). Pathophysiology; The
biologic basic for disease in adults and children.
(ed. 4). Missouri: Mosby
Rachmadi, Dedi. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Glomerulonefritis

Akut.

Diakses

melalui

http://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Diagnosis
_-Dan_-Penatalaksanaan_Glomerulonefritis_Akut.pdf.pdf pada 1 April 2014 : FK. UNPAD-RS. Dr.
Hasan Sadikin Bandung
Sloane,

Ethel.2003.

Anatomi

dan

fisiologi

untuk

pemula/Ethel Sloane. Jakarta:EGC


Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV.
Trans Info Media
William

and

Willkins.

2006.

Strategies

for

Managing

Multisystem Disorder. Norristown road: Lippincott

37

38

Anda mungkin juga menyukai