Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena
atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah kelompok ini tepat pada waktunya dengan judul Ceragem Batu Giok
Untuk Asam Urat. Banyak kesulitan yang kami hadapi dalam membuat tugas
makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, semangat dari kerja
kelompok kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik.

Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas makalah ini
dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 09 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Terapi Komplementer...................................................... 3
B. keterkaitan model teori keperawatan menurut Medeleine Leininger
dengan terapi komplementer dalam keperawatan komunitas........ 3
C. klasifikasi terapi komplomenter..................................................... 4
D. kegunaan dari terapi komplomenter.............................................. 5
E. peran perawat dalam terapi komplementer.................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 9
B. Saran.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“ Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna “.
(QS: 95 :4). Tiap insan dilengkapi dengan alat dan organ tubuh yang canggih,
seimbang dan diatas segalanya diberi akal fikiran yang dapat digunakan untuk
menimbang yang baik dan yang buruk, dan juga untuk mempelajari segala sesuatu
yang diciptakan Tuhan di alam ini. Tidak ada makhluk ciptaan Tuhan selengkap
dan sesempurna manusia, dan justru karena itu juga, manusialah yang ditugasi
sebagai wakil Tuhan untuk mengurus alam ini sebagai khalifah-Nya. Hal inilah
yang dilakukan dalam Terapi Komplementer dengan beragam cara, termasuk
berdo’a sebagai terapi spiritual, karena kesembuhan hanya datang dari Yang Maha
Kuasa.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi
alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et
al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi
komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan.
Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer.
Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam
pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah
82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional
yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis,
2002).

Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan


masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer.

Penggunaan terapi komplementer ini, manusia menjadi peduli dan


berpengetahuan. Ini adalah keadaan moral di mana perawat membawa pasien ke
dalam hubungan yang signifikan makhluk yang memperkuat makna dan
pengalaman kesatuan dan persatuan. Bekerja dengan pasien untuk memilih dan
menerapkan terapi ini adalah hak istimewa dan tanggung jawab. Hal ini
bermanfaat bagi perawat masing-masing, yang memiliki pengalaman terapi
sebelum menggunakannya sehingga dapat mengantisipasi berbagai emosi yang
mungkin terwujud selama dan sesudah sesi. Perawat yang mengintegrasikan
komplementer atau terapi alternatif yang menunjukkan kapasitas kepemimpinan
untuk menginspirasi orang lain untuk bertindak untuk mengubah pelayanan
kesehatan yang dapat menyebabkan orang sehat dan dunia yang sehat
(Nightingale Initiative for Global Health, 2009).

Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan


holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu
secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan
pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004). Terapi
komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau
promosi kesehatan dan kesejahteraan.

Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan


terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang
mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan
spiritual. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu
kembali pada teori-teori yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori
transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi,
patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan Florence
Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan
untuk penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses
penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat
dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan


Komplementer tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di
tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya
promotiv,preventive,kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan
ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan terapi komplementer ?
2. Bagaimana keterkaitan model teori keperawatan menurut Medeleine
Leininger dengan terapi komplementer dalam keperawatan komunitas ?
3. Apa klasifikasi terapi komplementer ?
4. Apa saja kegunaan dari terapi komplomenter ?
5. Bagaimana peran perawat dalam terapi komplementer ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan terapi komplementer.
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara model teori keperawatan
menurut Medeleine Leininger dengan terapi komplementer dalam
keperawatan komunitas.
3. Untuk mengetahui apa klasifikasi terapi komplementer
4. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam terapi komplementer.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEVINISI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha
untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit;
perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan
melengkapi pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak
bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Standar praktek
pengobatan komplementer telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari
zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu
negara. Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan
sebagai pengobatan komplementer.
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi
individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk
mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et
al., 2004).
Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam - macam
sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara
umum tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional (Widyatuti, 2012).

B. Keterkaitan Model Teori Keperawatan Menurut Medeleine Leininger


Dengan Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas.
Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and
universality, atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing.
Awalnya, Leininger memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam
keperawatan. Namun kemudian dia menemukan teori cultural diversity and
universality yang semula disadarinya dari kebutuhan khusus anak karena
didasari latar belakang budaya yang berbeda. Transcultural nursing
merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah diadakan
penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan
pelayanan kesehatan berbasis budaya. Bahasan yang khusus dalam teori
Leininger, antara lain adalah :
1. Culture
Apa yang dipelajari, disebarkan dan nilai yang diwariskan,
kepercayaan, norma, cara hidup dari kelompok tertentu yang
mengarahkan anggotanya untuk berfikir, membuat keputusan, serta
motif tindakan yang diambil.
2. Culture care
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang
berkaitan dengan nilai yang diwariskan, kepercayaan, dan motif
cara hidup yang membantu, menfasilitasi atau memampukan
individu atau kelompok untuk mempertahankan kesejahteraannya,
memperbaiki kondisi kesehatan, menangani penyakit, cacat, atau
kematian.
3. Diversity
Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan
adat kesehatan, serta asuhan keperawatan.
4. Universality
Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait
konsep sehat dan asuhan keperawatan.
5. Worldview
Cara seseorang memandang dunianya
6. Ethnohistory
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok,
budaya, lembaga, terutama sekelompok orang yang menjelaskan
cara hidup manusia dalam sebuah budaya dalam jangka waktu
tertentu.
Adapun Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis, sehingga
tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan
universal (Leininger, dalam Ferry Efendi dan Makhfudli, 2009).
Dalam hal ini, kebudayaan yang spesifik merupakan kebudayaan
yang hanya dimiliki oleh kelompok tertentu. Misalnya kebudayaan
Suku Anak Dalam, Suku Batak, Suku Minang. Sedangkan kebudayaan
yang universal adalah kebudayaan yang umumnya dipegang oleh
masyarakat secara luas. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan merupakan perilaku yang baik, untuk meminimalisir tubuh
terkontaminasi oleh mikroorganisme ketika makan. Dengan mengetahui
budaya spesifik dan budaya universal yang dipegang oleh klien, maka
praktik keperawatan dapat dilakukan secara maksimal.
Jika dihubungkan dengan Teori keperawatan yang ada dapat
dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan terapi
komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya
mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini
didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah
menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses
penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan
kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder &
Lindquis, 2002).

Anda mungkin juga menyukai