Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL

OLEH

KELOMPOK 1

HARPENI
NOLA SEPTRI YULIANDA
SITI AISYAH
RANI
UMI SAADAH

STIKes PERINTIS PADANG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NON REGULER
2017/2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL

Konsep lansia

1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti
Maryam, dkk, 2008: 32)
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan
penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut
menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan
menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah
sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan
itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea,
2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
2. Penggolongan lansia
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan
menjadi 4, yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
4) Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

3. Ciri-ciri Lansia.
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran
yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin
cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi
yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada
mendengarkan pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.

Konsep kematian.

1. Pengertian kematian .
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).
Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya
tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak
ada kegiatan otak.(Nugroho: 153).

2. Penyebab kematian
1) Penyakit.
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mamae).
b. CVD (cerebrovascular disaese).
c. CRF (chronic renal failure (gagal ginjal) ).
d. Diabetes melitus (gangguan endokrin).
e. MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) ).
f. COPD (chronic obstruction pulmonary disaese)
2) Kecelakaan (hematoma epidural).

3. Ciri atau tanda klien lanjut usia menjelang kematian


1) Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur angsur. Biasanya
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki
2) Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya
3) Kulit tampak pucat
4) Denyut nadi mulai tak teratur
5) Tekanan darah menurun
6) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
7) Pernafasan cepat dangkal dan tidak teratur.

4. Tanda tanda meninggal secara klinis.


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly,
menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :
o Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
o Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
o Tidak ada reflek.
o Gambaran mendatar pada EKG.

5. Tahap Kematian
Tahap tahap ini tidak selamanya bruntutan secara tetapi dapat saling tindih.
Kadangkadang klien lanjut usia melalui suatu tahap tertentu untuk kemudian kembali
ketahap itu. Lama setiap tahap dapt bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa
bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah olah
klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan seksama dan
cermat.(Nugroho:2008)
1) Tahap Pertama ( Penolakan )
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu ditandai dengan
komentar saya?tidak, itu tidak mungkin. Selama tahap ini klien lanjut usia
sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya.
Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak
memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia
bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan
dari berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya
melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah diambang pintu.
2) Tahap kedua (marah)
tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut usia itu
berkata mengapa saya? sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap
orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan
lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih
menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini
merupakan mekanisme perthanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan
yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dankehidupan. Pada saat ini,
perawat kesehatan harus berhati hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi
yang normal terhadap kemtian yang perlu diungkapkan.
3) Tahap ketiga (tawar menawar )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , ya, benar aku,
tapi... kemarahan biasnya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk
menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan
menyiapkan beberpa hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan
terkhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu
terkecil, atau makan direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu
karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
4) Tahap keempat (sedih/ depresi )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata ya, benar aku
hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang
dalam suaana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang
dicintainya dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan
dengan itu, dia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah
dinikmatinya. Selam tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara
dan sering menangis. Saatnya perawat duduk dengan tenang disamping klien
lanjut usia yang melalui masa sedihnya sebelum meninggal
5) Tahap kelima (menerima/ asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien lanjut
usia telah membereskan segala urusan ysng belum selesesai dan mungkin tidak
ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar menawar
sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja
lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti
kekalahan . Dengan kata lain pasrah terhadap maut tidak berarti menerima maut.

6. Pengaruh Kematian
1) Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia :
a. Bersikap kritis terhadap cara perawatan.
b. Keluarga dapat menerima kondisinya.
c. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.
d. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak
dapat mengatasi rasa sedih.
e. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
f. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban
emosi keluarga.
g. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.
2) Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman :
a. Simpati dan dukungan moril.
b. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan

7. Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian :


a. Kebutuhan jasmaniah.
Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan
yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia ( mis., sering mengubah
posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya ).
b. Kebutuhan fisisologis.
a) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan
sebagainya.
b) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik
diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan,
karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim
dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e) Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena
terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji
reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan
makanan cair atau Intra Vena atau Invus.
f) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi.
Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet,
harus diberikan salep.
g) Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
c. Kebutuhan emosi.
Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usiadalam
menghadapi kematian.
a) Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat ( ketakutan yang
timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian ).
b) Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya,
lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan
kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak.
c) Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.
d. Kebutuhan sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain.
b) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien
mampu membacanya.
e. Kebutuhan spiritual
a) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
c) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.

8. Pertimbangan khusus dalam perawatan :


a. Tahap I ( penolakan dan rasa kesendirian ), mengenal atau mengetahui bahwa
proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau
ancaman maut.
a) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan caranya
sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b) Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. Luangkan waktu
10 menit sehari, baik dengan bercakap cakap maupun sekedar bersamanya.
b. Tahap II ( marah ), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda tandanya.
a) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan
kemarahannya dengan kata kata.
b) Ingat, bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, Mengapa hal ini terjadi
pada diriku ? .
c) Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara
klien lanjut usia bertingkah laku.
c. Tahap III ( tawar menawar ), menggambarkan proses seseorang yang berusaha
menawar waktu.
a) Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya Saya...
b) Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan
tawar menawar.
c) Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat
menunjukan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan perasaanya.
d. Tahap IV ( depresi ), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi
kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedihan akan kematian itu
sudah membayanginya.
a) Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini
sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan
klien lanjut usia atau keluarga menangis. Hal ini merupakan ungkapan
pengekspresian kesedihanya. Anda boleh saja ikut berduka cita.
b) Apakah saya akan mati ? Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia
tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk
memperbincangkan perasaanya, bukannya mencari jawaban. Biasanya klien
lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabanya. Apakah
anda merasa akan meninggal dunia.
e. Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap
kematian yang akan terjadi. Sikap menerima : klien lanjut usia telah menerima,
dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tak boleh menolak. Sikap
menyerah : sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi,
tetapi ia tahu bahwa hal itu akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan
damai.
a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia ( mungkin beberapa kali dalam sehari
). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klieen lanjut usia. Oleh karena
itu, sediakan waktu untuk mendiskusiakan perasaan mereka.
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatianya
sebanyak mungkin. Tindakan ini akan memberi ketenangan dan perasan aman.
9. Hak asasi pasien menjelang ajal
Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia mati.
Lanjut usia:
1) Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja
berubah.
2) Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan,
walaupun dapat berubah.
3) Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah
mendekat dengan caranya sendiri.
4) Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai
perawatannya.
5) Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan,
walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa nyaman.
6) Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
7) Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
8) Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
9) Berhak untuk tidak ditipu.
10) Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima
kematian.
11) Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
12) Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di hakimi atas keputusan
yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
13) Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
14) Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati
sesudah mati.

Perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal

1. Pengertian
Dalam memberi asuhan keperawtan kepada lanjut usia, yang menjadi objek
adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek pengobatan medis (cure), dan yang
terakhir, perawatan dalam arti yang luas (care). Core, cure, dan care merupakan tiga
aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapanpun ajal menjemput, semua
arang harus siap. Namun ternyata, semua orang, termasuk lanjut usia, akan merasa syok
berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa di sembuhkan
atau tidak ada harapan untuk sembuh. Pada kondisi ketika lanjut usia menderita sakit
yang telah berada pada stadium lanjut dan cure sudah tidak menjadi bagian yang
dominan, care menjadi bagian yang paling berperan. Salah satu alternatif adalah
perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan tindakan
aktif antara lain mengurangi /menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta
memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si
sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya di berikan kepada
lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah di
diangnosa oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada
harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker). Sebagaian besar pasien lanjut usia, pada
suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut stadium paliatif, yaitu kondisi
ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter
memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (mis, kanker,
stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis social, kultural, dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medis dan
keperawatan, memungkinkan di upayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat
mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir
kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan
kematian yang nyman. Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas
hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas dari segla sesuatu yang
menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi
daripada pengobatan agar dapat menikmati kesenangan selama akhir hidupnya. Sesuai
arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi, perawtan
paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan
semangatdan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh
yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai displin ilmu.

2. Tim perawatan paliatif


Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat,
psikolog, ahli fisioterapi, pekerja social medis, ahli gizi, rohaniawan, dan relawan. Perlu
diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi beban penderitaan lanjut
usia. Penderitaan terjadi bila ada salah satu apek yang tidak selaras, baik aspek fisik
maupun psikis, peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, gangguan
kemampuan untuk menolong diri, dan sebagainya.
Untuk memahami dna mengatasi hal tersebut, peran tim interdisplin menjadi
sangat penting / dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp, RM dalam makalahnya, Konsep
perawatan paliatif pada pasien kanker, mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai
gambaran klinis pasien tidak hanya gambaran seseorang yag sakit terbaring di tempat
tidur , tetapi merupakan cerminan pasien sebagai individu dengan lingkungannya,
keadaan rumah/tempat tinggalnya , pekerjaannya,teman,hobi,kesedihan, dan ketakutan.
Keberhasilan keperawatan paliatif begantung pada kerjasama yang elektif dan
pendekatan interdisplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan,
/pemuka agama/relawan/dan anggota pelayanan lain sesuai kebutuhan.
Tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan dalam memberi
bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberi asuhan keperawatan pada pasien harus
bekerjasama secara profesional,ihlas, dan dengan hati yang bersih. Perawatan paliatif
lanjut usia bukan untuk intervensi yang bersifat kritis. Perawatan paliatif adalah
perawatan yang terencana.walaupun dapat terjadi kondisi kritis dan kedaruratan medis
yang tidak terduga, hal ini dapat diantisipasi, bahkan dapat dicegah melalui ikatan kerja
tim yang solid dan kuat .
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut ,
melainkan berbntuk lingkaran dengaan pasien sebagai titik sentral . kunci keberhasilan
kerja interdisiplin bergantung pada tanggung jawab setiap anggota tim , sesuai dengan
kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap kali pemimpin berganti, tugas masing-
masing tidak akan terganggu.

Anda mungkin juga menyukai