Anda di halaman 1dari 22

BAB II LANDASAN TEORI A. Autisme 1.

Definisi autisme Istilah autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Dawson & Castelloe dalam Widihastuti, 2007). Gulo (1982) menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di alamnya sendiri. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi (Budiman, 1998). Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004). Menurut dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH (dalam Suryana, 2004), autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif). Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa dan motorik 2. Ciri-ciri autisme Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut: A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan setidaknya dua dari (1), dan satu dari masingmasing (2) dan (3): (1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang dimanifestasikan dengan setidaktidaknya dua dari hal berikut: (a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa perilaku non verbal seperti tatapan langsung, ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk mengatur interaksi sosial. (b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang tepat menurut tahap perkembangan. (c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk berbagi kesenangan, ketertarikan atau pencapaian dengan orang lain (seperti dengan kurangnya menunjukkan atau membawa objek ketertarikan). (d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional. (2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut: (a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan bahasa (tidak disertai dengan usaha untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari komunikasi, seperti gestur atau mimik). (b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai dengan kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain. (c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap atau bahasa yang aneh. (d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-pura yang spontan atau permainan imitasi sosial yang sesuai dengan tahap perkembangan. (3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut: (a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan yang berbentuk tetap dan terhalang, yang intensitas atau fokusnya abnormal. (b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau ritual yang spesifik.

(c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang (tepukan atau mengepakkan tangan dan jari, atau pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh). (d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek

B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif. C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Retts Disorder atau Childhood Disintegrative Disorder. Gangguan autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Dalam pengklasifikasian gangguan autisme untuk tujuan ilmiah dapat digolongkan atas autisme ringan, sedang dan berat. Namun pengklasifikasian ini jarang dikemukakan pada orangtua karena diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan intervensi yang dilakukan. Padahal untuk penanganan dan intervensi antara autisme ringan, sedang dan berat tidak berbeda. Penanganan dan intervensinya harus intensif dan terpadu sehingga memberikan hasil yang optimal. Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih bagi anak penyandang autis. Selain itu penerimaan dan kasih sayang merupakan hal yang terpenting dalam membimbing dan membesarkan anak autis (Yusuf, 2003). 3. Tingkat kecerdasan anak autis Pusponegoro dan Solek (2007) menyebutkan bahwa tingkat kecerdasan anak autis dibagi mejadi 3 (tiga) bagian, yaitu: a. Low Functioning (IQ rendah) Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori low functioning (IQ rendah), maka dikemudian hari hampir dipastikan penderita ini tidak dapat diharapkan untuk hidup mandiri, sepanjang hidup penderita memerlukan bantuan orang lain. b. Medium Functioning (IQ sedang) Apabila penderita masuk ke dalam kategori medium functioning (IQ sedang), maka dikemudian hari masih bisa hidup bermasyarakat dan penderita ini masih bisa masuk sekolah khusus yang memang dibuat untuk anak penderita autis. c. High Functioning (IQ tinggi) Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori high functioning (IQ tinggi), maka dikemudian hari bisa hidup mandiri bahkan mungkin sukses dalam pekerjaannya, dapat juga hidup berkeluarga. 4. Perkembangan anak autisme Menurut Wenar (1994) autisme berkembang pada 30 bulan pertama dalam hidup, saat dimensi dasar dari keterkaitan antar manusia dibangun, karenanya periode perkembangan yang dibahas akan dibagi menjadi masa infant dan toddler dan masa prasekolah dan kanak-kanak tengah. 1. Masa infant dan toddler Hubungan dengan care giver merupakan pusat dari masa ini. Pada kasus autisme sejumlah faktor berhubungan untuk membedakan perkembangannya dengan perkembangan anak normal. Tabel 2. Perbedaan perkembangan anak normal dan anak autis pada masa infant dan Faktor Pembeda Perkembangan Normal Anak Autis toddler No. 1. Pola tatapan mata mampu melakukan kontak sosial melalui tatapan Toddler: menggunakan gaze sebagai sinyal pemenuhan vokalisasi mereka atau mengundang partner untuk bicara melewati orang dewasa yang mencegah perkembangan pola interaksi melalui tatapan kemana-mana daripada ke dewasa

orang

2.

Affect -3 bulan sudah melakukan senyum sosial senyum -70 bulan melihat dan tersenyum terhadap ibunya, tapi tidak disertai dengan kontak mata dan kurang merespon senyuman ibunya

3.

Vokalisasi -4 bualn anak dan ibu terlibat dalam pola yang simultan dan berganti vokal yang menjadi awal bagi komunikasi verbal selanjutnya. mutism mereka tampak dari kurangnya babbling yang menghambat jalan interaksi sosial ini

4.

Imitasi Sosial: berkaitan dengan responsifitas sosial, bermain bebas dan bahasa

setelah lahir

-26 bulan dapat meniru ekspresi wajah tapi melalui sejumlah keanehan dan respon mekanikal yang mengindikasikan sulitnya perilaku ini bagi mereka

5.

Inisiatif dan Reciprocity yang ada sehingga timbul reciprocity penerima pasif dari permainan orang dewasa dan tidak berinteraksi secara ktif dengan mereka

6.

Attachment diselingi dengan karakteristik pengulangan pergerakan motorik mereka seperti tepukan tangan, goncangan dan berputar-putar

7.

Kepatuhan dan

C. Cara Pemeriksaan DDST 1. Sektor Personal Sosial No. Item Cara Pemeriksa Syarat Lulus

1.

Menatap mata

2. 3.

Membalas senyum Tersenyum spongtan

4.

Mengamati tangannya

Tidurkan anak posisi telentang sehingga wajah pemeriksa berhadapan dengan wajah anak dalam jarak 25-30 cm. Posisikan anak telentang, lalu tersenyum dan berbicara pada anak tanpa menyentuhnya. Selama tes amati apakah anak tersenyum pada orang tua/pemeriksa tanpa diawali stimulasi suara atau sentuhan. Jika tidak, tanyakan pada orang tua apakah anak pernah tersnyum lebih dulu pada seseorang sebelum disenyumi atau disentuh. Selama tes, amati apakah anak menatap salah satu tangannya selama sedikitnya beberapa detik,bukan hanya sekilas melihatnya. Letakkan mainan yang menarik diatas meja dalam jarak mudah dijangkau oleh anak.

Anak menatap pemeriksa.

wajah

Anak merespon dengan tersenyum. Anak melihat orang tua/pemeriksa dan tersenyum secara spontan selama tes atau dilaporkan terjadi dirumah. Anak menatap tangannya beberapa detik selama tes atau dilaporkan terjadi dirumah. Anak berusaha mendapatkan mainan dengan menjulurkan/merentangkan lengan atau tubuhnya kearah mainan (anak tidak harus mengambil mainan) Pengasuh melaporkan anak dapat melakukan hal tersebut (tak ada kesempatan jika anak belum pernah diberikan makanan jenis itu) Anak dapat menepuk-nepuk tangannya saat tes atau dilaporkan terjadi dirumah.

5.

Berusaha menjangkau mainan

6.

Makan sendiri

Tanyakan pada pengasuh apakah anak benarbenar dapat memakan crackers, kue, atau makanan kecil lainnya sendiri.

7.

Tepuk tangan

8.

Menyatakan keinginan

9.

Melambaikan tangan

10.

Bermain bola dengan pemeriksa

Tanpa menyentuh tangan/lengan anak, tunjukkan permainan tepuk tangan dengan kedua tangan pemeriksa dan ajak anak untuk bermain dengan pemeriksa. Bila anak tidak melakukan ini, mintalah orangtua untuk mencobanya (Bila anak masih tidak mau melakukannya, tanyakan kepada orangtua apakah anak mau melakukannya dirumah) Selama tes, amati apakah anak memberitahu anda/orang tua apabila ia menginginkan sesuatu tanpa menangis. (Jika tidak teramati, tanyakan kepada orangtua bagaimana anak memberitahu seseorang apa yang ia inginkan) Pemeriksa atau orang tua meninggalkan ruangan, lihat wajah anak dan ucapkan Daa..daaa sambil melambaikan tangan padanya. Jangan biarkan orang tua menyentuh lengan/tangan anak. (Jika tak ada respon, tanyakan kepada orang tua apakah anak bisa melakukannya dirumah). Gelindingkan bola kearah anak. Usahakan agar anak menggelindingkan kembali bola kearah anda. Lakuakan beberapa kali. Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat meniru kegiatan dirumah, seperti mengelap debu, menggosok, menyapu, mem-vaccum, atau berbicara di telepon. Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat

Anak melakukan sesuatu (bukan menangis) untuk memberitahukan keinginan khususnya, atau dilaporkan terjadi dirumah. Anak merespon dengan mengangkat lengan atau melambaikan tangan atau jarinya, atau melaporkan anak dapat melakukan hal tersebut. Anak dapat menggelindingkan bola atau dilaporkan dapat melakukan hal tersebut. Orang tua melaporkan bahwa anak dapat meniru beberapa jenis kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Orang tua melaporkan anak

11.

Menirukan kegiatan

12.

Minum dengan

Cangkir

13.

Membantu di rumah

memegang cangkir/gelas dan minum sendiri tanpa bantuan dan cairan tidak sampai tumpah lebih dari separuh cangkir. (Cangkir/gelas tidak boleh tertutup). Tanyakan kepada orang tua apakah anak membantu mengerjakan tugas-tugas rumah yang sederhana, misalnya membuang sampah atau mengambil sesuatu jika diminta oleh orang tuanya.

dapat cangkir.

minum

dengan

14.

Menggunakan atau garpu

sendok

Tanyakan kepada orang tua apakah anak menggunakan sendok atau garpu untuk makan. Jika ya, berapa banyak makanan yang tumpah?

15.

Melepaskan pakaian

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat melepas pakaiannya sendiri, jika ya jenis pakaian apa ?

16.

Member minum Boneka

Letakan boneka dan botol minuman di atas meja di depan anak. Katakana kepada anak :Beri adik bayu minum! atau Beri adik bayi botol susu!

17.

Memakai pakaian

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat memakai pakaiannya sendiri. Jika ya, jenis pakaian apa saja yang dapat anak pakai

18.

Menggosok gigi dengan bantuan

19.

Mencuci dan mengeringkan tangan

20.

Menyebut nama Teman

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat menggosok gigi dengan bantuan. Jika ya, minta orang tua menjelaskan bagaimana itu dilakukan anak. Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat mencuci dan mengeringkan tangannya sendiri tanpa bantuan, kecuali letak keran jauh dari jangkauan. Minta anak menyebut nama teman bermainnya (yang tidak tinggal bersama anak tersebut)

21.

Memakai T-shirt

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat

Orang tua melaporkan anak dapet membantu, bukan meniru. Tujuannya untuk menentukan apakah anak memahami dan melaksanakan permitaan bantuan. Orang tua melaporkan bahwa anak menggunakan sendok/garpu dan menyendok banyak makanan ke dalam mulut, hanya sedikit tumpah. Anak dapat membuka pakaiannya, seperti sepatu, disertai usaha membuka dan mengembalikan kembalikan jaket, celana, atau kaus. Jangan beri skor jika topi, kaus kaki, popok, sandal, atau sepatu terlepas dengan mudah. Anak meletakan botol ke mulut boneka atau dengan jelas meletakannya ke mulut. Apabila anak menirukan member ASI, dorong ia untuk menggunakan botol. Anak dapat memakai dan melepaskan beberapa jenis pakaian. Sepatu tidak harus ditalikan pada kaki yang benar. Topi yang diletakan sembarang dikepala tidak diberi skor lulus. Orang tua melaporkan bahwa antak memegang dan menggerakkan sikat gigi diantara gigi. Orang tua melaporkan anak dapat menyabuni, membilas, dan mengeringkan tangannya. Anak menyebutkan nma panggilan salah satu temannya. Nama sepupu/saudara dapat diterima jika mereka tidak tinggal bersama. Nama binatang atau teman imajinasi tidak diterima. Anak dapat melepaskan T-

memakai/ melepaskam T-shirt tanpa bantuan.

22.

Berpakaian tanpa Bantuan

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat berpakaian tanpa banyak bantuan.

23.

Bermain ular tangga atau kartu

Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat bermain kartu atau bermain papan sederhhana seperti ular tangga, monopoli. Khususnya, anak harus benar-benar dapat memainkan dan memahami permainan tersebut. Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat menggosok giginya sendiri tanpa bantuan atau pengawasan beberapa kali, termasuk mengoleskan pasta gigi ke sikat dn menggosok gigi dengan gerakan maju mundur. Tanyakan kepada orang tua apakan anak dapat menyiapkan dan mengambil makanan tanpa bantuan termasuk menggunakan mangkuk, sendok, dan menuangkan makanan ke mangkuk tanpa banyak tumpah.

24.

Menggosok gigi tanpa bantuan

shirt dari kepala dan memasukan lengan baju. Baju dapat dari belakang atau dari luar. Anak dapat berpakaian sendiri dengan baik dan lengkap tanpa bantuan. *(Jika lulus berpakaian tanpa bantuan, anak juga lulus pada memakai pakaian dan memakai Tshirt) Orang tua melaporkan anak dapat memahami dan memainkan kartu atau permainan papan dengan orang lain, duduk, dan menanti giliran. Orang tua melaporkan anak dapat menggosok gigi tanpa bantuan atau pengawasan , sedikitnya beberapa kali. Orang tua melaporkan bahwa anak dapat melakukannya.

25.

Mengambil makanan

2. No. 1.

SektorMotorik Halus-Adaptif Item Mengikuti tengah ke garis Cara pemeriksaan Tidurkan anaktelentang. Pegang benang merah di atas wajah anak sejauh ia dapat memfokuskannya. Goyangkan benang untuk menarik perhatian dan gerakan dengan lambat setengah lingkaran dari satu sisi tubuh anak ke sisi tubuh yang lain beberapa kali. Gerakan tangan dapat dihentikan untuk menarik kembali perhatian anak lalu dilanjutkan kembali. Lihat item motorik halus no 1. Syarat lulus Anak dapat mengikuti benang ke titik tengah garis setengah lingkaran dengan kedua matanya atau dengan kepala dan matanya.

2.

Mengikuti melewati garis tengah

3.

Memegang kerincingan

4.

Tangan bersentuhan

5.

Mengikuti 180 derajat

Ketika anak telentang atau dipegangi oleh orang tuanya, sentuhkan bagian belakang atau ujung jari tangan anak dengan kerincingan. Tidurkan anak terlentang. Perhatikan apakah kedua tangannya diangkat bersama-sama ke garis tengah tubuhnya, melewati dagu dan mulut. Lihat item motorik halus no 1.

Anak dapat mengikuti benang melewati garis tengah setengah lingkaran dengan mata atau dengan kepala dan mata. Anak memegang kerincingan dalam beberapa detik. Anak mengangkat kedua tangannya bersama-sama menuju garis tengah tubuh. Anak dapat mengikuti benang dengan menyusuri setengah lingkarandari satu

6.

Mengamati manik

manic-

7.

Meraih

Anak didudukan dipangkuan orang tua, lalu jauhkan manik-manik dihadapan anak. Sebaiknya manik-manik diletakan pada tempat yang berwarna kontras seperti selembar kertas putih. Pemeriksa dapat menunjuk atau menyentuh manik-manik untuk menarik perhatian anak. Anak duduk dipangkuan orang tua, kedua tangannya diletakan diatas meja. Letakkan mainan kerincingan yang mudah dijangkau dan dorong anak untuk mengambil mainan tersebut. Anak didudukkan dipangkuan orang tua, tarik perhatiannya pada benang merah yang dipegang pemeriks. Saat anak melihat kearah benang,jauhkan benang sehingga seolah-olah menghilang. Jangan gerakkan tangan kecuali untuk melepaskan benang merah. Ulangi jika respons anak tidak jelas. Anak didudukkan di panggkuan orang tua, kedua tangannya diatas meja. Jatuhkan satu manikmanik didepan anak dalam jarak yang mudah dijangkau anak.

sisi tubuh ke sisi tubuh yang lain. Anak melihat jelas kea rah manik-manik tersebut.

8.

Mencari benang

Anak mengulurkan tangan kearah objek atau paling tidak menggerakkan tangan untuk mencapai mainan tersebut. Anak tampak jelas mencari benang kea rah bawah atau ke lantai.

9.

Menggaruk manik

manik-

10.

Memindahkan kubus

11.

Mengambil dua kubis

Berikan anak sebuah kubus, lalu berikan satu lagi pada tangan yang sama. Anak akan memindahkan kubus pertama ke tangan yang lain sehingga ia dapat mengambil kubus yang kedua. Letakan dua kubus diatas meja di depan anak. Dorong anak untuk mengambil kubus, tetapi jangan berikan kubus ke anak. Lihat item motorik halus no 9. pemeriksa dapat menunjuk/menyentuh manikmanik untuk menarik perhatian anak. Letakkan satu kubus di masing-masing tangan anak dan doorong ia untuk membenturkan kedua kubus bersama-sama.pemeriksa dapat memberikan contoh. Bila anak tidak membenturkan kedua kubus, tanyakan pada orang tua apakah anak dapat membenturkan benda yang lebih kecil bersama-sama dalam satu waktu. Letakan tiga kubus dan satu cangkir di atas meja di hadapan anak. Dorong anak untuk memasukan kubus ke dalam cangkir dengan memberikan contoh dan aba-aba beberapa kali. Letakkan kertas dan pensil di atas meja di hadapan anak. Pemeriksa boleh meletakan pensil di tangan anak dan mendorongnya untuk mencoret-coret,tetapi jangan memberikan contoh bagaimana cara mencoret-coret.

12.

Memegang dengan ibu jari dan jari telunjuk.

13.

Membenturkan kubus

dua

14.

Menaruh cangkir

kubus

di

15.

Mencoret-coret

Anak mengambil manikmanik dengan menggunakan gerakan seluruh tangan. Pastikan manik-manik tidak melekat di tangan anak, tetapi jelas diambilnya. Anak memindahkan sebuah kubus dari tangan yang satu ketangan yang lain, tanpa menggunakan anggota tubuhnya, mulut, atau meja. Anak mengambiil dua kubus dan dipegang setiap tangan, masing-masing satu kubus, secara bersamaan. Anak mengambil manikmanik dengan jari telunjuk dan ibu jari bersama-sama atau dengan beberapa jari. Anak memegang satu kubus di masing-masing tangan dan membenturkan kubus tersebut bersama-sama atau jika orang tua melaaporkan bahwa anak memukulkan benda yang lebih kecil bersama-sama. Anak memasukakn kubus ke dalam cangkir sedikitnya satu kubus dan membiarkan yang lain. Anak membuat coretan yang bertujuan di kertas. Berikan skor gagal jika anak membuat coretan pensil secara tidak sengaja.

16.

Mengeluarkan manicmanik dengan contoh.

Perhatikan anak dengan saksama demi keamanan mata dan mulut anak pada saat menggunakan pensil. Contohkan pada anak 2-3 kali untuk mengeluarkan manik-manik dari botol, kemudian minta anak untuk mengulanginya (jangan menggunakan kata buamg atau tumpahkan).

17.

Menara dari dua kubus

Anak di dudukkan di dekat meja, kedua tangan di atas meja. Dorong anak untuk menumpuk kubus satu demi satu dengan contoh dan aba-aba yang di berikan. Lihat item motorik halus nomor 17.

18.

Menara dari emmpat kubus

19.

Menara kubus

dari

enam

Lihat item motorik halus nomor 17.

20.

Meniru garis vertikal

21.

Menara dari delapan kubus

Anak di dudukan di kursi yang nyaman untuk menulis. Letakkan sebuah pensil dan selembar kertas di depan anak, kemudian katakana kepada anak untuk menggambar garis vertikal pada anak. Jangan memegang/membimbing tangan anak. Percobaan dapat dilakukan tiga kali. Lihat item motorik halus nomor 17.

22.

Menggoyangkan jari

ibu

Contohkan pada anak dengan menggunakan 1 atau 2 tangan untuk membuat genggaman, dengan posisi ibu jari mengarah ke atas. Ayunayunkan ibu jari pemeriksa. Katakana pada anak untuk mengayunkan atau menggerakan ibu jari

Anak mengeluarkan/membuang manik-manik dari botol atau mengambil/menggaruk botol yang tertutup untuk membukanya, lalu mengeluarkan manik-manik tersebut. (Jangan beri skor lulus jika anak memindahkan manik-manik dengan jarijarinya). Anak meletakan satu kubus di atas kubus lainnya sehingga tidak jatuh saat anak memindahkan tangannya. Anak meletakkan satu kubus di atas kubus lainnya sehingga tersusun sampai empat kubus dan tidak jatuh saat anak memindahkan tangannya. Anak meletakkan satu kubus diatas kubus lainnya sehingga tersusun sampai enam kubus dan tidak jatuh saat anak memindahkan tangannya. Jika lulus menara dari 6 kubus, berarti anak juga lulus menara dari 4 kubus dan menara dari 2 kubus. Anak membuan 1 garis vertikal atau lebih di atas kertas, minimal sepanjang 2,5 cm, dengan sudut kemiringan tidak lebih dari 30 derajat. Anak meletakan satu kubus di atas kubus lainnya sehingga tersusun sampai 8 kubus dan tidak jatuh saat anak memindahkan tangannya. Jika lulus menara dari 8 kubus, berarti anak juga lulus menara dari 6 kubus, menara dari 4 kubus, dan menara dari 2 kubus. Anak menggerakkan genggaman baik dengan 1 tangan maupun 2 tangan tanpa membuat gerakan pada jari-jari selain ibu jari.

23.

Mencontoh 0 (lingkaran)

24.

Menggambar orang 3 bagian

25.

Mencontoh tanda (tanda plus)

ke kanan dan kekiri dengan cara yang sama. Jangan membantu anak. Berikan pada anak pensil dan kertas. Tunjukan kepada anak gambar lingkaran di belakang lembar DDST II/pemeriksa dapat membuat gambar sendiri tanpa menyebutkan bentuk gambar dan menggerakan jari telunjuk atau pensil untuk menunjukan bagaimana cara membuat lingkaran, katakana kepada anak : buat satu gambar yang sama seperti gambar ini. Tes dapaat dilakukan tiga kali Berikan anak pensil dan kertas. Katakana pada anak untuk menggambar seseorang. Patikan anak telah menyelesaikan gambar sebelum dinilai Berikan anak pensil dan kertas. Tunjukkan pada anak tanda + pada kertas. Tanpa menyebut bentuk gambar atau menggerakan jari atau pensil untuk menunjukkan cara pembuatannya. Tunjukkan pada anak 2 garis parallel dan tanyakan pada anak mana yang lebih panjang. Putar kertas dan tanyakan kembali, apabila anak tidak menjawab benar sebanyak 3 kali, maka ulang pertanyaan. Laksanakan item no.29. bila anak tidak dapat mencontohkannya tunjukan cara membuatnya. Laksanakan item no.24

Anak menggambar beberapa bentuk yang mendekati atau sangat mendekati lingkaran yang tertutup. (Gagal jika garis berkelanjutan sehingga membentuk spiral).

Anak menggambar 3 atau lebih bagian. Bagian sepasang dinilai satu bagian. Anak menggambar 2 garis saling berpotongan, setidaknya mendekati titik tengah. Garis tidak perlu benar-benar lurus Anak memilih garis yang lebih panjang 3 dari 3 tes atau 5 dari 6 tes

26.

Memilih garis lebih panjang

yang

27.

28.

Mencontohkan persegi dengan petunjuk Menggambar orang 6 bagian Mencontohkan persegi

29.

Berikan anak pensil dan kertas dan tunjukan pada anak gambar bujur sangkar

Anak menggambar bujur sangkar dengan garis lurus dan membentuk 4 sudut Anak menggambar 3 atau lebih bagian. Sama dengan item no.24 Merujuk pada syarat lulus item motorik halusno.27

3.

Sektor Bahasa Cara Pemeriksaan Pegang bel sehingga anak tidak dapat melihatnya, sembunyikan bel Selama tes, dengarkan suara lain yang dikeluarkan selain tangisan. Dengarkan apakah anak membuat suara seperti Ooh..atau aah.. Dengar apakah anak tertawa dengan keras Dengar apakah anak mengeluarkan suara yang keras atau teriakan yang menyenangkan. Berdiri di belakang anak pada saat anak dipangku menghadap orang tuanya atau didudukan di atas meja. Letakkan tangan anda di antara mulut anda. Berbisiklah sambil menyebut nama anat beberapa kali Dengarkan apakah anak menghasilkan satu suku kata Syarat Lulus Anak merespon bunyi bel Anda mendengar anak mengeluarkan banyak suara Anda mendengar anak mengeluarkan suara tersebut Anda mendengar anak tertawa dengan keras. Anda mendengar anak berteriak. Anak merespon dengan menoleh kea rah datangnya suara. Anak menoleh ke arah datangnya suara Anda mendengarkan anak menghasilkan satu suku kata.

No. Item 1. Bereaksi terhadap bel 2. 3. 4. 5. 6. Bersuara Ooh/ahh Tertawa Berteriak Menoleh ke bunyi kerincingan Menoleh ke arah datangnya suara Bersuara 1 suku kata

7.

8.

9. 10. 11. 12 13.

Meniru bunyi kata-kata Papa atau mama (tidak spesifik) Kombinasi 2 suku kata yang sama Mengoceh Papa atau mama(spesifik) Mengucapkan 1kata

Buat suara seperti batuk Dengarkan apakah anak mengucapkan kata papa atau mama Dengar apakah anak mengulang-ulang 2 suku kata yang sama Dengarkan apakah anak membuat percakapan yang tidak masuk akal kepada dirinya sendiri Dengarkan apakah anak mengucapkan kata papa kea rah papa atau mama kea rah mama Tanyakan pada orang tua anak berapa banyak kata yang dapat diucapkan oleh anak dan kata apa saja Tanyakan pada orang tua anak berapa banyak kata yang dapat diucapkan oleh anak dan kata apa saja Tanyakan pada orang tua anak berapa banyak kata yang dapat diucapkan oleh anak dan kata apa saja Tanyakan pada orang tua anak berapa banyak kata yang dapat diucapkan oleh anak dan kata apa saja Pastikan anak dapat menunjuk suatu gambar Dengarkan apakah anak sudah membuat kombinasi sedikitnya 2 kata yang bermakna untuk menunjukkan suatu tindakan Tunjukan pada anak suatu gambar dan biarkan anak menyebutkan nama gambar Pastikan anak dapat menunjuk bagian-bagian tubuh Lihat item no.18 Selesai tes, perhatikan kemampuan berbicara anak yang bermakna Lihat item no.20 Minta anak 2 kegiatan pada gambar Tanyakan kepada anak pertanyaan berhubungan dengan kata sifat Pastikan anak dapat menyebut warna yang

Anak meniru suara anda Anak mengatakan papa atau mama Anak dapat mengulang 2 suku kata Anak mengoceh anak mengucapkan kata papa atau mama dengan penuh makna Orang tua melaporkan anak dapat mengucapkan 1 kata Orang tua melaporkan anak dapat mengucapkan 2 kata Orang tua melaporkan anak dapat mengucapkan 3 kata Orang tua melaporkan anak dapat mengucapkan 4 kata Anak menunjuk dengan benar 2 atau 3 gambar. Anda mendengar anak mengucapkan kombinasi 2 kata Anak menyebut 1 nama gambar dengan benar Anak menunjuk dengan benar Anak menunjuk dengan benar 4 atau 5 Pemeriksa memahami sebagian dari pembicaraan anak Anak menyebut 4 nama gambar dengan benar Anak dapat menunjukan 2 atau 3 gambar dengan benar Anak menjawab dengan benar 2 pertanyaan Anak dapat menyebutka 1,2, atau 3 warna Anak menjawab dengan benar 2 pertanyaan Anak meletakkan 1 kubus dan mengatakan ada 1 kubus di atas kertas Anak menjawab dengan benar 3 pertanyaan Anak dapat menunjuk 4 atau5 gambar dengan benar Pemeriksa memahami seluruh pembicaraan anak

14.

15.

Mengucapkan 2kata

16.

Mengucapkan 3kata

17.

Mengucapkan 4kata

18. 19.

Menunjuk 2gambar Kombinasi kata

20. 21. 22. 23.

Menyebut 1gambar Bagian tubuh 6 Menunjuk 4gambar Pembicaraan sebagian dimengerti Menyebut 4gambar Mengetahui 2 kegiatan Mengerti 2 kata sifat Menyebut 1 warna Kegunaan 2 benda Menghitung 1kubus

24. 25. 26. 27. 28. 29.

Tanyakan pada anak satu per satu kata yang berhubungan dengan kata benda Letakkan 8 kubus di atas meja dii depan anak

30. 31. 32.

Kegunaan 3 benda Mengetahui 4 kegiatan Pembicaraan seluruhnya dimengerti

Lihat item no.28 Lihat item no.25 Lihat item no.23

33. 34.

Mengerti 4kata depan Menyebut 4 warna

Minta anak berdiri Lihat item no.27

35. 36. 37.

Mangartikan 5 kata Mengerti 3 kata sifat Menghitung 5kubus

Tanya kepada anak 5 kata Lihat item no.26 Lihat item no.29

38. 39.

Menyebutkan 2 lawan kata Mengartikan 7 kata Sektor Motorik Kasar Item Gerak seimbang

Tanyakan pertanyaan mengenai lawan kata Lihhat item no. 35

Anak dapat menjalankan 4 tugas dengan benar Anak dapat menyebutkan 4 warna dengan benar Anak dapat mengartikan 5 atau 6 kata dengan benar Anak menjawab dengan 3 pertanyaan Anak meletakkan 5 kubus dan mengatakan ada 5 kubus di atas kertas Anak dapat menjawab 2 kata dengan benar Anak dapat mengartikan 7 kata dengan benar

4. No. 1.

Cara Pemeriksaan Tidurkan anak terlentang, amati aktifitas lengan dan tungkai anak Tidurkan anak dalam posisi tengkurap. Amati gerakan kepala.

2.

Mengangkat kepala

3. 4. 5.

Kepala terangkat Kepala terangkat Duduk dengan kepala tegak Menumpu beban

Lihat item motorik kasar no.2 Lihat item motorik kasar no.2 Pegang anak dalam posisi duduk

6.

Pegang anak dalam posisi berdiri, dan perlahan lepaskan Letakkan anak dalam posisi tengkurup

7.

Dada terangkat dan menumpu pada lengan Membalik badan Bangkit dengan kepala tegak

8. 9.

Perhatikan apakah anak membalikkan badannya dari posisi tengkurap ke terlentang Letakkan anak dalam posisi terlentang, pegang tangan dan pergelangan tangan anak. Tarik anak ke posisi duduk. Pegang anak dalam posisi duduk, perlahan lepaskan Letakkan anak dalam posisi berdiri dengan berpegangan pada benda Dudukan anak di lantai, dorongkan anak untuk berdiri Saat anak berbaring/tengkurap/berdiri sambil

10. 11. 12. 13.

Duduk tanpa pegangan Berdiri dengan berpegangan Bangkit untuk berdiri Bangkit lalu duduk

Syarat Lulus Anak menggerakan lengan dan tungkainya dengan seimbang Anak mengangkat kepala sehingga dagu berjauhan dengan permukaan tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan nak mengangkat kepala selama beberapa detik nak mengangkat kepala selama beberapa detik Anak dapat mempertahankan kepalanya tegak selama beberapa detik Anak dapat menumpukan beban pada kakinya beberapa detik Anak mengangkat kepala dan dadanya menumpu pada lengan Anak membalikan badannya dengan sempurna Untuk sesaat, kepala anak tidak terkulai ketika tubuhnya diangkat Anak duduk selama 5 detik atau lebih Anak berdiri selama 5 detik atau lebih Anak menarik badannya sendiri ke posisi berdiri Anak berubah ke posisi

14. 15. 16. 17.

Berdiri 2 detik Berdiri sendiri Membungkuk kemudian berdiri Berjalan dengan baik

dipegang, dorong anak ke posisi duduk Bantu anak berdiri, topang dari jarak dekat Lihat item motorik no.11 Saat anak berdiri di lantai tanpa pegangan, letakkan mainan untuk diambilnya Amati apakah anak sudah berjalan

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

Berjalan mundur Lari Berjalan menaiki tangga Menendang bola ke depan Melompat Melempar bola tangan ke atas Lompat jauh Berdiri 1 kaki 1 detik Berdiri 1 kaki 2 detik Melompat dengan kaki Berdiri 1 kaki 3 detik Berdiri 1 kaki 4 detik Berdiri 1 kaki 5 detik Berjalan dengan merapatkan tumit ke jari kaki 1

Minta anak untuk berjalan mundur Dorong anak untuk berlari Tanyakan kepada orang tua apakah anak dapat menaiki tangga Letakkan bola sekitar 15 cm di depan anak Minta anak untuk melompat Beri anak bola dan berdiri 1 meter darinya Letakkan selembar kertas, dan dorong anak untuk melompatinya Perintahkan anak untuk menyeimbangkan diri dengan 1 kaki Lihat item no.25 Anak dapat melompat dengan 1 kaki

duduk Anak berdiri tanpa ditopang selama 2 detik atau lebih Anak berdiri tanpa ditopang selama 10 detik atau lebih Anak membungkuk untuk mengambil benda Anak dapat menyeimbangkan tubuh dengan baik Anak mundur beberapa langkah tanpa duduk Anak berlari dengan baik tanpa terjatuh Anak dapat menaiki tangga Anak menendang bola ke depan tanpa berpegangan Anak melompat dan mengangkt ke 2 kakinya Anak melempar bola dengan lengannya Anak melompati mertas tanpa melompatinya Anak dapat berdiri selama 1 detik Anak dapat berdiri selama 2 detik Anak dapat melompat dengan 1 kaki sebanyak 2 kali atau lebih Anak dapat berdiri selama 3 detik Anak dapat berdiri selama 4 detik Anak dapat berdiri selama 5 detik Anak berjalan 4 langkah atau lebih

28. 29. 30. 31.

Lihat item no.25 Lihat item no.25 Lihat item no.25 Tunjukkan pada anak car berjalan pada garis lurus dengan menempelkan tumit ke depan jari yang berlainan

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Manfaat DDST tergantung pada umur anak. Pada bayi tes ini dapat mendeteksi berbagai masalah neurologi seperti serebral palsi. Pada anak tes ini dapat membantu meringankan permasalahan akademik dan social. Denver II dapat berguna untuk berbagai tujuan sebagai berikut : 5. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya 6. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat 7. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala kemungkinan adanya kelainan perkembangan 8. Memastikan dan memantau anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan Penilaian perkembangan anak, adalah agar para tenaga kesehatan :

1. Mengetahui kelainan perkembangan anak dan hal-hal lain yang merupakan risiko terjadinya kelainan perkembangan tersebut 2. Mengetahui berbagai masalah perkembangan yang memerlukan pengobatan atau konseling genetic 3. Mengetahui kapan anak perlu dirujuk ke senter yang lebih tinggi B. SARAN Pemeriksaan status perkembangan sangatlah penting, agar dapatg dilakukan intervensi dini dengan latihan/ stimulasi apabila terdapat penyimpangan, sehingga anak dapat mencapai perkembangan normalkembali sesuai umumnya.

DAFTAR PUSTAKA Adriana Dian.2011.Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: . Sindrom Gangguan Autisme (Autism Syndrome Disorder )

Salemba Medika

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: utisme merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri. Pakar lain mengatakan: utisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya. Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama. Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor psikososial, karena orang tua dingin dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi dingin pula; dan (2). Teori gangguan neuro -biologist yang menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak kembar. Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan. Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain. Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kegagalan perkembangan, biasanya mengalami gangguan pada: Komunikasi, perkembangan bahasa sangat lambat atau bahkan tidak ada sama sekali. Penggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan makna yang dimaksud. Lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan gesture dari pada kata-kata; perhatian sangat kurang.

Interaksi Sosial, lebih senang menyendiri dari pada bersama orang lain; menunjukkan minat yang sangat kecil untuk berteman; response terhadap isyarat sosial seperti kontak mata dan senyuman sangat minim. Gangguan Sensorik, mempunyai sensitifitas indra (penglihatan, pendengaran, peraba, pencium dan perasa) yang sangat tinggi atau bisa pula sebaliknya. Gangguan Bermain, anak autistik umumnya kurang memiliki spontanitas dalam permainan yang bersifat imajinatif; tidak dapat mengimitasi orang lain; dan tidak mempunyai inisiatif. Perilaku, bisa berperilaku hiper-aktif ataupun hipo-pasif; marah tanpa sebab jelas; perhatian yang sangat besar pada suatu benda; menampakkan agresi pada diri sendiri dan orang lain; mengalami kesulitan dalam perubahan rutinitas. Gangguan lain yang mempengaruhi fungsi otak penyandang autisme adalah: Epilepsi, Retardasi Mental, Down Syndrome atau gangguan genetis lain. Melihat gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala autisme seperti yang dikemukakan di atas, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa penyandang autisme tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup normal. Namun intervensi behavioral, biologis, dan edukasional terbukti dapat dijadikan alat untuk mengurangi efek-efek autisme yang merusak. Ada 3 pendekatan utama dalam terapi terhadap penderita autisme, yaitu: (1). Pendekatan Psiko-dinamis; (2). Pendekatan Behavioral; dan (3). Medis. PENDEKATAN TERAPI AUTISME Autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan (not curable) tetapi masih dapat diterapi (treatable). Menyembuhkan berarti memulihkan kesehatan, kondisi semula, normalitas. Dari segi medis, tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan fungsi otak yang menyebabkan autisme. Beberapa simptom autisme berkurang seiring dengan pertambahan usia anak, bahkan ada yang hilang sama sekali. Dengan intervensi yang tepat, perilaku-perilaku yang tak diharapkan dari pengidap autisme dapat dirubah. Namun, sebagian besar individu autistik dalam hidupnya akan tetap menampakkan gejala-gejala autisme pada tingkat tertentu. Sebenarnya pada penanganan yang tepat, dini, intensif dan optimal, penyandang autisme bisa normal. Mereka masuk ke dalam mainstream yang berarti bisa sekolah di sekolah biasa, dapat berkembang dan mandiri di masyarakat, serta tidak tampak gejala sisa. Kemungkinan normal bagi pengidap autisme tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Terapi dengan Pendekatan Psikodinamis Pendekatan terapi berorientasi psikodinamis terhadap individu autistik berdasarkan asumsi bahwa penyebab autisme adalah adanya penolakan dan sikap orang tua yang dingin dalam mengasuh anak. Terapi Bettelheim dilakukan dengan menjauhkan anak dari kediaman dan pengawasan orang tua. Kini terapi dengan pendekatan psikodinamis tidak begitu lazim digunakan karena asumsi dasar dari pendekatan ini telah disangkal oleh buktibukti yang menyatakan bahwa autisme bukanlah akibat salah asuhan melainkan disebabkan oleh gangguan fungsi otak.. Pendekatan yang berorientasi Psiko-dinamis didominasi oleh teori-teori awal yang memandang autisme sebagai suatu masalah ketidakteraturan emosional. Terapi Dengan Intervensi Behavioral Pendekatan Behavioral telah terbukti dapat memperbaiki perilaku individu autistik. Pendekatan ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula hanya terbatas pada sistem pengelolaan ganjaran dan hukuman (reward and punishment). Prinsipnya adalah mengajarkan perilaku yang sesuai dan diharapkan serta mengurangi/mengeliminir perilaku-perilaku yang salah pada individu autistik. Pendekatan ini juga menekankan pada pendidikan khusus yang difokuskan pada pengembangan kemampuan akademik dan keahlian-keahlian yang berhubungan dengan pendidikan. Saat ini ada beberapa sistem behavioral yang diterapkan pada individu dengan kebutuhan khusus seperti autisme: Operant Conditioning (konsep belajar operan). Pendekatan operan merupakan penerapan prinsip-prinsip teori belajar secara langsung. Prinsip pemberian ganjaran dan hukuman: perilaku yang positif akan mendapatkan konsekuensi positif (reward), sebaliknya perilaku negatif akan mendapat konsekuensi negatif (punishment).

Dengan demikian diharapkan inti dan tujuan utama dari pendekatan ini yaitu mengembangkan dan meningkatkan perilaku positif, serta mengurangi perilaku negatif yang tidak produktif. Cognitive Learning (konsep belajar kognitif).Struktur pengajaran pada pendekatan ini sedikit berbeda dengan konsep belajar operan. Fokusnya lebih kepada seberapa baik pemahaman individu autistik terhadap apa yang diharapkan oleh lingkungan. Pendekatan ini menggunakan ganjaran dan hukuman untuk lebih menegaskan apa yang diharapkan lingkungan terhadap anak autistik. Fokusnya adalah pada seberapa baik seorang penderita autistik dapat memahami lingkungan disekitarnya dan apa yang diharapkan oleh lingkungan tersebut terhadap dirinya. Latihan relaksasi merupakan bentuk lain dari pendekatan kognitif. Latihan ini difokuskan pada kesadaran dengan menggunakan tarikan napas panjang, pelemasan otot-otot, dan perumpamaan visual untuk menetralisir kegelisahan. Social Learning (konsep belajar sosial). Ketidakmampuan dalam menjalin interaksi sosial merupakan masalah utama dalam autisme, karena itu pendekatan ini menekankan pada pentingnya pelatihan keterampilan sosial (social skills training). Teknik yang sering digunakan dalam mengajarkan perilaku sosial positif antara lain: modelling (pemberian contoh), role playing (permainan peran), dan rehearsal (latihan/pengulangan). Pendekatan belajar sosial mengkaji perilaku dalam hal konteks sosial dan implikasinya dalam fungsi personal. Salah satu bentuk modifikasi dari intervensi behavioral yang banyak di terapkan di pusat-pusat terapi di Indonesia adalah teknik modifikasi tatalaksana perilaku oleh Ivar Lovaas. Terapi ini menggunakan prinsip belajar-mengajar untuk mengajarkan sesuatu yang kurang atau tidak dimiliki anak autis. Misalnya anak diajar berperhatian, meniru suara, menggunakan kata-kata, bagaimana bermain. Hal yang secara alami bisa dilakukan anak-anak biasa, tetapi tidak dimiliki anak penyandang autisme. Semua keterampilan yang ingin diajarkan kepada penyandang autisme diberikan secara berulang-ulang dengan memberi imbalan bila anak memberi respons yang baik. awalnya imbalan bisa berbentuk konkret seperti mainan, makanan atau minuman. Tetapi sedikit demi sedikit imbalan atas keberhasilan anak itu diganti dengan imbalan sosial, misalnya pujian, pelukan dan senyuman. Bentuk-bentuk psikoterapi menggunakan pendekatan behavioral (behavior therapy) kepada anak/individu dengan ASD, bersumber pada teori belajar, khususnya pengondisian operan Skinner. Perspektif behaviorisme Skinner memandang individu sebagai organisme yang perbendaharaan tingkah lakunya di peroleh melalui belajar. Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku: responden dan operan (operant). Respons (tingkah laku) selalu didahului oleh stimulus dan tingkah laku responden diperoleh melalui belajar serta bisa dikondisikan. Skinner yakin kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya di masa datang tergantung pada hasil atau konsekuensi (pemerkuat/positive dan negative reinforcer) yang diperoleh oleh organisme/individu dari tingkah lakunya tersebut. Para ahli teori belajar membagi pemerkuat (reinforcer) menjadi dua: (1) pemerkuat primer (unconditioned reinforcer), adalah kejadian atau objek yang memiliki sifat memperkuat secara inheren tanpa melalui proses belajar seperti: makanan bagi yang lapar; sedangkan (2) pemerkuat sekunder (pemerkuat sosial) merupakan hal, kejadian, atau objek memperkuat respons melalui pengalaman pengondisian atau proses belajar pada organisme. Meskipun menurut Skinner nilai pemerkuat sekunder belum tentu sama pada setiap orang, namun pemerkuat sekunder memiliki daya yang besar bagi pembentukan dan pengendalian tingkah laku. Thorndike dan Watson memandang bahwa "organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil dari pengalaman; dan perilaku di gerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan". Behavioris melalui beberapa eksperimen seperti: metode pelaziman klasik (classical conditioning), operant conditioning, dan konsep belajar sosial (social learning) menyimpulkan bahwa manusia sangat plastis sehingga dapat dengan mudah di bentuk oleh lingkungan. Intervensi Biologis Intervensi biologis mencakup pemberian obat dan vitamin kepada individu autistik. Pemberian obat tidak telalu membantu bagi sebagian besar anak autistik. Secara farmakologis hanya sekitar 10-15% pengidap autisme yang cocok dan terbantu oleh pemberian obat-obatan dan vitamin.

RAPIDITAS PENGIDAP AUTISME Jumlah penderita autisme terus meningkat, di Amerika telah dinyatakan sebagai national-alarming, karena peningkatan jumlah penderita dari tahun ke tahun cukup mengkhawatirkan. Prevalensi penderita autisme secara umum, terus menunjukkan peningkatan, pada 1987 ditemukan pada 1:5000 penduduk, sepuluh tahun berikutnya perbandingannya menjadi 1:500, kemudian menjadi 1:250 di tahun 2000. Pada 2001 Center for Disease Control and Prevention autisme dijumpai pada 2-6 per 1.000 orang atau 1 di antara 150 penduduk, sedangkan pada tahun-tahun berikutnya diperkirakan peningkatannya mencapai 10-17% per tahun, yang berarti akan terdapat 4 juta penyandang autisme di Amerika pada dekade berikutnya. Berdasarkan data di Poliklinik Jiwa Anak Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada 1989 tercatat hanya 2 pasien autisme. Pada 2000, meningkat menjadi 103 anak. Di RS Pondok Indah Jakarta Selatan hampir setiap hari datang seorang pasien autisme baru. Di RSUD Soetomo Surabaya, pada 1997 jumlahnya meningkat drastis sampai 20 anak per tahun, dari hanya 2-3 orang anak di tahun-tahun sebelumnya. Data yang diungkapkan oleh ahli autisme di Indonesia, pada tahun 80-an pasien autis masih sangat jarang tapi memasuki tahun 90-an kasus autisme mulai muncul 1-2 pasien baru setiap harinya dan terus meningkat jumlahnya hingga 4-5 pasien baru di tahun 2000. Pusat Pengamatan dan Pengkajian Tumbuh Kembang Anak (PPPTKA/P3TKA) Yogyakarta, sejak 1982 hingga 1990, anak yang terdiagnosis autisme berjumlah 40 anak. Data tersebut mengungkapkan 87,5 % merupakan anak laki-laki, serta 50% merupakan anak pertama. Data pada Yayasan Autisme Semarang (YAS), jumlah penyandang autisme yang telah terdeteksi sampai Juni 2003 mencapai 165 anak dengan rentang usia 2-17 tahun. Jumlah tersebut belum dapat disebut angka pasti karena jumlah pengidap autisme yang tidak terdeteksi bisa jadi lebih banyak lagi, akibat ketidaktahuan masyarakat mengenai gangguan perkembangan ini serta biaya diagnosa autisme yang memang relatif mahal. Autisme tidak dapat didiagnosis hanya dengan observasi tunggal, melainkan harus dilakukan observasi terhadap perkembangan anak dan perubahannya dalam suatu jangka yang lama. Idealnya seorang anak yang diduga mengidap autisme perlu diperiksa secara multidisiplin oleh dokter anak, dokter syaraf, psikolog, terapi wicara, konsultan pendidikan, atau pakar lain yang ahli dalam bidang autisme. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menegakkan diagnosa autisme menjadi sangat mahal. PENYEBAB, KRITERIA DIAGNOSTIK DAN GEJALANYA Belum ada kesepakatan mengenai penyebab utama autisme. Para ahli hanya meyakini disebabkan oleh multifaktor yang saling berkaitan satu sama lain, seperti: faktor genetik, abnormalitas sistem pencernaan (gastro-intestinal), polusi lingkungan, disfungsi imunologi, gangguan metabolisme (inborn error), gangguan pada masa kehamilan/persalinan, abnormalitas susunan syaraf pusat/struktur otak, dan abnormalitas biokimiawi. Awalnya autisme diduga sebagai kegagalan orang tua dalam pengasuhan anak, yaitu perilaku orang tua terutama ibu yang dingin dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi dingin pula. Faktor psikologis dianggap sebagai pencetus autisme yang menyebabkan anak menolak dunia luar. Teori ini selanjutnya dikenal dengan teori psikososial serta populer sekitar tahun 1950-1960. Teori tersebut kemudian disusul dengan teori neurologis. Dari berbagai gangguan perkembangan otak, mungkin gangguan autisme adalah yang paling menarik dan misterius. Hal ini akibat kompleksitas berbagai sistem otak yang berinteraksi dan rumit karena mengenai aspek sosial, kognitif dan linguistik sehingga sangat erat dengan komunikasi dan humanitas. Penelitian dalam bidang neoroanatomi, neorofisiologi, neorokimiawi dan genetika pada beberapa anak penyandang autisme menunjukkan adanya gangguan atau kelainan pada perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan. Pada saat pembentukan sel-sel tersebut terjadi gangguan oksigenasi, pendarahan, keracunan, infeksi TORCH yang mengganggu kesempurnaan pembentukan sel otak di beberapa tempat. Faktor lain yang juga diduga dan diyakini penyebab autisme adalah faktor perinatal, yaitu: selama kehamilan, gangguan pembentukan sel otak oleh berbagai faktor penyebab, serta berbagai faktor sesaat setelah kelahiran. Selain itu, pengobatan pada ibu hamil juga dapat merupakan faktor resiko yang menyebabkan autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan autisme adalah pendarahan

trisemester pertama dan gawat janin disertai aspirasi mikonium saat mendekati kelahiran. Kasus autisme ditemukan pada masalah-masalah pranatal, seperti: premature, postmature, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, umur ibu lebih dari 35 tahun, serta banyak dialami anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan serta repiratory distress syndrome. Adanya gangguan struktur dan fungsi otak disebabkan oleh: (1) herediter/genetik, dimana saudara dari para penyandang autisme mempunyai resiko puluhan kali untuk dapat menyandang autisme dibandingkan dengan anak-anak lain yang tidak mempunyai saudara yang menyandang autisme; (2) proses selama kehamilan dan persalinan. Diduga infeksi virus pada awal kehamilan, komplikasi kehamilan dan persalinan, dapat berkaitan dengan lahirnya anak autisme. Pada beberapa kasus, ditemukan bahwa autisme memang berkaitan dengan masalah genetik, walaupun hingga kini belum ditemukan gen tertentu yang berhubungan secara langsung menyebabkan autisme. Para ahli meyakini bahwa gen yang mendasari autisme sangat kompleks dan mungkin terdiri atas kombinasi beberapa gen. Teori yang meyakini faktor genetik memegang peran penting dalam terjadinya autisme diungkapkan pada tahun 1977. Hubungan autisme dan masalah genetik ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa 2,5% hingga 3% autisme ditemukan pada saudara dari pengidap autisme, yang berarti jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi normal. Faktor lain yang juga dituding adalah gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan metabolisme yang mengganggu kerja otak seperti: kekurangan vitamin, mineral, enzim, dsb.; alergi makanan; gangguan pencernaan; infeksi dinding usus oleh jamur, virus, bakteri; keracunan logam berat; serta gangguan kekebalan tubuh juga sering dikaitkan dengan munculnya autisme pada anak yang semula terlahir normal tapi mulai menampakkan gejala autisme sekitar usia 2 tahun. Selain merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan oleh multifaktor, autisme juga mempunyai gejala yang sangat beragam pada tiap individu. Inkonsistensi gejala yang muncul pada seorang anak serta derajat gangguan yang bervariasi antara anak yang satu dan yang lainnya memerlukan ketelitian, pengetahuan dan pengalaman para profesional dalam mendiagnosis autisme. Disamping itu, juga diperlukan diagnosis banding untuk membedakan autisme dengan gangguan perkembangan yang lain seperti: schizofrenia pada anak, retardasi mental, gangguan perkembangan berbahasa ekspresif ataupun reseptif, sindrom asperger, gangguan pendengaran, dll. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). Kategori diagnostik autisme terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun seiring dengan kemajuan riset mengenai autisme. Diagnosis autisme dibuat jika ditemukan sejumlah kriteria yang terdaftar didalam DSM-IV: Harus ada sedikitnya 6 atau lebih gejala dari a., b., dan c., dengan paling tidak 2 gejala dari a., dan masingmasing 1 gejala dari tiap b. dan c.: Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, yang dimanifestasikan melalui paling tidak 2 dari gejala-gejala dibawah ini: (a) Gangguan yang berarti dalam tingkah laku nonverbal, seperti pandangan/tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak anggota badan yang mengatur interaksi sosial. (b) Kegagalan untuk membangun hubungan dengan teman sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan mentalnya. (c) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat, dan hasil/prestasi dengan orang lain (misalnya: jarang memperlihatkan, membawa, atau menunjukkan benda/hal yang ia minati). (d) Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. Gangguan kualitatif dalam komunikasi, yang dimanifestasikan melalui paling tidak 1 dari gejala-gejala dibawah ini: (a) Mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak ada perkembangan bahasa lisan (tidak ada upaya untuk menggantinya dengan cara berkomunikasi yang lain seperti gerak badan atau mimik wajah). (b) Kemampuan bicara sangat individual, ditandai dengan gangguan dalam kemampuan untuk memulai dan melakukan pembicaraan dengan orang lain. (c) Penggunaan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. (d) Kurang variasi dan spontanitas dalam permainan berpura-pura atau peniruan sosial yang sesuai dengan perkembangan mentalnya. Perilaku, minat dan aktifitas yang terbatas dan berulang-ulang, yang dimanifestasikan oleh paling tidak 1 dari gejala-gejala di bawah ini: (a) Keasyikan yang tidak wajar dalam hal fokus dan intensitas terhadap suatu pola

minat yang terbatas dan berulang-ulang. (b) Terpaku terhadap rutinitas atau ritual yang tak ada gunanya. (c) Perilaku motorik yang terbatas dan berulang-ulang (misalnya: mengepakkan atau memutar tangan dan jari, atau menggerak-gerakkan seluruh anggota badan). (d) Keasyikan yang berlebihan terhadap bagian tertentu dari objek/benda. Sebelum usia 3 tahun terjadi keterlambatan atau abnormalitas fungsi yang tampak pada paling tidak 1 dari bidang-bidang berikut ini: a. interaksi sosial, b. bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau c. permainan yang bersifat simbolis atau imajinatif. Gangguan tidak disebabkan oleh Sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak. Secara umum ada beberapa gejala yang tampak pada individu autisme sebelum mencapai usia 3 tahun, gejalagejala tersebut adalah sebagai berikut: Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal: (a) Terlambat berbicara. (b) Berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. (c) Bila kata-kata mulai diucapkan, tidak mengerti artinya. (d) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi. (e) Banyak meniru atau membeo (echolalia). (f) Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya, sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa. (g) Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya. Gangguan dalam bidang interaksi sosial: (a) Menolak/menghindari tatapan mata. (b) Tidak mau menengok bila dipanggil. (c) Seringkali menolak untuk dipeluk. (d) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik main sendiri. (e) Bila didekati untuk diajak bermain malah menjauh. Gangguan dalam perilaku: (a) Pada anak autistik terlihat adanya perilaku berlebihan (excess) atau kekurangan (deficit). Contoh perilaku yang berlebihan misalnya: hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat, dan mengulang-ngulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang kekurangan adalah: duduk dengan tatapan kosong, melakukan permainan yang sama/monoton, sering duduk diam terpukau oleh suatu hal misalnya benda yang berputar. (b) Kadang ada kelekatan tertentu pada benda tertentu yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana. (c) Perilaku yang ritualistik. Gangguan dalam perasaan/emosi: (a) Tidak dapat ikut merasakan yang dirasakan oleh orang lain, misalnya melihat anak menangis tidak akan merasa kasihan malah merasa terganggu, dan mungkin anak yang mendatangi anak tersebut dan memukulnya. (b) Kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. (c) Sering mengamuk tak terkendali, terutama jika tidak mendapatkan apa yang diinginkan, bisa menjadi agresif atau destruktif. Gangguan dalam persepsi sensoris: (a) Mencium-cium atau mengigit mainan atau benda-benda apa saja. (b) Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga. (c) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. (d) Merasa sangat tidak nyaman jika dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar. Gejala tersebut tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada penyandang autisme yang berat mungkin hampir semua gejala itu ada, namun pada kelompok yang tergolong ringan hanya terdapat sebagian dari gejala-gejala tersebut. Autisme merupakan spectrum disorder, sehingga gejala dan karakteristik yang tampak pada setiap individu autistik sangat beragam kombinasinya, dari ringan sampai berat. Karena itu tidak ada standard tipe tert entu bagi individu autistik. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). 1994. Washington DC: Author E. Koeswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco Grandin, Temple. 1995. Thinking In Pictures: and Other Reports from My Life with Autism. New York: Vintage Books.

Kozlof, Martin A. 1998. Reaching the Autistic Child: A Parent Training Program. Massachusetts: Brookline books. L. Koegel and Lynn Kern Koegel. 1995. Teaching Children with Autism: Strategies for Initiating Positive Interaction and Improving Learning Oportunities. Maryland: Paul H. Brookes Publishing Co. Maurice, Catherine. 1996. Behavioral Intervention For Young Children With Autism. USA: Pro-Ed Inc. Monks, F.J., A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu Haditono. 1998. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Schopler, E. And Mesibov, G.B. 1993. The Effect of Autism on the Family. New York: Plenum Press.

Setelah melakukan pengamatan dan pengawasan diet selama tiga bulan itu, ia menemukan perkembangan yang cukup baik bagi penyandang autis, terutama dalam perubahan perilaku yang positif. "Gangguan perilaku interaksi sosial, antara lain rasa malu tidak wajar, tidak ada kontak mata, suka menyendiri mengalami penurunan signifikan," katanya.

Gangguan komunikasi nonverbal, lanjutnya, seperti bergumam kata-kata tidak bermakna, nada dan volume bicara tidak wajar, menarik tangan orang juga berkurang. Ia mencatat pula bahwa gangguan perilaku motorik, antara lain hiperaktif dan berjalan secara tidak wajar turut berkurang, seperti halnya gangguan emosi dan persepsi sensorik, misalnya suka menjilat dan tidak merasa sakit jika terluka. Hasil diet yang menggembirakan itu ditunjang oleh berbagai penelitian di bidang metabolisme yang menunjukkan banyak anak autis mengalami gangguan metabolisme, salah satunya kelainan pencernaan. "Kelainan pencernaan yang ditemukan pada anak autis adalah adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus," katanya. Di sisi lain, kata dia, casein dan gluten ternyata merupakan protein yang paling susah dicerna karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut peptide. Ia mengatakan, peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah. "Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urin dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak," katanya. Nantinya, peptide itu akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku. Diet bebas gluten dan casein itu sebenarnya merupakan terapi penunjang yang tidak dapat bersifat langsung menyembuhkan autisme, namun diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan. [*/mor]

Anda mungkin juga menyukai