Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SYOK

DI INSTALASI GAWAT DARURAT


(IGD) RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SYOK
DI INSTALASI GAWAT DARURAT
(IGD) RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SYOK


DI INSTALASI GAWAT DARURAT
(IGD) RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pada tanggal:

Clinical Instruction Mahasiswa

(………………………..) (………………………………)

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Dwi Prihatiningsih, M. Ng.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala berkat, rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Syok Di Instalasi Gawat
Darurat (Igd) Rsup Dr. Sardjito”, sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW dan umat yang istiqomah di jalan-Nya.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan untuk lebih
menyempurnakan penyusunan laporan ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Yogyakarta, Desember 2019

Penulis
BAB I
LANDASAN TEORI

A. Definisi Syok
Syok adalah sidrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan
oksigen jaringan tubuh. Pada kondisi syok, terjadi gangguan hemodinamik yang
menyebabkan tidak adekuatnyahantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan
hemodinamik tersebut dapat brupa penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama
diarteri, berkurangnya darah bali, penurunan pengisisan ventrikel dan sangat kecilya
curah jantug. Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses
baik primer pada system kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologs (Hardisman,
2013).
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. Keadaan kritis akibat kegagalan sistem
sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian
untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di
tingkat sekuler (Vincent dan Backer, 2013).
Syok  yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme,  atau suatu  perfusi jaringan yang kurang sempurna.
B. Stadium Syok
Secara umum syok digolongkan menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Stadium kompensata, dimana mekanisme kompensata normal masih dapat
mengembalikan fungsi sirkulasi meskipun tanpa intervensi dari luar.
2. Stadium progresif, dimana syok akan cenderung memburuk dan dapat
menyebabkan kematian apabila tidak diterapi.
3. Stadium irreversible, dimana syok telah berkembang sedemikian rupa sehingga
segala terapi yang tersedia tidak dapat mencegah kematian.
C. Jenis –Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume
plasma diintravaskuler. Penyebab utama syok hipovolemi adalah perdarahan,
dimana perdarahan menurunan fillng pressure sirkulasi dan kemudian juga
menurunkan venous return. Penyebab syok hipovolemik lain adalah dehidrasi berat
oleh berbagai penyebab seperti luka bakar dan diare berat (Hardisman, 2013).
a. Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yangterjadi akaibat berkurangnya
volume plasma diintravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahanhebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkanperpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh nonfungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebabseperti
luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syokhipovolemik yang paling sering
ditemukan disebabkanoleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenaljuga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapatdisebabkan oleh berbagai
trauma hebat pada organ-organtubuh atau fraktur yang yang disertai
denganluka ataupun luka langsung pada pembuluh arteriutama (Lamm, Ruth L
& Craig, 2012).
b. Tahap Syok Hipovolemik
Nadi Tanda lain
Clas
Lost EBV Tekanan darah permeni Kesadaran, napas,
s
t urine
I < 15 % Tekanan darah Cepat Normal
<750 ml normal (hipotensi <100 Napas 14-20 x/mnt
postural +) Urine >30 cc/jam
II 15-30 % Tekanan darah >100 Agak gelisah/cemas
750-1500 ml turun Napas 20-30 x/mnt
Hipotensi Urine 20-30 cc/jam
postural +
III 30-40 % Tekanan darah >120 Gelisah/ bingung
1500-2000 ml turun Napas 30-40 x/mnt
Urine 5-15 c/jam
IV >40 % Tekanan darah >140 Lethargy
>2000 ml sangat turun Napas >35 x/mnt
Anuria
c. Patofisiologi
Patofisiologi pada syok hipovolemik sangat tergantung dari penyakit
primer yang menyebabkannya. Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika
terjadi penurunan tekanan darah yang cepat akibat kehilangan cairan,
kebocoran atau sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis
untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh
tubuh. Secara umum, tubuh melakukan kontrol terhadap tekanan darah
melalui suatu sistem respon neurohumoral yang melibatkan beberapa
reseptor di tubuh. Reseptor tersebut diantaranya (Muhammad, 2014)
1) Baroreseptor (Reseptor Tekanan)
Reseptor ini peka terhadap rangsang yaitu perubahan tekanan di
dalam pembuluh darah. Reseptor ini masih peka terhadap penurunan
hingga 60 mmHg. Reseptor ini terletak di sinus karotikus, arkus aorta,
atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan serta arteri dan vena
pulmonalis. Jika terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi 2
mekanisme oleh baroreseptor yaitu :
a) Perangsangan terhadap fungsi jantung untuk meningkatkan
kemampuan sirkulasi, heart rate dan kekuatan pompa dinaikkan.
b) Perangsangan fungsi pembuluh darah untuk meningkatkan
resistensi perifer (vasokonstriksi) untuk meningkatkan tekanan
darah.
2) Kemoreseptor (Reseptor Kimia)
Reseptor ini bekerjasama dengan baroreseptor untuk mengatur
sirkulasi. Kemoreseptor dirangsang oleh perubahan pH darah. Jika
mencapai kondisi asidosis, kemoreseptor memberikan rangsangan
untuk mempercepat sirkulasi dan laju pernafasan. Dan sebaliknya
apabila terjadi alkalosis, responnya adalah memperlambat sirkulasi dan
pernafasan.
3) Cerebral Ischemic Receptor
Reseptor di otak ini mulai bekerja ketika aliran darah di otak
turun <40 mmHg. Akan terjadi respon massive sympathetic discharge
untuk merangsang sistem sirkulasi jauh lebih kuat.
4) Humaral Response
Saat kondisi hipovolemik, sistem hormonal tubuh
mengeluarkan hormon stres untuk membantu memacu sirkulasi.
Hormon tersebut diantaranya adrenalin, glukagon dan kortisol.
Hormon-hormon tersebut juga membantu terjadinya respon kardiologis
yaitu takikardi, vasokonstriksi namun terdapat efek hiperglikemia.
Pada kondisi tubuh yang stress, hormon ADH juga dikeluarkan
sehingga restriksi cairan makin kuat. Produksi urin turun.
5) Sistem Kompensasi Ginjal (Retensi Air dan Garam)
RAA System ini sangat membantu dalam kondisi syok. Jika
terjadi hipoperfusi ke ginjal maka akan terjadi pengeluaran hormon
renin oleh aparatus juxtaglomerolus untuk mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi
Angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzyme).
Angiotensin II memiliki fungsi yaitu vasokonstriktor kuat, kemudian
juga merangsang aldosteron untuk meningkatkan absorpsi Natrium di
Tubulus Ginjal.
d. Prognosis
Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian
meskipun sudah diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan
faktor yang mempengaruhi Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang
sudah lanjut usia jika mengalami Hypovolemic shock akan sulit ditangani
dan disembuhkan.
Hypovolumic shock dapat disembuhkan jika segera diberikan
penanganan atau tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan dapat
menyebabkan kematian terhadap orang tersebut. Hypovolemi shock
biasanya tergantung dari hal-hal berikut:
1. Banyaknya darah yang hilang
2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan (Jun et al, 2013)
e. Algoritma Syok Hipovolemik
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syndrome klinis akibat penurunan curah jantung
yang menyebabkan hipoksia jaringan dan volume intravaskuler yang adekuat. Pada
syok kardiogenik, terjadi perubahan hemodinamik yaitu peurunan curah jantung
(<2,2 L/menit/m2), hipotesi sistolik arteri (<90 mmHg) dan peningkata tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri (>18 mmHg) (Hochman & Ingbar, 2012).
a. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik dibedakan menjadi 2 yaitu coroner (infark
miocard, infark ventrikel, penyakit jantung dan miokardiopati) dan non
coroner (mekanis, obstruktif dan aritmia).
Syok kardiogenik dapat terjadi akibat beberapa mekanisme yang
menurunkan curah jantung, yaitu:
1) Disfungsi miokardium (gagal memompa) terutama karena komplikasi
infark miokardium akut.
2) Pengisian diastolic vetrikel yang tidak adekuat, antara lain takiaritmia,
tamponade janung, tension pneumohorak, emboli paru dan infark
ventrikel kanan.
3) Curah jantung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia, regulasi
miral atau rupture septum nterventrikel.
Syok kardiogenik terjadi akibat penurunan kontraktilitas miokardium
yang menimbulkan disfungsi fungsi sistolik dan diastolic jantung. Pada
disfungsi diastolic terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung yang
berdampak langsung terhadap perfusi sistemik. Selain efek langsung
terhadap perfusi sistemik, penrunan curah jantung juga menurunkan perfusi
arteri coroner sehingga terjadi iskemia dan kerusakan miokardium yang
progresif. Disfungsi diastolic berdampak ada tekanan diastolic akhir ventrikel
kiri dan kongesti paru. Kodisi edema paru akan mempercepat terjadinya
hipoksemia jaringan, termasuk ada miokardium (Hochman & Ingbar, 2012).
b. Tanda dan gejala
Menurut (Aspiani, 2015) timbulnya syok kardiogenik dengan infark miokard
akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut:
1) Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan
miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel kiri
2) Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark
berulang
3) Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai
timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro
mekanik. Episode ini disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai
dengan sesak napas akut
Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
1) Takikardia: Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis
yang berusaha untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan
menambah beban kerja jantung dan meningkatkan konsumsi oksigen
yang menyebabkan hipoksia miokardium
2) Kulit pucat dan dingin: vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis
membawa aliran darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke
kulit
3) Berkeringat: stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat
4) Sianosis pada bibir dan bantalan kuku: stagnasi darah di kapiler setelah
oksigen yang tersedia di keluarkan
5) Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP (tekanan baji
kapiler pulmonal): pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu
memompa darah, tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah jumlah
darah di dalam jantung, sehingga meningkatkan preload
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk mendukung
penegakan diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Asikin, 2016):
1) EKG : untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia
miokard
2) Rongent Dada : menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada lainnya.
Klien dengansyok kardiogenik sebagian besar menunjukkan adanya
gagal ventrikel kiri.
3) Kateterisasi Jantung : Menentukan penyebab dan jenis syok dengan
melihat tekanan kapiler paru dan indeks jantung
4) Enzim Jantung : mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh infark
miokard akut. Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase, troponin,
myoglobin dan LDH
5) Hitung Darah Lengkap : melihat adanya anemia, infeksi atau koagulopati
akibat sepsis yang mendasari terjadinya syok kardiogenik
6) Ekokardiografi : menentukan penyebab syokkardiogenik dengan melihat
fungsi sistolik dan diastolik jantung
d. Komplikasi
Komplikasi yang muncul dari syok kardiogenik adalah (Aspiani 2015 ):
1) Henti jantung paru
2) Disritmia
3) Gagal multisystem organ
4) Stroke
5) Tromboemboli
e. Algorima Syok Kardiogenik

3. Syok Obstruktif
Merupakan gangguan kontraksi jantung akibat dari gangguan aliran balik
menuju jantung terhambat, akibatnya berkurangnya preload sehingga Cardiac
output berkurang. Hal ini dsebabkan oleh ketidakampuan pasien dalam
mengasilkan curah jantung yang cukup, walaupun volume intravaskuler dan
konaktilitas miokardium normal. Keadaan ini dikarenakan aliran darah keluar dari
ventriel terobstruksi secara mekanik (Muhammad, 2014). penyebabnya antara
lain Tension pneumotoraks, tamponade kordis, emboli paru, dan perikardtis
konstriktif.
a. Etiologi
1) Emboli paru
Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri
paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu
emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga
berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai
akhirnyamenyumbat pembuluh darah. (Sudoyo, 2014)
2) Tamponade jantung
Tamponade jantung yaitu pengumpulan cairan di dalam
kantong jantung (kantong perikardium, kantong perikardial), yang
menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan
memompa jantung. Tamponade jantung terjadi secara mendadak
jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal.
Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan
nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk
jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Dasar kelainan:
terkumpulnya banyak cairan dalam kavum perikard.
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat
penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang
menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan
hemodinamik. Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan
tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut
berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk
meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang
bertambah tersebut. (Sudoyo, 2014)
b. Gejala Obyektif
1) Pernapasan cepat & dangkal
2) Nadi capat dan lemah
3) Akral pucat, dingin & lembab
4) Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
5) Pandangan hampa & pupil melebar
c. Gejala Subyektif
1) Mual dan mungkin muntah
2) Rasa haus
3) Badan lemah
4) Kepala terasa pusing (Purwadianto, 2017)
4. Syock Distributif
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam
pembuluh darah perifer.
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok
neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan
lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan >
65 tahun, dan malnutrisi.
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
a. Syock Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.
Sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena
reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi
baik kembali secara spontan. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
1) Etiologi 
a) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
b) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
c) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
d) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
2) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
3) Algoritma Syok Neurogenik
b. Syock anafilaktik
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi
alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi
imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya
sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik (= shock anafilactic) adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa
melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda
biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
1) Etiologi
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
2) Patofisiologi
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
1. Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig
E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit
dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas
atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma
(Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk
antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan
sel Mast (Mastosit) dan basofil.
2. Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang
berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada
kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula
yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
3. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi
yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator
yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan
edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot
polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien.
3) Algoritma Syok Anafilaktik

c. Syok Septis
Syok septis tetap mejadi penyebab utama kesakitan dan kematian dalam
berbagai kasus. Infeksi saluran pernapasa dan saluran pencernaan merupakan
tempat yang paling sering terjadi, diikuti oleh saluran kemih dan infeksi
jaringan lunak. setiap sistem organ cenderung terinfeksi oleh patogen tertentu
(Muhammad, 2014).
Syok septis adalah bentuk paling umum syok distributif dan disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang
cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jaringan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan
secara menyeluruh.
1) Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septis adalah bakteri gram negatif,
bakeri gram positif, parasit dan jamur. Namun penyebab paling sering
adalah bakteri. bakteri gram positif adalah organisme utama yang
menyebabkan sepsis. Lalu bakteri gram negatif menjadi patogen penting
yang menyebabkan syok sepsis (Muhammad, 2014).
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang
mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang pengarah
pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.
2) Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah
sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter
intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
staphylococcus aureus dan pseudomonas sp
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut.
Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal
karena sepsis. Gejala umum adalah:
a) Demam
b) Berkeringat
c) Sakit kepala
d) Nyeri otot
3)

Algoritma Syok Sepsis


D. Penatalaksanaan Syok Secara Umum
Pada pasien dengan syok dukungan hemodinamik yang dini dan adekuat sangat
penting utuk mencegah disfungsi dan kegagalan organ. resusitasi seharusnya segera
dilakukan meskipun investigasi penyebab syok masih berjalan. Ketika kausa syok telah
diketahui, penyebab tersebut harus dikoreksi dengan cepat (e.g control perdarahan, PCI
pada sindrom coroner, thrombolysis atau embolektom pada emboli pulmonal yang
massif, dan emberian antibiotic dan konrol sumber infeksi pada syok sepsis) (Vincent &
Backer, 2013).
Manajemen awal syok terdiri atas tiga komponen penting yaitu ventilasi, resusitasi
cariran dan pemberian agen vasoaktif. Pemberian oksigen sebaiknya dimulai sesegera
mungkin untuk meningkatkan hantaran oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal.
Monitoring saturasi dengan pulse oximetry seseringkali tidak reliable akibat terjadinya
vasokonsriksi perifer pada syok sehingga pasien seringkali memerlukan pemeriksaan
gas darah.
Resusitasi cairan bertujuan untuk meningkatkan aliran darah mikrovaskuler dan
meningkatkan curah jantung. Hal ini bermanfaat pada semua syok termasuk syok
kardiogenik, karena edema pada syok kardiogenik dapat menurunkan cairan
intravaskuler efektif. Pemberian caran sebaikya dimontor dengan ketat, karena
pemberian cairan yang berlebihan dapat berakibat pada edema dan konsekuensi lainnya
(Vincent & Backer, 2013).
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO 2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100  % dengan cara:
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 70 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
- Pasang akses vaskuler secepatnya.
- Resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau
kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah
dan perfusi perifer baik.
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung
tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
- Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
- Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
- Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
- Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
- Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan
tekanan pembuluh darah sitemik.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang yang termasuk :
a) EKG (dan pemantauan EKG)
b) Analisis gas darah (dan/atau oksimetri nadi)
c) Rontgen toraks
d) Kultur darah.
F. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Primary survey ABCDE
1. Airway
a. Yakinkan kepatenan jalan napas
b. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
2. Breathing
a. Kaji jumlah pernasan
b. Kaji saturasi oksigen
c. Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
d. Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
e. Periksa foto thorak
3. Circulation
a. Kaji denyut jantung
b. Monitoring tekanan darah
c. Periksa waktu pengisian kapiler
d. Pasang infuse
e. Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah:
a. A : Awake
b. V : Respon bicara
c. P : Respon nyeri
d. U : Tidak ada respon
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
B. Secondary Survey AMPLE
1. Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.
2. Medications
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien.
3. Previous medical/surgical history
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
4. Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
5. Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Hambatan ventilasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Oksigen (3320)
spontan berhubungan selama 1x 7 jam ketidakefektifan pola 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan keletihan otot nafas pasien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Berikan oksigen tambahan
pernafasan Status Pernafasan (0415) 3. Monitor aliran oksigen
1. Frekuensi pernafasan (1-3) 4. Monitor tanda-tanda vital
2. Irama pernafasan (1-3) 5. Monitor respirasi dan saturasi
3. Suara nafas (2-3) 6. Monitor pola nafas
4. Penggunaan alat bantu pernafasan (2-3) 7. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Penggunaan otot bantu tambahan (2-3) 8. Monitor kecemasan klien berkaitan dengan kebutuhan
6. Dipsnea saat istirahat (2-3) mendapatkan terapi oksigen
2 Defisien volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Syok (4250)
berhubungan dengan selama 1x 7 jam nyeri akut pasien teratasi 1. Berikan cairan IV kristaloid dan koloid sesuai kebutuhan
kehilangan cairan aktif dengan kriteria hasil: 2. Monitor TTV
Keseimbangan cairan (0601) 3. Berikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik
1. Turgor kulit (2-3) 4. Ambil gas darah arteri dan monitor oksigenasi jaringan
2. Membran mukosa (2-3) 5. Monitor timbulnya gejala gagal nafas
3. Intake cairan (2-4) 6. Monitor status cairan
4. Warna urin (2-3) 7. Pasang selang nasogatrik
5. Penurunan tekanan darah (2-3) 8. Kolaborasi pemberian farmakologi
6. Nadi (2-3)
3 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung (4040)
berhubungan dengan selama 1x 7 jam penurunan curah jantung 1. Monitor tanda – tanda vital secara rutin
perubahan irama jantung pasien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor disritmia jantung, termasuk gangguan ritme dan
Keefektifan pompa jantung (0400) konduksi jantung
1. Tekanan darah sistol (2-3) 3. Monitor sesak nafas, kelelahan, takipnea
2. Tekanan darah distol (2-3) 4. Pastikan tingkat aktivitas klien yang tidak membahayakan
3. Disritmia (2-3) curah jantung atau memprovokasi serangan jantung
4. Diaforesis (2-3) 5. Monitor EKG
5. Dipsnea saat istirahat (2-3)
6. Pucat (2-4)
4 Ketidakefektifan pola
napas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor Pernafasan (3350)
dengan hiperventilasi selama 1 x 7 jam diharapkan masalah 1. Observasi adanya komplikasi-kmplikasi dari masalah
ketidakefektifan pola napas teratasi dengan pernafasan
kriteria hasil: 2. Monitor kecepatan, irama, kealaman dan kesulitan bernafas
Status Pernapasan (0415) 3. Monitor saurasi oksigen
a. Frekuensi pernapasan (1-4) 4. Kaji perlu atau tidaknya penyedotan/suction pada jalan napas
b. Irama pernapasan (1-4) 5. berikan bantuan resusitas bila diperlukan
c. Kepatenan jalan napas (1-4) 6. Edukasi keluaga mengenai tanda dan gejala dari
d. Saturasi oksigen (1-4) ketidakcukupan oksigenasi
7. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R, Y.2015.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiofaskuler.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Hardisman.2013.Memahami Paofisiologi Dan Aspek Kliis Syok Hipovolemik:Update
Dan Penyegar.Jurnal Kesehatan Andalas,III(3).pp.178-182
Hippocrates Emergency Team (HET): Prosedur Tetap, 2010
Hochman,J.S. & Ingbar, D. H.,2012.Cardiogenikshock And Pulmonary Edema. In:
D.L.Longo, Et Al, Eds, Harrison’s Principle Of Internal Medicine. New
York:McGraw-Hill, pp.2232-2237
Jun Wang, Teresa Liang, Luck Louis, Savvas Nicolaou, Patrick D. Mc Laughlin.
Hypovolemic ShockComplex in the Trauma Setting: A Pictorial Review.
Canadian Association of Radiologists. 2013;64:156-163. Tersedia
pada[http://sciencedirect.com].
Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. 2012.Comprehensive Critical
Care:Adult.Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine.
Muhammad, A.R.2014.Patofisiologi Syok Hipovolemik.Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak.Fakultas Kedokteran.Universitas Trisakti.Jakarta
Purwadianto, Agus. 2017. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Jakarta : BINARUPA Aksara Publisher
Sudoyo Aru. 2014. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid III. Jakarta : Interna
Publishing
Vincent, J.L & Backer, D.D., 2013.Circulatory Shock. Tehe New England Journal Of
Medicine, 369 (17), pp. 1726-1734
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SYOK SEPSIS DI INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SYOK SEPSIS DI INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DENGAN DIAGNOSA


MEDIS SYOK SEPSIS DI INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD) RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun oleh:
DWI ASTUTI (1910206097)

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pada tanggal:

Clinical Instruction Mahasiswa

(………………………..) (………………………………)

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Dwi Prihatiningsih, M. Ng.


FORMAT PENGKAJIAN GAWAT DARURAT

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An.R
Tgl lahir : 23 Maret 2019
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kelor RT 02/25 Bangunkerto Turi Sleman
No. RM : xx.xx.xx.xx
Tanggal masuk RS : 25 Desember 2019 pukul 19.30 WIB
Tanggal pengkajian : 25 Desember 2019 pukul 19. 35 WIB
Diagnosa Medis : Syok Sepsis
B. KELUHAN UTAMA
Pasien demam dan sesak
C. TRIAGE UTAMA

ESI Level 1
ESI Level 2

ESI Level 3
ESI Level 4
ESI Level 5

D. SURVEI PRIMER
Pediarik Assessment Triangle Primary Survey

TLCLS WOB Gasping (+)

Circulation pucat (+) sianosis (+) mothed (+)


1. Airway
a. Look : Tidak ada sumbatan benda asing, tidak terdapat fraktur
atau laserasi pada wajah, laring, leher atau region maxillofacial.
b. Listen : Tidak ada suara nafas tambahan
c. Feel : Terasa adanya hembusan udara saat pasien saat
melakukan ekspirasi.
d. Kondisi jalan nafas : Paten
2. Breathing
a. Look : Tidak terdapat fraktur dan memar pada dinding dada,
adanya retraksi dindig dada, dyspnea, terdapat sianosis, pasien tepasang nasal
canul 1 L/menit
b. Listen : Tidak terdapat suara nafas tambahan.
c. Feel : Pergerakan dinding dada simetris, Tidak ada benjolan,
tidak ada nyeri tekan , Saturasi oksigen 90%, Respirasi 54 x/menit
3. Circulation
a. Look : Tidak terdapat tanda-tanda perdarahan, warna kulit pasien tidak
pucat, tingkat kesadaran pasien rendah.
b. Feel : Nadi tak teraba
c. Nadi : tak teraba, N 160 x/menit
d. Kulit : Kulit teraba hangat dan sianosis
e. CRT : < 2 (detik)
4. Disability
a. Tingkat kesadaran
E : 1 (tidak membuka mata)
V : 1 (tidak ada jawaban)
M : 1 (tidak ada gerakan)
b. Pupil : isokor
c. Reflek cayaha : +
5. Exposure

√ Dalam batas normal


Luka
Deformitas
Perdarahan
Nyeri tekan
Pembengkakan

a. Tanda-tanda Vital
1) N : 160 x/menit
2) RR : 54 x/menit
3) BB : 7,3 gram
4) S : 38,4O C
5) Spo2 : 90 %
6) Skor Nyeri :-
E. SURVEI SEKUNDER
1. Keluhan Utama
Orang tua mengatakan pasien demam dan sesak.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS Sakinah Idaman karena mengalami destruksi/gangguan napas
lalu dirujuk ke RSS. Orang tua mengatakan anaknya 4 hari yang lalu BAB cair 4 kali
bau busuk dan demam naik turun.
3. AMPLE
a. Alergi : Tidak ada alergi obat.
b. Medication : Paracetamol, Zinc dan Cefotaxime
c. Postillness : Klien tidak memiliki riwayat penyakit
d. Last meal : ASI
e. Event :-
4. Pemeriksaan Fisik

Kepala Normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak
ada perdarahan

Mata mata simetris, sklera tidak ikterik, pupil isokor dan reflek
cahaya +
Hidung Bersih, simetris, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan,
terpasang Nasal Canul 1 L/menit, terpasang NGT

Mulut Mukosa kering, terdapat sianosis, terasang ET

Leher dan cervical spine Tidak ada fraktur, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,
tidak ada pembesaran vena jugularis
Thoraks Terdapat otot pernafasan tambahan, tidak ada
perdarahan, tidak ada memar, dada simetris
Abdomen Tidak ada memar, tidak ada perdarahan, tidak ada
benjolan
Pelvis Normal, tidak ada memar, tidak ada benjolan

Ekstremitas Tidak ada luka, tidak ada fraktur, tidak ada memar, tidak
terdapat edema, terpasang infus RL pada kaki kiri.

F. TES DIAGNOSTIK
Belum ada
G. TERAPI SAAT INI
Nama Obat Dosis Idikasi Kontraindikasi Efek Samping

RL Ringer laktat umumnya Tidak semua orang boleh Ringer laktat umumnya
digunakan sebagai cairan hidrasi menggunakan obat ini, penderita ditoleransi dengan baik. Namun
dan elektrolit serta sebagai agen yang diketahui memiliki kondisi demikian, ada efek samping
alkalisator. Obat ini juga di bawah ini tidak boleh yang perlu diperhatikan, antara
diberikan untuk meringankan menggunakannya: lain sebagai berikut:
beberapa kondisi, diantaranya 1. Alergi terhadap sodium 1. Nyeri dada.
adalah: laktat. 2. Detak jantung tidak
1. Tetani hipokalsemik. 2. Obat ini tidak boleh normal.
2. Ketidakseimbangan diberikan bersamaan 3. Turunnya tekanan darah.
elektrolit tubuh. dengan ceftriaxone pada 4. Kesulitan bernapas.
3. Diare. bayi baru lahir (< 28 hari), 5. Batuk.
4. Luka bakar. meskipun diberikan dari 6. Bersin-bersin.
5. Gagal ginjal akut. jalur infus yang terpisah. 7. Ruam kulit.
6. Kadar natrium rendah. Pemberian bersamaan dapat 8. Gatal pada kulit.
7. Kekurangan kalium. meningkatkan risiko fatal 9. Sakit kepala
8. Kekurangan kalsium. pengendapan garam
9. Kehilangan banyak darah kalsium ceftriaxone pada
dan cairan. bayi.
10. Hipertensi. 3. Demikian juga pada
11. Aritmia (gangguan irama anak-anak > 28 hari dan
jantung). orang dewasa pemberian
ringer laktat dengan
ceftriaxone bersamaan dari
satu selang infus tidak
dianjurkan. Jika satu selang
infus digunakan bergantian,
selang sebelumnya harus
dibersihkan dengan cairan
lain.

Zinc 1 x 20 mg 1. Menaikkan kadar zinc pada Karena kandungan suplemen 1. Nyeri perut.
tubuh. zinc merupakan zat dasar 2. Dispepsia.
2. Suplemen untuk pembangun tubuh, obat ini aman 3. Mual dan muntah.
mempercepat penyembuhan dikonsumsi asalkan disesuaikan 4. Diare.
diare. dengan dosis 5. Iritasi lambung.
3. Mengatasi iritasi mata minor 6. Gastritis.
Paracetamol Drop 0,8 Meredakan sakit kepala, sakit Paracetamol tidak dapat Efek samping dari paracetamol
gigi, nyeri otot dan menurunkan digunakan pada pasien yang sebenarnya jarang terjadi, tapi
demam yang menyertai flu memiliki hipersensitivitas tetap bisa muncul, seperti:
terhadap paracetamol dan 1. Mual, sakit perut bagian
penyakit hepar aktif derajat berat atas, gatal-gatal, kehilangan
nafsu makan
2. Urine berwarna gelap, feses
berwarna pucat
3. Kuning pada kulit dan mata
4. Reaksi alergi, yang dapat
menyebabkan ruam dan
bengkak
5. Flushing, tekanan darah
rendah dan detak jantung
cepat, ini kadang-kadang
dapat terjadi ketika
paracetamol diberikan di
vena lengan anda
6. Kelainan darah, seperti
trombositopenia (jumlah sel
trombosit yang rendah) dan
leukopenia (jumlah sel
darah putih yang rendah)
7. Kerusakan hati dan ginjal
jika anda mengambil terlalu
banyak (overdosis), ini bisa
berakibat fatal pada kasus
yang berat
ASUHAN KEPERAWATAN

1. DATA SENJANG

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

Orang tua mengatakan anaknya demam Ku: tampak sesak nafas, retraksi dinding
sejak semalaman dada, akral hangat
TTV:
1. RR: 54 x/menit
2. S: 38,4o C
3. SPO2: 90 %
4. N: 160 x/menit
Terpasang nasal canul 1 L/menit
Terpasang ventilator
Terpasang infus RL kaki kiri
Terpasang NGT
Pasien gasping
Sianosis

2. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O

1. Ds: Hiperventilasi Ketidakefektifan


Pola Napas
Do:
- Ku: tampak sesak nafas,
retraksi dinding dada
- Terpasang nasal canul 1
L/menit
- SPO2 : 90 %
- RR: 54 x/menit
- N: 160 x/menit
- Sianosis

2. Ds: Sepsis Hipertermia


Orang tua mengatakan anaknya
demam sejak semalaman
Do:
- Ku: akral hangat
- S: 38,4o C
- N: 160 x/menit

3. Ds: Perubahan Irama Penurunan Curah


Jantung Jantung
Do:
- Ku: tampak sesak nafas,
retraksi dinding dada
- RR: 54 x/menit
- N: 160 x/menit
- Pasien gasping
- SPO2 : 90 %

4. Ds: Keletihan Otot Hambatan Ventilasi


Pernafasan Spontan
Do:
- Terpasang ventilator
- Tetraksi dinding dada
- SPO2 : 90 %
- RR: 54 x/menit
- N: 160 x/menit

C. MASALAH KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Hambatan Ventilasi Spontan berhubungan dengan Keletihan Otot Pernafasan
ditandai dengan Tingkat kesadaran: tersedasi, Terpasang ventilator, retraksi dinding
dada, SPO2 : 90 %, RR: 54 x/menit dan N: 160 x/menit
2. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan Hiperventilasi ditandai dengan
Ku: tampak sesak nafas, retraksi dinding dada, Terpasang nasal canul 1 L/menit,
SPO2 : 90 %, RR: 54 x/menit dan N: 160 x/menit
3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan Irama Jantung ditandai
dengan Ku: tampak sesak nafas, retraksi dinding dada, RR: 54 x/menit, N: 160
x/menit, Pasien gasping dan SPO2 : 90 %
4. Hipertermia berhubungan dengan Sepsis ditandai dengan Orang tua mengatakan
anaknya demam sejak semalaman, Ku: akral hangat, S: 38,4o C dan N: 160 x/menit
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN INTERENSI


O
1 25/12/2019 Hambatan ventilasi Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen (3320)
spontan berhubungan keperawatan selama 1x 8 jam 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan
dengan keletihan otot ketidakefektifan pola nafas pasien ventilasi
pernafasan ditandai teratasi dengan kriteria hasil: 2. Berikan oksigen tambahan
dengan Tingkat Status Pernafasan (0415) 3. Monitor aliran oksigen
kesadaran: tersedasi, 1. Frekuensi pernafasan (1-3) 4. Monitor tanda-tanda vital
Terpasang ventilator, 2. Irama pernafasan (1-3) 5. Monitor respirasi dan saturasi
retraksi dinding dada, 3. Penggunaan alat bantu pernafasan 6. Monitor pola nafas
SPO2 : 90 %, RR: 54 (2-3) 7. Monitor efektifitas terapi oksigen
x/menit dan N: 160 4. Penggunaan otot bantu tambahan 8. Lakukan resusitasi, jika diperlukan
x/menit (2-3)
5. Dipsnea saat istirahat (2-3)
2 25/12/2019 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor Pernafasan (3350)
napas berhubungan selama 1 x 8 jam diharapkan masalah 1. Observasi adanya komplikasi-
dengan hiperventilasi ketidakefektifan pola napas teratasi kmplikasi dari masalah pernafasan
ditandai dengan Ku: dengan kriteria hasil: 2. Monitor kecepatan, irama, kealaman
tampak sesak nafas, Status Pernapasan (0415) dan kesulitan bernafas
retraksi dinding dada, 1. Frekuensi pernapasan (1-4) 3. Monitor saurasi oksigen
Terpasang nasal canul 1 2. Irama pernapasan (1-4) 4. Kaji perlu atau tidaknya
L/menit, SPO2 : 90 %, 3. Kepatenan jalan napas (1-4) penyedotan/suction pada jalan napas
RR: 54mx/menit dan N: 4. Saturasi oksigen (1-4) 5. berikan bantuan resusitas bila
160 x/menit diperlukan
6. Edukasi keluaga mengenai tanda dan
gejala dari ketidakcukupan oksigenasi
pada anak
7. Kolaborasi dengan dokter mengenai
pemberian oksigen nasal canul 1
L/menit
5 25/12/2019 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (4040)
jantung berhubungan keperawatan selama 1x 7 jam 1. Monitor tanda – tanda vital secara
dengan perubahan penurunan curah jantung pasien rutin
irama jantung ditandai teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor disritmia jantung, termasuk
dengan Ku: tampak Keefektifan pompa jantung (0400) gangguan ritme dan konduksi jantung
sesak nafas, retraksi 1. Dipsnea saat istirahat (2-4) 3. Monitor sesak nafas, kelelahan,
dinding dada, RR: 54 2. Pucat (2-4) takipnea
x/menit, N: 160
x/menit, Pasien gasping
dan SPO2 : 90 %
4 25/12/2019 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Demam (3740)
berhubungan dengan selama 1 x 8 jam diharapkan masalah 1. Observasi suhu dan tanda-tanda vital
sepsis ditandai dengan hipertermi teratasi dengan kriteria lainnya
Orang tua mengatakan hasil: 2. Monitor warna kulit dan suhu
anaknya demam sejak Termoregulasi (0800) 3. Pantau komplikasi-komplikasi yang
semalaman, Ku: akral 1. Tingkat pernapasan (1-4) berhubungan dengan demam
hangat, S: 38,4o C, N: 2. Hipertermi (1-4) 4. Edukasi keluarga mengenai penyebab
160 x/menit dan RR: 3. Penurunan suhu kulit (1-4) demam yang terjadi pada anaknya
54mx/menit 5. Kolaborasikan pemberian analgesic
paracetamol drop 0,8 mg

E. IMPLEMENTASI

N DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


O

Pukul 19.31 WIB S:


1 Hambatan ventilasi spontan 1. Memposisikan klien untuk -
berhubungan dengan keletihan otot memaksimalkan ventilasi O:
pernafasan ditandai dengan 2. Mengukur tanda-tanda vital - KU klien lemah
- Tingkat keasadaran: tersedasi
Tingkat kesadaran: tersedasi, Pukul 19.35 WIB - Terpasang ventilator
Terpasang ventilator, retraksi 1. Memonitor respirasi dan saturasi - N: 160 x/menit
dinding dada, SPO2 : 90 %, RR: 54 2. Memonitor pola nafas - SpO2: 84 %
x/menit dan N: 160 x/menit 3. Memonitor efektifitas terapi - Dilakukan RJP pukul 20.05 WIB
oksigen - pasien (+) pukul 20.08 WIB
A:
Pukul 20.05 WIB - Masalah hambatan ventilasi spontan teratasi
1. Melakukan RJP P:
- Edukasi kehilangan ke keluarga pasien
Yogyakarta, 25 Desember 2019

Dwi

2 Ketidakefektifan pola napas Pukul 19.31 WIB S:


berhubungan dengan hiperventilasi 1. Memasang oksigen nasal canul -
ditandai dengan Ku: tampak sesak 1 L/menit O:
nafas, retraksi dinding dada, 2. Memonitor saturasi oksigen - Terpasang nasal canul 1 L/menit
Terpasang nasal canul 1 L/menit, 3. Memonitor kecepatan, irama, - Spo2 84 %
SPO2 : 90 %, RR: 54 x/menit dan kealaman dan kesulitan bernafas - RR 53 x/menit
N: 160 x/menit 4. Mengbservasi adanya - N: 160 x/menit
komplikasi-kmplikasi dari - Terdapat retraksi dinding dada
masalah pernafasan - Sianosis
5. Memasang intubasi - pasien terintubasi
A:
- Ketidakefektifan pola napas belum teratasi
P:
- Monitor kecepatan, irama, kealaman dan kesulitan
bernafas
- Monitor saturasi oksigen

Yogyakarta, 25 Desember 2019


Dwi

Pukul 19. 31 WIB


3 Penurunan curah jantung 1. Mengukur tanda – tanda vital S:
berhubungan dengan perubahan 2. Memonitor disritmia jantung, -
irama jantung ditandai dengan Ku: termasuk gangguan ritme dan O:
tampak sesak nafas, retraksi konduksi jantung
dinding dada, RR: 54 x/menit, N: - Dispnea, sianosis
160 x/menit, Pasien gasping dan - Klien terpasang ventilator
SPO2 : 90 % - Pasien terpasang infus RL
- TD: 113/59 mmHg
- Nadi: 160 x/menit
- SpO2: 84%
- Gasping

A:
- Masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P:
- Pantau TTV
- Pantau kondisi umum klien
Yogyakarta, 25 Desember 2019

Dwi

4 Hipertermi berhubungan dengan Pukul 19.31 WIB S:


sepsis ditandai dengan Orang tua 1. Mengobservasi suhu dan tanda- -
mengatakan anaknya demam sejak tanda vital lainnya O:
semalaman, Ku: akral hangat, S: 2. Memonitor warna kulit dan suhu - telah masuk paracetamol drop 0,8 mg
38,4o C, N: 160 x/menit dan RR:
Pukul 19.33 WIB
54mx/menit 2. Kolaborasikan pemberian - sianosis
analgesic paracetamol drop 0,8 - S: 38O C
mg
- Nadi: 160 x/menit
- SpO2: 84%
- RR: 54 x/menit

A:
- Hipertermi belum teratasi
P:
- Monitor suhu dan tanda-tanda vital lainnya
- Monitor warna kulit dan suhu

Yogyakarta, 25 Desember 2019

Dwi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue. dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC.

NANDA Internasional. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai