Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI ( RBD )

Periode : 20 April 2020 – 26 April 2020


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners
Departemen Keperawatan Jiwa di Pusk. Tenggarang Kab. Bondowoso

Oleh :
ZAIFUL RAHMAN
NIM. 1932000069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NURUL JADID
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA


DENGAN KASUS RESIKO BUNUH DIRI
Periode : 20 April – 26 April 2020

Laporan ini diajukan sebagai salah satu evaluasi (penilaian) pada praktek
klinik profesi Ners

Telah mendapatkan pengesahan dari pembimbing akademik

Pembimbing Akademik

.....................................................
LEMBAR KONSULTASI
NAMA : ZAIFUL RAHMAN
NIM : 1932000069
KELOMPOK : III
DEPARTEMEN : KEPERAWATAN JIWA
TTD
NO TANGGAL URAIAN
PEMBIMBING
RESIKO BUNUH DIRI
( RBD )

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri
sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang
tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan
mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/
gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/
bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri,
cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku
“Keperawatan Jiwa” dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika
tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada kematian
(2007).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di
rel kereta api.
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus
harapan merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu
mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta
yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan
individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi
berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Laraia, 2005).

Respon Adaptif Respon


Mal-adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

Keterangan Rentang Respon Protektif Diri :


1. Self Enchancement (Peningkatan diri) yaitu seorang
individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
2. Growth Promoting Risk Taking (Pertumbuhan-
peningkatan berisiko), yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang
mengalami perkembangan perilaku.
3. Indirect Self Destructive Behavior (Perilaku destruktif
diri tak langsung), yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi,
tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang
secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Self Injury (Pencederaan diri), yaitu suatu tindakan yang
membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan
sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri,
tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup
parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai
tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Suicide (Bunuh diri), yaitu tindakan agresif yang langsung
terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan

PROSES TERJADINYA PERILAKU BUNUH DIRI

Penjabaran Krisis bunuh Tindakan


Motivasi Niat
gagasan diri bunuh diri

Hidup atau Konsep • Jeritan minta tolong


mati bunuh diri • Catatan bunuh diri

Psikodinamika Upaya Percobaan Bunuh Diri

B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal
bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara
verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi
atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri
yang dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan
kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri
dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat
pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri, meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang
didasari oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful)
sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus
harapan.

Pengelompokan Bunuh Diri


1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara
tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.” Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki
ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien
juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien,
yang berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif
pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam
kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit
saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri


Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat
yang tinggi
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga
D. Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di
dalam manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu
keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui faktor
tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja
yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan
bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak
pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang
meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab
utama. Depresi timbul karena pelaku tidak kuat menanggung
beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus
mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada
puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk
pembuluh darah. Di dalamnya juga terdapat serotonin,
adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam otak itu bisa
menjadi petunjuk dalam neurotransmiter(gelombang/gerakan
dalam otak) kejiwaan manusia. Karena itu, kita harus waspadai
bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan itu di dalam otak.
Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus
bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu?
Sebagai contoh adanya masalah yang membebani seseorang
sehingga terjadi stress atau depresi. Itulah yang sering membuat
kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran.
Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal
karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi
pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di
sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang.
Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat
pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan
memori. Sering kali banyak yang idak menyadari Proses
Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai.
Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa
psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang yang
pernah mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti
minum racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari
yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini
dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah,
pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula
bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan atau
terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi.
Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.
Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena
perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa
tidak aman merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh
diri di Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa
aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman
terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan
gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang


menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk
bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan
obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan,
impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh
diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di
depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan.
Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat
individu semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan.
Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri
pada pasien.

G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri.
Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh diri.

H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego
yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung
adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

I. Gambaran klinis dan diagnosis


Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri
merupakan satu tugas yang penting namun sulit dilaksanakan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resiko bunuh diri yang
berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, umur lanjut,
dan isolasi sosial. Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh
diri atau bunuh diri yang berhasil membuat resiko makin tinggi juga,
demikian pula pasien dengan nyeri kronik, pembedahan yang baru
terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula pasien
yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur
masalah– masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari
kematian anggota keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri
dan berhasil, biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya
bergantung pada alkohol. Bunuh diri merupakan 15% sebab
kematian pada kedua kelompok orang diatas. Sedangkan resiko
tinggi untuk peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan setelah
suatu kehilangan anggota keluarga. Skizofrenia merupakan
gangguan yang jarang, oleh sebab itu menjadi faktor pengurangan
angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para pasien
skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri
terletak pada penemuan dan terapi sedini mungkin dari gangguan
psikiatri yang menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai
resiko bunuh diri saat mendatang amat kompleks, kebanyakan dari
para korban bunuh diri yang berhasil tidak pernah mencoba pada
masa sebelumnya, biasanya mereka akan berhasil pada percobaan
pertama. Walaupun para pelaku yang mencoba bunuh diri masa
lampau menunjukkan perilaku yang mampu merusak diri, hanya
10% para pelaku percobaan bunuh diri yang berhasil dalam 10
tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan
tindak merusak diri seperti memotong nadi atau membakar diri
dengan cara yang jelas tidak mematikan tanpa keinginan sungguh
untuk membunuh diri. Berbagai motif mungkin berada dibelakang
ini, termasuk manipulasi secara sengaja dan amarah yang tak sadar
terhadap orang lain yang berarti dalam hidupnya. Secara diagnostik,
pasien dapat memenuhi kriteria untuk gangguan anti sosial atau
ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan gagasan
aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal
ialah peristiwa parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang,
dan biasanya berperilaku bunuh diri yang mendekati letal
sedangkaan ia menyangkal adanya gagasan bunuh diri itu. Varian
yang paling sering dijumpai ialah pasien yang minum obat overdosis
secara berulang dan tidak bertujuan. Pasien macam ini biasanya
mempunyai gangguan kepribadian tanpa gejala psikiatrik gawat.
Mereka sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya
setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih
senang, dan ternyata sulit untuk menentukan perawatan dengan agak
paksa. Namun demikian, lebih bijaksana untuk menahan orang
semacam ini secara paksa atau involunter bila frekuensi perilaku
parasuisidanya meningkat.

J. Pedoman wawancara dan psikoterapi


Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah
merasa ingin menyerah saja terhadapa hidup ini? atau mereka
merasa lebih baik mati. Pendekatan seperti ini membewa stigma
kecil saja dan dapa diterima oleh kebanyakan orang. Lalu bicaralah
soal tepatnya apa yang dipikirkan oleh pasien? Dan catatlah semua
pikiran itu. Begitu masalahnya telah mulai diperbincangkan,
gunakan kata seperti “bunuh diri” dan mati daripada “cidera” atau
“melukai” karena beberapa pasien bingung dengan kata-kata itu dan
kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila
mereka ingin membunuh dirinya.
Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda?
Apakah pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda
hanya punya pikiran yang kurang baik saja atau pernahkah anda
merencanakan cara bunuh dirinya? Apakah pikiran bunuh diri anda
hanya sepintas saja atau benar-benar serius? Pertimbangkan umur
pasien dan kecanggihan serta keinginan dan cara bunuh dirinya.
Cocokkan ucapan dan rencana dari cara yang akan dilakukan itu.
K. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan Effect

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Koping individu tidak


efektif Causa

Stressor yang berlebihan Sub causa

L. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri


Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji
peristiwa yang menghina atau menyakitkan, upaya persiapan,
ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang
berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan
depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap, berat badan
menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik : uoaya bunuh diri sebelumnya, kelainan,
afektif, zat adiktif, depresi remaja, gangguan mental lansia
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan
pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan,putus hubungan,
masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi
negative dan kaku, putus asa, harga diri rendah, antisocial
6. Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif,
alkoholisme.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah

RENCANA INTERVENSI

Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis


keperawatan risiko bunuh diri

Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.

2. Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh
diri, maka Anda dapat melakukan tindakan berikut.

a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat


dipindahkan ke tempat yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya
pisau, silet, gelas, tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum
obatnya, jika pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1. Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
2. Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien
serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat
menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering
melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum
obat secara teratur.

ISYARAT BUNUH DIRI DENGAN DIAGNOSIS HARGA DIRI


RENDAH
Tindakan Keperawatan untuk Pasien isyarat Bunuh Diri

1. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya.
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

2. Tindakan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri,
yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara berikut.
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien.
5) Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan
cara berikut.
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya.
2) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing
cara penyelesaian masalah.
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan Pasien isyarat Bunuh Diri

1. Tujuan
Keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.

2. Tindakan
a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
yang pernah muncul pada pasien.
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya
muncul pada pasien berisiko bunuh diri.
b. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku
bunuh diri.
1) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan
keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh
diri.
2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain
sebagai berikut.
a) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di
tempat yang mudah diawasi. Jangan biarkan pasien mengunci
diri di kamarnya atau meninggalkan pasien sendirian di rumah.
b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan
untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api,
pisau atau benda tajam lainnya, serta zat yang berbahaya seperti
obat nyamuk atau racun serangga.
c) Selalu mengadakan dan meningkatkan pengawasan apabila
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan
tanda dan gejala untuk bunuh diri.
Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat
dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri,
antara lain sebagai berikut.
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka
masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas
mendapatkan bantuan medis.
d. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi pasien.
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat
tenaga kesehatan.
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien
berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh
dirinya.
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum
obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar
obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, dan benar
waktu penggunaannya

EVALUASI

1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan


percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai
dengan keadaan pasien yang tetap aman dan selamat.
2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau
melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan serta
dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah
yang baik.
4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri,
sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala
bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara
melindungi anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.
Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang
tersedia dalam merawat anggota keluarga yeng berisiko
bunuh diri

M. Terapi obat
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau
peristiwa lain dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi
lebih baik setelah menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila
sebelum itu tidurnya terganggu. Benzodiazepin merupakan obat
terpilih dan ramuan yang khas ialah Lorazepam (Ativan) 1 mg 1-3x
sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien mungkin meningkat
dengan penggunaan teratur Benzodiazepin dan iritabilitas ini
merupakan satu resiko untuk bunuh diri, maka Benzodiazepin harus
digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap keras dan
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus
disediakan, dan pasien harus diikuti dalam beberapa hari.
Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua
pasien yang menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi
tidak biasanya untuk mulai memberikan antidepresiva di UGD. Bila
diberi resep, harus diadakan perjanjian untuk pemeriksaan lanjutan,
sebaiknya keesokan harinya.
Rujukan-Silang :
Putus alkohol, depresi, hospitalisasi, mutilasi-diri

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Kondisi Klien
Dea berusia 17 tahun. Tinggal daerah perbukitan. Ia selalu tampak
murung dan sedih. Setiap orang yang ingin mendekatinya akan selalu
dijauhi. Dea sering sekali mengatakan “segala sesuatu akan lebih baik
jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu membawa musibah sudah
sepantasnya saya pergi jauh dari sini sehingga semua orang akan baik-
baik saja”. Kondisi ini mulai terjadi sejak tujuh hari yang lalu, semenjak
sahabatnya yang bernama Nina jatuh dari tebing yang curam ketika
sedang bermain berdua dengannya dan hal tersebut mengakibatkan Nina
meninggal. Ibu dan ayah Dea sangat cemas melihat kondisi Dea sekarang
ini.

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

C. Tujuan
Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya

D. Tindakan Keperawatan
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko
bunuh diri meliputi :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat
dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
7. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting,
garpu, pisau, silet, tali pinggang, dan gelas)
8. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
9. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri.
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh
diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
 ORIENTASI:
”Selamat pagi mbak, ini dengan mbak siapa?
“Senang dipanggil apa mbak?”
“Perkenalkan saya Annisa Dian, biasa di panggil Nisa, saya
mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang
mendapat tugas untuk praktek di ruang ini, saya dinas pagi dari
jam 08.00 – 14.00 .”
“Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang mengenai apa
yang Dea rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang
ingin Dea sampaikan dan saya akan menjaga kerahasiaannya.
Bagaimana kalau kita lakukan disini saja Dea? Jam berapa kita
dapat berbincang – bincang?
 KERJA
“Bagaimana perasaan Dea hari ini?
”Apa yang Dea rasakan setelah ini terjadi?
“Apakah dengan masalah ini Dea paling merasa menderita di dunia
ini?
“Apakah Dea pernah kehilangan kepercayaan diri untuk
mengahadapi hidup ini?
“Apakah Dea merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari
pada orang lain?
“Apakah Dea merasa bersalah atau pernah mempersalahkan diri
sendiri?
“Apakah Dea sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?
“Apakah Dea berniat untuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri
atau berharap bahwa Dea mati saja? Apakah Dea pernah mencoba
bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang Dea
rasakan setelah mencoba melakukannya?”
“(Baiklah, tampaknya Dea membutuhkan pertolongan segera
karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu
memeriksa seluruh isi kamar Dea ini untuk memastikan tidak ada
benda – benda yang membahayakan Dea)”
”Karena Dea tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup maka saya tidak akan membiarkan Dea sendiri”
”Apa yang Dea lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Ya, saya setuju dengan Dea, kalau keinginan itu muncul maka Dea
harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan
juga keluarga atau teman yang sedang membesuk. Jadi Dea jangan
sendirian ya, katakan kepada teman, perawat, atau keluarga jika ada
dorongan untuk mengakhiri hidup.”
”Saya percaya Dea dapat mengatasi masalah ini.”
 TERMINASI :
“Bagaimana perasaan Dea setelah kita bincang – bincang ?
“Tadi kita sudah berdiskusi tentang cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri, coba sekarang Dea sebutkan cara tersebut ?
“Ya benar sekali Dea. Untuk pertemuan selanjutnya kita akan
membicarakan tentang meningkatkan harga diri ya Dea. Jam
berapa Dea bersedia berbincang-bincang seperti ini lagi? Mau
dimana tempatnya Dea?”
“Baik kalau begitu saya permisi dulu ya Dea, Selamat pagi Dea.”
Daftar Pustaka

Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly


easy, Volume 6(3).

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
& SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional


Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai