Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN RESUME I GERONTIK

PADA Tn. I DENGAN MASALAH HAMBATAN MOBILITAS


FISIK PADA PASIEN STROKE DI WISMA D BPSTW
KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA
UNIT BUDI LUHUR

Disusun Oleh :
LISCA INDRIANI
1910206115

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera serebrovaskuler atau stroke terjadi akibat iskemik atau
perdarahan (Tambayong, 2000). Stroke dibedakan menjadi stroke
hemoragik yaitu adanya perdarahan otak karena pembuluh darah yang
pecah dan stroke non hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama satu tahun di sebuah
rumah sakit di Amerika, menyebutkan bahwa dari 757 pasien penderita
stroke yang terdiri dari 41,9% stroke hemoragik dan 58,1% stroke
iskemik. Hal ini menunjukkan peningkatan angka penderita stroke
hemoragik yang sangat tinggi bila dibandingkan pada tahun 1970 dan
1980, yaitu 73% hingga 86% stroke iskemik daan 8% sampai 18% stroke
hemoragik (Shiber dkk, 2008).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker (Ginsberg, 2008). Laju mortalitas
pada stroke hemoragik sangat tinggi, pada perdarahan intraserebrum
hipertensif mendekati 50%, sedangkan untuk perdarahan subarakhnoid
sekitar 50% pada bulan pertama setelah perdarahan (Price, 2006).
Di Indonesia sendiri, stroke merupakan penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama (Mansjoer, 2000). Kira-kira 200.000
kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap
tingkat umur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85 tahun (Muttaqin,
2008).
Saat ini, stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namun
cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga
tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan, namun juga dialami
oleh warga pedesaan yang hidup dengan keterbatasan. Hal ini dapat terjadi
karena life style atau gaya hidup yang berhubungan dengan faktor
pencetus stroke, seperti makan makanan yang banyak mengandung lemak
dan kolesterol tinggi serta malas berolahraga.
Mengingat akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke sangat
berbahaya, maka penderita stroke memerlukan penanganan dan perawatan
yang bersifat umum, khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan klien.
Usaha yang dapat dilakukan mencakup pelayanan kesehatan secara
menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai dengan
rehabilitatif.
Hasil wawancara dengan 1 pasien lansia dengan stroke yang
merupakan pasien kelolaan kami mengatakan bahwa strokenya membuat
ekstermitas sebelah kiri pasien lemah dan pasien terhambat untuk
melakukan aktivitasnya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami stroke.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
penyakit stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
yang mengalami stroke.
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
stroke yang mengalami hambatan mobilitas fisik.
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
stroke yang mengalami gangguan tidur.

C. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan dalam hal pemahaman
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke.
2. Untuk Institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk dapat menambah wawasan
tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi
tambahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali
hambatan mobilitas fisik dan gangguan tidur pada pasien stroke.
4. Bagi lansia
Dapat menjadikan ROM sebagai upaya untuk melakukan kontrol
atau untuk mengatasi penyakit stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah 
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama
beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b.  Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
2.Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3.Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008).
E. PATHWAYS Thrombosis Embolisme Iskemia Hemoragik

STROKE

Sumbatan aliran darah dan O2 serebral

Infark jaringan serebral MK: Gangguan perfusi jaringan

Hemisfer kiri Hemisfer kanan Infark batang otak

Disfagia Afasia Kelainan Hemipelgi Hemipelgi Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus 5 9 Nervus
visual kanan kanan kiri 1 2 346 7 8 10 11 12

Mk:
Gangguan Kelemahan fisik Daya Penuru Penurunan Menutup Pandangan Kemampuan Reflek
Komunikasi penciuman nan lapang kelopak dan menelan mengunyah
Verbal menurun daya pandang mata keseimban menurun menurun
penglih fungsi gan tubuh
MK: Mk:
atan pengecap menurun
Kurangnya Gangguan
menurun
Kerusakan perawatan Mobilitas Fisik Perubahan Obstruksi
menelan diri bentuk jalan nafas
MK: pupil
Resiko
Tinggi
Cedera Mk:
Bola mata tidak
Bersihan
mengikuti perintah
Jalan
Nafas
Mk:
Tidak
Gangguan
Efektif
MK: Resiko Gangguan Nutrisi Kurang Persepsi Sensori
Dari Kebutuhan Tubuh
F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan
gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5.  Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8.  Gangguan persepsi
9.  Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus  Individu yang menderita stroke berat pada bagian
otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat
meninggal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah
ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4.     Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5.   Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6.   Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
K. MIND MAPPING STROKE
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. I
Alamat : Srandakan, Bantul, DIY
Usia : 60 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Kawin
Tanggal pengkajian : 26 November 2019

II. STATUS KESEHATAN SAAT INI


Keluhan yang dirasakan oleh lansia saat ini: Tn. I mengatakan merasa lemah
untuk bergerak utamanya dibagian tubuh sebelah kiri. Tn. I mengatakan tidak
kuat terlalu lama berdiri sehingga setiap senam lansia Tn. I selalu sambil
duduk di kursi.
P : Tn. I mengatakan merasa lemah untuk bergerak dibagian tubuh sebelah
kiri, hal ini terjadi karena Tn. I mengalami stroke
Q : Tn. I mengatakan lemah yang dirasakan seperti ditahan
R : Tn. I mengatakan lemah dirasakan di bagian tubuh sebelah kiri yaitu
tangan dan kaki
S : Tn. I mengatakan skalanya 3
T : Tn. I mengatakan lemah yang dirasakan terus menerus

III. PENYAKIT SAAT INI


Klien memiliki riwayat penyakit stroke.

IV. PENYAKIT MASA LALU


a. Penyakit : masa kanak-kanak pasien hanya mengalami demam biasa,
batuk pilek, klien juga pernah sakit tifus
b. Pasien tidak mengalami alergi pada makanan udara atau pun yang
lainnya.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit kronis.

VI. PENGKAJIAN SISTEM


(dijelaskan mengikuti sistem Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
a. Keadaan umum : Keadaan klien Compomentis, GCS : 456, pasien
mengatakan merasa lemah untuk menggerakkan bagian tubuh sebelah
kiri.
b. Integumen : Kulit sawo matang, Kulit tampak Keriput, elastisitas kulit
berkurang.
c. Kepala : Bentuk kepala bulat, keadaan rambut rapi, tidak ada benjolan,
warna hitam keputihan
d. Mata : tidak ada tanda-tanda anemia sclera tidak ikterik, penglihatan
baik
e. Telinga : Tampak bersih, pendengaran baik, telinga simetris.
f. Mulut dan tenggorokan : Mulut terlihat bersih
g. Leher : Tidak ada lesi, tidak ada teraba pembesaran getah bening.
h. Payudara : Bentuk dada pasien datar dan terlihat simetris, tidak
ditemukan adanya retraksi dinding dada, iktus kordis maupun luka,
Vokal fremitus teraba, tidak teraba adanya ketinggalan gerak, maupun
masa yang teraba.
i. Sistem Pernafasan : RR: 24 x/mnt, tidak tampak retraksi intercosta,
auskultasi terdengar vesikuler
j. Sistem Kardiovaskuler : TD 130/80 mmHg, irama jantung terdengar
regular
k. Sistem Gastrointestinal : Tidak ada lesi dan tidak ada benjolan, bising
usus 8x/mnt, tidak ada riwayat penyakit gastritis.
l. Sistem Perkemihan : ± 3x Pipis tidak merasa sakit dan lancar.
m. Sistem Musculoskeletal : Tidak tampak adanya scoliosis, pergerakan
tangan dan kaki sebelah kanan normal dan sebelah kiri agak sulit
digerakkan, tidak ada fraktur
Kekuatan otot : 5 4
5 4
n. Sistem Endokrin : Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening,
tidak ada riwayat penyakit gula
o. Sistem Persarafan : Pasien mengalami stroke ringan, bagian tubuh
sebelah kiri lemah digerakkan
p. Sistem Hemopiatik : Tidak ada tanda-tanda anemia

VII. MASALAH KHUSUS LANSIA (FISIK PSIKOSOSIAL,


PSYCHIATRIC DAN MENTAL HEALTH)
a. PSIKOSOSIAL
Tn. I baik dalam bersosialisasi, Ny. I aktif mengikuti setiap
kegiatan di Panti dan Tn. I lebih suka duduk di dalam kamarnya dan
jarang keluar kamar.
b. IDENTIFIKASI MASALAH EMOSIONAL
Pertanyaan Tahap I
1) Apakah klien mengalami sukar tidur?
Ya. Tn. I kadang tiba-tiba bangun pada malam hari karena ingin
BAK, kemudian Tn. I terkadang kesulitan untuk tidur kembali.
2) Apakah klien sering merasa gelisah?
Tn. I mengatakan tidak pernah merasakan gelisah.
3) Ada gangguan/masalah atau banyak pikiran?
Tn. I mengatakan tidak memiliki masalah yang mengganggu pikiran.
4) Apakah klien sering merasa was-was atau khawatir?
Tn. I tidak merasa was-was atau khawatir.
Pertanyaan Tahap II
1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
Tn. I mengeluhkan merasa lemah untuk menggerakkan bagian tubuh
sebelah kiri.
2) Ada masalah atau banyak pikiran?
Tn. I mengatakan tidak ada masalah.
3) Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain?
Tn. I mengatakan tidak ada gangguan ataupun masalah dengan orang
lain
4) Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter?
Tn. I mengatakan tidak pernah menggunakan obat tidur maupun obat
penenang
5) Cenderung mengurung diri?
Tn. I tidak pernah mengurung diri.
c. SPIRITUAL
Agama yang dianut oleh Tn. I yaitu Islam. Tn. I mengatakan melakukan
ibadah 5 waktu setiap hari.

6. PENGKAJIAN FUNGSIONAL KLIEN


a. KATZ Indeks
Tn I termasuk dalam kategori A dengan mandiri pada 6 aktivitas. Mandiri
dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke
toilet, berpindah dan mandi. Sehingga dapat dikatakan pemenuhan ADL
nya dilakukan secara mandiri.

b. Modifikasi dari bartel indeks


No. Kriteria Dengan Mandiri Keterangan
Bantuan
1. Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis:nasi, sayur dan
lauk
2. Minum 10 Frekuensi: 4-5 gelas
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, susu
dan teh
3. Berpindah dari 15 Mandiri
kursi roda
ketempat tidur,
sebaliknya.
4. Personal toilet 5 Frekuensi: 3x sehari
(cuci muka, Mandiri
menyisir
rambut, gosok
gigi)
5. Keluar masuk 15 2-3 kali sehari
toilet (mencuci Mandiri
pakaian,
menyeka
tubuh,
menyiram)
6. Mandi 15 2x sehari pada pagi
dan sore hari sebelum
asar
7. Jalan 5 Setiap ingin
dipermukaan melakukan sesuatu
datar misal: mengambil
minum atau kekamar
mandi tetapi harus
pelan-pelan
8. Naik turun 5 Baik tetapi harus pelan
tangga
9. Mengenakan 10 Mandiri dan rapi
pakaian
10. Kontrol bowel 10 Frekuensi: 1x sehari
(BAB) Jenis: Padat
11. Kontrol 10 Frekuensi: >3x sehari
bladder (BAK) Warna: Kuning
12. Olah 5 Frekuensi: 1 kali
raga/latihan dalam sehari
Jenis: Klien
mengatakan mengikuti
senam yang diadakan
di PSTW setiap pagi
namun harus
dilakukan sambil
duduk.
13. Rekreasi/ Rekreasi 1 tahun
pemanfaatan 5 sekali dari BPSTW,
luang kadang Tn. I duduk
saja sambil ngobrol
dengan teman.

Setelah dikaji Tn. I didapatkan skor 105 yang termasuk dalam

kategori ketergantungan sebagian.


7. PENGKAJIAN STATUS MENTAL GERONTIK
a. Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short
Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Tabel 1.1 Pengkajian Short Portable Status Mental Questioner
(SPSMQ)
Tn.I
No Pertanyaan
Benar Salah
√ 1. Tanggal berapa hari ini ?
√ 2. Hari apa sekarang ini ?
√ 3. Apa nama tempat ini ?
√ 4. Dimana alamat anda ?
√ 5. Berapa umur anda ?
√ 6. Kapan anda lahir (minimal tahun terakhir) ?
√ 7. Siapa presiden Indonesia sekarang ?
√ 8. Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 9. Siapa nama ibu anda ?
√ 10 Kurangi 3 dari 20, dan seterusnya dikurangi
3
10 Jumlah

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
Kesimpulan: skor yang didapatkan dari hasil pengkajian Tn. I dari
hasil skor salah 0 dan benar 10 sehingga dikategorikan “fungsi
intelektual utuh”.

b. Identifikasi Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental dengan Menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam)
Tabel 1.2 Pengkajian MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Tn. I
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun: 2019
Musim: Hujan
Tanggal: 26 November 2019
Hari: Selasa
Bulan: November
2 Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang?
Negara: Indonesia
Provinsi: DIY
Kota : Yogyakarta
Di: PSTW Budi Luhur
Kasongan
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
obyek. Misalnya: kertas,bantal
dan bolpoint
Tn. I mampu menyebutkan
secara keseluruhan 3 objek
yang dikatakan perawat.
4 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai
dan dari angka 100 kemudian
kalkulasi dikurangi 7 sampai 5
kali/tingkat.
(93, 86, 79, 72, 65)
Tn. I dapat menghitung.
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada no 3
(registrasi) tadi.
Tn. I mampu mengulang 2
obyek yang disebutkan
6 Bahasa 9 9 Tunjukan pada klien suatu
benda dan tanyakan nama
klien:
a. Misal jam tangan
b. Misal pensil
c. Minta klien mengulang
kata berikut: “Tak ada
jika, dan,atau tetapi”
Bila benar nilai satu
point.
d. Pertanyaan benar 2 buah :
“tak ada tetapi”. Minta
klien untuk mengikuti
perintah berikut terdiri
dari 3 langkah :”ambil
kertas ditangan anda, lipat
dua dan taruh di lantai”.
e. Ambil kertas ditangan
anda
f. Lipat dua
g. Taruh di lantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point).
h. “Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
i. Tulis satu kalimat
j. Menyalin gambar

Tn. I bisa menyebutkan tiga


benda yang ditunjuk
pemeriksa. Selain itu Tn.I bisa
mengambil kertas, melipat jadi
dua, dan menaruh dibawah
sesuai perintah.
Total Nilai 30
Interprestasi hasil:
>23: aspek kognitif dari fungsi mental baik
≤23: terdapat kerusakan aspek fungsi mental
Kesimpulan: Interprestasi hasil Tn. I yaitu 30 sehingga terdapat
aspek kognitif dari fungsi mental baik.

8. PENGKAJIAN DEPRESI GERIATRIK (YESAVAGE)

Tabel 1.3 Pengkajian Depresi Geriatrik

Klien Tn. I
No Pertanyaan Jawaban Skor
Ya/Tidak
1. Apakah Pada dasarnya anda puas dengan kehidupan Ya 0
anda?
2. Apakah anda banyak meninggalkan banyak kegiatan atau Ya 1
minat dan kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0
4. Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
5. Apakah anda memiliki semangat baik setiap saat? Ya 0
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup Ya 0
anda?
8. Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
9. Apakah anda lebih senang tinggal dirumah daripada pergi Tidak 0
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan Tidak 0
daya ingat anda dibandingan dengan kebanyakan orang?
11. Apakah anda fikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa berharga? Ya 1
13. Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak 0
harapan?
15. Apakah anda fikir orang lain lebih baik keadaanya dari Tidak 0
pada anda ?
Jumlah 2
Penilaian: Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut:

Tabel 1.4 Penilaian Pengkajian Depresi Geriatrik

1. Tidak 9. Ya
2. Ya 10. Ya
3. Ya 11. Tidak
4. Ya 12. Ya
5. Tidak 13. Tidak
6. Ya 14. Ya
7. Tidak 15. Ya
8. Ya

Skor 5–9 : Kemungkinan depresi


Skor 10 atau lebih : Depresi

Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian pada


Tn. I yaitu 2 sehingga dapat disimpulkan Tn. I “tidak depresi”.

9. PENGKAJIAN SKALA RESIKO DEKUBITUS

Pengkajian Resiko Jatuh menurut Braden:

Tabel 1.5 Pengkajian Skala Resiko Dekubitus

Tn. I
1 2 3 4
Presespsi Terbatas penuh Sangat Agak terbatas Tidak
sensori terbatas terbatas
Kelembaban Lembab konstan Sangat lembab Kadang Jarang
lembab lembab
Aktifitas Di tempat tidur Di kursi Kadang jalan Jalan keluar
Mobilisasi Imobil penuh Sangat Kadang Tidak
Terbatas terbatas terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak adekuat Adekuat Sempurna
Gerakan Masalah Masalah resiko Tidak ada Sempurna
/cubitan masalah
Total skor : 21 Kesimpulan: Dari hasil skoring total = 21, dapat dikatakan bahwa
Tn. I “tidak memiliki resiko terkena dekubitus”.
Keterangan:
Pasien dengan total nilai:

a. <16 mempunyai resiko terkena dekubitus


b. 15/16 resiko rendah
c. 13/14 resiko sedang
d. <13 resiko tinggi
Kesimpulan: Dari hasil skoring total = 21, dapat dikatakan bahwa Tn. I
“tidak memiliki resiko terkena dekubitus”.

11. PENGKAJIAN RESIKO JATUH


a. Morse Fall Scale
Faktor Skala Point Skor
Pasien
Riwayat Jatuh Ya 25 0
Tidak 0
Diagnosa Medis Ya 15 15
≥ diagnosa medis Tidak 0
Alat Bantu Perabot 30
Tongkat, Kruk, Walker 15
Tidak ada/KursiRoda 0 0
Perawat/Tirah Baring
Terpasang Infus Ya 20 0
Tidak 0
Gaya Berjalan Terganggu 20
Lemah 10 20
Normal/Tirah 0
Baring/Imobilisasi
Status Mental Sering lupa respon tidak 15 0
sesuai perintah
Orientasi baik terhadap 0
diri sendiri
Nilai Total 35
Keterangan:
Resiko tinggi : >45
Resiko sedang : 25-44
Resiko rendah : 0-24
Kesimpulan: Setelah dilakukan morse fall scale Tn. I didapatkan hasil 35
yaitu dapat disimpulkan bahwa Tn. I memiliki resiko jatuh sedang.

ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1 DS : Penurunan Hambatan
Tn. I mengatakan merasa lemah untuk kekuatan otot mobilitas
bergerak dibagian tubuh sebelah kiri. fiisik
DO : (00085)
Pasien tampak lemah pada ekstermitas
kiri, TD: 130/80 mmHg, Nadi:
80x/menit, RR : 24x/menit.
P : Penyakit Stroke
Q : Seperti ditahan
R : Ekstermitas kiri
S : Skala 3
T : Terus menerus
Kekuatan otot :
5 4

5 4
2 DS: Faktor resiko : Risiko Jatuh
Tn I mengatakan saya merasa agak Hambatan (00155)
kesulitas ketika berjalan karena kaki mobilitas,
kiri saya agak sulit digerakkan. penurunan
DO: kekuatan
Pasien jalan terlihat tidak seimbang, ekstermitas
hasil pengkajian morse fall scale : 35
(resiko jatuh sedang), TD: 130/80
mmHg, Nadi: 80x/menit, RR :
24x/menit.
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
yang ditandai dengan Tn. I mengatakan merasa lemah untuk bergerak
dibagian tubuh sebelah kiri.
2. Risiko jatuh ditandai faktor resiko hambatan mobilitas fisik dan penurunan
kekuatan otot ekstermitas yang ditandai dengan hasil pengkajian morse
fall scale : 35.
NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 7 Terapi latihan: Mobilitas sendi (0224) :
berhubungan dengan jam diharapkan masalah hambatan
1. Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan
penurunan kekuatan otot mobilitas fisik menurun dengan kriteria
tujuan melakukan latihan sendi.
yang ditandai dengan Tn. I hasil:
2. Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya
mengatakan merasa lemah
Pergerakan sendi (0206) terhadap fungsi sendi
untuk bergerak dibagian
3. Observasi dan monitor lokasi dan kecenderungan
tubuh sebelah kiri. 1. Pergerakan kaki kanan dan kiri dalam
adanya nyeri, dan ketidaknyamanan selama
batas yang diharapkan dari skala 4 ke 5
pergerakan atau aktivitas.
2. Pergelangan kaki kanan dan kiri batas
4. Edukasi pasien dan keluarga untuk menggunakan
yang diharapkan dari skala 4 ke 5
baju yang tidak menghambat pergerakan pasien.
5. Lindungi pasien dari trauma selama latihan.
6. Lakukan latihan ROM aktif secara mandiri pada
pasien.
2 Risiko jatuh ditandai Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 7 Pencegahan Jatuh (6490) :
faktor resiko hambatan jam diharapkan masalah risiko jatuh
1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari
mobilitas fisik dan
penurunan kekuatan otot menurun dengan kriteria hasil: pasien yang mungkin meningkatkan potesi jatuh pada
ekstermitas yang ditandai lingkungan tertentu
Kontrol Risiko : Jatuh (1939)
dengan hasil pengkajian 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
morse fall scale : 35. 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh risiko jatuh
dari skala 4 ke 5 3. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan),
2. Memonitor lingkungan untuk resiko keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
jatuh dari skala 4 ke 5 4. Sarankan perubahan pada gaya berjalan (terutama
3. Melakukan latihan teratur untuk kecepatan) pada pasien
memelihara kekuatan dan 5. Sarankan menggunakan alas kaki yang aman
keseimbangan dari skala 4 ke 5 6. Instruksikan kepada pasien untuk menghindari
lingkungan yang licin
7. Lakukan program latihan fisik rutin yang meliputi
berjalan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Hari/ Tgl Jam Implementasi Evaluasi

1 Hambatan Rabu, 27 10.00 1. Menjelaskan pada pasien atau Jam 10.30 WIB
mobilitas fisik November keluarga manfaat dan tujuan
berhubungan 2019 melakukan latihan sendi. S: Klien mengatakan sudah
dengan penurunan 2. Menentukan batasan pergerakan mengetahui latihan pergerakan
kekuatan otot yang sendi dan efeknya terhadap sendi dan sendinya jadi tidak
ditandai dengan Tn. fungsi sendi terasa kaku.
I mengatakan 3. Mengobservasi dan monitor O: Klien kooperatif, Klien tampak
merasa lemah untuk lokasi dan kecenderungan tenang
bergerak dibagian adanya nyeri, dan P : Penyakit Stroke
tubuh sebelah kiri. ketidaknyamanan selama Q : Seperti ditahan
pergerakan atau aktivitas. R : Ekstermitas kiri
4. Mengedukasi pasien dan S : Skala 3
keluarga untuk menggunakan T : Terus menerus
baju yang tidak menghambat
pergerakan pasien.
5. Melindungi pasien dari trauma
selama latihan. Kekuatan otot :
6. Melakukan latihan ROM aktif 5 4
secara mandiri pada pasien. 5 4
TTV :
TD pre: 130/80 mmHg,
TD post : 130/85 mmHg,
Nadi: 80x/menit.
A: Masalah hambatan mobilitas
fisik teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Kaji kemampuan klien
mengaplikasikan ROM aktif
untuk latihan pergerakan sendi.

TTD

(Lisca Indriani)

2 Risiko jatuh Rabu, 27 11.00 1. Mengidentifikasi kekurangan Jam 11.30 WIB


ditandai faktor November baik kognitif atau fisik dari
resiko hambatan 2019 pasien yang mungkin S: Klien mengatakan sudah mampu
mobilitas fisik dan meningkatkan potesi jatuh pada menyeimbangkan gaya berjalan
penurunan kekuatan lingkungan tertentu O:Pasien jalan terlihat tidak
otot ekstermitas 2. Mengidentifikasi perilaku dan seimbang, hasil pengkajian
yang ditandai faktor yang mempengaruhi morse fall scale : 35 (resiko jatuh
dengan hasil risiko jatuh sedang).
pengkajian morse 3. Memonitor gaya berjalan TTV :
fall scale : 35. (terutama kecepatan), TD pre: 130/80 mmHg,
keseimbangan dan tingkat TD post : 130/85 mmHg,
kelelahan dengan ambulasi Nadi: 80x/menit.
4. Menyarankan perubahan pada A: Masalah risiko jatuh teratasi
gaya berjalan (terutama sebagian
kecepatan) pada pasien P: Lanjutkan intervensi
5. Menyarankan menggunakan Kaji kemampuan klien
alas kaki yang aman mengaplikasikan program
6. Menginstruksikan kepada latihan fisik rutin seperti gaya
pasien untuk menghindari berjalan.
lingkungan yang licin
7. Melakukan program latihan TTD
fisik rutin yang meliputi
berjalan (Lisca Indriani)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia yang menderita stroke selain activity daily living juga perlu
diperhatikan untuk latihan pergerakan sendi sebagai terapi non farmakologis..
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan klien (Tn.I) setelah diberikan ROM
aktif, klien mengatakan sudah mengetahui latihan pergerakan sendi dan
sendinya jadi tidak terasa kaku. Hal ini diperkuat dengan hasil evidence
based yang menerangkan tentang pengaruh latihan ROM aktif terhadap
keaktifan fisik pada lansia. Oleh karena itu, ROM aktif perlu dilakukan untuk
latihan pergerakan sendi.

B. Saran
Bagi Perawat akan pentingnya memberikan ROM aktif kepada lansia yang
memiliki masalah ekstermitas sebagai terapi non farmakologis. Latihan ini
dapat dilakukan setiap harinya sebagai bagian dari intervensi kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Sutanto. 2010. Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta: C.V
Andi Offset

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.

Imron, Junaidi; Asih, Sri. 2015. Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap
Keaktifan Fisik Pada Lansia Di Dusun Karang Templek Desa
Andongsari Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Jurnal Edu Health,
Vol. 5 No 1, April 2015.

Padila. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika;2013 , hlm.131

Wijaya AS, Putri YM. Keperawatan medical Bedah.Yogyakarta: Nuha


Medika;2013 hlm.52

Ode, SL. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Medical Bool;2012,


hlm.245

https://www.academia.edu/36471716/LAPORAN_PENDAHULUAN_stroke
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
RANGE OF MOTION (ROM)

Masalah : Gangguan pada rentan gerak sendi

Pokok bahasan : Latihan Gerak Aktif-Pasif ROM pada pasien bed rest

Hari/Tanggal : Rabu/ 27 November 2019

Waktu : 30 menit

A. Tujuan Instruksional Umum:


Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1X30 menit, klien dapat
mengerti dan memahami serta dapat melakukan latihan gerak aktif-pasif
dengan benar.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x30 menit klien dapat :
1. Menyebutkan kembali latihan gerak aktif-pasif
2. Menjelaskan kembali tujuan dari latihan gerak aktif-pasief
3. Mendemonstrasikan kembali langkah-langkah latihan gerak aktif-pasif
C. Metode:
Ceramah, diskusi dan demonstrasi
D. Media :
Lefleat
E. Materi (Terlampir)
F. Kegiatan Penyuluhan

Kegiatan
No. Waktu Kegiatan
penyuluh
Penyuluh Pasien
1. 5 menit Orientasi a. Membuka acara dengan a. menjawab
mengucapkan salam salam
terapeutik b. menjawab
b. Memperkenalkan diri ketersedian
c. Meminta kesediaan klien dilakukan
untuk memulai melakukan diskusi atau
pendidikan kesehatan pendidikan
d. Menyampaikan topik dan kesehatan
tujuan penkes kepada
pasien
e. Kontrak waktu untuk
kesepakatan penkes
2. 15 menit Tahap Kerja a. Mengkaji ulang tentang a. Menjawab
pengetahuan pasien pertanyaan
terkait materi pendidikan dan
kesehatan mengikuti
b. Menjelaskan materi kegiatan
pendidikan kesehatan dengan baik.
kepada pasien dengan b. Mengajukan
menggunakan lefleat pertanyaan
c. Mendemonstrasikan
langkah-langkah latihan
gerak aktif-pasif
d. Memberikan kesempatan
pada klien dan keluarga
untuk mengajukan
pertanyaan
3. 10 menit Penutup a. Evaluasi pemahaman
klien terkait materi yang
disampaikan
b. Meminta klien untuk
mendemonstrasikan

RANGE OF MOTION (ROM)


1. Definisi Range Of Motion (ROM)
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.
2. Tujuan Latihan Range Of Motion :
Tujuan dari latihan range of motion (ROM) adalah:
a. Mempertahankan fungsi sendi
b. Mencegah atau pencegahan dini terjadinya kontraktur
c. Memfasilitasi kekuatan otot, fleksibilitas
d. Memperlancar aliran darah
3.    Jenis Range Of Motion :
Ada dua jenis latihan range of motion, yaitu:
a. Latihan pasif
Latihan pasif biasanya dilakukan pada:
1) Pasien semikoma dan tidak sadar
2) Pasien lansia dengan mobilitas terbatas
3) Pasien bedrest
4) Pasien dengan paralysis ekstremitas tepat
b. Latihan aktif
Latihann aktif biasanya dilakukan pada:
1) Pasien dengan paralysis ekstremitas sebagian
2) Pasien bed rest/ tirah baring (tanpa kontraindikasi)
4. PANDUAN LATIHAN ROM
Range of motion sebaiknya dilakukan 7-10 kali dan dikerjakan
minimal 2x sehari. Lakukan pelan-pelan dan hati-hati, jangan sampai
melelahkan pasien.
5. TEKNIK GERAKAN ROM
a. Leher, spina servikal
gerakan penjelasan rentang
Fleksi menggerakkan dagu menempel ke dada 45°
Ekstensi mengembalikan kepala keposisi semula 45°
Hiperekstensi menekuk kepala kebelakang sejauh 45°
Ekstensi lateral mungkin 40°- 45°
Rotasi memiringkan kepala sejauh mungkin 180°
kearah setiap bahu
memutar kepala sejauh mungkin
dengan gerakan sirkuler

b. Bahu
gerakan penjelasan rentang

Fleksi menaikkan lengan dari posisi samping 180°


tubuh ke depan ke posisi di atas kepala

Ekstensi mengembaikan lengan ke posisi samping 180°


tubuh
Hiperekstensi menggerakkan lengan kebelakang tubuh, 45°-60°
siku tetap lurus
Abduksi menggerakkan lengan ke posisi samping
diatas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala
Adduksi menurunkan lengan kesamping dan
menyilang tubuh sejauh mungkin

Sirkumduksi menggerakkan lengan dengan lingkaran 360°


penuh

c. Siku
gerakan penjelasan rentang

Fleksi menggerakkan siku sehingga lengan bahu 150°


bergerak kedepan sendi bahu dan tangan
sejajar bahu
ekstensi meluruskan siku dengan menurunkan tangan 150°

d.    Lengan bawah
gerakan penjelasan rentang
supinasi Memutar lengan bawah dan tangan 70°-90°
sehingga telapak tangan menghadap ke
atas
pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak 70°-90°
tangan menghadap kebawah

e. Pergelangan tangan
gerakan penjelasan rentang
Fleksi Menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian 80°-90°
dalam lengan bawah
Ekstensi Menggerakkan jari-jari tangan sehingga 80°-90°
jari-jari tangan, lengan bawah dalam arah
yang sama
Hiperekstensi Membawa telapak tangan kebagian bawah 80°-90°
sejauh mungkin
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke 30°
arah ibu jari
adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke 30°-50°
arah lima jari

f. Jari-jari tangan
gerakan penjelasan rentang
Feksi Membuat genggaman 90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan 90°
Hiperakstensi Menggerakkan jari-jari tangan kebelakang 30°-60°
sejauh mungkin
Abduksi Merenggangkan jari-jari tangan yang satu 30°
dengan yang lainnya
adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan 30°

g. Pinggul
gerakan penjelasan rentang

Fleksi Menggerakkan tungkai kedepan dan atas 90°-120°

Ekstensi Menggerakkan kembali ke samping 90°-120°


tungkai yang lain
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh 30°-50°

Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping 30°-50°


menjauhi tubuh
adduksi Menggerakkan tungkai kembali ke posisi 30°-50°
media dan melebihi jika mungkin

sirkumduksi Menggerakkan tungkai memutar -

h. Lutut
gerakan penjelasan rentang

fleksi Menggerakkan tumit kearah belakang paha 120°-130°

ekstensi Mengembalikan tungkai ke lantai 120°-130°

i. Kaki
gerakan penjelasan rentang

inversi Memutar telapak kaki kesamping dalam 10°

eversi Memutar telapak kaki ke samping luar 10°

j. Jari-jari kaki
gerakan penjelasan rentang

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki kebawah 30°-60°

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki 30°-60°

Abduksi Menggerakkan jari-jari kaki satu dengan 15°


yang lainnya
adduksi Merapatkan kembali bersama-sama 15°

Anda mungkin juga menyukai