Anda di halaman 1dari 12

ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal

Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

PENAMBAHAN LATIHAN HIDROTERAPI PADA TERAPI


BOBATH LEBIH MENINGKATKAN KECEPATAN
BERJALAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

Oleh :
Rizky Wulandari*, I Wayan Weta**, Moh. Ali Imron***

*Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana


**Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana
***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul

ABSTRAK

Kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi secara statistik mengalami


peningkatan. Permasalahan yang muncul yaitu adanya abnormalitas tonus postural
yang berpengaruh pada kecepatan berjalan. Metode latihan yang sering digunakan
sampai saat ini adalah terapi Bobath. Akan tetapi beberapa penelitian dan studi
kasus membuktikan penambahan latihan Hidroterapi lebih meningkatkan
kecepatan jalan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan penambahan latihan
hidroterapi pada terapi bobath lebih meningkatkan kecepatan berjalan pada
Cerebral Palsy Spastik Diplegi.Penelitian ini menggunakan metode eksperimental
dengan pre-test dan post-test control group design. Eksperimen ini dilaksanakan
di Klinik Fisioterapi YPAC Surakarta. Sampel penelitian berjumlah 16 orang
yang dibagi ke dalam 2 kelompok sampel yaitu 8 orang pada kelompok perlakuan
dan 8 orang pada kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diberi penambahan
latihan Hidroterapi dan kelompok kontrol diberi terapi Bobath. Pelatihan
dilakukan 3 x per minggu selama 1 bulan. Alat ukur yang digunakan untuk
pengumpulan data yaitu dengan 10 metre walk test. 10 metre walk test digunakan
untuk mengukur kecepatan berjalan sejauh 10 meter baik sebelum intervensi
maupun sesudah intervensi. Hasil penelitian hipotesis ini menggunakan uji paired
t test menunjukan kecepatan berjalan sebelum kelompok I sebelum perlakuan
(20,012,23) dan setelah perlakuan (14,162,41) dengan p=0,000 (p<0,05) dan
kelompok II sebelum perlakuan (20,171,53) dan setelah perlakuan (18,082,00)
dengan p=0,001 (p<0,05). Uji t test independent untuk menunjukan kecepatan
berjalan antara sesudah perlakuan kelompok I dengan kelompok II. Pada
pengujian tersebut diperoleh hasil adanya peningkatan kecepatan berjalan sesudah
intervensi pada kelompok I (14,162,41) yang dibandingkan dengan kelompok II
(18,082,00) nilai p=0,003. Disimpulkan Terapi Bobath dan Latihan Hidroterapi
dapat meningkatkan kecepatan berjalan pada cerebral palsy spastic diplegi namun
penambahan latihan Hidroterapi pada terapi bobath secara signifikan lebih
meningkatkan kecepatan berjalan pada Cerebral Palsy Spastik Diplegi.

Kata kunci : Cerebral Palsy Spastik Diplegi, Latihan Hidroterapi, Terapi Bobath

25
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

ADDITION OF HYDROTHERAPY REHEARSAL TO BOBATH


THERAPY INCREASES SPEED WALKING ON ON SPASTIC
DIPLEGIA CEREBRAL PALSY
By :
Rizky Wulandari*, I Wayan Weta**, Moh. Ali Imron***

*Magister of Sport Physiology, Udayana University


** Magister of Sport Physiology, Udayana University
***Faculty of Physiotherapy, Esa Unggul University

ABSTRACT

The existance of Spastic Cerebral Palsy statistically increased. The


problem is where the eistence of abnormalities postural tone that affects to the
walking speed. So far, training methods commonly used is Bobath therapy.
However, some researches and case studies prove tha the addition of
Hydrotherapy rehearsal improve the running functional capability. This study
aims to prove the addition of hydrotherapy exercises on bobath therapy more
improve walking speed in people with Spastic Diplegia Cerebral Palsy.This study
used an experimental method with pre-test and post-test control group design. The
experiments carried out at the Physiotherapy Clinic of YPAC Surakarta. These
samples included 16 people who were divided into two groups, 8 people are in the
treatment group and 8 people are in the control group. The treatment group was
given additional of hydrotherapy rehearsal, in the other side control group was
given Bobath therapy. Training is done three times a week for a month. Measuring
instruments used for data collection is ten meters walk test. Ten meters walk test
is used to measure the walking speed as far as 10 meters before the intervention
and after intervention.Results of the study hypothesis testing using paired t test
show speed walking before the treatment group I (20,012,23) and post treatment
(14,162,41) with p=0,000 (p<0,05) and group II pre treatment (20,171,53) and
post treatment (18,082,00) with p=0,001 (p<0,05). The result of the hypothesis
used independent t test to show the speed walking between group I ang group II.
Result test showed that there was improvement of speed walking before and after
intervention for the treatment group (14,162,41) compared by the control group
(18,082,00) score p=0,003The Coclusion of Bobath therapy and Hydrotherapy
exercise that can improve walking speed in Spastic Diplegi Cerebral Palsy,
however the additions of Hydrotherapy exercise to Bobath therapy was
significantly improve walking speed in Spastic Diplegia Cerebral Palsy.

Keywords: Spastic Diplegia Cerebral Palsy, Exercise Hydrotherapy, Bobath


Therapy

26
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

PENDAHULUAN Tidak ada obat khusus untuk Cerebral


Palsy, tetapi berbagai bentuk terapi dapat
Kasus Cerebral Palsy (CP) mengalami
membantu pasien dengan gangguan fungsi
peningkatan cukup signifikan dan bervariasi
agar hidup lebih efektif. Secara umum,
di berbagai negara. Asosiasi CP dunia
penanganan lebih dini mulai masa bayi
memperkirakan terdapat lebih dari 500.000
memiliki dampak yang lebih baik untuk
penderita di Amerika. 13 bayi dari 1000
mengatasi problem pertumbuhan dan
kelahiran di Denmark, 5 dari 1000 kelahiran
perkembangan anak. Pada masa ini
di Amerika Serikat1. Di Indonesia, data
pertumbuhan sangat cepat yang disebut brain
penderita Cerebral Palsy belum diketahui
growth spurt dimana terjadi maturasi otak
secara pasti. Seribu kelahiran hidup di
berkaitan dengan myelinisasi4.
Indonesia, sekitar 2-2,5 persennya beresiko
Peran fisioterapi pada kasus Cerebral
Cerebral Palsy2. Di YPAC Surakarta, tercatat
Palsy merupakan bentuk dari pengaruh
anak yang mengalami Cerebral Palsy terus
lingkungan yang akan membantu proses dari
meningkat. Pada tahun 2007 sebanyak 198
maturasi otak. Bentuk pengaruh dari
anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun
fisioterapi secara umum adalah untuk
2009 sebanyak 313 anak, tahun 2010
memperbaiki postur, mobisasi postural,
sebanyak 330 anak, dan 2011 sebanyak 343
kontrol gerak dan menanamkan pola gerak
anak.
yang benar dengan cara mengurangi
Tipe Cerebral Palsy yang sering
abnormalitas tonus postural, memperbaiki
ditemukan (70%-80%) adalah spastic diplegi.
pola jalan dan mengajarkan kepada anak
Pada diplegi keempat ekstremitas terkena,
gerakan-gerakan yang fungsional sehingga
tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua
anak dapat mandiri untuk melaksanakan
lengan. Permasalahan pada kondisi spastic
aktifitas sehari-hari.
diplegi adalah adanya spastisitas yang akan
Metode terapi yang bisa dilakukan pada
mempengaruhi abnormalitas tonus otot
kasus Cerebral Palsy yaitu dengan terapi
postur. Abnormalitas tonus akan
Bobath. Terapi bobath yaitu suatu metode
mempengaruhi sikap, gerakan, lingkup gerak
yang didasarkan pada neurologi dan reflek-
sendi dan keseimbangan. Hal ini tentu akan
reflek primitif 5.
mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari
terutama gangguan dalam berjalan3.

27
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

Dalam konsep bobath, kontrol postural Tujuan Penelitian ini adalah untuk
adalah pondasi sebab kontrol postural dapat Membuktikan penambahan latihan
mempengaruhi pola gerak dimana pasien Hidroterapi pada terapi Bobath lebih
mulai mengembangkan keterampilan mereka meningkatkan kecepatan berjalan pada
sehingga dapat meningkatkan mobilitas Cerebral Palsy Spastik Diplegia.
postural dan mengontrol gerakan abnormal
yang timbul pada penderita Cerebral Palsy6. METODE PENELITIAN
Pendekatan terapi latihan selain bobath
yaitu pendekatan terapi latihan yang bisa A. Rancangan Penelitian
dilakukan di dalam air yang dikenal dengan
Penelitian ini menggunakan metode
hidroterapi. Penambahan hidroterapi dapat
eksperimental murni. Dengan menggunakan
mengurangi spastisitas dengan mekanisme
rancangan penelitian pre and post test control
Reflex-Inhibiting-Posture7.
group design dengan jumlah sampel 16 anak.
Pengaruh air pada hidroterapi adalah
Kedua kelompok dilakukan pengukuran awal
adanya buoyancy atau daya apung. Daya
dengan 10 metre walk test. Pada Kelompok
apung ini berfungsi mengurangi jumlah berat
perlakuan I adalah penambahan latihan
badan dengan cara menurunkan kekuatan
Hidroterapi dan Kelompok perlakuan II
yang dihasilkan oleh tekanan pada sendi.
adalah Terapi Bobath.
Viscosity atau sifat kental yang dihasilkan air
merupakan sumber tahanan terbaik yang
B. Tempat dan Waktu Penelitian
dapat memudahkan program latihan. Tahanan
tersebut digunakan untuk penguatan otot Penelitian ini bertempat di YPAC
tanpa membutuhkan beban. Menggunakan Surakarta dilakukan pada 11 Maret 2015 18
double tahanan yang dimiliki air (buoyancy April 2015.
dan viscosity) untuk menguatkan grup otot
yang apabila dilaksanakan diluar air tidak bisa C. Populasi dan Sampel
atau bahkan tidak mungkin tetapi ketika
Populasi penelitian ini adalah populasi
dilaksanakan di air penguatan grup otot ini
terjangkau yaitu pasien Cerebral Palsy yang
dapat dilaksanakan8.
bisa mengikuti program yang dilakukan oleh
Rumusan masalah adalah Apakah
peneliti. Jumlah sample yang diambil : 1)
penambahan latihan hidroterapi pada terapi
Pasien anak CP Spastik Diplegi berjenis
bobath lebih baik dalam meningkatkan
kelamin laki-laki maupun perempuan, 2)
kecepatan berjalan pada terapi bobath pada
Berusia 9 12 tahun. 3) Bersedia mengikuti
cerebral palsy spastik diplegia ?
28
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

program fisioterapi selama kurang lebih 4


minggu, 5) tidak ada gangguan sensibilitas, 6) Prosedur pemilihan sampel pada anak
tidak ada penyakit penyerta yang potensial Cerebral Palsy Spastik Diplegi dengan teknik
cidera, 6) dengan nilai GMFM minimal 50 % sampel random sampling dari jumlah
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi
D. Teknik Pengambilan Sampel Untuk mendapatkan 16 sampel yang
kemudian di acak dengan cara undian untuk
Dari populasi anak didapatkan 16 sampel
dibagi menjadi dua kelompok yaitu nomor
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,
ganjil sebagai kelompok I berupa
kemudian dilakukan pengambilan sampel
penambahan latihan hiroterapi , nomor genap
dengan teknik simple random sampling pada
sebagai kelompok perlakuan II berupa terapi
setiap kelompoknya masing-masing 8 anak.
Bobath.
Kelompok perlakuan I adalah penambahan
latihan Bobath dan Kelompok II adalah
3) Tahap pelaksanaan penelitian
Terapi Bobath.
Tahap pelaksanaan penelitian:
1) Menyiapkan alat ukur, 2) Tes awal
E. Prosedur Penelitian
dengan mengukur nilai GMFM dan menguur
kecepatan berjalan. 3) Proses pelaksanaan
Langkah-langkah yang diambil dalam
perlakuan penelitian, 4) Tes akhir dengan
prosedur penelitian ini dibagi menjadi tiga
pengukuran kecepatan berjalan.
bagian yaitu : prosedur administrasi, prosedur
pemilihan sampel dan tahap pelaksanaan
4) Pengolahan dan Analisis Data
penelitian.
Statistik deskriptif untuk menganalisis
1) Prosedur administrasi karakteristik subjek penelitian terkait dengan
usia, jenis kelamin.
Prosedur administrasi menyangkut: 1) 1. Uji hipotesis berupa uji beda data terhadap
Mempersiapkan surat ijin penelitian di nilai pre dan post-test dari masing-masing
YPAC Surakarta. 2) Membagikan inform kelompok. Kelompok perlakuan I
consen penelitian untuk diisi dan (penambahan latihan Hidroterapi) dan
dikumpulkan kembali. kelompok perlakuan II (terapi Bobath)
bertujuan untuk membandingkan rerata
2) Prosedur Pemilihan Sampel hasil kecepatan berjalan sebelum dan

29
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

sesudah perlakuan pada masing-masing dimana umur paling muda 9 tahun dan paling
kelompok tersebut, karena data bersifat tua 12 tahun.
rasio maka menggunakan Paired t test. b. Jenis kelamin
2. Uji hipotesis atau uji beda data terhadap Responden pasien cerebal palsy yang
nilai post-test sesudah perlakuan dari datang ke YPAC Surakarta, pada kelompok
kedua kelompok yaitu kelompok perlakuan perlakuan sebagian besar responden berjenis
I (Penambahan latihan hidroterapi) dan kelamin laki-laki sejumlah 6 orang (75,0%)
kelompok perlakuan II (terapi Bobath) dan perempuan sejumlah 2 orang (25,0%).
bertujuan untuk membandingkan rerata Sedangkan pada kelompok perlakuan kontrol
hasil peningkatan kecepatan berjalan pada sebagian besar responden juga berjenis
masing-masing kelompok tersebut, karena kelamin laki-laki sejumlah 6 orang (75,0%)
data bersifat rasio maka menggunakan dan perempuan sejumlah 2 orang (25,0%).
Independent t test.
2. Uji analisis kelompok I dan kelompok
HASIL PENELITIAN II.

1. Deskripsi Data Penelitian Uji beda bertujuan untuk mengetahui


rerata pada kecepatan sebelum dan sesudah
Deskripsi karakteristik subjek penelitian perlakuan kelompok I yang diberikan
a. Umur. penambahan latihan Hidroterapi dan
Responden pasien cerebal palsy yang kelompok II yang diberikan terapi Bobath dan
datang ke YPAC Surakarta, pada kelompok mengetahui rerata keepatan berjalan sesudah
perlakuan rata-rata umur adalah 10,63 tahun perlakuan masing masing kelompok. Uji
yang terdiri dari umur 9 tahun berjumlah 1 beda sebelum dan sesudah perlakuan pada
orang, 10 tahun berjumlah 3 orang, umur 11 kelompok I dan kelompok II mengunakan
tahun berjumlah 2 orang dan umur 12 tahun paired t test. Uji beda sesudah perlakuan
berjumlah 2 orang dimana umur paling muda masing masing kelompok menggunakan
9 tahun dan paling tua 12 tahun. Sedangkan Independent t test, Adapun hasilnya dilihat
pada kelompok kontrol rata-rata umur pada tabel 2.
responden 10,50 tahun yang terdiri dari umur
9 tahun berjumlah 1 orang, 10 tahun Tabel 2
berjumlah 3 orang, umur 11 tahun berjumlah Uji Analisis Kelompok I dan Kelmpok II

3 orang dan umur 12 tahun berjumlah 1 orang


Kelompok Pre Post p-value

30
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

Perlakuan Rerata SD Rerata SD fungsional berjalan pada cerebral palsy


Hidroterapi 20,01 11,74 14,16 2,41 0,001 spastik diplegia.
Bobath 20,17 1,53 18,08 2,00 0,001 Perbedaan efektifitas antara latihan
p-value 0,850 0,001 hidroterapi dengan bobath menunjukkan
bahwa responden yang diberikan hidroterapi
Berdasarkan tabel 5.4, Latihan
rata-rata mengalami peningkatan kemampuan
Hidroterapi menunjukkan bahwa sebelum
berjalan sebesar 5,85 detik sedangkan yang
diberikan latihan rata-rata kemampuan
diberikan terapi bobath rata-rata meningkat
berjalan responden sebesar 20,01 detik,
sebesar 2,09.
kemudian sesudah diberikan latihan
Hasil uji t pre test didapat nilai p = 0,850,
kemampuan berjalan responden meningkat
maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
menjadi 14,16 detik.
antara latihan hidroterapi dengan terapi
Hasil uji t didapat p = 0,000, maka
bobath. Artinya antara latihan hidroterapi
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
dengan terapi bobath berawal dari data yang
signifikan kemampuan fungsional berjalan
sama.
sebelum dan sesudah diberikan hidroterapi
Hasil uji t post test didapat nilai p =
pada pasien cerebral palsy spastik diplegia.
0,001, maka disimpulkan bahwa terdapat
Hal ini juga menunjukkan bahwa hidroterapi
perbedaan yang signifikan efektifitas
efektif meningkatkan kemampuan fungsional
hidroterapi dan terapi bobath dalam
berjalan pada cerebral palsy spastik diplegia.
meningkatkan kemampuan fungsional
Terapi Bobath menunjukkan bahwa
berjalan ada pasien cerebral palsy spastik
sebelum diberikan terapi bobath rata-rata
diplegia. Sebagaimana hasil peningkatan,
kemampuan berjalan responden sebesar 20,17
hidroterapi lebih efektif meningkatkan
detik, kemudian sesudah diberikan terapi
kemampuan fungsional berjalan dibandingkan
bobath kemampuan berjalan responden
terapi bobath pada cerebral palsy spastik
meningkat menjadi 18,08 detik.
diplegi.
Hasil uji t didapat p = 0,001, maka
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
PEMBAHASAN
signifikan kemampuan fungsional berjalan
sebelum dan sesudah diberikan terapi bobath
Peningkatan Kecepatan Berjalan pada
pada pasien cerebral palsy spastik diplegia.
kelompok Penambahan Latihan
Hal ini juga menunjukkan bahwa terapi
hidroterapi pada Cerebral Palsy Spastik
bobath efektif meningkatkan kemampuan
Diplegi.

31
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

Hasil deskriptif data kecepatan berjalan meningkatkan posisi kesadaran sendi atau
pada kelompok perlakuan yang tercantum propioseptif. Tekanan hidrostatik
pada Tabel 5.2 menunjukan peningkatan menghasilkan tekanan yang tegak lurus
kecepatan berjalan dengan nilai kemampuan dengan permukaan tubuh pasien. Tekanan ini
berjalan dari buruk meningkat ke sedang. membuat sendi lebih menyadari di posisi
Kesimpulan tersebut didukung dengan mana dia berada, sehingga hasilnya terjadi
penelitian Dong Koog Noh, Jae Young Lim, peningkatan propioseptif ( rasa gerak sendi
Hyung Ik Shin dan Nam Jong Paik (Seoul )10.
National University College of Medicine, Daya apung pada hidroterapi berfungsi
Seoul National University Bundang Hospital, mengurangi jumlah berat badan dengan cara
Gyeonggi-do, korea) tahun 2008 menurunkan kekuatan yang dihasilkan oleh
menyimpulkan bahwa hidroterapi tekanan pada sendi. Viscosity atau sifat kental
menunjukkan efek signifikan terhadap yang dihasilkan air merupakan sumber
postural control. tahanan terbaik yang dapat memudahkan
Dijelaskan bahwa penambahan latihan program latihan. Tahanan tersebut digunakan
Hidroterapi menguntungkan pergerakan untuk penguatan otot tanpa membutuhkan
motorik karena melibatkan multi stimulasi beban. Menggunakan double tahanan yang
input sensoris. Hal ini terjadi melalui dimiliki air (buoyancy dan viscosity) untuk
serangkaian proses yang terorganisasi melalui menguatkan grup otot yang apabila
sistem saraf pusat. Sistem ini menerima input dilaksanakan diluar air tidak bisa atau bahkan
sensori dari reseptor-reseptor ekteroseptif tidak mungkin tetapi ketika dilaksanakan di
(yaitu reseptor penglihatan, pendengaran, air penguatan grup otot ini dapat
pengecapan, bau dan suhu), dari propioseptif dilaksanakan.
(reseptor yang terdapat pada otot, tendon, Gerakan yang diberikan pada hidroterapi
ligamen, sendi dan selaput otot), serta dari secara pasif pada jaringan otot akan
sistem vestibular (informasi diterima melalui mempengaruhi myofibril pada otot yang
telinga bagian dalam mengenai berfungsi kontraksi dan rileks. Pada
keseimbangan, pergerakan dan gravitasi)9. persarafan (afferen), gerakan dan sentuhan
Latihan hidroterapi dapat mengurangi yang diberikan akan merangsang spindle cells
spastisitas dengan mekanisme reflek sehingga memunculkan mekanisme autogenic
inhibiting posture. Temperature air inhibition11.
berpengaruh terhadap postural kontrol dan Autogenic inhibition mengakibatkan
efek rileksasi. Latihan hidroterapi inhibisi pada otot agonis dan menimbulkan
memanfaatkan tekanan hidrostatik kontraksi pada otot antagonis. Sehingga
32
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

aplikasi secara langsung pada otot yang potensial. Apabila local potensial
mengalami spastisitas akan mengakibatkan menghasilkan depolarisasi yang cukup, aksi
inhibisi dari aktivitas alfa dan gama motor potensial akan muncul dan secara aktif akan
neuron pada otot agonis, dan menimbulkan menyebar sepanjang akson. Mekanisme yang
fasilitasi pada alfa dan gama motor neuron sama akan terjadi pada neuron-neuron
pada otot antagonis tersebut. selanjutnya sampai menuju ke posterior horn
Stimulus yang diterima oleh cell (PHC).
mechanoreceptor, diharapkan akan memicu Perjalanan impuls dari reseptor menuju
terjadinya aksi potensial. Aksi potensial medulla spinalis pada bagian PHC melewati
diawali dengan munculnya local potensial first-order neuron. Selanjutnya impuls
pada peripheral end-receptor sebagai akibat diteruskan dari medulla spinalis menuju
dari penggunaan aktivasi GTOs sehingga thalamus melalui traktus spinotalamikus.
modality-gated terbuka kemudian Impuls yang masuk ke dalam PHC menyilang
menyebabkan aliran ion dan munculnya dan berlanjut ke kaudal menuju brain stem
reseptor potensial sehingga terdepolarisasi dan selanjutnya menuju ke thalamus. Neuron
kemudian mengakibatkan eksitasi12. Jika local yang terlibat dalam perjalanan impuls dari
potensial mencapai threshold, maka akan medulla spinalis menuju thalamus dinamakan
memicu terjadinya aksi potensial, kemudian second-order neuron. Selanjutnya impuls dari
informasi ditransmisikan sepanjang neuron. thalamus dipancarkan menuju kortek serebri
Threshold terjadi ketika sebuah terutama area somatosensoris lobus parietalis,
membrane di depolarisasi oleh stimulus, yakni area 1, 2 dan 3 menurut topografi
ketika mencapai suatu titik akan Broadman. Untuk stimulus yang diterima oleh
menyebabkan terbukanya ion channel Na+ anggota gerak bawah, akan direpresentasikan
yang banyak13. Ketika informasi mencapai pada permukaan medial hemisfer.
membrane pre synaptic, akan mengakibatkan Input dari kortek sensorik akan
terlepasnya neuron transmitter acetylcoline, dikirimkan ke area otak yang lain dan
acetylcoline (Ach) kemudian menuju selanjutnya dikirim ke medulla spinalis
synaptic-cleft dan akhirnya menuju ke melalui beberapa jalur. Informasi pada kortek
membrane post-synaptic. Di membrane post- sensomotoris diharapkan akan mempengaruhi
synaptic, Ach akan berkaitan dengan reseptor system motorik di otak dengan pelepasan
pada post-synaptic cell menyebabkan neurotransmitter gamma-aminobutyric acid
terbukanya ion channel ligand-gate. (GABA).
Terbukanya channel ligand-gate akan Neurotransmitter gamma-aminobutyric
menyebabkan synaptic potential atau local acid berfungsi sebagai neurotransmitter
33
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

inhibitor, sehingga akan menginhibisi pada fasilitasi dan inhibisi gerakan. Salah
aktivitas dari otak pada direct activation satu komponen yang bertujuan untuk inhibisi
pathways, control circuit dan indirect gerakan adalah dengan passive stretching.
activation pathways. Pada direct activation Dengan passive stretching diharapkan terjadi
pathways akan mempengaruhi kerja dari penurunan spastisitas. Penurunan spastisitas
sistem kortiokospinal, hal ini mengakibatkan terjadi karena mekanisme autogenic
penurunan eksitasi dari alfa motor neuron dan inhibition dengan manifestasi penurunan
gama motor neuron sehingga akan aktivitas Passive stretching dari alpha motor
menurunkan aktivitas stretch reflex dan tonus neuron pada otot agonis dengan eksitasi pada
otot. otot antagonis.
Inhibisi dari direct activation pathways Otot agonis akan menginhibisi kontraksi
juga akan menginhibisi aktivitas dari gama otot dengan jalan menurunkan aktivitas alpha
motor neuron dari tingkat perifer, sehingga motor neuron pada serabut ekstrafusal dan
kan terjadi penurunan tonus otot. Gamma pada otot antagonis yang akan meningkatkan
amino-butyric acid juga akan mempengaruhi aktivitas alpha motor neuron sehingga
control circuit pada striatum dan substansia memfasilitasi otot antagonis untuk
nigra, sehingga akan menginhibisi efek berinteraksi14.
hipokinesia dan peningkatan tonus. Akibatnya Hasil studi pada manusia bahwa latihan
akan mempermudah adaptasi tonus postural motorik menghasilkan perubahan fungsional
di dalam otak, antara lain (1) perubahan
Peningkatan Kecepatan Berjalan pada aktivasi di level cortical, (2) meningkatkan
Kelompok Terapi Bobath pada Cerebral vaskularisasi, otak juga adaptif dan plastis
Palsy Spastik Diplgi. serta dapat mengadakan perubahan struktural
dan fungsional apabila diberikan stimulasi
Hasil yang diperoleh sebelum dan lingkungan. Adanya cross modal plasticity
sesudah perlakuan kelompok II menunjukan yang meliputi: (1) penggunaan jalur
peningkatan kecepatan berjalan. ipsilateral, (2) aktivasi bilateral sistem
Sesuai penelitian tahun 2010 oleh Shaffer motorik, (3) perekrutan area motorik
dengan o.randomized controlled pilot trial, tambahan15.
mendapatkan hasil bahwa passive streching
pada pengukuran skala kualitatif terdapat Kelompok Penambahan Latihan Pada
penurunan spastisitas. Terapi Bobath Lebih Meningkatkan
Hal ini dapat dijelaskan bahwa gerakan Kecepatan Berjalan Pada Cerebral Palsy
yang diberikan pada terapi bobath mengacu Spastik Diplegi.
34
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

peningkatan tonus. Akibatnya akan


Hasi uji beda menggunakan uji t tidak mempermudah adaptasi tonus postural .
berpasangan menunjukan adanya beda rerata Efek yang dihasilkan dari penambahan
kecepatan berjalan sesudah perlakuan antara latihan hidroterapi mampu bertahan lama. Hal
kelompok diberikan penambahan hidroterapi tersebut dikarenakan stimulus yang diterima
dengan kelompok bobath. Melihat nilai mean oleh mechanoreceptor termemori di otak yang
disimpulkan bahwa pemberian penambahan menyebabkan efek inhibisi pada sistem
hidroterapi pada terapi bobath lebih supraspinal. Disamping itu efek dari
meningkatkan kecepatan berjalan pada hidroterapi akan mempermudah perubahan
cerebral palsy. titik acuan keseimbangan atau center of
Sesuai dengan penelitian dilakukan gravity, mempermudah adaptasi tonus
Zamparo 2008 pada 25 pasien cerebral postural serta akses ke komponen gerak ke
palsy,13 pasien diberikan perlakuan segala arah.
hidroterapi, dan 12 pasien diberikan terapi SIMPULAN
rutin konvensional secara group. Hidroterapi
yang diberikan berupa metode Ai Chi dan Berdasarkan dari pembahasan dapat
Halliwick dengan fokus pada latihan disimpulkan sebagai berikut penambahan
keseimbangan dan latihan weight bearing. latihan hidroterapi pada terapi Bobath lebih
Terapi rutin untuk pasien di grup yang lain meningkatkan kecepatan berjalan pada
dengan latihan active dan passive excercise Cerebral Palsy Spastic Diplegi.
selama 1 jam, dilakukan sebamyak seminggu
3 kali dan diulang selama 8 minggu. Hasil DAFTAR PUSTAKA
penelitian menunjukkan peningkatan postural
balance setelah hidroterapi p = 0,008. 1. Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang
Dijelaskan bahwa terapi Bobath melalui Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
mekanisme inhibisi dari direct activation EGC.
pathways akan menginhibisi aktivitas dari 2. Soekarno. 2007. Penyandang Cacat di
gama motor neuron dari tingkat perifer, Indonesia. Post on 29 Oktober. Available
sehingga terjadi penurunan tonus otot. from www.depkes.go.id
Gamma amino-butyric acid juga akan 3. Levitt. 2013. Tratment of Cerebral Palsy
mempengaruhi control circuit pada striatum and Motor Delay. Arch Phys Rehabil.
dan substansia nigra, sehingga akan 301 306.
menginhibisi efek hipokinesia dan

35
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 25-36, April 2016

4. Campbell. 2008. Pediatric Physical Umphred D, ed. Neurological


therapy. 4th edition. Philadelphia: Rehabilitation. St. Louis, MO: Mosby.
Lippincott Williams & Walkins. 13. Wade DT. 2013. Measurement in
5. Shaffer JP. 2010. Ambulatory capacity in Neurological Rehabilitation. Oxford,
cerebral palsy: prognostic criteria and United Kingdom: Oxford University
consequences for intervention. Dev Med Press.
Child Neurol.45-78. 14. Aruin A. 2006. The effect of asymmetry
of posture on anticipatory postural
6. Hesse S. 2007. Locomotor therapy in adjustments. Neuroscience Lett. 150153.
neurorehabilitation. Neuro 15. Hutzler, Y., Chacham, A., Bergman, U.,
Rehabilitation. 23-89. & Szeinberg, A. 2008. Effects of a
7. Meyer-Heim A. 2009. Improvement of movement and swimming program on
walking abilities after roboticassisted vital capacity and water orientation skills
locomotion training in children with of children with cerebral palsy.
cerebral palsy. Arch Dis Child. 94-121. Developmental Medicine and Child
8. Odunaiya.2009. Prognosis For Neurology, 40, 176-181.
Ambulation In cerebral Palsy:
Population-Based Study. Pediatrcs.
9. Roby-Brami A, Feydy A, Combeaud M,
Biryukova E, Bussel B, Levin M. 2009.
Motor compensation and recovery for
reaching in stroke patients. Acta Neurol
Scand. 369381.
10. Broach E. 2007. Effects of an aquatic
therapy swimming program on adults
with spinal cord injuries. Therapautic
Recretion Journal. 160-173.
11. Rosenbaum P. 2007. the definition and
classification of cerebral palsy. Dev Med
Child Neurol.109.
12. Lazaro R, Roller M, Umphred D. 2007.
Differential diagnosis phase 2:
Examination and evaluation of
disabilities and impairments. In:
36

Anda mungkin juga menyukai