Anda di halaman 1dari 81

PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

DISUSUN OLEH

LA ODE AGUSTINO SAPUTRA

DOSEN:
HURIATI, S.KEP.NS,.M.KES

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Pertama-tama, marilah senantiasa kita memanjatkan puji serta syukur atas

kehadirat Allah Swt, karena atas berkah limpahan rahmat dan hidah-Nya,

sehingga kita masih diberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih

dapat bekerja demi dunia dan akhirat kita. Tak lupa pula kita menyampaikan

sholawat dan salam kepada Rosulullah Saw, beserta sahabat dan keluarganya

sekalian, yang sang Murobbi tebaik kita di dunia dan akhirat.

Dalam makalah ini, kami membahas mengenai pemeriksaan fisik pada

anak, yang membahas mengenai pemeriksaan anak sesuai dengan umur

perkembangannya. dan lain sebagainya. Makalah ini bersumber dari berbagai

referensi berupa buku dan artikel ilmiah.

Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman da bermanfaat bagi

pembaca semua. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Terima kasih.


Wassalamu’alaykum warohmatullahi wabarokaatuh.

Samata, 06April 2018

Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang berlangsung

secara terus-menerus pada baerbagai segi dan saling berkaitan, dan terjadi

pada individu selama hidupnya. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan

proses maturasi dan pembelajaran 1.

Kehidupan pada masa bayi baru lahir sangat rawan oleh karena

memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi diluar uterus dapat hidup

sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin

memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. Dengan terpisahnya bayi

dari ibu, maka terjadilah proses fisiologik seperti : Pertukaran gas melalui

plasenta digantikan oleh aktifnya paru untuk bernafas.

Kehidupan masa kanak-kanak, prasekolah, sekolah dan remaja pula

seiring berjalannya waktu, sistem anatomi dan fisiologi tubuh anak pun

mengalami perubahan sejalan dengan adanya pertumbuhan dan

perkembangan. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik yang dilakukan akan

sedikit terjadi yang namanya perbedaan, walaupun beberapa pemeriksaannya

adalah sama.

Dalam makalah ini dijelaskan mengenai konsep pemeriksaan anak dari

bayi sampai dengan remaja untuk memberikan informasi dan pengetahuan

yang diperlukan.

1
Suriati & Yuliani, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: sagung Seto.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengertian pemeriksaan fisik pada anak?

2. Bagaimanakah teknik pemeriksaan fisik pada anak?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan fisik.

2. Untuk mendeskripsikan teknik pemeriksaan fisik pada anak.

D. Manfaat Penulisan

Adapaun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai keperawatan anak.

2. Sebagai bahan referensi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Pemeriksaan fisik pada anak adalah suatu rangkaian teknikal yang
dikombinasi dnegan cara pendekatan sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Teknik pemeriksaan fisik pada anak juga sam halnya dengan orang
dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat), palpasi (periksa raba),
perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar) (Wong, 2008).Tujuannya
Memperoleh informasi yang akurat tentang keadaan fisik anak yang
sebenarnya, menemukan hal-hal yang abnormal dan berpotensi mengancam
kesehatan anak serta memperoleh informasi penyebab dari keluhan yang
diderita (Arbianingsih, 2011)
B. Persiapan
1. Pasien
a) Fisik

Tidurkan anak pada meja pemeriksaan atau tempat tidur yang


cukup tinggi agar pemeriksa dan yang di periksa tidak cepat lelah.
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan pencahayaan
cukup terang (Arbianingsih, 2011)
Pemeriksaan yang kurang mengancam dan kurang invansive
seperti inspeksi umum, auskultasi jantung dan paru, serta bising usus
dapat dilakukan di awal saat anak masih dalam kondisi tenang. Karena
jika anak nantinya menangis, bising usus akan meningkat dan bising
jantung akan sulit di nilai. (Arbianingsih, 2011)
b) Psikologis
Jelaskan pada anak apa yang akan mereka rasakan. Perkenankan
anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan
misalnya stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung pemeriksa
atau orang tuanya. Sentuh anak dengan tangan yang hangat. Sebelum
pemeriksaan, pemeriksa mencuci tangan dengan air hangat atau
dengan air biasa kemudian menggosok (Arbianingsih, 2011)
2. Alat
a. Stetoskop
b. Termometer
c. Manset pediatrik.
d. Tensimeter
e. Pen light
f. Corong telinga
g. Speculum hidung
h. Spatel
i. Tissu
j. Handscoen
k. Lubrikan
l. Kartu snellen
m. Refleks hammer
n. Timbangan berat badan
o. Pita ukur
p. Jam tangan (Arbianingsih, 2011).

(sumber: openresorce.net).
C. Pemeriksaan pada Masa Bayi / Neonatus

Sebelum melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir perlu diketahui

riwayat keluarga, riwayat kehamilan sekarang, sebelumya dan riwayat

persalinan. Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dilakukan paling kurang tiga

kali yakni pada saat lahir di kamar bersalin, dalam 24 jam di ruang perawatan

dan pemeriksaan pada waktu pulang.

Pemeriksaan pertama pada bayi baru lahir harus dilakukan di kamar

bersalin. Perlu mengetahui riwayat keluarga, riwayat kehamilan sekarang dan

sebelumnya dan riwayat persalinan. Pemeriksaan dilakukan bayi dalam keadaan

telanjang dan dibawah lampu yang terang. Tangan serta alat yang digunakan

harus bersih dan hangat. Tujuan pemeriksaan ini adalah :

1. Menilai gangguan adaptasi bayi baru lahir dari kehidupan dalam uterus ke

luar uterus yang memerlukan resusitasi.

2. Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera.

3. Menentukan apakah bayi baru lahir dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung)
atau tempat perawatan khusus (Bates, 2008).

Adapun pemeriksaan yang dilakukan menurut Bates, 2008, antara lain

sebagai berikut.

1. Menilai APGAR

Nilai APGAR merupakan suatu metode penilaian cepat untuk menilai

keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit dan 5 menit. Pada tahun 1952

dr.Virginia Apgar mendesain sebuah metode penilaian cepat untuk menilai

keadaan klinis bayi baru lahir. Nilai Apgar dapat digunakan untuk

mengetahui keadaan bayi baru lahir dan respon terhadap resusitasi. Perlu kita

ketahui nilai Apgar suatu ekspresi keadaan fisiologis bayi baru lahir dan
dibatasi oleh waktu.
Sistem skoring APGAR

Skor yang Ditetapkan

Tanda Klinis 0 1 2

Frekuensi jantung Tidak terdengar <100 >100

Upaya bernafas Tidak ada Lambat dan irreguler Baik, kuat

Tonus otot Flasid Fleksi pada lengan dan tungkai

Refleks Tidak ada Menyeringai Meringis kuat, bersin,

respon atau batuk

warna Biru, pucat Badan merah muda, ektremitas Seluruh tubuh biru,

biru. warna merah muda.

Skor APGAR 1 menit Skor APGAR 5 menit

0-4 Depresi berat, 0-7 Beresiko tinggi untuk terjadinya

memerlukan disfungsi selanjutnya pada sistem

resusitasi segera saraf pusat dan organ lain.

5-7 Depresi sistem 8-10 Normal

saraf

8-10 Normal

(Sumber: Bates, 2008).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai Apgar, antara lain

pengaruh obat-obatan, trauma lahir, kelainan bawaan, infeksi, hipoksia,

hipovolemia dan kelahiran prematur. Nilai Apgar dapat juga digunakan

untuk menilai respon resusitasi.

2. Mencari Kelainan Kongenital


Pemeriksaan di kamar bersalin juga menentukan adanya kelainan

kongenital pada bayi terutama yang memerlukan penanganan segera pada

anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat

teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trimester pertama. Juga

ditanyakan adakah kelainan bawaan keluarga disamping itu perlu

diketahui apakah ibu menderita penyakit yang dapat menggangu

pertumbuhan janin seperti diabetes mellitus, asma broinkial dan

sebagainya.

3. Memeriksa cairan amnion.

Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion

( volume > 2000 ml ) sering dihubungkan dengan obstruksi traktus

intestinal bagian atas, ibu dengan diabetes atau eklamsi. Sedangkan

oligohidramnion (volume < 500 ml) dihubungkan dengan agenesis ginjal

bilateral. Selain itu perlu diperhatikan adanya konsekuensi

oligohidramnion seperti kontraktur sendi dan hipoplasi paru.

4. Memeriksa tali pusat.

Pada pemeriksaan tali pusat perlu diperhatikan kesegaranya, ada

tidaknya simpul dan apakah terdapat dua arteri dan satu vena. Kurang

lebih 1 % dari bayi baru lahir hanya mempunyai satu arteri umbilikalis

dan 15 % dari pada mempunyai satu atau lebih kelainan konginetal

terutama pada sistem pencernaan, urogenital, respiratorik atau

kardiovaskuler.

5. Memeriksa plasenta

Pada pemeriksaan plasenta, plasenta perlu ditimbang dan

perhatikan apakah ada perkapuran, nekrosis dan sebagainya. Pada bayi

kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion (untuk
menentukan kembar identik atau tidak). Juga perlu diperhatikan adanya

anastomosis vascular antara kedua amnion, bila ada perlu dipikirkan

kemungkinan terjadi tranfusi feto-fetal.

6. Pemeriksaaan bayi secara cepat dan menyeluruh.

7. Menimbang berat badan dan membandingkan dengan masa gestasi.

(sumber: Slideshare.net).

Kejadian kelainan congenital pada bayi kurang bulan 2 kali lebih

banyak dibanding bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kecil untuk

masa kehamilan kejadian tersebut sampai 10 kali lebih besar.

8. Pemeriksaan mulut.

Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-

palatoskisis harus diperhatikan juga apakah terdapat hipersalivasi yang

mungkin disebabkan oleh adanya atresia esofagus. Pemeriksaan patensi

esophagus dilakukan dengan cara memasukkan kateter ke dalam lambung,

setelah kateter di dalam lambung, masukkan 5 - 10 ml udara dan dengan

stetoskop akan terdengar bunyi udara masuk ke dalam lambung. Dengan

demikian akan tersingkir atresia esophagus, kemudian cairan amnion di

dalam lambung diaspirasi. Bila terdapat cairan melebihi 30 ml pikirkan

kemungkinan atresia usus bagian atas. Pemeriksaan patensi esophagus


dianjurkan pada setiap bayi yang kecil untuk masa kehamilan, ateri

umbulikalis hanya satu, polihidramnion atau hipersalivasi.

Pada pemeriksaan mulut perhatikan juga terdapatnya hipoplasia

otot depresor aguli oris. Pada keadaan ini terlihat asimetri wajah apabila

bayi menangis, sudut mulut dan mandibula akan tertarik ke bawah dan

garis nasolabialis akan kurang tampak pada daerah yang sehat (sebaliknya

pada paresis N.fasiali). Pada 20 % keadaan seperti ini dapat ditemukan

kelainan congenital berupa kelainan kardiovaskular dan dislokasi panggul

kongenital

9. Pemeriksaan anus

Perhatikan adanya adanya anus imperforatus dengan memasukkan

thermometer ke dalam anus. Walaupun seringkali atresia yang tinggi tidak

dapat dideteksi dengan cara ini. Bila ada atresia perhatikan apakah ada

fistula rekto-vaginal.

10. Pemeriksaan garis tengah tubuh

Perlu dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bidifa,

meningomielokel dan lain-lain.

11. Pemeriksaan jenis kelamin.

Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin

anaknya. Bila terdapat keraguan misalnya pembesaran klitoris pada bayi

perempuan atau terdapat hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki,

sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin ditunda sampai dilakukan


pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.

D. Teknik Pemeriksaan Fisk Bayi


Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 24 jam dan dilakukan setelah bayi

berada di ruang perawatan. Tujuan pemeriksaan untuk mendeteksi kelainan yang

mungkin terabaikan pada pemeriksaan di kamar bersalin.

Pemeriksaan ini meliputi :

1. Aktifitas fisik

a. Inspeksi : Ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai

serta lengan aktif dan simetris.

2. Pemeriksaan suhu

Suhu diukur di aksila dengan nilai normal 36,5 0C– 37 0 C.

3. Kulit

a. Inspeksi: Warna tubuh kemerahan dan tidak ikterus.

b. Palpasi: Lembab, hangat dan tidak ada pengelupasan.

4. Kepala

a.Inspeksi: Distribusi rambut di puncak kepala.

b. Palpasi: Tidak ada massa atau area lunak di tulang tengkorak. Fontanel

anterior dengan ukuran 5 x 4 cm sepanjang sutura korona dan sutura

segital. Fortanel posterior dengan ukuran 1 x 1 cm sepanjang sutura


lambdoidalis dan sagitalis.
(sumber: pemfis.com)

5. Wajah

a. Inspeksi: Mata segaris dengan telinga, hidung di garis tengah, mulut

garis tengah wajah dan simetris.

6. Mata

a. Inspeksi: Kelompak mata tanpa petosis atau udem. Skelera tidak ikterik,

cunjungtiva tidak merah muda, iris berwarna merata dan bilateral. Pupil
beraksi bila ada cahaya, reflek mengedip ada.

7. Telinga

a. Inspeksi: Posisi telinga berada garis lurus dengan mata, kulit tidak

kendur, pembentukkan tulang rawan yaitu pinna terbentuk dengan baik


kokoh.

(sumber: slidenet.co.id).

8. Hidung

a. Inspeksi: Posisi di garis tengah, nares utuh dan bilateral, bernafas melalui

hidung.

9. Mulut
a. Inspeksi: Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk

penuh berwarna merah muda dan lembab, membran mekosa lembab

dan berwarna merah muda, palatom utuh, lidah dan uvula di garis

tengah, reflek gag dan reflek menghisap serta reflek rooting ada.

10. Leher

a. Inspeksi: Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simestris dan

pendek.

b. Palpasi: Triorid di garis tengah, nodus limfe dan massa tidak ada.

11. Dada

a. Inspeksi: Bentuk seperti tong, gerakan dinding dada semetris.

Frekuensi nafas 40 – 60 x permenit, pola nafas normal.

b. Palpasi: Nadi di apeks teraba di ruang interkosa keempat atau kelima

tanpa kardiomegali.

c. Auskultasi: Suara nafas jernih sama kedua sisi. Frekuensi jantung

100- 160 x permenit teratur tanpa mumur.


d. Perkusi: Tidak ada peningkatan timpani pada lapang paru.

(sumber: mediaibu.com).

12. Payudara
a. Inspeksi: Jarak antar puting pada garis sejajar tanpa ada puting

tambahan.

13. Abdomen

a. Inspeksi: Abdomen bundar dan simetris pada tali pusat terdapat dua

arteri dan satu vena berwarna putih kebiruan.

b. Palpasi: Abdomen lunak tidak nyeri tekan dan tanpa massa hati

teraba 2 - 3 cm, di bawah arkus kosta kanan limfa teraba 1 cm di

bawah arkus kosta kiri. Ginjal dapat di raba dengan posisi bayi

terlentang dan tungkai bayi terlipat teraba sekitar 2 - 3 cm, setinggi

umbilicus di antara garis tengah dan tepi perut.

c. Perkusi: Timpanni kecuali redup pada hati, limfa dan ginjal.

d. Auskultasi: Bising usus ada.

14. Genitalia eksterna

a. Inspeksi (wanita): Labia minora ada dan mengikuti labia minora,

klitoris ada, meatus uretra ada di depan orivisium vagina.

b. Inspeksi (laki-laki): Penis lurus, meatus urinarius di tengah di ujung

glans tetis dan skrotum penuh.

15. Anus

a. Inspeksi: Posisi di tengah dan paten (uji dengan menginsersi jari

kelingking) pengeluaran mekonium terjadi dalam 24 jam.

16. Tulang belakang

Bayi di letakkan dalam posisi terkurap, tangan pemeriksa

sepanjang tulang belakang untuk mencari terdapat skoliosis meningokel

atau spina bifilda.

a. Inspeksi: Kolumna spinalis lurus tidak ada defek atau penyimpang

yang terlihat.
b. Palpasi: Tulang belakang ada tanpa pembesaran atau nyeri.

17. Ekstremitas atas

a. Inspeksi: Rentang pergerakan sendi bahu, klavikula, siku normal

pada tangan reflek genggam ada, kuat bilateral, terdapat sepuluh jari

dan tanpa berselaput, jarak antar jari sama karpal dan metacarpal ada

dan sama di kedua sisi dan kuku panjang melebihi bantalan kuku.

b. Palpasi: Humerus radius dan ulna ada, klavikula tanpa fraktur tanpa

nyeri simetris bantalan kuku merah muda sama kedua sisi.

18. Ekstremitas bawah

Panjang sama kedua sisi dan sepuluh jari kaki tanpa selaput, jarak

antar jari sama bantalan kuku merah muda, panjang kuku melewati

bantalan kuku rentang pergerakan sendi penuh : tungkai, lutut,

pergelangan, kaki, tumit dan jari kaki tarsal dan metatarsal ada dan sama

kedua sisi reflek plantar ada dan sismetris.

19. Pemeriksaan reflek

a. Berkedip

Sorotkan cahaya ke mata bayi. Normal: dijumpai pada tahun

pertama.

b. Tonic neck

Menolehkan kepala bayi dengan cepat ke satu sisi. Normal:

bayi melakukan perubahan posisi jika kepala di tolehkan ke satu sisi,

lengan dan tungkai ekstensi kearah sisi putaran kepala dan fleksi pada

sisi berlawanan, normalnya reflex ini tidak terjadi setiap kali kepala di

tolehkan tampak kira–kira pada usia 2 bulan dan menghilangkan

pada usia 6 bulan.

c. Moro
Ubah posisi dengan tiba-tiba atau pukul meja /tempat tidur.

Normal : lengan ekstensi, jari–ari mengembang, kepala mendongak ke

belakang, tungkai sedikit ekstensi lengan kembali ke tengah dengan

tangan mengenggam tulang belakang dan ekstremitas bawah

eksteremitas bawah ekstensi lebih kuat selama 2 bulan dan

menghilang pada usia 3 - 4 bulan.

d. Mengenggam

Cara : letakan jari di telapak tangan bayi dari sisi ulnar, jika

reflek lemah atau tidak ada beri bayi botol atau dot karena menghisap

akan menstimulasi reflek. Normal : jari–jari bayi melengkung

melingkari jari yang di letakkan di telapak tangan bayi dari sisi ulnar

reflek ini menghilangkan pada usia 3 - 4 bulan.

e. Rooting

Cara : gores sudut mulut bayi melewati garis tengah bibir.

Normal: bayi memutar kearah pipi yang diusap, reflek ini

menghilangkan pada usia 3 - 4 bulan tetapi bisa menetap sampai usia

12 bulan terutama selama tidur.

f. Menghisap

Cara : beri bayi botol dan dot. Normal : bayi menghisap

dengan kuat dalam berepons terhadap stimulasi reflek ini menetap

selama masa bayi dan mungkin terjadi selama tidur tanpa stimulasi.

g. Menari / melangkah

Cara : pegang bayi sehingga kakinya sedikit menyentuh

permukaan yang keras. Normal : kaki akan bergerak ke atas dan ke

bawah jika sedikit di sentuh ke permukaan keras di jumpai pada 4 - 8

minggu pertama.
20. Pengukuran antropometrik

a. Penimbang berat badan

Alat timbangan yang telah diterakan serta di beri alas kain di

atasnya, tangan bidan menjaga di atas bayi sebagai tindakan

keselamatan . BBL 2500 - 4000gram.

Klasifikasi Berdasarkan Berat Badan Lahir dan Usia Kehamilan

Berat Badan Lahir

Klasifikasi Berat Badan

Berat badan ektrim rendah < 1000 gram

Berat badan sangat rendah < 1500 gram

Berat badan rendah < 2500 gram

Berat badan normal >2500 gram

Klasifikasi Usia Kehamilan

Prematur < 37 minggu (<259 hari).

Aterm 37-42 minggu

Postmatur >42 minggu (>294 hari).

(sumber: Bates, 2008).

b. Panjang badan

Letakkan bayi datar dengan posisi lurus se bisa mungkin.

Pegang kepala agar tetap pada ujung atas kita ukur dan dengan

lembut renggangkan kaki ke bawah menuju bawah kita. PB :


48/52cm.

c. Lingkar kepala
Letakakan pita melewati bagian oksiput yang paling menonjol

dan tarik pita mengelilingi bagian atas alis LK : 32 - 37 cm.

d. Lingkar dada

Letakan pita ukur pada tepi terrendah scapula dan tarik pita

mengelilingi kearah depan dan garis putih. LD : 32 – 35 cm.

(sumber: www.gambarbagus.com).

E. Pemeriksaan Fisik pada Bayi waktu Pulang

Pada waktu memulangkan dilakukan lagi pemeriksaan untuk

menyakinkan bahwa tidak ada kelainan kongenital atau kelainan akibat

trauma yang terlewati, di samping itu perlu di perhatikan apakah bayi

sudah pandai menyusu dan ibu sudah mengerti cara pemberian ASI yang

benar. Perlu di perhatikan :

1. Susunan saraf pusat : aktifitas bayi, ketegangan, ubun-ubun.

2. Kulit : adanya ikterus, piodermia.

3. Jantung : adanya bising yankemudian.

4. Abdomen : adanya tumor yang tidak terdektesi sebelumnya.

5. Tali pusat : adanya infeksi (William, 2008).


F. Pemeriksaan pada Anak-Anak Dan Pra Sekolah
1. Prosedur
a. Pengkajian keadaan umum
1) Mengukur tanda-tanda vital
Tekanan darah :
a) Pasang manset yang menutupi 75% pada lengan.
b) Palpasi radialis atau poplitea dan letakkan diafragma stetoskop
diatas arteri.
c) Kempiskan dan perhatikan titik pertama kali denyut didengarkan
dan titik dimana denyut menghilang
d) Tekanan darah normal :
untuk sistolik : usia 1 – 7 tahun = usia (tahun) + 90
usia 8 – 18 tahun = (2x usia (tahun)) + 90
untuk diastolik : usia 1 – 5 tahun = 56
usia 6 – 18 tahun = usia (tahun) + 52
perhatikan : anak yang menangis dapat meningkatkan tekanan
darah (Bates, 2008).
- Nadi :
a) Ukur denyut nadi dengan meletakkan jari pada arteri radialis atau
letakkan stetoskop pada denyut apikal pada titik inklus maksimum
(TINI). Usia <7 tahun letakkan stetoskop pada ICS 4 sedangkan
usia >7 tahun pada ICS 5. (Arbianingsih, 2011).
b) Untuk anak usia kurang dari 2 tahun, sebaiknya menghitung denyut
nadi pada denyut apikal dan anak dalam kondisi tenang agar
mendapatkan hasil yang akurat. (Arbianingsih, 2011).
c) Nilai normal denyut nadi :

Usia Denyut nadi normal


3 bulan – 2 tahun 80-150
3-4 tahun 80-120
5-6 tahun 75-115
8-12 tahun 70-110
- Suhu : pilih termometer yang sesuai dan atur posisi untuk pengukuran
suhu.
a) Term oral : letakkan dibawah lidah di dalam kantong sublingual
kanan atau kiri dan minta anak mengatupkan mulutnya. Ukur
selama 3-7 menit. Termometer oral digunakan pada anak yang
berusia diatas 4 tahun dan pastikan sebelum pemeriksaan, anak
tidak makan, tidak minum, atau merokok dalam 15 – 30 menit yang
lalu.. (Arbianingsih, 2011).
b) Term aksila : letakkan dibawah lengan dengan ujungnya tepat
ditengah axial dan dekatkan dengan kulit. Tahan tangan anak untuk
menjepitnya. Ukurannya ±5- 9 menit. (Arbianingsih, 2011).
c) Term rectal : ujung term diberi pelumas, lalu dimasukkan ± 1,5 cm
untuk infant, ± 2,5 cm untuk anak dan ±3,7 cm untuk remaja
kedalam rectum. Pegang dengan hati-hati, ukur ± 4 menit.
Perhatikan suhu yang tertera di thermometer. Penggunaan
thermometer rectal digunakan hanya jika sangat diperlukan dalam
pemeriksan karena prosedur ini menyebabkan ketidaknyamanan
pada anak dan juga terdapat banyak serabut saraf yang beresiko
untuk cedera pada anak. (Arbianingsih, 2011).
d) Term timpani : alat ini biasa banyak digunakan untuk mengukur
suhu pada anak. Pilih ukuran yang sesuai dengan usia anak,
masukkan ke liang telinga. Perhatikan pada anak yang menderita
autitis media dengan membran timpani meradang, gunakan teknik
pengukuran suhu yang lain.
- Pernafasan :
a) Kaji frekuensi pernapasan, dengan menggunakan jari atau tangan
tepat pada procesus xipoideus, hitung selama 1 menit penuh.
Perhatikan kedalaman irama dan nafas, dapat pula dikaji
menggunakan stetoskop. (Arbianingsih, 2011).
b) Nilai normal pernapasan,
usia Frekuensi pernapasan
3-10 tahun 20-28 kali/menit
10-14 tahun 16-20kali/menit

2) Mengukur tinggi badan dan berat badanMenentukan berat badan : usia 5


tahun: pakaian anak dibuka kecuali pakaian dalam dan ditimbang dengan
timbangan berdiri.
a) Anak usia > 5 tahun: buka sepatu, anak ditimbang dengan berpakaian
dan dengan timbangan berdiri.
b) Penilaian berat badan disesuaikan dengan grafk BB menurut usia anak.

3) Menentukan Tinggi Badan:


a) Anak-anak (usia > 20 bulan) : anak diminta untuk berdiri tegak dan
ukur tinggi badan.
b) Mengukur lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut dan lingkar
Mengukur lingkar kepala: Pengukuran lingkar kepala secara
berkala merupakan halyang penting utamanya pada anak di bawah
usia 2 tahun dan anak-anak dengan kondisi tertentu. Lingkar kepala
dipengaruhi oleh status gizi anak sampai usia36 bulan. Pengukuran
rutin diakukan untuk menjaring kemungkinan adanya penyebab lain
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otak.
Posisikan anak dalam kondisi terlentang atau duduk bagi anak
yang sudah dapat duduk. Letakkan meteran melingkari kepala tepat di
atas alis dan pinna dan meingkari oksiput yang menonjol. Perhatikan
pula kesimetrisan kepala klien.
c) Mengukur lingkar dada : Lingkar dada diperiksa pada bayi baru lahir
serta setiap kunjungan sampai usia 2 tahun. Pada bayi baru lahir
ukuran dada 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala, kemudian berangsur
sama atau sedikit lebih besar dari lingkar kepala setelah 2 tahun.
Lingkar dada diukur dengan meletakkan meteran melingkari dada
tepat setinggi puting susu.
d) Mengukur lingkar perut : Pengukuran lingkar perut dilakukan secara
rutin jika terdapat asites pada anak untuk menilai progresivitasnya.
Lingkar perut diukur pada posisi duduk atau berdiri, kecuali pada anak
sakit berat atau bayi dilakukan pada posisi berbaring. Pengukuran
dilakukan pada lingkaran perut terbesar yang pada umumnya melalui
umbilikus (pusat).
e) Mengukur lingkar lengan atas : Lingkar lengan atas (LLA)
mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak
terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan
berat badan. Pada anak umur 1-5 tahun, LLA dapat menunjukkan
status gizi. Letakkan meteran secara melingkar pada 1/3 bagian atas
lengan.
Interpretasi:

< 12,5 cm : gizi buruk (merah)

12,5 – 13,5 cm : gizi kurang (kuning)

> 13,5 cm : gizi baik (hijau)


2. Teknik Pemeriksaan
a. Kepala dan Leher
Posisikan anak dalam keadaan duduk. Pemeriksaan dalam
posisi duduk akan lebih efektif dalam pengkajian kepala dan leher.

1) Inspeksi

a) Inspeksi bentuk kepala, posisi dan kesimetrisa. Bentuk kepala


yang normal yaitu normocepal, berada sejajar dengan leher dan
simetris. Kepala yang membesar disebut makrocepal dan yang
mengecil disebut mikrocepal. Adanya pendataran pada satu sisi
kepala, seperti ubun-ubun kecil, dapat mengindikasi bahwa
anak terus menerus berbaring pada posisi yang sama. Tanda
asimetris biasanya abnormal dan dapat mengindikasikan
penutupan premature sutura (kraniosinostosis. Fontanel ketiga
biasanya terdapat diantara fontanel anterior dan posterior
merupakan khas pada anak dengan down sindrom. Penutupan
fontanel yang lambat dapat terjadi pada anak dengan
hidrocepalus, rakitis dan kretinisme
b) Evaluasi rentang gerak kepala anak dengan meminta anak
untuk melihat ke setiap arah (kiri, kanan, atas, bawah) atau
lakukan secara manual pada anak yang kecil untuk setiap
posisi. Keterbatasan rentang gerak dapat mengindikasikan
adanya wryneck atau tortikalis atau sebagai akibat dari cedera
otot sternocleidomastoidens.
c) Inspeksi bentuk tulang tengkorak; pada anak yang anencefali,
tidak memiliki tulang tengkorak. Adanya caput suksedanum
atay sefal hematoma.
d) Observasi kesimetrisan, pergerakan dan penampilan umum
wajah. Minta anak tersenyum untuk mengkaji kesimtersian dan
mengetahui adanya derajat paralisis. Pergerakan wajah yang
tidak simetris mengindikasikan adanya paralisis nervus fasialis
sehingga wajah akan tertarik ke sisi yang sehat.
e) Catat adanya proporsi wajah yang tidak biasa, misalnya dahi
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengindikasikan
sindrom tertentu atau pengaruh faktor genetik, jarak mata yang
terlalu lebar dan hidung datar merupakan ciri utama dari down
sindrom.
f) Inspeksi warna, tekstur dan distribusi rambut, kepala, bulu
mata, alis dan rambut dipermukaan tubuh. Pada anak yang
malnutirisi seringkali ditemukan rambut berwarna merah
jagung, kering dan mudah tercabut. Perhatikan kulit kepala
akan terdapatnya manifestasi infeksi (bakteri, jamur),
hemangioma dan lesi kulit yang lain. Seringkali alis dan bulu
mata bayi premature belum tumbuh. Pada sindrom cornelia de
Lange dan sindrom Waardenburg alis sisi kiri dan kanan
bertemu di tengah.
2) Palpasi
a) Palpasi hidung tengkorak untuk mengetahui kepatenan sutura,
ubun-ubun, fraktur dan pembengkakan. Kepala yang teraba
lunak dan membengkak dapat mengindikasikan tumor otak atau
abses.
b) Perkusi tulang tengkorak untuk mengetahui adanya tanda
Macewen atau cracked pot sign (bunyi pot retak). Suara ini
normal selama ubun-bun masih terbuka. Bila ubun-ubun telah
menutup dan tanda ini positif, menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intra cranial atau dilatasi ventrikel otak.
c) Palpasi kelenjar tiroid dengan berdiri di belakang klien.
d) Palpasi adanya pembesaran kelenjar limfe pada bagian leher
yang akan membesar jika terdapat infeksi disekitarnya.
b. Mata
Beritahu anak untuk dapat bekerja sama, utamanya pada anak
yang besar.
1) Inspeksi
a) Visus atau ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan
memperhatikan fokus pandangan anak terhadap objek tertentu,
meskipun tidak lama. Bayi yang lebih besar dan anak kecil dapat
dinilai kesan penglihatannya dengan melihat reakisnya terhadap
mainan atau keadaan sekitar. Anak yang lebih besar dapat diuji
dengan tulisan atau gambar atau dengan menggunakan kartu
snellen.
b) Penempatan kelopak yang tepat pada mata. Ketika mata terbuka,
kelopak mata atas harus berada dekat itis bagian atas. Ketika
mata tertutup. Kelompak mataharus menutupi seluruh kornea
dan sclera. Ptosis ialah kelopak mata yang tidak dapat terbuka,
keadaan ini dapat terjadi akibat cidera otak padasaat persalinan
atau lesi n.okulomotorius.
c) Konjungtiva palpebra dengan menarik kelopak mata bawah dan
meinta anak melihat ke atas, normalnya terlihat erah muda.
d) Sclera, yakni bagian mata berwarna putih yang menutupi bola
mata, normalnya jernih. Pada anak dengan ikterus, maka sclera
akan berwarna kekuningan.
e) Kornea, yakni bagian mata yang menutupi iris dan pupil,
normalnya jernih dan transparan. Catat jika terjadi kekeruhan
karean dapat menjadi tanda perlukaan atau ulserasi yang dapat
mengganggu penglihatan.
f) Refleks pupil,sinari mata dengan cahaya secara cepat dan lihat
reaksi pupil. Ormalnya, pupil akan berkontraksi saat cahaya
mendekat dan akan berdilatasi saat cahaya menjauh.
2) Palpasi
a) Raba permukaan kelopak mata anak, normalnya akan teraba
lunak. Jika teraba keras mengingdikasikan terjadi pengingkatan
tekanan intraokuler.
c. Telinga
1. Inspeksi
a) Posisi, ukuran dan kesimetrisan dau telinga. Perhatikan adanya
deformitas, inflamasi, nodul atau lesi di kulit. Daun telinga yang
kecil terdapat pada sindrom down. Pada kelaianaN yang disebut
low set ear posisi daun telinga lebih renda daripada tarikan
garis horizontal dari sudut epikantus mata.
b) Daun telinga dilipat, Dan lama baru kembali keposisi semula
menunjukkan tulang rawan masih lunak.
c) Pemeriksaan liang telinga sebaiknya didahului dengan
pembersihan serumen. Gunakan speculum telinga atau otoskop.
Untuk memudahkan pemeriksaan tarik telinga ke bawah dan ke
belakang pada anak usia kurang dari 3 tahun karena saluran
melengkung ke atas. Sedangkan pada anak lebih tua usia diatas
3 tahun, saluran melengkung kebawah dan kedepan, oleh
karenanya telinga ditarik ke atas dan ke belakang. Normalnya
tidak terdapat peningkatan sekresi mukopurulen yang berbau,
tidak nyeri atau gatal. Membrane timpani tampak berwarna
merah muda atau abu- abu dan mengkilat.
d) Ketajaman pendengaran (pemeriksaan nervus VIII/n.
akustikus): pada anak yang lebih besar dapat diuji dengan tes
bisik
e) Anak usia kurang dari 3 tahun dapat berespon terhadap suara
yang keras.
f) Tes weber dapat dilakukan pada anak diatas usia 3 tahun.
Caranya : mengetuk garpu tala lalu menempatkannya dibagian
vertex kepala atau bagian tengah dahi, normalnya anak akan
mendengarkan suara yang sama dikedua telinga dengan
intensitas yang sama.
d. Mulut
1. Inspeksi :
a) Kemampuan untuk membuka mulut. Pada anak yang tetanus
dapat terjadi kerusakan untuk membuka mulut yag disebut
sebagai trismus. Dalam hal ini, sebaiknya diukur berapa mm
atau cm mulut dapat dibuka (diukur dari ujung gigi seri atas
dan bawah), agar dapat dibandingkan pada pemeriksaan
berikutnya untuk menilai progresivitas dari penyakit anak.
b) Bau napas, holositosis (bau mulut yang tidak sedap) dapat
disebabkan oleh hygine gigi dan mulut yang buruk, muntah,
dehidrasi, tonsillitis kronik atau penyakit mulut lainnya. Bau
aseton dapat tercium pada ketoasidosis.
c) Bibir, perhatikan adanya fisura pada bibir, kesimetrisan,
warna, dan kelembaban bibir. Bibir harus lembab, lunak,
halus, berwarna merah muda, dan simetris. Adanya celah
pada bibir disebut sebagai labioskiziz. Bibir yang tidak
simetris mengindikasikan adanya paresis n.trigeminus atau
n.fasialis. warna biru keabu-abuan menunjukkan anak
sianosis, warna pucat menunjukkan anemia, warna merah
anggur biasanya ditemukan pada keracunan salisilat, diabetes
dan keracunan karbon monoksida.
d) Mukosa pipi perhatikan adanya bercak- bercak putih,
menimbul, mirip sisa susu diselaput lendir bibir pipi yang
disebut sebagai oral trush yang diakibatkan oleh infeksi
candida albicans . Perhatikan pula adanya bercak koplik yang
merupakan tanda stadium prodmoral campak.
e) Gigi dan gusi, inspeksi jumlah gigi, hygine, kondisi lengkung
dental. Warna keputih- putihan yang melapisi permukaan gigi
yang buruk. Titik- titik coklat pada lengkung mahkota gigi
atau diantara gigi mungkin merupakan karies. Warna seperti
kapur atau kekuningan atau area kecokletan pada gigi
mengindiksikan fluorosis (asupan fluoride berlebihan).
Warna gusi normal adalah merah muda terang dan tekstur
permukaannya berbintik- bintik. Pada anak yang berkulit
gelap, gusi berwarna lebih gelap.
f) Lidah, inspeksi lidah untuk mengetahui ukuran dan
mobilisasi lidah. Makroglosia (lidah yag terlalu besar)
terdapat pada hipotirodisme, sindrom down, dan neoplasma
lidah. Mikroglosia (lidah lebih kecil) terdapat pada sindrom
mobius dan sindrom aglosia- adaktilia. Glosoptosis (lidah
tertarik kebelakang) biasanya disertai dengan hipolasia
mandibula yang dapat menyebabkan gangguan pernapasa.
Tremor pada lidah diperiksa saat lidah terjulur. Tremos lidah
halus biasanya terdapat pada hipotiroidisme, sedangkan
tremor lidah kasar terdapat pada anak demam terutama
demam thypoid dan cerebral palsi. Lidah kotor (coated
tongue) ditandai oleh debris berwarna putih abu- abu atau
coklat sering tampak pada penyakit demam utamanya demam
thypoid, campak, scarlet fever. Atropi lidah atau adanya
deviasi pada lidah mengindikasikan adanya kerusakan
nervous. Pemeriksaan nervous XI Hipoglosus, caranya :
minta pasien untuk menjulurkan lidah lurus kemudian
menarik dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah
kekiri- dan kekanan dan sementara itu pemeriksa melakukan
palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah.
1) Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spantel, hasil
positif bila ada refleks muntah (Gags refleks).
2) Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
3) Pemeriksaan nervous X (Vagus), tekan lidah dengan
menggunakan spantel, dan anjurkan klien untuk
mengatakan “AH” dan perhatikan ovula apakah
terangkat.
4) Pemeriksaan nervus VII (facialis) sensori. Tetesi bagian
2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit,
kemudia menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3
bagian belakang lidah untuk pemeriksaan nevus.
5) Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari
kelingking kedalam mulut, raba palatum keras dan lunak,
pastikan kedua palatum tersebut utuh. Apabila ada lubang
disebut sebagai palato shizis.
e. Dada & Paru- paru :
1. Inspeksi
a) Bentuk dada : kesimetrisan, ukuran dan perkembangan payudara. Bentuk
dada abnormal dikenal ada 3 yaitu, funnel chest, pigeon chest, dan burrel
chest. Pada funne chest , sternum bagian bawah serta rawan iga masuk ke
dalam, terutama saat inspirasi. Keadaan ini merupakan kelainan
congenital atau dapat disebabkan oleh hipertofi adenodi yang berat. Pada
pigeon chest (dada burung), sternum menojol kearah luar, biasanya
disertai dengan depresi vertical pada daerahkostokondral. Kelainan ini
terdapat pada rakitis, osteoporosis, sindrom marfan, sindrom noonan dan
oenyakit morquio. Barrel chets, dada berbentuk bulat seperti tong
ditandai dengan sternum yang terdorong kearah depan dengan iga- iga
horizontal. Biasanya terdapat pada penyakit paru obstruksi kronis seperti
asma, fibrosis kristik dan emfisema.
b) Ekspansi dada : perhatikan pengembanga dada klien saat ia
menarik napas dan menghembuskan napas. Pergerakan dinding dada
harus simetris bilateral dan terkoordinasi dengan pernapasan. Selama
inspirasi dada terangkat dan mengembang, diafragma menurun dan sudut
kosta menigkat. Sedangkan selama ekspansi dada turun dan ukurannya
mengecil, diafragma naik dan sudut kosta menyempit.
c) Sifat pernapasan : Pada anak usia 6 atau 7 tahun, prinsip pergerakan
pernapasan adalah abdominal atau diafragmatik. Pada anak lebih tua,
pernapasan uatamanya adalah thoraks.
d) Retraksi : selama proses inspirasi dan ekspirasi, perhatikan adanya
penggunaan otot bantu pernapasan. Adanya retraksi (tarikan dinding
dada) diakibatkan terhambatnya aliran udara masuk keparu akibat
kondisi seperti asma, fibrosis cystik dan ostruksi. Retraksi biasanya dapat
dilihat diarea intercostal, supraclavicula, dan subternal.
2. Palpasi
a) Palpasi dilakukan dengan meletakkan telapak telapak tangan serta jari-
jari pada seluruh dinding dada dan punggung. Perhatikan kesimetrisan
pergerakan dinding dada.
b) Vocal premitus : letakkan tangan dikedua lapang paru dan minta
anak untuk mengatakan “99” atau “eee” . normalnya akan teraba
getaran yang sama pada kedua telapak tangan yang diletakkan dikedua
sisi dada. Fremitus suara akan meninggi bila ada konsolidasi seperti
pada pneumonia. Fremitus akan berkurang bila terdapat obstruksi
jalan napas, atelektasi, pleuritis.
3. Perkusi
a) Perkusi paru dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara langsung dan
tidak langsung. Cara langsung yakni dengan mengetukkan jari
langsung pada dinding dada, sedangkan cara tidak langsung yaitu
dengan meletakkan satu jari didinding dada lalu mengetuknya dengan
jari tangan yang lain. Perkusi dimulai dari daerah supraklvikular
kemudian kebawah setiap satu sela iga dan tiap sekali dibandingkan
dengan sisi kanan dan kiri.
b) Untuk paru naterior, anak duduk atau telentang, untuk paru posterior,
anak duduk. Normalnya suara perkusi paru adalah sonor. Namun
suara perkusi akan berkurang (redup atau pekak) normalnya pada
daerah scapula, diafragma, hati dan jantung.
c) Pekak pada garis midclavikula kanan ICS 5 (hepar), pekak pads ICS
2-5 diatas sternum krir sampai garis midclavikula (jantung), ICS 5
kebawah bunyi timpani (lambung).
4. Auskultasi
a) Letakkan diafragma stetoskop pada lapang paru anak dan dengarkan
secara sistematis dan simetris mulai dari apex kedasar paru dan
dibandigkan antara sisi kanan dan kiri.
b) Suara napas dasar :
1) Suara napas vesicular, suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang
daripada suara ekspirasi dan terdengar seperti membunyikan “fff”
dan “www”. Suara vesicular melemah pada penyempitan bronkus
dan setiap keadaan yang menyebabkan ventilasi berkurang .
2) Suara napas bronchial : suara inspirai keras yang disusul oleh
ekspirasi yang lebih keras, dapat disamakan dengan bunyi “khkhkh”.
Suara ini normalnya hanya terdengar pada bronkus besar kanan dan
kiri, didaerah parasternalis atas dada depan dan di interskapuler di
belakang. Jika terdapat di daerah lain, berarti terdapat konsolidasi
yang luas, misalnya pada pneumonia lobaris.
3) Suara napas bronkovesikular : merupakan kombinasi antara suara
bronchial dan vesicular.
c) Suara napas tambahan (abnormal) :
1) Crakles (rales) : terdengar terutama saat inspirasi dari saluran
akibat udara melalui cairan.
2) Mengi (wheezing) : disebabkan udara melewati saluran yang sempit.
Biasanya terdengar saat ekspirasi.
3) Stridor : bunyi akibat obstruksi pada trakea atau laring (ngorok)
biasanya didengarkan selama inspirasi.
4) Friction rub pleural: bunyi gemercik, bergesekan selama inspirasi &
ekspirasi, terjadi karena permukaan pleura mengalami inflamasi.
d) Bunyi suara (terdengar tapi suara tidak jelas)
1) Pektoriloquy : anak membisiskkan kata- kata tapi yang terdengar suku
kata.
2) Bronkofoni : anak mengucapkan kata- kata yang tidak dapat
dibedakan tetapi resonan vocal meningkat dalam intensitas &
kejelasan.
3) Egofoni: anak mengatakan “ee” yang terdengar sebagai bunyi nasal
“ay” melalui stetoskop.
f. Jantung
1. Inspeksi
a) Inspeksi paling baik dilakukan pada aak yang duduk dalam posisi
semi fowler.
b) Inspeksi prekordium dan lihat apakah tampak denyut jantung pada
bagian apeks. Pada anak dengan dinding dada yang tipis, pulsasi
mungkin dapat terlihat.
c) Karena evaluasi fungsi jantung yang konpherensif tidak terbatas
hanya pada jantung, maka perhatikan pula adanya distensi vena
leher, jari tubuh pada tangan, sianosis perifer, edema, tekanan
darah dan status pernapasan.
2. Palpasi
Palpasi denyut apical, untuk usia di bawah 7 tahun terletak pada
sela iga ke-5. Dengan posisi sebelah kiri linea midclavikula hingga usia
4 tahun, tepat pada linea midclavikula pada usia 4-6 tahun dan sebelah
kanan linea midclavikula pada usia 7 tahun keatas.
3. Perkusi
Perkusi dilakukan dari ferifer ke medial dapat memberikan kesan
besarnya jantung terutama bila terdapat kardiomegali yang nyata.
Namun, pada bayi dan anak kecil, perkusi sulit dilakukan dengan baik,
palpasi sudah cukup memberikan informasi untuk menentukan besar
jantung.
4. Auskultasi
a) Auskultasi bunyi jantung (BJ) tidak hanya dilakukan pada 4 area.
Sebaiknya membiasakan diri memulai auskultasi dari apeks,
kemudian ke tepi sternum, ke supraklavikula, suprasternal, dan
area karotis hingga bagian dada samping punggung.
b) Normalnya BJ 1 dan BJ 2 dapat terdengar secara berurutan
sedangkan BJ 3 secara normal dapat terdengar pada beberapa
anak,dan BJ 4 jarang terdengar sebagai bunyi normal. Oleh
karenanya dibutuhkan evaluasi jantung lebih lanjut jika
didengarkan BJ BJ 1 disebabkan oleh penutupan katup
atrioventrikuler (mitral dari tricuspid) sedangkan BJ 2 disebabkan
oleh penutupan katup pulmonal dan aorta. Auskultasi untuk
mendengarkan BJ dapat dilakukan dengan meletakkan stetoskop
pada area :
1) Aorta : ICS 2 kanan dekat sternum
2) Pulmonalis : ICS 2 kiri dekat sternum
3) Titik ERB : ICS 2 & 3 kiri dekat sternum
4) Apical atau mitral : ICS 5 grs midklavicula kiri (bayi : ICS 3-4
leteral garis midclavicula kiri)
c) Untuk membedakan antara BJ 1 dan BJ 2, secara simultan
dilakukan palpasi nadi karotis dengan jari telunjuk dan jari tengah
dengan auskultasi Bj. BJ 1 sinkron dengan denyut nadi karotis
d) Catat evaluasi bunyi jantung terkait dengan kualitas, intensitas,
frekuensi, dan irama.
Temuan :
a) S1 & S2 terdengar jelas, jernih , frekuensi sama dengan nadi
radialis,irama teratur & tetap
b) Area aorta : S2 lebih keras daripada S1
c) Pulmonal : Paling baik terdengar pemecahan S2
d) Titik Erb : Murmur fungsional paling sering
e) Area mitral atau apical : S1 terdengar paling keras
g. Abdomen
Pengkajian abdomen pada anak yang lebih kecil umumnya
dilakukan setelah pengkajian jantung dan paru. Pemeriksaan abdomen
meliputi inspeksi, auskultasi, dan palpasi. Tindakan palpasi dilakukan
terakhir karena dapat mengganggu bunyi norma abdomen.
1) Inspeksi
a) Berdirilah pada sisi kanan anak yang berbaring telentang dan
kaji bentuk abdomen anak. Ukuran abdomen anak lebih besar
dari ukuran dada pada anak umur dibawah 4 tahun, yang tampak
membuncit. Bentuk perut yang cekung (skafoid) pada posisi
telentang tampak pada bayi baru lahir dengan hernia
diafragmatika yang besar sehingga sebagian besar rongga
perutnya berada dalam rongga dada. Pada anak yang lebih besar,
perut skafoid dapat ditemukan pada anak dengan malnutrisi,
dehidrasi berat, ileus obstruksi tinggi, serta phneumothoraks.
b) Dinding perut yang meregang dapat ditemukan pada kondisi
asites, sedangkan dinding perut yang berkerut terlihat pada
malnutrisi. Distensi abdomen : tampak kulit perut teregang dan
mengkilat.
2) Auskultasi
a) Suara peristaltic terdengar sebagai suara yang intensitasnya
rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Nada peristaltic akan
meningkat (nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinalis,
dan akan bertambah frekuensinya pada gastroenteritis. Suara
peristaltic akan berkurang bahkan menghilang pada peritonitis
atau ileus obstruktif.
b) Bising aorta : terdengar pada epigastrium sedikit ke kiri dari
garis tengah yakni pada area koartasio aorta abdominalis.
3) Perkusi
a) Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara sistematis ke
bagian bawah abdomen. Normaknya terdengar bunyi timpani di
seluruh permukaan abdomen kecuali area hati dan limpa.
b) Perkusi abdomen diutamakan untuk menentukan adanya cairan
bebas (asites) atau udara didalam rongga abdomen. Perkusi juga
dapat menentukan batas hati dan batas massa dalam abdomen.
4) Palpasi
a) Palpasi hepar : pada anak yang lebih besar biasanya tidak dapat
teraba.
b) Berdiri disamping kanan penderita. Tangan kiri pada dinding
toraks posterior penderita pada iga 11-12. Tekan keatas (dinding
dada terangkat).
c) Tangan kanan pada batas tulang iga membentuk sudut 45
derajat.
d) Penderita ekhalasi : tekan 4-5 cm. rasakan batas hepar (sulit
teraba pada obesitas)
e) Palpasi paru :
i. Anjurkan pasien miring ke sisi kanan (agar dekat dengan
dinding perut).
ii. Lakukan paplpasi sama dengan hepar.
iii. Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi
lateral ke medial, terlihat kontraksi.
h. Punggung
1) Kaji adanya lordosis, kifosis, dan skoliosis pada postur anak.
2) Rib hum and flank : dalam posisi bungkuk jika tulang belakang
rata/simetris (scoliosis postural) sedangkan jika asimetris atau bahu
tinggi sebelah dan vertebra bengkok (scoliosis structural)
skohometer >40.
3) Susuri tulang belakang, apakah ada spina bivida okulta : ada
lekukan pada lumbo sacral, tanpa hernisi dan distribusi lanugo
lebih banyak.
4) Spina bivida sistika : dengan herniasi, meningokel (berisi meningen
dan CSF ) dan mielomeningkel (meningen + CSF + saraf spinal).
i. Tangan
1) Inspeksi kesimetrisan panjang dan ukuran masing-masin tangan. Hitung
jumlah jari tangan dan kaki untuk meyakinkan jumlahnya normal.
Adanya jari tambahan disebut polidakil atau ditemukan fusi jari
(sindaktili/jari-jari bersatu).

(Sumber: slideshare.net).

2) Pada kuku anak yang mudah patah, biasanya ditemukan pada anak
dengan kelainan nurisi. Ujung jari normalnya halus. Kelainan pada
kuku anak yaitu kuku clubbing finger, bila lebih 180 diduga kelainan
system pernafasan gambar clubing finger.
a) Kuku normal, sudut antara kuku dan dasar kuku kirakira 160°.
b) Clubbing awal, sudut antara kuku da dasar kuku hampir 180°,
disebebkn oleh ploriferasi jaringan pada phalanges distal.
c) Clubbing lebih lanjut, sudut antara kuku dan dasar kuku kurang dari
180°. Dasar kuku terlihat bengkak.
d) Garis telapak tangan secara normal menunjukkan tiga buah
lengkungan garis tangan. Namun pada beberapa situasi seperti
sindrom don, dua garis tangan horizontal bersatu dan membentuk
garis horizontal yang disebut garis transpalmar( garis telapak tangan

tunggal)

gambar garis tangan normal dan tidak normal (Sumber: slideshare.net).

j. Pelvis
1) Kaji terhadap adanya dislokasi panggul atau conginetal dislocation
hip (CDH). Dapat dilakukan tes luteal, tanda Galeazzi atau tanda
Allis, ortholani test, trendelenburg test, addling gait, dan Thomas
test.
2) Test gluteal : letakkan bayi atau anak dalam posisi tengkurap. Amati
kesimetrisan lipatan paha. Jika ditemukan lipatan paha tidak sama
maka dapat dicurigai anak mengalami CDH.
3) Test balrow: letakan anak dalam posisi telentang . fleksikan dan agak
abduksi kedua pinggul ketika mengangkat femur dan melakukan
penekanan pada trochanter. Uji ini andal hanya pada neonates.
Temuan abnormal di peroleh intabilitas sendi pinggul.
4) Tanda galeazzi atau tanda Allis : letakkan bayi dalam posisi
telentang dengan pinggul dan lutut di fleksikan. Pada anak CDH
ditemukan tinggi lutut tidak sama.
5) Test ortholani: letakkan anak pada posisi telentang. Dengan ibu jari
anda dibagian dalam kedua paha dan jari telunjuk anda diletakkan di
otot-otot trochanter, fleksikan pinggul dan lutut. Abduksikan setiap
lutut sampai bagian lateral lutut menyenth meja pemeriksa. Uji ini
dilakukan sampai anak berumur 1 tahun. Anak dicurigai mengalami
CDH bila bunyi 38hom terdengar pada saat abduksi. Bunyi klik yang
di dengar disebut sebagai klik orolani.
6) Test tendelenburg: amati cara berjalan anak. Pada anak dengan
CDH, pada saat kaki yang terkena digunakan bertumppu, maka sisi
yang tidak terkena akan jatuh.
7) Waddling gait: jalan seperti bebek.
8) Test 38homas; lutut kanan di tekuk dan dirapatkan kedada, sakit dan
lutut kiri akan terangkat.
(sumber: slideshare.net)
k. Kaki
1) Kaji adanya kelainan bentuk tulang. Bowleg atau genn varum
adalah melengkungnya tibia ke arah lateral. Hal ini secara klinis
dapat terlihat ketika anak berdiri dengan posisi maleoli medial
terhadap jarak diantara lutut lebuh besar kira-kira 5 cm. Anak
toddler biasanya memiliki kaki melengkung karena otot kaki
mereka belum berkembang dengan baik. Kondisi ini dapat
berlangsung hingga usia 2-3 tahun. Jika hal ini menetap maka
perlu di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Diliahat pada gambar 1
2) Knock knee atau genu valgum, tampak berlawanan dengan
bowleg. Pada genu valgum, lutut saling mendekat satu sama lain
tetapi kaki terpisah jauh. Hal ini dapat dilihat secara klinis di
mana jarak normal antara maleolus kurang dari 7,5 cm. Pada genu
valgum ditemukan jarak maleolus lebih dari normal.knock knee
yang berlebihan, asimetris, disertai dengan pemendekan tinggi
tubuh atau terjadi pada anak yang mendekati masa pubertas
memerluka evaluasi lebih lanjut.
3) Refleks babinsky psitif jika di temukan dorsofleksi pada ibu jari
dan pengembangan pada jari-jari lainnya. Hal ini norma terjadi
pada masa bayi namun abnormal jika anak telah berusia di atas 1
tahun. Dilihat pada gambar 2.
4) Refleks chaddok

(sumber: slideshare.net).

G. Pemeriksaan pada Masa Sekolah

Kunjungan supervisi kesehatan pada seorang anak yang sehat lebih

memudahkan pembentukan hubungan yang baik daripada kunjungan pada anak

yang menderita penyakit akut. Membiarkan anak tetap berpakaian selama

anamnesis akan mengurangi kekhawatirannya. Cara ini juga memudahkan Anda

untuk berinteraksi secara lebih wajar dan mengamati anak tersebut ketika sedang

bermain, berinteraksi dengan orang tuanya dan pada saat pakaiannya ditanggalkan

serta dipakaikan kembali. Pastikan bahwa anak tersebut tetap tenang di pangkuan

orang tuanya selama sebagian besar pemeriksaan.

Anak Usia Sekolah dalam pemeriksaan fisik:

1. Menyukai duduk
2. Kooperatif hampir semua posisi anak kecil menyukai kehadiran orangtua.
3. Anak yang lebih besar menyukai privasi

4. Lakukan dari kepala dan kaki.

5. Bila tidak kooperatif ,lakukan seperti pada anak usia bermain.

6. Minta untuk melepaskan pakain sendiri.

7. Biarkan untuk memakai celana dalam.

8. Beri skor untuk dipakai.

9. Jelaskan tujuan peralatan dan kepentingan prosedur seperti otoskop untuk

melihat gendang telinga,yang diperlukan untuk mendengar.

10. Ajarkan tentang fungsi tubuh dan perawatannya.

H. Pemeriksaan Pada Masa Remaja

Kunci keberhasilan dalam pemeriksaan remaja adalah lingkungan yang

nyaman dan menjamin kerahasiaan. Hal ini akan membuat pemeriksaan

berlangsung lebih rileks dan informatif. Pertimbangkan tingkat perkembangan

kognitif dan sosial remaja ketika Anda memutuskan untuk bertanya tentang soal

kehidupan pribadi, keterlibatan orang tua, dan masalah kerahasiaannya.

Seperti pada masa kanak-kanak pertengahan, kesopanan merupakan hal

yang penting. Pasien harus tetap berpakaian sebelum pemeriksaan dimulai dan

Anda harus meninggalkan kamar periksa saat pasien mengganti pakaian dengan

gaun periksa. Sebagian besar remaja berusia di atas 13 tahun lebih senang untuk

diperiksa tanpa kehadiran orang tua. mereka di dalam kamar periksa, tetapi hal ini

bergantung pada tingkat perkembangan pasien keakrabannya dengan pemeriksa,

hubungannya dengan orang tua, dan soal medis.

Bagi remaja berusia lebih mudah tanyakan dahulu keinginan remaja dan

orang tuanya. Walaupun pemeriksaan pada pasien remaja dapat menimbulkan

kecemasan bagi pemeriksa yang belum berpengalaman, dengan latihan, interaksi


ini dapat menguntungkan bagi pasien remaja tersebut. Pendekatan yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Sama dengan anak usia sekolah

2. Berikan pilihan tentang keberadaan orang tua.

3. Sama dengan anak usia sekolah yang lebih besar.

4. Izinkan melepaskan pakaian sendiri.

5. Beri Skor.

6. Buka hanya area yang akan diperiksa

7. Hargai kebutuhan privasi.

8. Jelaskan temuan-temuan selama pemeriksaan. ”ototmu kuat dan padat”

9. Beri keterangan tentang perkembangan seksual : “Payudaramu sedang

berkembang seperti seharusnya“.

10. Tekan kenormalan perkembangan.

11. Periksa genetalia seperti bagian tubuh yang lain:dapat di lakukan di akhir.

I. Teknik Pemeriksaan pada Anak Masa Sekolah

1. Kepala

a. Inspeksi : rambut, kulit kepala, benjolan, wajah simetris / tidak,

ekspresi wajah.

2. Mata

a. Inspeksi : posisi dan kesejajaran mata, alis mata, kelopak mata,

apparatus lakrimalis, skelera, konjungtiva, kornea, iris.

Ada dua aspek yang paling penting dalam pemeriksaan mata pada

anak kecil, yaitu menguji ketajaman visus pada setiap mata dan

menentukan apakah pandangan matanya konjugat atau simetris. Gunakan

metode orang dewasa untuk menllai pandangan konjugat atau posisi serta

kesegarisan (alignment) kedua mata, dan fungsi otot-otot ekstraokular. Tes


refleks cahaya pada kornea dan tes tutupbuka mata terulama berguna

dalam pemeriksaan anak kecil. Anda dapat melakukan tes tutup-buka mata

sebagai suatu permainan dengan meminta anak yang kecil mengamati

hidung Anda atau memberitahukan apakah Anda sedang tersenyum

ataukah tidak sementara Anda menutup salah satu mata anak tersebut.

3. Telinga

a. Inspeksi: adanya keloid, kista epdermoid, lubang telinga dan gendang

telinga dgn spektrum otoskop terhadap serumen, otitis ekstirna, otitis

media akut.

Pemeriksaan fisik telinga pada bayi dan anak sangat penting karena

ada banyak abnormalitas yang dapat ditemukary termasuk kelainan

struktural telinga, otitis media dan gangguan pendengaran. Ini berarti

Anda harus mempertajam keterampilan Anda dalam pemakaian

otoskop.

Saran untuk pelakanaan pemeriksaan Otoskopik

Gunakana otoskop dengan sudut yang tebaik

Gunakan spekulum yang berukuran sebesar-besarnya

Spekulum yang lebih besar memungkinkan anda untuk melihat timpani yang

lebih jelas

Tekanan yang terlalu tinggi akan mebuat anak menangis dan memberi hasil

false posistif pada otot pneumatik.

Masukan spekulum sampai sedalam ¼ inci dalam salura telinga

Keluarkan serumen jika menghalangi Anda dengan menggunakan alat kuret

plastik yang khusus, lidi kapas berujung yang sudah dibasahi, penyemprot

telinga pada anak yang lebih besar, atau alat khusus yang bisa juga dibeli.
(sumber: Bates, 2008).

Dalam pemeriksaan telinga anak bukan hanya terdapat dua posisi

(berbaring atau duduk), tetapi juga terdapat dua cara memegang otoskop

seperti diilustrasikan oleh foto-foto berikut ini. Cara pertama adalah cara

yang umumnya digunakan dalam pemeriksaan telinga orang dewasa

dengan tangkai otoskop dipegang mengarah ke atas sementara Anda

menarik daun telinga. Gunakan kepala untuk menyangga permukaan

lateral tangan Anda yang memegang otoskop tersebut sehingga Anda

dapat meredam gerakan tiba-tiba yang dilakukan oieh pasien.

4. Hidung dan Sinus Paranasalis

Inspeksi: Anda dapat melakukan inspeksi bagian anterior hidung

dengan menggunakan spekulum yang besar yang terdapat pada alat

otoskop yang Anda pakai. Lakukan inspeksi membran mukosa nasi

dengan memperhatikan warna dan keadaannya. Cari deviasi septum dan

adanya polip nasi. Sinus maksilaris akan terlihat pada foto sinar-x saat

anakberusia 4 tahury sinus sfenoidalis pada saat berusia 6 tahun dan sinus

frontalis pada saat berusia 6 hingga 7 tahun. sinus pada anak yang lebih

besar dapat dipalpasi seperti sinus pada orang dewasa dengan mencari

adanya nyeri tekan. Biasanya kita" pemah iialarkan femeriksaan

tiansiluminasi sinus-sinus paranasalis bagi anak kecil; namun, teknik ini

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang buruk untuk penegakan

diagnosis sinusitis atau cairan di dalam sinus.

5. Mulut dan Faring

Jika Anda akan menggunakan spatel lidah, teknik yang terbaik

adalah dengan mendorong spatel tersebut ke bawah dan sedikit


menariknya ke depan (seraya ditekan) ke arah diri Anda sementara anak

mengatakan "ahhh."
a. Inspeksi : terhadap bibir, mukosa oral, gusi, gigi, lidah
b. Inspeksi : terhadap ukuran dan penampilan tonsil, pada leher, jaringan
parut, massa, tortikolis, inspeksi kelenjar tiroid terhadap goiter
c. Palpasi : kelenjar limfe terhadap limfadenopati servikal (sumber: Bates,
2008).
6. Toraks dan Paru
a. Inspeksi thoraks : frekuensi, irama, takipnea, hiperpnea, pernafasan
chyne-stoke.
b. Inspeksi dada : deformitas atau asimetris, retraksi inspirasi.
c. Palpasi dada : area nyeri tekan, akspansi pernafasan, fremitus taktil
d. Auskultasi : bunyi nafas & adanya bunyi tambahan sepeti krakles
(mengi, ronkhi) .

(sumber: Bates, 2008).

Setelah anak menjadi semakin besar, pemeriksaan parunya mulai

mendekaticara pemeriksaan yang dilakukan pada orang dewasa. Sekali

lagi, sikap kooperatif anak sangat penting dalam pemeriksaan ini.

Auskultasi paling baik dilakukan pada saat anak hampir tidak menyadari

pemeriksaan in (seperti ketika anak berada di pangkuan orang tuanya).


7. Payudara dan aksila
a. Inspeksi : ukuran, simetris, komtur, penampilan kulit, kemerahan,
pigmentasi.
b. Palpasi payudara : konsistensi, nyeri tekan , palpasi putting.
c. Inspeksi aksila : kemerahan, infeksi, pigmentasi.
d. Palpasi aksila : kelenjar aksila sentralis thd limfadenopati
8. Sistem kardiovaskuler
a. Palpasi :denyut radialis thd frekuensi dan irama jantung, denyut
jantung karotis.
b. Auskultasi : untuk menghetahui murmur yg ditransmisikan dari
jantung
9. Abdomen
a. Inspeksi : kulit, umbilicus, simetris, pembesaran organ
b. Auskultasi : bising usus, desiran
c. Perkusi : terhadap proporsi dan pola timpani serta kepekakan.
d. Palpasi : adanya nyeri tekan, adanya tumor, viskus distensi.

10. Genetalia pada pria dan wanita


a. Inspeksi : perkembangan penis, kulit , rambut pd bagian dasar, kontur
skrotum.
b. Palpasi : lesi pd penis, benjolan pd testis, nyeri tekan, palpasi lingkar
inguinal.
c. Inspeksi : genetalia eksterna dan interna (labia, klitoris, orifisium uretra,
introitus).
d. Palpasi : nyeri tekan kelenjar bartholinis
11. Anus dan rektum
a. Inspeksi : adanya hemoroid
b. Palpasi : adanya kanker rektal
12. Ekstermitas atas
a. Inspeksi : ukuran, simetris, warna, tekstur kulit dan kuku.
b. Palpasi : denyut radialis, brokhialis.
13. Ekstermita bawah:
a. Inspeksi : ukuran, simetris, adanya pembengkakan, warna dan
tekstur kulit.
b. Palpasi : denyut femoralis, popliteal, dorsalis pedis, tibialis posterior

J. Pemeriksaan pada Masa Sekolah

Biasanya Anda hanya akan menemukan sedikit kesulitan ketika

memeriksa anak setelah mereka mencapai usia sekolah. Walaupun sebagian

mungkin pernah mengalami kenangan yang tidak mengenakkan ketika

rnenjalani pemeriksaan kesehatan sebelumnya, kebanyakan anak akan

menunjukkan respons yang baik kalau si pemeriksa dapat menyesuaikan

pemeriksaannya dengan tingkat perkembangan anak itu.

Banyak anak dalam kelompok umur ini berusaha untuk bersikap sopan.

Karena itu, sebaiknya gaun periksa disediakan sebagai pengganti pakaiary dan

pakaian dalam bisa tetap dikenakan sampai pelepasannya diperlukan.

Membiarkan anak menanggalkan pakaiannya sendiri di balik tirai merupakan

pendekatan yang juga membantu. Pertimbangkan untuk meninggalkan kamar

ketika anak berganti pakaian dengan dibantu oleh orang tuanya. Sebagian anak

mungkin lebih suka jika saudaranya yang berbeda jenis kelamin keluar dari

tempat ganti pakaian; namun, kebanyakan anak ingin agar orang tuanya-baik

ayah maupun ibunya-tetap tinggal bersamanya.


Orang tua dengan anak yang usianya kurang dari 11 tahun harus tetap
mendampingi anak mereka. Kini, mulai lakukan pemeriksaan dengan urutan
seperti yang digunakan dalam pemeriksaan pasien dewasa. Sebagaimana pada
pasien dengan usia berapa pun bagian yang sakit harus diperiksa paling akhir.
Beritahukan dahulu kepada anak itu bagian tubuh mana yang akan Anda
periksa. Jika anak menolak pemeriksaan pada bagian tersebut, Anda dapat
kembali kepada bagian ini pada saat akan mengakhiri pemeriksaan.

K. Teknik Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Keadaan Umum

Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan status kesadaran, status gizi,

tanda-tanda vital, dan lain-lain.

a. Pemeriksaan Kesadaran

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai status kesadaran anak, ada

dua macam penilaian status kesadaran, yaitu :

1) Penillaian secara kualitatif, meliputi:

a) Composmentis, yaitu anak mengalami kesadaran penuh dengan

memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan.

b) Apatis, yaitu anak acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya.

c) Somnolen, yaitu anak mengalami kesadaran lebih rendah dengan

ditandai anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsive

terhadap rangsangan ringan, dan masih memberikan respon terhadap

rangsangan yang kuat.

d) Sopor, yaitu anak tidak memberikan respon ringan maupun sedang,

tetapi masih memberikan respon sedikit terhadap rangsangan yang

kuat dengan adanya reflek pupil terhadap cahaya yang masih positif.

e) Koma, yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau

rangsangan apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada.

f) Delirium, yaitu merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah,

ditandai dengan disorientasi sangat irihatif, kacau, dan salah presepsi

terhadap rangsangan sensorik.

2) Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian

skala koma (Glasgow) yang ditanyakan dengan GCS (Glasglow coma

scale) dengan nilai dibawah 10 disebut koma. Adapun penilaiannya

sebagai berikut:
Membuka mata:

Spontan :4

Dengan diajak bicara :3

Dengan rangsangan nyeri :2

Tidak membuka :1

Respon verbal

Sadar dan orientasi ada :5

Berbicara melantur :4

Berkata tanpa arti/meracau :3

Hanya mengerang :2

Tidak ada suara :1

Respon motorik

Sesuai perintah :5

Terhadap rangsang nyeri

Timbul gerakan normal :5

Fleksi cepat dan aduksi bahu :4

Ekstensi lengan,aduksi,endorostasi bahu,pronasi lengan bawah : 2

Tidak ada gerakan (digunakan pada usia diatas 2 tahun) :1

2. Pemeriksaan Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan melakukan beberapa

pemeriksaan, seperti pemeriksaan antropometri yang meliputi pemeriksaan

berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, pemeriksaan klinis, dan

laboratorium yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi anak.

Selanjutnya dalam penilaian status gizi anak dapat disimpulkan apakah

anak mengalami gizi baik, cukup, atau gizi yang kurang.

3. Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau

istirahat. Pemeriksaan nadi dapat dilakukan bersamaan dengan

pemeriksaan denyut jantung untuk mengetahui adanya pulsus deficit yang

merupakan denyut jantung yang tidak cukup kuat untuk menimbulkan

denyut nadi, sehingga denyut jantung lebih tinggi daripada denyut nadi.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kecepatan atau frekuensi nadi,

misalnya dapat ditemukan takikardi (denyut jantung lebih cepat dari

kecepatan normal) keadaan ini dapat terlihat pada keaan hipetermia,

aktivitas tinggi, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal jantung, serta

dehidrasi atau rejantan. Pada keadaan hipetermis, meningkatnya suhu 1

derajat celcius akan meningkatkan denyut nadi sebanyak 15-20 kali per

menit (Engel, 2008).

Penilaian berkaitan dengan pemeriksaan nadi adalah: Ada atau

tidaknya takikardi sinus, yang ditandai denagnadanya variasi 10-15

denyutan dari menit ke menit. Takikardi supraventikuler paroksisimal

yang ditandai dengan nadi sulit dihitung karena frekuensinya sangat tinggi

(lebih dari 200 kali per menit) dan kecepatan nadi konstan sepanjang

serangan.

Ada tidaknya brakikardi, yaitu frekuensi denyut jantung yang

kurang dari normal atau denyut jantung lambat. Dalam penilaian

brakikardi, terdapat brakikardi sinus dan brakikardi relative apabila

denyutan nadi lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan suhu.

Selain pemeriksaan frekuensi nadi, dapat juga dilakukan

pemeriksaan irama denyutan nadi. Selanjutnya diraba apakah iramanya

normal atau tidak. Hasil perabaan dapat berupa:


a. Disritmia, merupakan ketidakteraturan nadi di mana denyut nadi lebih

cepat saat inspirasi dan akan lebih lambat saat ekspirasi.

b. Pulsus bigeminus, apanila teraba nadi sepasang-sepasang.

c. Pulsus trigeminus, apabila nadi teraba tiga kelompok-kelompok.

Selain itu, pemeriksaan nadi lainnya adalah kualitas nadi apakah

normal atau cukup. Hal ini dapat dinilai seperti adanya pulsus seler

ditandai dengan nadi teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat

tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan diastolic yang sangat besar).

Apabila lemah menunjukkan adanya kegagalan dalam sirkulasi, adanya

parvus et tardus yang ditandai dengan amplitude nadi yang rendah dan

teraba lambat naik dapat terjadi pada stenosis aorta. Adanya pulsus

alternans, ditandai dengan denyut nadi yang berselang-seling kuat kuat dan

lemah menunjukkan adanya beban ventrikel kiri yang berat. Adanya

pulsus paradioksus ditandai dengan nadi yang teraba jelas lemah saat

inspirasi dan teraba normal atau kuat saat ekspirasi yang menunjukkan

tamponade jantung.

Pola Nadi Deskripsi

Brakikardi Frekuensi nadi lambat berupa

frekuensinya kurang dari 60 kali

per menit.

Takikardi Dalam keadaan tidak pada

ketakutan, menangis, aktivitas

meningkat, atau demam yang

menunjukkan penyakit jantung


yakni lebih dari 100 kali per

menit.

Sinus aritmia Frekuensi nadi meningkat selama

inspirasi, menurun selama

ekspirasi, sinus aritmia merupakan

variasi normal pada anak

khususnya selama tidur.

Pulsus alternans Denyut nadi yang silih berganti

kuat lemah dan kemungkinan


menunjukkan gagal jantung.

Pulsus bigeminus Denyutan yang berpasangan yang

berhubungan dengan denyutan

premature.

Pulsus paradoksus Kekuatan nadi menurun dengan

inspirasi.

Thready pulse Denyutan nadi cepat dan lemah

menunjukkan adanya tanda syok,

nadi sulit dipalpasi tampak

muncul dan menghilang.

Pulsus Corrigan Denyut nadi kuat dan berdetak-

detak disebabkan oleh variasi

yang luas pada tekanan nadi.

4. Pemeriksaan Tekanan Darah

Dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah, hasilnya sebaiknya

dicantumkan dalam posisi apa pemeriksaan darah dilakukan, seperti tidur,


duduk, berbaring, atau menangis. Sebab posisi akan memengaruhi hasil

penilaian tekanan darah yang dilakukan. Pemeriksaan darah dapat dilakukan

baik secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. Pemeriksaan yang

sering kita lakukan adalah pemeriksaan secara tidak langsung dengan

menggunakan spigmomanometer yang dapat dilakukan secara palpasi atau

secara aulkustasi dengan bantuan stetoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai

perbedaan tekanan darah sistolik pada saat inpirasi dan saat ekspirasi lebih

dari 10 mmHg, maka dapat dikatakan anak pulsus poradoksus yang

kemungkinan menyebabkan terjadinya tamponade jantung, gagal jantung, dan

lain-lain.

5. Pemeriksaan Pernafasan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menilai frekuensi, irama,

kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan dengan ketentuan sebagaimana

tertera dalam tabel.

Pola Pernapasan Dieskripsi

Dispnea Susah napas yang ditunjukkan

dengan adanya retraksi dinding

dada

Bradipnea Frekuensi pernapasan lambat

abnormal, tapi iramanya teratur

Takipnea Frekuensi pernapasan cepat yang

abnormal

Hiperkapnea Pernapasan cepat dan dalam

Apnea Tidak ada pernapasan

Cheyne stokes Periode pernapasan cepat dalam


yang bergantian dengan periode

apnea, umumnya pada bayi dan

pada anak selama tidur nyenyak,

depresi, dan kerusakan otak

Kusmaul Napas dalam yang abnormal bisa

cepat, normal, atau lambat. Pada

umumnya terjadi pada asidosis

metabolic

Biot Tidak teratur, terlihat pada


kerusakan otak bagian bawah dan

depresi pernapasan

6. Pemeriksaan Suhu

Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, asila, dan oral yang

digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan

untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.

7. Pemeriksaan Kulit

Pemeriksaan ini untuk menilai warna, adanya sianosis, ikterus,

eczema, pucat, purpura, eritema, macula, papula, vesikula, pustulula, ulkus,

turgor kulit, tekstur kulit, dan edema.

Tabel Warna Kulit

Warna Kulit Deskripsi

Cokelat Menunjukkan adanya penyakit Addision atau

beberapa tumor hipofisis.

Biru kemerahan Menunjukkan polisitema.

Merah Alergi dingin, hipetermia, psikologis, alcohol,


atau inflamasi local.

Biru (sianosis) pada Sianosis perifer karena kecemasan,

kuku kedinginan, atau sentral karena penurunan

kapasitas darah dalam membawa oksigen

yang meliputi bibir, mulut, dan badan.

Kuning Ikhterus yang menyertai penyakit hati,

hemolisis sel darah merah, obstruksi saluran

empedu, atau infeksi berat yang dapat dilihat

pada sclera, membrane mukosa, dan


abdomen.

Bila terdapat pada telapak tangan, kaki, dan

muka serta bukan pada sclera, kemungkinan

akibat memakan wortel dan kentang.

Bila pada area kulit terbuka tidak pada sclera

dan membrane mukosa menunjukkan

adannya ginjal kronis.

Pucat kurang merah Menunjukkan adanya sinkop, demam, syok,

muda pada orang kulit dan anemia.

putih) atau warna abu-

abu pada kulit hitam

Kekurangan warna Albinoisme

secara umum

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Kelembapan Kulit

Cara Patologis

Amati kelembapan Kulit kering pada daerah bibir, tangan, atau


daerah kulit. genital menunjukkan adanya dermatitis

Normal:agak kering. kontak.

Normal: membrane Kekeringan yang menyeluruh disertai adanya

mukosa lembap. lipatan dan membrane mukosa yang lembap

menunjukkan terlalu terpapar dengan sinar

matahari dan sering mandi atau kurang gizi,

sedangkan kering pada membran mukosa

menunjukkan adanya dehidrasi serta adanya

kedinginan menunjukkan adanya syok dan


perspirasi.

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Suhu Kulit

Cara Patologis

Dilakukan palpasi pada Adanya hipertemia menunjukkan

daerah kulit dengan adanya demam, terbakar sinar matahari,

punggung tangan pada dan gangguan otak.

ekstremitas dan bagian Hipertemia local menunjukkan adanya

tubuh lain. luka bakar atau infeksi.

Hipotermia menunjukkan adanya syok.


Hipotermia local menunjukkan adanya

terpapar dingin.

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Tekstur Kulit

Cara Patologis

Dilakukan inspeksi dan palpasi Kulit kasar dan kering

terhadap tekstur kulit. menunjukkan terlalu sering mandi,


kurang gizi, terpapar cuaca, dan

gangguan endokrin.

Normalnya kulit bayi dan anak Kulit mengelupas atau bersisik

lembut. pada jari-jari tangan atau kaki

menunjukkan adanya eksim,

dermatitis, atau infeksi jamur.

Bersisik dan berminyak pada kulit

kepala menunjukkan adanya

dermatitis seborrhoik.
Bercak-bercak hipopigmentasi dan

bersisik pada muka dan tubuh

bagian atas menunjukkan eksim.

(Engel,2008)

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Turgor Kulit

Cara Patologis

Dilakukan palpasi pada daerah Lipatan kulit kembalinya lambat

kulit dengan mencubit lengan taas dan adanya tanda menunjukkan

atau abdomen dan melepaskannya adanya dehidrasi atau malnutrisi,

secara cepat. penyakit kronis, atau gangguan


Normal: kulit kembali seperti otot.

seperti semula dengan cepat tanpa

meninggalkan tanda.

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Edema Kulit

Cara Patologis

Dilakukan palpasi pada daerah Lakukan telunjuk yang menetap


kulit dengan menekan daerah kulit setelah telunjuk diangkat

yang kelihatan membengkak menunjukkan adanya pitting

dengan jari telunjuk. edema.

Edema daerah periorbital

menunjukkan adanya banyak

menangis, alergi, baru bangun

tidur, atau penyakit ginjal.

Edema pada ekstremitas bawah

dan bokong menunjukkan

kelainan pada ginjal dan jantung.

(Engel,2008)

Cara Pemeriksaan dan Keadaan Patologis Adanya Lesi

Cara Patologis

Dilakukan inspeksi dan palpasi Hampir semua lesi menunjukkan

pada daerah kulit dengan adanya urtikaria, eczema,

memerhatikan disribusi, bentuk, dermatitis kontak, atau reaksi

warna, ukuran, dan konsistensi alergi.

seperti hal-hal berikut ini:

Makula:

Massa rata, ukuran kecil, kurang Bentol yang kecil atau besar yang

dari 1 cm, berbeda dari kulit berkelompok dapat menunjukkan

sekitar. adanya urtikaria.

Papula: Adanya pembengkakan merah dan

Massa padat menonjol, ukuran gatal menunjukkan adanya

kecil, kurang dari 1 cm dermatitis kontak.


Nodul: Pembengkakan pada kelenjar

Massa padat dan menonjol sedikit parotis yang sangat nyeri dapat

lebih besar (1-2 cm) dan lebih menunjukkan gondong.

dalam dari papula.

Tumor:

Massa padat dan menonjol, lebih

besar dari nodul, dapat keras atau

lunak.

Bentol:

Area edema kulit sementara dan

berbentuk tidak teratur.

Vesikel:

Massa berisi cairan, ukuran

kurang dari 1 cm, menonjol.

Bula:

Massa yang berisi cairan,

menonjol, lebih besar dari vesikel.

Pustula:

Vesikel berisi eksudat purulen.


Sisik:

Serpih tipis epidermis yang

mengelupas.

Krusta:

Eksudat purulen yang mongering.

Erosi:

Lesi basah akibat epidermis

superficial yang menghilang.

Ulkus:

Kehilangan permukaan kulit yang

dalam dapat meluas sampai ke

dermis dan jaringan subkutan.

Fisura:

Retak lurus dan dalam pada kulit.

Striae;

Garis-garis tipis ungu atau putih

pada abdomen.

Petekia:

Massa rata, bulat, merah tua, atau

keunguan kurang dari 3 mm.


Ekimosis:

Massa dengan ukuran dan bentuk

bervariasi, mula-mula ungu,

memudar menjadi hijau kuning,

kemudian cokelat

(Engel,2008)

8. Pemeriksaan Kuku

Pemeriksaan kuku dilakukan dengan cara inspeksi terhadap warna,


bentuk, dan keadaan kuku. Adanya jari tubuh dapat menunjukkan penyakit

pernapasan kronis atau penyakit jantung serta bentuk kuku yang cekung natau

cembung menunjukkan adanya cedera, defisiensi besi, dan infeksi.

9. Pemeriksaan Rambut

Pemeriksaan rambut ini dilakukan untuk menilai warna, kelebatan,

distribusi, dan karakteristik lainnya dari rambut. Normalnya, rambut

menutupi semua permukaan tubuh, kecuali telapak tangan kaki serta

permukaan labia sebelah dalam. Rambut kepala normalnya berkilauan seperti

sutra dan kuat. Rambut yang kering, rapu, dan kurang pigmen dapat

menunjukkan adanya malnutrisi, penyakit hipotiroidisme, efek obat, dan lain-

lain.

10. Pemeriksaan Kepala dan Leher

a. Pemeriksaan Kepala

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk memeriksa lingkar kepala.

Apabila didapatkan lingkar kepala yang lebih besar dari normal

dinamakan makrosefali dan biasanya ditemukan pada penyakit

hidrosefalus. Sebaliknya, apabila lingkar kepala lebih kecil dari normal


disebut mikrosefali. Pemeriksaan yang lain adalah ubun-ubun atau

fontanel ubun-ubun besar, normalnya bertekstur rata atau sedikit cekung,

namun apabila ubn-ubun besar menonjol dapat menunjukkan adanya

peningkatan tekanan intracranial, sedangkan apabila cekung kenungkinan

terjadi dehidrasi dan malnutrisi.

b. Pemeriksaan Wajah

Pemeriksaan wajah pada anak dilakukan untuk menilai

kesimetrisan wajah. Asimetris pada wajah dapat disebabkann oleh adanya

paralis fasialis. Selain melihat kesimetrisan wajah, pemeriksaan ini juga

dilakukan untuk menilai adanya pembengkakan daerah wajah.

c. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menilai visus atau ketajaman

penglihatan. Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan dengan pemberian

rangsangan cahaya pada usia neonates. Pada usia satu bulan, bayi sudah

mampu melihat adanya benda-benda dan pada usia dua bulan mampu

melihat jari, untuk memperjelas pemeriksan dapat digunakan oftalmoskop.

Pemeriksaan mata selanjutnya adalah pemeriksaan palpebra.

Palpebra dilihat apakah simetris atau itidak, kelainan yang muncul antara

lain adanya ptosis, di mana palpebra tidak dapat terbuka. Lagoftalmos

terjadi apabila kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna,

sehingga sebagian kornea tidak terlindungi oleh kelopak mata dan

pseudolagoftalmos ditandai dengan kedua belah mata tidak tertutup

sempurna. Pada pemeriksaan konjungtiva dapat ditandai dengan adanya

hyperemia dan edema konjungtiva palpebra.

Pemeriksaan sclera dilakukan untuk menilai warna sclera. Sklera

normalnya berwarna putih. Apabila ditemukan sclera berwarna lain,


kemungkinan terdapat indikasi penyakit lain. Demikia juga kornea, pada

pemeriksaan dilihgat apakah jernih atau tidak, apabila terjadi peradangan

maka tampak adanya keruhan. Pemeriksaan pupil dilakukan untuk melihat

kemampuan pupil dalam membesar dan mengecil. Pada keadaan normal

pupil berbentuk bulat dan simetris. Pupil dikatakan normal apabila

diberikan sinar akan mengecil dengan refles cahaya langsung maupun

kontralateral pada yang tidak disinari. Adanya midriasis atau dilatasi pupil

menunjukkan adanya rangsangan simpatis. Pupil yang mengecil disebut

miosis. Apabila ditemukan pupil yang berwarna putih kemungkinan

adanya penyakit katarak.

Pemeriksaan lensa dapat dilakukan dengan menilai jernih tidaknya

lensa. Apabila ditemukan kekeruhan pada lensa, maka kemungkinan

pasien mengalami katarak. Pada pemeriksaan bola mata, apabila

ditemukan bola mata menonjol dinakan eksoftalmos dan apabila bola mata

mengecil dinamakan enoftalmos. Pemeriksaan strabismus atau juling

ditentukan apabila ditemukan sumbu visual yang tidak sejajar pada lapang

gerakan bola mata. Selain strabismus, terdapat nistagmus yang merupakan

gerakan bola mata dengan ritmis yang cepat dan horizontal.

d. Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar,

tengah, dan dalam. Pada pemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai

dari pemeriksaan daun telinga dan liang telinga dengan menentukan

bentuk, besar, serta posisinya. Pemeriksaan liang telinga ini dapat

dilakukan dengan banutan otoskop. Pemeriksaan selanjutnya adalah

membran timpani, pemeriksaan ini dikatakan normal bila membran

timpani sedikit cekung dan mengilap, kemudian dilihat juga adanya


perforasi atau tidak. Berikutnya dilakukan pemeriksaan mastoid dengan

melihat adanya pembengkakan pada daerah mastoid, setelah itu baru

dilaksanakan pemeriksaan pendengaran apakah mengalami gangguan atau

tidak dengan bantuan alat garputala. Pemeriksaan telinga yang spesifik

untuk bayi, misalnya pemeriksaan simetrisitas daun telinga yang khas

terjadi pada bayi atau anak yang mengalami down syndrome.

e. Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan hidung dilakukan untuk menilai adanya kelainan

bentuk hidung juga untuk menentukan ada tidaknya epistaksis. Alat yang

dapat digunakan adalah rhinoskopi anterior maupun posterior.

f. Pemeriksaan Mulut

Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menentukan ada tidaknya

trismus yang merupakan yang merupakan kesulitan membuka mulut,

halitosis yang merupakan bau mulut tidak sedap karena personal hygiene

yang kurang, serta labioskisis di mana keadaan bibir ridak simetris.

Pemeriksaan selanjutnya adalah gusi yang dapat ditentukan dengan

melihat adanya edema atau tanda-tanda peradangan. Pemeriksaan lidah

juga dapat dilakukan untuk menilai apakah terjadi kelainan congenital atau

tidak. Kelainan ini dapat berupa adanya makroglosia (lidah yang terlalu

besar), mikroglosia (lidahnya terlalu kecil), dan glosoptosis (lidah tertarik

ke belakang). Selanjutnya juga dapat diperiksa ada tidaknya tremor lidah

dengan cara menjulurkan lidah.

Pemeriksaan gigi perlu dilakukan khususnya pada anak, di mana

kadang-kadang gigi tumbuh dan mudah lepas. Perkembangan gigi susu

mulai tumbuh pada usia lima bulan, tetapi kadang-kadang satu tahun. Pada

usia tiga tahun kedua puluh gigi susu akan tumbuh. Kelainan yang dapat
ditemukan pada gigi antara lain adanya karies dentis yang terjadi akibat

infeksi bacteria. Dalam pemeriksaan ini juga dapat diketahui adanya

hipersalivasi pada anak, hal ini terjadi kemungkinan akibat gigi anak akan

tumbuh atau karena adanya proses peradangan yang lain.

g. Pemeriksaan Faring

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya hyperemia, edema,

serta adanya abses, baik retrofaringeal maupun peritonsilar. Adanya edema

faring umumnya ditandai dengan mukosa yang pucat dan sembap. Pada

difteri ditemukan adanya bercak putih abu-abu (pseudomembran).

h. Pemeriksaan Laring

Pemeriksaan laring ini sangat berhubungan dengan pemeriksaan

pernapasan. Apabila ada obstruksi pada laring, maka suara terdengar

stridor yang disertai dengan batuk dan suara serak. Pada pemeriksaan

laring dapat digunakan alat laringoskop, baik direk (langsung) maupun

indirek (tidak langsung) dengan menggunakan alat yang dimasukkan ke

dalam secara perlahan-lahan dengan lidah ditarik ke luar.

i. Pemeriksaan Leher

Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai adanya tekanan pada

vena jugularis dengan cara meletakkan pasien dalam posisi terlentang

dengandada dan kepala diangkat setinggi 15-30 derajat, pada pemeriksaan

ini dpaat ditemukan ada tidaknya distensi pada vena jugularis.

Pemeriksaan yang lain adalah ada tidaknya massa dalam leher.

Pemeriksaan pada bayi dilakukan dalam keadaan terlentang, kemudian

kelenjar tiroid diraba dari kedua sisi dengan jari telunjuk dan tengah.

Perhatikan adanya pergerakan pada tiroid ke atas apabila apsien menelan.

11. Pemeriksaan Dada


Pada pemeriksaan dada perlu diketahui adanya garis atau batas di

dada dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Dalam melakukan penelitian terhadap hasil pemeriksaan dada, hal

yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan besar dada, kesimetrisan, dan

gherakan dada, adanya deformitas atau tidak, adanya penonjolan, serta

adanya pembengkakan atau kelinan yang lain. Bentuk-bentuk dada adalah

sebagai berikut:

a. Funnel chest, merupakan bentuk dada di mana sternum bagian bawah

serta iga masuk ke dalam terutama saat inspirasi. Hal ini dapat

disebabkan oleh adanya hipertrofi adenoid yang berat.

b. Pigeon chest (dada burung), merupakan bentuk dada di mana bagian

sternum menonjol kea rah luar, biasanya disertai dengan depresi

ventrikel pada daerah kostokodral.

c. Barrel chest, merupakan bentuk dada di aman dada berbentuk bulat

seperti tong dengan sternum terdorong ke arah depan dengan iga-iga

yang horizontal. Dada dengan bentuk ini dapat ditemukan pada

penyakit obstruksi paru seperti asma, emfisema, dan lain-lain.

Pemeriksaan pada daerah dada yang lain adalah pemeriksaan payudara,

paru, dan jantung. Pada bayi dan balita akan sulit ditentukan bentuk

dada ini. Pemeriksaan ini kan menjadi efektif untuk anak yang berusia

lebih dari lima tahun.


12. Pemeriksaan Payudara

Pemeriksaan payudara pada anak dapat dilakukan untuk mengetahui

perkembangan atau kelainan payudara anak, diantaranya adalah untuk

mengetahui ada tidaknya ginekomastia patologis atau terjadi galaktore

sebelum anak mengalami masa pubertas.

13. Pemeriksaan Paru

Langkah pertama pemeriksaan paru adalah inspeksi untuk melihat

apakah terdapat kelinan patologis atau hanya fisiologis dengan melihat

pengembangan paru saat bernapas.

Pemeriksaan paru dengan palpasi dapat dinilai dengan parameter

berikut ini :

a. Simetris atau asimetris dada yang dapat disebabkan karena adanya

benjolan yang abnormal, pembesaran kelenjar limfe apada aksila, dan

lain-lain.

b. Vocal fremitus, merupakan getaran pada daerah toraks saat anak bicara

atau menangis yang sama dalam kedua sisi toraks. Apabila suara

meninggi, maka terjadi konsolidasi seperti pada pneumonia, namun

apabila menurun akan terjadi obstruksi, atelektaksis, pleuritis, efusi

pleura, dan tumor pada paru. Caranya adalah dengan meletakkan telapak

tangan kanan dan kiri pada daerah dada atau punggung.


c. Adanya krepitasi subkutis, merupakan adanya udara pada daerah bawah

jaringan kulit. Adanya krepitasi ini dpaat terjadi spontan, setelah trauma

atau tindakan trakeostomi, dan lain-lain.

d. atau tindakan trakeostomi, dan lain-lain.

Selanjutnya pemeriksaan dengan perkusi dapat dilakukan dengan cara

langsung atau tidak langsung. Cara langsung dilakukan dengan mengetukkan

ujung jari telunjuk langsung ke dinding dada. Sedangkan cara tidak langsung

dengan cara meletakkan satu jari pada dinding dada dan mengetuknya dengan

jari tangan lainnya yang dimulai dari atas ke bawah serta kanan atau ke kiri

dengan membandingkannya. Hasil penilaian dari pemeriksaan ini adalah

sebagai berikut :

a. Sonor, merupakan suara paru yang normal.

b. Redup atau pekak, terjadi pada suara perkusi yang fungsinya kurang

normal pada daerah scapula, diafragma, hati, dan jantung. Suara redup

atau pekak ini biasanya terdapat konsolidasi jaringan paru seperti

atelektaksis, pneumonia lobaris, dan lain-lain. Khusus untuk redup pada

daerah hati ini terdapat pada iga ke-6 pada garis aksilaris media kanan

yang menunjukkan adanya gerakan pernapasan, yaitu menurun pada saat

inspirasi dan naik pada ekspirasi. Pada anak ini akan mengalami

kesulitan khususnya di bawah 2 tahun.

c. Hipersonor tau timpani, terjadi apabila udara dalam paru bertambah atau

pleura bertambah aeperti pada emfisema paru atau pneumotoraks.

Pemeriksaan paru selanjutnya adalah pemeriksaan dengan cara

auskultasi untuk menilai suara napas dasar dan suara napas tambahan yang

dapat dilakukan di seluruh dada dan punggung. Caranya adalah dari kanan

atau ke kiri dengan membandingkannya kemudian dari bagian atas ke bawah


dengan menekan daerah stetoskop secara kuat. Khusus pada bayi suara

napasnya akan lebih keras karena dinding dada masih tipis. Hasil penilaian

dari pemeriksaan auskultasi meliputi adanya suara napas dasar dan suara

napas tambahan, sebagaimana diuraikan berikut.

a. Suara Napas Dasar

Suara napas dasar merupakan suara napas biasa yang meliputi

suara napas biasanya yang meliputi suara napas vesicular, bronchial,

amforik, cog wheel breath sound, dan metamorphosing breath sound.

Suara napas vesicular, merupakan suara napas normal yang

ditandai dengan adanya udara masuk dan keluar melalui jalan napas serta

suara inspirasi lebih keras dan panjang daripada suara ekspirasi. Apabila

suara veskular ini melemah maka terjadi penyempitan pada daerah

bronkus atau keadaan ventilasi yang kurang, seperti pada pneumonia,

atelektaksis, edema paru, efusi pleura, amfisema, dan pneumotoraks.

Vesikular mengeras apabila konsolidasi bertambah, seperti pneumonia,

adanya tumor, dan lain-lain. Khusus pada asma didapatkan suara

vesicular aspirasi yang memanjang.

Suara napas bronchial, merupan suara napas yang ditandai dengan

inspirasi keras kemudian disusul dengan ekspirasi yang keras pula. Suara

ini terdengar normal pada daerah bronkus besar kanan dan kiri, daerah

parastenal atas di dada depan, dan daerah interskapuler di belakang.

Akan tetapi, apabila terjadi pada daerah lain maka kemungkinan terjadi

konsolidasi paru.

Suara napas amforik, merupakan bunyi suara yang ditandai dengan

suara yang menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol kosong sehingga

suara tersebut dikatakan suara napas amforik.


Suara napas cog wheel breath sound, merupakan suara napas yang

terdengar secara terputus-putus, tidak terus-menerus pada saat inspirasi

maupun ekspirasi yang dapat terjadi pada kelainan bronkus kecil.

Metamorphosing breath sound, merupakan suara napas ditandai

dengan suara awal yang halus kemudian mengeras, dan dapat dimulai

dari suara vesicular kemudian menjadi bronchial.

b. Suara Napas Tambahan

Suara napas tambahan merupakan suara napas yang dapat didengar

selain napas dasar dengan bantuan auskulatasi. Suara napas tambahan

meliputi ronki basah (rules) atau ronki kering, wheezing, suara krepitasi,

serta bunyi gesekan pleura (pleural friction rub).

Ronki basah (rales)/ ronki kering mempunyai arti bahwa suara

napas, seperti vibrasi terputus-putus yang tidak terus-menerus. Hal ini

terjadi akibat getaran karena keberadaan cairan dalam jalan napas yang

dilalui oleh udara. Suara ronki kering disebut sebagai rhounchi,

merupakan suara terus-menerus yang terjadi karena udara melalui jalan

napas yang menyempit akibat proses penyempitan jalan napas atau

adanya jalan napas yang obstruksi, sehingga lebih terdengar pada saat

ekspirasi daripada inspirasi.

Suara wheezing merupakan suara napas yang termasuk dalam ronki

kering, akan tetapi terdengar secara musical atau sonor apabila

dibandingkan dengan ronki kering, suaranya lebih terdengar pada saat

ekspirasi.

Suara krepitasi merupakan suara napas yang terdengar akibat

membukanya alveoli. Suara krepitasi terdengar normal pada daerah


belakang bawah dan samping paru pada saat inspirasi yang dalam,

sedangkan patologis terdapat pada pneumonia lobaris.

Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub) merupakan suara

akibat gesekan pleura yang terdengar kasar seolah-olah dekat dengan

telinga pemeriksa. Suara ini dapat terjadi pada saat inspirasi maupun saat

ekspirasi, namun lebih jelas pada akhir inspirasi.

Bunyi Karakteristik Lokasi

Vesikular Inspirasi>Ekspirasi Normal: seluruh lapangan

paru

Abnormal: Tidak ada

Bronkovesi- Inspirasi=Ekspirasi Normal: ruang interkostal

kular satu atau dua

Abnormal: perifer paru

Bronkotubular Inspirasi<Ekspirasi Normal: di atas trakea

Abnormal: diare paru

Rales
Halus Intermiten, nada tinggi, Pneumonia, gagal jantung

bunyi gemesir halus kongestif.

terdengar di akhir

inspirasi menunjukkan

adanya cairan di alveoli

Sedang Intermiten, basah, Edema paru.

keras, nada sedang,

terdengar di awal atau


tengah inspirasi, hilang
dengan batuk

menunjukkan cairan

dalam bronkiolus dan

Kasar bronkus. Pneumonia dengan gejala

Keras, bergelembung, paru yang mereda,

nada rendah, terdengar bronchitis.

pada ekspirasi, hilang

dengan batuk

menunjukkan adanya

cairan dalam bronkiolus

dan bronkus.

Ronki (mengi)

Sonor Kontinu, mendengkur, Bronkitis

nada rendah, terdengar

di seluruh siklus

pernapasan, hilang

dengan batuk

menunjukkan

keterlibatan bronkus

besar dan trakea.

Sibiliant (bunyi Kontinu, musical, nada Asma

berdesis) tinggi, terdengar di

tengah hingga akhir

ekspirasi, menunjukkan

edema dan obstruksi

jalan napas yang lebih


kecil, mungkin
14. P terdengar dengan
e stetoskop.
m Mengi yang
e terdengar:
r Inspirasi Sonor, musical Obstruksi tinggi
i terdengar pada
k Ekspirasi inspirasi. Obstruksi rendah
s Bunyi bersiul, bunyi
a seperti menggosok,
a keras, nada tinggi, dan
n terdengar selama

ekspirasi.
J Pleural friction Seperti memarut, Permukaan pleura yang
a rub menggosok keras, nada meradang
n tinggi mungkin
t terdengar selama
u inspirasi atau ekspirasi.
n

Pemeriksaan jantung yang pertama kali dilakukan dengan cara

berikut ini:

a. Inspeksi dan Palpasi

Berdasarkan pemeriksaan ini dpaat ditentukan hal-hal berikut ini.

1) Denyut apeks atau aktifitas ventrikel lebih dikenal dengan nama

iktus kordis, merupakan denyutan jantung yang dapat dilihat pada


daerah apeks, yaitu sela iga ke-4 pada garis midklavikularis kiri

atau sedikit lateral. Denyutan ini dapat terlihat apabila terjadi

pembesaran ventrikel, seperti apabila pada daerah ventrikel kiri

yang besar, maka apeks jantung bergeser ke bawah dan lateral.

2) Detak pulmonal, merupakan detak jantung yang apabila tidak

teraba pada bunyi jantung II, maka dikatakan normal. Apabila

bunyi jantung II mengeras dan ndapat diraba pada sela iga ke-2 tepi

kiri sternum, maka keadaan tersebut dikatakan sebagai detak

pulmonal atau pulmonary tapping.

3) Getaran bising (thrill), merupakan getaran dinding getaran dinding

dada akibat bising jantung keras, yang terjadi pada kelainan

organik.

b. Perkusi

Dapat dilakukan untuk menilai adanya pembesaran pada jantung

(kardiomegali) serat abtasan dari organ jantung tersebut yang dilakukan

pada daerah sekitar jantung dari perifer hingga ke tengah.

c. Auskultasi

Auskultasi pada jantung dilakukan dengan cara mendengarkan

mulai dari apeks ke tepi kiri sternum bagian bawah, bergeser ke atas

sepanjang tepi kiri sternum, tepi kanan sternum daerah infra, dan

supraklavikula kanan/kiri, lekuk supraesternal daerah karotis di leher

kanan atau kiri, serta seluruh sisa dada atau dapat dilakukan dengan

berbagai cara pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai

daerah mitral di apeks, untuk trikuspidalis di parasternal kiri bawah,

daerah pulmonal pada sela iga ke-2 tepi kiri sternum, dan daerah aorta di

sela iga ke-2 tepi kanan sternum.


Pemeriksaan ini ditentukan oleh hal-hal berikut ini :

1) Bunyi jantung I dihasilkan karena katup mitral dan trikuspidalis

menutup pada permulaan systole (kontraksi0, bersamaan dengan iktus

kordis, denyutan karotis, terdengar jelas di apeks. Bunyi jantung II

karena katup aorta dan katup pulmonal menutup pada permulaan

diastole (relaksasi jantung), paling jelas di sela ke-iga 2 tepi kiri

sternum yang terpecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi. Bunyi

jantung III penyebabnya adalah vibrasi karena pengisian ventrikel yang

cepat, nada rendah terdengar baik di apeks atau parasternal kiri bawah

dan lebih jelas bila miring ke kiri, kemudian abnormal bila ada

pengerasan dan takikardi serta iramanya derap. Bunyi jantung IV terjadi

karena tahanan terhadap pengisian ventrikel setelah kontraksi atrium,

bernada rendah tidak terdengar pada bayi dan anak, serta keadaan

patologis bila ada bunyi derap.

2) Irama derap (gallops), irama derap ini dapat terdengar apabila bunyi

jantung III dan IV Terdengar keras dan disertai dengan adanya

takikardi, seperti derap kuda yang berlari.

3) Bising jantung dapat terjadi karena arus darah turbulen, yaitu melalui

jalan abnormal atau sempit sehingga terdengar suara bising, anatara lain

saat fase sistolik terdengar antara bunyi jantung I dan II, sedangkan fase

diastolic terdengar antara bunyi jantugn II dan I. Bentuk bising, derajat,

dan intensitas bising antara lain derajat 1/6: bising lemah hanya

terdengar oleh para ahli yang berpengalaman; derajat 2/6: bising lemah

mudah terdengar dengan penjalaran minimal; derajat 3/6: bising keras,

tidak disertai getaran bising penjalaran sedang; derajat 4/6: bising keras

disertai getaran bising dengan penjalaran luas derajat 5/6: bising sangat
keras bila stetoskop ditempelkan saja; penjalaran luas derajat 6/6: bising

paling keras, meskipun stetoskop diangkat dari dinding adad dengan

penjalaran luas. Selain penilaian bunyi jantung tersebut di atas, masih

ada beberapa penilaian, diantaranya penjalaran bising, kualitas bising,

frekuensi atau nada bising, dan lain-lain.

15. Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan abdomen pada anak ini dilakukan dengan cara inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada pemeriksaan ini yang pertama kali

dilakukan adalah auskultasi mengingat yang akan didengarkan adalah bising

usus atau peristaltik usus.

a. Inspeksi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk perut

(membuncit atau tidak). Apabila membuncit simetris maka bisa jadi

pasien menderita hipokalemi, hipotiroid, penimbunan lemak, perforasi,

asites, dan ileus obstruktif. Sedangkan bila membuncit asimetris maka

kemungkinan terjadi poliomyelitis, pembesaran organ intraabdominal,

ileus, dan lain-lain. Selain itu, juga dilakukan pengamatan pergerakan

dinding perut. Gerakan akan menurun atau berkurang pada apendiksitis,

peritonitis, dan ileus.

b. Palpasi

Pemeriksaan palpasi ini dapat dilakukan dengan cara monomanual

(satu tangan) atau bimanual (dua tangan). Pada palpasi dinding perut

akan ditemukan nyeri tekan dan ketegangan dinding perut. palpasi pada

hati (normal pada usia 5-6 tahun teraba 1/3 dengan tepi tajam,

konsistensi kenyal, permukaan rata tidak ada nyeri tekan), pemeriksaan


pada limfe ( normal masih teraba 1-2 cm di bawah arkus costa), dan

palpasi pada ginjal ( normal tidak teraba, kecuali pada neonatus).

c. Perkusi

Pemeriksaan secara perkusi pada dinding abdomen dapat

dilakukan melalui epigastrium secara simetris menuju bagian bawah

abdomen. Cara penilaiannya adalah normal bunyi thympani bila

terdengar pada seluruh lapang abdomen. Bila bunyi abnormal,

kemungkinan karena obstruksi saluran gastrointestinal, ileus, dan lain-

lain.

d. Auskultasi

Pemeriksaan ini membutuhkan alat bantu yaitu stetoskop dilakukan

untuk mengetahui suara peristaltic usus, normalnya terdengar 10-30

detik. Keadaan ini meningkat apabila terjadi obstruksi traktus

gastrointestinal dan mengalami penurunan pada peritonitis dan ileus.

Apabila suara bising usus terdengar pada seluruh bagian perut maka

kemungkinan terjadi koarktasio aorta abdominalis. Apabila suara bising

usus ini terdengar di daerah ginjal posterior maka kemungkinan terjadi

konstriksi arteri renalis.

16. Pemeriksaan Genitalia

pemeriksaan genitalia pada anak laki-laki dan perempuan berbeda.

Khusus pada anak laki-laki pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara

memperhatikan ukuran, bentuk penis, dan testis. Perlu juga diperhatikan

adanya kelainan, seperti : hipospadia (orifisium uretra di ventral penis,

biasanya di dekat glan atau sepanjang penis), epispadia ( muara uretra pada

dorsal penis), fimosis (pembukaan prepusium sangat kecil, sehingga tidak

dapat ditarik ke glan penis), serta adanya peradangan pada testis dan
skrotum. Sedangkan pada anak perempuan, dapat dilihat adanya epispadia

(terbelahnya mons pubis dengan clitoris, serta uretra terbuka di daerah

dorsal), adanya tanda-tanda seks sekunder, seperti pertumbuhan rambut,

serta cairan yang keluar dari lubang genital.

17. Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas

Pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas dapat dilakukan

dengan cara inspeksi terhadap adanya kelainan tulang belakang seperti

lordosis, kifosis, skoliosis, kelemahan serta perasaan nyeri pada tulang

belakang dengan cara mengobservasi pada posisi terlentang, tengkurap, atau

duduk.

Pemeriksaan tulang otot dan sendi dimulai dengan inpeksi pada jari-

jari seperti pada jari tabuh dapat dijumpai pada penyakit jantung bawaan

atau penyakit paru kronis, adanya nyeri tekan, gaya berjalan, inkoordinasi

hebat, spasme otot, paralisis, atrofi atau hipertrofi otot, kontraktur, dll.

18. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis yang pertama dapat dilakukan secara

inspeksi, seperti mengamati kejang, tremor, dan kelumpuhan. Pemeriksaan

kedua adalah pemeriksaan reflek, yang diperiksa adalah :

a. Reflek superficial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat

goresan yang membentuk segi empat dibawah xipoid (di atas simpisis).

b. Reflek tendon dalam, dengan cara mengetuk dengan hammer pada

tendon bisep, trisep, patella, dan Achilles. Jika pada bisep terjadi sendi

siku, trisep terjadi ekstensi sendi siku, patella terjadi ekstensi sendi lutut,

Achilles fleksi plantar kaki. Apabila hiperfleksi artinya terdapat kelainan

pada upper motor neuron dan apabila hipofleksi artinya terjadi kelainan

pada lower motor neuron.


c. Reflek patologis, dengan cara menggores permukaan plantar kaki dengan

alat yang sedikit runcing hasilnya positif apabila ibu jari berekstensi.

Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan rangsang menigeal, antara

lain : kaku kuduk. Caranya adalah pasien diatur posisi terlentang kemudin

leher ditekuk apabila terdapat tahanan dagu dan dagu tidak menempel atau

mengenai bagian dada maka disebut kaku kuduk.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan fisik pada anak adalah suatu rangkaian teknikal yang
dikombinasi dnegan cara pendekatan sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Teknik pemeriksaan fisik pada anak juga sam halnya dengan orang
dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat), palpasi (periksa
raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar) .
2. Adapun pemeriksaan fisik yakni inspeksi, palpasi, perkusi, dan aulkutasi.

B. Saran

Adapun saran dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Sebaiknya waktu pengerjaan tugas diperpanjang.

2. Sebaiknya dosen memberikan banyak motivasi.


DAFTAR PUSTAKA

Barbara bates, 2008. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.

Jakarta: EGC.

Engel joyce, 2008. Pengkajian Pediatric. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai