Tim Penyusun:
i
Kata Pengantar
ii
Akhir kata, Saya sangat menghargai kepada semua pihak yang telah
berkontribusi menyusun buku pedoman ini. Semoga pedoman ini
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak
baik masyarakat maupun instansi yang terkait dalam penanganan
bencana tsunami di wilayah pesisir.
iii
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................ iv
Daftar Tabel ....................................................................................... vi
Daftar Gambar .................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penyusunan Pedoman................................................... 2
1.3 Sasaran Pengguna Pedoman ..................................................... 3
1.4 Ruang Lingkup ........................................................................ 3
II. PERAN DAN BATASAN SABUK PANTAI DALAM
MITIGASI TSUNAMI ....................................................................... 4
2.1 Vegetasi Pantai ......................................................................... 4
2.2 Peran Sabuk Pantai dalam Mitigasi Tsunami ........................... 6
2.3 Batasan Sabuk Pantai dalam Mitigasi Tsunami ....................... 6
III. PERENCANAAN SABUK PANTAI ....................................... 10
3.1 Langkah Dasar Perencanaan Sabuk Pantai untuk Mitigasi
Tsunami ........................................................................................ 10
3.2 Persyaratan dan Pengumpulan data ........................................ 12
3.2.1 Potensi bahaya tsunami ................................................... 12
3.2.2 Morfologi pesisir dan data pasang surut .......................... 13
3.2.3 Vegetasi yang telah ada ................................................... 14
3.2.4 Situasi penggunaan lahan dan kondisi sosial ................... 16
3.3 Desain parameter prosedur perhitungan ................................. 18
3.3.1 Gaya eksternal ................................................................. 18
3.3.2 Penentuan lebar sabuk vegetasi pantai ............................ 20
3.3.3 Pemilihan spesies pohon.................................................. 21
3.3.4 Penentuan kerapatan sabuk pantai ................................... 21
3.4 Kombinasi Sabuk Pantai dengan Struktur Lainnya ................ 25
IV. TEKNIS PENANAMAN .......................................................... 28
4.1 Penyiapan Bibit ...................................................................... 28
4.1.1. Membangun Persemaian ................................................ 28
4.1.2 Menanam Benih ............................................................. 33
4.2 Cara Menanam Bibit............................................................... 36
iv
4.2.1. Persiapan ........................................................................ 36
4.2.2. Cara Mengangkut Bibit .................................................. 39
4.2.3. Waktu dan Cara Menanam Bibit di Lapangan ............... 39
4.3 Pemeliharaan .......................................................................... 40
BAB V. PERANSERTA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT . 43
VI. MONITORING DAN EVALUASI PERTUMBUHAN
VEGETASI ...................................................................................... 50
6.1.1 Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman yang
berumur kurang dari 3 tahun .................................................... 53
5.1.2 Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman yang
berumur lebih daril 3 tahun ...................................................... 58
VII. PENUTUP ................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 67
LAMPIRAN ..................................................................................... 69
v
Daftar Tabel
vi
Daftar Gambar
vii
Gambar 13. Sebaran clan posisi pohon yang mati (diberi tanda X)
pada setiap anak petak ................................................. 56
Gambar 14. Rancangan sampling pada peta untuk systematic
random sampling dengan unit contoh berupa plot
lingkaran...................................................................... 63
viii
PEDOMAN MITIGASI TSUNAMI
DENGAN VEGETASI PANTAI
I. PENDAHULUAN
1
Sejauh ini kajian aspek teknis terhadap fungsi dan peran vegetasi
pantai sebagai pelindung daerah pantai masih tergolong sangat
kurang dilakukan di Indonesia yang diketahui sebagai salah satu
negara yang pernah memiliki hutan pantai terbesar kedua di dunia
(Diposaptono S., 2008). Penelitian lebih lanjut terhadap perilaku dari
berbagai jenis pohon pantai dalam mitigasi bencana tsunami masih
dibutuhkan, namun terdapat berbagai sumber pengetahuan yang ada
saat ini yang dapat menjelaskan kinerja sabuk pantai dalam
menghadapi gelombang tsunami yang menghempas pantai, sebagian
besar didasarkan pada hasil eksperimen empiris dan laboratorium.
Dengan didukung oleh beberapa hasil penyelidikan lapangan pasca
bencana tsunami, pengetahuan yang ada saat ini untuk batas tertentu
dapat digunakan sebagai panduan terhadap aplikasi yang mungkin
dari sabuk pantai sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana
tsunami.
2
1.3 Sasaran Pengguna Pedoman
3
II. PERAN DAN BATASAN SABUK PANTAI DALAM
MITIGASI TSUNAMI
4
Beberapa spesies pohon yang tumbuh di pantai dan menyusun
ekosistem hutan pantai antara lain Barringtonia asiatica, Casuarina
equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Calophyllum
inophyllum, Hernandia peltata, Sterculia foetida, Manilkara kauki,
Cocos nucifera, Crinum asiaticum, Cycas rumphii, Caesalpinia
bonducella, Morinda citrifolia, Oehrocarpus ovalifolius, Taeea
leontopetaloides, Thespesia populnea, Tournefortia argentea,
Wedelia biflora, Ximenia americana, Pisonia grandis, Pluehea
indica, Pongamia pinnata, Premna Corymbosa, Premna obtusifolia,
Pemphis acidula, Planchonella obovata, Scaevola taccada, Scaevola
frutescens, Desmodium umbellatum, Dodonaea viscesa, Sophora
tomentosa, Erythrina variegata, Guettarda speciosa, Pandanus
bidur, Pandanus tectorius, dan Nephrolepis biserrata.
Tipe kawasan pantai, jenis vegetasi luas dan penyebaran hutan pantai
tergantung kepada karakteristik biogeografi dan hidrodinamika
setempat. Berbagai kawasan pantai di Indonesia memiliki persamaan
dan atau perbedaan faktor-faktor iklim, temperatur air, tingkat
sedimentasi, tingkat pasang surut air, relief, pelindung dari
pengikisan ombak dan angin, salinitas air (kadar garam) dan sejarah
geologis (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, 2006;
Anonimous (a), 2006).
Informasi tentang luas dan potensi hutan pantai cukup terbatas.
Hutan pantai menyebar di sepanjang pantai yang tidak tergenang oleh
pasang surut air laut dengan luas + 3,3 juta hektar. Ciri umum
ekosistem ini antara lain adalah : 1) Tidak terpengaruh iklim; 2)
Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung); 3) Tanah
rendah pantai; 4) Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit; dan 5)
dapat dijumpai terutama di pantai selatan P. Jawa, pantai barat
Sumatera dan pantai Sulawesi.
5
2.2 Peran Sabuk Pantai dalam Mitigasi Tsunami
Peran atau fungsi dari sabuk pantai dalam mereduksi tsunami dapat
disimpulkan sebagai berikut: (Tanaka [2007]; Shuto [1987])
1) Sebagai perangkap, yaitu untuk menghentikan kayu yang hanyut
(pohon tumbang, dll), reruntuhan (rumah yang hancur, dll) dan
puing lainnya (perahu, dll) ,
2) Sebagai peredam energi tsunami, yaitu efek untuk mengurangi
kecepatan aliran air, tekanan aliran, dan kedalaman genangan
air,
3) Sebagai pegangan, yaitu untuk menjadi sarana penyelamatan
diri bagi orang-orang yang tersapu oleh tsunami dengan cara
berpengangan pada cabang-cabang pohon,
4) Sebagai sarana melarikan diri, yaitu untuk menjadi ‗cara‘
melarikan diri dengan memanjat pohon dari tanah atau dari
suatu bangunan,
5) Sebagai pembentuk gumuk pasir, yaitu untuk mengumpulkan
pasir yang tertiup angin dan membentuk gumuk/bukit, yang
bertindak sebagai penghalang alami terhadap tsunami.
6
2) sabuk pantai tidak pernah memberikan perlindungan seratus
persen meskipun ketinggian genangannya kurang dari lima
meter (Harada dan Imamura [2003], Harada dan Kawata [2004],
Yanagisawa dkk [2008]).
Shuto [1987] menggambarkan grafik pada Gambar 1 berdasarkan
empat puluh lima contoh yang dikumpulkan dari catatan lima
tsunami besar di Jepang. Grafik tersebut menunjukkan situasi
kerusakan hutan pinus (kebanyakan pohon pinus hitam dan sebagian
kecil pohon pinus merah) dengan perbandingan diameter batang dan
ketinggian tsunami dari permukaan tanah.
7
Gambar 1. Tingkat kerusakan pohon berdasarkan perbandingan
diameter batang dan tinggi tsunami di atas permukaan tanah
[Sumber: Shuto (1987)]
8
Kapasitas maksimum sabuk pantai dalam mitigasi tsunami disajikan
dalam Tabel 1, berdasarkan Harada dan Imamura [2003], Harada dan
Kawata [2004], Yanagisawa dkk [2008]. Fungsi reduksi yang
disajikan berupa reduksi run-up, reduksi waktu penjalaran tsunami,
reduksi kedalaman genangan, dan reduksi gaya aliran tsunami.
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sabuk pantai
tidak pernah memberikan perlindungan seratus persen meskipun
ketinggian genangannya kurang dari lima meter.
10
Penilaian kelayakan lokasi hutan pantai
PENGATURAN BAHAYA TSUNAMI
POTENSIAL SEBAGAI DESAIN
KEKUATAN EKSTERNAL
PENGATURAN TINGKAT
PERLINDUNGAN DAN KETERSEDIAAN
LAHAN UNTUK HUTAN
TIDAK
LAYAK
?
Penentuan variabel hutan Y
A
PELAKSANAAN
12
(iii) Pemerintah pusat melakukan penyelidikan yang menyeluruh
terhadap catatan sejarah genangan tsunami di seluruh wilayah.
Simulasi numerik potensi genangan tsunami di wilayah pesisir
rawan tsunami juga harus dilakukan untuk menyediakan data
bagi daerah-daerah yang tidak memiliki data historis. Data
potensi genangan tsunami, baik dari sejarah maupun simulasi
harus terbuka untuk umum dan dibuat untuk diakses secara
bebas.
3.2.2 Morfologi pesisir dan data pasang surut
Data morfologi pesisir termasuk elevasi pesisir (topografi), elevasi
dasar laut (batimetri) dan juga klasifikasi lingkungan pesisir (seperti
wetland, pantai berpasir, delta estuari, dll).
Data topografi dan batimetri diperlukan untuk menentukan
kemiringan lahan dan menjalankan simulasi genangan tsunami.
Kemiringan pantai memiliki pengaruh yang signifikan pada reduksi
run-up. Untuk tujuan simulasi genangan tsunami, diperlukan peta
dengan skala 1:1.000.
Data lingkungan pesisir, khususnya jenis tanah dan tutupan lahan
(misalnya wetland, pantai berpasir atau daerah pasang surut
berlumpur) sangat penting karena terkait dengan habitat vegetasi.
Bersama dengan data vegetasi yang ada, data ini sangat diperlukan
untuk menentukan vegetasi yang cocok untuk perlindungan pantai.
Pada kasus dimana peta belum tersedia, pengukuran terestrial
topografi dan batimetri harus dilakukan untuk menyediakan data dan
peta yang dibutuhkan.
Sebuah metode pengukuran sederhana dari gradien kemiringan pantai
diilustrasikan pada Gambar 4. Kemiringan pantai wilayah yang
bersangkutan akan diukur pada beberapa titik, termasuk titik-titik
dengan lebar maksimum dan minimum dari pantai. Permukaan tanah
diukur secara bertahap ke arah darat dari garis pantai.
Seiring dengan ini, grafik catatan pasang surut diperlukan untuk
menghubungkan data topografi dan batimetri ke datum referensi.
Level air tertinggi rerata (HWL), level air rerata (MWL) dan level air
13
terendah rerata (LWL) adalah informasi standar pasang surut. Data
pasang surut ini dapat dikonfirmasikan dengan mewawancarai
masyarakat setempat dan administrator pesisir, atau dengan mengacu
pada data perencanaan pelabuhan dan pantai yang tersedia atau data
observasi pasang surut yang telah ada.
Catatan elevasi pasang surut juga penting untuk simulasi run-up
tsunami dan penentuan lahan yang efektif untuk pembangunan sabuk
vegetasi pantai
14
Tabel 3 menjelaskan tentang survei vegetasi, menunjukkan item
survei dan tujuannya, sedangkan Gambar 5 memberikan ilustrasi
pada item yang digunakan pada survei vegetasi.
15
Forest width
Species, density of tree
High tree
Sub tall tree
Tree height
Coast line
Shrub
Sea level Soil
Material
Vegetation front
Distance from
coastline
17
Tabel 3. Kekuatan tsunami dan bencana yang terkait
[Sumber: Shuto, 1992]
INTENSITAS TSUNAMI (M) 0 1 2 3 4 5
TINGGI TSUNAMI (m) 1 2 4 8 16 32
PROFIL GELOMBANG TIBA-TIBA NAIK DINDING AIR GELOMBANG GELOMBANG PERTAMA PECAH
DI KEMIRINGAN PANTAI DEKAT PANTAI GELOMBANG PERTAMA DENGAN BENTUK “PLUNGING”
YANG LANDAI KEDUA PECAH KADANG-
KADANG PECAH
DI KEMIRINGAN PANTAI PASANG SURUT YANG SANGAT CEPAT
YANG TERJAL
SUARA SUARA YANG BERKELANJUTAN DISEBABKAN OLEH GELOMBANG
PECAH (SEPERTI SUARA BADAI, SUARA KERETA API, SUARA TRUK
BESAR)
SUARA BESAR MENDADAK DISEBABKAN GELOMBANG
PECAH DIPANTAI (SEPERTI GUNTUR HANYA DAPAT
DIDENGAR DARI JARAK DEKAT)
SUARA BESAR DISEBABKAN OLEH HANTAMAN
TSUNAMI DI TEBING (SEPERTI GUNTUR ATAU
LEDAKAN YANG DAPAT DI DENGAR DALAM
JARAK JAUH
RUMAH RUMAH KAYU RUSAK HANCUR
SEBAGIAN
RUMAH BATU BERTAHAN TIDAK ADA DATA HANCUR
18
Incoming
tsunami wave
height
run-up
Inundation Beach height
depth 1 slope
Still water
level
1
100
Coastline
point
Gambar 6 Ilustrasi pengukuran kedalaman genangan tsunami
19
land
S2 S3
S1
Sn
wave ray
seabed contour sea
Sn segment area
.
Gambar 7 Ilustrasi segmentasi sepanjang pantai untuk desain hutan
pantai berdasarkan kondisi gelombang, kemiringan lahan dan hutan
23
unit luasan. Kondisi ini dapat terkait pada ukuran kanopi atau
mahkota, yang mempengaruhi jarak alami antar pohon di hutan.
Hasil survei lapangan terhadap jarak rata-rata antar pohon atau
hubungan alometrik antara diameter batang dan ukuran kanopi cukup
penting untuk menyesuaikan jumlah pohon yang diperoleh dari
grafik diatas. Sebagai contoh, jika hasil survei menunjukkan bahwa
diameter kanopi maksimum dari pinus thumbergii adalah sekitar 2 m
dengan diameter batang sekitar 20-25 cm, jarak rata-rata antar pohon
paling sedikit harus satu meter. Kemudian pada contoh di atas, masih
terdapat kemungkinan untuk menambah jumlah pohon, yang akan
memberikan hasil maksimal dn.
Pemeriksaan penjumlahan diameter (dn = d×n)
Shuto [1987] menggunakan istilah ―penjumlahan diameter‖ untuk
menggambarkan kerapatan hutan, yang merupakan hasil dari diamter
batang rata-rata (d) dan jumlah pohon (n) yang terdapat di hutan. Ini
merupakan variabel yang sederhana dan berguna untuk pendugaan
awal atau menilai kapasitas reduksi aliran tsunami hutan saat ini
sebelum memulai perhitungan yang kompleks dengan melibatkan
semua ukuran pohon (termasuk akar, batang, cabang dan daun).
Pengelompokan pada Tabel 6 dijabarkan berdasarkan Shuto [1987]
dan dapat digunakan dalam penilaian kualitatif tingkat efektivitas
desain dalam mereduksi aliran tssunami. Kedalaman genangan
tsunami yang diberikan (h) sangat terbatas hingga 5m sejak banyak
bukti menunjukkan kerusakan total sabuk pantai saat genangan
tsunami lebih dari 5 m.
24
Tabel 5. Pengelompokan efek tsunami dalam bentuk kedalaman
genangan (h)dan diametr yang dijumlahkan (dn) sesuai dengan Shuto
[1987]
Respon terhadap tsunami
Kedalaman
Penjumlahan diameter
genangan (h) Menghentik Mengurangi
Kerusakan
(dn) dalam cm Kerusakan permukaan
dalam meter an puing kecepatan
tanah
25
(iii) sabuk pantai sebagai upaya mitigasi tsunami memerlukan
ketebalan yang cukup agar dapat bekerja secara efektif,
sedangkan kebanyakan daerah yang rawan terhadap tsunami
merupakan wilayah permukiman atau dibangun untuk
kepentingan lainnya (industri, perkotaan, perumahan, pariwisata,
transportasi, perikanan, dan pertanian). Kebijakan pemindahan
permukiman umumnya tidak berhasil tanpa upaya persuasif
yang serius serta perencanaan dan pengelolaan permukiman
kembali yang baik. Jika hanya ada sedikit ruang yang tersisa,
kombinasi dengan struktur perlindungan lainnya menjadi suatu
keharusan. Salah satu kemungkinannya adalah dengan
mengakomodir fungsi perlindungan tsunami dalam desain
pembangunan infrastruktur pesisir. Sebagai contoh, jalan di
wilayah pesisir dapat digunakaan untuk reduksi aliran tsunami
bersama dengan sabuk pantai.
(iv) Ketika mengkombinasikan sabuk pantai dengan struktur keras,
akan efisien untuk menanam sabuk pantai di sisi laut dan
membangun struktur keras di sisi daratan (Iimura dkk [2008]).
Desain struktur keras yang dibangun harus berdasarkan gaya
eksternal yaang dihasilkan oleh tsunami setelah menghantam
sabuk pantai. Struktur keras daratan ini, misalnya embankment,
dapat didesain dan digunakan sebagai jalan. Gambar 9
memberikan ilustrasi kombinasi tersebut.
26
Pandanus & Casuarina
▽ Tsunami
27
IV. TEKNIS PENANAMAN
28
Tabel 6. Persyaratan persemaian jenis mangrove dan tanaman pantai
Pemilihan Lokasi
dan kondisi Tempat yang rendah
Persemaian Topografi datar
Bebas dari angin kencang
Dekat dengan lokasi penanaman
Lokasi mudah dijangkau
Dekat dengan tenaga kerja
Dekat dengan sumber media
Terkena pasang surut air laut Tidak terkena pasang surut air
Bebas dari gelombang laut
secara langsung Tapak relatif keras
Bebas dari banjir
Sumber air Air pasang surut Air tawar
Salinitas kurang dari 30 Berasal dari sungai atau
°/00 * sumur
B. Pembuatan bedengan
Di suatu persemaian, umumnya terdapat dua jenis bedengan yaitu
bedeng tabur dan bedeng sapih. Bedeng tabur berfungsi untuk
mengecambahkan benih (terutama benih yang berukuran kecil),
29
sedangkan bedeng sapih biasanya dipergunakan untuk menampung
bibit sapihan dan bibit dipelihara hingga siap tanam.
a. Bedeng tabur
Keterangan:
Bedeng tabur pada umumnya berisi banyak semai. Oleh karena itu,
setiap semai harus disapih (dipindahkan) ke dalam polibag yang
berisi media pertumbuhan. Dengan demikian setiap semai akan
mendapatkan media atau unsur hara yang cukup untuk
mendukung pertumbuhannya. Semai yang siap disapih biasanya
telah memiliki 3-5 lembar daun.
30
b. Bedeng Sapih
31
semai yang baru disapih. Setelah beberapa minggu, naungan rumbia
ini diambil hingga tinggal paranetnya.
Gambar 10. Bedeng sapih untuk bakau yang dinaungi sirap (kiri), dan bedeng untuk
tanaman pantai yang dinaungi paranet (kanan).
C. Memperoleh Benih
Benih sebaiknya dipanen dari pohon induk yang cukup umur dan
sehat. Pohon induk yang sehat dicirikan oleh batang yang lurus,
bentuk tajuk simetris, serta bebas dari hama/penyakit. Jenis tanaman
pantai dan mangrove mempunyai musim berbuah yang berlainan.
Jenis mangrove mempunyai musim berbuah yang serentak yaitu pada
pertengahan sampai akhir tahun. Sedangkan untuk jenis tanaman
pantai musim berbuahnya tidak serentak. Untuk mendapatkan benih
yang baik, pengadaan benih sebaiknya dilakukan pada waktu puncak
musim benih.
Buah yang masak untuk setiap jenis tanaman memiliki ciri-ciri yang
berlainan satu sama lain (lihat Tabel 8 berikut ini).
32
Tabel 7. Ciri-ciri Buah/Benih yang Masak Vegetasi Pantai Utama
B. Penanaman ke Polibag
34
D. Media tanam
A. Pemeliharaan Bibit
Selama di persemaian, bibit disiram secara teratur pada pagi dan sore
hari. Penyiraman pada slang hari sebaiknya dihindarkan karena dapat
menyebabkan bibit merana/stres, dimana salah satu gejalanya adalah
daunnya menjadi keriting. Setelah beberapa bulan (3-4 bulan),
penyiraman dan pemberian naungan sebaiknya dikurangi secara
bertahap. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan bibit agar
mampu tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi sebenarnya di lokasi
penanaman. Proses penyiapan bibit ini dikenal dengan istilah
pengerasan (hardening oft). Apabila akar bibit telah menembus tanah,
maka pernotongan akar sebaiknya dilakukan.
35
Tabel 9. Penyebab kerusakan bibit dan cara penanggulangannya
Penyebab Kerusakan yang
Pencegahan dan Penanggulangan
Kerusakan ditimbulkan
Persemaian darat (untuk tanaman pantai)
Tern ak Memakan daun namun tidak Membuat pagar disekeliling persemaian
(Kambing, sapi, sampai menyebabkan kematian
kerbau)
Semut Memakan biji di bedeng Membuat genangan air di sekeliling
atau bak tabur, terutama yang persemaian agar semut tidak dapat
berukuran kecil (misalnya masuk mencapai biji
cemara)
Ulat Memakan daun/tunas Membunuh ulat secara manual,
sehingga daun berlubang menyeprot dengan insektisida dengan jenis
dan dosis yang tepat .
36
Tabel 10. Kriteria lokasi penanaman yang sesuai untuk tanaman
pantai
Lokasi yang sesuai untuk
Kriteria
tanaman Pantai
Salinitas Kering
Sumberair Air tawar – payau
Indikator Ditumbuhi oleh galaran/katangkatang (bibit ditanam disela-sela katang-
katang)
38
E. Penataan Lokasi Penanaman
Setelah lokasi penanaman ditentukan, langkah selanjutnya adalah
penataan batas, pengukuran dan penentuan jarak tanam. Untuk
memudahkan pelaksanaan penanaman, maka setiap titik tanam
sebaiknya diberi ajir. Selain sebagai penanda lubang tanam, ajir ini
akan digunakan untuk mengikat bibit agar berdiri kokoh sehingga
tahan terhadap terpaan angin atau arus air. Umumnya, panjang ajir
adalah 100-150 cm, dibuat dari bambu yang dibelah.
4.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan bertujuan untuk merawat tanaman setelah ditanam agar
keberhasilan tumbuh di lapangannya tinggi. Umumnya, kegiatan
pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, pengendalian/
pemberantasan hama dan penyakit serta mempertahankan tegaknya
tanaman
1. Penyiraman
Untuk tanaman pantai, penyiraman sangat diperlukan,
terutama bagi bibit yang baru ditanam. Setelah tanaman pulih
dan stabil, penyiraman tidak perlu lagi dilakukan.
2. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang mati
dengan bibit baru yang sehat dan diusahakan seumur.
Dengan penyulaman ini maka prosentase tumbuh di lapangan
akan meningkat.
3. Pembersihan gulma dan sampah
Setelah ditanam di lapangan, tanaman seringkali terganggu
oleh ilalang atau tanaman liar lain yang tumbuh di sekitar
tanaman. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman.
Oleh karena itu maka perlu dilakukan pembersihan gulma
secara teratur. Kegiatan ini tidak perlu lagi dilakukan apabila
tanaman lebih tinggi dari ilalang. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara membabat tanaman liar di sekitar tanaman
utama.
40
Tanaman mangrove seringkali terlilit oleh sampah, baik
plastik maupun bahan organik yang kemudian menghambat
pertumbuhannya. Apabila hal ini terjadi maka pembersihan
sampah tersebut harus segera dilakukan.
4. Pengendalian hama dan penyakit
Hama dan penyakit merupakan ancaman yang serius yang
perlu dikendalikan. Berikut ini adalah identifikasi kerusakan
serta pengendalian hama dan penyakit. Ternak adalah hama
yang seringkali menyerang tanaman pantai.
42
BAB V. PERANSERTA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
43
berbagai keperluan sehari-hari secara lestari seperti mencari ikan,
udang, kerang-kerangan, buah, kayu dan lain-lain.
b. Rehabilitasi: dalam pelaksanaan rehabilitasi masyarakat
berpartisipasi aktif dalam penentuan lokasi, pengumpulan benih,
pengangkutan, penanaman, pemeliharan, dan penjagaan.
c. Pemeliharaan: pemeliharaan vegetasi pantai pasca penanaman
meliputi pembersihan dari sampah, hama, dan penjarangan.
d. Pemanfaatan : mengingat masyarakat di sekitar ekosistem
vegetasi pantai sangat membutuhkan produk-produk dari
vegetasi pantai maka pemanfaatan secara lestari harus tetap
diupayakan baik pemanfaatan langsung maupun tak langsung.
44
Tahapan Partisipasi/Peran Masyarakat dalam Pengelolaan
Ekosistem Vegetasi Pantai
strategi, kegiatan, sistem monitoring, dan struktur kelembagaan)
Pemimpin dan pelaksana konsultasi, sosialisasi, perbaikan, dan
diseminasi rencana pengelolaan kepada masyarakat, pemerintah
setempat, sampai tingkat provinsi
Adopsi program / Berpartisipasi dalam menentukan isu prioritas, tujuan
persetujuan pengelolaan, dan kegiatan yang akan dilakukan, serta waktu
pelaksanaan
Berpartisipasi dalam musyawarah desa untuk persetujuan
rencana pengelolaan dan pendanaan
Memberikan dukungan atau penolakan terhadap pendanaan dan
bantuan teknis dari Pemda dalam konsultasi dan presentasi
rencana pengelolaan
Memberikan dukungan legitimasi rencana pengelolaan melalui
SK Kepala Desa tentang Penetapan Rencana Pengelolaan dan
Penetapan Kelompok Pengelola dan Pelaksana Rencana
Pengelola
Berpartisipasi dalam pembuatan Rencana Pembangunan
Tahunan Desa (RPTD) berdasarkan rencana pengelolaan yang
ditetapkan
Mencari dukungan dana dan bantuan teknis melalui swadaya
masyarakat, pengusaha, lembaga donor lain, LSM, perguruan
tinggi, selain dukungan dana dari pemerintah.
Bersama-sama dengan pemerintah desa dan kabupaten
menyetujui rencan pengelolaan, strategi, dan pendanaannya
Berpartisipasi dalam peluncuran dokumen rencana pengelolaan
Implementasi/Pelaksan Berpartisipasi dalam rapat untuk menentukan rencana tahunan
aan desa
Berpartisipasi dalam rapat untuk menentukan anggota kelompok
pengelola
Pengambil keputusan bagi prioritas kegiatan dalam rencana
tahunan desa
Penyusunan rencana kerja/kegiatan
Pemberi kontribusi tenaga dan dana
Berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Berpartisipasi dalam pembuatan laporan dan
pertanggungjawaban keuangan dan program
Berpartisipasi dalam pembuatan laporan dan
pertanggungjawaban keuangan dan program
Berpartisipasi dalam presentasi laporan dalam rapat umum desa
Pemantauan dan Berpartisipasi dalam pelatihan pemantauan dan evaluasi
Evaluasi Bertindak sebagai pengawas kesepakatan/aturan dan pelaporan
pelaksanaan aturan dan rencana
Bertindak sebagai pemantau dan pengevaluasi pelaksanaan
rencana kerja tahunan dan dana
45
Adapun berbagai cara untuk meningkatkan kesadaran dan
keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap kegiatan pengelolaan
ekosistem vegetasi pantai dapat dilakukan :
a. Sosialisasi; dilakukan di desa lokasi kegiatan untuk
menyampaikan dan menginformasikan maksud dan tujuan dari
kegiatan. Dalam kegiatan ini, masyarakat secara bersama-sama
akan menetapkan (i) lokasi penanaman; (ii) kegiatan dan biaya
pemeliharaan pasca penanaman yang diserahkan kepada
masing-masing kelompok; (iii) masyarakat yang akan terlibat
yang berasal dari masyarakat yang bertempat, dan bekerja
sebagai nelayan, penggarap/pemilik tambak dan yang
aktivitasnya berdekatan dengan lokasi vegetasi pantai; (iv)
pengumpulan dan pengangkutan benih;
b. Penyuluhan; Dalam kegiatan penyuluhan yang disampaikan
adalah fungsi dan manfaat vegetasi pantai baik secara ekologi
maupun fungsi jasa sosial. Kegiatan ini dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai fungsi
dan manfaat vegetasi pantai.
c. Pembentukan kelompok binaan; Pembentukan kelompok
bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan
rehabilitasi dan pelatihan, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka akan
pentingnya fungsi ekosistem vegetasi pantai.
d. Pemantauan dan evaluasi; dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui perubahan variabel administratif, sosial budaya,
perilaku masyarakat, dan lingkungan.
46
Karakteristik keberhasilan Pelibatan Masyarakat adalah :
- Keuntungan integrasi pengelolaan diakui oleh pemerintah dan
stakeholders lain.
- Pemerintah, mendukung dan memfasilitasi secara aktif pelibatan
masyarakat setempat dalam pengelolaan.
- Para pihak memberikan perhatian, saling percaya dan
berpartisipasi secara penuh dengan peran yang jelas.
- Terselenggaranya ―appropriate sharing‖ (sumberdaya,
informasi, kedudukan/ kemampuan, keputusan).
- Akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak
lanjuti.
- Para pihak memiliki kemampuan yang cukup.
Unsur yang tidak kalah penting dalam pelibatan masyarakat
di dalam program pengelolaan ekosistem vegetasi pantai adalah
pendamping masyarakat atau disebut juga fasilitator masyarakat,
yang bekerja langsung dengan masyarakat. Pendamping masyarakat
ini dapat dibagi dalam dua kelompok, pendamping yang berasal dari
luar desa dan pendamping yang berasal dari dalam desa.
Secara umum, pendamping masyarakat yang berasal dari luar
desa memiliki kriteria sebagai seorang yang (i) mampu
mengembangkan kepercayaan, disegani, berkomunikasi, bekerja
sama, berinteraksi, menempatkan diri dan peka terhadap budaya
setempat, (ii) memiliki latar belakang pendidikan yang memadai
(mengerti aspek lingkungan dan masyarakat pesisir), (iii) memiliki
jiwa kepemimpinan dan kemampuan mengorganisir pelaku-pelaku
pengelolaan ekosistem vegetasi pantai, dan (iv) memiliki kesadaran
dan kepekaan dalam mendorong pelibatan seluruh masyarakat dalam
keseluruhan proses pengelolaan ekosistem vegetasi pantai.
47
Mengingat pentingnya pendamping masyarakat ini, proses
pemilihan orang hingga penempatannya haruslah dipersiapkan
dengan baik. Beberapa tahapan yang dilalui adalah :
- Pemilihan, kegiatan ini dapat dilakukan oleh lembaga dari luar
desa atau inisiator program melalui proses perekrutan secara
terbuka dan obyektif.
- Orientasi, dilakukan untuk memperkenalkan calon pendamping
masyarakat terhadap program dan kondisi lapangan tempat
pendamping masyarakat bertugas.
- Pelatihan, kegiatan ini memiliki arti penting bagi seorang
pendamping sebagai pembekalan bagi pendamping dalam
menjalankan tugasnya.
Selain pendamping dari luar desa, untuk mendorong
keterlibatan penuh masyarakat dalam pengelolaan ekosistem vegetasi
pantai, diperlukan adanya pendamping masyarakat dari dalam desa,
disebut juga motivator desa, asisten lapangan, atau community
organizer (CO). CO merupakan penggerak masyarakat yang berasal
dari dalam desa yang dipilih oleh masyarakat dan pemerintah desa.
Pendamping jenis ini dibutuhkan dengan tujuan menjamin
keberlanjutan pendampingan pada saat pendamping dari luar desa
selesai bertugas. Jumlah pendamping ini disesuaikan dengan luasan
pengelolaan ekosistem vegetasi pantai setempat.
Secara umum, kriteria CO ini adalah orang-orang yang mau
dan peduli pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan isu-isu di
desa, disegani, dapat diterima di berbagai kalangan dan tingkatan
masyarakat, tidak memiliki konflik besar dalam masyarakat, tidak
memihak atau masuk dalam kelompok-kelompok tertentu. Proses
penetapan CO di desa ini secara umum dapat disebutkan :
- Pengenalan, melalui sosialisasi perlu dan pentingnya program
pengelolaan ekosistem vegetasi pantai.
48
- Perolehan mandat dari masyarakat, yang didapat melalui
prosedur pemilihan dari penguasa setempat, dan pemberitahuan
kepada penanggung jawab program atau pengelola program.
- Pembekalan, dengan memberikan pelatihan, seperti yang
dilakukan pada pendamping yang berasal dari luar desa.
Keberadaan CO ini sangat penting karena mereka akan
menjadi kader-kader yang terlatih dalam melakukan program
pengelolaan ekosistem vegetasi pantai. Mereka akan menerima
banyak pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pengelolaan
ekosistem vegetasi pantai yang akan diteruskan serta diterapkan
dalam di masyarakat. Keberadaan kedua jenis pendamping
masyarakat ini menjadi komponen penting pendukung keberhasilan
pengelolaan ekosistem vegetasi pantai.
49
VI. MONITORING DAN EVALUASI PERTUMBUHAN
VEGETASI
50
Persen tumbuh, yakni persentase jumlah pohon yang tumbuh
dengan sehat dan normal dibanding total pohon pada saat
penanaman.
Kondisi kesehatan pohon, seperti tingkat gangguan hama dan
penyakit, dan penampakan fisik pohon.
Pertumbuhan dimensi pohon dan tegakan, seperti pertambahan
(riap) diameter, riap tinggi, dan riap volume.
51
Secara skematis, teknik monitoring dan evaluasi pertumbuhan
tanaman vegetasi pantai tersebut dapat digambarkan seperti terlihat
pada Gambar 11.
Tanaman Pantai
Pengukuran secara sensus Pengukuran secara sampling Pengukuran PUP secara Sensus
Data persen Data kesehatan Data persen Data dimensi Data Pertumbuhan pohon dan
tumbuh tanaman tanaman tumbuh tanaman pohon & tegakan tegakan
Arahan strategi
pengelolaan sabuk
pantai
Pelaporan Kegiatan
Monitoring dan Evaluasi
Tanaman Pantai
52
6.1.1 Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman yang
berumur kurang dari 3 tahun
Mengingat sangat rentannya pertumbuhan tanaman pada umur
kurang dari 3 tahun, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus
dilakukan secara lebih intensif pada fase ini. Oleh karena itu, teknik
monitoring yang paling tepat adalah dengan pengukuran secara
sensus (pohon per pohon) untuk memperoleh data tentang persen
tumbuh dan kondisi kesehatan dari masing-masing pohon yang
ditanam. Teknik monitoring tersebut dapat dilakukan dengan tahapan
kegiatan sebagai berikut :
1). Pembuatan peta situasi tanaman
Adanya peta situasi tanaman akan memudahkan pihak pengelola
untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pengelolaan secara tepat dan terarah. Untuk itu, peta situasi tanaman
perlu terlebih dahulu dibuat sebagai dasar perencanaan kegiatan
selanjutnya. Peta tersebut hendaknya dibuat dalam skala yang cukup
besar, misalnya skala 1 : 5000, sehingga dapat menampilkan
informasi yang lebih detail tentang pembagian petak tanaman (ke
dalam anak petak-anak petak), luas masing-masing petak tanaman
dan totalnya.
2). Pembuatan denah sensus pohon
Untuk pengukuran dan pencatatan secara sensus, terlebih dahulu
perlu dibuatkan denah sensus pohon yakni berupa denah yang terdiri
atas kotak-kotak kecil (grid) yang masing-masing memiliki koordinat
(x,y), dimana setiap grid merepresentasikan satu batang tanaman.
Pembuatan denah sensus pohon tersebut didasarkan atas peta situasi
tanaman yang dapat dibagi kedalam beberapa petak tanaman dengan
luasan tertentu. Adanya denah sensus pohon tersebut memberikan
keuntungan dalam hal : 1) memudahkan regu pengukur dalam
melakukan pengukuran dan pencatatan secara sistematis dan terarah,
53
dan 2) memudahkan untuk mengetahui posisi (tempat tumbuh) suatu
pohon karena diketahui koordinatnya.
Apabila pengukuran dan pencatatan pohon dilakukan oleh beberapa
regu, maka tiap regu harus membuat masing-masing denah sensus
pohon yang tidak saling tumpang tindih (overlap) sesuai dengan luas
blok tanaman yang akan diukurnya. Banyaknya grid yang harus
disediakan dalam suatu denah sensus dapat dihitung sebagai berikut:
Untuk itu, regu tersebut harus menyiapkan denah sensus pohon yang
terdiri atas 5000 grids. Sebaaai contoh, bentuk denah sensus pohon
tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 12.
54
Gambar 12. Denah sensus pohon untuk monitoring dan evaluasi
pertumbuhan tanaman vegetasi pantai yang berumur kurang dari 3
tahun
56
kualitatif tentang kondisi pertumbuhannya. Untuk tanaman yang
berumur kurang dari 3 tahun, informasi yang perlu diperoleh adalah
tingkat keberhasilan penanaman yang dicerminkan oleh nilai persen
tumbuh minimal 80%. Nilai persen tumbuh dapat dihitung sebagai
hasil Pembagian antara jumlah tanaman yang tumbuh dengan baik
(hidup) terhadap total tanaman pada saat awal penanaman atau dapat
dinyatakan sebagai berikut :
58
tegakan yang akan diduga parameternya. Untuk hutan tanaman
vegetasi pantai, unit contoh yang digunakan berupa plot-plot contoh
berbentuk lingkaran dengan ukuran tertentu (misal : 0,05 ha atau 0,1
ha) yang diletakkan secara sistematis dalam tegakan. Berdasarkan
hasil pengukuran volume dari setiap plot contoh, selanjutnya dapat
ditentukan nilai dugaan/taksiran bagi parameter-parameter tegakan,
seperti jumlah pohon (yang sehat dan terserang penyakit) dan volume
tegakan.
Umumnya, kondisi tegakan hutan tanaman vegetasi pantai pada suatu
petak tanaman relatif homogen. Dalam hal ini, teknik sampling yang
mudah diterapkan adalah systematic plot with random start sampling
(penarikan contoh sistematis dengan pengacakan awal) dengan unit
contoh berupa plot lingkaran dengan ukuran tertentu.
Dalam teknik sampling tersebut, tim survey menempatkan plot
contoh pertama secara acak dalam tegakan dan plot contoh lainnya
diletakkan secara sistematis dalam interval (jarak) tertentu.
Selanjutnya, pada plot-plot contoh tersebut dilakukan pengukuran
parameter tegakan, seperti : jumlah pohon, tingkat serangan hama
dan penyakit, dan dimensi pohon dan tegakan (diameter, tinggi, dan
volume).
Adapun banyaknya plot contoh yang harus dibuat dapat ditentukan
dengan menetapkan intensitas sampling (IS) yang akan digunakan
dalam survey tersebut. Intensitas sampling (IS) merupakan
perbandingan (dinyatakan dalam persen) antara jumlah unit contoh
(n) dengan total unit contoh yang dapat dibuat dalam
populasi/tegakan (N). Dalam hal ini, tim survey harus menetapkan
besarnya intensitas sampling yang akan digunakan berdasarkan
pedoman kerja (jika ada) atau pengalaman sebelumnya. Sebagai
arahan tentang luas plot contoh, jarak antar plot contoh dan intensitas
59
sampling yang dapat diujicobakan untuk diterapkan di hutan tanaman
vegetasi pantai adalah seperti tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Luas plot contoh, jarak antar plot contoh, dan intensitas
sampling yang dapat digunakan. sebagai acuan dalam pendugaan
potensi tegakan di hutan tanaman
60
1). Persiapan tim survey
Untuk pelaksanaan kegiatan survey di lapangan, maka suatu tim
survey yang terbagi atas beberapa regu harus disiapkan. Banyaknya
regu survey haruslah disesuaikan dengan beban kerja, alokasi biaya,
dan luas areal yang akan disurvey. Setiap regu terdiri atas 3 - 5 orang
yang sudah terlatih dalam pengukuran dimensi pohon dan tegakan.
Selain itu, setiap regu perlu mempersiapkan peralatan (utama) survey
yang harus dibawa, yaitu:
Alat ukur diameter pohon, yaitu : pita diameter (phi-band)
atau pita keliling.
Alat ukur tinggi pohon, yaitu : Haga hypsometer atau
Christen meter.
Kompas Brunton.
Tambang dengan panjang minimal 25 m.
Tally sheet untuk pencatatan data.
2). Pembuatan rancangan sampling di peta
Sebelum pelaksanaan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu tim
survey harus membuat rancangan sampling pada peta kerja.
Rancangan sampling yang dimaksud adalah pola (layout)
penempatan unit-unit contoh di lapangan sesuai teknik sampling
yang akan diterapkannya. Untuk teknik systematic random sampling,
rancangan sampling dapat dibuat dengan tahapan sebagai berikut :
61
Tentukan ukuran populasinya (N), yakni : N = L / I.
Tentukan intensitas sampling (IS) yang akan digunakan.
Tentukan jumlah plot contoh (n) yang harus dibuat, yakni n
= N x IS.
Tentukan jarak/interval antar plot contoh (k) adalah :
k = √(luas plot) x 100% ) / IS
Untuk menentukan plot pertama secara acak, lakukanlah
pengacakan koordinat (x,y) sebagai berikut:
Untuk absis pertama (xl) pada sumbu X : keluarkan
angka acak (dari kalkulator) sehingga diperoleh
angka acak yang kurang dari absis terbesar. Misal :
dari kalkulator diperoleh angka acak 48, dan absis
terbesar 13, maka absis plot pertama (xl) adalah 48 -
3(13) = 9
Untuk ordinat pertama (yl) pada sumbu Y :
keluarkan angka acak (dari kalkulator) sehingga
diperoleh angka acak yang kurang dari ordinat
terbesar. Misal : dari kalkulator diperoleh angka acak
02, dan absis terbesar 8, maka ordinat plot pertama
(yl) adalah 02 - 0(8) = 2
Jadi, koordinat plot pertama adalah (9, 2)
Catatan : Apabila diperoleh koordinat yang di luar
batas petak (populasi), maka proses di atas harus
dilakukan ulang sehingga diperoleh koordinat plot
pertama yang berada dalam batas petak (populasi).
Untuk plot-plot contoh berikutnya, tentukanlah secara
sistematis dengan jarak (k) sesuai perhitungan di atas,
sehingga diperoleh sebanyak n plot contoh.
Sebagai contoh (untuk kasus di atas) perhatikanlah sketsa
berikut ini :
62
Gambar 14. Rancangan sampling pada peta untuk systematic
random sampling dengan unit contoh berupa plot lingkaran
65
VII. PENUTUP
66
DAFTAR PUSTAKA
67
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia.
Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Snedaker. 1978. Mangrove; Their Values and Perpetuation.
National Resources. 14:6-13.
68
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. IDENTIFIKASI VEGETASI PANTAI UNTUK
MITIGASI BENCANA
1. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia L.)
Berdasarkan taksonomi dan tatanama, cemara laut
tergolong famili: casuarinaceae sinonim : Casuarina littoralis
salisb., C. litorea L., C. littorea Oken, C. muricata roxb., C.
sumatrana jungh. Beberapa nama lokal Cemara Laut antara lain
beefwood, coast she-oak, horsetail casuarina, ironwood ; pin
d‘Australie, pino australiano. Dua subspecies yang sudah
dikenal adalah equisetifolia and incana.
Secara alami Cemara Laut terdapat di daerah tropis dan
subtropis sepanjang pantai mulai dari Australia Utara sampai
Malaysia, Myanmar Selatan, Kra Isthmus di Thailand,
Melanesia dan Polynesia. Dikenal luas di derah tropis dan
subtropis. Cemara Laut merupakan salah satu tipe pionir di
daerah pantai berpasir, tetapi mampu tumbuh sampai dengan
ketinggian 0 s/d 1500 m dpl, curah hujan rata-rata 350-5000
mm, musim kering 6-8 bulan, suhu rata-rata 15-30°C, suhu
bulan terpanas 20-47°C dan terdingin 7-20° C.
Cemara laut mampu tumbuh pada tanah ringan, berpasir,
cepat tumbuh pada tanah kurus dan toleran terhadap tanah
bergaram dan angin bergaram. Tumbuh baik pada tanah dengan
pH 5,0-9,5, tidak tahan terhadap pasang surut, tidak tahan
naungan dan sensitif terhadap kebakaran, menghasilkan nitrogen
(Frankia symbiosis).
Jenis cemara memiliki sumber proteoid dan bentuk
asosiasi dengan mikoriza vesikular-arbuskular, penyerbukan
dengan angin. Runjung (cones) masak kira-kira 18-20 minggu.
Buah disebarkan oleh angin.
C.equisetifolia memiliki ranting hijau keabuan dan alur
dalam, alurnya besar, jelas berambut, dan daun gagang dalam
bentuk karangan dari 6–9. Bunga berumah dua, bunga jantan
sebagian berbentuk bulir melekat atau duduk, sebagian lain
memanjang di terminal, anak daun gagang bagian lateral luruh,
69
menggalah 1–6 cm, daun gagang dipadati rambut putih, daun
gantian bertusuk dari tepi ujung, perhiasan bunga terdiri dari 2
cuping, tangkai sari 2-2,5 mm, kepala sari pada pangkal dan
ujung melekuk ke dalam, bunga betina bagian samping
mendekati ujung batang membulir, tunas samping pendek, buah
bulir menjorong, buah bulat telur menjorong, mahkota pohon
(tajuk) mendekati bentuk kerucut, bagian ujungnya melengkung
ke dalam.
Keterangan :
1. Pohon muda
2. Ranting yang
berbunga
3. Bagian dahan
4. Bunga jantan
dan betina
5. Infructescence
6. Buah.
72
Tabel 1. Deskripsi Tanaman Cemara Laut (Casuarina equisetifolia
L.)
Spesies : Casuarina equisetifolia L.
73
pada tanah dengan kesuburan rendah.
74
Gambar 2. Deskripsi Kelapa (Cocos Nucifera Linn)
Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang
bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun
membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang
beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe
monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik),
berkayu. Kayunya kurang baik digunakan untuk bangunan.
Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal,
pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang,
warna daun hijau kekuningan. Bunga tersusun majemuk pada
rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan
dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal
karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari
pangkal. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan
lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun dari
mesokarp berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi
bagian endokarp yang keras (disebut batok) dan kedap air;
endokarp melindungi biji yang hanya dilindungi oleh membran
yang melekat pada sisi dalam endokarp. Endospermium berupa
cairan yang mengandung banyak enzim, dan fasa padatannya
mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua; embrio
kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah
(disebut kentos).
75
Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya
mencapai ketinggian 30 m. Ia berasal dari pesisir Samudera
Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika.
Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari
permukaan laut, namun akan mengalami pelambatan
pertumbuhan.
Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika.
Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Akar
kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan
Cakar Ayam (dipakai misalnya pada Bandar Udara Soekarno
Hatta) oleh Sedijatmo.
Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai
kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan
untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah
dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai
bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk
hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan
Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan
tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak
daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi
satu menjadi sapu.
Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya
nama ini umum bagi semua bunga palma), dipakai orang untuk
hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu.
Bunga betinanya, disebut bluluk (bahasa Jawa), dapat dimakan.
Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira
atau legèn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau
difermentasi menjadi tuak. Bagian dalam tempurung kelapa,
memperlihatkan "daging" buah kelapa.
Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi.
Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar,
diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi,
anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek.
Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian
endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung,
76
wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan
tangan.
Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta
endapannya yang melekat di dinding dalam batok ("daging buah
kelapa") adalah sumber penyegar populer. Daging buah muda
berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa
muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim
dan memilki khasiat penetral racun dan efek
penyegar/penenang. Beberapa kelapa bermutasi sehingga
endapannya tidak melekat pada dinding batok melainkan
tercampur dengan cairan endosperma. Mutasi ini disebut
(kelapa) kopyor. Daging buah tua kelapa berwarna putih dan
mengeras. Sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan.
Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta
menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra
adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya.
Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman
penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun
demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan
semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan
campuran minuman penyegar. Daging kelapa juga dapat
dimanfaatkan sebagai penambah aroma pada daging serta dapat
dimanfaatkan sebagai obat rambut yang rontok dan mudah
patah. Deskripsi tanaman kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Tanaman Kelapa (Cocos nicifera Linn)
Spesies Cocos nucifera Linn.
Nama Inggris Coconut
Nama Indonesia Kelapa
Pohon palem berumah satu, tidak berduri, tidak bercabang, dengan
mahkota daun terminal.Batang menyilinder, tegak, sering menekuk
atau miring, abu-abu muda, menggundul dan mencincin nyata
dengan lampang daun yang gugur. Daun berpelepah, tersusun
spiral, menyirip, pinak daun melanset-memita, tersusun rapi pada
satu bidang. Perbungaan ketiak, ketika muda terlihat seperti tongkol
Deskripsi
dalam seludang, setelah terbuka tersusun membulir dan spiral,
masing-masing dengan 200—300 bunga jantan dan hanya satu
sampai beberapa bunga betina dekat bagian pangkal yang gundul.
Bunga jantan 1—3 menyatu, melekat, kuning muda, bunga betina
soliter, jauh lebih besar dari bunga jantan, membulat saat kuncup,
membundar telur saat antesis, Buah berserat, membulat,
77
membundar telur atau menjorong, lembut, hijau, oranye cerah,
kuning sampai warna gading bila masak, biasanya mengering
sampai coklat-keabu-abuan pada buah tua. Di bagian tengah dari
buahnya terdapat lubang besar, sebagian terisi dengan air kelapa
yang diabsorbsi semuanya pada 6 bulan setelah panen.
Cocos nucifera merupakan tumbuhan asli dari daerah pantai Asia
tropika dan Pasifik, tetapi daerah asal utamanya masih menjadi
bahan persengketaan. Fosil-fosil kelapa ditemukan di India dan
Selandia Baru. Kemampuan buah yang bersabut tebal dan untuk
berkecambah yang lambat dan tetap dapat hidup setelah terapung
jauh di laut memastikan penyebaran alami yang luas di Indo-Pasifik
jauh sebelum domestikasi dimulai di Malesia. Kelapa yang
didomestikasi mempunyai batang yang kuat dan buah yang besar,
Distribusi/Penyebar
yang tidak tahan jika terlalu lama terapung di laut karena sabut dan
an
cangkangnya lebih tipis dan perkecambahan yang lebih cepat.
Penyebaran awal dari kelapa domestikasi bersamaan dengan
migrasi orang-orang Malesia ke Pasifik dan India, yang dimulai
sekitar 3000 tahun yang lalu. Pelaut Polinesia, Melayu dan Arab
berperan penting dalam menyebarkan kelapa ke Pasifik, Asia dan
Afrika Timur. Kelapa menjadi benar-benar pantropis pada abad ke-
16 setelah penjelajah Eropa membawanya ke Afrika Barat, Karibia,
dan pantai Atlantik dari Amerika tropis.
Kelapa adalah tanaman daerah tropis yang lembab. Cukup mudah
beradaptasi dengan perbedaan suhu dan persediaan air dan masih
umum ditemui di daerah dekat batasan zona ekologinya. Kebutuhan
sinar matahari tahunan di atas 2000 jam, minimal 120 jam per
bulan. Suhu rata-rata optimal pada 27°C dengan rata-rata variasi
diurnal 5—7°C. Untuk hasil yang baik, suhu rata-rata minimum
20°C. Suhu di bawah 7°C dapat merusak palem muda, tetapi tiap-
tiap kultivar tertentu mempunyai toleransi berbeda terhadap suhu
rendah. Pada umumnya kelapa ditanam di daerah pada ketinggian di
bawah 500 m, tapi dapat tumbuh subur pada ketinggian sampai
Habitat :
1000 m, walaupun suhu rendah akan mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil. Biasanya palem tumbuh di daerah dengan sebaran curah
hujan tahunan merata antara 1000—2000 mm dan kelembaban
relatif tinggi, tetapi masih dapat bertahan pada daerah lebih kering
tetapi dengan kelembaban tanah yang memadai. Daun yang semi-
serofitik memungkinkan untuk meminimalkan kehilangan air dan
tahan kering untuk beberapa bulan. Kelapa tumbuh subur pada
berbagai tanah, bila drainase dan aerasinya cukup. Kelapa
merupakan halofitik dan toleran pada garam dengan baik. Dapat
tumbuh pada berbagai pH tapi tumbuh paling baik pada pH 5.5—7.
Kelapa diperbanyak dengan biji yang rekalsitran. Hasil
perbanyakan kelapa termasuk rendah mengingat 1 pohon kelapa
tidak akan menghasilkan lebih dari 100—200 biji per tahun.
Walaupun kelapa dapat diregenerasi melalui embriogenesis
somatik, perbedaan genotip pada tingkatan pembentukan embrio
Perbanyakan :
dan kesulitan dalam tanaman in-vitro plants merupakan
keterbatasan untuk perbanyakan klonal skala besar. Kultur in vitro
dari embrio yang dipotong juga memungkinkan. Hal ini memberi
solusi terhadap batasan karantina tanaman dan menemukan aplikasi
dalam pertukaran germplasma internasional. Bijinya biasanya
78
didiamkan selama satu bulan setelah dipanen dan disimpan di
bedeng kecambah dimana kecambah yang seragam dapat
ditransplantasi ke pot plastik atau kebun bibit. Metode polibag dan
pembuahan reguler telah sebagian besar mengganti metode
kecambah akar gundul yang dibesarkan di bedengan. Kecambah
yang berumur 3—8 bulan ditransplantasi ke lahan. Dapat
ditumbuhkan lebih lama di kebun bibit tetapi akan mengalami shok
transplantasi yang lebih besar. Kelapa ditanam dengan jarak tanam
8—10 m x 8—10 m, dalam sistem segitiga atau bujur sangkar.
Kultivar kerdil ditanam dengan jarak 7.5 m x 7.5 m. Penanaman
tanaman pagar dipakai untuk meningkatkan intercropping, tetapi
tata letak daun tidak toleran terhadap bentuk penanaman barisan
yang ekstrim. Petani lebih menyukai jarak tanam palem yang lebar
untuk mencegah persaingan antar pohon. Karena kanopinya yang
terbuka maka kelapa cocok untuk intercropping. Kelapa kadang-
kadang tumbuh dengan coklat dan kopi. Walaupun hal ini akan
menghasilkan kopra yang rendah, pemasukan gabungan dari kelapa
yang dipupuk dengan baik dan intercrop masih lebih tinggi daripada
dari kelapa yang ditanam sendiri. Pada iklim lembab, coklat adalah
tanaman intercrop terbaik. Di Malaysia, lebih dari 1000 kg/ha biji
coklat didapat dari coklat yang ditanam di bawah kelapa. Kelapa
juga dapat ditanam dengan sistem mixed cropping systems dengan
pohon-pohon lain seperti karet, mangga, jambu mede dan pisang.
Di Filipina, pisang yang ditanam di bawah kelapa menghasilkan
40—60 ton/ha. Rerumputan biasanya ditumbuhkan di bawah palem
untuk pertanian campuran dan pupuk hijau kadang-kadang ditanam.
Akan tetapi rerumputan dan tanaman penutup dapat ditanam dan
dipelihara jika ada hujan yang cukup. Tanaman sela seperti padi,
jagung, padi milet, ubi jalar, singkong, sayuran dan rempah-rempah
sering ditanam sampai palem siap panen. Tanaman-tanaman
tersebut tidak boleh ditanam kurang dari 2 m dari palem.
Kelapa sering disebut sebagai 'pohon kehidupan', 'pohon surga' dan
'salah satu anugrah alam yang terbesar untuk manusia'. Hal ini
disebabkan karena segala manfaat yang diberikannya untuk
kehidupan. Untuk ekstraksi minyak dalam rumah tangga, endokarp
segar dari buah yang matang diparut dan diperas dengan air panas;
untuk produksi dalam skala industri, endosperma dikeringkan
menjadi kopra dan digiling untuk ekstraksi minyak. Minyak
berkualitas tinggi dipakai untuk memasak atau digunakan dalam
produksi margarin, shortening, susu isi, es krim dan gula-gula.
Minyak berkualitas agak rendah diproses menjadi sabun, detegen,
Manfaat tumbuhan kosmetik, sampo, cat, pernis dan produk-produk farmasi. Minyak
kelapa mempunyai potensi sebagai bahan baku energi, walaupun
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Saat ini minyak kelapa
murni yang disebut VCO (Virgin Coconut Oil) merupakan hasil
pemurnian minyak kelapa dengan menggunakan teknologi umum
diproduksi dan dijual dalam botolan untuk dipakai sebagai obat
dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sisa asam lemak
dan alkohol dan metil ester dipakai sebagai komponen pengemulsi
dan surfaktan. Santan yang diperas dari campuran antara
endosperma yang diparut dengan air merupakan bahan yang dipakai
dalam berbagai masakan Asia dan produk-produk bakery. Saat ini
79
dipasarkan dalam kaleng yang sudah dipasteurisasi dan
dihomogenisasi dan dalam bentuk bubuk. 'Blondo' atau 'galendo'
merupakan makanan yang lezat (di Jawa) yang diperoleh dari
proses pembuatan santan dengan merebus parutan dari kelapa segar.
Bubuk susu skim, yang diperoleh setelah merebus santan segar dan
membuang minyak yang mengapung, mengandung 25% tepung
yang terhidrolisis dan dapat dicampur dengan air sebagai minuman.
Protein dapat dipisahkan melalui ultrafiltrasi dan disemprot-
keringkan pada bubuk putih, dimana sangat cocok untuk nutrisi
anak-anak. Susu skim kelapa merupakan bahan penting untuk `nata
de coco` yang banyak digunakan makanan pencuci mulut (manis),
es krim dan gula-gula. Endosperma segar yang diparut atau diiris
tipis-tipis dan didesikasi merupakan hidangan pelengkap favorit dan
bahan dalam pembuatan berbagai macam gula-gula, bakery dan
makanan ringan. Air kelapa terasa manis pada kelapa muda dan saat
ini air kelapa telah diawetkan secara komersial tanpa mengubah
rasa aslinya. Digunakan juga dalam pembuatan `nata de coco`, yang
diproduksi dengan kerja bakteri pada air kelapa atau santan yang
diencerkan, telah dikembangkan di Indonesia. Juga merupakan
sumber dari hormon pertumbuhan yang murah bagi hortikultura,
seperti Cocogro di Filipina. Endospema yang kenyal, seperti jelly
dari kelapa muda sangat enak untuk dimakan langsung atau diparut
dan dicampur dengan makanan. Haustorium dari kelapa yang
berkecambah dapat dimakan langsung. Cangkang kelapa dapat
digunakan untuk membuat alat-alat rumah tangga dan pot-pot hias,
dan dibuat batubara (cocot untuk aktivasi) atau dipakai untuk bahan
bakar. Cangkang yang sudah ditumbuk halus dipakai sebagai
pengisi untuk perekat resin dan bubuk untuk mencetak. Sabut hijau
menghasilkan serat putih (serat kuning) untuk membuat tali, karpet,
keset dan geo-tekstil. Koir coklat dari sabut yang berasal dari buah
yang tua dipakai untuk sikat (serat bulu panjang), kasur, lapisan
barang-barang rumah tangga dan papan partikel (serat pendek).
Coco peat merupakan hasil hancuran serabut kelapa yang dapat
digunakan sebagai media semai atau komponen campuran tanah pot
(kapasitas menahan air 700—900%), bahan bangunan ringan,
insulasi termal, perekat dan pengikat. Cairan manis yang
mengandung sekitar 15% sukrosa dapat diambil dari perbungaan
yang belum membuka. Cairan tersebut merupakan minuman yang
menyegarkan bila langsung diminum dan menjadi anggur ringan
bila difermentasi. Produk sampingan dari anggur yang berasal dari
kelapa adalah cuka. Cairan segar yang direbus dapat menghasilkan
sirup dan gula kelapa. Anggur kelapa yang didistilasi menghasilkan
semacam arak. Daunnya untuk atap; pinak daunnya dianyam untuk
tikar, keranjang, tas dan topi; pinak daun yang muda untuk
membuat hiasan tradisional dan tas kecil atau tempat makanan;
tulang pinak daun dibuat sapu lidi. Jantung kelapa, yang terdiri dari
jaringan-jaringan yang berwarna putih dan kenyal dari daun-daun
termuda yang belum membuka pada ujung batang, merupakan
makanan yang lezat. Kelapa muda (3—4 tahun) mempunyai
jantung yang terberat, sekitar 6—12 kg. Kayu dari kelapa tua sangat
keras, tetapi batang yang baru jatuh dapat digergaji dengan pisau
gergaji yang ujungnya dengan tungsten carbid spesial. Pengawetan
80
untuk kayu gergajian perlu dilakukan jika akan digunakan untuk
konstruksi atau digunakan untuk kebutuhan luar rumah. Kayu
kelapa cocok untuk furnitur, alat-alat rumah tangga dan pegangan
alat. Akarnya dikenal sebagai anti-piretik dan diuretik. Rebusan
akarnya digunakan untuk melawan penyakit kelamin di Peninsular
Malaysia sedangkan infusinya dipakai untuk menyembuhkan
disentri di Indonesia. Air dari kelapa muda merupakan diuretik,
laksatif, anti-diare dan penetral racun. Minyaknya untuk
menyembuhkan penyakit kulit dan gigi dan dicampur dengan obat
lain untuk membuat embrocations. Biji dari buah muda dicampur
dengan bahan lain dan diusapkan pada perut untuk menyembuhkan
diare. Di Indo-Cina, bija diolah sebagai ramuan untuk mengobati
bisul pada kulit dan membran cairan hidung. Kelapa juga penting
untuk hiasan. Batangnya yang condong dan mahkotanya yang
anggun membatasi pantai putih sepanjang laut biru adalah ciri
daerah tropis yang menarik para turis. Hibrid dari kultivar kelapa
berpotensi untuk memberikan panen lebih dari 6 t/ha kopra per
tahun (3.7 ton minyak), tetapi kelapa tidak menjanjikan lagi sebagai
tanaman perkebunan untuk jangka panjang. Minyak kelapa bersaing
ketat dengan minyak biji palem lainnya, dan keduanya mungkin
tergantikan perlahan-lahan oleh minyak lauric dari minyak biji
kedelai dan Brassica. Sebaliknya sebagai tanaman perkebunan
kecil-kecilan di daerah pantai tropis, kelapa akan tetap penting
sebagai bahan berbagai makanan dan produk-produk lain. Kelapa
juga merupakan satu-satunya tumbuhan yang dapat tumbuh di
ekosistem yang ada seperti di Kepulauan Pasifik. Pasar yang
tumbuh cepat untuk produk-produk kesehatan dan ramah
lingkungan menawarkan kesempatan baru bagi perdagangan ekspor
kelapa. Sehingga perlu dilakukan berbagai penelitian tentang daya
saing ekonomi dari sistem produksinya (seperti penanaman
kembali, tumpang sari dan biokontrol terhadap hama dan
penyakitnya) de teknologi-teknologi baru dalam pemrosesannya
untuk industri lokal sampai industri diversifikasi produk kelapa
untuk pasar internasional.
Sinonim Cocos nana Griff.
14: Vegetable oils and fats p.76-83 (author(s): van der Vossen,
Sumber Prosea
H.A.M. and Umali, B.E.)
Kategori Tumbuhan pantai
81
mengkilap. Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun, sebagian
besar adalah bunga jantan, bunga biseksual terdapat ke arah
pangkal, sangat sedikit, warna putih-kehijauan dengan cakram
berjanggut. Buah pelok membulat telur atau menjorong, agak
pipih, hijau ke kuning dan merah saat matang. Buah batu
dikelilingi lapisan daging berair setebal 3-6 mm. Jenis ini dapat
dikenali langsung dari cabangnya yang kaku dan daun-daun
besarnya yang tersusun dalam roset.
Keterangan :
1. Pohon muda
2. Daun
3. Bunga
4. Buah
82
pada pangkal di bawah dari kedua sisi ibu tulang daun terdapat
kelenjar.
Bunga majemuk bulir, bulir dibagian bawah dengan
bunga berkelamin 2 atau bunga betina dan bunga jantan,
dibagian atas bunga tidak berkelamin. Tepi kelopak bunga
bertaju 5, berbentuk piring atau lonceng, pada bunga bagian
bawah panjang kelopak bunga 4-8 mm, berwarna putih. Benang
sari terdapat dalam lingkaran berbilangan lima-lima pada yang
berkelamin 2, bunga jantan muncul keluar jauh, pada bunga
betina dan tidak berkelamin, bentuknya lebih pendek dan steril.
Tangkai putik sangat pendek atau tidak bertangkai.
Buah ketapang termasuk buah batu, berbentuk lonjong
persegi, panjang 2,5-7 cm, lebar 4-5,5 cm. Kerap kali berwarna
hijau, setelah tua berwarna merah tua.
Perbanyakkan tanaman dapat dilakukan dengan biji yang
sudah tua atau jarang sekali dengan pencangkokan. Perbanyakan
dengan biji dapat dilakukan dengan disemaikan terlebih dahulu
ditempat persemaian berupa polybag. Setalah bibit tersebut
tumbuh, kuat, dan tingginya mencapai 50 cm sudah dapat
dipindahkan ketempat yang sudah disediakan untuk penanaman.
Tanaman ketapang dapat tumbuh dengan baik di tempat-
tempat yang terbuka dan kena sinar matahari secara langsung,
baik didataran rendah maupun pada ketinggian 700 m dpl,
namun ditanam di tempat yang agak sedikit ternaung atau
terlindung pun masih dapat tumbuh dan berbunga dengan baik.
Untuk mendapat tanaman yang sehat, media tanam atau lahan
yang akan ditanam harus subur, gembur dan drainase diatur
dengan baik.
Penyiraman dan pemupukan perlu dilakukan secara
teratur sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tanaman pada
setiap fase pertumbuhannya. Penyiraman sebaiknya dilakukan
setiap hari kecuali pada musim penghujan. Penyiraman dapat
dilakukan pagi hari pada saat cuaca sedang cerah tetapi bila
diperlukan dapat dilakukan pada sore hari. Pada saat tanaman
sedang aktif dalam pertumbuhan perlu dilakukan pemupukan
83
dengan pupuk NPK yang kandungan nitrogennya tinggi.
Pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk kandang, kompos
atau pupuk buatan.
Ketapang disenangi untuk taman karena cabang-
cabangnya mempunyai bentuk etage dan bentuk tajuknya
kerucut. Deskripsi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini
84
Pemindahan ke lahan dilakukan pada musim hujan tahun depannya.
85
serta merupakan anggota formasi Barringtonia sepanjang pantai
pesisir dan daerah pasang surut. Waru kadang-kadang terdapat
pada daerah lebih tinggi pada vegetasi bakau.
Keterangan :
1. Daun dan bunga
2. Daun
3. Bunga
4. Buah
87
Di Filipina, pepagannya digunakan untuk mengobati disentri.
Di Papua Nugini, rebusan daunnya dipakai untuk radang
Manfaat tumbuhan : tenggorokan, paru-paru basah, batuk, TBC dan diare. Daun
dan akarnya bila ditumbuk dan dicampur dengan air, dapat
digunakan untuk memperlancar proses kelahiran.
89
Perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan disemaikan di
tempat persemaian, baik menggunakan pot atau polybag. Bila
sudah tumbuh dengan baik dan ketinggian sudah mencapai 35-
50 cm, bibit ini dapat ditanam ditempat yang disediakan untuk
penanaman.
Baringtonia asiatica dapat hidup dengan baik di tempat-tempat
yang terbuka dan kena sinar matahari secara langsung terutama
di dataran rendah, yakni pada ketinggian 1-300 m dpl. Tanaman
ini akan tumbuh dengan baik di daerah pantai yang berpasir.
Penyebaran oleh air, oleh karena itu terdapat banyak di pinggir
pantai laut.
Untuk mendapat tanaman yang sehat, media tanam atau lahan
yang akan ditanam harus subur, gembur dan drainase diatur
dengan baik.
Penyiraman dan pemupukan perlu dilakukan secara teratur
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tanaman pada setiap fase
pertumbuhannya. Penyiraman sebaiknya dilakukan setiap hari
kecuali pada musim penghujan, penyiraman dapat dilakukan
pagi hari pada saat cuaca sedang cerah tetapi bila perlu dapat
dilakukan pada sore hari. Pada saat tanaman sedang aktif dalam
pertumbuhan perlu dipupuk dengan pupuk NPK yang
kandungan nitrogennya tinggi, sedangkan pada saat tanaman
sudah waktunya pembungaan, untuk merangsang perlu dipupuk
dengan pupuk yang kandungan fosfornya tinggi. Dengan
perawatan, penyiraman dan pemupukan yang teratur sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan tanaman pada setiap fase
pertumbuhan, tanaman akan tumbuh dengan baik, sehat, tidak
mudah terserang penyakit dan akan selalu berbunga.
Tabel 5. Deskripsi Tanaman Butun (Baringtonia asiatica Kurz.)
Spesies : Barringtonia asiatica Kurz
90
Pohon tumbuh tegak dengan batang tampak bekas tempelan
daun yang besar. Daun membulat telur sungsang atau lonjong-
membulat telur sungsang. Perbungaan berbentuk tandan dan
letaknya diujung, jarang di ketiak, kelopak bunga hijau seperti
Deskripsi : tabung panjang, daun mahkota putih, menjorong, benang sari
memerah di ujung, putik memerah di ujung. Buahnya
membundar telur, menirus ke ujung, menetragonal tajam ke
pangkal yang mengggubang, bila muda berwarna hijau setelah
tua menjadi coklat.
92