Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MANAJEMEN KEJADIAN LUAR BIASA DAN BENCANA

UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN PADA BENCANA LETUSAN


GUNUNG SINABUNG

Disusun Oleh:
Kelompok 5
IKM C 2015
1. Nesya Eka Ramadhani 101511133009
2. Deviyanti Wahyu Izzati 101511133021
3. Prasita Ayu Widyaningtyas 101511133066
4. Melisa Ambarwati 101511133081
5. Luluk Lady Laily 101511133175
6. Kartika Elisabet Krisnanti 101511133181
7. Ade Titis Kurniawati 101511133208
8. Faishal Azhar Wardhana 101511133211
9. Ulfia Munta Ati 101511133214

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................... 2
BAB2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Standar Minimal Air dan Sanitasi ............................................ 3
2.2 Kebutuhan Air Bersih............................................................... 3
2.3 Kebutuhan Jamban ................................................................... 5
2.4 Pengelolaan Sampah ................................................................ 6
2.5 Pengendalian Vektor dan Rodent ............................................. 9
BAB 3 PEMBAHASAN ............................................................................ 12
3.1 Keadaan Penduduk Pasca Bencana .......................................... 12
3.2 Indikator ................................................................................... 13
3.2.1 Indikator air bersih ....................................................... 13
3.2.2 Indikator jamban........................................................... 16
3.2.3 Indikator pengelolaan sampah ...................................... 16
3.2.4 Indikator pengendalian vektor dan rodent .................... 21
3.3 Rekomendasi ............................................................................ 24
BAB 4 PENUTUP...................................................................................... 25
4.1 Kesimpulan............................................................................... 25
4.2 Saran ......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Korban dari Letusan Gunung Sinabung Tahun 2015 ................. 12
Tabel 3.2 Pengamatan MCK Pasca Bencana .............................................. 16
Tabel 3.2 Tabel Pengadaan Tempat Sampah Pasca Bencana ..................... 21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang dijuluki sebagai negara Supermarket Disaster,
maksudnya adalah hampir semua bencana ada di negara Indonesia. Negara
Indonesia berpotensi atau berisko mengalami berbagai bencana seperti gunung
meletus, tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sebagainya. Selain itu,
Indonesia mempunyai rangkaian gununung berapi yang masih aktif dari Sabang
hingga Merauke yang berpotensi menimbulkan bencana gunung meletus sewaktu-
waktu. Salah satunya adalah bencana Gunung Meletus Sinabung, Sumatera Utara
yang terjadi pada 4 Januari 2014
Berbagai peristiwa bencana yang terjadi memerlukan tahapan manajemen
bencana agar segala jenis dampak serta akibat dapat ditangani dengan baik.
Terdapat tiga tahapan manajemen bencana dimulai dari tahap pra bencana, pada
saat bencana,dan pasca bencana. Pada saat terjadinya suatu bencana yang
diperlukan adalah melakukan RHA atau Rapid Health Assessment untuk
mengetahui dengan cepat seberapa luas dan besar dampak dari suatu bencana
tersebut. Selain itu, dengan RHA kita dapat membuat sebuah rekomendasi atau
rencana penanggulangan dari sebuah bencana.
Berdasarkan hasil RHA yang telah dilakukan oleh kelompok 1 IKM C
2014 menemukan bahwa terdapat berbagai jenis penyakit dari peristiwa Gunung
Sinabung tahun 2015. Maka dari itu, makalah ini akan membahas mengenai
indikator upaya kesehatan lingkungan dan rekomendasi dalam upaya
penanggulangan bencana Gunung Sinabung tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana indikator upaya kesehatan lingkungan dalam
penanggulangan bencana Gunung Sinabung tahun 2014?

1
2. Bagaimana rekomendasi dalam upaya penanggulangan bencana
Gunung Sinabung tahun 2014?

1.3 Tujuan
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui indikator upaya kesehatan lingkungan dalam
penanggulangan bencana Gunung Sinabung tahun 2014.
2. Untuk mengetahui rekomendasi dalam upaya penanggulangan bencana
Gunung Sinabung tahun 2014.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi:
1. Penulis
Penulis dapat menambah wawasannya mengenai indikator upaya
kesehatan lingkungan serta rekomendasi dalam penanggulangan bencana
Gunung Meletus, khususnya ketika peristiwa Gunung Sinabung.
2. Pembaca
Pembaca dapat mengetahui indikator upaya kesehatan lingkungan dan
rekomendasi dalam penanggulangan bencana Gunung Sinabung tahun 2014.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standar Minimal Air dan Sanitasi


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1357 / Menkes / SK / XII / 2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan
Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi) yang dimaksud
dengan standar minimal adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan
hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal
dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau
pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi. Pada pasca bencana
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah :
1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal,
sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya.
2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas
5. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu
hamil, bunifas dan manula)
6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
7. Kebijakan Dalam Bidang Sanitasi :
Selain itu, adapun yang menjadi perhatian ketika pasca bencana adalah
sebuah tindakan sanitasi dasar termasuk ketersediaan air dan juga manajemen
pengendalian vektor. Kebijakan sanitasi adalah usaha untuk mengurangi risiko
terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana
kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan
perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan kecukupan air bersih.

2.2 Kebutuhan Air Bersih


Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia karena pada dasarnya
manusia tidak bisa hidup tanpa air. Air dipergunakan untuk minum, memasak, dan
juga menjaga kebersihan mandi. Pada saat terjadinya bencana, biasanya

3
permasalahan air adalah permasalahan yang sangat mendesak diperlukan bagi
warga dalam melangsungkan kehidupannya. Selain itu, pada saat bencana juga
rentan timbulnya penyakit-penyakit yang diakibatkan karena kurangnya
ketersediaan air dan juga karena kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat
tertentu. Adapun tolok ukur kuantitas air yang diperlukan saat bencana antara lain:
1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per
orang per hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
5. Waktu antri disebuah sumber air tidak lebih dari 15 menit.
6. Untuk mengisi wadah 20 liter tidak lebih dari 3 menit.

Sedangkan, untuk tolok ukur kunci secara kualitas air adalah sebagai
berikut:
1. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman),
kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10
coliform per 100 mili liter
2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran
semacam itu sangat rendah.
3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada
waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare,
air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga
mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air
0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum Tidak
terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna
air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka
pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu
yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi
penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan
untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi

4
nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah
kesehatan akibat konsumsi air itu.
Selain berkaitan dengan kualitas dan juga kuantitas air, dalam standar
minimal penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan
pengungsi juga menetapkan standar terhadap sarana dan prasarana penunjang
terkait dengan kebutuhan air. Adapun tolok ukurnya adalah sebagai berikut:
1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas
10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat
ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus
cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari
pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari
yang untuk laki–laki.
4. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga
untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

2.3 Kebutuhan Jamban


Jumlah jamban dan akses masyarakat korban bencana harus memiliki
jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka,
supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun
malam. Adapun tolok ukur kunci terkait dengan pengadaan jamban saat bencana
adalah sebagai berikut:
1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan
jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki
dan jamban perempuan)
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau
barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan
ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan
berjalan kaki.
4. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.

5
5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya
berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
6. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
7. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air
mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1
(satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.

2.4 Pengelolaan Sampah


Menurut UU No 18 tahun 2008, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Sampah yang dimaksud adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah
rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik.
1. Sampah rumah tangga
Merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga
2. Sampah sejenis sampah rumah tangga
Merupakan sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas
lainnya.
3. Sampah spesifik
Merupakan sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus. Sampah spesifik meliputi :
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun
c. Sampah yang timbul akibat bencana
d. Puing bongkaran bangunan
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah
f. Sampah yang timbul secara tidak periodik.
Secara spesifik, sampah juga dapat dibagi menjadi dua belas kategori yakni
sebagai berikut (Subarna, 2014) :
1. Garbage : sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau
sayuran dan sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk.

6
2. Rubbish : sampah yang terdiri dari bahan yang dapat terbakar atau yang
tidak dapat terbakar (bukan termasuk garbage).
3. Ashes (Abu) : sampah yang berasal dari sisa-sisa pembakaran dari zat-
zat yang mudah terbakar baik dirumah, dikantor, dan industri.
4. Street Sweeping (Sampah Jalanan) : sampah yang berasal dari
pembersihan jalan dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun
dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas-kertas, dan dedaunan.
5. Dead Animal (Bangkai Binatang) : sampah yang berasal dari sisa
bangkai-bangkai yang mati karena bencana alam, penyakit atau
kecelakaan.
6. Houshold Refuse (Sampah Rumah Tangga) : sampah yang terdiri dari
Rubbish, garbage, ashes, yang berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) : sampah yang terdiri dari
bangkai-bangkai mobil, truck, kreta api dan alat transportasi lainnya
yang tidak digunakan.
8. Industry Waste (Limbah Industri) : sampah yang terdiri dari sampah
padat pada industri pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes (Limbah Pembongkaran) : sampah yang berasal dari
pembongkaran gedung.
10. Construction Waste (Limbah Konstruksi) : sampah yang berasal dari
sisa pembangunan, perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
11. Sewage Solid (Limbah Padat) : sampah yang terdiri dari benda-benda
kasar hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air
buangan.
12. Specific Trash (Sampah Khusus) : sampah yang memerlukan
penanganan khusus misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif.
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dalam
Permendagri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah,
Pemerintah daerah melakukan penanganan sampah dengan tahap sebagai berikut :
1. Pemilahan

7
Kegiatan memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenis sampah
dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di
setiap rumah tangga, kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas
lainnya.
2. Pengumpulan
Kegiatan yang dilakukan sejak pemindahan sampah dari tempat sampah
rumah tangga ke TPS/TPST sampai ke TPA dengan tetap menjamin
terpisahnya sampah sesuai dengan jenis sampah.
3. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan sampah menggunakan alat pengangkut sampah
yang telah memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan lingkungan,
kenyamanan, dan kebersihan.
4. Pengolahan\pemrosesan akhir sampah.
Kegiatan pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke
media lingkungan secara aman.

Selain itu, terdapat beberapa metode dalam pengelolaan sampah yang


dikenal dengan 3RC yaitu:
1. Reduce (mengurangi sampah)
Reduce (mengurangi sampah) berarti mengurangi segala sesuatu yang
mengakibatkan sampah. Reduksi atau disebut juga mengurangi sampah
merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbulan sampah di TPA.
2. Reuse (menggunakan kembali)
Reuse (mengunakan kembali) yaitu pemanfaatan kembali sampah
secara lansung tampa melalui proses daur ulang (Suryono dan Budiman,
2010). Syarat reuse adalah barang yang digunakan kembali bukan barang
yang disposable (Sekali pakai, buang), barang yang dipergunakan kembali
merupakan barang yang lebih tahan lama, hal ini dapat memperpanjang
waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah dan sampah plastik yang
digunakan bukan berupa kemasan makanan, tidak direkomendasikan untuk
dipergunakan kembali karena risiko zat plastik yang berdifusi kedalam
makanan. (Kuncoro Sejati, 2008).

8
3. Recycling (mendaur ulang)
Recycling (mendaur ulang) adalah pemanfaatan bahan buangan untuk di
proses kembali menjadi barang yang sama atau menjadi bentuk lain
(Suryono dan Budiman, 2010). Mendaur ulang diartikan mengubah sampah
menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat
digunakan dalam waktu yang cukup lama.Menurut Purwendro dan
Nurhidayat (2008) recycling ialah pemanfaatan kembali sampah-sampah
yang masih dapat diolah.
4. Composting
Composting adalah suatu cara pengelolaan sampah secara alamiah
menjadi bahan yang sangat berguna bagi petanaman / pertanian dengan
memanfaatkan kembali sampah organik dari sampah tersebut dengan hasil
akhir berupa pupuk kompos yang tidak menbahayakan penggunaanya
(Suryono dan Budiman, 2010). Pengomposan dilakukan untuk sampah
organik, kegiatan ini dilakukan secra terbuka (aerob) mapun tertutup
(anaerop) (Purwendro dan Nurhidayat, 2008). Material yang dapat yang
dapat dijadikan kompos yaitu bahan-bahan organik padat misalnya limbah
organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar / kota, kotoran /
limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri.

2.5 Pengendalian Vektor dan Rodent


Dalam Peraturan Mnterei Kesehatan Nomr 374 tahun 2010, pengendalian
vektor didefinisikan sebagai semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk :
1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga
keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularanan
penyakit di suatu wilayah.
2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular
vector dapat dicegah.
Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat
berperan sebagai vektor penular dan sebagai intermediate host (Slamet,
1994). Arthropoda sebagai vektor penular artinya arthropoda sebagai media
atau perantara yang membawa agent penyakit dan menularkannya kepada
host. Secara umum terdapat dua jenis vektor, yaitu :

9
a. Vektor mekanik
Merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan
menularkannya kepada host namun agent penyakit tersebut tidak
mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor.
Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa
dan lalat.
b. Vektor biologi
Merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan
menularkannya kepada host dimana agent penyakit tersebut turut
mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor.
Berdasarkan reaksi perubahan agent dalam tubuh vektor, terdapat tiga
kelompok vektor :
1) Cyclo Propagative yaitu infectious agent mengalami
perubahan bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor
maupun dalam tubuh host. Contoh : plasmodium dalam tubuh
nyamuk anopheles betina.
2) Cyclo Development yaitu infectious agent mengalami
perubahan bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah
dalam tubuh vector maupun dalam tubuh host. Contoh :
microfilaria dalam tubuh manusia.
3) Propagative yaitu dimana infectious agent tidak mengalami
perubahan bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam
tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Contoh : Pasteurella
pestis dalam tubuh xenopsilacheopis.
Vektor yang membawa infectious agent dapat menimbulkan bahaya dan
risiko penyakit khususnya pada manusia. Oleh karena itu, diperlukan upaya
penanggulangan vektor. Tiga metode pengendalian vektor yang umumnya
diterapkan antara lain :
1. Pengendalian fisik dan mekanik
Metode ini merupakan upaya yang digunakan untuk mencegah,
mengurangi, bahkan membasmi atau menghilangkan habitat

10
perkembangbiakan dan populasi vektor. Contoh: Melakukan modifikasi dan
manipulasi lingkungan tempat perindukan
2. Pengendalian biologi
Metode ini memanfaatkan predator pemakan vektor atau yang menjadi
musuh vektor. Teknik bioteknologi umumnya diganakan sebagai alat untuk
mengendalikan vektor. Contoh : ikan pemakan jentik, pemanfaatan bakteri,
virus, fungi, dan manipulasi gen.
3. Pengendalian kimia
Metode ini dilakukan dengan mengaplikasikan pestisida atau insektisida
kimia. Contoh : insektisida, larvasida dan lain sebagainya.

11
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Penduduk Pasca Bencana


Tabel 3.1 Korban dari Letusan Gunung Sinabung Tahun 2015

Kecama Desa KK Jiwa Lk Pr Lan- Bu- Bali- Ba-


tan sia mil ta yi
TigaNde Mardin-
262 950 492 458 97 3 16 30
rket ding
BrastagiKuta
255 1041 518 523 19 7 119 19
Gugung
Si Garang
422 1527 738 789 98 12 136 0
Garang
Payung Guru
404 1227 606 621 136 7 0 51
Kinayan
Simpang Kuta
158 529 238 291 50 1 54 9
Empat Tengah
Tiga
303 991 499 492 97 10 79 12
Pancur
Pintu Besi 76 275 148 127 38 4 28 7

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah jiwa yang menjadi korban
letusan Gunung Sinabung Tahun 2015 yang terdapat di Kabupaten Karo,
Sumatera Utara sebanyak 6.540 jiwa. Berdasarkan data BNPB Letusan Gunung
Sinabung pada tanggal 1 Januari 2014 menimbulkan kerugian, yaitu korban
meninggal sebanyak 17 orang, korban mengungsi sebanyak 33210 orang.
Kronologis kejadiannya status Gunung Sinabung masih pada level AWAS (level
4) sehingga masyarakat dalam radius 5 KM diungsikan. Tidak ditemukan
kerusakan pada fasilitas pelayanan kesehatan, namun kondisi fasilitas kesehatan di
4 kecamatan (Kecamatan Payung, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan
Brastagi, Kecamatan Tigandreket) sangat buruk akibat abu letusan. Desa yang
terdampak langsung letusan Gunung Sinabung tersebar di 4 kecamatan yaitu pada
Kecamatan Payung di Desa Guru Kinaya. Pada Kecamatan Simpang Empat di
Desa Kuta Tengah, Desa Tiga Pancur, Desa Pintu Besi. Pada Kecamatan Brastagi
di Desa Kuta Gugung, Desa Si Garang Garang. Pada Kecamatan Tigandreket di
Desa Mardinding. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa korban Letusan
Gunung Sinabung pada tahun 2015 paling banyak berada di Desa Si Garang-

12
garang Kecamatan Brastagi. Mengingat bahwa erupsi Gunung Sinabung masih
terus terjadi sampai sekarang sehingga kemungkinan korban akibat Gunung
Sinabung juga terus bertambah.

3.2 Indikator
3.2.1 Indikator air bersih
Berdasarkan hasil RHA pada bencana letusan Gunung Sinabung
diketahui bahwa indikator air bersih yang tersedia di Kabupaten Karo dapat
menggunakan sumber air berupa 576 sumur gali yang masih dapat berfungsi
dengan baik, dikarenakan 465 sumur gali telah tercemar. Selain itu, 1
perlindungan mata air dan 1 PDAM juga telah tercemar. Perlu juga bantuan
berupa kontainer air untuk menyediakan kebutuhan air pada korban
bencana. Adapun kebutuhan air dari masing-masing warga berdasarkan
kecamatannya sebagai berikut:
1. Desa Mardinding, Kecamatan Tiga Nderket
Tercatat mempunyai 950 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Mardinding, Kecamatan Tiga
Nderket adalah sebanyak 950 jiwa x 15 liter= 14.250 liter. Jika 1
kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 15 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Mardinding per harinya.
2. Desa Gugung, Kecamatan Brastagi
Tercatat mempunyai 1.041 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Gugung, Kecamatan Brastagi
adalah sebanyak 1.041 jiwa x 15 liter= 15.615 liter. Jika 1 kontainer
mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal membutuhkan 16
kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat seperti
untuk minum, memasak, personal hygiene, laundry, mencuci dan
sebagainya di Desa Gugung per harinya.
3. Desa Garang-Garang, Kecamatan Brastagi

13
Tercatat mempunyai 1.527 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Garang-Garang, Kecamatan
Brastagi adalah sebanyak 1.527 jiwa x 15 liter= 22.905 liter. Jika 1
kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 23 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Garang-Garang per
harinya.
4. Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung
Tercatat mempunyai 1.227 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Guru Kinayan, Kecamatan
Payung adalah sebanyak 1.227 jiwa x 15 liter= 18.405 liter. Jika 1
kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 19 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Guru Kinayan per harinya.
5. Desa Kuta Tengah, Kecamatan Simpang Empat
Tercatat mempunyai 529 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Kuta Tengah, Kecamatan
Simpang Empat adalah sebanyak 529 jiwa x 15 liter= 7.935 liter.
Jika 1 kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 8 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Kuta Tengah per harinya.
6. Desa Tiga Pancur, Kecamatan Simpang Empat
Tercatat mempunyai 991 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Tiga Pancur, Kecamatan Simpang
Empat adalah sebanyak 991 jiwa x 15 liter= 14.865 liter. Jika 1

14
kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 15 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Tiga Pancur per harinya.
7. Desa Pintu Besi, Kecamatan Simpang Empat
Tercatat mempunyai 275 jiwa, dengan standar minimal air
adalah 15 liter/ orang/ hari, maka standar minimal total kebutuhan air
bersih yang harus tersedia di Desa Pintu Besi, Kecamatan Simpang
Empat adalah sebanyak 275 jiwa x 15 liter= 4.125 liter. Jika 1
kontainer mampu mengangkut 1.000 liter air, maka minimal
membutuhkan 5 kontainer air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat seperti untuk minum, memasak, personal hygiene,
laundry, mencuci dan sebagainya di Desa Pintu Besi per harinya.
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa kapasitas penyediaan air
bersih standar minimalnya adalah 15 liter/ orang/ hari. Karena jumlah
penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan dari 4 kecamatan Tiga
Dreket, Brastagi, Payung dan Simpang Empat terdapat 6.540 jiwa sehingga
membutuhkan air bersih sekitar 98.100 liter/ hari. Namun, kondisi kapasitas
penyediaan air bersih di Kabupaten Karo terdapat hanya 1 kelurahan yang
memadai sedangkan 6 kelurahan lainnya tidak memadai.
Selain itu, standar minimal air yang dibutuhkan di 7 desa pada 4
kecamatan di Kabupaten Karo adalah sebanyak 101 kontainer air dengan
tampungan 1 buah kontainer sebanyak 1.000 liter. Selain itu, jarak antara
shelter menuju tempat atau titik pengambilan air tidak boleh lebih dari 500
meter.
Diketahui pula bahwa terdapat 465 sumur gali, 1 perlindungan mata
air dan 1 PDAM yang telah tercemar, oleh karena itu diperlukan kaporit
untuk sterilisasi air. Selain itu, bisa juga menggunakan Poly Aluminium
Chloride ( PAC ) yang merupakan zat berupa serbuk yang aman dan mudah
larut di dalam air, yang digunakan pada proses penjernihan air. Serta
aquatabs yang merupakan produk disinfektan untuk mencegah penyakit
yang disebabkan oleh air tercemar, dan layak dikonsumsi oleh manusia.

15
3.2.2 Indikator jamban
Kondisi sanitasi di Kabupaten Karo masih banyak yang tidak
memadai di 7 kelurahan. Kapasitas sarana MCK yang tidak memadai berada
di 7 kelurahan. MCK yang memadai adalah satu buah jamban dan kamar
mandi maksimal dapat digunakan oleh 20 orang. Sehingga jumlah jamban
yang harus tersedia di masing-masing desa pada 4 kecamatan di lokasi
bencana Gunung Sinabung berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Pengamatan MCK Pasca Bencana
Kecamatan Desa Jiwa Lk Pr MCK MCK
Laki- Perem-
Laki puan
Tiga Mardinding 950 492 458 25 23
Nderket
Brastagi Kuta 1041 518 523 26 27
Gugung
Si Gunung 1527 738 789 37 40
Garang
Payung Guru 1227 606 621 31 32
Kinayan
Simpang Kuta 529 238 291 12 15
Empat Tengah
Tiga 991 499 492 25 25
Pancur
Pintu Besi 275 148 127 8 7
Total 164 169

3.2.3 Indikator pengelolaan sampah


Sampah pasca bencana harus dikelola agar tidak menimbulkan atau
memperbesar masalah penyakit di pengungsian. Upaya sanitasi dalam
pengelolaan sampah pengungsian dapat dilakukan melalui :
1. Identifikasi Pemilahan
Identifikasi pemilahan adalah dengan mengidentifikasi sampah
yang dihasilkan di pengungsian dan memilah sesuai jenis sampah.
Pada bencana terjadinya Gunung Sinabung maka sampah yang
mungkin ada di pengungsian adalah sampah rumah tangga baik
organik maupun anorganik, sampah hasil dapur umum baik organik
maupun anorganik, dan sampah medis sisa posko pelayanan

16
kesehatan. Sehingga hasil identifikasi sampah yang ada di
pengungsian yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah
medis.
2. Pengumpulan Sampah
Penumpulan sampah di pengungsian dapat dilakukan dengan
memberikan tempat sampak keluarga atau tempat sampah
sekelompok keluarga tergantung dari tenda yang diberikan. Berikut
merupakan hal – hal yang harus diperhatikan dalam memberikan
tempat sampah :
a. Tempat sampah sebaiknya tertutup untuk menghindari
vector atau rodent penular penyakit serta mudah dibuka dan
dikosongkan.
b. Tempat sampah sebaiknya kedap air dan mudah
dipindahkan / diangkat
c. Tempat sampah dapat menggunakan potongan drum atau
kantung plastic sampah ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3
keluarga atau 100 liter tempat sampah untuk 10 keluarga.
d. Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari
tempat hunian
e. Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3(tiga) hari
harus sudah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau
tempat pengumpulan sementara
f. Sebaiknya sampah dipisahkan sampah organik, sampah
anorganik, dan sampah medis untuk mempermudah
pengelolaan sampah di tingkat yang lebih tinggi dan untuk
mencegah penularan penyakit melalui sampah medis.
Tidak hanya konstruksi tempat sampah yang harus diperhatikan,
namun tempat pengumpulan sampah sementara juga harus
diperhatikan agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, yaitu :
a. Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah minimal
sampah organik, anorganik, dan sampah B3 atau sampah
medis.

17
b. Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan penungsian
c. Lokasinya mudah diakses untuk memudahkan akses
peralatan pengangkutan sampah untuk dibawa ke tempat
pembuangan akhir
d. Tidak mencemari lingkungan disekitar pengungsian,
terutama tempat umum seperti posko dapur umum, posko
kesehatan, dan lainnya.
e. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan yaitu
maksimal 3 hari
3. Pengangkutan Sampah
Untuk memindahkan sampah dari daerah tanggap darurat
ketempat pengolahan sampah dan pembuangan akhir dapat
digunakan macam-macam alat angkut yang kapasitasnya disesuaikan
dengan jumlah pengungsi. Pengangkutan sampah dapat dilakukan
dengan gerobak sampah, truk pengangkut sampah, container, dan
lain-lain untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Peralatan pengangkutan sampah yang dibutuhkan disesuaikan
dengan bencana yang terjadi yaitu bencana letusan gunung Sinabung
yang sarana transportasi dari 7 desan tersebut tidak terputus maka
dapat menggunakan peralatan seperti gerobak, Truck biasa, Dump
truck, Compactor truck dan lainnya. Untuk memudahkan
pengangkutan sampah, sebaiknya tempat pengumpulan sampah
sementara diletakkan di dekat jalan yang mudah dilalui oleh
peralatan – peralatan tersebut.
4. Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian atau
parit. Adapun syarat pembangunan tempat pembuangan sampah
akhir (TPA) yang disesuaikan dengan situasi bencana letusan
Gunung Sinabung :
a. Tidak dekat dengan sumber air minum atau dipakai untuk
keperluan lain (misalnya, mencuci & mandi)

18
b. Tidak pada tempat yang sering banjir
c. Jauh dari pengungsian, minimal 2 km dari pengungsian dan
minimal 200 m dari sumber air
Pengelolaan sampah organik di daerah tanggap darurat bencana
letusan gunung Sinabung dapat dilakukan dengan metode landfill,
yaitu :
a. Menggali 2 lubang tanah yang bersisian di lokasi terendah,
ukuran sesuaikan dengan jumlah pengungsi. Lubang dengan
ukuran dalam 2 m lebar 1,5 m dan panjang 1 m untuk
keperluan 200 orang.
b. Penggalian harus diperhatikan kedalamannya karena
minimal berjarak 10 meter dari sumber air tanah.
c. Kemudian diberi pecahan genting atau batu pada dasar
lubang.
d. Masukkan sampah organik yang dihasilkan dari tempat
pengungsian pada satu lubang hingga penuh kemudian tutup
dengan tanah bekas galian lubang tersebut . Biarkan hingga
menjadi kompos.
e. Sementara digali kembali lubang lain sebagai lubang
persiapan untuk lubang pengganti yang sudah penuh.
Sedangkan pengeloaan pada sampah anorganik dapat dilakukan
dengan menerapkan sistem 3R (Reduce-Reuse-Recycle) yaitu pada
aspek Recycle dengan mengumpulkannya kemudian diolah kembali
dengan memberdayakan pengungsi untuk membantu meningkatkan
perekonomiannya, misalnya dibuat menjadi tas yang dijahit.
Selain itu menurut Mubarak dan Chayatin, 2009 dapat juga
dilakukan pemusnahan dan pengelolaan sampah dengan cara yaitu:
a. Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan
membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan
ditimbun dengan tanah.

19
b. Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah
dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran
(incenerator).
c. Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengelolaan sampah
menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik
daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat
membusuk .
d. Perhitungan jumlah tempat sampah
Tempat sampah yang digunakan adalah tempat sampah
dengan ukuran 100 liter untuk 10 keluarga. Maka
perhitungannya dapat dilakukan dengan rumus :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝐾 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘


Jumlah tempat sampah = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ

Dengan demikian, maka perhitungan jumlah tempat sampah


di setiap desa ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.3 Tabel Pengadaan Tempat Sampah Pasca Bencana

Kecamatan Desa KK Kelompok Jumlah Tempat Total Total


tenda shelter sampah tempat tempat
setiap setiap sampah sampah
kelompok kelompok desa kecamatan
Tiga Mardinding 262 5 52 – 53 5 25 25
Nderket
Brastagi Kuta 255 5 51 5 25 65
Gugung

Si Garang 422 8 52 – 53 5 40
Garang
Payung Guru 404 8 50 – 51 5 40 40
Kinayan

20
Simpang Kuta 158 3 52-53 5 15 53
Empat Tengah

Tiga 303 6 50 – 51 5 30
Pancur
Pintu Besi 76 2 38 4 8
Total 183
Dari tabel tersebut dapat diketahui jumlah total tempat
sampah yang dibutuhkan pada setiap desa dan kecamatan. Pada
kecamatan Brastagi membutuhkan paling banyak tempat
sampah, yaitu sebanyak 65 tempat sampah ukuran 100 liter
dengan pembagian desa Kuta Gugung sebanyak 25 tempat
sampah dan desa Si Garang – Garang sebanyak 40 tempat
sampah. Pada kecamatan Simpang Empat membutuhkan
sebanyak 53 tempat sampah dengan pembagian 15 tempat
sampah untuk desa Kuta Tengah, 30 tempat sampah untuk desa
Tiga Pancur, dan 8 tempat sampah untuk desa Pintu Besi. Pada
desa Guru Kinayan, kecamatan Payung membutuhkan tempat
sampah sebanyak 40 tempat sampah. Sedangkan paling sedikit
adalah pada desa Mardinding, kecamatan Tiga Nderket yang
membutuhkan 25 tempat sampah berukuran 100 liter. Total
keseluruhan tempat sampah yang dibutuhkan adalah 183 tempat
sampah.

3.2.4 Pengendalian vektor dan rodent


Berdasarkan hasil RHA pada kasus meletusnya gunung sinabung
diketahui bahwa terdapat laporan KLB diare dan ISPA di 7 kelurahan, KLB
konjungtivitas yang terjadi di 6 kelurahan dan KLB luka bakar yang terjadi
di 1 kelurahan.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa
serangga (arthropodborne/vectorborne disease) dapat mengakibatkan
kematian. Pelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan
perhatian di lokasi pengungsi adalah pengelolaan lingkungan, pengendalian

21
dengan insektisida, serta pengawasan makanan dan minuman. Penyakit
yang terkait akibat vektor penyakit yaitu diare.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Apabila faktor lingkungan (terutama air) tidak memenuhi syarat
kesehatan karena tercemar bakteri didukung dengan perilaku manusia yang
tidak sehat seperti pembuangan tinja tidak higienis, kebersihan perorangan
dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak semestinya, maka dapat menimbulkan kejadian diare. Penyakit diare
disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri kemudian di bawa oleh
vektor penyakit yaitu lalat. Penularan penyakit diare melalui fekal oral
terjadi karena air yang tercemar dan melalui tinja yang terinfeksi. Cara
pencegahan agar tidak terkena diare yaitu:
1. Tersedianya air bersih
Menurut PERMENKES No. 416 Tahun 1990 tentang standar
kualitas air bersih dan air minum parameter mikrobiologis untuk air
minum adalah dengan menggunakan bakteri Coliform dan E coli.
Apabila dalam pemeriksaan air minum dan ditemukan adanya
bakteri tersebut, maka dapat dipastikan bahwa air tersebut telah
terkontaminasi oleh tinja manusia dan hewan berdarah panas.
2. Manajemen sampah
Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah sering
kali identik dengan keberadaan lalat, karena lalat sangat menyukai
tempat yang kotor. Agar tidak menjadi sarang lalat, perlu adanya
penggolongan sampah menjadi sampah organik dan anorganik.
Selain itu, tempat pembuangan sampah juga harus segera dibuang ke
tempat pengolaan sampah, minimal sehari sekali agar tidak
mengeluarkan bau tidak sedap dan mengundang datangnya lalat.
3. Membiasakan para pengungsi untuk cuci tangan dengan sabun
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyuapi anak, dan sesudah makan.

22
4. Membuat jamban
Kepemilikan tempat pembuangan tinja merupakan salah satu
fasilitas yangharus ada dalam rumah yang sehat. Tinja yang sudah
terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila
tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang
tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan
diare ke orang yang memakannya.
5. Manajemen makanan
Makanan yang kotor akan berbahaya bagi para pengungsi
karena dapat menyebabkan kejadian diare, sehingga agar keamanan
makanan terjaga, diusahakan agar menyimpan makanan pada tempat
yang dingin dan tertutup, seperti pada lemari makan atau meja yang
ditutup dengan tudung saji.
6. Mencuci paralatan makan dan memasak
Setiap peralatan makan haruslah selalu dijaga kebersihannya
saat digunakan. Untuk itu pencucian peralatan sangat penting
diketahui secara mendasar. Dengan pencucian yang baik, akan
menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula. Dengan menjaga
kebersihan peralatan makan, berarti telah membantu mencegah
pencemaran atau kontaminasi makanan yang dikonsumsi
(Desmaslima PS, 2009: 2-3). elain alat makan,
pengurasan/pencucian penampungan air seperti penampungan air
bersih dan wadah/tempat air minum juga perlu dilakukan.
7. Sarana pembuangan air limbah
Pembuangan air limbah yang dimaksud yaitu tidak ada air yang
tergenang di sekitar pengungsian, saluran air tertutup dan juga
mudah diresapkan.
8. Memberikan penyuluhan kepada para pengungsi mengenai
bahaya diare, gejala diare, cara penanggulangan diare, dll.
Berdasarkan cara pencegahan diatas dapat dilihat bawasannya
pengendalian vektor di tempat pengungsian pasca bencana dapat
dilakukan dengan cara melakukan sanitasi dasar yang baik di

23
lingkungan pengungsian seperti penyediaan air bersih yang
mencukupi, pengelolaan sampah yang benar, dan tersedianya tempat
untuk MCK yang memadai di tempat pengungsian.

3.3 Rekomendasi
Berikut rekomendasi mengenai tindakan yang perlu dilakukan untuk
mempercepat pembangunan kembali layanan kesehatan lingkungan.
1. Peroleh informasi tentang pergerakan penduduk di dalam atau di
dekat daerah serangan dan buat lokasi kamp untuk pengungsi dan
orang berpindah, daerah yang sebagian dan/atau seluruhnya
dievakuasi, penampungan tenaga bantuan, dan RS serta fasilitas medis
lain. Informasi ini akan membantu penentuan lokasi yang
membutuhkan perhatian utama.
2. Lakukan pengkajian cepat untuk menentukan tingkat kerusakan
sistem persediaan air masyarakat dan SPAL serta produksi, tempat
penyimpanan, dan jaringan distribusi makanan.
3. Tentukan kapasitas operasional yang tersisa untuk melaksanakan
layanan dasar kesehatan lingkungan.
4. Lakukan inventarisasi sumber daya yang masih tersedia, termasuk
persediaan makanan yang tidak rusak, SDM, serta peralatan, materi,
dan persediaan siap pakai.
5. Tentukan kebutuhan penduduk akan air, sanitasi dasar, perumahan
dan makanan.
6. Penuhi kebutuhan fasilitas esensial secepat mungkin setelah
kebutuhan konsumsi dasar manusia terpenuhi. RS dan fasilitas
kesehatan lain mungkin membutuhkan peningkatan pasokan air jika
jumlah korban bencana sangat banyak.
7. Pastikan bahwa pengungsi dan orang berpindah telah mendapat
penampungan yang tepat dan bahwa penampungan sementara itu
dan daerah berisiko tinggi lainnya memiliki layanan kesehatan
lingkungan dasar.

24
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai letusan Gunung Sinabung dan desa –
desa yang terkena dampaknya, dan juga beberapa macam indikator . Dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Dalam indicator pemenuhan air bersih Kabupaten Karo memerlukan
bantuan berupa container air untuk menyediakan kebutuhan air pada
korban bencana. Di Desa Mardinding, Kec. Tiga Nderket memerlukan
15 kontainer, Desa Gugung, Kec. Brastagi membutuhkan 16 kontainer,
Desa Garng-garang, Kec. Brastagi memerlukan 23 kontainer, Desa
Guru Kinayan, Kec. Payung membutuhkan 19 kontainer, Desa Kuta
Tengah, Kec. Simpang Empat membutuhkan 8 kontainer, Desa Tiga
Pancur, Kec. Simpang Empat membutuhkan 15 kontainer dan desa
Pintu Besi , Kec. Simpang Empat membuthkan 5 kontainer. Juga
diperlukan kaporit dan Poly Aluminium Chloride (PAC) yang aman dan
mudah larut dalam air yang digunakan untuk penjernihan air.
2. Dalam indicator jamban, Kabupaten Karo memerlukan 164 MCK untuk
laki – laki dan 169 MCK untuk Perempuan.
3. Dalam indicator sampah, Kabupaen Karo membutuhkan 183 tempat
sampah dimana pada kecamatan Brastagi membutuhkan tempat
sampah, yaitu sebanyak 65 tempat sampah ukuran 100 liter dengan
pembagian desa Kuta Gugung sebanyak 25 tempat sampah dan desa Si
Garang – Garang sebanyak 40 tempat sampah. Pada kecamatan
Simpang Empat membutuhkan sebanyak 53 tempat sampah dengan
pembagian 15 tempat sampah untuk desa Kuta Tengah, 30 tempat
sampah untuk desa Tiga Pancur, dan 8 tempat sampah untuk desa Pintu
Besi. Pada desa Guru Kinayan, kecamatan Payung membutuhkan
tempat sampah sebanyak 40 tempat sampah. Sedangkan paling sedikit
adalah pada desa Mardinding, kecamatan Tiga Nderket yang
membutuhkan 25 tempat sampah berukuran 100 liter.

25
4. Akibat adanya bencana letusan gunung meletus Sinabung dan disusul
laporan mengenai KLB dan ISPA, yang perlu diperhatikan agar tidak
menambah KLB adalah cara pengendalian vektor dan rodent.
Pengendalian untuk mencegah diare adalah dengan memperhatikan
tersedianya air bersih, manajemen sampah, membiasakan pengungsi
untuk cuci tangan pakai sabun, membuat jamban manajemen makanan,
mencuci peralatan makan dan memasak, sarana pembuangan limbah,
dan juga memberikan penyuluhan kepada para pengungsi mengenai
bahaya diare, gejalanya, dan cara penanggulangan diare.

4.2 Saran
Perlu adanya peran serta dan koordinasi dari berbagai pihak untuk
mewujudkan manajemen kesehatan lingkungan yang baik sehingga kebutuhan dan
hak sanitasi dasar dapat terpenuhi serta korban pengungsian dapat terhindar dari
penyakit selama berada di lokasi pengungsian.

26
DAFTAR PUSTAKA

Sekretariat (2001) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1357


Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat
Bencana Dan , Jakarta.
Slamet, J. S.1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada

Subarna, Endang. 2014. Manfaat Pengelolaan Sampah Terpadu. Surakarta:


Aryhaeko. Sinergi Persada.

Suyono, dan Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan


Sampah.

Aryani, Dewi Isma.2012.Tinjauan Desain dan Pengaruh Warna Tempat Sampah


secara Psikologis serta Dampak yang Ditimbulkan terhadap Kehidupan
Sosial Masyarakat dalam Konteks Lingkungan Hidup (Studi Kasus di Kota
Bandung). Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1No.1

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Riwayat Letusan Sinabung.


Jakarta: Pusat Data, Informasi dan Humas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Manajemen Sumber


Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta:
Departemen Kesehatan.

Kuncoro, Sejati. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu. Yogyakarta : Kanisius.

PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374 Tahun 2010 tentang Pengendalian


Vektor.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang


Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.

Purwendro, S. dan Nurhidayat., 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida


Organik. Penebar Swadaya : Jakarta.

27
Retnaningsih, H. 2013. Letusan Gunung Sinabung dan Penanganan Bencana di
Indonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi
(P3DI).

28

Anda mungkin juga menyukai