MANAJEMEN BENCANA
UNIVERSITAS HANGTUAH
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena curahan rahmat serta
karuniaNyalah kami pada akhirnya sampai pada tahap menyelesaikan makalah “Manajemen
Bencana”. Kami sekaligus pula menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada Ibu Herlina Susmaneli, SKM, M.Kes selaku dosen mata kuliah yang telah menyerahkan
kepercayaan kepada kami guna menyelesaikan makalah tentang “Manajemen Bencana”. Kami
juga sadar bahwa pada makalah ini ditemukan banyak kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan. Dengan demikian, kami benar-benar menantinya adanya kritik dan saran untuk
perbaikan makalah yang hendak kami tulis di masa yang selanjutnya,
Kami berharap makalah sederhana ini bisa dimengerti oleh setiap pihak terutama untuk para
pembaca. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekurangan yang tidak
berkenan di hati.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
1. Kebijakan Manajeman
Bencana alam sering terjadi di Indonesia, berdasarkan rekapitulasi data kejadian
tahun 2012 dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian
Sosial RI tercatat sebanyak 718 kejadian bencana alam dengan jenis bencana banjir,
angin puting beliung, gempa bumi, longsor, gunung api, kekeringan dan abrasi pantai.
Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengurangi risiko
bencana baik preventif, tanggap darurat dan mitigasi bencana hingga rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca-bencana. Program-program tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk
mencapai tujuan penanggulangan bencana sebagaimana amanat Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu untuk:
a) Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
b) Menyelaraskan peraturan perundangundangan yang sudah ada.
c) Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
d) Menghargai budaya lokal.
e) Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
f) Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan
menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Pada tahap pra bencana yaitu pada situasi tidak terjadi bencana dan situasi
terdapat potensi bencana terdapat berbagai upaya yaitu:
• Pencegahan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
• Mitigasi yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan ¼ sik (mitigasi struktural) maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (mitigasi non
struktural).
• Kesiapsiagaan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana alam melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Kesiapsiagaan adalah sekumpulan tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi, masyarakat dan perorangan untuk melakukan
tindakan dalam menghadapi situasi bencana secara cepat dan efektif.
Protokol intervensi
Organisasi Mitra Organisasi dan
dan
Pelaksana Mitra Masyarakat
Deliveri Layanan
Gambar 1
Kerangka Konsptual model tindakan Huey Tsyh Chen
Huey Tsyh Chen menambahkan teori program terdiri dari dua model yaitu
model perubahan dan model tindakan. Model perubahan menunjukan proses sebab dan
akibat yang ditimbulkan program sedangkan model tindakan melukiskan rencana
sistematik untuk mengatur staf, sumber-sumber, altar dan dukungan organisasi agar
dapat mencapai populasi target dan menyediakan layanan-layanan intervensi
a) Kedudukan
Kementerian Sosial RI dipimpin oleh Menteri Sosial dan bertanggung
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan
BNPB dipimpin oleh seorang Kepala BNPB dan berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
b) Tugas
Kementerian Sosial mempunyai tugas pokok mengkoordinasikan dan
mengendalikan kegiatan pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan,
penyelamatan dan pemulihan serta penguatan sosial bagi korban bencana
alam. Perlindungan sosial itu sendiri diartikan sebagai upaya yang
diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan
kerentanan sosial dan pembuatan kebijakan kampung siaga bencana oleh
Kemensos adalah pelaksanaan tugas untuk mencegah dan menangani resiko
dari guncangan dan kerentanan sosial yang disebabkan oleh bencana alam.
c) Fungsi
Kementerian Sosial RI mempuyai fungsi:
• Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
sosial,
• Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Sosial,
• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Sosial,
• Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
urusan Kementerian Sosial di daerah,
• Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
d) Struktur Organisasi
Struktur organisasi tingkat eselon I Kementerian Sosial RI terdiri dari:
• Sekretariat Jenderal
• Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
• Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial
• Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan
Kemiskinan Inspektorat Jenderal
• Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial
• Staf Ahli Bidang Otonomi Daerah
• Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga
• Staf Ahli Bidang Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial;
• Staf Ahli Bidang Dampak
Kegiatan penanggulangan bencana alam, khususnya Kampung Siaga
Bencana dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Sosial Korban
Bencana Alam berada di Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan
Sosial. Jadi pelaksanaan penanggulangan bencana Kementerian Sosial RI
dilaksanakan secara teknis pada tingkat eselon II dan Kampung Siaga
Bencana merupakan salah satu kegiatan perlindungan sosial bagi korban
bencana alam.
Sedangkan struktur organisasi BNPB terdiri dari unsur pengarah dan
pelaksana. Unsur pengarah menyelenggarakan fungsi perumusan konsep
kebijakan penanggulangan bencana nasional, pemantauan dan evaluasi
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Anggota Unsur
Pengarah Penanggulangan Bencana terdiri dari: 10 (sepuluh) Pejabat
Pemerintah atau yang setingkat, yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga
Pemerintah dan 9 (sembilan) Anggota masyarakat profesional. Pejabat
Pemerintah mewakili:
• Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
• Kementerian Dalam Negeri
• Kementerian Sosial
• Kementerian Pekerjaan Umum
• Kementerian Kesehatan
• Kementerian Keuangan
• Kementerian Perhubungan
• Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
• Kepolisian Negara Republik Indonesia
• Tentara Nasional Republik Indonesia
Jika melihat fungsi unsur pengarah BNPB maka Kementerian Sosial RI
mempunyai fungsi perumusan konsep kebijakan penanggulangan bencana
nasional. Sedangkan pembuatan kebijakan penanggulangan bencana
nasional dilaksanakan unsur pelaksana penanggulangan bencana nasional.
Unsur pelaksana BNPB tingkat eselon I terdiri dari:
• Sekretariat Utama
• Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
• Deputi Bidang Penanganan Darurat
• Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
• Deputi Bidang Logistik dan Peralatan
• Inspektorat Utama
Kegiatan desa/kelurahan tangguh bencana dilaksanakan oleh Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (eselon I) sedangkan secara teknis
dilaksanakan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat
A. Pengertian
Pengkajian/penilaian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk
memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat
suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitun
g berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak
negatif ini di lihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda,dan
kerusakan lingkungan.Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat
risiko bencanaamat bergantung pada :
a. Tingkat ancaman kawasan.
b. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam
c. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah
menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentu
k spasialmaupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana
digunakansebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu
kawasan.Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
bencana.Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
a. Memperkecil ancaman kawasan;
b. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
c. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
8. Komunikasi
a) Komunikasi organisasi tanggap darurat
b) Komunikasi anggota komunitas, misal para pekerja dalam suatu
perusahaan/organisasi
c) Komunikasi kepada masyarakat umum
d) Komunikasi dengan pihak eksternal baik nasional maupun internasional
1.KEBAKARAN
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
kehendaki, merugikan pada umumnya sukar dikendalikan.
Klasifikasi kebakaran
Yang dimaksud dengan klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian atas
kebakaran berdasarkan pada jenis benda / bahan yang terbakar. Dengan adanya klasifikasi
kebakaran tersebut diharapkan akan lebih mudah atau lebih cepat dan lebih tepat
mengadakan pemilihan media pemadaman yang akan digunakan untuk melaksanakan
pemadaman. Klasifikasi kebakaran sesuai dengan bahan bakar yang terbakardan bahan
pemadaman untuk masing-masing kelas yaitu :
Kelas A
Temasuk dalam kelas ini adalah kebakaran pada bahan yang mudah terbakar biasa,
misalnya : kertas, kayu, maupun plastic. Cara mengatasinya yaitu bisa dengan menggunakan
air untuk menurunkan suhunya sampai di bawah titik penyulutan, serbuk kering untuk
mematikan proses pembakaran atau menggunakan halogen untuk memutuskan reaksi
berantai kebakaran
Kelas B
Kebakaran pada kelas ini adalah yang melibatkan bahan cairan combustible dengan
cairan flammable, seperti bensin, minyak tanah, dan bahan serupa lainnya. Cara
mengatasinya dengan bahan foam
Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listrik yang bertegangan untuk mengatasinya yaitu
dengan menggunakan bahan pemadaman kebakaran non kondusif agar terhindar dari
sengatan listrik
Kelas D
2. Kelalaian manusia/human eror (intalasi listrik tidak standar, lupa mematikan kompor
saat pergi, membuang puntung rokok sembarangan, dll)
4. Alam (kebakaran hutan akibat gesekan antar batang, sambaran petir, gunung api meletus,
dll)
SUMBER KEBAKARAN
3. PUNTUNG ROKOK,
4. CUACA PANAS
5. DLL
A. Pendinginan (cooling)
Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah dengan cara
pendinginan/menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak dapat menimbulkan uap atau
gas untuk pembakaran. Salah satu bahan yang efektif terbaik menyerap panas adalah Air.
Pendinginan permukaan biasanya tidak efektif pada produk gas dan cairan yang mudah
terbakar dan memiliki flash point dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh
karena itu media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan cairan mudah
terbakar dengan flash point di bawah 100 oC atau 37 oC.
B. Penyalimutan (smothering)
o Merobohkan salah satu bangunan guna melindungi bangunan yang jumlahnya lebih banyak
dan belum terbakar
1.Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau tepat untuk memadamkan
kebakaran bahan padat (klas A) karena dapat menembus sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah seperti :
Kayu, Arang, Kertas, Tekstil, Plastik dan sejenisnya
2. Busa
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk
memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran
yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat
arang dan carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan
udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu :
- Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar, sehingga kontak
dengan oksigen (udara) terputus.
- Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar sehingga suhunya
menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah serbuk yang dapat
menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir – butir serbuk kimia kering makin luas
permukaan yang dapat ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah Ammonium hydro phospat
yang cocok digunakan untuk memadamkan kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia
kering ini adalah secara fisik dan kimia.
Media pemadam api CO2 didalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan tinggi.
Prinsip kerja gas CO2 dalam memadamkan api ialah reaksi dengan oxygen (O2) sehingga
konsentarsi didalam udara berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman
dengan cara menutup.
Namun CO2 juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam tersebut tidak dapat
dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO2
tersebut tidak dapat mengikat oxygen (O2) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O2
sebanding dengan jumlah CO2 yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat kebakaran
terus berlangsung.
5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka seluruh
penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara
penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485 oC maka
akan mengalami penguraian, dan zat – zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan
oxygen. Jika penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan zat baru
tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.
Hal hal yang harus Anda lakukan setelah kebakaran berakhir adalah
• Setelah api seluruhnya padam, jangan langsung masuk ke dalam bangunan. Waspada terhadap
kerusakan bangunan akibat kebakaran, cek kekuatan bangunan.
• Inventaris barang-barang dan dokumen penting dalam rumah anda sebelum memilah mana
yangakan dibuang.
• Bersihkan sisa abu dan runtuhan dengan menggunakan masker dan sarung tangan untuk
menghindari hirupan debu..
Adapun kebakaran hutan di Indonesia merupakan kedua yang tersebar di Asia Tenggara.
Kawasan hutan hujan tropis memiliki titik-titik panas yang berpotensi memicu kebakaran hutan
secara luas. selain faktor cuaca, kebakaran hutan juga disebabkan oleh pembakaran hutan oleh
peladang.
2. BANJIR
Banjir adalah kejadian alam di mana suatu daerah atau daratan yang biasanya kering
menjadi terendam air. Secara sederhana, banjir dapat didefinisikan sebagai luapan air dalam
jumlah besar ke daratan yang biasanya kering. Banjir terjadi karena banyak hal seperti hujan
yang berlebihan, meluapnya aliran sungai, sungai, danau atau lautan.
Banjir sangat berbahaya dan berpotensi menyapu bersih seluruh kota, garis pantai atau daerah
dan menyebabkan kerusakan luas pada kehidupan dan properti. Banjir juga memiliki kekuatan
erosif yang besar dan bisa sangat merusak.
Banjir Jakarta: Normalisasi yang Terhambat dan Hasil Naturalisasi yang Belum Terlihat
Apa itu banjir? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), banjir adalah berair banyak
dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya). Banjir juga dapat diartikan
peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.
Menurut Encyclopaedia Britannica, banjir adalah tahap air tinggi di mana air meluap ke tepi
alami atau buatan ke tanah yang biasanya kering. Dikutip dari situs BNPB,
Banjir adalah peristiwa atau kejadian alami di mana sebidang tanah atau area yang
biasanya merupakan lahan kering, tiba-tiba terendam air karena volume air meningkat. Baca
juga: Banjir Jakarta, Lebih dari 35.000 Orang Mengungsi Kapan terjadi banjir? Banjir terjadi
pada interval yang tidak teratur serta bervariasi dalam ukuran, durasi dan area yang terkena
dampaknya. Air selalu mengalir secara alami dari daerah tinggi ke daerah rendah. Artinya di
dataran rendah dapat terjadi banjir lebih cepat sebelum mencapai tempat yang lebih tinggi.
Banjir dapat terjadi secara tiba-tiba dan surut dengan cepat. Tetapi ada pula yang terjadi selama
berhari-hari bahkan lebih lama. Apa penyebab banjir? Ketika banjir terjadi di daerah yang
dihuni manusia, air membawa benda-benda seperti rumah, jembatan, mobil, perabotan bahkan
orang. Kekuatan banjir dapat merusak lahan
pertanian, menyeret pepohonan maupun benda-benda berat.
3. Manusia dan hewan Banyak orang dan hewan tewas dalam banjir bandang. Selain itu,
banyak yang terluka dan kehilangan tempat tinggal. Pasokan air dan listrik terganggu sehingga
berdampak pada aktivitas manusia. Selain itu, banjir membawa banyak penyakit dan infeksi
termasuk demam, wabah pneumonia, dermatopathia dan disentri. Hewan seperti ular dan
serangga dapat terbawa banjir dan menyebabkan kekacauan bila melewati pemukiman warga.
Kerugian akibat banjir Bencana banjir mengakibatkan kerugian baik secara moril maupun
material.
Siaga Banjir J, Ini yang Harus Dilakukan Orangtua Dikutip dari Banjir dan Kebakaran,
Bencana Klasik di Kota Besar (2019) karya Sri Purnayenti,
3.TANAH LONGSOR
Tanah longsor adalah salah satu jenis bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia selain
gempa bumi, banjir, kekeringan, dan angin topan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendefinisikan tanah longsor sebagai
salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, yang
menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng.
Sementara merujuk sumber lain, pengertian tanah longsor adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, ataupun campuran material-
material tersebut, yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses Terjadinya Tanah Longsor
Lantas, bagaimana proses terjadinya tanah longsor? Peristiwa tanah longsor
dapat terjadi apabila air yang meresap ke dalam tanah menyebabkan bobot tanah
bertambah, kemudian menembus sampai ke bidang gelincir, hingga menyebabkannya
bergerak keluar lereng.
Apabila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan maka
terjadilah longsor.
Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan,
Bencana tanah longsor sering muncul di musim hujan, setelah musim kering yang
menyebabkan permukaan tanah retak dan berpori. Saat tanah retak, maka air hujan
makin mudah meresap ke bagian dalam tanah, membuat kandungan air dalam tanah
menjadi jenuh.
Air yang terakumulasi di dasar lereng memicu gerakan lateral, sehingga mudah
bergerak menuruni lereng.
Namun, jika ada banyak pohon maka tanah tidak mudah bergerak longsor. Maka
itu, penghijauan di daerah perbukitan, pegunungan dan sekitar lereng penting dilakukan
.
Jenis-Jenis Tanah Longsor & Ciri-Ciri Area Rawan Longsor
dapat lebih waspada terhadap jatuhnya korban baik jiwa maupun harta, maka ada
baiknya kita mengenali ciri-ciri daerah yang rentan mengalami tanah longsor. Selain itu, untuk
mengenali kerawanan bencana ini, jenis-jenis tanah longsor juga perlu diketahui.
4. KEGAGALAN TEKNOLOGI
Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau
industri. Penyebab Kegagalan Teknologi.
• Kebakaran.
• Kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik teknologi.
• Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/ teknologi
• Kerusakan komponen.
• Kebocoran reaktor nuklir.
• Kecelakaan transportasi (darat, laut, udara). Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko
Bencana
• Kurangi pemakaian bahan-bahan kimia yang berbahaya mudah terbakar .
• Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan
ataupun peralatan yang tahan api.
• Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran asap/pengurai asap.
• Tingkatkan fungsi sistem deteksi dan peringatan dini.
• Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan
penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi pegawai serta penduduk di sekitar
.
• Sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitarnya
bekerjasama dengan instansi terkait. Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko Bencana
• Tingkatkan kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan.
• Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan bahan kimia yang berbahaya dan mudah
terbakar.
• Tingkatkan standar keselamatan di pabrik dan desain peralatan.
• Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik.
• Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi.
• Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun.
5.PANDEMI COVID-19
Dampak Virus COVID-19 di Indonesia
Tak hanya merugikan dari sisi kesehatan saja, Presiden Joko Widodo juga mengatakan bahwa
virus corona sangat berdampak pada perekonomian di Indonesia. Bukan hanya karena produksi
barang saja yang terganggu, tetapi investasi pun juga terhambat. Berikut beberapa dampak
virus COVID-19 di Indonesia: Beberapa barang menjadi mahal dan langka untuk ditemukan.
Jemaah Indonesia batal berangkat umrah. Kunjungan para wisatawan mancanegara di
Indonesia menurun. Merusak tatanan ekonomi di Indonesia. Impor barang menjadi terhambat.
Itu tadi bahasan mengenai pandemi COVID-19 beserta dampaknya yang bisa Anda
ketahui. Demi mencegah penyebaran virus COVID-19 ini, sebaiknya Anda juga selalu menjaga
kebersihan, kesehatan dan jangan lupa untuk selalu menggunakan masker jika melakukan
aktivitas di luar ruangan. Baca juga artikel berikut untuk mengetahui gejala covid -19 dari hari
ke hari pada tubuh yang perlu diketahui!
Selain itu, Anda pun juga bisa menambahkan perlindungan kesehatan dengan Asuransi
Kesehatan seperti PRUPrime Healthcare Plus. Merupakan produk Asuransi Tambahan (Riders)
yang dirancang khusus untuk memberikan jangkauan perlindungan hingga ke seluruh dunia,
serta menawarkan fleksibilitas pada pilihan perlindungan kesehatan Anda dan keluarga.
Itu tadi bahasan mengenai pandemi COVID-19 beserta dampaknya yang bisa Anda
ketahui. Demi mencegah penyebaran virus COVID-19 ini, sebaiknya Anda juga selalu menjaga
kebersihan, kesehatan dan jangan lupa untuk selalu menggunakan masker jika melakukan
aktivitas di luar ruangan. Baca juga artikel berikut untuk mengetahui gejala covid -19 dari hari
ke hari pada tubuh yang perlu diketahui!
Selain itu, Anda pun juga bisa menambahkan perlindungan kesehatan dengan Asuransi
Kesehatan seperti PRUPrime Healthcare Plus. Merupakan produk Asuransi Tambahan (Riders)
yang dirancang khusus untuk memberikan jangkauan perlindungan hingga ke seluruh dunia,
serta menawarkan fleksibilitas pada pilihan perlindungan kesehatan Anda dan keluarga.
BAB XI
KONSEP DAPUR UMUM KETIKA BENCANA
Penyelenggaraan DU ini mulai dari kondisi yang paling kecil sampai yang paling besar
sehingga aplikasinya mulai dari terbentuk regu, kelompok sampai sektor DU. Dalam rangka
penyelenggaraan DU, maka sebelum terlaksananya penyelenggaraan tersebut perlu dipilih
lokasi yang akan dijadikan tempat penyelenggaraan DU dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Regu
Satu regu yang menangani 1 unit dapur umum dengan kapasitas maksimal melayani 500
orang yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
2. Kelompok
Bila diperlukan Lebih dari satu regu maka regu tersebut diberi nomor urut Dan dihimpun dalam
kelompok. Kelompok dipimpin oleh ketua kelompok dan jika perlu dibantu oleh seorang
pembantu umum.
3. Sektor
Apabila masyarakat yang dilayani cukup besar jumlahnya dan terpencar di daerah yang cukup
luas, maka kelompok dapur umum tersebut dapat dihimpun dalam satu wilayah kerja yang
disebut sektor. Sektor tersebut diketahui oleh ketua sektor dan seorang pembantu umum.
A.Pendistribusian
B.Lama penyelenggaraan
Dapur umum untuk penanggulangan bencana alam yang ada saat ini biasanya dari tenda
peleton, rumah/posko yang dijadikan dapur atau mobil lapangan. Pendirian dapur umum saat
ini masih dianggap seadanya, seperti tenda yang diikat ke pohon, rumah penduduk yang
dijadikan posko, atau mobil terbuka. Dapur umum yang ada juga belum bisa menampung
fasilitas pendukung, misalnya ruang istirahat, peralatan, tempat logistik, dan ruang
beraktivitas. Dimensi dan ruang dapur umum juga terbatas sehingga gerak aktivitas tidak
leluasa (Arie Sulistyanto, 2009).Lantai dapur umum yang ada umumnya kontak langsung
dengan tanah dan tidak terlindungi dari efek hujan, becek, tanah gembur dan tanah tidak rata.
Akibatnya lantai mudah kotor dan tidak higienis. Posisi petugas beraktivitas di dalamnya tidak
ergonomis, sehingga jika dilakukan dalam jangka waktu lama tidak nyaman dan menimbulkan
kelelahan (Terbit Setya). Oleh karena bersifat darurat, pendirian dapur umum mengutamakan
kecepatan yang sering tanpa diimbangi persiapan matang. Tidak jarang fasilitas yang ada tidak
memadai dan ribet dalam penataan peralatan (Dyat Agung). Pendirian dapur umum juga jauh
dari lokasi bencana, karena tidak bisa dirakit di tempat kejadian bencana. Dari kondisi tersebut
diperlukan dapur umum untuk Penanggulangan Bencana Alam tersebut bersifat kompak,
mudah dalam pengoperasian, dapat dipindah-pindah, mampu menampung peralatan yang
diperlukan, dan fasilitas yang dibutuhkan petugas. Dapur umum bisa dikomposisikan dengan
tenda – tenda lainnya, secara modular. Dapur umum hasil desain bisa diaplikasikan untuk
beberapa pengguna, antara lain pemerintah daerah, PMI, Dinas Sosial, dan lembaga yang
berkepentingan dengan dapur umum. Dapur umum yang didesain bersifat portable, sehingga
bisa dikirim ke tempat yang memerlukan. Proses pembuatannya bisa di industri manufaktur
sederhana, sehingga bisa diproduksi massal untuk menekan biaya produksi.
Ketersediaan Makanan
Tujuan Penyediaan Makanan
• Memenuhi kebutuhan pangan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
• Memelihara atau memperbaiki gizi para korban bencana agar mendapat tingkat
imunitas yang optimal menghadapi kemungkinan berjangkitnya penyakit ketika berada dalam
keadaan darurat
• Bagi anak-anak untuk mendukung fase tumbuh kembang
• Menjamin agar makanan tidak menjadi sumber marabahaya bagi kesehatan para korban
bencana
• Daya tahan tubuh yang menurun secara fisik dan psikis
• Adanya peningkatan kontak antar individu yang rentan terhadap penyakit, misal bayi,
batita, balita, bumil, lansia, penderita penyakit, penderita cedera fisik
• Migrasi ke lingkungan baru atau berada di tempat yang sudah berubah karena bencana
lingkungan tidak mendukung untuk kesehatan.
Keamanan pangan saat bencana
• Kekurangan pangan - menurunkan daya tahan tubuh.
• Pada penderita penyakit - bertambah parah
• Dalam keadaan darurat beban infeksi meningkat
• Potensi infeksi penyakit menular menjadi sangat tinggi akibat kontak antar individu
• Beban infeksi yang tinggi - menimbulkan infeksi yang tinggi
• Dalam keadaan infeksi - peningkatan katabolisme & penurunan daya asupan makanan
serta daya absorbsi makanan - penurunan gizi selama sakit - tubuh menyesuaikan diri -
menunda pertumbuhan - badan menjadi kurus
• Jika asupan gizi tidak terpenuhi - penyembuhan melambat - pertumbuhan
• Jika asupan gizi cukup - pemulihan dan pertumbuhan cepat - tingkat imunitas baik -
kemungkinan infeksi berkurang - sumber infeksi yang berasal dari manusia berkurang
• Asupan gizi yang aman dan cukup merupakan pendorong untuk kesembuhan yang
optimal
keracunan makanan adalah bentuk dari penyakit bawaan makanan yang disebabkan oleh
tertelannya racun yang ada dalam makanan. Sedangkan, penyakit bawaan makanan adalah
infeksi atau keracunan yang dihasilkan dari makanan yang terkontaminasi mikroorganisme
hidup atau racunnya. Penyakit bawaan makanan termasuk reaksi alergi dan kondisi lain di mana
makanan bertindak sebagai pembawa alergen (agen yang menyebabkan alergi).
Istilah keracunan makanan mengacu pada penyakit yang disebabkan oleh racun dalam
makanan yang Anda makan. Racun ini bisa dihasilkan dari bakteri yang ada dalam makanan;
bisa dari bahan kimia, logam berat, atau zat lain yang menempel di makanan; atau bisa juga
karena dalam daging ikan, kerang, atau hewan lainnya telah terkandung racun yang berasal dari
lingkungan mereka. Sedangkan, penyakit bawaan makanan biasanya disebabkan oleh infeksi
patogen (seperti bakteri, parasit, atau virus). Biasanya, patogen yang menyebabkan penyakit
bawaan makanan adalah :
Beberapa hal yang harus Anda lakukan untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan
makanan adalah:
• Cuci tangan Anda dan peralatan masak yang akan Anda gunakan sebelum memasak.
Pastikan tangan Anda dan segala peralatan yang kontak dengan makanan terjamin
kebersihannya. Cuci juga bahan-bahan makanan yang akan Anda gunakan sebelum
memasaknya.
• Pisahkan bahan-bahan makanan sesuai jenisnya, juga pisahkan alat-alat yang kontak
dengan bahan makanan tersebut. Misalnya, Anda menggunakan talenan untuk daging
yang berbeda dengan talenan untuk sayuran. Juga, pisahkan makanan mentah dengan
makanan matang. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi makanan.
• Masak bahan-bahan makanan sampai benar-benar matang. Antara satu bahan makanan
dengan lainnya biasanya mempunyai waktu untuk matang yang berbeda-beda. Pastikan
makanan benar-benar matang sebelum Anda memakannya.
• Jika terdapat sisa makanan, sebaiknya simpan di lemari es. Jangan lupa untuk
menghangatkannya sebelum Anda memakannya lagi.
Standar-standar minimum ketahanan pangan, gizi, dan bantuan pangan adalah suatu pernyataan
praktis dari asas-asas dan hak-hak seperti yang terkandung dalam Piagam kemanusiaan.Setiap
orang berhak atas pangan yang cukup, hak ini diakui dalam Instrumen Hukum Internasional
dan termasuk hal untuk terbebas dari kelaparan.
• Ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi individu, bebas dari bahan-bahan yanag merugikan, dan dapat diterima
dalam suatu budaya tertentu.
• Pengan tersebut dapat dijangkau dengan cara berkesinambungan dan tidak
mengganggu
• pemenuhan hak-hak asasi manusia lainnya
• Pentingnya ketahanan pangan dalam masa bencana :
• Ketahanan Pangan :
Tercapai ketika semua orang dalam masa apapun mempunyai akses fisik dan ekonomis
terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk dapat hidup sehat
• Penghidupan :
Terdiri dari kemampuan, harta benda, dan aktivitas yang diperlukan untuk sarana kehidupan
• Kekurangan Gizi :
Mencakup satu cakupan berbagai kondisi termasuk kekurangan gizi akut, kekurangan gizi
Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat yang memerlukan tindakan
penanganan segera dan memadai. Status Keadaan Darurat Bencana adalah Keadaan Darurat
Bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah untuk jangka waktu tertentu
atas dasar rekomendasi badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan
bencana dimulai sejak status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan.
3. Status Siaga Darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah pada
terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan
sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang akan terjadi di
masyarakat. 4. Status Tanggap Darurat adalah keadaan ketika ancaman bencana terjadi dan
telah mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat. 5. Status
Transisi Darurat ke Pemulihan adalah keadaan ketika ancaman bencana yang terjadi cenderung
menurun eskalasinya dan/atau telah berakhir, sedangkan gangguan kehidupan dan penghidupan
sekelompok orang/masyarakat masih tetap berlangsung. 6. Penanganan Darurat Bencana
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada keadaan
A. Latar Belakang
Centre for Research on the Epedemiology of Disaster (CRED) dalam publikasi 2018
review of Disaster Events memaparkan pada tahun 2018 karena perubahan iklim
berhubungan dengan kondisi kejadian geofisikal tercatat dalam EM-DAT (International
Disaster Database) terjadi 10.733 kematian dan lebih dari 60 juta manusia menjadi korban di
seluruh dunia. Hal yang terlapor menyebutkan Indonesia tercatat mendekati setengah dari
total kematian oleh karena bencana. Menurut laporan Annual Disaster Statistical Review
2016, Indonesia masuk dalam sepuluh negara yang sering mengalami bencana alam.
(Prasetyo, 2019)
Hal ini perlu mendapatkan perhatian bagi masyarakat Indonesia karen dari data CRED
tahun 2019 korban meninggal akiba bencana diakibatkan bencana gempa bumi-tsunami,
gempa bumi, dan gunung merapi. Merujuk pada jumlah korban yang besar diperlukan
persiapan yang matang dan tertata pada tatanan masyarakat di tingkat bawah sampai tingkat
atas di negara. Manajemen resiko bencana perlu dilakukan dengan baik sehingga dapat
mengurangi jumlah korban akibat bencana. Hal ini didukung oleh UNISDR tahun 2019 yang
menjelaskan tentang pentingnya keberlanjutan program untuk peningkatkan manajemen
resiko bencana dalam beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengurangi kerugian akibat
bencana. (Prasetyo, 2019)
Surveilans kesehatan dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan dalam kondisi
normal maupun kondisi bencana, baik bencana alam maupun non alam. Salah satu bentuk
bencana non alam di bidang kesehatan adalah terjadinya wabah penyakit menular, antara lain
seperti pandemi COVID-19 sebagaimana masih dialami oleh dunia saat ini termasuk
Indonesia. Dalam kondisi bencana, surveilans kesehatan sangat berperan penting dalam
deteksi dini serta penunggulangan dan pengendalian penyebaran penyakit. (Mahawati. dkk,
2020)
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari surveilans bencana?
2. Apa peranan surveilans ketika bencana?
3. Apa upaya surveilans ketika bencana?
4. Apa manfaat surveilans ketika bencana?
5. Bagaimana metode pengumpulan data surveilans ketika bencana?
6. Bagaimana langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari surveilans bencana.
2. Untuk mengetahui peranan surveilans ketika bencana
3. Untuk mengetahui apaya surveilans ketika bencana.
4. Untuk mengetahui manfaat surveilans ketika bencana
5. Untuk mengetahui metode pengumpulan data surveilans ketika bencana.
6. Untuk mengetahui langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana
Penyakit menular yang menjadi prioritas dalam pengamatan dan pengendalian penyakit
:
a. Penyakit yang rentan epidemik (Kondisi padat): Hepatitis
b. Penyakit dalam program pengendalian nasional: Kolera. Diare, Demam berdarah,
Campak, Thypoid fever. Tetanus.
c. Penyakit Endemis yang dapat meningkat pasca bencana Malaria.
d. Penyebab Utama Kesakitan dan kematian: Pneumonia, campak, DBD, Diare, Malaria,
Malnutrisi dan keracunan pangan. (Eni Mahawati, 2020)
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) merupakan salah satu kegiatan survalans yang
kegunaannya untuk mewaspadai gejala atau potensi akan timbulnya KLB penyakit menular
pada situassi bencana atau krisis kesehatan yang harus dilaksanakan oleh petugas survailan
yang ada di lapangan. Hal tersebut diatas adalah merupakan tugas dari tim survailan kesehatan
untuk melaksanakan SKD-KLB, namun SKD- KLB akan menjadi lebih berdaya-guna dan
berhasil-guna (efektif dan efisien), maka masyarakat perlu dilibatkan sebagai ujung
tombakpengamatan penyakit. Untuk itu masyarakat perlu mengetahui tanda- tanda indicator
yang dapat menyatakan suatu kondisi akan berubah menjadi kondisi yang membahayakan
lingkungan hidupnya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
a. Tujuan Umum
Tujuan surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh informasi yang diperlukan
untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan &
sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health
Assessment). Informasi yang adalah jumlah (meninggal, luka), kondisi umum penduduk,
kondisi umum lingkungan & sanitasi, kondisi sarana pelayanan kesehatan, akses untuk
penyaluran bantuan dan sebagainya) Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk
pelaksanaan bantuan penanggulangan sesuai prioritas (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015)
Rapid Health Assessment (RHA)
a) Karakteristik epidemiologi korban bencana
b) Gamburan kondisi kesling dilokasi bencan
c) Kemampuan pelayanan pencegahan penyakit di daerah bencana. (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015)
Tujuan memperoleh informasi penyakit (utamanya yang berpotensi KLB) dan faktor
risiko lingkungan. Dilaksanakan setelah tahap kritis tanggap darurat medik dan dibentuknya
pos-pos kesehatan. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) Informasi yang
dikumpulkan:
a) Penyakit Diare, ISPA, Campak, Malaria (format mengacu WHO & menurut kondisi
bencana setempat)
b) Faktor Risiko air, tinja, limbah, genangan, vektor, lalat. (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015)
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) merupakan salah satu kegiatan survalans yang kegunaannya
untuk mewaspadai gejala atau potensi akan timbulnya KLB penyakit menular pada situasi
bencana atau krisis kesehatan yang harus dilaksanakan oleh petugas survailan yang ada di
lapangan. (Yurianto, 2015)
Manfaat surveilans pra bencana adalah:
a. Masyarakat mengetahui tanda-tanda kondisi yang mengancam kesehatan di desa
terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit.
b. Masyarakat dengan dibantu Petugas kesehatan dapat melakukan pencegahan dini
terhadap faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan status kesehatan di desa
terutama terjadinya KLB penyakit menular
e. Masyarakat atau Petugas kesehatan dapat melaporkan secara cepat. tepat segera setiap
ada indikasi kemungkinan akan terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB
melalui saluran informasi yang dapat diandalkan (Yurianto, 2015)
2. Surveilans pada waktu bencana
Manfaat surveilan pada waktu bencana adalah memperoleh informasi yang diperlukan
untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan &
sanitasi) Surveilans pada saat bencana dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health
Assessment). Informasi yang adalah jumlah (meninggal, luka), kondisi umum penduduk,
kondisi umum lingkungan & sanitasi, kondisi sarana pelayanan kesehatan, akses untuk
penyaluran bantuan dan sebagainya). Kajian RHA: memberikan rekomendasi untuk
pelaksanaan bantuan penunggulangan sesuai prioritas. (Yurianto, 2015)
3. Surveilans pasca bencana
Tujuan memperoleh informasi penyakit (utamanya yang berpotensi KLB) dan faktor
risiko lingkungan. Manfaut surveilans pasca bencana:
a. Perencanaan & mobilisasi untuk penanggulangan yang tepat.
b. Memberikan informasi yang benar bagi pimpinan & masyarakat.
c. Secara tidak langsung mencegah KLB & akibat buruk lain. (Yurianto, 2015)
Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa pada situasi bencana, maka deteksi
kasus dan respons pengendalian harus dilakukan secara simultan. Setiap informasi yang
mengarah munculnya sebuah kasus penyakit prioritas di wilayah bencana (meskipun dalam
bentuk rumor), harus ditindak lanjuti dengan proses verifikasi segera dengan melakukan
penyelidikan epidemiologis oleh tim yang ditetapkan sebelumnya.
Tim epidemiolog lapangan harus sesegera mungkin diterjunkan ke lapangan untuk
mengambil sampel penderita, melakukan verifikasi laboratorium yang apabila memungkinkan
dengan menggunakan tes cepat (rapid test), agar verifikasi diagnosis dapat dilakukan pada saat
itu juga. (Husein & Onasis. 2017)
Hasil penyelidikan epidemiologis, kemudian didiseminasi pada rapat koordinasi sektor
kesehatan, agar semua relawan kesehatan yang berada di wilayah bencana mempunyai
informasi tentang risiko penyebaran penyakit di wilayah mereka. Diseminasi ini juga
diperlukan agar semua stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengendalian penyakit dapat
berkoordinasi untuk menyatukan sumber daya, dan merencanakan program intervensi yang
sistematik. Untuk keperluan itulah mengapa Surveilan penyakit pada situasi bencana juga
menekankan pada aspek kecepatan mendapatkan data, mengolah menganalisa dan
mendesimenasikan informasi tersebut pada semua pihak terkait. (Husein & Onasis, 2017)
data secara langsung dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data
lainnya melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah sakit,
survei khusus, dan kegiatan lainnya (PERMENKES, 2014)
b. Pasif
Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku
register pasien, laporan data kesakitan/kematian. laporan kegiatan laporan masyarakat dan
bentuk lainnya. (PERMENKES. 2014)
d. Peringatan Dini
Peringatan Dini yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat terjadinya bencana
pada kesempatan pertama dan paling awal Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang
bertempat tinggal didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai kesempatan untuk
menyelamatkan diri. (Sutanto, 2016)
e. Penyelamatan dan Pencarian
Penyelamatan dan Pencarian yaitu kegiatan yang meliputi pemberian pertolongan dan
bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi mencari,
menyeleksi dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan serta
menyelamatkan penduduk yang masih hidup. (Sutanto, 2016)
f. Pengungsian
Pengungsian yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, lukn ringan dan luka
berat ketempat pengungian (evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari resiko dan ancaman
bencana. (Sutanto, 2016)
g. Penyantunan dan pelayanan
Penyantunan dan pelayanan yaitu kegiatan pemberian pertolongan kepada para
pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan, pakaian dan kesehatan. Konsolidasi, yaita
kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan oleh petugas dan
mesyarakat dalam tanggap darurat. antara lain dengan melakukan pencarian dan penyelamatan
ulang, penghitungan ulang korban yang meninggal, hilang. luka berat, luka ringan dan yang
mengungsi (Sutanto, 2016)
h. Rekonstriksi
Rekonstruksi yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang diakibatkan oleh
bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya dengan telah mengantisipasi berbagai
kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang Disini peranan K 3 menjadi penting
untuk mendukung siklus itu. (Sutanto, 2016)
KESIMPULAN
1. Surveilans adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu
untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya
2. Peran surveilans bencana
1) Saat bencana: sebagai acuan untuk melakukan Rapid Health Assesment (RHA),
2) Setelah bencana data – data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat
dianalisis dan dibuatkan kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan.
3) Menentukan arah respon penanggulangan dan menilai keberhasilan respon/evaluasi.
3. Upaya surveilans ketika bencana yaitu pelayanan kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan, dan lingkungan, serta hal-hal yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan.
4. Manfaat surveilans ketika bencana yaitu
1) Surveilans pra bencana (Sistem Kewaspadaan dini): mengetahui tanda-tanda kondisi
yang mengancam kesehatan di desa terutama kemungkinan timbulnya KLB penyakit,
dapat melakukan pencegahan dini terhadap faktor-faktor risiko yang dapat
menimbulkan gangguan status kesehatan di desa terutama terjadinya KLB penyakit
menular, dan dapat melaporkan secara cepat, tepat segera setiap ada indikasi
kemungkinan akan terjadinya gangguan status kesehatan desa terutama KLB melalui
saluran informasi yang dapat diandalkan.
2) Surveilans pada waktu bencana: Manfaat surveilan pada waktu bencana adalah
memperoleh informasi yang diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat & kebutuhan
hidup dasar (termasuk kebutuhan kesehatan & sanitasi) Surveilans pada saat bencana
dilaksanakan bersamaan dengan RHA (Rapid Health Assessment).
3) Surveilans pasca bencana: perencanaan & mobilisasi untuk penanggulangan yang tepat,
memberikan informasi yang benar bagipimpinan & masyarakat, dan secara tidak
langsung mencegah KLB & akibat buruk lain.
5. Pengumpulan data surveilans ketika bencana dilakukan secara aktif dari pasif.
6. Langkah-langkah kegiatan surveilans ketika bencana yaitu investigasi penyakit tindakan
penanggulangan, evaluasi data sistem surveilans, peringatan dini, penyelamatan dan
pencarian, pengungsian, penyantunan dan pelayanan, dan rekonstruksi.
BAB XIV
SIMULASI MANAJEMEN BENCANA
A . KEBAKARAN HUTAN
bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya. Upaya yang telah
dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan, dengan memantapkan kelembagaan
dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa
Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigadebrigade pemadam kebakaran hutan
di masingmasing HPH dan HTI. Selain itu, pemerintah juga melengkapi perangkat lunak
berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.
Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan.
Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran.
hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta
masyarakat sekitar hutan. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga
pengendalian kebakaran hutan. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI,
perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan
dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan
bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar
(Soemarsono, p.14). Lebih lanjut dengan merujuk Permen LHK RI No. P.32/Menlhk/Setjen/
Kum.1/3/2016 menyebutkan bahwa Organisasi Pengendali Kebakaran Hutan (Dalkarhutla)
dibentuk berdasarkan Tingkat Pemerintahan dan Tingkat Pengelolaan. Organisasi Dalkarhutla
Tingkat Pemerintahan terdiri dari tingkat Pemerintah; tingkat Pemerintah Provinsi; dan tingkat
Pemerintah Kabupaten/Kota,Semakin jelas bahwa peran aktor dalam pengendalian .
kebakaran hutan dan lahan itu telah ditetapkan dalam kebijakan pemerintah.
Rekonstruksi dari kelembagaan yang terbentuk memang telah mengalami perubahan dalam
pola pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Terbukti dengan dilakukannya
rencana aksi, pemantapan struktur organisasi, serta membentuk komunitas masyarakat yang
dekat dengan lokasi yang kerap terbakar. Beragam pembenahan telah dilakukan, namun
pertanyaan mendasar ketika perubahan dan
penyesuaian telah dilakukan, mengapa kebakaran dan kabut asap muncul kembali?
Terdapat dasar manajemen yang dilakukan selama ini, yakni penanggulangan (pemadaman
saja). Keselarasan kualitas sumber daya manusia yang mendukung suksesnya pengendalian
kebakaran hutan dan lahan belum memiliki standar antara provinsi dan kabupaten. Peralatan
lengkap berada di Pekanbaru, sementara kebakaran hutan dan lahan berada di wilayah
Kabupaten. Kurangnya upaya peningkatan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau,
pemahaman dasar dalam paragraf ini tidak berbicara jumlah tenaga yang memadamkan (tahap
penanggulangan) saja, namun pengendalian yang dilakukan secara utuh. Perencanaan yang
dilakukan memang dengan tahapan terstandar yang menjadi patokan namun pengawasan
sepertinya dilupakan oleh Pemda Riau. Seperti dilansir media dan kasus
yang sudah terbukti sebelumnya bahwa kebakaran yang terjadi selama ini merupakan unsur
kesengajaan yang dilakukan baik masyarakat, pengusaha maupun korporasi konsesi
perkebunan di Riau. Tindak lanjut dari masalah penegakan hukum yang dilakukan (juga arah
yang harus dituju dalam dimensi kelembagaan) yaitu mengkaji kembali IUP (Izin Usaha
Perkebunan) yang ada, termasuk pembekuan izin ataupun ketegasan dari Pemprov Riau untuk
pencabutan izin jika memang pantas diberlakukan. Pengawasan izin setiap IUP perusahaan
belum secara utuh menjadi tahapan dalam tuntutan manajemen SDM pengendalian kebakaran
hutan dan lahan di Riau. Dimensi implementasi kebijakan yang terjadi dalam kapabilitas
Pemerintah Provinsi Riau menjalankan amanat Peraturan Gubernur Riau Nomor 27 Tahun
2014 tentang Prosedur Tetap Pengendalian Bencana Kabut Asap akibat Kebakaran Hutan dan
Lahan di Riau, untuk memobilisasi
sumber daya manusia yang ada dalam bekerja sesuai dengan struktur yang telah
ditetapkan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Grindel dalam Nugroho (2009), setiap
peraturan yang dibentuk, bergantung bagaimana implementasi dilakukan oleh aktor pelaksana.
dakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau, penyatuan semua aktor yang terlibat
dengan harapan terjalin networking yang baik dan komunikasi yang selaras. Jika mencermati
konten dari keb3akan (Peraturan Gubernur) yang berlaku, memang mengacu pada
pengendalian bencana kabut asap, komunikasi yang dibentuk masih kurang, karena perbedaan
kompetensi yang bekerja pada semua level pemerintahan dengan tiga tahapan pengendalian
yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, peran aktor Pemerintah Provinsi Riau dalam konteks ini
masih lemah karena hanya berorientasi pada pemadaman serta kurang melakukan fungsi
pencegahan padahal keberadaan kawasan hutan itu berada di Kabupaten/Kota yang mestinya
dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi Riau dengan Kabupaten/Kota termasuk dalam
konteks pengendalian kebakaran hutan dan lahan itu penyediaan anggaran dan penyediaan
peralatan. Mengenai pengendalian
kebakaran, perusahaan swasta diwajibkan memilki sarana kebakaran. Peran aktor swasta itu
mestinya menjadi sangat urgent mengingat kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di
Provinsi Riau mayoritas berasal dari lahan pihak swasta yang mendapatkan izin usaha
pengelolaan hasil hutan maupun izin usaha d sektor perkebunan (HTI dan sawit). Padahal
dalam izin usaha ada kesanggupan pihak perusahaan untuk memenuhi sarana dan prasarana
kebakaran. Jika berbicara peralatan untuk pemadam kebakaran di Provinsi Riau, luas lahan
yang rawan Karhutla mencapai 250.000 hektar, jika terjadi kebakaran membutuhkan alat yang
khusus untuk melakukan pemadaman.
Dari hasil kegiatan pembinaan dan monitoring yang telah dilakukan oleh
Dinas Kehutanan Provinsi Riau, kelengkapan sarana dan prasarana kepada Pemegang izin
usaha dari plus minus 75 pemegang izin usaha yang tersebar di Provinsi Riau, terdapat paling
tidak 16 pemegang izin usaha yang sudah dimonitoring oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
Namun tidak ada dijelaskan dalam rekap data apakah hasil monitoring tersubut pemegang izin
patuh atau tidak terhadap aturan yang telah ditetapkan, nara sumber hanya mengatakan bahwa
hasil pembinaan dan monitoring
rawan kebakaran, melakukan patroli dan pengawasan pada daerah rawan kebakaran,
mempersiapkan SDM dan peralatan pemadaman, pendeteksian dini kebakaran, pembuatan
tempat-tempat penampungan air, pembuatan sekat bakar, pemasangan dan sosialisasi rambu -
rambu bahaya kebakaran dan pelaksanaan teknologi penyiapan lahan tanpa bakar (zero
burning). Pencegahan merupakan komponen terpenting dari seluruh sistem pengendalian
kebakaran hutan dan lahan. Bila pencegahan dilaksanakan dengan baik, maka bencana
kebakaran dapat diminimalkan, bahkan dihindari. Pencegahan harus dimulai sejak awal proses
pembangunan sebuah wilayah, perencanaan tata guna hutan atau lahan, pemberian izin
kegiatan hingga pemantauan dan evaluasi. Oleh karena itu, dalam
perencanaan pembangunan sebuah wilayah, dibutuhkan sebuah peraturan daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar perencanaan pembangunan lebih terarah. Upaya
untuk menyelamatkan hutan tentunya tidak dapat dilepaskan dari penyelesaian tunggakan
masalah di masa sebelumnya, baik dari sisi persoalan nyata di tingkat tapak, persoalan
kebijakan, maupun persoalan kapasitas penyelenggara kehutanan. Identifikasi masalah
kehutanan secara tepat dan fundamental dengan menggunakan informasi yang akurat, akan
menentukan capaian perbaikan kinerja kehutanan.
Penyelesaian permasalahan kehutanan tersebut bukan hanya
menentukan apa masalahnya, tetapi juga memerlukan strategi bagaimana solusi masalah-
masalah tersebut dapat dijalankan. Selanjutnya, agar strategi tersebut dapat dilakukan optimal
maka prasyarat kelembagaan dan kepemimpinan (leadership) kehutanan menjadi sebuah
keharusan. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya api
diantaranya; a. Penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukan dan fungsinya masing-masing
dengan mempertimbangkan kelayakannya secara ekologis disamping secara ekonomis. b.
Pengembangan sistem budidaya pertanian dan perkebunan serta sistem produksi kayu yang
tidak rentan terhadap kebakaran, seperti pembukaan dan persiapan lahan tanpa bakar
(zeroburning-based land cleaning), atau dengan pembakaran yang terkendali (controlled
burning-based land cleaning). c. Pengembangan sistem kepemilikan lahan secara jelas dan
tepat sasaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menghindari pengelolaan lahan yang tidak tepat
sesuai dengan peruntukan dan fungsinya. d. Pencegahan perubahan ekologi secara
besarbesaran diantaranya dengan membuat dan mengembangkan pedoman pemanfaatan hutan
dan lahan gambut secara bijaksana (wise use of peatland), dan memulihkan hutan dan lahan
gambut yang telah rusak. e. Pengembangan program penyadaran masyarakat terutama yang
terkait dengan tindakan prncegahan dan pengendalian kebakaran. Program ini diharapkan
dapat mendorong dikembangkannya strategi pencegahan dan pengen dalian kebakaran berbasis
masyarakat (community-based fire management). f. Pengembangan sistem penegakan hukum.
Hal ini mencakup penyelidikan terhadap penyebab kebakaran serta mengajukan pihakpihak
yang diduga menyebabkan kebakaran ke pengadilan. g. Pengembangan sistem informasi
kebakaran yang berorientasi kepada penyelesaian masalah.
Hal ini mencakup pengembangan sistem
pemeringkatan bahaya kebakaran (Fire Danger Rating System) dengan memadukan dua iklim
(curah hujan dan kelembaban udara), data hidrologis (kedalam muka ir tanah dan kadar legas
tanah), dan data bahan yang dapat memicu timbulnya api. Kegiatan ini akan memberikan
gambaran secara kartografi terhadap kerawanan kebakaran. Sementara itu merujuk pada
laporan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau,
Dinas Kehutanan secara institusional telah menyusun kegiatan sebagai berikut: 1. Kegiatan
Non Struktural a) Sosialisasi/Pembinaan kepada masyarakat di daerah rawan Karhutla b)
Pembentukan dan Pelatihan Relawan/
B . Covid -19
di Indonesia: Beberapa barang menjadi mahal dan langka untuk ditemukan. Jemaah Indonesia
batal berangkat umrah. Kunjungan para wisatawan mancanegara di Indonesia menurun.
Merusak tatanan ekonomi di Indonesia. Impor barang menjadi terhambat.
Itu tadi bahasan mengenai pandemi COVID-19 beserta dampaknya yang bisa Anda
ketahui. Demi mencegah penyebaran virus COVID-19 ini, sebaiknya Anda juga selalu menjaga
kebersihan, kesehatan dan jangan lupa untuk selalu menggunakan masker jika melakukan
aktivitas di luar ruangan. Baca juga artikel berikut untuk mengetahui gejala covid -19 dari hari
ke hari pada tubuh yang perlu diketahui!
Selain itu, Anda pun juga bisa menambahkan perlindungan kesehatan dengan Asuransi
Kesehatan seperti PRUPrime Healthcare Plus. Merupakan produk Asuransi Tambahan (Riders)
yang dirancang khusus untuk memberikan jangkauan perlindungan hingga ke seluruh dunia,
serta menawarkan fleksibilitas pada pilihan perlindungan kesehatan Anda dan keluarga.
Itu tadi bahasan mengenai pandemi COVID-19 beserta dampaknya yang bisa Anda
ketahui. Demi mencegah penyebaran virus COVID-19 ini, sebaiknya Anda juga selalu menjaga
kebersihan, kesehatan dan jangan lupa untuk selalu menggunakan masker jika melakukan
aktivitas di luar ruangan. Baca juga artikel berikut untuk mengetahui gejala covid -19 dari hari
ke hari pada tubuh yang perlu diketahui!
Selain itu, Anda pun juga bisa menambahkan perlindungan kesehatan dengan Asuransi
Kesehatan seperti PRUPrime Healthcare Plus. Merupakan produk Asuransi Tambahan (Riders)
yang dirancang khusus untuk memberikan jangkauan perlindungan hingga ke seluruh dunia,
serta menawarkan fleksibilitas pada pilihan perlindungan kesehatan Anda dan keluarga.