Anda di halaman 1dari 28

FILSAFAT UMUM

DISUSUN OLEH :
YOLA AMEZHU P (228110088)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
I. KONSEP DASAR FILSAFAT
Berbicara tentang filsafat umum tidakterlepas dari pikiran pokok atau gagasan
suatu wacana. Perkara umum adalah pintu masuk sebelum menuju ke pintu yang
lebih khusus terlepas apapun itu bidangnya. Ibarat dokter umum dan spesialis,
keduanya berbeda, namun memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Secara
kualitas, dokter umum mengetahui pengobatan dasar dari banyak penyakit.
Sementara dokter spesialis mengetahui lebih mendalam pengobatan dari bidang
tertentu saja. Seseorang yang ingin memasuki wilayah khusus dalam bidang ilmu,
standarisasinya harus melalui bidang umumnya terlebih dahulu.

Begitu juga dengan filsafat, berbicara filsafat umum berarti membahas banyak
tema tentang filsafat secara mendasar. Hal tersebut dianggap ideal agar studi filsafat
mudah diterima dan dicerna secara bertahap. Jika dikaitkan dengan ilmu
matematika, sebelum memasuki tahap yang lebih ekstrim, seorang pelajar dituntut
untuk memahami matematika dasar. Bahkan sebelum memahami matematika dasar
itu sendiri, seorang individu dituntut memahami perhitungan dasar seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Tanpa memahami alat hitung
tersebut, maka mustahil ilmu matematika yang lebih rumit dapat dikuasai dan
dipahami.

Jika dikaitkan dengan filsafat, sebelum seseorang menyentuh wacana tersebut


maka mereka juga harus memiliki alat hitung sebagaimana matematika di atas. Jika
dalam matematika membutuhkan penjumlahan dan sejenisnya, dalam filsafat
seseorang harus memiliki sifat; objektif, rasional, toleransi berfikir, multi perspektif,
dan terhindar dari sifat truth claim.3 Apabila seorang pelajar memiliki kelima unsur
tersebut maka Ia akan lebih mudah memahami esensi filsafat yang lebih dalam dan
luas. Namun apabila unsur tersebut tidak dipenuhi, maka yang akan muncul ke
permukaan adalah sikap mengkafirkan, ghibah, dan unsur kebencian yang subjektif.

A. Makna, ruang lingkup dan urgensi filsafat


1. Makna Filsafat
Filsafat adalah suatu pemikiran dan kajian kritis terhadap kepercayaan dan
sikap yang sudah dijunjung tinggi kebenarannya melalui pencarian dan analisis
konsep dasar mengenai bidang kegiatan pemikiran seperti: prinsip, keyakinan,
konsep dan sikap umum dari suatu individu atau kelompok untuk menciptakan
kebijaksanaan dan pertimbangan yang lebih baik.
Seorang ahli filsafat, Karl Popper pernah berkata bahwa “Kita semua
mempunyai filosofi yang masih menjadi misteri dan tugas pokok utama dari
filsafat adalah untuk menyelidiki berbagai filosofi itu secara kritis”
Pernyataan Popper membawa pada opsi lain dari pengertian filsafat, yaitu
pengertiannya sebagai objek, bukan kata kerja. Secara informal, filsafat dapat
berarti sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima begitu saja tanpa pertanyaan lagi; dogmatik.
Secara etimologi kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
kata philein/philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”.
Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Sehingga
seorang filosof adalah pencinta, pendamba, atau pencari kebijaksanaan.
Di dalam KBBI, filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Opsi definisi
kedua yang diberikan dalam KBBI adalah “teori yang mendasari alam pikiran
atau suatu kegiatan, hingga ke ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika,
dan epistemology (cabang-cabang ilmu ini)”
Selanjutnya, dalam Webster’s Dictionary, Filosofi adalah semua
pembelajaran eksklusif mengenai pedoman teknis; disiplin yang terdiri dari
logika inti, estetika, etika, metafisik dan epistemology, yaitu pencarian mengenai
pengertian umum tentang nilai dan realitas yang lebih spekulatif daripada
observasi; analisis konsep dasar mengenai teori bidang kegiatan pemikiran;
keyakinan, konsep, dan sikap paling umum dari individu atau kelompok;
ketenangan emosi dan penilaian.
2. Ruang lingkup filsafat
Adapun ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran
manusia yang amat luat. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar, benar ada
(nyata), baik material konkrit maupuan nonmaterial abstrak (tidak terlihat).
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya pengaruhnya masih terasa. Setelah
filsafat ditingkalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi
hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah
yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat
tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Jadi obyek filsafat itu
tidak terbatas.

Objek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau


permasalhan kehidupan mausia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga
objek pemikiran filsafat pendidikan. . Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu
pengetahuan, tetapi obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri,
tingkatan pengetahuan tersendiri. Filsafat itu erat hubungannya dengan
pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya karena dilakukan dengan cara ilmiah dan
mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang diberikannya
Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang
penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
- Ontologi ilmu
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi
filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn).
Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham
dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham
ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari.
- Epistemologi ilmu
meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan
ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand),akal budi
(Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme,
kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan
berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan
(ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori
intersubjektif.
- Akslologi llmu
meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam
kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasansimbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga
ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di
dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan
pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan
heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak
saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi
kehidupan
3. Urgensi filsafat
Pentingnya filsafat dapat kita pahami pada penjelasan berikut :
- Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan
membangun diri sendiri
- Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir
sendiri
- Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang
sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan
- Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu
mengetahuikebenaran-kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-
dasar hidup kita sendiri
- Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan
istimewa karena filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya : ilmu
mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.
B. Korelasi Filsafat, Ilmu dan Agama
- Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan
suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi,
dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi
ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat
sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks
lebih memahami khazanah intelektual manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas
dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat
persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di
kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan
keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan
filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta
sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan
titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat
analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi,
eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk
menemukan hukumhukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat
berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat
inklusif dan mencakup hal- hal umum dalam berbagai bidang pengalaman
manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya
memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih
tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan
masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih
luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuantemuan ilmu dengan
klaim agama, moral serta seni.
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini
berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat
berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan
atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat
dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni
berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang
berbeda.
- Hubungan Filsafat dan Agama
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam
memikirkan berbagai hal yang mencakup alam, manusia bahkan Tuhan
yang disembah oleh manusia. Dalam konteks ini, terdapat hal-hal tertentu
yang cenderung memiliki kesamaan antara agama dan filsafat. Tidak
mengherankan dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang mampu
dalam hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai Nabi.
Lalu, sebagian yang lain, karena kemampuan seorang Nabi terutama dalam
mengucapkan ungkapan-ungkapan bijaksana adakalanya juga dikatakan
sebagai filosof. Untuk itu, Logika yang ada dalam Islam memiliki corak
tersendiri dibandingkan logika Barat yang bebas nilai-nilai keagamaan.
C. Filsafat sebagai demitologi
Bangsa yunani yang hidup pada abad ke-6 SM memiliki sistem
kepercayaan yang di dipercaya olehnya adalah benar, kepercayaan tersebut
bersumber pada mitos (dongeng - dongeng) dan anehnya suatu kebenaran lewat
akal pikir (logos) menurut mereka tidak berlaku.
Kemudian setelah lengsernya abad ke-6 SM mulai muncul sejumlah ahli
pikir yang menentang adanya mitos. hal mendasar yang tidak dapat diterima
oleh pemikir-pemikir hebat kala itu adalah tentang misteri alam semesta ini,
ketika dikaji lebih dalam mengenai peristiwa alam semesta terkait dengan teori
bangsa yunani saat itu jawabannya tidak dapat diterima akal (rasional).
Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan
pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang
sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu
kebebasan kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang
dilandasi kekuatan akal pikir secara murni. Maka timbullah peristiwa ajaib The
Greek Miracle, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban
dunia. Dengan munculnya ahli pikir inilah maka kedudukan mitos digeser oleh
logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Zaman Yunani kuno di pandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide – ide atau
pendapatnaya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan
filsafat, karena bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi –
mitologi.
Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern, dan sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil
sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa, beberapa filsuf pada masa itu antara
lain :
- THALES (625-545 SM)
Thales disebut-sebut sebagai bapak filsafat Yunani, sebab dialah
filosuf yang pertama. Namun ajaran filsafatnya tidak pernah ditulisnya
sendiri, hanya disampaikan dari mulut-ke mulut melalui murid-muridnya.
Baru kemudian datang Aristoteles untuk menuliskannya. Menurut
keteranagan Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales ialah semuanya itu air. Air
yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar dari segala-galanya.
Thales tidak mempergunakan kepercayaan umum ketika menanyakan
asal segala sesuatu itu, tetapi berdasarkan pengalaman ketika berkelana
sampai ke Mesir dan melihat betapa tergantungnya rakyat Mesir pada air
sungai Nil. Thales menyimpulkan segala sesuatu itu berasal dari air. Dari
pendapat itu kita artikan bahwa apa yang di sebut sebagai arche (asas
pertama dari alam semesta) adalah air. Katanya, semua berasal dari air, dan
semuanya kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, dan bumi
merupakan bahan yang muncul dari air dan terapung di atasnya.
Ia juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan
mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya
matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut
alas dari suatu segi tiga sama kaki sama besarnya. Dengan demikian, Thales
merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai the father of
deductive reasoning ( bapak penalaran deduktif ).

- ANAXIMANDROS (610-547)
Anaximandros disebut juga Anaximander yang merupakan murid
Thales yang berasal dari kota yang sama. selain ahli astronomi anaximandros
juga ahli geografi. Keahlian geografinya di tandai dengan penetapan beliau
sebagai orang pertama yang membuat peta dunia.
Berbeda dengan thales, menurut anaximandros alam (arche) bukan air
tetapi apeiron. apeiron adalah zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan
tidak dapat dirupakan, tak ada persamaanya dengan segala sesuatu apapun
dan memiliki sifat keilahian dan abadi. Anaximandros berpendapat bahwa
proses terjadinya alam dari yang tak terbatas (apeiron) melalui proses
antagonis (pertentangan) diantara dua unsur yang berlawanan yaitu panas dan
dingin. Adapun proses terjadinya makhluk sama dengan gurunya Thales,
anaximandros berpendapat bahwa semua makhluk yang hidup dari air.
Apeirion yang digambarkan sebagai ilahi atau bersifat ilahi yang
menurut anaximandros berasal dari apeirion dan menjadi apeirion kembali.
- ANAXIMENES (585-494 SM)
Anaximenes adalah seorang murid anaximandros. Ia adalah filosuf
alam terakhir dari kota miletos. Pandangan filsafatnya sama dengan
pandangan gurunya. Menurut anaximenes, prinsip yang merupakan asal usul
segala sesuatu adalah udara, karena udaralah yang meliputi seluruh alam
serta udara pulalah yang menjadi dasar hidup bagi manusia yang amat di
perlukan oleh nafasnya.
- DEMOKRITOS (460-360 SM)
Demokritos adalah murid Leukipos, dan sama dengan pendapat
gurunya bahwa alam ini terdiri dari atom-atom yang bergerak-gerak tanpa
akhir, dan jumlahnya sangat banyak. Demokritos sependapat dengan
heraklitos, bahwa anasir yang pertama adalah api. Api terdiri dari atom yang
sangat halus, licin dan bulat. Atom apilah yang menjadi dasar dalam segala
yang hidup. Atom api adalah jiwa. Jiwa itu tersebar keseluruh badan kita,
yang menyebabkan badan kita kita bergerak. Waktu menarik nafas, kita tolak
ia keluar. Kita hidup hanya selama kita bernafas.
- PYTHAGORAS (580-500 SM)
Dikepulauan samos terdapat ahli pikir yang terkenal yaitu Pythagoras.
Hidup didunia menurut faham Pythagoras adalah persediaan buat akhirat.
Berlagu dengan music adalah sebuah jalan untuk membersihkan ruh. Dalam
kehidupan kaum Pythagoras music itu dimulianakan. Selain dari ahli mistik
Pythagoras juga sebagai ahli pikir, terutama Ilmu matamatik. Diantara
pengikut pengikut Pythagoras berkembanglah dua aliran, yang pertama
disebut akusmatikoi (akusm: apa yang telah didengar, peraturan), mereka
mengindahkan penyucian dengan mentaati semua peraturan. Yang kedua
disebut mathematikoi ( mathesis: ilmu pengetahuan ), mereka mengutamakan
ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu pasti.

A. KRONOLOGI SEJARAH
a. Filsafat klasik
Istilah Klasik berarti kebudayaan Yunani yang dijelmakan ke dalam lapangan
kesusasteraan dan kesenian. Mereka berorientasi pada alam pikiran manusia untuk
mencari hakekat kebenaran dan bertujuan ingin mencapai kebahagiaan hidup.
Tokoh –tokohnya ialah Plato, Socrates dan Plotinus.

1. ARISTOTELES ( 384 – 322 SM.)

Aristoteles lahir di stageira pada semenanjung kalkidike di Trasia


(Balkan) Bapaknya bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada raja
Macedonia Amyntas II. Sejak kecil mendapat asuhan dari bapaknya sendiri, ia
mendapat pelajaran teknik membedah, karena itu perhatiannya banyak
tertumpu pada ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Setelah bapaknya meninggal ia pergi ke Athena belajar pada Plato di
Akademia. Selama 20 tahun menjadi murid Plato, pertama kali ia menyusun
buku Bibliotik yang pertama terdapat di Athena.

Berbagai macam cabang ilmu pengetahuan yang menjadi karya


Aristoteles bila diperinci terdiri dari delapan cabang yang meliputi Logika,
Filsafat Alam, Psikologi, Biologi, Metafisika, Etika Politik, Ekonomi,
Retorika dan Poetika.

2. PLOTINOS ( 205 – 270 )


Plotinos dilahirkan pada tahun 205 di Lykopolis di mesir. Yang pada
waktu itu dikuasai oleh Roma dan meninggal di Minturnea 270. tentang
hidupnya orang tidak banyak tahu, namanya harum karena ajaran filosofinya,
dan kehidupannya yang sederhana.
Ia bermula mempelajari filosofi dari ajaran Yunani, terutama dari buah
tangan Plato, ia mempunyai pembawaan menjadi seorang filosofi. Plotinos
mulai menulis karya-karyanya dalam usia 50 tahun pendapat-pendapat yang
dikemukakan dalam karya-karyanya itu adalah didasarkan pada filsafat Plato,
terutama ajarannya tentang Idea Tertinggi, baik atau kebaikan. Oleh karena
itulah maka filsafat Plotinos disebut Platonisme, meskipun demikian Plotinus
telah memajukan banyak hal yang dahulunya tidak pernah diselidiki oleh
filosof Yunani. Dan ini adalah hal yang baru, karena ajarannya disebut
“Ajaran Plato Baru” ( New Platonisme).
3. PLATO ( 427 – 347 SM)
Plato dilahirkan di Athena dari keluarga terkemuka, dari kalangan
politisi. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai seorang politikus, namun ia
kekacauan di negaranya, setelah kematian gurunya Socrates hal itu telah
memadamakan ambisinya untuk menjadi seorang politikus, kemudian ia
beralih ke filsafat sebagai jalan untuk memperbaiki kehidupan bangsanya,
ajaran socrates sangat berpengaruh pada dirinya.

b. Filsafat abad pertengahan


Dalam sejarah filsafat ada saat-saat yang dianggap penting sebagai patokan
sesuatu era, karena selain punya ciri khas pada zamannya, suatu aliran filsafat bisa
meninggalkan pengaruh yang penting dalam sejarah peradaban manusia. Abad
pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas, karena dalam abad-abad itu
perkembangan alam pikiran di Eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk
disesuaikan dengan ajaran agama. Setiap ajaran filsafat harus diuji sejauh mana tidak
bertentangan dengan ajaran agama dan interpretasi yang dikembangkan dalam
lingkungan gereja dan biara. Dalam lingkungan ini ditegaskan pendirian, bahwa
tindakan keimanan (act of faith) harus dibedakan secara tegas dari tindakan penalaran
(act of reason). Apabila terjadi perbedaan atau pertentangan antara keduanya, maka
keimanan harus diunggulkan di atas penalaran.
Ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut teosentris. Para filsuf pada masa
ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani,
akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat
terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. Dengan demikian,
pemikiran filsafat terlalu seragam, bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi
sejarah pemikiran filsafat sebelumnya.
Filsafat abad pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad
ke-17.3 Namun, ada yang mengatakan pada abad ke-2 sampai abad ke14.4 Para
sejarawan umumnya menentukan tahun 476 M, yakni masa berakhirnya kerajaan
Romawi Barat yang berpusat di kota Roma, dan munculnya kerajaan Romawi Timur
yang kelak berpusat di Konstantinopel sebagai data awal zaman abad pertengahan dan
tahun 1492 sebagai data akhirnya.
Runtuhnya kerajaan Yunani sejak wafatnya Alexander disusul oleh
kebangkitan Romawi yang kekuasaannya meliputi kawasan lebih luas dibandingkan
dengan wilayah kekuasaan Yunani. Tidak terbayangkan wilayah Yunani yang semula
terbentang dari Laut Tengah hingga Persia akhirnya tidak mampu bertahan
menghadapi kebangkitan kekaisaran Romawi. Mengingat begitu luasnya kekuasaan
Romawi, maka pantaslah berlaku sebutan Imperium Romanum. Wilayah yang
dikuasai Imperium Romanum meliputi benua Eropa, wilayah Timur Tengah, dan
Afrika Utara. Bersamaan dengan meluasnya wilayah Imperium Romanum itu
meningkat pula peran gereja sebagai pusat spiritual yang mengembangkan filsafat
sesuai dengan ajaran agama. Filsafat dijadikan sebagai pendukung teologi; ajaran
agama harus dijadikan tolak ukur kebanaran; kegiatan penalaran dan filsafat tidak
boleh menghasilkan kesimpulan yang menggoyahkan keimanan, apalagi bertentangan
dengan tafsiran resmi yang diajarkan berdasarkan wibawa gereja.
Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menadi dua zaman atau periode yakni
periode patristik dan periode skolastik.
- Periode Patristik (100-700 M) Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti
bapak-bapak gereja, ialah ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama
Kristen.16 Di dunia Barat, agama Katolik mulai tersebar dengan ajarannya
tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan
menyebarkannya maka mereka mempergunakan filsafat Yunani dan
memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang
kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan,dan sifat Tuhan. Pada periode ini
ahli-ahli agama Kristen itu berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai
dengan pikiran-pikiran yang dalam dari manusia. Mereka berhasil membela
ajaran-ajaran Kristiani terhadap tuduhan dari pemikirpemikir kafir. Tulisan-
tulisan bapak gereja merupakan suatu sumber yang kaya dan luas. Filsuf yang
terkenal pada periode Patristik ini ialah Tertualianus (160-222), Origenes (185-
254), Agustinus (354- 430).
- Periode Skolastik Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata
school, yang berarti sekolah. Atau dari kata schuler yang mempunyai arti
kurang lebih sama, yaitu ajaran atau sekolahan. Periode ini ditandai dengan
diajarkannya filsafat pada sekolah-sekolah biara dan universitasuniversitas
dengan mempergunakan kurikulum yang tetap yang berisi tentang hubungan
hakikat Tuhan, antropologi, etika, dan politik. Secara garis besar, periode
skolastik pada abad pertengahan dibagi menjadi dua, yaitu periode skolastik
Kristen dan periode skolastik Islam.
c. Filsafat abad modern
Istilah modern berasal dari kata latin “moderna” yang artinya sekarang, baru
atau saat ini. Atas dasar pengertian asli ini dapat dikatakan bahwa manusia senantiasa
hidup di zaman modern, banyak ahli sejarawan menyepakati bahwa sekitar tahun
1500 adalah tahun kelahiran zaman modern di eropa. Modernitas bukan hanya
menunjuk pada periode, melainkan juga suatu bentuk kesadaran yang terkait dengan
kebaruan. Karena itu, istilah perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah
istilah-stilah kunci kesadaran modern. Filsafat abad pertengahan masih bergerak
dalam kekangan teologia dan iman kristiani. Setelah zaman pertengahan, filsafat barat
menjadi suatu kuasa rohani yang berdiri sendiri, dengan wataknya sendiri. Hal ini
disebabkan karena timbulnya aliran Humanisme dan Renaissance, yang lebih
memusatkan perhatiannya kepada manusia sendiri, lebih memusatkan perhatiannya
kepada hidup didunia ini daripada hidup akhirat. Terlebih zaman ini disusun oleh
pencerahan, yang menjadikan manusia merasa dewasa dan makin percaya kepada
dirinya sendiri serta makin berusaha membebaskan diri dari segala kuasa tradisi dan
gereja.
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti
kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk
menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya
di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh
seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J.
Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat
individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai
periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan.
Abad pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh Gereja.
Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga
perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh
karena itu, orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif itulah
orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran
tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno. Pada
zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi.
Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali.
Pemikiran abad pertengahan ditandai oleh kesatuan, keutuhan dan totalitas
yang koheren dan sistematis yang tampil dalam bentuk metafisika atau ontologi. Oleh
pemikir abad pertengahan kenyataan dilukiskan sebagai sebuah tatanan sistematis
yang hirarkial: mulai dari kenyataan yang tertinggi sampai yang terendah, dari yang
abstrak sampai yang konkrit. Pemikiran modern lalu dapat dipahami sebagai suatu
pemborontakan terhadap alam pikir abad pertengahan itu. Sejarah filsafat modern,
lalu, bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual terus menerus terhadap
metafisika tradisional. Dari pemborontakan itu, cara berfikir filosofis yang
mendasarkan diri pada rasio menjadi otonom dari pemikiran atas dasar iman yang
dikenal sebagai “teologo” pemisahan filsafat dari teologi berlanjut pada abas ke-18
dan 19 menjadi pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat.
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran
abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner
dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran barudalam filsafat.
Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam
berpikir seperti pada zaman Yunani kuno. Manusia dikenal sebagai animal rationale,
karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin
mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan
Ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan berangsur-angsur
melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung
kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan
tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia
kurang dihargai kemanusiaannya. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran gereja,
bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki
ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir.
Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya
sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut, akhirnya agama
Kristen semakin ditinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang
pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual. Meskipun terdapat
perubahanperubahan yang begitu asasi, namun abad-abad renaissance (abad ke-15 dan
ke16) tidaklah secara langsung menjadi tanah subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru
pada abad ke-17 daya hidup yang kuat, yang telah timbul pada zaman renaissance itu,
mendapatkan pengungkapannya yang serasi dibidang filsafat. Jadi kejadiankejadian
pada abad ke-15 dan ke-16 itu hanya menjadi persiapan bagi pembentukan filsafat
pada abad ke-17. Telah dikemukakan, bahwa pada zaman renaissance ada banyak
sekali penemuan, diantaranya ialah:
- Nikolaus Kopernikus, seorang tokoh gereja yang ortodoks, menemukan bahwa
matahari berada dipusat jagad raya, dan bahwa bumi mempunyai dua macam
gerak, yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan
mengitari matahari. Akan tetapi karena takut ia dikucilkan dari gereja, maka ia
menangguhkan penerbitannya. pada tahun 1543, yaitu tahun kematiannya,
penemuannya itu diterbitkan oleh temannya. –
- Johanes Kepler adalah orang penting sesudah Kopernikis. Ia menerima teori,
bahwa jagad raya berpusat kepada matahari. Telah ditemukannya 3 macam
hokum gerak bagi planet-planet, yaitu: a) bahwa planet bergerak dengan
membuat lingkaran bulat panjang, dengan matahari sebagai salah satu titik api
atau fikusnya. b) bahwa garis yang menghubungkan pusat planet dengan matahari
dalam waktu yang sama akan membentuk bidang yang sama luasnya. c) bahwa
kuadrat poreode planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga dari
rata-rata jaraknya terhada matahari.
- Galileo Galilei adalah penemuan yang terbesar dibidang pengetahuan, ialah yang
mula-mula menemukan pentingnya akselerasi dalam dinamika. Yang dimaksud
akselerasi adalah perrubahan kecepatan, baik dalam besarnya maupun dalam arah
gerakannya. Ia jugalah yang mula-mula menetapkan hukum benda yang jatuh.
Jika sesuatu jatuh dengan bebas, artinya dalam ruang yang kosong ada gerak
hawa yang berlawanan dengan gerak benda yang jatuh, sehingga kecepatan
berubah. Perubahan kecepatan (akselerasi) itu tetap sama bagi segala macam
bendah, baik yang berat maupun yang ringan, baik yang besar mapun yang kecil.
Juga Galileo yang menemukan, bahwa jika peluru ditembakkan membuat suatu
gerak yang parabolis, bukan gerak yang horizontal yang kemudian membuat
gerak Vartikel. Ia menerima pandangan yang mengajarkan, bahwa matahari
menjadi pusat jagad raya, seperti yang ditemukan oleh kopernikus. Ia sendiri
membuat sebuah teleskop, setelah berkenalan dengan teleskop buatan Hans
Lipper dari Nederland. Teleskop tersebut digunakan untuk menemukan, bintang
bimasakti terdiri dari bintangbintang yang sangat banyak. Yang masing-masing
berdiri sendiri. Juga berhasil mengamati bentuk-bentuk Venus. Penemuan Galileo
ini mengguncang Gereja, yang menuntut supaya Gelileo menarik kembali
ajaranajaran tersebut. Hal ini terjadi pada tahun 1632 secara terbuka.

B. ALIRAN ALIRAN FILSAFAT


Filsafat merupakan bagian dari kehidupan Manusia, dan karena itu tercermin
dari sikap manusia dalam kehidupan sehari-hari. Aliran-aliran filsafat dan kaitanya
dengan ilmu pengetahuan, merupakan penelahan dua aspek sekaligus menyangkut
paham dan pandangan para ahli pikir atau filsafat. Dari kajian ini para ahli pikir
melihat sesuatu secara menyeluruh, mendalam dan sistematis. Sedangkan ilmu
pengetahuan dalam mengkaji atau mempelajari sesuatu tidak secara menyeluruh akan
tetapi mempelajari bagian-bagian tertentu saja. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa aliran-aliran filsafat mempunyai kaitan dengan ilmu pengetahuan terutama
aliran realisme, aliran reasionalisme, aliran empirisme, dan aliran positivisme. Yang
memandang aliaran dalam Filsafat secara berbeda.`

a. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang memandang bahwa akal
pikiran atau resiko adalah sebagai dasar pengetahuan manusia. Menurut
seseorang tokoh rasionalisme yaitu Ploto mengatakan bahwa pengetahuan diri
atas penangkapan aspek- aspek dari dunia sekitar kita. Aspek-aspek itu bersifat
menetap dan telah ada pada kita, itulah yang disbut dengan idea. Oleh karena
itu balajar menurutnya bukan lah memperoleh pengetahuan baru, akan tetapi
menyadarkan kita kepada pengetrahuan yang ada pada kita. Dengan kata lain
memperoleh pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengingat kembali.
Contohnya bagaimana kita dapat membuat segitiga dua kali lebih besar. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita harus mengingat prinsip-prinsip ilmu ukur
yang ada pada kita.
Dari uraian diatas maka muncul pertanyaan kalau memang pengetahuan
itu telah ada pada kita, maka idea itu datangnya dari mana? Kemudian Plato
menjawab bahwa idea itu sudah dibawa sejak lahir, yang disebut dengan Doktrin
Innate Ideas. Selanjutnya Plato membedakan pengetahuan yang didasarkan
atas alat indera dengan pengetahuan yang didasarkan atas akal. Pengetahuan
yang didasarkan pada akal sehat disebut pengetahuan sejati. Sedangkan
pengetahuan yang didasarkan pada alat indera hanya menghasilkan pengetahuan
bayangan atau pendapat.
Selanjutnya tokoh rasionalisme yang lain Descartes mengatakan bahwa ia
selalu meragu-ragukan sesuatu. Menurutnya segala pengetahuan yang dimilikinya
selalu meragukannya. Dengan kesangsian terhadap kebenaran, maka Descartes
memutuskan untuk mempersoalkan segala sesuatu dengan metode kesaksian,
yaitu dimulai dengan metode kesaksian yang sistematik tentang sesuatu, dan
berusaha untuk mendapatkan apa yang mustahil dapat disangsikan. Menurut
kesangsian metodis adalah metode yang cocok untuk mempengaruhi sistem
filsafat.
Selanjutnya Descartes berusaha untuk mencari kebenaran mutlak. Ia ingin
menncari pengetahuan, keyakinan-keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi,
dan ia juga ingin mencari dasar yang kokoh tentang kebenaran, sesuatu yang
menetap, dan yang pasti, itulah tujuannya. Descartes juga menemukan kreteria
pngetahuan yang tidak diragukan lagi, sehingga tercapai pada suatu kepastian
yang di dambakannya.
Unbtuk tercapainya suatu kepastian ia mengajukan suatu test. Descartes
mengatakan bahwa kalau saya menemukan bahwa satru segi saja dari
pengetahuan yang meragu- ragukan saya, maka saya akan menolak pengetahuan
yang didasarkan pada pengalaman, karena pengetahuan itu dipandangnya tidak
kokoh, tidak memenuhi tiga macam kreteria yang di kemukakannya, yaitu:
1) Apa yang disebut silap mata, yaitu sebagai manusia pasti ada
keterbatasan dari alat indera dimilikinya
2) berkhayal atau bermimpi, yaitu bahwa manusia dapat tidak sadar dan
bermimpi. Dengan demikian kita tidak bida menjamin bahwa manusia tidak
bermimpi atau tidak sadar pada suatu saat. Jadi dunia kita ini, baik dunia
jaga maupun dunia impian, selalu di dasrakan pada aturan tertentu.
3) Manusia diciptakan olah Tuhan, tetapi siapa yang menjamin bahwa
Tuhan itu memberi kemungkinan pada manusia dapat mengalami sesuatu
yang benar. Maka demikian ucapan Deacartes itu tidak sesuai ddengan
keyakinan agama bahwa Tuhan Maha Sempurna dan Maka Kuasa.
Karena pengetahuan melalui alat dria tidak memuaskan Descartes, maka ia
sampai pada suatu kegelisahan. Ia mengatakan bahwa karap kali keyakinan yang
suatu pada diri kita, yang senangi, teryata tidak benar. Namun bagaimana
Descartes sampai kepada kepastian bahwa “ ia berfikir maka ia ada “ (corgito
ergo sum), yaitu bahwa manusia itu adalah makhluk berfikir? Mengapa hal itu
dianggab muktlak dan tidak pasti? Descartes menjawab ia memperoleh kepastian
itu karena hal itu bagiannya sudah jelas dan tegas, atau tidak meragukannya lagi.
Pengertian jelas dan tegas yang di maksudkan Descrates adalah sebagai
berikut: saya akan menyebut sesuatu drengan tegas kalau hal itu dapat saya batasi
pada hal yang jelas itu, dan dapat dibedakannya dari hal-hal yang lain.
Pengetahuan itu barujelas bila telah mennjadi masalah bagi kita, dan ia akan
menjadi tegas apabila dapat dibatasi pada hal- hal yang jelas dari pengetahuan itu.
Descartes
b. Aliran empiris
Emperisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang tertuju pada
keduniaan, yang menentang sikap mentingkan dogma agama yang kaku. Berikut
akan dikemukankan pandangan tiga orang pendukung aliran emperismen yang
terkenal.

John Locke. Menurut John Locke mengarang buku yang terpenting yaitu
“Essay Concerning Human Understanding” berpendapat bahwa pengetahuan itu
bukanlah telah ada pada kita, tetapi ada diluar diri kita dan datang kepada kita
melalui alat indra.

George Berkeley. Dalam buku karangan George Berkeley yang terkenal


adalah a treatise Concerning the Principles of Understanding dan Three
Dialogues between Hylas and Philonous. Beliau menganut paham
emperisme dan menolak baik realisme maupun materialisme. Menurut George
Berkeley sesuatu ada karena diamati. Kalau tidak di amati maka tidak ada (“Ess
est Persipi”). Pendirian Berkeley itu dapat pula disebut idealisme.
David Hume. Karya filsafatnya yang paling terkenal adalah A treatise on
Human Nature, Philosophical Essays Concerning Human Understanding dan An
Inguiry Concerning the Phriciples of Morals. David hume adalah penganut
Sketisisme dan sesorang Agnostik. Skeptisisme adalah sikap menangguhkan
pertimabngan tentang sesuatu sampai analisa kritik tentangnya menjadi
sempurna dan segala bukti yang mungkin sudah diperoleh. Agnostik adalah
orang yang berpendirian bahwa adanya Tuhan itu tidak dapat di buktikan dan
tidak dapat dibohongkan.

c. Aliran idealisme
Herman Horne mengatakan idealisme merupakan pandangan yang
menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi dari pikiran, juga mengatakan
bahwa subtansi dari dunia ini adalah dari alam pikiran serta berpandangan bahwa
hal-hal yang bersifat materi dapat dijelaskan melalui jiwa. Senada dengan itu,
Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa dalam kajian filsafat, idealisme adalah
doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
ketergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (ruh). lstilah ini diambil dari
"idea", yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Lebih lanjut George R. Knight menguiaikan bahwa idealisme pada
mulanya, adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan, pemikiran, akal pikir
daripada suatu penekanan pada objek-objek dan daya-daya materi. Idealisme
menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi
dan bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan
materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal pikir. Menurutnya, ini sangat
berlawanan dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata
ada, sedangkan akal pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.
Dari ketiga pengertian di atas dapat dipahami bahwa idealisme merupakan
suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa hakekat segala sesuatu
ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud sebenarnya lebih dulu ada dalam
realitas ide dan pikiran dan bukan pada hal-hal yang bersifat materi. Meskipun
demikian, idealisme tidak mengingkari adanya materi. Materi merupakan bagian
luar dari apa yang disebut hakekat terdalam, yaitu akal atau ruh, sehingga materi
merupakan bungkus luar dari hakekat, pikiran, akal, budi, ruh atau nilai. Dengan
demikian, idealisme sering menggunakan term-term yang meliputi hal-hal yang
abstrak seperti ruh, akal, nilai dan kepribadian. Idealisme percaya bahwa watak
sesuatu objek adalah spritual, non material dan idealistik.
Pemikiran idealisme ini selalu identik dengan Plato. Platolah yang sering
dihubungkan dengan filsafat idealisme. Pandangan seperti ini muncul, mengingat
bahwa pada dasarnya Plato merupakan bapak filsafat idealisme atau pencetus
filsafat idealisme. Menurut Plato hakekat segala sesuatu tidak terletak pada yang
bersifat materi atau bendawi, tetapi sesuatu yang ada dibalik materi itu, yakni ide.
Ide bersifat kekal, immaterial dan tidak berubah. Walaupun materi hancur, ide
tidak ikut musnah. Dalam mencari kebenaran, Plato berpendapat bahwa
kebenaran tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata, sebab dunia nyata ternyata
tidak permanen dan selalu mengalami perubahan. Artinya bahwa dunia materi
bukanlah dunia yang sebenarnya, tetapi hal itu merupakan analogi atau ilusi
semata yang dihasilkan oleh panca indera.
Walaupun idealisme selalu dihubungkan dengan Plato, lahirnya idealisme
sebagai mazhab atau aliran filsafat bukanlah pada zaman Plato masih hidup.
Istilah idealisme untuk menunjukkan suatu aliran filsafat, baru dipakai pada abad
ke-19 M.
Aliran filsafat idealisme dalam abad ke-19 M, merupakan kelanjutan dan
pemikiran filsafat rasionalisme yang berkembang pada abad ke- 17 M. Para
pengikut aliran idealisme ini pada umumnya, filsafatnya bersumber dari filsafat
kritisismenya Immanuel Kant. Fichte (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut
idealisme subjektif adalah merupakan murid Kant. Demikian juga dengan
Schelling yang filsafatnya disebut dengan idealisme objektif Kemudian kedua
filsafat idealisme ini (subjektif dan objektif) disintesiskan dalam filsafat idealisme
mutlaknya Hegel (1770-1831).
d. Aliran positivisme
Positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada ilmnu pengetahuan
alam. Timbulnya filsafat positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi
theologis dan metafisis filsafat hegel. Aliran positivisme ini memberi tekanan
kepada fakta, kepada bukti- bukti yang konkrit kepada sesuatu yang diverifikasi.
Tokoh-tokoh utama aliran positivisme ini adalah Auguste Comte (1798-
1857), john Stuart Mill (1806-1903). Auguste Comte berpandangan bahwa alam
pikiran manusia berkembang menjadi tiga tahap: (1) religius, (2) metafisis, (3)
positivisme. Pada tahap relegius segala sesuatu diterangkan dari sudut pandangan
adanya pengaruh dan sebab-sebab yang melampaui kemampuan dan kondrat
manusia. Manusia memandang sesuatu dari sudut keyakinan baik politheisme
atau mototheisme. Pada taraf metafisis, segala sesuatu diterangkan oleh manusia
melalui abstrak, melalui perenungan metafesis.pada tingkat positivistis segala
sesuatu ingin diterapkan dari sudut pengetahuan yang bertolak dari hukum sebab
akibat yang sudah determinitis. Menurut Comte, ilmu pengetahuan termasuk
ilmu masyarakat, haruslah bersemangat positivisme, artinya dapat dialami dan
dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berdasarkan hukum kausalitet. Comte sendiri
adalah ahli sosiologi dan dipandang sebagai bapak ilmu sosiologi modern.
Menurut positivisme Comte, kita harus menjahui diri dari pertanyaan
yang melampai bidang-bidang ilmu positif. Positivisme ingin mengetahui tentang
gejala, bukan hakikat kenyataan. Hubungan antara gejala-gejala disebut comte
sebagai. “ konsep- konsep” atau “hukum-hukum” dan hukum- hukum itu bersifat
positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di pandangan oleh comte
sebagai tidak positif, tapi negatif. Karena itu filsafat comte bersifat anti
matematika.
Neo-positivisme Filsafat positifisme telah sangat berjasa bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini positivisme masih
hidup dalam aliran neo- positivisme sebagaimana yang di kembangkan oleh
kelompok sarjana yang tergabung dalam Wiener Kreis atau Vienna Circle
(lingkaran wina), atau disebut juga dengan sebutan: logika positivisme,
logica empiricism dan scientific empiricism. Pendirinya ialah Moritz Schilick
(1882-1936), dan tokoh yang lain ialah Hans Hahn (1879-1934) dan Rudolf
Carnap (1891-1979).
Menurut Neo-positivisme pengalaman itu hendaknya dijadikan sebagai
sumber satu- satunya bagi pengetahuan. Karena kurang tertib dalam
perumusan bahasa, maka neo- positivisme menurut analisa daripada istilah-
istilah yaitu penertiban dalam penggunaan bahasa. Pandangan mereka erat
hubungannya dengan logika modern. Banyak anggota”lingkaran wina” adalah
orang yahudi yang melarikan diri ke Amerika dan Inggris sebelu Hilter
menduduki Australia, sehingga kelompok ini tidak lama dalam hidupnya.
e. Aliran pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa kebenaran dari
segala sesuatu berdasarkan kepada manfaat yang diberikannya. Sesuatu hal ini
dinilai dari kebergunaannya bagi tindakan manusia untuk kehidupannya.
Pernyataannya dapat berbentuk ucapan, dalil atau teori. Pragmatisme muncul
sebagai tradisi pemikiran yang berasal dari dunia Barat dan berkembang
khususnya di Amerika. Kehadirannya sebagai suatu pemikiran yang berusaha
menjawab persoalan kehidupan manusia. Pragmatisme digolongkan sebagai salah
satu aliran filsafat abad ke-19 dalam sejarah filsafat Barat. Pelopor pemikiran
pragmatisme adalah seorang filsuf asal Amerika Serikat yang bernama Chales
Sanders Peirce (1839–1914). Tokoh yang berpengaruh dalam pemikiran
pragmatisme antara lain William James (1842–1910) dan John Dewey (1859–
1952).
Isitilah "pragmatisme" berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata pragma.
Kata ini memiliki banyak arti antara lain fakta, benda, materi, sesuatu yang
dibuat, kegiatan, tindakan, akibat atau pekerjaan. Dari kumpulan arti tersebut,
pragmatisme diberi pengertian sebagai pemikiran yang menguatamakan fungsi
gagasan di dalam tindakan. Di sisi lain, istilah "pragmatisme" diperoleh oleh
Charles Sanders Peirce dari pemikiran filsafat Immanuel Kant. Di dalam
pemikiran Kant terdapat dua kata yang mirip dengan arti yang berbeda, yaitu
praktisch dan pragmatisch. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu
praktikos dan pragmatikos. Istilah praktisch diartikan sebagai tindakan yang
dilakukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Jenis tindakan ini tidak ditemukan
dalam pengalaman secara nyata, melainkan hanya ada pada akal dan budi.
Sedangkan isitlah pragmatisch diartikan sebagai gerak yang dihasilkan oleh
kehendak manusia guna memberikan suatu tujuan definitif sebagai tahapan
penting untuk menjelaskan pemikiran secara benar.
Gagasan mengenai pragmatisme dikemukakan pertama kali oleh Charles
Sanders Peirce pada awal periode 1870-an pada pertemuan sebuah kelompok
filsafat bernama Metaphysical Club. Pertemuan tersebut diadakan di Cambridge,
Massachusetts secara tidak formal. Hasil diskusi dari pertemuan tersebut
dituliskan oleh Peirce menjadi dua buah artikel berjudul The Fixation of Belief
(1877) dan How to Make Our Ideas Clear (1878). Kedua artikel ini
dipublikasikan pada majalah bernama Popular Science Monthly.
Pragmatisme menjadi logika terhadap pengamatan sebagai dasar
pemikirannya. Pandangan ini menyatakan bahwa kenyataan dari dunia yang
terlihat oleh manusia merupakan fakta-fakta yang bersifat nyata, terpisah satu
sama lain dan individual. Dunia ditampilkan apa adanya, sehingga perbedaan
dapat diterima begitu saja. Perwujudan dari kenyataan selalu bersifat pribadi dan
bukan merupakan fakta umum karena hanya muncul dari pikiran manusia. Fungsi
pelayanan dan kegunaan menjadi alat pembenaran suatu gagasan. Pragmatisme
tidak membahas kajian filsafat mengenai kebenaran, khususnya yang berkaitan
dengan metafisika.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang menilai kebenaran dari suatu
teori atau kepercayaan berdasarkan tingkat keberhasilan atau manfaatnya dalam
penerapan praktis. Persoalan utama bagi pragmatisme ialah mengenai daya guna
dari pengetahuan, bukan hakikat dari pengetahuan. Pandangan ini dilandasi oleh
pemikiran bahwa pengetahuan merupakan sarana bagi perbuatan. Pragmatisme
menyelesaikan permasalahan teoretis maupun praktis dalam kehidupan manusia
dengan mengandalkan penggunaan akal budi.
f. Aliran fenomenologi
Kata "fenomena" sebenarnya telah ada sejak Yunani Kuno yang berarti "hal
yang tampak dan tercerap oleh indra". Pemaknaan terma "fenomenologi" telah
digunakan sejak mazhab skeptik yang telah menghambat ide dogmatisme
metafisis mazhab pemikiran sebelumnya seperti Parmenides.
Dalam sejarah kefilsafatan, terma "fenomenologi" memiliki sekurangnya
tiga makna utama. Pertama adalah fenomenologi G. W. F. Hegel, kemudian
dalam tulisan Edmund Husserl pada tahun 1920, dan ketiga dalam tulisan mantan
asisten riset Husserl Martin Heidegger pada tahun 1927. Meski terma
fenomenologi dipakai di banyak karya sebelum Husserl, pemaknaan kontemporer
atas fenomenologi umumnya terkait pada metode Husserlian.
Terma "fenomenologi" modern dapat ditemukan jauh di abad ke-18 dan
dapat ditemukan di karya teolog Jerman Friedrich Christoph Oetinger (1702–
1782) dalam Philosophie der Alten dan Johann Heinrich Lambert dalam Über die
Methode, die Metaphysik, Theologie und Moral richtiger zu beweisen yang
membahas teori penampakan yang mendasari pengetahuan empiris.
Dalam Kritik der reinen Vernunft, Immanuel Kant (1724–1804) juga
menggunakan terma fenomenologi untuk menunjuk pada batas reseptif
pengetahuan atas realitas. Kant membagi realitas objek menjadi dua: pertama,
objek atas fenomena, yang manusia dapat cerap dan paham oleh indra dan budi,
dan; kedua, objek "pada dirinya sendiri" (an sich) atau noumena, yang tak tampak
di ruang dan waktu sehingga penilaian absah atas noumena tak dapat dilakukan.
Dalam perkembangan lebih lanjut, Hegel (1770–1831), dalam Phänomenologie
des Geistes, menyatakan bahwa fenomenologi dimengerti sebagai eksplorasi yang
tampak (fenomena) untuk mengetahui apa yang tak tampak di balik fenomena.
Pendekatan Hegel ini disebut fenomenologi dialektis.
Franz Brentano (1838–1917) menggunakan terma fenomenologi sebagai
psikologi deskriptif. Selain itu, Carl Stumpf (1848–1936), murid Brentano dan
mentor Edmund Husserl, menggunakan terma fenomenologi sebagai terma yang
merujuk pada pembahasan ontologi atas konten sensori.[butuh rujukan] Akan
tetapi, fenomenologi baru menjadi suatu bahasan dan metode filsafat kontemporer
independen setelah Husserl (1859–1938) menegakkannya pada awal abad ke-20.
Pada awalnya, Husserl mendirikan fenomenologi sebagai pembahasan "psikologi
deskriptif" dan berkembang menjadi ilmu transendental dan eidetis atas
kesadaran. Max Scheler (1874–1928) kemudian mengembangkan lebih lanjut
metode fenomenologi Husserl dan memperluas cakupan fenomenologi pada
reduksi atas metode saintifik.
Martin Heidegger (1889–1976) kemudian mengajukan kritik dan ekspansi
atas fenomenologi Husserl dan mengembangkan teori ontologi miliknya yang
mengarahkan pada konsep Dasein, manusia nondualistis yang eksis dalam dunia.
Heidegger kemudian menarik fenomenologi sebagai basis ontologis ketimbang
menjadikannya basis disiplin kajian filsafat seperti Husserl. Kembangan
Heidegger atas fenomenologi eksistensial amat berpengaruh pada pergerakan
eksistensialisme Prancis.
Praktik fenomenologi sebenarnya telah dilakukan sejak lama sebelum
formalisasi Husserl. Fenomenologi, dikembangkan oleh Husserl, dapat
dimengerti sebagai kembangan ide Kant mengenai hubungan fenomena–
noumena. Kant memahami bahwa noumena (hal-di-dalam-dirinya (Ding an sich)
yang secara fundamental tak dapat diketahui) harus dimengerti terpisah dari
fenomena (realitas yang tampak dan dicerap oleh budi). Kant dengan ini
menyatakan bahwa apa yang tercerap dan dirasakan oleh budi (sekumpulan
fenomena) adalah apa yang disebut realitas bagi individu. Atas dasar mengenai
konsepsi fenomena ini, fenomenologi berkembang dan menjadi studi makna
fenomena yang terisolasi yang terhubung dengan budi.
Di lain hal, fenomenologi Husserlian memiliki akar yang sangat kuat pada
pemikiran psikologi deskriptif Brentano. Psikologi deskriptif Brentano
memaparkan bahwa fenomena batiniah berdiri independen terhadap stimuli fisis
yang diterima budi. Kontras terhadap psikologi empiris, dengan premis tersebut
Brentano mendirikan konsep kesadaran intensional. Dalam artian lain,
intensionalitas tidak pernah tanpa merujuk pada sesuatu; intensionalitas selalu
merupakan kesadaran atas sesuatu.
Penemuan yang terkesan trivial tersebut melandasi pembahasan problem
filosofis fundamental—divisi objek–subjek dalam realitas. Didasari oleh
pengertian bahwa kesadaran bersifat intensional, problem divisi subjek–objek
dapat dilihat dari perspektif alternatif. Brentano pula berasumsi bahwa fondasi
logika takkan dapat ditemukan dalam psikologi natural. Melihat problem tersebut,
Husserl mengambil aspek tersebut dan mengembangkan gagasan psikologi
deskriptif Brentano menjadi fenomenologi transendental.
Praktik fenomenologi sebenarnya telah dilakukan sejak lama sebelum
formalisasi Husserl.Fenomenologi, dikembangkan oleh Husserl, dapat dimengerti
sebagai kembangan ide Kant mengenai hubungan fenomena–noumena. Kant
memahami bahwa noumena (hal-di-dalam-dirinya (Ding an sich) yang secara
fundamental tak dapat diketahui) harus dimengerti terpisah dari fenomena
(realitas yang tampak dan dicerap oleh budi). Kant dengan ini menyatakan bahwa
apa yang tercerap dan dirasakan oleh budi (sekumpulan fenomena) adalah apa
yang disebut realitas bagi individu. Atas dasar mengenai konsepsi fenomena ini,
fenomenologi berkembang dan menjadi studi makna fenomena yang terisolasi
yang terhubung dengan budi.
Di lain hal, fenomenologi Husserlian memiliki akar yang sangat kuat pada
pemikiran psikologi deskriptif Brentano. Psikologi deskriptif Brentano
memaparkan bahwa fenomena batiniah berdiri independen terhadap stimuli fisis
yang diterima budi. Kontras terhadap psikologi empiris, dengan premis tersebut
Brentano mendirikan konsep kesadaran intensional. Dalam artian lain,
intensionalitas tidak pernah tanpa merujuk pada sesuatu; intensionalitas selalu
merupakan kesadaran atas sesuatu.
Penemuan yang terkesan trivial tersebut melandasi pembahasan problem
filosofis fundamental—divisi objek–subjek dalam realitas. Didasari oleh
pengertian bahwa kesadaran bersifat intensional, problem divisi subjek–objek
dapat dilihat dari perspektif alternatif. Brentano pula berasumsi bahwa fondasi
logika takkan dapat ditemukan dalam psikologi natural. Melihat problem tersebut,
Husserl mengambil aspek tersebut dan mengembangkan gagasan psikologi
deskriptif Brentano menjadi fenomenologi transendental.
g. Aliran eksistensialisme
Eksistensialisme berarti filsafat mengenai aku, dan bagaimana aku hidup.
Dengan demikian, eksistensialisme adalah filsafat subyektif mengenai diri. Hal
ini terlihat pada ide-ide dari tiga eksistensialis terbesar Eropa: Soren Kierkegaard
(1813-1855), Martin Heidegger (1889-1976) dan JeanPaul Sartre (1905-1980).
Eksistensialisme Kierkegaard tercapai karena menemukan diri di hadapan
Tuhan. Bagi Heidegger, filsuf Jerman dengan karya Being & Time yang sangat
berpengaruh, diri terkait dengan ‘pengada otentik’, atau kecerdasan identitas.
Sementara bagi Sartre, diri serupa dengan konsep Descartes, tetapi dengan
meniadakan Tuhan. Diri bagi Sartre adalah pengakuan atas Tuhan. Karena, dalam
menciptakan manusia yang kita inginkan, tak ada satupun dari tindakan-tindakan
kita yang tidak sekaligus menciptakan gambaran tentang manusia sebagaimana ia
seharusnya.
Dalil diataslah, menurut Sartre lagi, yang menggambarkan diri kita sebagai
‘Tuhan kecil’ yang berada atau menyatu dalam diri kita, sekaligus yang ‘memiliki
kebebasan kita’ seperti sebuah kebajikan metafisik (Being & Nothingness,
1943:42)
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks” yang berarti diluar
dan “sistensi” yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi
dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari
dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang
menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk
yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan
kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia
konkrit.
Eksistensialisme didefinisikan sebagai usaha untuk memfilsafatkan sesuatu
dari sudut pandang pelakunya, di bandingkan cara tradisonal, yaitu dari sudut
penelitinya. Eksistensialisme memberi perhatian terhadap masalah-masalah
kehidupan manusia modern. Eksistensialisme menekankan tema eksistensi
pribadi yang dibandingkan dengan eksistensi manusia secara umum,
kemustahilan hidup dan pertanyaan untuk arti dan jaminan kebebasan manusia,
pilihan dan kehendak, pribadi yang terisolasi, kegelisahan, rasa takut yang
berlebihan dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6835955/FILSAFAT_ALAM_SEBAGAI_SIFAT_DEMITOLOGI

http://pendidikan-aliefachrilla.blogspot.com/2015/10/kedudukan-filsafat-sebagai-sifat.html

https://uin-malang.ac.id/r/131101/relasi-filsafat-ilmu-dan-agama.html#:~:text=Ilmu%2C%20filsafat
%20dan%20agama%20memiliki,akan%20memperoleh%20kebahagiaan%20yang%20sebenarnya.

https://www.academia.edu/29361952/
MAKALAH_RUANG_LINGKUP_FILSAFAT_Filsafat_umum_Ronaldo_Nazar_1632600052_2#:~:text=ilm
u%2Dilmu%20khusus.-,Ruang%20lingkup%20fisafat%20adalah%20segala%20sesuatu%20lapangan
%20pemikiran%20manusia%20yang,obyek%20filsafat%20itu%20tidak%20terbatas.

https://core.ac.uk/download/pdf/130811768.pdf

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Konsep%20Dasar%20Filsafat%202020.pdf

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/626-Article%20Text-1755-1-10-20210703%20(1).pdf
https://www.academia.edu/37587804/FILSAFAT_ABAD_PERTENGAHAN
https://www.academia.edu/11382855/
Pengantar_Filsafat_Pengertian_Ciri_ciri_Misi_Lapangan_dan_Urgensi_Filsafat
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/4875-10489-1-SM.pdf
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/pengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat-
ilmu-7/
https://serupa.id/filsafat-umum/
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/15508/1/Editor-Book_G.A_Filsafat_Umum.pdf

Anda mungkin juga menyukai