Anda di halaman 1dari 17

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

DALAM MEMBANGUN KESEJAHTERAAN


BANGSA

Disusun oleh :
Zelika putri Nabilah
221810167
SEMESTER 1
KELAS E

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunianya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang individu dan keluarga. Yang
insya allah tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak dosen mata pelajaran kuliah Pendidikan
Pancasila yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari
beliau, mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan sesuai dengan format yang telah
ditentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya.
Mudah- mudahan makalah ini bermanfaat bagi peneliti dan pembacanya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................................................................5
1. Latar Belakang............................................................................................................................................5
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................................................5
3. Tujuan Makalah..........................................................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................................................................6
A. Pengertian Pancasila...................................................................................................................................6
B. Pancasila Sebagai Ideologi.........................................................................................................................6
C. Permasalahan Bangsa Dewasa Ini...............................................................................................................9
D. Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Relevansinya Dengan Masalah Bangsa....................................12
BAB III...................................................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...............................................................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Menghadapi Era Globalisi yang semakin maju ini .Pastinyabangsa dan negara
Indonesia yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah terkecohkan olehk erasnya
masalah kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya perlu memiliki dasar negara
dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, bangsa dan negara akan
dihadapi dengan makin maraknya budaya asing yang masuk ke dalam negara
indonesia, makin banyaknya terorisme, komunisme dan fundalisme yang makin
membahayakan bagi negeri ini.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-
hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya
tinggi. Untuk itulah diharapkan dapat menjelaskan Pentingnya Pancasila sebagai
Indeologi yang membangun kesejahteraan bangsa.
Oleh sebab itu kita warga negara indonesia jangan pernah lupa untuk
megaplikasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa dan
bernegara.

2. Rumusan Masalah
1. Sejarah Pancasila Sebagai Dasaar Negara ?
2. Perumusan-Perumusan Pancasila ?
3. Pengertian Ideologi Pancasila?
4. Ideologi Pancasila dalam Membangun Kesejahteraan Bangsa ?

3. Tujuan Makalah
Makalah ini di susun agar para pembaca bisa mengetahui tentang pentingnya
Pancasila sebagai ideologi dalam membangun kesejahteraan bangsa dan negara
dengan adanya makalah ini dapat di harapkan kepada para pembaca untuk
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, menjadi
pengetahuan yang umum bagi kita sebagai warga negara bangsa Indonesia dan
sebagai satu syarat untuk mendapatkan nilai Tugas Pertama Pendidikan Pancasila.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila
Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar,
sendi ,asas, ata peraturan tingkah laku yang penting dan baik . dengan demikian
pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku
yang penting dan baik.Pancasila dapat kita artikan sebagai lima dasar yang dijadikan
dasar negara serta pandangan hidup bangsa. Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri
dengan kokoh tampa dasar negara yang kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas
kemana arah tujuan yang akan dicapai tampa pandangan hidup. Dengan adanya dasar
negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi permasalahan
baik yang dari dalam maupun dari luar.
Peranan dan funsi pancasila pada era sekarang masih relevan karena pancasila
mencakup aspek –aspek dasar . selain itu, pancasila juga merupakan alat untuk
keamana dan kemakmuran bersama rakyat indonesia.hanya saja pelakanan sacara
konkrtinya belum bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena keadilan dan
kemakmuran bag seluruh rakyat indonesia belum juga terwujud sampai saat ini.
Pancasila juga merupaksn kepribadian seluruh rakyat indonesia. Akan tetapi, nilai-
nilai luhur sudah sangat pudar,terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek
ekonomi gaya hidup globalisasi yang buruk.
Mengingat sangat pentingnya pancasila sebagai dasar negara, maka kita harus
meneruskan perjuagan serta memelihara, melestarikan menghayati , dan
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sahari-hari agar tujuan dan
pancasila dapat terpenuhi, sehigga akan menjadi ketahanan jati diri bangsa.
- Pancasila sebagai dasar negara mempunyai makna
1) Sebagai dasar untuk menata nagara yang merdeka da berdaulat.
2) Sebagai dasar mengatur penyelengaraan aparatur negara yang bersih dan
bewibawa, sehingga tecapai tujuan nasional yang tercntum dalam pembukaan
undang-undang dasar 1945 alinea ke-4, dan
3) Sebagai dasar, arah dan petunjuk aktifitas perikehidupan bangsa indonesia
dalam kehidupan sehari- hari.
- Pancasila Sebagai Sumber Hukum Dasar Nasional Istilah ini merupakan istilah
baru dalam tata hukum indonesia, yaitu muncul pasca reformasi melalui tap MPR
NO. III / 2000,yang kemudian diubah UU NO. 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang- undangan.
- Sumber Hukum Tertulis Dan Tidak Tertulis, Sumber hukum dasar nasional adalah
pancasila sebagaimana yang tertulis dalam perundang-undang dasar 1945,serta
batang tubuh undang-undang dasar 1945.dalam ilmu hukum , istilah sunmber
hukum berarti sumber nilai- nilai yang menjadi penyebab timbulnya aturan
hukum. Jadi dapat diartikan , pancasia sebagai sumber hukum dasar nasional ,
yaitu segala aturan hukum yang berlaku dinegara kita tidak boleh bertantangan
dan harus bersumber pada Pancasila

B. Pancasila Sebagai Ideologi.


Pengertian ideologi, yaitu keseluruhan pandangan cita-cita, nilai dan keyakinan
yang ingin diwujudkan dalam kenyataan hidup yang konkrit (Soerjanto

5
Poespowardojo, 1991:44). Dengan demikian ideologi diyakini mampu memberikan
semangat dan arahan yang positif, bagi kehidupan masyarakat untuk berjuang
melawan berbagai penderitaan, kemiskinan dan kebodohan. Dengan pemahaman yang
baik mengenai ideologi, maka seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan
tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
Misalnya, dalam ideologi Pancasila nilai kekeluargaan atau kebersamaan yang
diutamakan, maka seorang yang memahami dengan baik nilai kekeluargaan akan
menolak nilai individualisme karena nilai ini melahirkan liberalisme, kapitalisme,
kolonialisme, imperilaisme, monopoli,otoriterianisme dan totaliterisme. Dalam kaitan
ini Bung Hatta dalam “Kearah Indonesia Merdeka” menyatakan bahwa “Kedaulatan
Rakyat Barat” didasarkan pada pendapat J.J.Rousseau yaitu individualisme,
sedangkan Kedaulatan Indonesia adalah “rasa bersama”, kolektiviteit. Dengan
memahami ideologi Pancasila juga dapat untuk menilai misalnya , bahwa kejujuran
sesuatu yang baik karena sesuai dengan nilai kemanusiaan dan
sebaliknya berbuat curang, menipu sesuatu yang tidak baik, karena bertentangan
dengan nilai kemanusiaan.
Ideologi negara merupakan perkembangan dari ideologi bangsa. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) (1991:163), menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa artinya
setiap warga negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuan yang sangat
mendasar yang tertuang dalam sila yang lima. Kadang-kadang kedua istilah tersebut,
disatukan menjadi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia (Kaelan,
2010: 30-31). Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dimaksdukan
bahwa Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan
atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi –ideologi lain
di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai
kebudayaan serta nilai-nilai relegius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan perkataan lain unsur-
unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan
hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis
(asala bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri negara. Sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar
negara dan ideologi bangsa dan negara Indoensia.
Pembukaan UUD 1945, menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara.
Dengan demikian Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh

6
penyelengaraan negara Republik Indonesia. Dengan kata lain Pancasila merupakan
Dasar Falsafah Negara atau Ideologi Negara, karena memuat norma-norma yang
paling mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk-bentuk
penyelenggaraan negara serta kebijaksanaan-
kebijaksanaan penting yang diambil dalam proses pemerintahan (Soerjanto
Poespowardojo,
1991:44). Pancasila sebagai ideologi negara berarti Pancasila merupakan ajaran,
doktrin, teori dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini
kebenarannya, disusun secara sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan
yang jelas.
Abdurrahman Wahid (1991:163) menyatakan Pancasila sebagai falsafah negara
berstatus sebagai kerangka berpikir yang harus diikuti dalam menyusun undang-
undang dan produk hukum yang lain, dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan
dalam mengatur hubungan formal antar lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup
dalam kawasan negara ini.Sedangkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
(Kaelan, 2010 :40-41) memiliki konsekuensi segala peraturan perundang-undangan
dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Dengan lain perkataan Pancasila merupakan
sumber hukum dasar Indonesia, sehingga seluruh peraturan hukum positif
Indonesia diderivasikan atau dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
Kemudian Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia (Kaelan, 2010 :39). Maksudnya
bahwa asal nilai (kausa materialis) Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri.
Konsekuensinya ciri khas sifat, serta karakter bangsa Indonesia tercermin dalam
sistem nilai filsafat Pancasila. Sebagai sistem nilai, maka susunan Pancasila (1)
bersifat hierarkhis dan berbentuk Piramidal, (2) bersifat saling mengisi dan saling
mengkualifikasi (Kaelan, 2010 :10-12).
Susunan hierarkhis dan berbentuk piramidal, intinya bahwa urut-urutan lima sila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan
pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya. Dalam susunan hierarkhis dan berbentuk
piramidal, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan
Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan yang Maha Esa
adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial,
demikian selanjutnya, sehingga tiap-

7
tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila yang lain. Kemudian susunan
Pancasila dalam hierarkhis pyramidal dapat dirumuskan dalam hubungannya saling
mengisi dan saling mengkualifikasi. Tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya,
dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Rumusannya sebagai berikut:
1) Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusywaratan/perwakilan, yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan,
yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Sila ketiga : Persatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan Yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, , yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan, yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusywaratan/perwakilan adalah kerakyatan berketuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Sila kelima : Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan.
Perumusan di atas urut-urutannya merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang
bulat. Jika urutannya tidak demikian yakni terpecah-pecah dan tidak ada ada sangkut
paut antara sila yang satu dengan yang lainnya,maka sesungguhnya tidak ada
Pancasila, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai asas kerokhanian bagi negara.

C. Permasalahan Bangsa Dewasa Ini


Salahsatu masalah terbesar bangsa ini adalah masalah identitas nasional atau
karakter bangsa. Dalam pertimbangan tentang perlunya kebijakan nasional
pembangunan karakter bangsa didasarkan adanya permasalahan yang sedang
dihadapi bangsa saat ini yaitu : (1) disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai

8
Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa. (2) Keterbatasan perangkat kebijakan
terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila. (3) Bergesernya nilai-nilai
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (4) Memudarnya kesadaran terhadap
nilai-nilai budaya bangsa. (5) Ancaman disintegrasi bangsa. (6) Melemahnya
kemandirian bangsa. Dengan kata lain seperti dikatakan Gumilar Rusliwa Somantri,
kita sedang tengah mengalami anomie atau “kekosongan” Grundnorm yang menjadi
rujukan berdirinya negara bangsa yang tunggal dan sumber dari berbagai tata aturan.
Anomie terjadi karena Pancasila yang sejak kemerdekaan menjadi norma dasar,
ikut terpuruk bersama jatuhnya rezim Orde Baru.
Masalah di atas, tampaknya merupakan persoalan lama yang belum
terpecahkan. Koentjaraningrat (1974) dalam Kebudayaan, Mentalitet dan
Pembangunan, menyatakan sedikitnya ada lima mentalitas negatif bangsa Indonesia:
(1) meremehkan mutu; (2) cenderung mencari jalan pintas (menerabas) (misalnya. :
main belakang, orang dalam, semua bisa diatur, satu meja satu amplop, urusan
diselesaikan dengan damai,pen.); (3) tidak percaya diri; (4) tidak berdisiplin
(misalnya.: jam karet, vonis dapat ditentukan di belakang meja, membuang sampah
sembarangan, lebih takut kepada polisi daripada kepada peraturan, terlambat dalam
mengerjakan banyak hal, tawuran, sidang pleno di DPR tak pernah lengkap,pen.); dan
(5) mengabaikan tanggung jawab (misalnya. : tidak amanah, khianat, korupsi massal,
penyalahgunaan kekuasaan,pen.). Sedangkan Muchtar Lubis (1986) menyatakan
bahwa ciri negatif manusia Indonesia: (1) hipokritis alias munafik; (2) segan dan
enggan bertanggung jawab; (3) berjiwa feodal; (4) masih percaya takhyul; (5) artistik;
(6) memiliki watak yang lemah; (7) bukan economic animal;
Belum terpecahkannya masalah karakter, menjadikan Indonesia belum
beranjak mencapai kemajuan yang mensejahterakan rakyat. Sebagai bangsa yang
pernah dijajah negara kapitalis – imperialis yang menindas dan menyengsarakan
justru Indonesia tidak mampu keluar dari sistem ekonomi kapitalis yang tidak
berkeadilan ini . Bangsa Indonesia dipaksa untuk memenuhi tiga syarat ekonomi guna
memperoleh pengakuan kedaulatan dalam forum KMB pada 1949. Ketiga syarat
ekonomi itu adalah: (1) bersedia menerima warisan utang Hindia Belanda sebesar 4,3
milliar gulden; (2) bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh IMF;
dan (3) bersedia mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang
beroperasi di Indonesia. (Revrisond Baswir.2009). Ekonomi Pancasila (Ekonomi

9
Kerakyatan) yang memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan keadilan sosial yang
secara tegas ditentukan pasal 33
UUD 1945, justru tidak dijalankan. Ini menunjukkan adanya krisis
kepercayaan diri, kemandirian dan nasionalisme yang sangat rendah. Kesalahan inilah
yang dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi
bangsa kuli dan kuli di
antara bangsa-bangsa.” Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekuatiran
Sukarno, “menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”. Otho H.
Hadi (2011) menyatakan Hubungan Indonesia dengan organisasi donor (IMF, CGI,
World Bank, ADB) dan negara-negara pemberi pinjaman (AS, Jepang, EU), sudah
mendekati hubungan antara “pengemis- pemberi sedekah.” Sikap dan perilaku
demikian ini sangat bertentangan dengan gagasan dasar berdirinya Indonesia yang
merdeka dan berdaulat. Sikap ketergantungan yang terus-menerus atas bantuan asing
(foreign assistance) sangat bertentangan dengan konsep awal “nation and character
building”. ISSP (International Social Survey Programme) yang berbasis di Norwegia
pada tahun 1995 (melibatkan 23 negara) dan 2003 (melibatkan 34 negara)
menunjukkan terdapat korelasi positif antara semangat kebangsaan dan tingkat
kemakmuran sebuah bangsa.
Sistem ekonomi kapitalis (neo-liberalisme) memberikan lahan yang subur bagi
berkembangnya pragmatisme, individualisme dan materialisme. Hal ini berdampak
pada berkembangnya sikap dan perilaku politik transaksional dan kartel. Sikap dan
perilaku politik yang demikian, politik dijadikan komoditas untuk memperoleh
keuntungan kekuasaan dan material yang sebesar-besarnya bagi diri dan
kelompoknya. Kemudian ketika ada penyimpangan yang dialakukan diantara mereka,
diatasi dengan cara saling menutupi.
Sesungguhnya kita dalam kondisi krisis ekonomi dan politik, karena berbagai
kebijakan publik yang ada belum memberikan tanda-tanda memprioritaskan untuk
mewujudkan kesejahteraan yang lebih merata. Misalnya, hal ini dapat digambarkan
hal-hal berikut:
1. Proses transisi mennggambarkan semakin terperosok perekonomian Indonesia
ke dalam penyelenggaraan agenda-agenda ekonomi neoliberal dalam beberapa
waktu belakangan ini. Bahkan, utang dalam dan luar negeri pemerintah yang pada
akhir pemerintahan Soeharto berjumlah US$54 milyar, belakangan membengkak
menjadi US$165 milyar. 230 Juta penduduk hanya menikmati 5% dari pendapatan

10
nasional bruto. Sedangkan 40 orang terkaya di Indonesia menguasai 60%
pendapatan nasional bruto (Kompas, 15 Desember 2010).
2. Yang paling menderita dari gejolak harga komoditas adalah penduduk miskin
karena bobot harga komoditas mencapai 74 % dalam perhitungan garis kemiskinan
(Faisal Basri, Harga Komoditas dan Inflasi, Kompas, 10 Januari 2011, p.15). Klaim
angka kemiskinan pemerintahan SBY 31 juta. Hendri Saparini, membuat
perhitungan demikian, jika digunakan penduduk yang layak menerima raskin
tahun 2010 jumlahnya 70 juta orang. Apabila digunakan yang berhak menerima
Jamkesmas jumlahnya 76, 4 juta orang. Sedangkan data Bank Dunia mendekati 100
juta orang (42%) (Hendri Saparini, Si Miskin Harus Bekerja, Kompas, 10 Jan 2011).
3. Angka kelahiran yang sangat tinggi, setiap tahun ada sekitar 4,5 juta bayi lahir. Ini
membutuhkan kerja keras bangsa ini menyediakan kebutuhan dasarnya (pangan,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan).

D. Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Relevansinya Dengan Masalah Bangsa


Ada kecenderungan Pancasila sebagai ideologi negara belum serius dimplementasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat digambarkan dari berbagai
pandangan berikut ini.
1. Adanya kecenderungan Pancasila dicampakan oleh elit negara
Yudi Latief (2011) “ Jangan Jadikan Pancasila Mitos”, menyatakan " Pancasila
sebagai pandangan hidup selama ini telah dicampakan oleh elit negara dan tidak lagi
menjadi dasar
dalam mengambil kebijakan. "Ada ketidak konsistenan, para elit selalu mengumbar
kata pancasila sementara kebijakannya tidak berdasarkan falsafah Pancasila,". Ia
mencontohkan kebijakan ekonomi yang seharusnya sesuai konstitusi dan Pancasila,
namun semakin lama justru semakin melenceng. "Pelaksanaan pasal 33 yang
seharusnya menjadikan sumber daya alam sebagai alat untuk mewujudkan keadilan
sosial, namun justru kini dikuasai asing,". Ia menengarai sekitar 75 kebijakan dan
undang-undang yang telah dikeluarkan pemerintah justru bertentangan dengan
konstitusi. Ia menambahkan, Pancasila sebagai falsafah bernegara, berbangsa
dan bermasyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. "Bahkan cocok
dengan nilai-nilai agama, karena memang digali dari kehidupan masyarakt Indonesia
yang beragama,"

11
2.Pejabat sudah “alergi”
Pancasila Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Syafii Maarif
(2011) menilai pejabat sekarang sudah "alergi" Pancasila, padahal mereka
seharusnya menjadi teladan tentang penghayatan dan pengamalan Pancasila yang
benar. "Buktinya, pejabat sekarang jarang bicara Pancasila, karena mereka ‟alergi‟.
Itu karena Pancasila memang pernah ada selama 20 tahun, namun Pancasila dijadikan
alat pembenar kekuasaan," katanya di Surabaya, Selasa. Di sela-sela Kongres III
Pancasila di Auditorium Garunda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga
(Unair) Surabaya, ia menyarankan pejabat sekarang untuk meniru Bung Hatta yang
melakukan internalisasi Pancasila. "Artinya, jangan seperti dulu, Pancasila jangan
berhenti pada kognitif, apalagi diperalat, sehingga Pancasila disalahgunakan dan
akhirnya dijauhi. Pancasila harus ada dalam diri kita, lalu amalkan dan beri contoh,
jangan justru memperalat Pancasila," katanya.
3. Munculnya ideologi „tandingan‟ Pancasila
Asvi Marwan Adam (2011) dalam “Mutlak, Hanya Satu Asas Pancasila”, menyatakan
munculnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang memiliki ideologi
berseberangan dengan Pancasila merupakan ancaman serius bagi keberadaan Negara
Indonesia. Ini harus menjadi perhatian pemerintah. Sudah menjadi harga mati dan
tidak dapat ditawar bahwa Pancasila merupakan asas tunggal yang berlaku di negara
ini.Tergerusnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam diri
masyarakat Indonesia pun semakin terlihat jelas. Termasuk, yang ditunjukkan oleh
para pejabat negara maupun elite politik negeri ini.Di satu sisi, dalam masa
keterbukaan sekarang, sangat memungkinkan masuknya pengaruh beragam
'ideologi baru'. Namun, nyatanya kondisi itu tidak diimbangi adanya landasan yang
kuat lewat penanaman nilai-nilai Pancasila, terutama dalam jiwa generasi muda. Ini
dapat diterapkan melalui pengajaran Pendidikan Pancasila dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara masih sangat mampu untuk mengatasi
masalah bangsa dewasa ini. Untuk itu perlu dilakukan antara lain:
1. Pengembangan politik kenegaraan untuk menjaga keutuhan dan keberlangsungan
bangsa.
Yudi Latif ( 2011) dalam “Menghidupkan Pancasila” menyatkan bahwa Indonesia
lebih merupakan state-nation ketimbang nation-state. Bangsa Indonesia dipersatukan
bukan karena kesamaan budaya, agama, dan etnisitas, melainkan karena adanya

12
negara persatuan, yang menampung cita-cita politik bersama, mengatasi segala paham
golongan dan perseorangan.
Jika negara merupakan faktor pemersatu bangsa, negara pula yang menjadi faktor
pemecah belah bangsa. Dengan demikian, lebih dari negara mana pun di muka
bumi ini, politik kenegaraan bagi Indonesia sangatlah vital untuk menjaga keutuhan
dan keberlangsungan bangsa.Arsitektur politik kenegaraan yang secara tepat guna
sanggup mempertautkan kemajemukan Indonesia sebagai nations-in-nation adalah
desain negara kekeluargaan.
Secara bertepatan, pendiri bangsa, dengan keragaman garis ideologisnya, memiliki
pertautan dalam idealisasi terhadap nilai kekeluargaan. Dengan demikian, semangat
gotong royong merupakan cetakan dasar (archetype) dan karakter ideal keindonesiaan.
Ia bukan saja dasar statis yang mempersatukan, melainkan juga dasar dinamis yang
menuntun ke arah mana bangsa ini harus berjalan. Dalam istilah Soekarno,
kekeluargaan adalah "meja statis" dan "leitstar dinamis" yang mempersatukan
dan memandukan. Karena kekeluargaan merupakan jantung keindonesiaan,
kehilangan semangat kekeluargaan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
Indonesia merupakan kehilangan segala-galanya. Kehilangan yang membuat biduk
kebangsaan limbung, terombang-ambing gelombang perubahan tanpa jangkar dan
arah tujuan. Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain
karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa kekeluargaan.
Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan bersitumbuh menikam jiwa
ketuhanan yang berkebudayaan. Lembaga-lembaga finansial dan korporasi
internasional dibiarkan mengintervensi perundang-undangan dengan mengorbankan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah yang menguat dalam pemilu
kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan. Anggota parlemen bergotong
royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangkan "dana aspirasi" seraya
mengabaikan aspirasi rakyat, melupakan kegotongroyongan berdasarkan hikmah
kebijaksanaan. Ekspansi neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi
melebar, menjegal keadilan sosial.
Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang, membawa
kembali rakyat pada periode prapolitik, ketika terkungkung dalam hukum besi sejarah
survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada jarak yang lebar antara voices dan
choices, antara apa yang diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan

13
yang diambil. Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan
kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan kolektif justru
menjadi instrumen bagi kepentingan privat. Demokrasi yang dikembangkan tanpa
mempertimbangkan sistem pencernaan kebudayaan dan karakter keindonesiaan
seperti biduk yang limbung. Dalam satu dekade terakhir, kita seakan-akan telah
mengalami begitu banyak perubahan. Namun perubahan yang terjadi tidak membawa
kita ke mana pun.
Ibarat pohon, sejarah perkembangan bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari tanah
dan akar kesejarahannya, ekosistem sosial-budaya, sistem pemaknaan, dan pandangan
dunianya tersendiri. Pancasila dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai dasar dan
tuntutan bernegara dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu, lewat usaha
penggalian, penyerapan, kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam
rangka menopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Dapat dikatakan bahwa
sebagian besar ketidakmampuan kita memecahkan masalah hari ini disebabkan
ketidakmampuan kita merawat warisan terbaik dari masa lalu. Adapun warisan
termahal para pendiri bangsa yang merosot pada saat ini adalah karakter. Karena itu,
marilah kita hidupkan kembali karakter Pancasila, sebagai jalan kemaslahatan dan
kemajuan Indonesia!
Dalam Konteks ini, Habibie (Mantan Presiden RI) dalam Peringatan Lahirnya
Pancasila
1 Juni 1945 (Kompas 3 Juni 2011) menyatakan “Tak kalah penting adalah peran
para penyelenggara negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen
serta konsisten menjabarkan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai
kebijakan yang dirumuskan
dan program yang dilaksanakan. Untuk sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, implementasinya yang dilakukan, antara lain, dengan
meningkatkan kesempatan kerja bagi rakyat atau mengupayakan kebijakan yang
berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pancasila itu bukan untuk disakralkan
2. Mengembangkan muatan Pancasila dalam sistem pendidikan
nasional Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim Saefuddin mendukung keinginan revisi
UU Sisdiknas, karena Mendiknas memang harus memberikan muatan nilai-nilai
Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Syafii Maarif (2011) tokoh yang
dikenal sebagai "Bapak Bangsa" mendukung revisi UU 20/2003 tentang Sisdiknas
karena hilangnya muatan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Karena UU

14
Sisdiknas memang harus mengenalkan Pancasila secara benar, tapi revisi UU
Sisdiknas itu harus diiringi dengan penyiapan sumberdaya manusia atau tenaga
pendidik yang Pancasilais dan patut diteladani"
3. Pembentukan badan khusus perumusan dan pembudayaan Pancasila
MPR , menurut Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim Saefuddin mengusulkan
kepada pemerintah membentuk badan atau komisi khusus yang tugasnya antara lain
merumuskan pengenalan Pancasila secara benar di dunia pendidikan, politik,
kemasyarakatan, dan seterusnya,". Badan atau komisi khusus itu nantinya
akan merumuskan cara-cara pembudayaan Pancasila yang bukan lagi indoktrinasi,
pemaksaan, atau tafsir tunggal, namun melalui cara-cara dialogis. "Misalnya, cara
teater untuk pengenalan Pancasila kepada pelajar sekolah menengah atau cara-cara
lain yang bukan seperti penataran P4 di masa lalu, sebab bangsa Indonesia yang
majemuk sangat membutuhkan Pancasila," . Badan atau komisi khusus itu ada
hingga ke tingkat desa atau kelurahan, karena pembudayaan Pancasila memang
harus sampai ke lapisan masyarakat di tingkat bawah. "Demokrasi yang sangat liberal
seperti yang kita alami sekarang harus dikembalikan kepada Pancasila yakni
demokrasi yang mengutamakan unsur musyawarah atau perwakilan dalam
permusyawaratan,".

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila juga sumber pedoman hidup masyarakat dan negara Republik Indonesia yang real.
Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai tujuan utama dalam
kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus
dimulai dari setiap kepribadian warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang
secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.

B. Saran
Sebagai warga negara indonesia kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada
dalam pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa dan bernegara
karena pancasila adalah pedoman hidup,jangan mudah terpengaruh oleh budaya asing yang
masuk ke negara kita. Kita harus menyeleksi dan tidak menerima begitu saja pengaruh yang
masuk kedalam negara kita karena tidak semuanya sesuai dengan kepribadian bangsa kita
yaitu PANCASILA.

16
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman Wahid.1991. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kaitannya Dengan
Kehidupan Beragama dan Berkepercayaan Terhadap Tuhan YME, dalam Alfian
& Oetojo Oesman, eds. 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Jakarta : BP-7 Pusat.

Asvi Marwan Adam .2011. “Mutlak, Hanya Satu Asas Pancasila”, Copy Right ©2000
Suara
Karya Online Powered by Hanoman-i - Sabtu, 11 Juni 2011

Gumilar Rusliwa Somantri,2006. Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia Modern,


dalam Restorasi Pancasila : Mendamaikan politik Identitas dan Modernitas, Prosiding
Simposium Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, Kampus FISIP UI, Depok 31 Mei 2006,
halaman 34. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025,
Pemerintah Republik
Indonesia, 2010, halaman v.

Kaelan.2010. PKn, Yogyakarta : Paradigma.

Maarif: Pejabat Sudah "Alergi" Pancasila , posted Jodhi Yudono | Rabu, 1 Juni 2011 |
03:34
WIB

Revrisond Baswir.2009, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Yogyakarta : Pusat Studi


Ekonomi
Kerakyatan UGM.

Soerjanto Poespowardojo.1991. Pancasila Sebagai Ideology Ditinjau Dari Segi Pandangan


Hisup Bersama, dalam Alfian & Oetojo Oesman, eds. 1991. Pancasila Sebagai
Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa
dan Bernegara, Jakarta : BP-7 Pusat.

Otho H. Hadi, MA ( Staf Direktorat Politik, Komunikasi, dan Informasi Bappenas). Nation
and Character Building Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan. Tulisan ini disusun dari
hasil diskusi reguler Direktorat Politik, Komunikasi, dan Informasi Bappenas-red.,
www.gogle.com/otto-2000910150958/ diunduh, 10 Januari 2011, halaman
2-3

Yudi Latif ( 2011) Menghidupkan Pancasila , http://www.gatra.com/artikel.php?


id=148905, Wednesday, June 08, 2011
Yudi Latief: Jangan Jadikan Pancasila
Mitos
Kamis, 9 Juni 2011 | 16:06 Copyright ©2011 Investor Daily, All Rights Reserved

17

Anda mungkin juga menyukai