Anda di halaman 1dari 164

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Derajat kesehatan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dari Pembangunan Kesehatan
Indonesia. Indikator yang menentukan derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian,
angka kesakitan, dan status gizi.
Indikator yang berkaitan dengan Angka kematian adalah :
1. Angka kematian bayi (AKB),
2. Angka kematian balita (AKABA),
3. Angka kematian ibu melahirkan (AKI), dan
4. Umur harapan hidup (UHH).
Indikator yang berkaitan dengan Angka kesakitan adalah :
1. Angka kesakitan malaria,
2. Angka kesembuhan penderita TBC Paru BTA (+),
3. Prevalensi HIV,
4. Angka Lumpuh Layuh Mendadak atau “Acute Flaccid Paralysis” (AFP) pada anak usia
< 15 tahun, dan
5. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue.
Sedangkan Status gizi ditentukan oleh :
1. Presentase balita gizi gizi buruk dan
2. Presentase kecamatan atau desa bebas rawan gizi.
Semua indikator di atas di “break down” ke dalam enam program pokok yang akan
dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya seperti Puskesmas Pembantu dan Pos
Kesehatan Desa. Program pokok Puskesmas itu adalah ;
1. Promosi Kesehatan
2. Gizi Masyarakat
3. Kesehatan Lingkungan
4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak menular
5. Kesehatan Keluarga
6. Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Disamping ke enam program pokok Puskesmas, beberapa Puskesmas juga bisa
mengembangkan program inovasi sesuai dengan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Setiap program dikerjakan dalam bentuk kegiatan. Setiap kegiatan
menimbulkan biaya. Program, kegiatan, dan biaya dituangkan ke dalam perencanaan
anggaran yang kita kenal dengan nama Dokumen Pelaksanaan dan Anggaran atau DPA.

1
Selanjutnya, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan kegiatan
sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Instrumen untuk monitoring dan evaluasi
adalah :
1. Pencapaian Program dimonitor dan dievaluasi dalam bentuk angka-angka, misalnya
angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan lain - lain.
2. Pelaksanaan Kegiatan dimonitor dan dievaluasi dalam bentuk out put kegiatan
(terlaksana atau tidak).
3. Pembiayaan yang dibelanjakan untuk melaksanakan kegiatan dimonitor dan
dievaluasi dalam bentuk pertanggungjawaban keuangan (SPT, SPPD, faktur,
kwitansi, rincian penerimaan, laporan kegiatan, laporan perjalanan dinas, dan lain –
lain).
Masalahnya, belum semua Puskesmas dan jaringannya seperti Puskesmas Pembantu
(pustu), Pondok Bersalin Desa (polindes) atau Pos Kesehatan Desa (pokesdes) mampu
memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar yang seharusnya. Banyak yang terjebak
hanya memberikan pelayanan kuratif, padahal pelayanan Puskesmas seharusnya didominasi
oleh kegiatan yang bersifat promotif dan preventif. Proses pelayanan kebanyakan dikerjakan
persis sama dengan tahun - tahun sebelumnya. Jadi, kalau pelaksanaan kegiatan sebelumnya
sudah salah, maka kesalahan itu akan tetap berlanjut.

B. POTRET FASILITAS KESEHATAN KITA DI BERBAGAI TINGKATAN


Petugas Kesehatan Desa sering berfikir bahwa dia ditugaskan ke desa untuk mengobati
orang yang sakit. Padahal penempatan petugas kesehatan desa terutama bidan desa tujuan
utamanya adalah menurunkan angka – angka yang masuk dalam indikator derajat kesehatan
masyarakat seperti indikator kamatian, indikator kesakitan, dan status gizi. Karena itu sering
kita temukan petugas kesehatan desa dengan perilaku buruk, misalnya :
1. Langsung merasa sangat sibuk setelah melihat format laporan yang akan dibuatnya.
2. Seringkali kerjanya lebih banyak duduk – duduk saja menunggu orang sakit datang.
3. Tidak pandai bicara di depan umum dan tidak mau pula berlatih.
4. Malas belajar lagi setelah bekerja, malas membaca, malas bertanya, malas
berdiskusi.
5. Seringkali kabur meninggalkan tempat tugasnya tanpa diketahui oleh perangkat desa.
6. Jarang mengadakan pertemuan dengan kelompok - kelompok masyarakat.
7. Bekerja seadanya, dan tak punya ambisi untuk berprestasi.
8. Tidak menguasai data-data penting yang menyangkut wilayah kerjanya.
9. Tidak punya data yang divisualisasikan atau ditempelkan.
10. Pencatatan tidak lengkap dan terkesan seadanya.

2
11. Dan seterusnya…
Petugas kesehatan desa sebenarnya adalah garda terdepan dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Sebagai ujung tombak, mereka
seharusnya :
1. Merancang perencanaan kegiatan kesehatan masyarakat desa bersama Kepala Desa
atau Kepala Dusun dengan melibatkan tokoh masyarakat lainnya.
2. Tampil di berbagai forum tingkat desa untuk menyampaikan edukasi sehat atau
memberikan penyuluhan.
3. Menetapkan target yang mesti dicapai setiap bulan.
4. Bersama kader merancang kegiatan yang sistematis dan komprehensif di posyandu.
5. Suka berkeliling desa dan mengunjungi rumah-rumah masyarakat memberikan
edukasi sehat.
6. Pro aktif menyampaikan ide kreatifnya waktu staf meeting di Puskesmas.
7. Selalu mampu menjaga semangat dan motivasi kerja.
8. Dan seterusnya…
Puskesmas yang seharusnya menjadi pembina kesehatan di wilayah kerjanya, sering
juga terjebak dalam birokrasi yang rigit. Puskesmas seperti ini biasanya ditandai dengan :
1. Jarang melakukan pertemuan staf (staf meeting).
2. Kalaupun melaksanakan staf meeting, tidak ada fokus bahasan.
3. Dalam setiap pertemuan, yang dibahas adalah masalah pencairan dana.
4. Jarang melakukan diskusi antar staf.
5. Jarang melakukan pembinaan terhadap petugas kesehatan desa, dan tak punya
daftar tilik dalam melakukan supervisi.
6. Terjadi friksi antar staf atau antar unsur pimpinan.
7. Terdapat kelompok-kelompok yang saling menjatuhkan dan saling menjelekkan.
8. Terjebak menghabiskan waktu untuk membuat laporan.
9. Mencairkan dana tanpa melaksanakan kegiatan.
10. Mengajarkan petugas kesehatan desa untuk melakukan kebohongan - kebohongan.
11. Memanipulasi data, seolah-olah pencapaian kegiatan sudah bagus.
12. Dan seterusnya…
Puskesmas seharusnya menjadi satu tim kerja yang solid, dimana sekelompok orang
melaksanakan sekumpulan pekerjaan. Antar pemegang program terjadi komunikasi yang baik,
sehingga pemahaman antar petugas bisa menyeluruh dan tidak terkotak – kotak. Dengan
demikian sikap - sikap egois dan tidak mau tahu bisa dieliminir. Puskesmas seharusnya juga
melakukan pembinaan yang baik kepada petugas di Puskesmas pembantu, Pondok bersalin
desa (polindes) atau Pos kesehatan desa (poskesdes), sehingga petugas kesehatan desa tidak

3
menjadi tumpuan semua kegiatan. Puskesmas yang baik ditandai dengan ciri – ciri sebagai
berikut :
1. Mendahulukan kejujuran dalam bertugas.
2. Unsur pimpinan dan seluruh staf kompak.
3. Fokus pada prioritas kegiatan promotif dan preventif.
4. Setiap staf punya motivasi yang tinggi untuk meningkatkan mutu layanan.
5. Melaksanakan staf meeting dengan fokus utama proses pelaksanaan kegiatan di
lapangan.
6. Setiap pelaksanaan staf meeting, ada topik utama yang dibahas, misalnya membahas
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Berbasis Keluarga.
7. Membimbing petugas kesehatan desa dengan menggunakan daftar tilik, agar bisa
memberikan pelayanan terbaik dan bermutu.
8. Melakukan diskusi tiap hari membahas pemecahan masalah.
9. Antar staf saling mengingatkan, saling dukung, dan saling memberi semangat.
10. Membangun iklim kerja yang positif.
11. Dan seterusnya…
Peran Dinas Kesehatan juga perlu disorot dalam hubungannya sebagai pembina
Puskesmas dan jejaringnya. Ada Dinas Kesehatan yang sudah mampu berperan sebagai
Pembina Puskesmas dengan mekanisme pembinaan yang sistematis dan terstruktur dengan
baik. Namun ada juga Dinas Kesehatan belum mampu berperan sebagai pembina yang baik.
Ciri – ciri Dinas Kesehatan yang kurang baik kira – kira seperti berikut ini :
1. Tidak fokus pada pelaksanaan kegiatan yang sudah direncanakan.
2. Menjadikan anggaran kegiatan sebagai jalan menambah penghasilan, dan
mengakalinya agar lebih banyak masuk ke kantong sendiri.
3. Lebih suka ngeboss daripada sebagai Pembina atau pendamping Puskesmas.
4. Mengajari Puskesmas memalsukan data.
5. Mengajari Puskesmas mengakal-akali SPJ.
6. Dalam rapat evaluasi lebih sering membicarakan uang daripada pelaksanaan
kegiatan program.
7. Menjadikan rapat dinas sebagai ajang indoktrinasi, bukan sebagai ajang diskusi.
8. Egoismes program terasa sasngat kental.
9. Dan seterusnya…
Seharusnya Dinas Kesehatan mampu menjadi Dinas kesehatan yang baik, dengan ciri –
ciri sebagai berikut :
1. Menjadikan Puskesmas sebagai Klien utama yang harus mereka layani.

4
2. Fokus pada proses Pelaksanaan kegiatan di Puskesmas, utamanya kegiatan promotif
dan preventif.
3. Melakukan pembinaan dan pendampingan pada Puskesmas dalam berproses.
4. Melindungi seluruh tenaga fungsional di Puskesmas agar mereka bekerja secara
profesional.
5. Menjadikan seluruh pegawai kesehatan sebagai satu keluarga besar yang saling
bahu membahu, saling membantu, saling mambangun kerjasama, saling melindungi,
dan menghindari hubungan atasan – bawahan.
6. Dan seterusnya…
Agar tercipta iklim kerja yang kondusif dan positif terutama di tingkat Puskesmas sebagai
fasilitas kesehatan tingkat pertama, diperlukan standarisasi. Pemahaman yang baik akan
standarisasi fasilitas kesehatan tingkat pertama diharapkan mampu menjadi dasar memberikan
pelayanan yang baik dan bermutu kepada masyarakat banyak.

5
C. MODUL PELATIHAN “STANDARISASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA”
Modul pelatihan yang dikembangkan ini bisa dipakai sebagai pedoman dalam
menyiapkan Puskesmas dalam menerapkan Standarisasi Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama. Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, dapat :
1. Menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan, agar mempunyai kemampuan membina dan
mendampingi Puskesmas dalam menerapkan Standarisasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama.
2. Menjadi acuan bagi Puskesmas dan jaringannya, agar mampu berproses mencapai
standar yang seharusnya.

D. METODE PEMBELAJARAN
Pelatihan “Standarisasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama” diharapkan dapat
melahirkan berbagai aspek keterampilan dan pengetahuan dalam memenuhi standar
pelayanan di fasilitas layanan primer. Untuk mencapai tujuan tersebut metode yang paling
cocok adalah menggunakan prinsip pendidikan Malcolm S. Knowles (1913 – 1997)
pernah menjadi direktur eksekutif
andragogi atau pendidikan orang dewasa. Menurut
Adult Education Association of the
Malcolm Knowles (1980), empat faktor penting mengenai United States of America. Knowles
pendidikan orang dewasa adalah : mengadaptasi teori Andragogy dalam
proses pembelajaran dan terkenal
A. Penghargaan (respect): terkait dengan
karena pengaruhnya dalam
suasana yang ditumbuhkan (dalam proses perkembangan Humanist Learning
pembelajaran) Theory.

B. Segera (immediacy): sesuatu yang dapat langsung digunakan/diterapkan


C. Relevansi (relevance) : menarik motivasi dan berkaitan langsung dengan minat dan
kepentingan
D. Orang dewasa mengingat 20% dari apa yang mereka dengar, 40% dari apa yang
mereka dengar dan lihat; dan 80% dari apa yang mereka lakukan.
Dalam proses pembelajaran orang dewasa, proses belajar harus melibatkan 3 aspek
diantaranya: COGNITIVE AFFECTIVE
1. Pengetahuan (kognitif). (knowledge) (Feelling)

2. Affective (sikap).
PSYCHO
3. Psychomotorik (keterampilan/skill).
MOTOR
(action)

Ketiga Aspek ini saling berhubungan satu sama lain. Proses belajar
yang efektif bagi orang dewasa harus melibatkan ketiga aspek ini secara bersamaan. Proses
belajar tidak akan berjalan dengan baik jika hanya melibatkan satu atau dua aspek saja,
misalnya aspek pengetahuan dan sikap saja sedangkan peserta tidak pernah melakukan atau

6
mempraktekkan hal yang dipelajari. Jika hanya aspek pengetahuan dan keterampilan tanpa
dibangun dengan sikap, maka proses belajar juga akan menjadi sia-sia.

E. PESERTA
Peserta terdiri dari dokter Puskesmas, tenaga kesehatan yang yang bertanggung jawab
terhadap 6 Program Pokok Puskesmas yang berasal dari Staf Dinas Kesehatran, dari
Puskesmas, dan tenaga kesehatan desa.

7
BAB II
MODUL DAN BAHAN AJAR

A. MEMBANGUN VISI BERSAMA (SHARED VISION)

Pokok bahasan MEMBANGUN VISI BERSAMA (SHARED VISION)

Metode Permainan bermakna

Tujuan Peserta memahami tentang Membangun Visi Bersama (Shared


Vision)

Waktu 240 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Tali
- Tutup mata
- Batu
- Palu 2 ukuran
- Sandal
- Tempat gantungan

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Membangun
Visi Bersama (Shared Vision)
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam 3 kelompok dan
memimpin permainan tali, permainan memecah batu, dan
permainan orang buta
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan permainan sesuai
topik masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mendiskusikan makna dari
permainan yang barusan dilaksanakan
6. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
7. Fasilitator menampilkan slide tentang Shared vision
8. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

8
Bahan Bacaan

MEMBANGUN VISI BERSAMA (SHARED VISION)

Visi bersama adalah “Sebagai gambaran menantang tentang masa depan yang
diinginkan oleh suatu komunitas”. Penetapan visi dipandang penting, dan diperlukan upaya
agar kehadirannya dirasakan dapat menjadi milik bersama oleh segenap individu yang
bernaung dibawahnya. Untuk membangun pemahaman kita tentang visi bersama, mari kita
simak illustrasi berikut ini.
Adalah sebuah hamparan pulau kecil yang dikelilingi laut luas sehingga tidak terlihat
daratan lain yang dapat dijadikan titik pandang untuk memberikan harapan bagi komunitas
yang ada di pulau itu. Di sini berdiamlah sekumpulan manusia secara turun temurun dengan
pemimpin yang berkelanjutan secara turun temurun pula. Kehidupan mereka sangat
bergantung pada hasil hutan, hasil laut, dan hewan buruan yang ada di pulau itu. Keadaan ini
telah berlangsung bertahun-tahun lamanya.
Suatu ketika datanglah gempa yang amat dahsyat, diiringi tsunami berkecepaan 800
km per jam menerpa kenyamanan hidup mereka. Ombak menggulung ke daratan, pondok
tempat kediaman mereka porak poranda, jerit tangis dimana-mana. Dalam seketika puluhan
mayat bergelimpangan dan ratusan orang menderita luka – luka serius. Pemimpin mereka pun
meneriakkan perintah agar penghuni pulau melakukan penyelamatan ke tempat yang lebih
tinggi.
Beberapa hari kemudian bencanapun reda. Mereka lapar, dahaga, lemah, sakit, bahkan
masih banyak yang tidak tertolong lagi jiwanya. Pemimpin mereka duduk termenung dengan
pandangan hampa tanpa dapat berfikir dan bertindak untuk mengatasi keadaan yang sedang
dirasakan.
Dari penghuni pulau yang tersisa, tampillah beberapa pemuda menghadap pemimpin
dengan penuh harapan, agar kiranya ada pemikiran ke arah penyelamatan terhadap penghuni
pulau tatkala bencana serupa kembali tiba. Sudah barang tentu para pemuda merasakan
bagaimana jika bencana ini menimpa mereka di saat pemimpin tempat mereka
menggantungkan harapan telah tiada.
Merekapun bertanya kepada pemimpinnya “Bapak Pemimpin yang kami muliakan, apa
yang mesti kita perbuat agar kita yang tinggal di pulau terpencil ini bisa hidup berkecukupan
makan minum tanpa khawatir menjadi korban bencana seperti kemarin.”. Dengan terbata-bata
pemimpin itu berkata, “ Kalau benar seperti apa yang kalian katakan maka pikirkanlah oleh
kalian upaya apa yang mesti kita lakukan agar pulau ini dan laut yang mengelilinginya dapat
menjamin kehidupan anak cucu kita seterusnya”.

9
Yang paling ditangkap oleh para pemuda itu adalah pernyataan “agar pulau ini dan laut
yang mengelilinginya dapat menjamin kehidupan anak cucu kita seterusnya”. Pernyataan itu
telah menginspirasi mereka untuk berbuat sesuatu yang nyata, memberikan dorongan yang
kuat untuk berbuat sesuatu, dan sudah pasti akan melibatkan banyak orang.
Mereka mulai menyampaikan hal tersebut ke orang – orang yang sengaja mereka
temui, meminta pendapat mereka, dan mengumpulkan ide – ide yang bermunculan. Dengan
berjalannya waktu, terjadi diskusi di mana – mana di dalam komunitas tersebut. Ide – ide kreatif
yang sebelumnya tidak terpikirkan mulai bermunculan. Kadang satu ide memerlukan pengujian
dalam bentuk simulasi. Tak lupa para pemuda ini meminta pendapat dari orang – orang tua
untuk menggali pengalaman mereka yang terbukti bisa survive hidup di pulau itu sampai
berumur setua itu. Suasana kebersamaan semakin terasa, dan hubungan emosional antar
penghuni pulau makin kuat.
Cerita di atas menggambarkan suatu kejadian di mana pernyataan pemimpin itu
mengandung suatu visi yang lahir disaat mereka tertimpa masalah yang mesti dicarikan jalan
keluarnya, guna menjamin kehidupan hari esok mereka. Betapa pernyataan visi itu begitu
penting bagi mereka kendati dirasakan relatif sederhana. Namun pernyataan visi yang
sederhana itu ternyata sudah mampu mengerakkan seluruh penghuni pulau. Pernyataan visi
yang terlontar dari sang Pemimpin, dengan ditunjang oleh siatuasi pada saat itu telah menjadi
visi semua orang, visi bersama.
Visi memberikan gambaran tentang masa depan yang coba diciptakan, yang diuraikan
dalam tata bahasa bentuk masa kini (present tense), seakan-akan itu sedang terjadi sekarang.
Suatu pernyataan yang menunjukkan kemana komunitas itu ingin pergi, dan menjadi seperti
apakah ketika mereka sampai di sana. Banyak para pakar memberi pemahaman bahwa
semakin kaya suatu visi dengan detail dan visual maka visi yang dibangun tersebut akan
semakin kuat.
Pada satu komunitas dalam lingkup yang relatif kecil, pernyataan visi akan lebih mudah
terwujudkan oleh karena kebutuhan serta persoalan yang dihadapi masing-masing individu
relatif sama. Pesamaan ini adalah kekuatan yang realistis bagi komunitas itu, di mana
persamaan dapat membangkitkan karakteristik positif lainnya untuk mendorong agar lahir
suatu pernyataan dari mereka dengan harapan persoalan yang dihadapi bersama dapat
teratasi. Dengan demikian, harapan atau cita-cita yang ingin dicapai oleh masing-masing
individu dalam kelompok itu lebih realistis, serta visi bersama terbangun dengan sendirinya
tanpa mengalami hambatan yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa, jika dalam satu
komunitas mengalami masalah yang sama serta menyadari bahwa persoalan itu adalah
persoalan bersama, maka visi bersama akan terbangun dengan sendirinya.
Beberapa hal yang membuat visi bersama itu terbangun dengan mudah antara lain:

10
1. Setiap individu atau kelompok mempunyai masalah bersama yang mengharuskan mereka
menyelesaikan secara bersama pula.
2. Sistem yang terbatas dalam suatu komunitas, tidak melibatkan sistem yang terlalu luas
sehingga hambatan mudah diperhitungkan.
3. Komitmen bersama yang kuat dalam mewujudkan visi. Oleh karena keinginan menyaksikan
keberhasilan pencapaian visi begitu besar, maka akan tercipta usaha yang maksimal dari
setiap individu dalam komunitas.
4. Budaya yang homogen dalam suatu komunitas akan membentuk cara pandang yang sama
dalam komunitas itu.
5. Hubungan emosional yang kental dari masing-masing individu terhadap sesamanya akan
menciptakan sikap saling menghargai antara sesamanya pula.
6. Potensi sumber daya alam yang sama dalam lingkungan komunitas akan menciptakan
akivitas kehidupan yang sama pula.
7. Dan lain sebagainya.
Masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjadikan visi bersama mudah terbangun, yang
dapat diindentifikasi di lapangan, mengingat beragamnya karakteristik yang dimiliki oleh tiap-
tiap komunitas.
Dilihat dari latar belakang terbangunnya suatu visi bersama, dapatlah dirasakan bahwa
ada visi yang dibangun dengan mudah hanya berdasarkan hubungan emosional yang kental
atau hanya dengan satu budaya yang homogen, kendatipun disadari atau tidak komunitas itu
relatif akan mengalami kesulitan dalam mencapai visi tersebut disebabkan sulitnya
pengidentifikasian faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal. Jika pengamatan di lapangan
dilakukan, dengan melihat penyebab lahirnya suatu visi dari beberapa komunitas maka
bolehlah dinyatakan bahwa tingkatan visi dapat digolongkan minimal ke dalam tiga kelas
yaitu, “political vision”, “intelectual vision” dan “emotional vision”.
1. Political vision, yaitu visi yang dibangun secara terpaksa atau dipaksakan oleh
subkelompok atau individu yang dominan dalam suatu komunitas sehingga visi yang
terbangun tidak mencerminkan aspirasi dari keseluruhan komunitas. Visi ini biasanya tidak
memiliki citra “sence of belonging” dari sebahagian besar individu sehingga dalam proses
pencapaian kondisi ideal yang terkandung dalam pernyataan visi tersebut sulit diwujudkan
oleh karena tidak mendapat dukungan dari subsistem yang bekerja pada kelompok atau
komunitas itu. Dengan demikian visi tersebut kehilangan makna dan menjadi semu
bahkan tidak memiliki kharisma yang patut dibanggakan oleh individu maupun sub-sub
kelompok di dalamnya.
2. Intelectual vision, merupakan suatu visi yang dibangun berdasarkan pencermatan
lingkungan yang akurat atau dengan kata lain berdasarkan perhitungan-perhitungan

11
untung rugi terhadap keadaan yang ingin dicapai maupun proses pencapaiannya. Dalam
membangun visi ini diperlukan keterampilan yang memadai dari bagian-bagian kelompok
untuk memunculkan potensi kelompok, serta membaca kekuatan-kekuatan dari sistem
dan subsistem yang bekerja maupun sumber daya yang mendukung sistem selama ini.
Dunia usaha lebih cenderung membangun visi seperti ini mengingat gambaran hari esok
yang ingin diraih ditentukan oleh langkah-langkah yang ditempuh hari ini. Biasanya visi ini
terbangun melalui suatu proses yang relatif lama karena tidak dengan serta merta diterima
oleh sistem atau subsistem yang ada. Visi ini mengharuskan agar semua variabel yang
mendukungnya dapat terukur dan lebih eksak guna mempermudah langkah perhitungan
dan penginteraksian antar potensi.
3. Emotional vision, dapat digambarkan berupa visi yang terbangun dengan kekuatan
emosional yang telah sangat mengakar baik dalam kehidupan individu maupun dalam
sistem atau subsistem yang berjalan selama ini. Ianya telah menjadi cita-cita yang agung
dari kelompok atau komunitas. Pembentukan visi ini bisa disebabkan oleh keadaan yang
sama yang terjadi dalam suatu komunitas dapat pula disebabkan oleh pemahaman yang
telah begitu kuat terhadap kondisi yang diinginkan. Visi ini dapat memberi imej kepada
komunitas karena memiliki kharisma sehingga seringkali visi ini menjadi simbol untuk
menyatukan berbagai kepentingan dalam suatu komunitas. Jika dalam proses
pembentukannya didasari oleh pencermatan yang akurat mungkin visi ini akan lebih
mampu untuk meraih cita-cita.
Nah, bagaimana dengan kita? Apakah sudah terbangun visi bersama dalam komunitas
kita sebagai keluarga besar kesehatan, mulai dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, sampai ke
tingkat Desa? Apa yang akan anda lakukan setelah mendapat materi sederhana ini?

12
B. STANDARISASI PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan Promosi


Kesehatan

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Promosi Kesehatan
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Promosi Kesehatan
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN

A. PENDAHULUAN
Didalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dijelaskan bahwa Promosi Kesehatan
merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui proses pembelajaran
dari, oleh dan untuk masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
dan didukung dengan kebijakan public yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri
artinya masyarakat mampu berprilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan
kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya serta mampu pula berprilaku
mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur datang.
13
Banyak masalah kesehatan yang ada di Indonesia termasuk timbulnya berbagai
Kejadian Luar Biasa ( KLB ) yang dipengaruhi oleh prilaku masyarakat seperti KLB diare
penyebab utamanya adalah rendahnya prilaku masyarakat untuk cuci tangan pakai sabun,
minum air yang tidak dimasak, serta buang air yang tidak dijamban. KLB Penyakit Demam
Berdarah karena prilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap upaya pemberantasan
sarang nyamuk dan kesehatan lingkungan, tingginya penyakit saluran pernafasan, TBC serta
berbagai penyakit menular lainnya juga karena perilaku masyarakat terhadap kebersihan
rumah masih rendah.
Demikian pula, perilaku masyarakat terhadap perawatan kehamilan,persalinan dan
nifas serta persalinan yang tidak ditolong oleh petugas kesehatan menjadi penyebab tingginya
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Selain itumasih banyak lagi prilaku masyarakat yang
menyebabkan terjadinya KLB Polio, KLB Flu Burung, meningkatnya jumlah penderita iInfeksi
Menular Seksual/HIV/AIDS.
Disamping perilaku masyarakat yang menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
menular, juga masih banyak lagi prilaku masyarakat Indonesia yang menyebabkan
meningkatnya jumnlah penderita penyakit degenerative atau penyakit tidak menular misalnya
penyakit jantung, kanker, Diabetes mellitus, paru-paru dll. Hal ini disebabkan oleh prilaku
masyarakat yang tidak menerapkan pola hidup sehat meliputi yaitu tidak merokok, makan
dengan menu seimbang, tinggi serat rendah lemak, serta melakukan aktivitas sehari-hari.
Di dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional adalah Masyarakat yang
mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana masyarakat Indonesia menyadari, mau
dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi
sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan baik yang disebabkan karena penyakit
termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun lingkungan dan prilaku yang tidak
mendukung untuk hidup sehat. Untuk mencapai misi tersebut tidaklah mungkin dengan upaya
pemerintah saja , melainkan harus dilakukan dengan dan bersama pihak swasta.

B. JENIS – JENIS PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN


1. Promosi Kesehatan Di Rumah Tangga
Adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan
mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan di masyarakat. Pada dasarnya prilaku hidup bersih dan sehat yang harus
dipraktekkan oleh setiap rumah tangga dalam upaya memelihara serta meningkatkan status
kesehatannya adalah banyak sekali, Namun ada beberapa indikator yang dipakai sebagai

14
ukuran untuk menilai PHBS di Rumah Tangga dengan 30 prilaku kunci memelihara kesehatan
di rumah sebagai berikut :
1. Bagi ibu hamil, memeriksa kehamilan ke bidan sekurang-kurangnya 4 kali selama hamil,
minum tablet tambah darah (Fe) secara teratur, immunisasi TT, meminta konsultasi gizi,
dan merencanakan pesalinan dengan tenaga kesehatan di puskesmas, pustu, polindes,
atau rumah bersalin.
2. Bagi ibu nifas meminta kapsul vitamin A dosis tinggi 1 kapsul setelah melahirkan dan 1
kapsul lagi 24 jam berikutnya, dan mengkonsumsi tablet Fe 1 tablet sehari selama 30 hari.
3. Bayi diberi ASI eksklusif (hanya ASI saja) sampai berumur 6 bulan dan meneruskan
pemberian ASI bersama makanan pendamping ASI sampai anak berumur 2 tahun.
4. Membawa bayi dan balita ke posyandu untuk memantau tumbuh kembang dengan
menimbang berat badan, dan meminta semua jenis immunisasi sesuai jadwal.
5. Meminta vitamin A dosis tinggi dan obat cacing sekali 6 bulan ke petugas puskesmas setiap
bulan Februari dan Agustus bagi yang mempunyai anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
6. Bagi anak sekolah membiasakan diri sarapan pagi sebelum ke sekolah.
7. Seluruh anggota keluarga membiasakan menggosok gigi setiap sesudah makan dan
memeriksakan gigi 6 bulan sekali ke Puskesmas
8. Bila ada anggota keluarga yang batuk berdahak 3 minggu atau lebih, segera melapor ke
petugas kesehatan (ke bidan desa atau ke Puskesmas), dan membiasakan diri membuang
dahak di tempat tertutup.
9. Bila ada anggota keluarga yang digigit binatang bertaring, segera mencuci bekas luka
dengan sabun selama 15 menit dan segera melaporkan ke petugas kesehatan.
10. Bagi anggota keluarga yang sudah lansia, aktif di posyandu lansia.
11. Seluruh anggota keluarga membiasakan diri membaca 1 jam sehari dan berolah raga paling
kurang 30 menit sehari.
12. Bila ada anggota keluarga yang mengalami perubahan tingkah laku atau dicurigai
mengalami kelainan jiwa, segera melapor ke petugas kesehatan
13. Tidak sembarangan meminum obat, dan membiasakan mengkonsultasikan ke petugas
kesehatan sebelum mengkonsumsi obat-obatan.
14. Membiasakan diri membaca label produk makanan kaleng sebelum dikonsumsi.
15. Membiasakan mencuci tangan dengan sabun pakai air mengalir sebelum dan sesudah
melakukan suatu pekerjaan.
16. Membiasakan meminum air yang sudah dimasak minimal 10 gelas sehari.
17. Menyediakan jamban yang memenuhi syarat di setiap rumah.

15
18. Membersihkan saluran air dan membiasakan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
dengan gerakan 3 M plus (menutup atau menguras bak mandi, mengubur atau
menelungkupkan kaleng bekas, memakai kelambu, memakai obat nyamuk).
19. Memanfaatkan pekarangan rumah dengan tanaman kebutuhan sehari-hari atau tanaman
dapur dan tanaman obat, serta pohon pelindung.
20. Mengatur jarak antara rumah dan sumber air minum dengan kandang binatang peliharaan
sehingga tidak menimbulkan bau tak sedap dan tidak mencemari air.
21. Mengatur jendela rumah sehingga aliran udara lancar dan cukup menerima sinar matahari.
22. Mengkonsumsi beraneka ragam makanan setiap hari yang terdiri dari sayuran, buah,
sumber karbohidrat, sumber protein nabati dan hewani, serta lemak.
23. Memakai garam beryodium untuk memasak.
24. Menyediakan kotak P3K di rumah.
25. Menggunakan pelayanan puskesmas bukan hanya kalau menderita sakit, tetapi yang paling
penting adalah untuk mendapatkan bermacam-macam informasi supaya kesehatan
terpelihara.
26. Tidak merokok di dalam rumah.
27. Bagi yang punya anak remaja, aktif dalam kegiatan “Program Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR)” di sekolah masing-masing.
28. Bagi remaja putri, meminum tablet Fe pada saat menstruasi sampai 7 hari setelah
menstruasi.
29. Bila ada anggota keluarga yang akan menikah, meminta konseling pra nikah ke
Puskesmas, termasuk meminta informasi tentang Keluarga Berencana (KB).
30. Seluruh anggota keluarga ikut dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Promosi Kesehatan Di Sekolah


Promosi kesehatan di sekolah merupakan upaya memperdayakan siswa, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS dan
berperan aktif dalam mewujutkan sekolah sehat. Upaya mewujutkan PHBS di sekolah
mempunyai manfaat yang besar dalam meningkatkan status kesehatan siswa yaitu
Terwujutnya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan
sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit. ,meningkatnya semangat
proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa,mampu menarik minat
orang tua , mengangkat citra pemerintah daerah di bidang pendidikan.
Ada beberapa indikator yang dipakai untuk menilai PHBS di Sekolah :
1. Selalu sarapan pagi sebelum ke sekolah
2. Mencuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun.

16
3. Mengkonsumsi jajanan sehat di Kantin sehat sekolah.
4. Menggunakan Jamban yang bersih dan sehat.
5. Olahraga yang teratur dan terukur.
6. Memberantas jentik nyamuk.
7. Tidak merokok di sekolah.
8. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
9. Membuang sampah pada tempatnya.
Metode Promosi Kesehatan individu di sekolah dapat dilakukan dengan teknik
komunikasi langsung (dialog) dengan komunikasi interpersonal dan konseling. Kegiatan ini
adalah bentuk interaksi antar manusia yang paling dasar. Dibanding metode lain , komunikasi
interpersonal adalah yang paling efektif walaupun membutuhkan waktu dan biaya.
Metode lain yang dapat dipakai adalah promosi kesehatan kelonpok pada dua sasaran
yaitu sasaran kelompok kecil ( sekitar 10-15orang ) dan sasaran kelompok besar ( 15 -40 orang
). Pada kelompok kecil kegiatan dapat dilakukan dengan diskusi kelompok, curah pendapat,
bermain peran, atau tekhnik lain yang sesuai.. Sedangkan untuk Kelompok besar dapat
dilakukan dengan metode ceramah atau seminar.

3. Promosi Kesehatan Di Institusi Kesehatan


Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau swasta
atau perorangan yang digunakan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti Rumah
sakit, Puskesmas, dan klinik swasta. Promosi kesehatan di institusi kesehatan merupakan
upaya untuk memberdayakan pasien , masyarakat pengunjung dan petugas agar tau, mau dan
mampu untuk mempraktekkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujutkan Institusi
Kesehatan yang sehat dan mencegah penularan penyakit di Institusi Kesehatan.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Institusi
Kesehatan yaitu
1. Menggunakan Air bersih
2. Menjaga kebersihan ruangan
3. Membuang sampah pada tempatnya
4. Menggunakan Jamban dengan baik
5. Tidak merokok di Institusi Kesehatan
6. Tidak meludah sembarangan
7. Memberantas jentik nyamuk.
Dalam pelaksanaannya , upaya ini umumnya berbentuk pelayanan konseling. Bagi klien
rawat jalan dapat dibuka klinik konseling baik untuk mereka yang menderita suatu penyakit
maupun untuk mereka yang sehat . Bagi klien yang sehat dapat pula dibuka kelompok

17
kelompok diskusi, senam, paduan suara dan lain-lain.Sedangkan untuk klien rawat inap dapat
dilakukan beberapa kegiatan seperti misalnya konseling tempat tidur, konseling kelompok dan
biblioterapi ( bacaan untuk pasien ).
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang
mengantarkannya ke Puskesmas. Mereka ini tidak dalam keadaan sakit sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di
poliklinik. Oleh karena itu di poliklinik khususnya ruang tunggu, perlu dipasang media seperti
poster, selebaran ( leflet) yang berisi informasi tentang berbagai penyakit dan pencegahannya.
Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai penyakit yang diderita pasien
diharapkan dapat membantu puskesmas memberikan informasi kepada pasien. Pemasangan
poster dan media komunikasi lainnya mendorong pasien untuk berprilaku sesuai yang
dikehendaki agar penyakit atau masalah kesehatan yang dideritanya dapat segera diatasi.
Dengan Pemberdayaan diharapkan perilaku berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu untuk melaksanakan prilaku yang
dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya. Tantangan pertama dalam
pemberdayaan adalah pada saat awal yaitu pada saat meyakinkan seseorang bahwa suatu
masalah kesehatan yang sudah dihadapi atau yang potensial adalah masalah bagi yang
bersangkutan. Sebelum masalah kesehatann itu benar-benar masalah bagi dirinya , maka dia
tidak akan peduli dengan apapun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya datang pada saat
proses sudah sampai kepada mengubah klien dari mau ke mampu.
Pemberdayaan masyarakat untuk kelompok masyarakat di wilayah Puskesmas dapat
berwujud sebagai berikut :
1. Upaya kesehatan ibu dan anak Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita.
2. Upaya Pengobatan ; Pos Obat Desa, Pos kesehatan Desa
3. Upaya perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Kadarzi ( Keluarga Sadar
Gizi ).
4. Upaya Kesehatan Sekolah : dokcil, Penyertaan Guru dan orang tua/wali murid,
Saka bakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren.
5. Upaya Kesehatan Lingkungan : Pokmair, Desa Percontohan Kesling.

4. Promosi Kesehatan Di Tempat –Tempat Umum


Promosi Kesehatan di tempat-tempat umum merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tau, mau dan mampu untuk
mempraktekkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujutkan tempat-tempat umum yang sehat.
Manfaat yang didapat antara lain lingkungan tempat-tempat umum menjadi lebih bersih, indah,
dan sehat sehingga mengangkat citra tempat umum tersebut., pendapatan bagi tempat-tempat

18
umum sebagai akibat dari meningkatnya kunjungan pengguna tempat-tempat umum,
mengangkat kinerja dan citra yang baik bagi pemerintah daerah.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PBHS di Tempat-
tempat umum yaitu :
1. Menggunakan air bersih.
2. Menggunakan Jamban
3. Membuang sampah pada tempatnya.
4. Tidak merokok di tempat umum
5. Tidak meludah sembarangan.
6. Memberantas jentik nyamuk.,

5. Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja


Promosi Kesehatan ditempat kerja merupakan upaya untuk memberdayakan para
pekerja agar tau, mau dan mampu mempraktekkan PHBS serta berperan aktif dalam
mewujutkan tempat Kerja Sehat. Manfaat melakukan upaya mewujudkan PHBS di tempat kerja
bagi pekerja adalah setiap pekerja meningkat status kesehatannya dan tidak mudah sakit.
Dengan demikian diharapkan produktivitasnya akan meningkat yang berdampak pada
peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga. Pengeluaran biaya rumah tangga
hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup, bukan lagi untuk biaya pengobatan. Hal ini akan
berdampak positif terhadap meningkatnya citra tempat kerja. Ada beberapa indikator yang
dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di tempat kerja yaitu :
1. Tidak merokok di tempat kerja.
2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja
3. Melakukan olahraga/aktivitas fisik secara teratur.
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang
air besar atau buang air kecil.
5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6. Menggunakan air bersih.
7. Menggunakan jamban saat bauang air kecil dan buang air besar.
8. Membuang sampah pada tempatnya.
9. Menggunakan alat pelindung diri ( APD ) sesuai jenis pekerjaannya

C. BENTUK PELAYANAN
Kegiatan Promosi Kesehatan lebih diutamakan kepada Pemberdayaan masyarakat
adalah kegiatan upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan, kemauan dan
kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit,

19
meningkatkankesehatannya, menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.

a. Pemberdayaan Individu
Dilakukan oleh setiap petugas kesehatan terhadap individu-individu yang datang
memanfaatkan pelayanan puskesmas. Disamping itu individu yang menjadi sasaran kunjungan
misalnya seperti 30 prilaku kunci yang tersebut diatas.
Tujuannya memperkenalkan prilaku baru kepada bindividu yang mungkin mengubah prilaku
yang selama ini dipraktikkan oleh individu .
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari dialog, demonstrasi,
konseling, dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa
pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau media lain yang
mudah dibawa untuk kunjungan rumah.

b. Pemberdayaan keluarga
Dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan rumah terhadap
keluarga yaitu keluarga dari individu pengunjung Puskesmas atau keluarga-keluarga yang
berada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan dari Pemberdayaan keluarga ini juga untuk
memperkenalkan prilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan
oleh keluarga tersebut.
Perilaku baru misalnya prilaku buang air ke jamban, konsumsi garam beryodium,
memelihara TOGA, menguras bak mandi, menutup persediaan air, mengubur benda-benda
buangan yang menampung air, konsumsi makanan berserat ( buah dan Sayur )
Pemberian informasi tentang prilaku yang diperkenalkan seperti tersebut diatas perlu
dilakukan secara sistematis agar anggota-anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas
Puskesmas dapat menerima dari tahap tahu menjadi maudan mampu melaksanakan .
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk Pemberdayaan keluarga dapat
berupa pilihan atau kombinasi antara lain dari dialog, demonstrasi, konseling, dan bimbingan.
Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
lembar balik, leaflet, gambar/foto ( poster ) atau media lain yang mudah dibawa untuk
kunjungan rumah.

c. Pemberdayaan Masyarakat
Dilakukan oleh Petugas Puskesmas yang merupakan penggerakan atau
pengorganisasian masyarakat, kegiatan ini diawali dengan membantu kelompok masyarakat
yang mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah tersebut

20
menjadi masalah bersama, kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan
secara bersama.
Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh Puskesmasberwujud UKBM seperti
Posyandu, POD, Panti Pemulihan Gizi, Kadarzi, Dokcil, SBH, Poskestren dll.
Disamping itu Puskesmas juga berfungsi sebagai Pusat penggerak Pembangunan
berwawasan kesehatan yaitu :
1. Menggerakkan Lintas Sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan Pembangunan yang berwawasan kesehatan.
2. Memantau dan melaporkan secaqra aktif dampak kesehatan dan penyelenggaraan
setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
3. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong LS/LSM/Dunia swasta untuk membantu
pelayanan promosi kesehatan melalui bantuan dana, sarana, metode yang dimilikinya dan
diutamakan pada sasaran yang tepat.
Manfaat melakukan promosi kesehatan di rumah tangga adalah anggota keluarga
meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, produktifitas keluarga meningkat serta
pengeluaran biaya akibat gangguan kesehatan dapat dialokasikan untukpemenuhan gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan.
Selain itu masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat, mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan, memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, mempu
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat seperti posyandu, tabulin dll.
Manfaat bagi Pemerintah juga sangat besar yaitu peningkatan kinerja dan citra
pemerintah, alokasi biaya penanganan masalah kesehatan dapat dialihkan untuk
pengembangan lingkungan sehat serta penyediaan sarana kesehatan yang merata dan
bermutu.

D. FASILITAS PENDUDUKUNG PELAYANAN

1. Dinas Kesehatan
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1 Mobil unit Promosi Kesehatan 1 buah
2 Flipchart dan stands 1 set
3 Overhead Projektor ( OHP ) 1 buah
4 Amplifier dan wireless microphone 1 set
5 Kamera Foto 1 buah
6 Megaphone/ Public address System 1 set
7 Portable generator 1 buah
.8 Tape/cassette recorder/player 1 buah
21
9 Papan informasi 1 buah

2. Puskesmas
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1. Flipchart dan stands 1 set
2. Overhead Projektor ( OHP ) 1 buah
3. Amplifier dan wireless microphone 1 set
4. Kamera Foto 1 buah
5. Megaphone/ Public address System 1 set
6. Portable generator 1 buah
7. Tape/cassette recorder/player 1 buah
8. Papan informasi 1 buah
9. TV di tiap ruang tunggu & ruang promosi kesehatan 1 buah
10. VCD/DVD player ditiap ruang tunggu & ruang Promkes 1 buah

3. Rumah Sakit
No Jenis Sarana / Peralatan Jumlah
1. Laptop & LCD Proyektor 1 buah
2. Amplifier dan wireless microphone 1 set
3. Kamera Foto 1 buah
4. Portable generator 1 buah
5. Tape/cassette recorder/player 1 buah
6. Layar yang dapat digulung 1 buah
7. TV di tiap ruang tunggu & ruang promosi kesehatan 1 buah
8. VCD/DVD player ditiap ruang tunggu & ruang Promkes 1 buah
9. Komputer dan printer 1buah

22
23
C. STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN


ANAK

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan Kesehatan


Ibu Dan Anak

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)

A. PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua
fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
24
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi

25
dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis,
malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula
bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan
ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
 Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
 Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
 Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh
tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini
komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan
melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :

26
 Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan.
 Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8 – 14 hari).
 Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36 – 42 hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3. Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6. Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah :
dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

4. Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama
periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :


1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam setelah lahir.
2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan
hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan
hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada
neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu
pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan
sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan

27
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan
sehat, yang meliputi :
1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik :
- Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
- Lihat pada kulit bayi.
- Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi sedang tidak menangis.
- Hitung detak jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan pada dada kiri bayi
setinggi apeks.
- Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
- Lihat dan raba bagian kepala.
- Lihat pada mata.
- Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke
dalam dan raba langit-langit.
- Lihat dan raba pada bagian perut
Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
- Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau jari dalam melakukan
pemeriksaan anus.
- Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
- Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
- Timbang bayi.
Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan dikurangi selimut.
- Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.
Jelaskan cara dan alat.
- Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.
Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
 Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat
badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
 Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.

28
 Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah termasuk
perawatan tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah
: dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

4. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya
komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang
adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,
merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang
dilahirkannya.

Faktor risiko pada ibu hamil adalah :


1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau
penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-
ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus,
dll), tumor dan keganasan
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea,
ekstraksivakum/ forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas,
psikosis post partum (post partum blues).

29
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari
32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama masa
kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan pervaginam :
 Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
 Intra Partum : robekan jalan lahir
 Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan
pembekuan darah, subinvolusi uteri
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg,
diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, Sepsis.
6. Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang
sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko
pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya
penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil. Ibu hamil
yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus.
Deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala
sebagai berikut :
1. Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat Kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4. Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5. Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat

30
7. Merintih
8. Ada pustul Kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15. Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1. Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2. Asfiksia
3. Infeksi Bakteri
4. Kejang
5. 5. Ikterus
6. 6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.

5. Penanganan Komplikasi Kebidanan


Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi
kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil
akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak
selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu
PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.Pelayanan medis yang dapat dilakukan di
Puskesmas mampu PONED meliputi :
1. Pelayanan obstetri :
- Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
- Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
31
- Pencegahan dan penanganan infeksi.
- Penanganan partus lama/macet.
- Penanganan abortus.
- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.

2. Pelayanan neonatus :
- Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
- Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Penanganan gangguan nafas.
- Penanganan kejang.
- Penanganan infeksi neonatus.
- Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
- Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatus

6. Pelayanan neonatus dengan komplikasi


Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan
rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.
Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada
bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim.
Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak
ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada
hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, deteksi
dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai
berikut :
- Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
- Riwayat kejang
- Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
- Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.

32
- Suhu tubuh ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
- Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
- Merintih.
- Ada pustule kulit.
- Nanah banyak di mata.
- Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
- Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
- Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
- Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI.
- BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
- Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
- Asfiksia bayi baru lahir.
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
 Hipotermi
 Hipoglikemia
 Ikterus
 Masalah pemberian minum
- Gangguan napas
- Kejang
- Infeksi Neonatus
- Klasifikasi dalam MTBM :
 Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri Lokal dan Penyakit Sangat Berat
atau Infeksi Bakteri Berat)
 Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
 Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare Dehidrasi Ringan/Sedang)
 Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI.
 Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan
komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan
target setiap kabupaten harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan
nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS
PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
33
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten mampu
melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) yang siap
selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar
dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi
kematian ibu dan neonatus.

7. Pelayanan Kesehatan Bayi


Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan
11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
- Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat
pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan
pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
 Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, Campak)
sebelum bayi berusia 1 tahun.
 Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
 Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan).
 Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda – tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
 Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah :
dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya seperti
petugas gizi.

8. Pelayanan kesehatan anak balita

34
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat
dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu
pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli
dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi
sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia,
1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak,
malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-
turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan.
b. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam
setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di
luar gedung.
c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.

35
d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.

9. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati
hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan
yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan
Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan
metode kontrasepsi yang meliputi :
 KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
 Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
 Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence
Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup
tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor
KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi
3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus.
Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan
“4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek
manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard
dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan
non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB
perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah :
dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

B. INDIKATOR PEMANTAUAN

36
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang
dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Sasaran yang digunakan
dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah (misalnya:
Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk kabupaten memakai sasaran kabupaten).

1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)


Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam
menggerakkan masyarakat.
Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui Proyeksi, dihitung
berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan menggunakan rumus :
1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang digunakan adalah angka terakhir CBR kabupaten yang
diperoleh dari kantor perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten. Bila angka CBR
kabupaten tidak ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR propinsi. CBR propinsi dapat
diperoleh juga dari buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 –
2011 (Pusat Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di nagari X di kabupaten Y yang
mempunyai penduduk sebanyak 2 .000 jiwa dan angka CBR terakhir kabupaten Y 27,0/1.000
penduduk, maka :
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4.
Jadi sasaran ibu hamil di nagari X adalah 59 orang.

2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)


Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada
trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat

37
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus yang dipergunakan adalah :
Jumlah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai standar
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah dalam 1 tahun

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)


Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu
tertentu.
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga
kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan sesuai standar.

Rumus yang digunakan sebagai berikut :


Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan rumus :
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung perkiraan jumlah ibu bersalin di nagari X di kabupaten Y yang
mempunyai penduduk sebanyak 2.000 penduduk dan angka CBR terakhir kabupaten Y
27,0/1.000 penduduk maka :
Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7.
Jadi sasaran ibu bersalin di nagari X adalah 56 orang.

4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)


Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 hari
dan 36 – 42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.

38
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar
oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.

5. Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN 1)


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48
jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Dengan indikator ini dapat
diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.

Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :


Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan dari perhitungan jumlah perkiraan (angka
proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kota Y Propinsi X yang
mempunyai penduduk sebanyak 1.500 jiwa dan angka CBR terakhir Kota Y 24,8/1.000
penduduk, maka :

Jumlah bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2.


Jadi sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.

6. Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap).


Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga
kali yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali pada hari ke 8 –
hari ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini
dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan neonatal
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh Masyarakat

39
Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader
atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas
itu sendiri.
Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung
upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Rumus yang dipergunakan :


Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun bayi
atau masyarakatdi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun

8. Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)


Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah
penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus
komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan
nifas dengan komplikasi.
Rumus yang dipergunakan :
Jumlah komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan definitive
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

9. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap
kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus
komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup
atau mati.
Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani
kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan
kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

40
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitif
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
15 x jumlah sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
10. Cakupan kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali
pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan
dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas
pelayanan kesehatan bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali pelayanan kesehatan sesuai
standardi suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

11. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).


Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai
standar, meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan
minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh anak balita disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun

12. Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
Rumus yang digunakan adalah :
Jumlah anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di
Puskesmas di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh anak balita sakit yg berkunjung ke Puskesmas di suatu wilkerja dalam 1
tahun
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas
(register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan
standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS
13. Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)

41
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan
alat dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan
lama yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menunda,
menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus yang dipergunakan:
Jumlah peserta KB aktif di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu X 100%
Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun

C. PENGUMPULAN, PENCATATAN DAN PENGOLAHAN DATA KIA


1. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah :
a. Data Sasaran :
 Jumlah seluruh ibu hamil
 Jumlah seluruh ibu bersalin
 Jumlah ibu nifas
 Jumlah seluruh bayi
 Jumlah seluruh anak balita
 Jumlah seluruh PUS

b. Data pelayanan :
 Jumlah K1
 Jumlah K4
 Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
 Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6–48 jam
 Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap pada umur 0-28 hari
(KN 1, KN 2, KN 3)
 Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor risiko/komplikasi yang dideteksi oleh
masyarakat
 Jumlah kasus komplikasi obstetri yang ditangani
 Jumlah neonatus dengan komplikasi yang ditangani
 Jumlah bayi yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 29 hari–11 bulan
sedikitnya 4 kali
42
 Jumlah anak balita (12–59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 8
kali
 Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
 Jumlah peserta KB aktif

2. Sumber data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang dihitung
berdasarkan rumus. Berdasarkan data tersebut, Bidan di Desa bersama dukun bersalin/bayi
dan kader melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerjanya.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
 Register kohort ibu
 Register kohort bayi
 Register kohort anak balita
 Register kohort KB

D. PENGOLAHAN DATA
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan
dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas menerima
laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan dan informasi
kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA. Informasi per nagari dan per
kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan
Koordinator.
Langkah pengolahan data adalah : Pembersihan data, Validasi dan Pengelompokan.
1.Pembersihan data : melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia.
2.Validasi : melihat kebenaran dan ketepatan data.
3.Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan.
Contoh :
 Pembersihan data : Melakukan koreksi terhadap laporan yangmasuk dari Bidan di nagari
mengenai duplikasi nama, duplikasi alamat, catatan ibu langsung di K4 tanpa melewati K1.
 Validasi : Mecocokkan apabila ternyata K4 & K1 lebih besar daripada jumlah ibu hamil,
jumlah ibu bersalin lebih besar daripada ibu hamil.
 Pengelompokan : Mengelompokkan ibu hamil anemi berdasarkan nagari untuk persiapan
intervensi, ibu hamil dengan KEK untuk persiapan intervensi.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk : Narasi, Tabulasi, Grafik dan Peta.
1. Narasi : dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah kerja,

43
misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi terkait.
2. Tabulasi : dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran.
3. Grafik : dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan antar waktu,
antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam
bentuk grafik.
4. Peta : dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambaran
geografis.
Puskesmas yang sudah menggunakan komputer untuk mengolah data KIA maka data
dari kartu- kartu pelayanan bidan di nagari, dimasukkan ke dalam komputer sehingga proses
pengolahan data oleh bidan di nagari dan bidan koordinator Puskesmas akan terbantu dan
lebih cepat.

E. PEMBUATAN GRAFIK PWS KIA


PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga
menggambarkan pencapaian tiap nagari dalam tiap bulan.
Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS KIA untuk tingkat puskesmas, yang
dilakukan tiap bulan, untuk semua nagari.

Langkah – langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA :


1. Penyiapan data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari catatan
ibu hamil per nagari, register kegiatan harian, register kohort ibu dan bayi, kegiatan
pemantauan ibu hamil per nagari, catatan posyandu, laporan dari bidan / dokter praktik
swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah :
a. Data cakupan per nagari dalam kurun waktu yang sama
Misalnya: untuk membuat grafik cakupan K4 bulan juni di wilayah kerja puskesmas X,
maka diperlukan data cakupan K4 nagari A, nagari B, nagari C, dst pada
bulan Juni.

Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah:


b. Data cakupan per bulan

Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi misalnya:
c. K1, K4 dan Pn

2. Membuat Grafik

44
a. Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan skala pada garis vertikal
(sumbu Y), caranya target 1 tahun/12
b. Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam lajur % kumulatif secara
berurutan sesuai peringkat (tertinggi sebalah kiri)
c. Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur kumulatif
d. Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa dimasukan ke lajur masing2
e. Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,
f. Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik (↑)
g. Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun (↓)
h. Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap (−)

F. ANALISIS DAN TINDAK LANJUT


Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis lanjut sesuai
dengan tingkatan penggunaannya.
a. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target dan
kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui
nagari mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus dilakukan.

Contoh analisis sederhana


Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan Juni 2008
dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.

Desa Cakupan terhadap Terhadap cakupan bulan Status Desa


target lalu
Diatas Dibawah Naik Turun Tetap
A + + Baik
+
B + Baik
+
C + Kurang
+
D + Cukup
+
E + Jelek

Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan Desa, yaitu :
1. Status baik.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan Juni 2008, dan
mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika dibandingkan
45
dengan cakupan bulan lalu. Desa - desa ini adalah Desa A dan Desa B. Jika keadaan
tersebut berlanjut, maka Desa - desa tersebut akan mencapai atau melebihi target tahunan
yang ditentukan.
2. Status kurang.
Adalah Desa dengan cakupan diatas target bulan Juni 2008, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan bulan
lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa C, yang perlu mendapatkan perhatian karena
cakupan bulan lalu ini hanya 5% (lebih kecil dari cakupan bulan minimal 7,5%). Jika
cakupan terus menurun, maka Desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang
ditentukan.
3. Status cukup.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan bulan
lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D, yang perlu didorong agar cakupan bulanan
selanjutnya tidak lebih daripada cakupan bulanan minimal 7,5%. Jika keadaan tersebut
dapat terlaksana, maka Desa ini kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang
ditentukan.
4. Status jelek.
Adalah Desa dengan cakupan dibawah target bulan Juni 2008, dan mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan bulan lalu. Desa
dalam kategori ini adalah Desa E, yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan
bulanan selanjutnya dapat ditingkatkan diatas cakupan bulanan minimal agar dapat
mengejar kekurangan target sampai bulan Juni, sehingga dapat pula mencapai target
tahunan yang ditentukan.

b. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variable tertentu dengan variable
terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variable yang dimaksud.
Contoh analisis lanjut : Analisis grafik PWS KIA K1, K4, Pn
Desa Cakupan K1 Cakupan K4 Cakupan Pn Keterangan
A 70 % 60 % 50 % DO K4
B 85 % 70 % DO Pn
C
D
E

46
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10 % berarti wilayah tersebut bermasalah dan
perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu
yang kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari 3
bulan. Sehingga diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif.

G. RENCANA TINDAK LANJUT.


Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah.

Skema Alternatif Tindak Lanjut (Alt)


Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
1. Bagi Desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA perlu
dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain perbaikan
mutu pelayanan.
2. Bagi Desa berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu prioritas intervensi
sesuai dengan permasalahan.
3. Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan dalam
pertemuan mini lokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk
mendapat bantuan dari kabupaten).
4. Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan mobilisasi
sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan dan/atau
rapat dinas kesehatan kabupaten (untuk mendapat bantuan dari kabupaten).

Sumber :
Sub Direktorat Kesehatan Ibu yang merupakan pembahasan akhir dan hasil editing dari dr.
Andi Ayusianto dan dr. Kirana

H. PELAYANAN KESEHATAN BAYI


1. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal
yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh
dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan

47
yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi
dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10. Pemberian ASI eksklusif
11. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
2. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan
11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
a. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
b. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
c. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
d. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat
pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan
pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak)
sebelum bayi berusia 1 tahun
2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA

48
5. Penanganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter
spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

49
3. Bentuk Pelayanan kesehatan pada bayi :
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi
diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi menyusui
sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat
pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri.
Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena
kandungan antibodi yang ada pada colostrum dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat
dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan) :
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix,
kemudian tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit
bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya
diselimuti dan bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari
puting susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu.
6. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih
dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama
30 menit.
Setelah IMD selesai, maka dilanjutkan langkah berikut :
1. Dilakukan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis
B (HB 0).
2. Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD
sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan
atau perawat.
3. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg
intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin
K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
4. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).

50
5. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin
K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi
yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
b. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi.
Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir
di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam
pertama. Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh
dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat
mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
c. Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru
lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu. Hindari
pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan
longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering.
d. Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan
suhu lingkungan
e. Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu :
1. Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2. Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3. Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di
puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi
Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan
tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah
sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
4. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Hipotiroid Kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir.
Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan hambatan
pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental (keterbelakangan mental). Lebih dari 90 % bayi
dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak
khas. Komponen yang sangat penting dalam system skrining BBL adalah :
1. KIE (Konseling Informasi Edukasi)

51
Tenaga kesehatan yang menolong persalinan bayi dan pelaksanaan asuhan perinatal
bertanggung jawab untuk memberikan KIE kepada orang tua bayi tentang SHK
2. Proses Skrining
a. Persiapan : mendorong orang tua untuk mau melakukan SHK
b. Persetujuan (informed consent)
c. Penolakan (dissent consent)
d. Pengambilan specimen yang harus diperhatikan :
 Waktu pengambilan (timing) : paling ideal umur bayi 48 – 72 jam (KN2), jangan
lakukan dalam 24 jam I karena kadar TSH masih tinggi, sehingga hasil nya
menjadi positif palsu,.
 Data : isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu informasi
 Metode dan tempat pengambilan darah : Metode pengambilan darah dari tumit
bayi, teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan terisi penuh
dan tembus kedua sisi. Kertas saring berada di bagian atas kartu identitas bayi.
 Pengiriman/transportasi specimen : Kertas saring di masukkan ke dalam
amplop, langsung dikirim melalui pos ekspres, tidak boleh lebih dari 7 hari sejak
specimen di ambil, perjalanan tidak boleh lebih 3 hari.
 Proses Skrining di laboratorium
 Koreksi terhadap kemungkinan kesalahan dalam pengambilan specimen
Hal pertama yang harus dilakukan jika mendapatkan hasil test positif adalah sesegera
mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi
dengan hasil test positif ialah mencari tempat tinggal bayi tsb dan memfasilitasi pemeriksaan
lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
I. PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK BALITA
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat
dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu
pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli
dengan anak.
52
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi
sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia,
1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi
masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak,
malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departeman
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam
setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6
bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.

Index : SDIDTK (STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG)


Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan
revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun
1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas Kegiatan ini dilakukan menyeluruh
dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat
dengan tenaga professional Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK dengan
DDTK, hanyalah perbedaan istilah.
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak secara
komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan, diselenggarakan
dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga

53
lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat) dengan tenaga professional kesehatan, pendidikan dan sosial).
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan
berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh
kembang pada masa 5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan
antara : keluarga, masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita dan anak prasekolah
terjangkau oleh kegiatan SDIDTK pada tahun 2015.Tujuan agar semua balita umur 0–5 tahun
dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara optimal.
1. Pengertian Pertumbuhan, Perkembangan, dan Stimulasi
 Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan, berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga
dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
 Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian.
 Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0 – 6 tahun agar
anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi
rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh
kembang anak dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang tua/pengasuh anak,
anggota keluarga lain atau kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-
masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Prinsip Dasar Stimulasi Tumbuh Kembang Anak
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang
perlu diperhatikan, yaitu :
 Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
 Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena akan meniru tingkah laku orang-
orang yang terdekat dengannya.
 Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
 Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi,
menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
 Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak , terhadap ke
4 aspek kemampuan dasar anak.
 Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
 Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
 Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
54
3. Jenis Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan
di puskesmas dan jaringannya, berupa:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui/menemukan status
gizi kurang/buruk dan mikrosefali/makrosefali. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan
dilakukan dengan pengukuran Berat Badan terhadap Tinggi Badan dengan tujuan untuk
memnetukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk. Selain itu, juga
dilakukan pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA) dengan tujuan untuk mengetahui
lingkar kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (Keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya
dengar. Deteksi dini penyimpangan perkembangan dilakukan dengan :
 Skrining/Pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan anak
normal atau ada penyimpangan.
 Tes Daya Dengar (TDD) dengan tujuan untuk menemukan gangguan pendengaran
sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya
dengar dan bicara anak.
 Tes daya Lihat (TDL) dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini kelainan daya
dengar agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk
memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah
mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Ada
beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu; Kuisioner Masalah Mental
Emosional (KMME) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Tujuannya untuk
mendeteksi secara dini adanya penyimpangan/masalah mental emosional pada anak
prasekolah. Alat yang digunakan adalah :
 Ceklist Autis anak praseolah (Checklist for Autism in Toddler/CATT) bagi anak
umur 18 bulan samapai 36 bulan. Tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya
Autis pada anak umur 18 bulan – 36 bulan.
 Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
menggunakan Abreviated Conner Rating Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas.
d. Sasaran deteksi dini :
a. Sasaran Langsung : Semua anak umur 0-6 tahun yang ada di wilayah kerja
Puskesmas
55
b. Sasaran Tidak Langsung : Tenaga kesehatan yang berkerja di lini terdepan (Dokter,
Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan sebagainya),
Tenaga pendidik, Petugas lapangan KB, Petugas sosial yang terkait dengan
pembinaan tumbuh kembang anak, Petugas sektor swasta dan profesi lainnya.

e. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak


Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan perkembangan anak tidak dapat
ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi. Rujukan penyimpangan tumbuh
kembang dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :
 Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader)
dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan
atau Rumah Sakit. Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan
tumbuh kembang buku KIA.
 Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini, bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu termasuk
Puskesmas keliling, melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh
kembang sesuai standar pelayanan yang terdapat pada buku pedoman. Bila kasus
penyimpangan tersebut ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan
rujukan ke tim medis di Puskesmas.
 Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di Puskesmas maka perlu
dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang
anak dengan dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan
penunjang diagnostic. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder
diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter
spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi,
ahli gizi dan psikolog.

Index : PELAYANAN KESEHATAN LAIN PADA BALITA


1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan Buku KIA
Buku KIA adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk
memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya Buku KIA harus disimpan oleh
ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas
pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. Buku KIA menjadi alat yang sangat

56
bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi
kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak.
Buku KIA juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk
menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya. Buku KIA berisi catatan
penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. Buku
KIA juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng
kesehatan anaknya
2. Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata. Kekurangan vitamin A bisa terjadi karena serapan
vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir
atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ). Vitamin A juga berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak,
diare dan infeksi lain.
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh
Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita
diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan
demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari
keluarga menengah kebawah.
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a. Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan
satu kali dalam satu tahun
b. Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering).
3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :


a. Penimbangan berat badan

57
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas, dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera
ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit
dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS
bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana
balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di
Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit),
perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap
penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO
telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara
berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi
dan balita.
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
a. Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM (Usia 1 hari sampai 2 bulan)
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan
gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan
pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam
manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit
yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas,
hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta
kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
b. Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5
tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala,
penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan,
pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2

58
bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada
anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia
2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum
atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas,
diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
5. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b. Pemberian makanan bayi
c. Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai
sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan

J. PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK SEKOLAH DAN RE MAJA


1. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapatdijangkau oleh remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga
kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien
dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Tujuan PKPR adalah :
a. Penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas pada remaja.
b. Pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
c. Pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus
pada remaja.
d. Keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan danevaluasi pelayanan
kesehatan remaja.
Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dandewasa, dimana terjadi
pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan -
perubahan psikologik serta kognitif.
Tahapan Remaja :
a. Masa pra remaja 11-12 th.
b. Masa remaja awal 13-15 th.
c. Masa remaja akhir 16-18 th.
d. Masa dewasa awal 18-25 th
Perkembangan Remaja :

59
a. Perkembangan Seksual
b. Muncul seiring perkem-bangan fisik remaja.
c. Perkembangan Psikologi
d. Perkembangan Sosial
e. Interaksi dengan teman sebaya terutama lawan jenis menjadi sangat penting.
Sasaran PKPR : Semua remaja dimana saja berada baik di sekolah atau di luarsekolah
seperti karang taruna, remaja mesjid/gereja/vihara/pura,pondok pesantren, asrama, dan
kelompok remaja lainnya.
Manfaat PKPR :
a. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, dialog
interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dan lain-lain.
b. Konseling/curhat masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya (dan
kerahasiaannya dijamin).
c. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatanremaja agar dapat ikut
membantu teman yang sedang punya masalah.
Kegiatan PKPR :
a. Pemberian Informasi dan edukasi; (Kegiatan berupapenyuluhan dan seminar)
b. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjangdan rujukannya.
c. Konseling; Merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR.Sebab itu langkah
pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR.
d. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat; PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills
Education (LSE).
e. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.
f. Pelayanan rujukan; (bukan hanya rujukan kesehatan tetapi rujukan sosial juga
diperlukan dalam PKPR).

K. PELAYANAN PUSKESMAS TERHADAP KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK /


PEREMPUAN (KTA/P)
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau
serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan
dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya
kepada anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri
dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak
berinteraksi.

60
Kekerasan terhadap anak dapat mengambil beberapa bentuk: Empat jenis utama
adalah ; penelantaran, kekerasan secara fisik, pelecehan seksual, dan kekerasan emosional /
psikologis.
1. Penelantaran
Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk
menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk
menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk
memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak
di sekolah) , atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter).
2. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa.
Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar,
membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang
seorang anak.
Guncangan terhadap seorang anak dapat menyebabkan sindrom guncangan bayiyang
dapat mengakibatkan tekanan intrakranial, pembengkakan otak, cedera difus aksonal, dan
kekurangan oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah, lesu, kejang,
pembengkakan atau penegangan ubun-ubun, perubahan pada pernapasan, dan pupil melebar.
Transmisi racun pada anak melalui ibunya (seperti dengan sindrom alkohol janin) juga dapat
dianggap penganiayaan fisik dalam beberapa wilayah yurisdiksi.
Sebagian besar negara dengan hukum kekerasan terhadap anak mempertimbangkan
penderitaan dari luka fisik atau tindakan yang menempatkan anak dalam risiko yang jelas dari
cedera serius atau kematian tidak sah. Di luar ini, ada cukup banyak variasi. Perbedaan antara
disiplin anak dan tindak kekerasan sering kurang didefinisikan. Budaya norma tentang apa
yang merupakan tindak kekerasan sangat bervariasi: kalangan profesional serta masyarakat
yang lebih luas tidak setuju pada apa yang disebut merupakan perilaku kekerasan.
Beberapa profesional yang bertugas di bidang manusia mengklaim bahwa norma-
norma budaya yang berhubungan dengan sanksi hukuman fisik adalah salah satu penyebab
kekerasan terhadap anak dan mereka telah melakukan kampanye untuk mendefinisikan
kembali norma-norma tersebut.
Penggunaan tindak kekerasan apapun terhadap anak-anak sebagai tindakan disiplin
adalah ilegal di 24 negara di seluruh dunia, akan tetapi lazim dan diterima secara sosial di
banyak negara lainnya. Lihat hukuman di rumah untuk informasi lebih lanjut.
3. Pelecehan seksual anak
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang
dewasa atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak

61
untuk mendapatkan stimulasi seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau
menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan
senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual
yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin
anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Pengaruh pelecehan seksual anak termasuk rasa bersalah dan menyalahkan diri,
kenangan buruk, mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan pelecehan
(termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, dll), masalah harga diri, disfungsi seksual,
sakit kronis, kecanduan, melukai diri sendiri, keinginan bunuh diri, keluhan
somatik, depresi, gangguan stres pasca trauma, kecemasan, penyakit mental lainnya
(termasuk gangguan kepribadian). dan gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk
mengulangi tindakan kekerasan setelah dewasa, bulimia nervosa, cedera fisik pada anak di
antara masalah-masalah lainnya.
Sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan
seksual ketika mereka masih anak-anak. Kebanyakan pelaku pelecehan seksual adalah orang
yang kenal dengan korban mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari anak, paling sering
adalah saudara, ayah, ibu, paman atau sepupu, sekitar 60% adalah kenalan teman lain seperti
keluarga, pengasuh anak, atau tetangga; orang asing adalah yang melakukan pelanggar hanya
sekitar 10% dari kasus pelecehan seksual anak.
4. Kekerasan emosional/Psikologis
Dari semua kemungkinan bentuk pelecehan, pelecehan emosional adalah yang paling
sulit untuk didefinisikan. Itu bisa termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta
benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan
yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau
penghinaan.
Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan diri dari pelaku,
internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan. Kekerasan
emosional dapat mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormal atau terganggu,
kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri (menyalahkan diri sendiri) untuk pelecehan
tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap pasif.
5. Berbagi Peran
Demikian besarnya dampak di masa depan sebagai akibat kekerasan yang dialami
anak, apapun bentuk kekerasan yang dialaminya. Untuk itu penanganan yang komprehensif
sangat dibutuhkan. Diperlukan pembagian peran yang jelas sebagai berikut :
a. Peran Kemenkes RI
 Mentapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan penganggulangan KtA/P
62
 Menyusun pedoman umum dan pedoman teknis pelayanan kasus KtA/P
 Menetapkan standar pelayanan kesehatan bagi korban KtA/P, indicator cakupan
pelayanan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)
 Melakukan advokasi dan sosialisasi program KtA/P
 Melaksanakan training og trainer (TOT) bagi Fasilitator KtA/P Provinsi
 Melaksanakan bimbingan teknis, supervise dan evaluasi
 Melakukan penelitian dan pengembangan
 Mengalokasikan biaya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan program KtA/P
 Mengalokasikan biaya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan program KtA/P
 Melaksanakan kegiatan program sub gugus tugas bidang rehabilitasi kesehatan
dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang/trafficking
dan eksploitasi Seksual Anak (ESA)
b. Peran Dinas Kesehatan Provinsi
 Melakukan advokasi dan sosialisasi program KtA/P
 Memfasilitasi Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam menerapkan kebijakan program
KtA/P antara lain : pengembangan Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus
KtA/P dan pembentukan Jejaring
 Melaksanakan Training of Trainer (TOT) bagi fasilitator KtA/P Kab/Kota, pelatihan
bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dan RS yang akan dikembangkan menjadi
saran pelayanan kesehatan bagi korban KtA/P
 Bekerjasama dengan pihak RS dalam mempersiapkan pelayanan rujukan di RS
Provinsi sbg Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/ Pusat Krisis Terpadu (PKT) di RS
Pemerintah, RS TNI/Polri dan swasta
 Mendukung penyediaan sarana dan prasaran penunjang medis dan non medis
antara lain buku pedoman/modul, media KIE, format administrasi Rekam Medis,
VeR dan format pencatatan pelaporan
 Berperan aktif sbg anggota jejaring pelayanan KtA/P (bila jejaring sudah ada),
atau sbg penggagas (bila jejaring belum terbentuk)
 Melaksanakan bimtek, supervise, evaluasi melaksanakan pencatatan pelaporan
 Mengalokasikan pembiayaan melalui APBD Provinsi dan mengusulkan
pembiayaan melalui APBN, LSM dan donor agency, Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PHLN) atau sumber biaya lainnya
c. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
 Menentukan Puskesmas yang akan dikembangkan menjadi Puskesmas MTK
KtA/P berdasar kajian besaran masalah dan potensi terjadinya KtA/P
 Melakukan advokasi dan sosialisasi program KtA/P
63
 Melaksanakan pelatihan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dan RS yang akan
dikembangkan menjadi sarana pelayanan kesehatan bagi korban KtA/P
 Bekerjasama dengan pihak RS dalam mempersiapkan pelayanan rujukan di RS
Kab/Kota sbg Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/ Pusat Krisis Terpadu (PKT) di
RS Pemerintah, RS TNI/Polri dan swasta
 Menyediakan sarana prasarana penunjang medis dan nonmedis antara lain buku
pedoman/modul, media KIE, format administrasi Rekam Medis, VeR dan format
pencatatan pelaporan
 Berperan aktif sbg anggota jejaring pelayanan KtA/P (bila jejaring sudah ada),
atau sbg penggagas (bila jejaring belum terbentuk)
 Melaksanakan bimtek, supervise, evaluasi melaksanakan pencatatan pelaporan
 Mengalokasikan pembiayaan melalui APBD Provinsi dan mengusulkan
pembiayaan melalui APBN, LSM dan donor agency, Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PHLN) atau sumber biaya lainnya
d. Peran Puskesmas
Fungsi manajemen di tingkat puskesmas dalam Manajemen Tata Kelola KtA/P :
1. Perencanaan :
 Mengumpulkan data dan informasi
 Melakukan analisa dan pemetaan sesuai hasil pengumpulan datan dan
informasi
 Menyusun rencana kerja
 Melaksanakan sosialisasi
 Menyiapkan tenaga pelaksana
 Menyiapkan petugas konseling dan wawancara
 Menyiapkan prasarana dan sarana
2. Pelaksanaan
 Pemeriksaan kesehatan
 Tindakan medis
 Wawancara dan konseling
 Penyuluhan
 Kunjungan rumah
 Pencatatan
 Pengawasan dan pengendalian
 Monitoring dan evaluasi
 Pertanggung jawaban

64
e. Standar Pelayanan Terhadap Korban KTA/P
1. Standar Ketenagaan
 Dokter umum
 Dokter gigi
 Perawat
 Bidan
 Ahli gizi
 Analisis laboratorium
 Petugas promkes
 Petugas administrasi (pencatatan pelaporan)
2. Standar peralatan medis dan obat- obatan
3. Standar Pelayanan Kesehatan
 Pelayanan kesehatan promotif dan preventif
o Kelompok dewasa
o Kelompok remaja
o Kelompok anak pra remaja
 Pelayanan kesehatan kuratif
o Aspek medis
o Anamnesis
o Observasi
o Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan status mental
o Pemeriksaan penunjang
o Penatalaksanaan medis

65
D. STANDARISASI PELAYANAN GIZI MASYARAKAT

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN GIZI MASYARAKAT

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan Gizi


Masyarakat

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Gizi Masyarakat
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Gizi Masyarakat
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN GIZI MASYARAKAT

A. JENIS PELAYANAN:
1. Penanggulangan Gizi Buruk
Gizi Buruk pada Balita dapat menyebabkan penurunan kecerdasan dan daya tahan tubuh
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada ibu hamil dapat menyebabkan
bayinya BBLR. Penanggulangan Gizi Buruk perlu dilakukan secara terpadu. Keterlibatan lintas
sektor dan lintas program merupakan penentu yang amat penting dalam keberhasilan
penanggulangan gizi buruk. Pelayanan diberikan terhadap Balita (0-59 Bulan) dengan status
gizi buruk (BB/PB <-3 SD dan BB/TB < -3 SD) dan ibu hamil dengan LILA kurang dari 23,5 cm.

66
Pelayanan yang diberikan berupa konseling gizi, pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
dan pemantauan status gizi.
2. Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)
GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid), hambatan pertumbuhan
jasmani maupun mental yang ditandai dengan cebol, dungu atau bodoh. Kekurangan Iodium
terutama terjadi didaerah pegunungan. Beberapa daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota
termasuk daerah endemik. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui
pemberian kapsul minyak beriodium kepada seluruh Wanita Usia Subur dan Anak Sekolah
yang berada pada wilayah endemik. Secara umum penanggulanagn GAKI dilakukan dengan
Iodisasi garam dapur.
3. Penanggulangan Kurang Vitamin A
Kekurangan Vitamin A yang berat dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena infeksi yang sering menyebabkan kematian. Penanggulangan
KVA perlu dilakukan secara dini melalui pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas, bayi dan
anak balita.
4. Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktifitas kerja, penurunan
kemampuan berpikir dan antibodi. Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan pendarahan
pada proses persalinan yang beujung pada kematian ibu. Penanggulangan AGB dilakukan
dengan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil dan remaja putri.
5. Penanggulangan Gizi Lebih
Gizi lebih pada orang dewasa dapat menyebabkan meningkatkan resiko penyakit
degeneratif seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi dan penyakit hati. Status gizi
orang dewasa dinilai dengan IMT (indeks Massa Tubuh). Orang dewasa dikategorikan gemuk
apabila IMTnya lebih dari 25. Penanggulangan Gizi lebih dilakukan dengan pengaturan
makanan (diet).
6. Konsultasi Gizi
Konsultasi gizi dilakukan diunit pelayanan kesehatan. Pelayanan diberikan kepada pasien
yang menderita penyakit yang memerlukan pengaturan makanan oleh ahli gizi. Kegiatan dalam
konsultasi berupa pengukuran antropometri, penentuan status gizi, menggali permasalahan
dan membuat kesepakatan dengan klien serta menentukan kebutuhan gizi klien.

B. BENTUK PELAYANAN
1. Pemberian Makanan Tambahan dan Makanan Pendamping ASI
Pemberian PMT kepada balita gizi buruk berupa Pan-enteral atau dengan pemberian
Formula WHO bertahap sesuai dengan fase perawatan yang dilakukan terhadap anak.

67
Pemberian PMT berlangsung selama 90 hari secara terus menerus. Pemantauan Berat Badan
dan Status Gizi anak dilakukan setiap 15 hari. Pemberian PMT kepada Ibu Hamil KEK berupa
susu ibu hamil selama 90 hari berturut-turut. Selama pemberian PMT ibu dipantau Berat
Badan, LILA dan kadar haemoglobin darahnya.
2. Pemberian Vitamin A
Vitamin A diberikan kepada Bayi usia 6-11 bulan dengan dosis 100.000 IU berupa 1 butir
kapsul dengan warna biru dan kepada anak balita usia (1-5) tahun dengan dosis 200.000 IU
berupa 1 butir kapsul dengan warna merah pada bulan februari dan agustus. Ibu nifas juga
diberikan Vitamin A 2 butir yang harus diminum 1 butir segera setelah persalinan dan satu butir
lagi 24 jam berikutnya.
3. Pemeriksaan Garam
Pemeriksaan garam dilakukan di Sekolah Dasar disetiap jorong. Murid-murid dengan
jumlah 26 orang disetiap sekolah diminta membawa garam kesekolah, kemudian diwawancarai
mengenai beberapa hal tentang garam misalnya: tempat membeli garam, wadah penyimpanan,
tempat meletakkan dan juga dilakukan pemeriksaan iodium dengan menggunakan iodine tes.
Pemeriksaan garam ini dilakukan setiap bulan februari dan agustus.
4. Pemberian Tablet Fe
Tablet Fe diberikan kepada ibu hamil dengan jumlah 90 butir selama kehamilan dengan
ketentuan trimester pertama diberikan 30 butir, trimester kedua 30 butir dan trimester ketiga 30
butir. Ibu nifas juga diberikan tablet Fe sebanyak 30 butir selama nifas dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya anemia gizi besi pada ibu hamil dan menyusui. Remaja putri juga
diberikan tablet Fe yang harus diminum sebanyak 1 butir setiap hari selama 10 hari yang
dimulai pada hari pertama menstruasi.

5. Konsultasi Gizi
Kegiatan yang dilakukan pada konsulasi gizi adalah sebagai brikut
a. Pasien datang berdasarkan rujukan dari BP/KIA/KB atau datang dengan
keinginan sendiri.
b. Melakukan pengukuran Antopometri (BB & TB) Cari IMT untuk menentukan status gizi.
c. Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien
d. Recall 24 jam konsumsi makanan pasien
e. Tentukan kebutuhan gizi pasien
f. Penjelasan Diet Pasien
g. Review kepada pasien

68
6. Penyuluhan Gizi
Penyuluhan gizi dilakukan dipuskesmas, diposyandu, disekolah dan tempat umum lainnya.
Materi penyuluhan desesuaikan dengan keadaan sasaran. Penyuluhan dilakukan
menggunakan media seperti flipcahart, lembar balik, lapto, proyektor dan lain sebagainya.
Umumnya materi yang disampaikan adalah mengenai menu seimbang orang dewasa lansia
dan anak, manfaat garam beriodium, manfaat vitamin A, cara memilih dan mengolah makanan
yang baik, kadarzi dan lain sebagainya.
7. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan apabila ada kasus yang misalnya gizi buruk. Balita gizi buruk
dikunjungi kerumahnya bersama tim penanggulangan gizi buruk yang terdiri dari: Petugas gizi,
petugas promkes, pengelola anak, dokter, perawat.

C. FASILITAS PENDUKUNG PELAYANAN


1. PMT dan MP-ASI
PMT berupa susu ibu hamil dan Pan-Enteral. MP-ASI berupa bubur bayi dan biskuit
2. Vitamin A
Vitamin A biru (100.000IU) dan Vitamin A merah (200.000IU)
3. Iodina Test
Cairan untuk menguji ketersediaan iodium pada garam
4. Tablet Fe
Tablet tambah darah untuk membantu pembentukan sel darah merag guna mencegah
anemia gizi besi
5. Media Penyuluhan (lembar balik, liflet, laptop,dll)
6. Media Konsultasi Gizi (food model, timbangan injak, microtois, alat ukur panjang badan,
pita LILA, liflet diet.)

D. FORMAT PELAPORAN : (MODEL FORMAT TERLAMPIR)


1. Laporan LB3 Gizi
2. Laporan Identitas Gizi Buruk
3. Laporan Semester (F6)
4. Laporan Perkembangan Balita Gizi Buruk yang Mendapat PMT
5. Laporan Perkembangan Ibu Hamil yang Mendapat PMT
6. Laporan MP-ASI

E. VISUALISASI DATA
1. Grafik pencapaian
- Grafik Cakupan D/S, N/D’ dan BGM/D

69
- Grafik Cakupan ASI ekslusif
- Grafik Cakupan Vitamin A bayi, balita dan bufas
- Grafik Cakupan Garam beriodium
- Grafik pencapaian Fe1 dan Fe3
2. Laporan bulanan
- LB3 Gizi
- Identitas Gizi Buruk
- Perkembangan Gizi Buruk
3. Laporan semester
- Vitamin A
- ASI Ekslusif
- Garam beriodium
4. Laporan tahunan

70
E. STANDARISASI PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN PENCEGAHAN DAN


PEMBERANTASAN PENYAKIT

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan


Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

71
Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

A. PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat, yaitu untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebagai salah satu pilar utama dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, berdaya saing, dan indeks pembangunan
manusia. Untuk itu pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Sebagai bagian dari pembangunan
nasional, pembangunan kesehatan hendaklah dilaksanakan secara sistematis dan
berkesinambungan. Pembangunan Kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan : 1) Upaya
Kesehatan, 2) Pebiayaan Kesehatan, 3) Sumber daya manusia kesehatan, 4) Sediaan
Farmasi, alat kesehatan dan Makanan, 5) Manajemen dan Informasi kesehatan, 6)
Pemberdayaan masyarakat.
Saat ini Indonesia dihadapkan dengan beban ganda terhadap masalah kesehatan,
dimana penyakit-penyakit menular belum bisa diatasi dengan baik sekarang dihadapi dengan
Penyakit Tidak Menular. Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak
menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah demam berdarah dengue,
tubercolusis paru, HIV/AIDS, kusta, pneumonia, diare, malaria, filariasis . Prioritas penyakit
tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes
melitus dan kanker.
B. RENCANA KERJA INDIKATIF
Rencana kerja indikatif berupa kegiatan pokok dalam rangka pelaksanaan program
pengendalian dan pemberantasan penyakit, antara lain :
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
2. Penemuan dan tatalaksana penderita
3. Peningkatan surveilans dan penanggulangan wabah
4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
Pelaksanaan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit dilaksanakan dengan
melibatkan Lintas Program, Lintas Sektor dan Pemberdayaan serta Partisipasi Masyarakat.
Jenis pelayanan yang diberikan berupa Upaya pelayanan kesehatan yang bersifat
Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif. Pelaksanaan Program Pengendalian dan

72
Pemberantasan Penyakit di Puskesmas Secara garis besar dikelompokan dalam 2 jenis
pelayanan, yaitu :
1. Upaya Kesehatan Perorangan ( UKP )
Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan Profesional
dalam bentuk pelayanan individu ( orang ke orang )
2. Upaya Kesehatan Masyarakat ( UKM )
Upaya pelayanan kesehatan yang berikan oleh tenaga kesehatan yang dilaksanakan
kepada beberapa atau banyak orang. Dalam pelaksanaan upaya kesehatan
masyarakat ini tenaga kesehatan bisa saja dibantu oleh lintas sektor terkait dan
diperlukannya partisipasi masyarakat.
C. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit bertujuan :
1. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit menular dan
penyakit tidak menular
2. Memutuskan rantai penularan penyakit
3. Meningkatnya perilaku masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko Penyakit Tidak Menular
Sasaran pelaksanaan Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, meliputi :
1. Masyarakat
2. Penderita
3. Keluarga Penderita
4. Petugas Kesehatan / Lintas Program
5. Lintas Sektoral

73
D. MODEL TERJADINYA PENYAKIT
Ada beberapa konsep model yang diajukan tentang status kesehatan dan terjadinya
penyakit, antara lain :
1. The Tradisional ( Ecoligical ) Model
Pada model ini konsep keberadaan status kesehatan dan terjadinya penyakit ditentukan
oleh hasil interaksi antara Host (tuan rumah) Agent dan Lingkungan (Enviroment). Hasil
Interaksi Positif ketiga faktor akan menghasilkan keadaan sehat. Jika terjadi gannguan atau
interkasi negatif maka akan terjadi keadaan sakit.

Host Agent
Sehat
Enviroment

Host Menderita Sakit karena


daya tahan tubuh host
Enviroment Agent berkurang

Menderita penyakit karena


Agent kemampuan bibit penyakit
meningkat
Host
Enviroment

Agent Menderita penyakit karena


lingkungan berubah

Host

2. The Enviromental of Health

Herediter

Lingkungan Health Pelayanan Kesehatan

Gaya Hidup

Dari gambar diatas terlihat bahwa kesehatan dan proses terjadinya penyakit dipengaruhi
oleh 4 faktor, yakni : Lingkungan, Herediter, pelayanan kesehatan dan gaya hidup, dimana
masing-masing faktor mempunyai peranan masing-masing dan saling mempengaruhi antara
satu dengan lainnya dalam proses terjadinya penyakit
3. Multiple Of Causation
74
Dalam mempengaruhi timbulnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh satu unsur saja,
melainkan dapat sekaligus dari beberapa unsur.
Pendidikan Pengetahuan
Rendah Gizi rendah

Produksi Bahan Konsumsi Makanan


Makanan Rendah Tidak Memadai
Kemiskinan
Kurang
Daya Beli Kurang Gizi

Fasilitas Kesehatan Kesehatan Daya Tahan


Kurang Kurang Tubuh
Terganggu

E. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN PROSES PENULARAN PENYAKIT


1. Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease )
Proses yang tejadi pada orang yang sehat, menderita sakit dan sampainya terhentinya
penyakit, terutama untuk penyakit menular / infeksi.
MENINGGAL

Penyebab
Cacat S
Lingkungan
Klinik berat +
E
Komplikasi

M
Penjamu Klinik Jelas

Klinik tidak jelas B

U
Prepatogenesiis

Patogenesis Masa Inkubasi H


2. Proses Penularan Penyakit
Pada proses perjalanan penyakit menular didalam masyarakat ada bebera ada
beberapa faktor yang memegang peranan penting antara lain : Faktor Agent, Sumber
penularan, adanya cara penularan, keadaan ketahanan penjamu serta cara meninggalkan dan
masuk ke penjamu lainnya.
Cara Penularan :
1. Kontak Lansung
2. Melalui Udara
3. Makanan /Minuman
4. Vektor

75
Sumber Penularan : Keadaan Penjamu :
1. Penderita 1. Keadaan umum
2. Pembawa Kuman 2. Kekebalan
3. Binatang Sakit 3. Status Gizi
4. Tumbuhan/ Benda 4. Ketrunan

Cara Keluar dan Masuk :


1. Mukosa kulit
2. Saluran Pencernaan
3. Saluran Pernafasan
4. Saluran Urogenital
5. Gigitan, Suntikan, Luka
6. Placenta

F. UPAYA PENCEGAHAN
Salah satu kegunaan pengetahuan riwayat alamiah penyakit adalah untuk melakukan
upaya pencegahan, ada 4 (empat ) tingkat pencegahan penyakit, yaitu : Primodial Prevention,
Primary Prevention, Secondry Prevention, Tertiary Prevention.

Pre
Underlying Condition Primodial Prevention
Patogenesis
Healt Promotion
Primary Prevention
Spesific Protection
Early Diagnosis and
Patogenesis Secondary Prevention
Prompt Treament
Disability Limittation
Tertiary Prevention
Rehabilitation

G. JENIS KEGIATAN PELAYANAN PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT


Kegiatan yang dilaksanakan pada Pelayanan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit
terdiri dari :
1. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tuberculosis Paru
2. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
3. Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
4. Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
5. Pengendalian dan Pemberantasan Ispa
6. Pengendalian dan Pemberantasan Diare
7. Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Tidak Menular
8. Pengendalian dan Pemberantasan DBD
9. Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
10. Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis

76
1. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT TB PARU
Hasil Riskesdas menyatakan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian ke 2
setelah penyakit stroke baik diperkotaan maupun di pedesaan. Kondisi ini diperparah oleh
kejadian HIV yang semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus kekebalan ganda
kuman TB terhadap OAT atau MDRTB bahkan XDR TB, keadaan ini akan memicu epidemi TB
yang sulit dan terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.
TB Bisa disembuhkan jika pasien minum obat secara teratur sehingga memerlukan
layanan petugas kesehatan yang berkualitas. Keterlibatan Petugas Kesehatan dengan
penderita TB terjadi dibeberapa titik pelayanan, yaitu : Loket, Poliklinik, Laboratorium atau
petugas yang melakukan kunjungan rumah.
Yang dimaksud dengan pengendalian dan pencegahan infeksi TB (PPI TB) adalah upaya
khusus untuk mengendalikan penularan khusus untuk TB sehingga dapat menurunkan resiko
penularan dari seseorang pasien TB kepada Petugas kesehatan maupun orang lain.

77
Gambar. Faktor resiko Kejadian TB

Jumlah Kasus TB BTA + Resiko menjadi TB bila


Faktor Lingkungan : Dengan HIV :
- Ventilasi - 5 s/d 10 % setiap tahun
- Kepadatan Hunian
- Perilaku

HIV ( + )

SEMBUH

PAJANAN INFEKSI TB
10%
MATI

Kosentrasi Kuman
Lama kontak
 Keterlambatan Diagnosis
 Tatalaksana tak memadai
 Kondisi kesehatan
 Malnutrisi
 Penyakit DM, dll

a. Tujuan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :


 Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB
 Memutus rantai penularan TB
 Mencegah terjadinya MDR ( Multi Drug Resisten ) TB
b. Sasaran Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
 Masyarakat
 Penderita TB
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektoral

78
c. Kegiatan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
1. Tatalaksana dan Pencegahan TB :
 Penemuan Kasus Tuberkulosis ; Pemeriksaan Sputum
 Pengobatan
 Pemantauan Hasil Pengobatan
 Pengendalian Infeksi pada sarana pelayanan kesehatan
 Pencegahan Tuberkulosis
2. Manajemen Program :
 Perencanaan Program Tuberkulosis
 Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis : KPP PRM , Supervisi
 Manajemen Logistik
 Pengembangan ketenagaan program Tuberkulosis
 Promosi Program Tuberkulosis ; Nagari Peduli TB, Pos TB Desa
3. Pengendalian TB Komprehensif :
 Kolaborasi TB – HIV
 Pemberdayaan masyarakat dan pasien tb
 Manajemen TB resisten obat
4. Upaya Pengendalian TB dengan Strategi DOTS :
Ada 5 (lima) komponen kunci strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen Short-
Course) , Yaitu ;
 Komitmen politis
 Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak yang terjamin mutunya
 Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien
 Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif
 Sistem Monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program

Index : POJOK DOTS TB


 Adalah sarana bagi tenaga kesehatan untuk memberikan sosialisasi kepada
masyarakat tentang penyakit TB
 DOTS TB ( Directtly Observed Treatment Shourchor ) adalah strategi penyembuhan TB
jangka pendek dengan pengawasan lansung yang telah direkomendaskan oleh WHO

79
TUJUAN POJOK DOTS :
 Jangka Pendek : Untuk memperingati hari hari TB
 Jangka Panjang :
1. Untuk meningkatkan jejaring TB di Unit Pelayanan Kesehatan
2. Memberikan Edukasi dan memberdayakan petugas dan masyarakat agar ikut
menjadi kader aktif dalam penanggulangan TB
3. Menurunkan angka insiden TB karena masyarakat telah mengetahui penularan dan
pencegahan
4. Meningkatkan tingkat edukasi penderita TB oleh petugas kesehatan dan
masyarakat
5. Meninngkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian karena TB
6. Menurunkan angka putus berobat , angka kekambuhan kasus gagal dan kebal obat
TB ( MDR – TB )
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin kelangsungan pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO :
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus dihormati dan disegani pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan rumah pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
2. Siapa yang bisa jadi PMO :
 Petugas kesehatan, misal : Bidan desa, Perawat, perkarya, jurim dan lain-lain
 Kader kesehatan
 Guru
 Anggota keluarga
 Tokoh masyarakat
3. Tugas PMO :
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan dirim ke fasilitas kesehatan.
Tugas seorang Pengawas Minum Obat (PMO) bukanlah untuk menggantikan kewajiban
pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

80
d. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
Dalam Manajemen Program Pengendalian TB, logistik / fasilitas pendukung
dikelompokan menjadi 2, yaitu ;
a. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Sediaan OAT lini pertama ada 2 macam Yaitu Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan
Kombipak
 OAT KDT : Kombinasi Isoniasid dengan Rifampisin (HR) atau empat jenis ;
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol (HRZE) dalam satu tablet yang
disesuaikan dengan berat badan
 OAT Kombipak Paket Obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister
Paduan OAT yang digunakan oleh Program : Katergori 1, Kategori 2 dan kategori anak
b. Logistik Non OAT
 Alat Laboratorium : Mikroskop, Pot dahak, kaca sediaan, oli emersi, eter alkohol,
tisu, lampu spritus, ose, pipet, kertas saring, Boks Slide dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia ZN, PPD RT (tuberkulin)
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur,
poster, lembar balik, kertas, tinta printer, map dan lain-lain.

Gambar. Alur Permintaan, distribusi dan pelaporan Logistik

Program TB Surat Perintah Pengiriman Gudang Binfar


Nasional dan P2PL
Laporan OAT
Pengiriman
Pengiriman

Dinkes propinsi Dinkes


TB13 Kab/Kota

LPLPO LPLPO
Permintaan/pengiriman Permintaan/ Pengiriman
RS/Klinik Puskemas
e. Format Pelaporan Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit TB Paru :
Formulir pencatatan dan pelaporan Program Nasional Pengendalian TB :
1. TB 01 : Kartu Pengobatan Penderita
2. TB 02 : Kartu Identitas Penderita
3. TB 03 : Register TB / Kabupataten / Kota
4. TB 04 : Register Laboratorium
5. TB 05 : Formulir Permohonan Laboratorium untuk pemeriksaan dahak
6. TB 06 : Daftar tersangka / Suspek TB yang diperiksa dahak SPS

81
7. TB 07 : Laporan Triwulan Penemuan dan Pangobatan pasien TB
8. TB 08 : Laporan triwulan hasil pengobatan TB
9. TB 09 : Formulir Rujukan / Pindah pasien TB
10. TB 10 : Formulir hasil pengobatan pasien TB Pindahan
11. TB 11 : Laporan Triwulan Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis akhir tahap intensif
12. TB 12 : Formulir jaga mutu pemeriksaan laboratorium
13. TB 13 : Laporan Triwulan OAT
Sistem pencatatan dan Laporan pada Program menggunakan formulir tersebut diatas dan
juga menggunakan media elektonik (komputerisasi) dengan program TB Elektronik dan
Program SITT.
f. Visualisasi Data :
Jenis – jenis data yang akan di disajikan pada papan cakupan Program di Puskesmas
atau di dinas Kesehatan meliputi :
a. Peta Wilayah Kasus TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir
b. Grafik Jumlah penderita TB : BTA +, TB Anak, Rongent +, TB Mangkir dibuat
berdasarkan Waktu., tempat, Kelompok umur dan jenis Kelamin.
c. CDR masing-masing Nagari atau Puskesmas
d. Protap / SOP : penatalaksanaan penderita TB
e. Alur Pelayanan dan Rujukan

82
ALUR DIAGNOSIS TB PARU PADA ORANG DEWASA

Tersangka Penderita TB
(Suspek TB)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ + - - - - -
++ -

Periksa Röntgen Beri Antibiotik


Dada Spektrum Luas

Tidak ada Ada


Hasil Hasil Tidak perbaikan perbaikan
Mendukung Mendukung
TB TB
Ulangi periksa dahak SPS

Hasil BTA Hasil BTA


Penderita TB +++ - - -
BTA Positif ++ -
+ - -

Periksa röntgen dada

Hasil Hasil
mendukung Röntgen
TB Neg

TB BTA Neg Bukan TB,


Röntgen Pos Penyakit Lain

2. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA


Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang ditimbulkan bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, dan keamanan. Penyakit Kusta sampai saat ini
83
masih ditakuti oleh masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini
disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan / pengertian, kepercayaan masyarakat yang
keliru terhadap kusta dana cacat yang ditimbulkannya.
Dengan kemajuan teknologi, seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan
program pengendalian secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan lintas program,
lintas sektoral dan elemen masyarakat. Selain itu juga perlu diperhatikan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kusta maupun mantan
penderita kusta.
1. Tujuan :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kecactan akibat penyakit kusta dengan memutus
rantai penularan
b. Tercapainya penemuan tersangka penyakit kusta sedini mungkin
c. Ditemukannya penderita kusta dengan cacat tingkat nol
d. Tercapainya penyebaran informasi tentang penyakit kusta secara menyeluruh kepada
masyarakat.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Kusta
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Survei Cepat Kusta / RVS
Kegiatan Survei Cepat dilakukan untuk mendeteksi sedini mungkin penderita kusta di
masyarakat. Survei dilakukan di Nagari yang di temukan penderita kusta. Rincian
kegiatan Survey sebagai berikut :
- Sosialisasi kepada Tokoh Masyarkat, Tokoh Agama, Pemerintahan Nagari/Jorong
dan Tenaga Kesehatan.
- Pemeriksaan kelainan kulit kepada masyarakat dan anak sekolah
b. Pemeriksaan kontak
Pemeriksaan kontak dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas kepada semua
kontak penderita kusta baik itu kontak serumah, dilikungan kerja maupun sekolah.
c. Promosi Kesehatan

84
Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan penegetahuan masyarakat dan
lintas sektor terkait tentang penyakit kusta, sehingga terbentuknya prilaku yang baik dari
masyarakat tentang penyakit kusta.
d. Pembentukan Kelompok Perawatan Diri Penderita Kusta
Kelompok perawatan diri dibentuk bertujuan untuk melatih para penderita kusta dan
keluarga agar dapat melakukan perawatan diri sendiri agar tercipta personal hygiene
yang baik dan mencegah terjadi infeksi ulangan pasca pengobatan.
e. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah
Dilakukan oleh penderita sendiri dirumah, petugas hanya memberikan penjelasan dan
memperagakan tindakan-tindakan perawatan diri.
Prinsip pencegahan cacat pada dasarnya adalah 3 M :
 Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
 Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
 Merawat diri
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Kusta
a. Logistik berupa Obat ;
Obat kusta dikemas dalam bentuk blister Obat Kusta di kelompokkan menjadi 2 (dua)
jenis yaitu ; Obat untuk Kusta Basah (MB) dan Obat untuk Kusta Kering (PB) yang di
bagi dalam 2 Dosis yaitu ; obat kusta untuk anak dan Dewasa
b. Logistik Non Obat
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, tisu, kapas, dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Reagensia Zeil Nelsen
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, Kartu
Penderita Kusta, brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
 Perawatan untuk KPD ( kelompok perawatan diri ) ; Waskom, Ember, Kain handuk,
sikat/bros, sabun, cairan desinfektan dan lain-lain.

85
5. Pengelolaan Logistik :
Merupakan suatu rangkaia kegiatan meliputi : Perencanaan Kebutuhan, Pengadaan,
Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan
evaluasi.

Perencanaan Kebutuhan

Penggunaan Penyimpanan &


Di UPK Ketersediaan Pendisribusian

Monitoring & Evaluasi

5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kusta
- Register dan Kartu penderita kusta
Alur Pelaporan program Kusta

Ditjen PP & PL

Propinsi

Kabupaten

Puskemas UPK Lain RSU

6. Visualisasi Data
Data yang disajikan adalah :
- Peta Penderita Kusta
- Jumlah Penderita Kusta Type MB dan PB, berdasarkan tempat, umur dan jenis kelamin.

86
ALUR TATALAKSANA PENDERITA KUSTA
TANDA UTAMA

ADA RAGU TIDAK ADA

KUSTA TERSANGKA BUKAN KUSTA

PERIKSA ULANG
JUMLAH BERCAK
3-6 BLN

TANDA UTAMA

1-5 TAK
>5 ADA RAGU
ADA

PB MB
RUJUK
3. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN RABIES
Penyakit Anjing gila ( Rabies ) merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh virus terutama pada anjing, kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu diakhiri
dengan kematian, sehingga menibulkan rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena
gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan merupakan
kerjasama 3 (tiga) Kementrian, yaitu : kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri dan
Kementrian Pertenakkan.
1. Tujuan :
a. Menekan serendah rendahnya kesakitan dan kematian akibat rabies
b. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus gigitan Hewan Penular Rabies ( anjing,
Kucinng,dan kera ) dengan perawatan cuci luka memakai sabun dan pemberian VAR
atau kombinasi VAR & SAR sesuai indikasi
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita / Tergigit
c. Keluarga Penderita/tergigit
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pelacakan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies ( HPR )

87
- Untuk melaksanakan penatalaksanaan sedini mungkin terhadap kasus gigitan HPR
agar tidak menimbulkan keresahan bagi penderita, keluarga maupun masyarakat
dan untuk mencegah terjadinya KLB.
- Pengambilan dan Pemeriksaan Spesimen
Pengambilan dan pemeriksaan dilakukan bekerjasama dengan dinas peternakan
kecamatan / kabupaten
b. Pembentukan Puskesmas Rabies Center
Puskesmas Rabies center dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan.
Bertujuan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan terhadap kasus-kasus
gigitan HPR. Selain itu juga rabies center dibentuk agar dapat lebih mudah untuk
melakukan Monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan, ketersediaan
logistik untuk penatalaksanaan kasus gigitan. Puskesmas Rabies Center berfugsi untuk
melayani puskesmas yang ada disekitarnya antara 1 sampai dengan 5 Puskesmas.
Puskesmas Rabies Center dibentuk dengan mempertimbangkan :
- Letak Lokasi / Geografis suatu daerah,
- Transportasi
- Ketersediaan Tenaga yang kompeten dan sudah dilatih,
- Ketersedian Sarana dan Prasarana untuk penyimpanan VAR dan SAR
c. Penyuluhan / Pertemuan/ Sosialisasi program tingkat Nagari, Kecamatan dan Tingkat
Kabupaten.
Kegiatan ini merupakan pemberian materi dan evaluasi tetang Program Rabies. Hal ini
untuk melihat dan memantau permasalahan permasalahan program rabies dan
sekaligus untuk mengkoordinasikan antara rabies center dengan puskesmas satelit.
Kegiatan ini di ikuti oleh Petugas Pengelola Rabies, Kepala Puskesmas dan petugas
Rumah Sakit umum. Pada pertemuan ini juga akan dihadiri oleh petugas dari Dinas
Peternakan.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Rabies
a. Logistik berupa Obat ; VAR dan SAR
b. Logistik Non Obat
 Bahan Pembersih luka gigitan : Hands Scone, Betadine, Sabun Deterjen / Cairan
Antiseptik, yodium, kasa steril
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan : Laporan Kasus gigitan, Laporan Pemakaian VAR / SAR
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus

88
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Gigitan HPR
- Grafik Kasus Gigitan HPR berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan
berdasarkan Waktu
- Grafik Kasus Gigitan yang meninggal dan kasus Diberi VAR / SAR
4. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN FILARIASIS
Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan
karena infeksi cacing filaria yang hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening yang dapat
menyebabkan gejala akut dan kronis.
Penyakit kaki gajah merupakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, hambatan
psikososial yang menetap dan penurunan produktifitas kerja individu, keluarga dan masyarakat
sehingga menibulkan kerugian ekonomi.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka mikrofilaria < 1%
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral

89
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan :
 Meniadakan sumber penularan dengan mencari / pelacakan kasus dan mengobati
semua penderita
 Pengobatan Massal Filariasis
 Survey Darah Jari ( SDJ ) :
Rapid Diagnostik Test ( RDT ) merupakan evaluasi dari pengobatan massal
filariasis, sasaran untuk RDT ini adalah siswa kelas I dan kelas II SD, petugas yang
melaksanakan adalah petugas kesehatan ( Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten ) yang akan mengambil sampel darah kepada sasaran.
 Sosialisaasi dan Pelaksanaan TAS ( Transmission Assesment Survey)
Kegiatan TAS Juga Merupakan evaluasi dari pengobatan massal filariasis, kegiatan
ini dilaksanakan setelah 5 (lima) tahun pengobatan massal dikaksanakan
b. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat
Melakukan kegiatan sosialisasi / penyuluhan di masyarakat, di sekolah maupun di
tempat-tempat umum lain.
c. Memberantas Vektor dan Larvanya
Pemberantasan vektor dapat dilakukan secara biologis, Fisik maupun kimiawi
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Filariasis
a. Logistik berupa Obat ; DEC, Albendazol, Paracetamol
b. Logistik Non Obat
 RDT Filariasis
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, Boks Slide, Hand
Scone dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Filariasis
- Laporan Pengobatan Massal Filariasis
- Register Kasus dan Formulir Pelacakan kasus

90
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Filariasis
- Grafik Kasus Filariasis berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat
- Grafik Hasil Pengobatan Massal Filariasis
5. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Setiap tahun ribuan orang meninggal karena Demam Berdarah dengue (DBD) dan sering
menyebabkan kejadian luar biasa. Penyakit ini bersifat musiman dan biasanya kasusnya
meningkat pada musim hujan. DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius karena angka kesakitan pada semua kelompok umur cukup tinggi.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian DBD disebabkan karena ketidak pedulian
masyarakat dalam upaya menanggulangi DBD, sebagian masyarakat sudah tahu cara
pencegahannya tetapi tidak melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk
mencegah DBD. Faktor – faktor yang mempengaruhi penyebar luasan DBD, antara lain :
Prilaku masyarakat, Perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air bersih.
1. Tujuan :
a. Memutus rantai penularan
b. Penemuan penderita dan tata laksana kasus
c. Menurunkan angka Kesakitan dan kematian akibat DBD
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita DBD
c. Keluarga Penderita DBD
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengendalian Vektor
 Pengendalian Fisik ; PSN
 Pengendalian Biologis
 Pengendalian Kimiawi :
 Larvasida
 Penyemprotan / Fogging
Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh Nyamuk Aedes Aegypti. Cara
pencegahan / pemberantasan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas
vektor ( Nyamuk penularnya ), karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi
virusnya belum tersedia. Salah satu kegiatan pencegahan yang dilaksanakan adalah
dengan melakukan penyemprotan terhadap vektor penular. Penyemprotan dilakukan

91
apabila ditemukan kasus positif DBD yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dari
Rumah Sakit dan ditemukan jentik disekitar rumah tempat tinggal penderita. Kegiatan
penyemprotan dilakukan dalam 2 kali periode di satu wilayah yang dilakukan fogging
dengan interval waktu 1 Minggu.
b. Sosialisasi / Pelatihan Jumantik (Juru Pemantau Jentik )
Pelatihan Jumantik dapat dilakukan pada Masyarakat dan Anak Sekolah. Tujuannya
adalah :
 Meningkatkan Pengetahuan masyarakat / kader dan Petugas tentang penyakit BDB
dan penanggulangannya.
 Meningkatkan Partisipasi masyarakat dan penanggulangan penyakit DBD
c. Surveilans Kasus
Miningkatan Sistem Surveilans di tingkat Puskemas dan Rumah sakit serta fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
d. Penemuan dan tatalaksana kasus
e. Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan dapat dilakukan di : Sarana Kesehatan, Sekolah, di Masyarakat dan di
tempat umum.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan DBD
a. Logistik berupa Obat , Cairan Infus, Oksien
b. Logistik Non Obat
 RDT DDB : IgG, IgM, Ns1
 Alat Laboratorium : Mikroskop, kaca sediaan, alkohol, kapas, dan lain-lain.
 Bahan diagnostik : Giemsa, cairan Buffer
 Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
 Peralatan dan Perlengkapan Fogging
 Insektisida untuk pengendalian Vektor
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan DBD
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus DBD
- Grafik Kasus DBD berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah /tempat dan Waktu

92
Sistem Pelaporan DBD
Kemenkes

Dinkes Provinsi

Dinkes Kab/Kota

Form KDRS

Puskesmas/ Dokter Praktik/


Rumah Sakit Klinik
PHC
Epidemiological
Investigation/
Penyelidikan Penderita
Epidemiologis Penanggulangan Fokus

BAGAN PENANGGULANGAN FOKUS


Penderita DBD

Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Di lokasi tempat tinggal


-Pencarian penderita penderita dan rumah/
atau tersangka DBD bangunan lainnya
lainnya dengan radius 100 m
-Pemeriksaan jentik (kurang lebih 20 rumah/
bangunan secara acak)
Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya
dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan
jentik (≥5%)

Positif Negatif

1. PSN DBD
2. Larvasidasi radius 200 m 1. PSN DBD
3. Penyuluhan 2. Larvasidasi radius 200 m
4. Fogging, radius 200 m 3. Penyuluhan
(2 siklus interval 1 minggu)

93
Tatalaksana DBD :

Tersangka Infeksi Virus Dengue


Demam tinggi, mendadak <7 hari
lesu, tidak ada ISPA

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Syok Uji Torniquet
Kejang
Kesadaran menurun
Perdarahan positif negatif

Rawat inap
Leukosit <5000/ul Leukosit normal

Rawat sehari + Rawat jalan


Observasi 24 jam
Klinis & lab
kontrol tiap hari
+ Trombo ≤100.000/ul sp demam reda
Nasehat orang tua
+ Ht meningkat >10%

Demam menetap >3 hari


Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit

6. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN MALARIA


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Setiap athun lebih dari 500 juta manuasia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta
diantaranya meninggal dunia. Penyakit ini berpengaruh terhadap tingginya angka kematian
bayi, balita dan wanita hamil serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain ; diagnosis dini, pengobatan yang cepat
dan tepat, surveilan dan pengendalian vektor yang semuanya ditujukan untuk memutuskan
rantai penularan malaria.
Keterbatasan SDM kesehatan untuk dapat menjangkau semua penduduk diwilayah
kerjanya menyebabkan cakupan penemuan masih rendah dan sering terjadi KLB. Oleh sebab
itu perlu adanya kepedulian masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan
malaria dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan kader sebagai ujung tombak
masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Malaria

94
b. Memutus rantai penularan Malaria
c. Melakukan Pengobatan yang tepat ( ACT ) untuk mencegah terjadinya kematian
akibat malaria
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Malaria
c. Keluarga Penderita
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan pengobatan penderita.
Kegiatan penemuan dan pengobatan penderta dapat dilakukan secara aktif maupun
pasif dan melalui kegiatan survey, bentuk kegiatannya antara lain :
1. Active Case Detection ( ACD )
Penemuan penderita dengan cara Petugas / JMD/ Kader secara aktif mencari
penderita dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu
tertentu berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut.
2. Pasif Case Detection ( PCD )
Upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita datang berobat,
dilakukan oleh tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan.
3. Mass Fever Survey ( MFS )
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua oprang yang menunjukkan
gejala klinis malaria di suatu wilayah.
4. Mass Blood Survey ( MBS )
Upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survey didaerah
endemis yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala spesifik malaria.
Pada kegiatan ini dapat juga dilaksanakan sosialisasi bagi petugas, kader dan
tokoh masyarakat.
5. Kontak Survey
Pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah dengan
penderita Positif malaria atau orang-orang tinggal disekitar rumah penderita
malaria.
6. Surveilan Migrasi
Kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan gejala
klinis malaria yang datang dari daerah endemis malaria.
b. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan kajian epidemiologis secara
terus menerus dan sistematis
c. Melaksanakan Peneyelidikan Epidemiologi

95
d. Melakukan Intervensi untuk pengendalian Vektor dengan kegiatan ; Larvasidasi,
Penyemprotan dan Kelambunisasi
e. Pelatihan Kader
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Malaria
a. Logistik berupa Obat : ACT ( Darplex, Arterakine, OAM ), Obat Non ACT ( Kina,
Primakuine, Artermeter )
b. Logistik Non Obat/ Bahan dan alat diagnostik : RDT, Giemsa, Microslide, Blood
Lancet, Hand scone, Mikroskop, Kelambu LLIN’s, boks slide dan rak slide.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Malaria
- Laporan Logistik Malaria
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

Subdit Malaria

Tgl. 15 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Provinsi


Provinsi (LOGMAL 3A/3B) Labkes Provinsi

Tgl. 10 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Dinkes Kab/Kota Labkes


Kabupaten/Kota (LOGMAL 2A/2B) Kabupaten/Kota

Tgl. 5 (bulan berikut)

Gudang Farmasi Puskesmas Labkes


Puskesmas (LOGMAL – 1) Puskesmas

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Malaria
- Grafik Kasus Malaria berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
Alur Penemuan Penderita Malaria

Pasien datang dengan Gejala


Klinis Demam atau Riwayat
Demam dari 7 hari lalu

Periksa Darah Dengan :


RDT / Miskroskop

Hasil Postif Hasil Negatif


96
Malaria Ulangi Pemeriksaan Cari Etiologi
Obati sesuai standar Darah setiap 24 Jam – 48 Demam yang Lain
Jam

Hasil Positif Therapi sesuai Etiologi

Malaria Obati sesuai standar


7. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN DIARE
Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
indonesia, beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh
kuman melalui kontaminasi makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak lansung
dengan penderita, sedangkan faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan penjamu.
Kegiatan Pengendalian dan pemberantasan diare dilaksanakan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan pennggulangan KLB dengan meningkatkan kerjasma lintas program
dan lintas sektoral serta partisipasi aktif masyarakat.
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Diare
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya KLB / kematian akibat
Diare.
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita Diare dan Keluarga
c. Lintas program dan sektor
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Pengamatan terhadap kasus dan faktor resiko
b. Penyuluhan kesehatan yang intensif secara kelompok dan keliling dalam pencegahan
dan pembuatan media sederhana
c. Menyiapkan Stock Oralit (Logistik ) dan mendistribusikan ke Bidan Desa dan Posyandu
d. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa serta masyarakat
e. Penatalaksanaan / Penangggulangan kasus dengan cepat dan tepat
f. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan pengambilan
sampel
g. Pembentukan Pojok Oralit

97
Penentuan Tingkat Dehidrasi akibat Diare
DERAJAT DEHIDRASI
Penilaian
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi berat
Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Umum Baik/ Sadar Gelisah / Rewel Lesu, Lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak Cekung Cekung Cekung

Keinginan untuk Normal Ingin minum terus Malas minum


minum
Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat lambat

4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan Diare


a. Logistik berupa Obat : Oralit, Zinc, Cairan Infus
b. Logistik Non Obat : Peralatan Infus set
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Diare
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus Diare
- Grafik Kasus Diare berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi penderita diberi oralit dan diberi RL

8. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN ISPA / PNEUMONIA


Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan pneumonia merupakan penyakit
yang sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ISPA juga merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien disarana kesehatan, sekitar 15 – 30 % kunjungan rawat jalan dan
rawat inap disebabkan oleh ISPA.
Dalam pelaksanaan P2P ISPA memerlukan komitmen pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dukungan lintas program, lintas sektoral serta peran serta masyarakat termasuk dunia
usaha.

1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan Ispa/Pneumonia
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat Ispa /
Pneumonia

98
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita ISPA
c. Keluarga Penderita ISPA
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif
b. Surveilans
c. Pemberdayaan Masyarakat : Pelatihan kader
d. Penyuluhan yang intensif tentang ISPA
e. Rujukan kasus
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan ISPA
a. Logistik berupa Obat : Kontrimoksazol, Paracetamol, Amoksilin
b. Alat Bantu Tata Laksana : Sound Timer, Oksigen Konsentrator.
c. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
d. VCD
5. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Kasus Ispa
- Registrasi Penderita Ispa
- Laporan Penyelidikan Epidemiologi

99
ALUR PENCATATAN dan PELAPORAN
PENDERITA ISPA BALITA
DI PUSKESMAS
LB 1
Bidang
•1302 Yankes
•1401
KARTU
PENDERITA/
FORM BUKU
PENCATATAN HARIAN
MTBS REG.
PASIEN RJ; RAWAT LAP.
•FREK.NAPAS JALAN BULANAN
PROG.
P2 ISPA:
•BBP
•P BPMK
KLASIFIKASI P2 ISPA
•PB
&
TATALAKSANA STANDAR

6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus ISPA dan Pneumonia
- Grafik Kasus ISPA berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu
- Grafik Cakupan proporsi Penderita Ispa / Pneumonia yang di tangani dan dirujuk.
- Grafik Pengunaan Obat-Obatan

9. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN HIV/AIDS


HIV dan AIDS adalah masalah darurat Global yang merupakan salah satu ancaman
terbesar terhadap pembangunan sosial ekonomi, stabilitas dan keamanan negara. Situasi
epidemi yang semakin meluas memberikan berbagai dampak terhadap kehidupan negara.
Harus diingat bahwa belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS, dan pengobatannya
juga belum ada. Pencegahan sangat tergantung pada kampanye kesadaran masyarakat dan
perubahan perilaku individu dalam lingkungan yang mendukung, yang memerlukan waktu dan
kesabaran

100
1. Tujuan :
a. Menemukan dan Menurunkan angka kesakitan karena HIV /AIDS
b. Melakukan Pengobatan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian akibat HIV /
AIDS
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita dan keluarga
c. Lintas program dan Lintas sektor terkait.
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
a. Penemuan dan tatalaksana Kasus ; Penemuan secara pasif maupun aktif
b. Rujukan kasus
c. Pemberdayaan Masyarakat
d. Penyuluhan dan sosialisasi yang intensif tentang HIV / AIDS kepada masyarakat dan
ditingkat sekolah
e. Pelayanan Gizi dan Laboratorium
f. Klinik VCT
g. Perawatan dirumah
h. Pelatihan Petugas : Konselor
i. Pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS yang berkesinambungan (LKB).
LKB adalah Upaya yang meliputi upaya promotif, prenventif, kuratif dan rehabilitatif
yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS. Pelayanan yang diberikan sejak dari
rumah atau komunitas , fasilitas kesehatan dan kembali ke rumah atau komunitas ; juga
selama perjalanan infeksi HIV ( semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Dimana
kegiatan dilaksanakan harus melibatakan seluruh aspek terkait baik pemerintah, swasta
maupun masyarakat.
Komponen utama dalam pengendalian HIV adalah ; Pencegahan, Perawatan,
Pengobatan, dukungan dan konseling. Layanan Komprehensif dan berkesinambungan juga
memberikan dukungan baik aspek manajerial, medis, psikologi maupun sosial ODHA selama
perawatan dan pengobatan untuk mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
4. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan HIV/AIDS
a. Obat-Obatan : ARV
b. Alat Diagnostik : Rapid Test / RDT
c. Alat APD untuk Petugas Kesehatan
d. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
5. Format Pelaporan

101
- Laporan Bulanan Puskesmas
6. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus HIV AIDS
- Grafik Kasus HIV/ ADIS berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan
Waktu

IMPLEMENTASI PROGRAM

102
10. PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
Dewasa ini kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) meningkat secara signifikan dan telah
menjadi pandemi global. PTM merupakan “ silent desease “ yang menjadi penyebab kematian
utama diseluruh dunia. PTM yang utama antara lain ; Penyakit Jantung dan pembuluh darah,
Diabetes, kanker, dan penyakit pernafasan kronik serta cedera dan kekerasan. PTM umumnya
dikenal sebagai penyakit kronis dan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.
Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama seluruh elemen
masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM. Masyarakat diberi fasilitas dan bimbingan
dalam mengembangkan wadah untuk berperan, dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk

103
mengenali masalah diwilayahnya, mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan
permasalahnnya sendiri berdasarkan prioritas dan potensi yang ada.

Index : WASPADA PTM :


 PTM : Penyakit Tingkah Manusia
PTM timbul karena perilaku / kebiasaan yang tidak sehat, seperti ; merokok, kurang aktifitas
fisik, makanan tinggi lemak, garam dan gula, kurang makan sayur dan buah dan lain-lain.
 PTM : Penyakit Terus Menerus
Apabila seseorang sudah terkena PTM maka tidak dapat sembuh, namum dapat
dikendalikan. Maka penting bari seseorang terkena PTM untuk rutin berobat, memeriksakan
kesehatan dan tetap menjaga perilaku hidup sehat.
 PTM : Penyakit Terus Miskin
Bila diabaikan terus menerus, penyakit ini akan berkelanjutan terus sehingga mengurangi
produktifitas dan biaya pengobatan yang mahal
 PTM : Penyakit Terus Mati
Bila sampai titik akhir, komplikasi berat akan mengintai dan berakhir dengan kematian
1. Tujuan :
a. Menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular
secara terpadu, komprehensif dan terintegrasi dengan melibatkan stakeholder,
masyarakat dan pemerintah
b. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko PTM
2. Sasaran :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan
e. Lintas Program dan Lintas Sektoral
3. Kegiatan Pelayanan yang dilaksanakan :
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, meliputi ; Surveilans faktor resiko, Promosi
Kesehatan dan Upaya Pelayanan Kesehatan.
a. Surveilans :
 Surveilans Faktor resiko
 Pencatatan dan Pelaporan / Registrasi Kasus
b. Promosi Kesehatan :
 Sosialisasi : Masyarakat

104
 Pelatihan Kader Posbindu
 Desiminasi dan Informasi untuk penguatan jejaring kerja Lintas Program dan Lintas
Sektoral
c. Upaya Pelayanan Kesehatan :
 Self Care Faktor resiko dimasyarakat
 Tatalaksana penderita PTM dan Respom cepat terhadap kegawatdaruratan PTM
 Pengembangan UKBM berupa Posbindu.

Index :POSBINDU
a. Pengertian :
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini
dan pemntauan faktor resiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan
periodik.
b. Sasaran kegiatan :
Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia
15 Tahun keatas.
c. Pelaku Kegiatan :
Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader keseahatan yang telah dilatih atau
kelompok/organisasi/tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM.
d. Bentuk Kegiatan :
 Penggalian Informasi tetang faktor resiko PTM dengan wawancara kepada peserta atau
keluarga.
 Pengukuran IMT, BB, TB, Lingkar Perut, Tekanan Darah dan analisis lemak tubuh.
 Pengukuran fungsi paru sederhana dengan Peakflow meter
 Pemeriksaan Gula Darah
 Pemeriksaan Kolesterol
 Pemeriksaan IVA
 Pemeriksaan Kadar alkohol pernafasan
 Konseling dan penyuluhan
 Aktifitas fisik dan atau olah raga bersama
 Rujukan ke fasilitas kesehatan dasar.

105
Pos Pembinaan Terpadu PTM

Pendaftaran Pengukuran Fisik Pemeriksaan


Biokimia
Tinggi badan
Pendataan Berat badan Kolesterol darah
Sosiodemogri Lingkar pinggang Glukosa darah
Waktu Kunjungan Lingkar pinggul
Tekanan darah
Paramedis
Kader Kader Kader

Konseling &
Rujukan Kasus Pencatatan
Pelaporan
Penyuluhan
Dialog Interaktif Monitoring
Identifikasi Faktor
Aktifitas Fisik Risiko PTM
Bersama

Kader Kader
Paramedis, Medis

106
PELAYANAN PTM

PEMERIKSAAN FR. PTM

5. Fasilitas Pendukung Pengendalian dan Pemberantasan PTM


a. Obat-Obatan
b. Posbidu Dasar Set : Tensi meter digital, pengukur lingkar perut, pengukur tinggi badan,
body fat analizer, peakflow meter, alat ukur gula darah
107
c. Alat Posbindu lain : Cardio check, analisis carbon monoxide, spirometer, nebulizer, alat
ukur kolesterol, alat pemeriksaan IVA
d. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, register PTM,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.
6. Format Pelaporan
- Laporan Bulanan Puskesmas
- Laporan Surveilan Kasus PTM
7. Visualisasi Data
- Peta Wilayah Kasus PTM
- Grafik Kasus PTM berdasarkan ; Umur, Jenis Kelamin, Wilayah / tempat dan Waktu

108
F. STANDARISASI PELAYANAN SURVEILANS, IMUNISASI, WABAH DAN
BENCANA

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN SURVEILANS,


IMUNISASI, WABAH DAN BENCANA

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan


Surveilans, Imunisasi, Wabah Dan Bencana

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- in focus dan laptop
- camera
- printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Surveilans, Imunisasi, Wabah Dan Bencana
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Surveilans, Imunisasi, Wabah Dan Bencana
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN
SURVEILANS, IMUNISASI, WABAH DAN BENCANA

A. PENDAHULUAN
Program Surveilens, imunisasis dan wabah bencana ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular kurang dari 24
jam. Prioritas penyakit menular harus ditanggulangi 100% sesuai dengan Permenkes nomor
;1501 Tahun 2010 adalah leptospirosis, hepatitis, demam berdarah dengue, Kolera, Pes,
Campak, H1N1(Avian Influensa Baru, Antrak, Rabies, Polio, Pertusis, Difteri, Malaria,
Maningitis, Yellow Fiver, chikungunya, dan penyakit menular tertentu lainya ; tubercolusis paru,
HIV/AIDS, kusta, pneumonia, filariasis .
109
Penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah BBLR, Kematian Ibu, Kematian
Bayi/Neonatus, Anemia, Bumil Lila,Persalinan, BGM, Kwashiokort, Marasmus, Gizi Buruk, dan
lain-lain penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes melitus dan kanker. Rencana kerja
indikatif berupa kegiatan pokok dalam rangka pelaksanaan program Surveilens, Imunisasi dan
wabah bencana antara lain :
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Pelacakan, Peningkatan penemuan kasus penyakit menular yang dapat menimbulkan
wabah dan penanggulangan wabah dan KIPI
3. Penemuan secara pasif dan aktif melalui Penyeldikan epidemiologi / kunjungan
lapangan penyakit
4. Pengambilan dan pengiriman sampel penyakit
5. Peningkatan Imunisasi
6. Melaksanakan vaksinasi balita dan anak sekolah
7. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko < 24 jam
8. Melaksanaan Pelatihan Siaga Bencana untuk tenaga Puskesmas dan Kabupaten
B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN :
1. Tujuan :
a. Menurunnya angka kesakitan, Kecacatan dan kematian akibat penyakit menular dan
penyakit tidak menular < 24 jam
b. Merekomendasikan untuk Memutuskan mata rantai penularan penyakit
c. Merekomendasikan untuk Meningkatkan perilaku masyarakat dalam pencegahan
dan penanggulangan faktor risiko Penyakit Tidak Menular
2. Sasaran Kegiatan :
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan, meliputi :
a. Masyarakat
b. Penderita
c. Keluarga Penderita
d. Petugas Kesehatan / Lintas Program / Lintas Sektoral
C. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan yang dilaksanakan pada program surveilens, imunisasi dan wabah bencana
terdiri dari :
1. Peningkatan Surveilens Epidemiologi dan penaggulangan wabah
a. Tujuan :
 Mencegah terjadinya penularan penyakit dan wabah penyakit
 Mencegah, menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan angka kematian akibat
penyakit menular dan tidak menular < 24 jam

110
 Mencegah wabah penyakit menular dan tidak menular melalui penyeledikan
epidemiologi
 Merekomendasikan untuk melakukan pemutusan mata rantai penularan penyakit
pada lintas program dan lintas sektor terkait
 Melalukan Investigasi / kunjungan lapangan kelokasi terjangkit penyakit
 Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan menganalisa data dan membuat
kesimpulan dan mendistribusikan kepada yang berkepentingan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Penderita
 Keluarga Penderita
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral
c. Kegiatan yang akan dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Surveilens, Siaga Bencana, Petugas /tim Pemeriksa haji
tingkat Kabupaten dan Pertemuan Zona surveilens tingkat Kecamatan dan
tingkat nagari bagi petugas kesehatan, kader kesehatan.
2. Pengambilan dan pengiriman sampel, kegiatan meliputi :
 Kunjungan rumah kepada seluruh kepala keluarga & anggota keluarga
 Pengambilan sampel
 Pengiriman sampel

111
3. Penyeldikan epidemiologi / Penyelidikan KLB :
Penemuan Kasus dini dilaksanakan di setiap Puskesmas, Pustu Pembantu,
Polindes dan Rumah sakit dan dimasyarakat. Tujuan pokok dari penyelidikan
KLB adalah untuk mengetahui cara mencegah penularan lebih lanjut dari
penyebab penyakit.
4. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit
Surveilens Terpadu Penyakit merupakan proses kegiatan yang terus menerus
dan sistematis yang membutuhkan dukungan perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi serta dukungan sumber daya yang memadai,
kegiatan penyelenggaraan Surveilens Terpadu meliputi :
 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data untuk Surveilens bersumber dari register rawat jalan, raway inap,
Puskesmas Pembantu serta dari masyarakat
 Analisa serta Rekomendasi Tindak lanjut
Analisa dilakukan baik secara mingguan, bulanan maupun tahunan
 Umpan Balik
Mengirim umpan balik bualanan dan permintaan perbaikan data ke
Puskesmas Pembantu dan jejaringnya.
 Laporan
2. Peningkatan Imunisasi dan Pelayanan Imunisasi pada Anak Sekolah
a. Tujuan :
 Terlaksananya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan wabah
 Turunnya angka PD3I melalui kegiatan BIAS dan Penanggulangan KIPI
 Menurunkan AKI dan AKABA melalui PD3I
 Memutus mata rantai penularan penyakit melalui Vaksinasi balita dan anak
sekolah
 Terjaringnnya Kasus KIPI dan Penanganan kasus KIPI 100%
 Teraksananya Penyeleidikan Epedemiologi penemuan kasus tersangka penyakit
menular sedini mungkin atau < 24 jam
 Dicegahnya penderita cacat/lumpuh layuh menetap melalui imunisasi
 Tersosisialisasi / terdistribusinya penyebaran informasi tentang PD3I penyakit
menular secara menyeluruh kepada masyarakat.
b. Sasaran :
 Masyarakat : Bayi, Balita dan Anak Sekolah
 Petugas Kesehatan
 Lintas Program dan Lintas Sektoral

112
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Melakukan Pertemuan Imunisasi Tingkat Puskesmas / Tingkat Kecamatan bagi
petugas dan Bidan Desa
2. Pelayanan Imunisasi Rutin
3. Pelaksanaan Imunisasi Rutin dilaksanakan di Posyandu dan di Puskesmas yang
dilaksanakan 1 ( satu ) bulan sekali sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh
masing-masing Puskesmas melalui kesepatan dengan masyarakat.
4. Pelaksanaan Imunisasi TT untuk Bumill dan Calon Pengantin
5. Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas dengan melibatkan lintas program terkait
yaitu Petugas KIA/ KB Puskesmas.
6. Pelacakan KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi )
7. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui KIPI yang terjadi dan Penatalaksanaan
KIPI sedini mungkin.
8. Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS )
9. Kegiatan BIAS ini merupakan program yang dilaksanakan oleh Puskesmas
dengan jajarannya terutama pada sekolah dasar kelas I, II dan Kelas III. Vaksinasi
yang diberikan adalah Vaksin Campak untuk anak kelas I dan Vaksin DT dan TD
untuk anak kelas I, II dan III.
10. Sosialisasi dan Penyuluhan tentang Program Imunisasi
11. Sosialisasi dan penyuluhan dapat dilakukan di tingkat Puskesmas, Nagari
maupun di posyandu waktu pelaksanaan posyandu untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat dan petugas tentang program imunisasi.
12. Sweeping Imunisasi / Dofu( dropout follow up)
Kegiatan sweeping/dofu dilakukan untuk pemberian imunisasi pada balita yang
tidak datang ke posyandu untuk imunisasi

113
3. Pelayanan Kesehatan Haji dan Bencana
a. Tujuan :
 Terlaksana pelaksanaan pelayanan kesehatan haji yang baik
 Telaksana sistem manajemen bencana di tingkat Puskemas / Kecamatan.
b. Sasaran :
 Masyarakat
 Calon Jemaah Haji
 Petugas Kesehatan
 Lintas Sektor terkait
c. Kegiatan yang dilaksanakan :
1. Pemeriksaan Kesahatan Haji
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji dilaksanakan untuk mengetahui kesehatan
jemaah haji, deteksi dini penyakit pada calon jemaah haji dan penatalaksaan
lanjutan terhadap calon jemaah haji yang mempunyai masalah terhadap
kesehatannnya dan sekembalinya jemaah haji dari Mekah dilkakukan kembali
pelacakan terkait dengan masalah kesehatannya.
2. Vaksinasi bagi Calon Jemaah Haji
Vaksinasi merupakan upaya preventif untuk perlindungan terhadap jemaan haji
waktu pelaksanaan haji sehingga tidak tertular penyakit dan menjadi sumber
penularan penyakit sewaktu pulang dari ibadah haji.
3. Pencatatan dan Pelaporan
Dokumentasi Haji sangat diperlukan dan merupakan salah satu syarat yang harus
dilengkapi sebelum berangkat haji.
4. Pelatihan Manajemen Bencana Tingkat Puskesmas
Pelatihan Manajemen bencana bertujuan agar Puskesmas dan Jaringan
mengatahui tata cara / langkah-langkah yang harus dilakukan bila terjadi bencana
diwilayah kerjanya.

114
D. FASILITAS PENDUKUNG
1. Program Surveilans
a. Bahan / Alat :
 Senter Surveilans untuk pemeriksaan jentik
 Botol spesimen, Slide dan Bok Slide untuk spesimen
 Alat APD untuk Petugas Kesehatan
 Reagen untuk pemeriksaan spesimen
 Termometer
 Tensi meter
 Obat-obatan ; misal ; anti racun binatang berbisa ketika PE,dll
b. Barang cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
2. Program Imunisasi
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Imunisasi dan Pelarut : Campak, Polio, DPT-HIB, TT, DT dan Td, BCG,
HB0
 Vaksin Carier / Termos Vaksin
 Kulkas Vaksin
 Ice cold
 Safety Box
 Hand Scone
 Spuid / Jarum Suntik
 Kapas alkohol
 Termometer untuk Kulkas Vaksin/fristeg/fridge-tag
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur,
poster, lembar balik dan lain-lain.
3. Program Haji
a. Bahan / Alat Imunisasi :
 Vaksin Haji : Meningitis, Influenza
 Spuid / Jarum suntik
 Safety Box
 Hand Scone
 Kapas Alkohol
 Coldbox
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Buku Haji, Formulir pencatatan dan pelaporan,
brosur, poster, lembar balik dan lain-lain.

115
4. Program Bencana
a. Bahan / Alat :
 Peralatan P3K
 Alat Resusitasi
 Peralatan untuk pertolongan pertama pada Gangguan Kesehatan dan Penyakit
 Obat-Obatan
 Radio Orari/HT/Hp
 Logistik pedukung lain ; Tandu, Oksigen, Tensi meter, Termometer
b. Barang Cetakan : Buku Pedoman, Formulir pencatatan dan pelaporan, brosur, poster,
lembar balik dan lain-lain.
c. Media Tranportasi/Mobil Ambulance/Motor
E. FORMAT – FORMAT PELAPORAN
a. Format Laporan Surveilans :
 Laporan W1
 Laporan W2
 Laporan Surveilans Campak
 List Penderita AFP
 Laporan Surveilans Integrasi AFP dan PD3I
 Laporan Kelengkapan dan Ketepatan
 Surveilans Terpadu Puskesmas
b. Format Laporan Imunisasi :
 PWS Imunisasi ( Software )
 Monitoring Vaksin 1 dan 2
 Laporan Bias Campak, Laporan Bias DT dan Td
c. Format Laporan Haji dan Bencana
 Laporan Rekapitulasi Jemaah Haji
 Laporan Penjaringan Kesehatan Jemaan Haji
 Laporan Kejadian Bencana
F. VISUALISASI DATA
a. Peta Wilayah :
 Peta Cakupan Imunisasi
 Peta Wilayah Rawan Bencana
 Peta KLB / Wabah
b. Grafik pencapaian :
 Cakupan Imunisasi Rutin : HBO,BCG, Polio, DPT-HB-Hib Campak, TT, Cakupan
BIAS : Campak, DT dan Td

116
 Grafik Suhu Vaksin
 Grafik Kejadian Luar Biasa
 Grafik Surveilens Terpadu Puskesmas

117
G. STANDARISASI PELAYANAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN PENYEHATAN


LINGKUNGAN

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan


Penyehatan Lingkungan

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Penyehatan Lingkungan
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Penyehatan Lingkungan
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

A. PENDAHULUAN
Puskesmas mempunyai peran sebagai motivator dalam perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat serta membina lingkungan masyarakat di wilayah kerjanya. Ada 6 program dasar
yang dilaksanakan puskesmas, salah satunya adalah program penyehatan lingkungan.
Petugas yang terlibat langsung dalam pelaksanaan penyehatan lingkungan adalah Sanitarian
Puskesmas.
Selama ini telah banyak dilaksanakan program/kegiatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas lingkungan. Pada prinsipnya program/kegiatan penyehatan lingkungan bertujuan untuk

118
meningkatkan higienitas dan kualitas kehidupan masyarakat. Pelaksanaan tujuan tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan tiga komponen pendekatan yaitu penciptaan lingkungan
yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi (demand) dan peningkatan penyediaan
sanitasi (supply).
Dalam upaya meningkatkan kebutuhan sanitasi masyarakat terhadap sanitasi dilakukan
melalui perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat. Oleh karena itu program/kegiatan
penyehatan lingkungan di puskesmas diharapkan dapat merubah perilaku masyarakat untuk
hidup bersih dan sehat.
B. KEGIATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
1. Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Air
Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36
Tahun 2009, khususnya yang terkait dengan penyehatan air dan tujuan penyediaan air bersih,
maka pengawasan kualitas air dan pengamanan kualitas air dalam kaitannya membantu
penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, penyuluhan kesehatan dalam
kaitannya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air
bersih merupakan kegiatan yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan umum pengawasan kualitas air adalah diketahuinya gambaran mengenai keadaan
sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar untuk memberikan rekomendasi untuk
pengamanan kualitas air. Adapun tujuan khusus adalah :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi sarana air bersih dan kualitas air
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya perlindungan
pencemaran, perbaikan kualitas air dan penyuluhan kepada pihak terkait.
Sasaran kegiatan pembinaan dan pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut :
a. Air Minum (Depot Air Minum)
b. Air bersih yang digunakan masyarakat untuk keperluan rumah tangga (minum, masak,
cuci alat rumah tangga)

119
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan untuk pembinaan dan pengawasan kualitas air
adalah :
a. Inspeksi sanitasi
Inspeksi sanitasi dilakukan untuk air minum dengan sistem perpipaan, depot air minum
dan air minum bukan jaringan perpipaan, melalui :
 Penetapan lokasi titik dan frekuensi inspeksi sanitasi; Pengamatan dan peniaian
terhadap sarana air minum dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi sarana
air minum (terlampir); dan
 Menetapkan tingkat resiko pencemaran berdasarkan penilaian.
b. Pemeriksaan kualitas air bersih
Pemerikasaan kualitas air dilakukan dengan cara pengambilan sampel air minum.
Tata cara pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
 Penetapan lokasi titik pengambilan sampel dilakukan berdasrkan hasil inspeksi
sanitasi;
 Titik-titik sampel menyebar dan mewakili kualitas air dari sistem penyediaan air
bersih;
 Sampel diambil, disimpan dan dikirim dalam wadah yang steril dan bebas dari
kontaminasi;
 Pengiriman sampel dilakukan dengan segera;
 Sampel yang diambil dilengkapi dengan data rinci sampel yang diambil.
Penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air minum sesuai dengan yang
diatur pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum.
c. Pembinaan pemakai air
Pembinaan pemakai air dilakukan untuk pengamanan kualitas air sebagai tindak lanjut
pengawasan kualitas air melalui upaya penyuluhan. Kegiatan penyuluhan penyehatan
air terdiridari :
 Penyuluhan penyehatan air bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penduduk
akan pentingnya penggunaan dan penanganan air bersih secara higienis dalam
kehidupan sehari-hari, diperolehnya perubahan perilaku hidup sehat yang
berhubungan dengan penyediaan air bersih, dan melembaganya kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan, perbaikan, serta
pengembangan sarana air bersih dimasyarakat.
 Peningkatan kegiatan kelompok pemakaiair (Pokmair).
 Penerapan upaya penyehatan air melalui pendekatan desa percontohan kesehatan
lingkungan.
120
2. Pembinaan dan Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)
Tujuan pembinaan dan pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah sebagai
berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TTU.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan penyakit
yang disebabkan oleh TTU yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar untuk penyuluhan kepada pihak terkait.
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan TTU adalah inspeksi sanitasi pada TTU,
diantaranya adalah :
a. Inspeksi sanitasi sekolah
b. Inspeksi sanitasi pondok pesantren
c. Inspeksi sanitasi hotel
d. Inspksi sanitasi Pasar
e. Inspeksi sanitasi sarana ibadah
f. Inspeksi sanitasi salon/pangkas rambut
g. Inspeksi sanitasi sarana pelayanan kesehatan
h. Inspeksi sanitasi kolom renang
Inspeksi sanitasi TTU dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi TTU
tersendiri, sesuai dengan jenis TTU sebagaimana terlampir. Sebagai alat bantu dalam
inspeksisanitasi TTU juga dapat digunakan sanitarian kids.
Hasil inspeksi sanitasi TTU akan mengambarkan permasalahan yang ada pada TTU
tersebut dan merupakan rekomendasi bagi petugas dalam pelaksanaan penyuluhan guna
mengubah perilaku yang terkait dengan TTU tersebut. Salah satu bentuk metode dalam
mengubah perilaku yang dapat dilakukan di TTU seperti di sekolah, pondok pesantren dan
masyarakat sekitarnya adalah dengan methodology for participatory assesment (MPA) dan
participatory hygiene and sanitation transformation (PHAST) yang disingkat dengan MPA-
PHAST.
MPA adalah suatu metode/cara yang digunakan untuk melakukan suatu kajian atau
penilaian terhadap keadaan atau kondisi sarana sanitasi suatu kelompok masyarakat dengan
melibatkan partisipasi masyarakat. PHAST adalah suatu metode yang digunakan untuk
mencapai perubahan perilaku ke arah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
mengembangkan sarana sanitasi.
Mengapa digunakan metode MPA-PHAST? Atau apa kelebihan dari MPA-PHAST? :
a. Masyarakat dapat mengekspresikan “voice dan choicenya”.
b. Memungkinkan bagi yang buta huruf untuk mengekpresikan pandangannya.
c. Kesinambungan dan efektifitas suatu program.

121
Peralatan yang diperlukan dalam Metode MPA-PHAST adalah gambar-gambar yang
mengambarkan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, perilaku masyarakat dalam
pemanfaatan sarana sanitasi, alur penyakit yang bisa disebabkan oleh perilaku tersebut, dan
alur pencegahan penyakit. Permasalahan dan pemecahan masalah di dapat dari masyarakat,
petugas menyimpulkan sampai ada suatu komitmen perubahan perilaku ke arah PHBS.

Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TTU, dan visualisai data dalam
bentuk pemetaan, tabel dan grafik… (lihat lampiran)

3. Pembinaan dan Pengawasan Lingkungan Pemukiman


Tujuan pembinaan dan pengawasan lingkungan pemukiman adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi lingkungan pemukiman.
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan penyakit
yang disebabkan oleh lingkungan pemukiman yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dan upaya perbaikan ligkungan pemukiman.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait serta perencanaan pengembangan
pemukiman yang sehat.
Salah satu bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan lingkungan pemukiman adalah
inspeksi sanitasi rumah, didalamnya tercakup masalah jamban, air bersih, limbah cair dan
pengolahan sampah. Inspeksi sanitasi rumah dilaksanakan dengan menggunakan formulir
inspeksi sanitasi sebagaimana terlampir.
Dari inspeksi sanitasi rumah dapat diketahui cakupan masyarakat yang telah
menggunakan jamban sehat, akses terhadap air bersih, perilaku masyarakat dalam
pengolahan limbah cair dan sampah. Untuk meningkatkan higienitas dan kualitas kehidupan
masyarakat Indonesia, serta untuk mendukung tercapainya Millinium Development Goals
(MDGs) tahun 2015, Pemerintah Indonesia mencanangkan kegiatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Lingkup sanitasi dalam STBM meliputi 5 pilar yaitu :
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan
b. Cuci tangan pakai sabun
c. Penggelolaan air minum dan makan dalam rumah tangga
d. Pengelolaan sampah rumah tangga
e. Pembuangan salurann limbah cair rumah tangga secara aman.
Dalam upaya meningkatkan kebutuhan STBM dilakukan melalui perubahan perilaku
hygiene dan sanitasi masyarakat. Perubahan perilaku ini digunakan 2 metode pendekatan yaitu
metode promosi sanitasi menggunakan komunikasi perubahan perilaku (behavior change
communication/BBC) dan metode pemicuan (Community Lead Total Sanitation/CLTS).

122
Metode pemicuan (CLTS) pada prinsipnya adalah pemicuan terhadap rasa jijik, rasa
malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggug jawab yang berkaitan pada kebiasaan
buruk seperti buang air besar sembarangan. Untuk membantu pemicuan digunakan beberapa
komponen seperti pemetaan, alur kontaminasi, alur penyakit dan simulasi lainnya. Alat bantu
yang diperlukan dalam pelaksanaan pemicuan (CLTS) adalah :
a. Tanah lapang atau halaman
b. Bubuk putih untuk membuat batas desa
c. Potongan-otongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk
d. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran
e. Spidol
f. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi.
Dengan metode CLTS diharapkan adanya pemahaman dan persamaan persepsi individu
maupunkelompok tentang tiga komponen STBM yang saling terkait (komponen peningkatan
kebutuhan/demand, perbaikan penyediaan/spply, dan penciptaan lingkungan yang
mendukung) dalam pelaksanaan program STBM.

123
4. Pembinaan dan Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan
Tujuan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan makanan (TPM) adalah sebagai
berikut :
a. Tersedianya informasi keadaan sanitasi TPM
b. Tersedianya rekomendasi untuk tindak lanjut terhadap upaya pencegahan penyakit
yang disebabkan oleh TPM yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
c. Sebagai data dasar penyuluhan untuk pihak terkait
Bentuk kegiatan pembinaan dan pengawasan tempat pengolahan makanan adalah :
a. Inspeksi sanitasi pada rumah makan, jasa boga, warung kopi, makanan jajanan, dan
industri rumah tangga. Inspeksi sanitasi dilakukan dengan menggunakan formulir
inspeksi sanitasi sesuai dengan tempat pengolahan makanan sebagaimana terlampir.
b. Pemeriksaan sampel makanan
Makanan yang diperiksa jika dicurigai mengandung bahan-bahan yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dimana dapat membahayakan kesehatan yang
mengkonsumsinya, diambil sampelnya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Bentuk pencatatan dan pelaporan dari inspeksi sanitasi TPM, dan visualisasi data
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik… (lihat lampiran)

5. Klinik Sanitasi
Tujuan pelaksanaan klinik sanitasi adalah suatu upaya penyehatan lingkungan dan
pembenrantasan penyakit berbasis lingkungan. Dengan klinik sanitasi maka upaya penyehatan
lingkungan difokuskan pada kelompok resiko tinggi penyakit berbasis lingkungan.
Alur merujuk pasien penyakit berbasis lingkungan ke klinikk sanitasi adalah sebagai
berikut :
a. Pengunjung mendaftar di loket
b. Petugas loket mengisi kartu status
c. Pasien menuju ke poliklinik dengan membawa kartu status
d. Petugas poliklinik (perawat, dokter, bidan) memeriksa pasien sesuai prosedur yang
berlaku dipuskesmas
e. Apabila dari hasil emeriksaan diduga menderita penyakit yang berbasis lingkungan
(diare, kecacingan, ISPA, malaria, DBD, TB Paru, kulit/gatal-gatal, keracunan makan,
minuman dan pestisida) dan diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, maka pemeriksa
memberikan kartu rujukan/kartu status kepada pasien untuk menuju ke petugas klinik
sanitasi
f. Penderita menuju dan memberikan kartu rujukan/kartu status pasien ke petugas klinik
sanitasi.
124
Alur pelaksanaan wawancara petugas klinik sanitasi dengan pasien adalah sebagai
berikut :
a. Pasien yang dirujuk menyerahkan rujukann/kartu status ke petugas klinik saniitasi
b. Petugas klinik sanitasi mempelajari kartu pasien untuk mengetahui penyakit penderita
c. Lakukan wawancara dengan menggunkan daftar pertanyaan sesuai penyakit yang
diderita pasien
d. Simpulkan hasil wawancara apakah penyakit yang diderita pasien itu ada indikasi
berhubugan dengan faktor lingkungan
e. Berikan saran pemecahan yang sederhana, mudah dilaksanakan danmurah sesuai
dengan masalahnya
f. Adakan kesepakatan kapan bisa berkunjung ke rumah pasien jika penyakit disebabkan
oeh faktor lingkungan
g. Pasien ambilobat di apotik dan pulang
h. Petugas klinik sanitasi mengisi kartu status kesehatan ligkungan berdasarkan kartu
status penderita dan mencatat ke dalam buku registrasi.

Contoh Buku register klinik sanitasi terlampir ada dalam lampiran…

Masyarakat juga boleh langsung berkunjung ke klinik sanitasi tanpa pemeriksaan di


poliklinik. Alur kunjungan ke klinik sanitasi adalah :
a. Klien langsung ke ruang kerja kliniksanitasi (disesuaikan dengan kondisi daerah, perlu
mendaftarkan ke loket atau langsung ke klinik sanitasi).
b. Petugas melakukan wawancara dengan klien sesuai dengan permasalahan yang
disampaikan dan hasilnya dicatat.
c. Simpulkan hasil wawancara apakah permasalahan yang disampaikan berhubungan
dengan faktor lingkungan.
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah dilaksanakan sesuai
dengan masalahnya.
e. Apabila diperlukan adakan kesepakatan kapan berkunjung ke rumah klien.
f. Klien pulang.
g. Petugas kliniksanitasi mengisi buku register berdasarkan penjelasan klien.
Persiapan kegiatan klinik sanitasi di luar gedung (kunjungan rumah) adalah sebagai
berikut :
a. Pelajari hasil wawancara.
b. Siapkan formulir kunjungan lapangan sesuai denggan penyyakkit pasien/klienn yang
akan dikunungi.
c. Koordinasi lintas sektor terkait dan perhatikann hal-hal sebagai berikut :
125
 Apa masalahnya dan apa pesan yang ingin disampaikan?
 Media penyuluhan yang diperlukan
 Peralatan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
 Sarana transportasi yang diperlukan
Alur pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah oleh petugas klinik sanitasi adalah :
a. Petugas langsung kunjungan ke rumah pasien/klien sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati.
b. Gunakan formulir (panduan lapangan) sesuai dengan penyakit/masalah pasien/klien.
c. Simpulkan hasil kunjungan kepada sasaran (keluarga dan masyarakat sekitar).
d. Berikan saran pemecahan yang sederhana, murah dan mudah dilaksanakan.
e. Apabila hasil kunjungan menyangkut sekelompok keluarga (5 keluarga atau lebih)
informasikan kepada petugas kesehatan di desa dan kepada ketua RT/Rw atau lintas
sektor untuk dapat ditindaklanjuti bersama.

Pencatatan dan pelaporan klinik sanitasi sesuai dengan format, dan visualisasi data
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik… (lihat lampiran)

126
H. STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Pokok bahasan STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Standarisasi Pelayanan


Kesehatan Dasar

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Standarisasi
Pelayanan Kesehatan Dasar
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dan
memimpin diskusi kelompok
4. Masing-masing Kelompok melaksanakan diskusi sesuai topik
masing - masing.
5. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
kelompok lain menanggapi.
6. Fasilitator menampilkan slide tentang Standarisasi Pelayanan
Kesehatan Dasar
7. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

A. PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan dasar mencakup program pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan
indera, kesehatan jiwa, pemeriksaan labor, perawatan kesehatan masyarakat, pelayanan
daerah terpencil, kesehatan olah raga.

127
B. PROGRAM PENGOBATAN
Program pengobatan meliputi poli umum dan poli gigi dan mulut. Kegiatan pada program
pengobatan tidak hanya dilakukan didalam gedung, tetapi juga dapat dilakukan diluar gedung
melalui kegiatan puskel atau puskesmas keliling, juga bisa dilakukan pada kegiatan pelayanan
kesehatan pada daerah terpencil.
Kegiatan pelayanan yang dapat dilakukan diluar gedung hanya pengobatan umum saja,
untuk pelayanan yang memerlukan tindakan seperti menjahit luka atau pencabutan gigi yang
memerlukan anaestesi hanya dapat dilakukan didalam gedung, jika ditemui kasus seperti
tersebut maka pasien dapat dirujuk ke puskesmas. Bila dijumpai kasus yang tidak dapat
ditangani di puskesmas pasien dirujuk ke rumah sakit.
Untuk proses pelaporan pada program pengobatan yang dilakukan di poli umum dengan
menggunakan format laporan LB 1 kesakitan berbasis ICD X dan rekapan pola penyakit
terbanyak berdasarkan jumlah kasus baru pada bulan tersebut. Laporan pada poli gigi meliputi
data kunjungan rawat jalan gigi, data jenis kunjungan rawat jalan gigi, data jenis morbiditas
penyakit gigi dan mulut dan data jenis pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Data pola penyakit terbanyak ditampilkan dalam bentuk diagram batang dan juga dapat
ditampilkan dengan diagram pie. Semua kegiatan didalam dan diluar gedung dapat
didokumentasikan melalui foto-foto kegiatan dan rekaman video.
C. PROGRAM KESEHATAN GIGI
Program kesehatan gigi, mencakup kegiatan UKGS dan UKGMD. Kegiatan UKGS
merupakan kegiatan pelayanan kesehatan gigi dam mulut yang dilaksanakan diluar gedung,
dimana sasaran dari kegiatan UKGS ini adalah anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah
dasar. Kegiatan UKGS ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap I ( Paket Minimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang belum terjangkau oleh tenaga
dan fasilitas kesehatan gigi yang ada di puskesmas. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini berupa:
 Pendidikan /penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh guru sesuai
dengan kurikulum dari Departemen Pendidikan Nasional.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut berupa kegiatan bimbingan pelihara diri bagi
murid, minimal untuk kelas I, II dan III, berupa sikat gigi massal dengan memakai
pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam sebulan.
 Rujukan kesehatan gigi dan mulut bagi yang memerlukan.
2. Tahap II ( Paket Standart)

128
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga
kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan gigi puskesmas masih terbatas. Kegiatan
yang dilakukan pada tahap II ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh guru sesuai dengan
kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untuk murid kelas I, II dan III berupa
sikat gigi massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali
dalam sebulan dam pembersihan karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I SD diikuti pencabutan gigi susu
yang telah waktunya lepas/tanggal dan pengobatan darurat untuk menghilangkan
rasa sakit.
 Pelayanan medis gigi dasar bagi murid yang membutuhkan perawatan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
3. Tahap III (Paket Optimal)
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga
kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki puskesmas sudah memadai. Adapun
kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa :
 Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi (terintegrasi)
 Pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kurikulum.
 Pencegahan penyakit gigi dan mulut minimal untik kelas I, II dan III berupa sikat gigi
massal dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali dalam
sebulan dan pembersihan karang gigi.
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi susu
yang telah waktunya tanggal/lepas.
 Pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dari murid kelas I sampai dengan kelas
VI.
 Pelayanan medis gigi dasar pada murid kelas terpilih/selektif sesuai kebutuhan.
 Rujukan bagi yang memerlukan.
Selain 3 tahapan diatas, cakupan pelaksanaan UKGS dalan ketentuan Depkes RI tahun
2000 juga dijelaskan bahwa :
1. Frekwensi pembinaan petugas UKGS ke SD minmal 2 kali dalam setahun.
2. Minimal 75 % murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut.
3. Minimal 80 % murid SD mendapatkan perawatan medis gigi dasar dari seluruh murid
SD yang telah terjaring untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Kegiatan UKGS dilaporkan dengan menggunakan variabel kegiatan sebagai berikut :
129
1. Jumlah murid SD kelas I, II dan III yang mendapat DHE
2. Jumlah murid kelas I, II dan III yang melaksanakan sikat gigi massal dengan pasta
gigi yang mengandung fluor.
3. Jumlah guru atau dokter kecil yang mendapat pelatihan UKGS.
4. Jumlah murid kelas I yang dilakukan penjaringan kesehatan.
5. Jumlah murid kelas I yang dicabut giginya yang sudah waktunya tanggal.
6. Jumlah yang mendapatkan pengobatan darurat dari guru.
7. Jumlah yang kelas I sampai kelas VI yang mendapat DHE.
8. Jumlah murid kelas I dan II yang yang mendapat surface protection.
9. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI yang mendapatkan pelayanan medik gigi dasar
atas permintaan.
Semua data kegiatan dapat ditampilkan dengan menggunakan diagram batang, dan
kegiatan ini didokumentasikan melalui foto-foto kegiatan dan rekaman video. Program
kesehatan gigi tidak hanya diperuntukkan untuk anak-anak yang masih duduk dibangku SD,
tetapi juga diperuntukkan bagi masyarakat umum lainnya melalui kegiatan UKGMD ( Usaha
Kesehatan Gigi Masyarakat Desa ), dimana sasaran dari kegiatan ini adalah seluruh lapisan
masyarakat, mulai dari balita, ibu hamil sampai kepada lansia.
Bentuk kegiatan UKGMD adalah penyuluhan dan pemeriksaan gigi kepada seluruh
sasaran, mempraktekkan cara menyikat gigi yang benar pada balita. Kegiatan UKGMD dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan kelas ibu balita, kelas ibu hamil, kegiatan
posyandu,posyandu lansia, kegiatan DDTK, puskesmas keliling, posbindu. Cakupan
pelayanan kegiatan UKGMD meliputi :
1. Jumlah ibu hamil dengan kelainan gigi dan mulut.
2. Jumlah ibu hamil yang dirujuk.
3. Jumlah ibu hamil yang mendapat perawatan.
4. Jumlah balita yang bebas karies.
5. Jumlah balita yang dirujuk.
6. Jumlah balita yang mendapat perawatan.
7. Jumlah penduduk yang dirujuk kader.
8. Jumlah penduduk yang mendapatkan pengobatan sederhana.
9. Jumlah kunjungan petugas untuk pembinaan.
Laporan kegiatan UKGMD bersifat kumulatif, dan data dapat ditampilkan dengan digram
batang. Semua kegiatan dapat didokumentasikan melalui audio visual atau visual saja.
D. PROGRAM KESEHATAN INDERA
Program kesehatan indera merupakan salah satu program upaya kesehatan
pengembangan. Saat ini, kesehatan indera tidak hanya menangani masalah kesehatan mata

130
saja tetapi juga kesehatan pendengaran. Sasaran dari kegiatan ini adalah seluruh lapisan
masyarakat, mulai dari bayi sampai dengan lansia. Pelayanan kesehatan indera dapat
dilaksanakan didalam dan diluar gedung.
Kegiatan diluar gedung dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan lainnya
seperti kegiatan penjaringan kesehatan pada anak sekolah, kegiatan DDTK, posyandu, kelas
ibu balita, posbindu, puskel, kegiatan UKS. Untuk kegiatan dalam gedung biasanya
dilaksanakan di poli umum.
Kegiatan kesehatan indera penglihat yang dapat dilaksanakan antara lain pemeriksaan
visus, pemeriksaan katarak, pemeriksaan glaukoma, penanganan trauma pada mata,
penyuluhan. Sedangkan untuk kegiatan luar gedung kegiatan yang dapat dilaksanakan seperti
pemeriksaan visus, pemeriksaan katarak dan penyuluhan. Selain itu juga dilakukan pelayanan
oleh dokter spesialis melalui kegiatan referal dokter spesialis, dimana dokter spesialis
memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat melalui puskesmas.
D.1.STANDAR PELAYANAN KESEHATAN INDERA PENGLIHAT
1. Taman Kanak-kanan, PAUD
 Kegiatan promotif
Kegiatan promotif berupa penyuluhan dimana sasaranya murid dan orang tua
(sasaran kelompok), sasaran individu (murid dan orang tua) materi yang dapat
diberikan pada kegiatan penyuluhan ini yaitu cara pemeliharaan kesehatan mata
dengan kecukupan pencahayaan pada waktu membaca, jarak sehat untuk melihat,
membaca buku dll, pemberian vitamin A, pemenuhan gizi yang mengandung vitamin
A. Guru TK dan PAUD dapat dijadikan fasilitator penyuluhan ini, dan media
penyuluhan dapat berupa poster, leaflet dan lembar balik.
 Kegiatan preventif
Dapat dilakukan dengan pengamatan kesehatan, pemeriksaan periodik tiap 6 bulan
dan rujukan kasus ke puskesmas. Sasaran dapat berupa sasaran kelompok ( murid
dan orang tua/wali murid) dan sasaran individu. Materi kegiatan ini dapat berupa
pemberian vitamin A, pengobatan untuk balita sakit campak, cara perawatan balita
dengan infeksi mata dan monitoring kesehatan murid TK. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan bekerja sama antara tenaga kesehatan dan guru TK dan PAUD.
Media kegiatan ini dapat berupa poster, leaflet, buku pedoman dan senter.
2. Sekolah
 Kegiatan promotif
Dilakukan melalui sasaran kelompok dan individu (murid dan orang tua/wali murid),
materi kegiatan berupa cara pemeliharaan kesehatan mata (pencegahan gangguan
penglihatan), selain tenaga kesehatan kegiatan ini juga dapat melibatkan guru
131
sekolah yang telah terlatih dan dokter kecil/kader kesehatan sekolah. Media yang
dapat digunakan berupa poster, leaflet, brosur, pinhole, snellen chart, pedoman
pemeliharaan tajam penglihatan anak di sekolah.
 Kegiatan preventif
Kegiatan dilakukan dengan pengamatan kesehatan murid, pemeriksaan periodik 1
kali 6 bulan, rujukan kasus. Sasaran kegiatan murid-murid. Materi kegiatan berupa
tanda-tanda gangguan penglihatan dan gejala gangguan penglihatan. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan melibatkan tenaga kesehatan, guru terlatih dan dokter
kecil/kader kesehatan sekolah. Media kegiatan ini dapat berupa pinhole, snellen
chart, okluder (penutup mata), dan format rujukan.
 Kegiatan kuratif
Kegiatan yang dilakukan yaitu penangann P3K dan rujukan, sasaran murid yang
mengalami kecelakaan di sekolah dengan materi penanganan kecelakaan mata
yang sering terjadi di sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru terlatih dan
dokter kecil/kader kesehatan sekolah. Media yang dapat digunakan senter, air
bersih, kasa steril, plester, format rujukan, pedoman penanganan P3K mata.

132
3. Posyandu
 Kegiatan promotif
Berupa penyuluhan dengan sasaran ibu/keluarga balita yang datang ke posyandu.
Materi penyuluhan yang dapat diberikan yaitu tentang pencegahan gangguan
penglihatan dan cara pemeriksaan kesehatan mata. Selain tenaga kesehatan,
kegiatan ini juga dapat melibatkan kader posyandu. Media penyuluhan berupa
poster (gambar anatomi mata), leaflet, lembar balik, demonstrasi bahan makanan
yang diperlukan untuk kesehatan mata.
 Kegiatan preventif
Pemeriksaan periodik 1 kali 6 bulan dan rujukan kasus ke puskesmas, sasaran
kegiatan ini ibu/keluarga balita yang datang ke posyandu. Materi kegiatan dapat
berupa pemberian vitamin A sesuai usia, kelainan mata yang sering terjadi pada
anak balita seperti katarak kongenital, radang mata, tumor, juling dan buta warna.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui kerja sama tenaga kesehatan dengan kader
posyandu. Media kegiatan berupa poster, leaflet, senter, kapsul vitamin A, media
warna warni dasar, buku pedoman untuk masyarakat resiko tinggi, modul pelatihan
kader dan guru.
4. Puskesmas pembantu
 Kegiatan promotif
Kegiatan yang dapat dilakukan berupa penyuluhan. Sasaran dari kegiatan ini
pengunjung puskesmas, baik individu maupun kelompok. Materi penyuluhan yang
dapat diberikan yaitu tentang gangguan penglihatan dan penyebab kebutaan yang
diakibatkan oleh katarak, kelaianan refraksi, glaukoma, radang mata dan
kekurangan vitamin A. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan tenaga kesehatan. Media
penyuluhan dapat berupa poster, leaflet, snellen chart, buku pedoman pemeliharaan
tajam penglihatan anak di sekolah.
 Kegiatan Preventif
Kegiatan yang dilakukan berupa pemberian vitamin A, pengamatan kesehatan
murid (deteksi dini), pemeriksaan periodik 1 kali dalam 6 bulan (refraksi dan tekanan
bola mata), rujukan kasus. Sasaran kegiatan pasien, anak sekolah dan keluarga.
Materi kegiatan skrening masal/pemeriksaan kelainan mata dan rujukan kasus ke
puskesmas. Kegiatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dengan
menggunakan media senter, snellen chart, tonometer, ophthalmoscope, loop dan
buku ishihara.
 Kegiatan Kuratif

133
Pada kegiatan ini dilakukan pemeliharaan, pengobatan dan tindakan rujukan.
Sasaran kegiatan pasien. Kegiatan yang dilakukan pemeriksaan mata dasar dan
pengobatan serta rujukan kasus yang tidak dapat diatasi. Kegiatan dilakukan oleh
tenaga kesehatan/perawat yang terlatih. Media kegiatan alat kesehatan sesuai buku
peralatan puskesmas, obat-obatan mata untuk pemeriksaan dan pengobatan.
5. Puskesmas
 Kegiatan Promotif
Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan dengan sasaran individu, keluarga dan
kelompok, materi penyuluhan cara-cara pemeliharaan mata dan pencegahan
gangguan penglihatan. Penyuluhan dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Adapun media penyuluhan berupa poster, leaflet, snellen chart, buku pedoman
pemeliharaan tajam penglihatan anak di sekolah.
 Kegiatan Preventif
Berupa pemeriksaan periodik 1 kali dalam 6 bulan dan rujukan. Sasaran pasien,
anak usia sekolah, keluarga. Kegiatan yang dilakukan seperti cara-cara
pemeliharaan mata dan pencegahan gangguan penglihatan dan rujukan kasus ke
rumah sakit. Upaya preventif ini dilakukan oleh dokter umum yang sudah terlatih.
Media kegiatan berupa senter, snellen chart, tonometer, ophthalmoscope, loop,
buku ishihara, set lensa uji coba dan anal test.
 Kegiatan Kuratif
kegiatan pemeliharaan, pengobatan dan tindakan rujukan. Sasaran individu,
kegiatan yang dilakukan cara-cara pemeliharaan mata dan pencegahan gangguan
penglihatan, rujukan kasus ke rumah sakit. Tindakan dilakukan oleh dokter umum,
dokter spesialis mata (rujukan), PPDS (program Pendidikan Dokter Spesialis) bila
mungkin. Media tindakan berupa obat-obatan mata untuk pemeriksaan/pengobatan,
alat bedah minor mata.

134
6. Puskesmas Rawatan
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan dengan sasaran individu, kelompok dan massal. Materi penyuluhan
cara-cara pemeliharaan mata dan pencegahan gangguan penglihatan. Kegiatan
dilakukan oleh dokter puskesmas, perawat terlatih, kegiatan ini dapat dibantu oleh
kader terlatih, petugas dari kab/kota, petugas dari propinsi dan lintas sektor terkait.
Media penyuluhan berupa poster 9pemeliharaan kesehatan mata), alat pelindung
mata, leaflet, booklet casette audio dan video, buku pedoman pemeliharaan tajam
penglihatan anak di sekolah.
 Kegiatan Preventif
Kegiatan penjaringan kasus xeroftalmia, glaukoma dan katarak. Sasaran kegiatan
ini bayi/balita, anak pra sekolah, murid SD dan masyarakat resiko tinggi. Kegiatan
ini bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala awal penyakit mata dan gangguan
penglihatan. Tindakan dilakukan oleh dokter puskesmas, petugas puskesmas yang
dibantu oleh guru UKS, kadervterlatih dan dokter spesialis mata, dengan
menggunakan media senter, loop, snellen chart, tonometer dan set lensa uji coba.
 Kegiatan Kuratif
Kegiatan yang dilakukan pemeriksaan mata dasar dan pemeriksaan kelainan
refraksi,pengobatan dengan sasaran pasien di puskesmas. Petugas menyampaikan
cara-cara pemeriksaan dan pengobatan 10 jenis penyakit mata terbesar dan
melaksanakan rujukan kasus mata dengan atau tanpa komplikasi yang tidak dapat
ditangani. Tindaka dilakukan oleh dokter puskesmas, petugas puskesmas yang
terlatih dan kunjungan dokter spesialis mata melalui kegiatan referal dokter. Media
yang digunakan seperti alat diagnostik mata, alat pemeriksaan refraksi, obat mata
anti biotik dan symptomatik dan vitamin. Untuk kasus-kasus tertentu yang
memerlukan tindakan operasi minor seperti hordeolum dann pterygium, semua
tindakan dilakukan oleh dokter terlatih yang mengikuti prosedur operasi, dan
tindakan dilakukan dengan menggunakan instrumen operasi minor mata. Untuk
kasus katarak, tindakan dilakukan oleh operator dokter spesialis mata, dokter
terlatih (bila memungkinkan, PPSSD(bila mungkin pembantu operator). Ditindakan
ini dilakukan di kamar operasi kecil, alat operasi katarak, bahan keperluan operasi
katarak, bahan habis pakai untuk keperluan operasi.
 Kegiatan Rehabilitatif
Pemberian resep kacamata myop, hypermetrop, afakia, dengan sasaran kelompok
umur >40 tahun, penderita pasca operasi katarak, dan pasien rujukan balik RS.
Pemberian resep kacamata ini sesuai dengan pedoman koreksi gangguan refraksi
135
pada orang buta myop, hypermetrop dan afakia. Dilakukan oleh dokter dan perawat
terlatih, kegiatan ini mengguanakan media kertas resep, leaflet, cara penggunaan
dan pemeliharaan mata bagi orang berkacamata, instrumen operasi minor mata.
D.2. STANDAR PELAYANAN INDERA PENDENGAR
1. Taman Kanak-kanak dan PAUD
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan yang diberikan kepada murid dan orang tua, yaitu cara pemeliharaan
kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran dengan menghindari
suara yang keras dan bising terus menerus, anak-anak tidak boleh membersihkan
telinga sendiri, memakai alat yang aman untuk membersihkan telinga dan
menghindari berenag/pergi ke tempat tinggi saat sedang pilek. Penyuluhan dapat
dilkaukan oleh guru TK dan PAUD dengan menggunakan poster, leaflet dan lembar
balik.
 Kegiatan Preventif
Pengamatan kesehatan, pemeriksan periodik sekali dalam 6 bulan dan rujukan
kasus ke puskesmas. Tindakan pencegahan ini disampaikan kepada murid dan
oranng tua/wali murid, dengan menginformasikan cara perawatan balita dengan
infeksi telinga, kelainan telinga yang sering terjadi pada murid,keluar cairan dari
telinga, pilek demam disertai sakit telinga dan kelainan perilaku. Disampiakna oleh
guru TK dan PAUD dengan menggunakan poster, leaflet, buku pedoman, senter
dan garpu tala.
2. Sekolah
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan dilakukan secara berkelompok dengan materi cara pemeliharaan
kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran. Penyuluhan dilakukan
oleh guru sekolah dan dokter kecil. Media penyuluhan berupa poster, leaflet, lembar
balik dan brosur.

136
 Kegiatan Preventif
Dengan melakukan pengamatan kesehatan murid dan pemeriksaan periodik sekali
dalam 6 bulan, dan melakukan rujukan kasus pendengaran. Kegiatan ini melibatkan
murid. Pada kegiatan ini disampaikan tanda-tanda gangguan pendengaran dan
gejala gangguan pendengaran, disampaikan oleh guru terlatih, dokter kecil dan
petugas puskesmas. Media kegiatan ini senter, garpu tal 512 Hz, audiometer.
 Kegiatan Kuratif
Penanganan P3K dan rujukan pada murid. Penanganan kecelakaan telinga yang
sering terjadi di sekolah. Dapat dilakukan oleh guru dan dokter kecil dengan
menggunakan senter, kasa steril, garpu tal dan tes bicara.
3. Posyandu
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan pada ibi/keluarga balita yang datang ke posyandu. Adapaun materi
penyuluhan tentang pencegahan gangguan pendengaran, anak-anak tidak boleh
membersihkan telinga sendiri, menggunakan alat yang aman untuk membersihkan
telinga, hindari berenang/ pergi ke tempat tinggi saat sedang pilek, gangguan
perilaku. Penyukuhan dilakukan oleh kader posyandu dan petugas kesehatan,
dengan menggunakan leaflet, poster dan lembar balik.
 Kegiatan Preventif
Pemeriksaan periodik dan rujukan kasus. Diberikan kepada ibu/keluarga balita yang
datang ke posyandu. Materi yang disampaikan cara-cara perawatan bilita, keluarga
balita dengan gangguan telinga, cara-cara pemeriksaan periodik dan deteksi dini
gangguan komunikasi/perilaku. Kegiatan ini disampaikan oleh kader posyandu dan
petugas kesehatan. Media kegiatan berupa poster, leaflet, senter, buku pedoman
perawatan dan pemeliharaan kelsehatan telinga untuk masyarakat beresiko tinggi,
modul latihan untuk kader dan guru.
4. Puskesmas Pembantu
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan kepada individu, keluarga dan kelompok. Materi penyluhan cara
pemeliharaan kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran.
Penyuluhan disampaikan oleh tenaga kesehatan dengan media poster, leaflet,
lembar balik.
 Kegiatan Preventif
Pengamatan kesehatan murid, pemeriksaan periodik dan rujukan kasus, dilakukan
pada pasien pustu, anak sekolah dan keluarga. Dilakukan skrening
masal/pemeriksaan telinga dan kasus-kasus THT, kegiatan dilakukan oleh tenaga
137
kesehatan terlatih. Media kegiatan senter, otoskop, audio meter skrining, pedoman
gangguan pendengaran (WHO) garpu tala 512 Hz (tes weber).
 Kegiatan Kuratif
Pemeliharaan, pengobatan dan tindakan rujukan. Dengan melalukan pengobatan
awal kasus penyakit infeksi telinga tengah, ISPA dan telinga luar serta rujukan ke
puskesmas. dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih THT, media kegiatan senter,
otoskop, sulip lidah, garpu tala, spekulum hidung dan obat tetes telinga (antibiotik
dan carboglycerin, H202 3 %)5.
5. Puskesmas
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan kepada individu, keluarga dan kelompok. Materi penyuluhan tentang
kesehatan telinga dan gangguan pendengaran seperti ISPA dan OMSK, penyuluhan
olah tenaga kesehatan dengan media penyuluhan poster, leaflet, lembar balik,
modul latihan.
 Kegiatan Preventif
Pemeriksaan periodik sekali dalam 6 bulan dan rujukan, disampaikan kepada
pasien, anak sekolah dan keluarga. Materi penyuluhan cara-cara pemeriksaan
kasus THT rujukan kasus ke RS. Disampaikn oleh dokter umum telatih dan PPDS,
media senter, poster, audiometer, garpu tala 512 Hz.
 Kegiatan Kuratif
Pemeliharaan, pengobatan dan tindakan rujukan kepada individu. Kegiatan
pemeriksaan dan pengobatan gangguan pendengaran, rujukan ke RS, dengan
tenaga dokter umum, dokter speliasis THT, PPDS. Media berupa otoskop, lampu
kepala, garpu tala, spekulum hidung, sudip lidah, audiometer nada murni, syringe
irigasi telinga, pengait serumen,sendok serumen, serumen hook, pinset bayonet dan
obat-pbatan sesuai standar.

138
6. Puskesmas Perawatan
 Kegiatan Promotif
Penyuluhan kepada individu, kelompok dam massal. Materi tentang kesehatan
telinga dan gangguan pendengaran, penyakit telinga dan gangguan pendengaran.
Penyuluhan dilakukan oleh dokter, perawat terlatih dibantu oleh kader terlatih,
petugas dari kab/kota dan propinsu serta lintas sektir terkait. Media poster, leaflet,
lembar balik, brosur, audio visual, bukku pedoman PPKT untuk masyarakat resti.
 Kegiatan Preventif
Pemeriksaan periodik sekali 6 bulan dan rujukan kasus kepada bayi/balita, anak pra
sekolah dan masyarakat resti. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah skrening
gangguan pendengaran dan penyakit telinga, pemeriksaan komprehensif untuk
rawat jalan. Dilakukan oleh dokter puskesmas, petugas dibantu oleh guru UKS,
kader terlatih dan dokter spesialis. Media kegiatam senter, audiometerskrening.
 Kegiatan kuratif
Kegiatan pemeriksaan pasien dengan gangguan pendengaran di puskesmas,
melakukan pemeriksaan dan pengobatan 10 jenis penyakit THT terbesar,
melaksanakan rujukan kasus THT dengan atau tanpa komplikasi yang tidak dapat
ditangani. Dilakukan oleh dokter puskesmas, petugas terlatih dan kunjungan dokter
spesiallis THT melalui kegiatan referal dokter ke puskesmas. media kegiatan
otoskop, lampu kepala, garpu tala, spekulum hidung, sudip lidah, spekulum telinga,
audiometer nada murni, syringe irigasi telinga, pengait serumen, sendok ser,
serumen hook, pinset bayonet dan obat-obatan sesuai standar.
 Kegiatan Rehabilitatif
Menerima pasien rujukan balik dari RS. Kegiatan yang dilakukan yaitu tindak lanjut
perawatan pada pasien. Dilakukan oleh petugas kesehatan dan dokter puskesmas.
Media kegiatan audiometer nada murni dan obat-obatan.
Untuk kegiatan pada program kesehatan indera ini dilaporkan dengan menggunakan
format laporan yang terdapat pada LB 1 kesakitan dan laporan kegiatan skrening dan rujukan
pasien. Data dapat ditampilakn dengan menggunakan diagram batang dan dokumentasi
kegiatan melalui foto-foto kegiatan dan audiovisual.

139
E. PROGRAM KESEHATAN JIWA
Program kesehatan jiwa merupakan salah satu program kesehatan pengembangan yang
ada di puskesmas. Sehat jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang memungkinkan
hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang dengan
memperhatikan semua sisi kehidupan manusia. Ciri-ciri sehat jiwa adalah :
1. Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya.
2. Mampu menghadapi stres kehidupan yang wajar.
3. Mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya.
5. Menerima baik apa yang yang ada pada dirinya.
6. Merasa nyaman bersama dengan orang lain.
Lingkup masalah kesehatan jiwa sangat kompleks dan saling berhubungan dengan
segala aspek kehidupan kehidupan manusia. Secara garis besar masalah kesehatan jiwa
digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup,
yaitu masalah kesehatan jiwa yang terkait dengan makna dan nilai-nilai kehidupan
manusia, misalnya masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan life cycle
kehidupan manusia, mulai dari persiapan pra nikah, anak dalam kandungan, balita,
anak, remaja dan usia lanjut.
2. Masalah psikososial yaitu masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak
sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Contoh :
 Psikotik gelandangan
 Pemasungan penderita gangguan jiwa
 Tindak kekerasan sosial
 Pengungsi/migrasi
 Masalah usia lanjut yang terisolir
3. Masalah gangguan jiwa, yaitu suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Jenis-jenis gangguan jiwa ini tercantum dalam Pedoman Penggolongan Gangguan Jiwa
Edisi III (PPDGJ-III) atau Chapter F00-F99 dari International Classification of Diseases (ICD-X)
antara lain :
1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
2. Skizofrenia
140
3. Gangguan afektif
4. Anxietas (kecemasan), gangguan somato form (psikosomatik)
5. Gangguan mental organik
6. Gangguan jiwa anak dan remaja (gangguan perkembangan belajar, autisme,
gangguan tingkah laku, hiperaktifitas)
7. Retardasi mental
Prevalensi nasional gangguan mental emosional (anxietas dan depresi) sebesar 11,6 %.
Untuk penanggulangan masalah gangguan jiwa dibutuhkan kerja sama lintas sektoral.
Penderita gamgguan jiwa pada dasarnya dapat diobati dengan pengobatan teratur. Saat ini
banyak terjadi pemasungan pada pasien dengan gangguan jiwa.
Pemasungan adalah segala bentuk pengikatan, pengisolasian, penelantaran , segala
bentuk yang menghalangi setiap orang dengan gangguan jiwa memperoleh dan melaksanakan
hak-haknya. Adapun alasan terjadinya pemasungan adalah :
1. Perjalanan penyakit dan respon terhadap terapi
2. Tingkat ketergantungan dan beban keluarga
3. Kurang pemahaman dan pengetahuan akan gangguan jiwa
4. Akses ke layanan kesehatan
5. Pembiayaan.
Pemerintah mencanangkan Indonesia Bebas Pasung 2014, yang bertujuan mencapai
masayarakat Indonesia yang bebas pasung terhadap penderita gangguan jiwa :
1. Terselenggaranya perlindungan HAM bagi penderita jiwa
2. Peningkatan pengetahuan dari pemangku/pembuat kebijakan di kesehatan jiwa
3. Pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas disetiap tingkat layanan masyarakat
4. Skema pembiayaan yang memadai
5. Tercapainya kerja sama dan koordinator lintas sektor di bidang upaya kesehatan jiwa
6. Sistem monitoring dan evaluasi di bidang upaya kesehatan jiwa.
Penderita gangguan jiwa atau biasa disebut ODGJ ( Orang Dengan Gangguan Jiwa)
mempunyai hak yang sama dengan kita yang tidak mempunyai masalah dengan kesehatan
jiwa. Hak-hak ODGJ menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia yaitu :
1. Hak mendapat pelayanan kesehatan
2. Hak mendapatkan pendidikan
3. Hak untuk memperoleh pekerjaan
4. Hak berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik
5. Hak berpartisiapasi dalam kehidupan budaya, rekreasi dan olah raga
6. Hak memperoleh akses peradilan.
Sistem rujukan pasien dengan masalah kesehatan jiwa :

141
1. Penjangkauan kasus pasung
 Meningkatkan peran serta tokoh agama/tokoh wanita untuk mengenal pasien
dengan gangguan jiwa yang dipasung.
 Peran serta tokoh wanita/tokoh agama untuk mengajak pasien gangguan jiwa
yang dibawa berobat ke puskesmas
 Membentuk kader kesehatan jiwa, dengan adanya kader kesehatan jiwa
diharapkan bisa membantu keluarga untuk membantu merujuk pasien yang
mengamuk/sudah mengganggu.
 Tenaga kesehatan di puskesmas, diharapkan dapat melatih keluarga untuk dapat
merawat penderita gangguan jiwa, sebagai pemberi motivasi keluarga, membantu
memberikan pengobatan.
Tindak lanjut penanganan pemasungan :
1. Orang dengan gangguan kesehatan jiwa
 Melatih merawat kesehatan, bertanggung jawab untuk berobat seacara teratur.
 Mampu melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari
2. Keluarga
 Harus mampu memberikan perhatian, perlindungan dan kasih sayang (empati)
3. Kerjasama denagan tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh wanita
 Untuk mendeteksi terjadinya kambuh/ tidak nya penderita dengan gangguan
kesehatan jiwa
 Memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri
4. Kader kesehatan jiwa
 Melaksanakan home visit (untuk mengingatkan minumobat, dan kontrol rutin ke
fasilitas kesehatan)
5. Tenaga kesehatan
 Melakukan evaluasi terhadap pasien
 Puskesmas melakukan pendidikan, motivasi, pengobatan dan rujukan, menerima
rujukan dan menerima rujukan balik.
6. Dinas sosial
 Kerja sama lintas sektor untuk melakukan rehabilitasi.
Nilai-nilai yang diutamakan dalam program kesehatan jiwa masyarakat adalah :
1. Penghargaan terhadap martabat orang dengan masalah kesehatan jiwa
2. Pendekatan multidisipliner dan multisektor
3. Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan
4. Kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
5. Terjangkau dan pemerataan
142
6. Kegiatan yang responsif dan berbasis bukti.
Penanganan masalah kesehatan jiwa dimasyarakat dapat dapat dilakukan:
1. Pencegahan primer
Anggota masyarakat yang belim mengalami gangguan sesuai dengan kelompok
2. Sekunder
 Penemuan kasus
 Therapi modalitas
 Penaganan bunuh diri
3. Tersier
 Dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat
 Program mencegah stigma
 Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga.
Pengembangan pelayanan keperawatan jiwa di masyarakat :
1. Pengembangan desa siaga sehat jiwa dengan membentuk kader kesehatan jiwa
2. Mendukung pembentukan kelompok
3. UKS jiwa
Penanganan gangguan jiwa dapat dilakukan secara terintegrasi antara pelayanan
kesehatan jiwa di pelayanan kesehatan umum :
1. Mengurangi stigma
2. Membantu mengatasi kekurangan tenaga kesehatan jiwa
3. Pengenalan dini dengan gangguan jiwa pada pasien dengan keluhan somatik
4. Kesempatan melibatkan masyarakat
5. Tanggung jawab berada pada daerah
6. Mudah diakses dan biaya kecil
Pelayanan kesehatan jiwa dapat dilakukan secara :
1. Integrasi kesehatan jiwa di puskesmas
2. Integrasi kesehatan jiwa di RSU
3. Kerjasama erat antar puskesmas, RSU , RSJ dan Dinas Kesehatan
4. Integrasi kesehatan jiwa pada pelayanan kesehatan dan program sosial lainnya.
Program kesehatan jiwa tidak hanya menangani masalah pasien dengan pemasungan,
atau psikosa tetapi juga menangani pasien ketergantungan obat(narkoba) melalui IPWL
(Institusi Penerima Wajib Lapor).
Berdasarkan PP No. 25 tahun 2011 tanggal 18 April 2011 tentang pelaksanaan wajib
lapor pecandu narkoba. Wajib lapor adalah melaporkan diri yang dilakukan pecandu, orang
tua/wali dari pecandu kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan

143
pengobatan/rawatan/rehabilitasi. IPWL sendiri merupakan Puskesmas/RS/Lembaga rehabilitasi
medis dari lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Latar belakang dibentuknya IPWL adalah :
1. Kejahatan narkotika lintas negara, dilakukan secara terorganisir dan menjadi
masalah yang serius
2. Timbulnya kerugian yang sangat besar bagi kesehatan, sosial ekonomi, keamanan.
Fenomena perkembangan situasi narkotika:
1. Lapas/rutan di Indonesia mengalami over kapasitas
2. Terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan penegak hukum
3. Prevalensi HIV dikalangan pengguna narkoba suntik
Beberapa IPWL yang terdapat di Sumatera Barat
1. RSJ Prof. HB Sa’anin Padang
2. RSUP dr. M. Djamil Padang
3. RS dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
4. Puskesmas Andalas Padang
5. Puskesmas Biaro kab. Agam
6. Puskesmas Payolansek Payakumbuh.
Pelayanan kesehatan jiwa diberikan kepada seluruh masyarakat, mulai dari balita
sampai dengan lansia. Mulai dari penderita psikosa sampai para pencandu narkotika, juga dari
anak dengan retardasi mental sampai dengan anak autis dan hiperaktif.
Permasalahan anak dengan gangguan masalah kesehatan jiwa sebenarnya dapat
dideteksi melalui kegiatan DDTK (integrasi program kesehatan jiwa dan KIA). Anak-anak
penyandang retardasi mental, autis, hiperaktif, masalah kesehatan jiwa lainnya merupakan
anak-anak istimewa yang tidak boleh didiskriminasikan, mereka harus mendapatkan hak yang
sama dengan anak-anak yang tumbuh normal (tanpa masalah gangguan kesehatan jiwa), bila
anak-anak istimewa itu terus dibimbing, mereka juga bisa mempunyai prestasi yang
membanggakan kita semua.
Pelayanan kesehatan jiwa tidak hanya dilakukan didalam gedung melalui pengobatan
tetapi akan lebih bermakna jika dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah disertai penkes
kepada keluarga dan lingkungan bagaimana menghadapi pasien dengan masalah kesehatan
jiwa. Di puskesmas, pasien tidak hanya mendapat pengobatan dari dokter puskesmas, tetapi
juga mendapat pelayanan kesehatan dari dokter spesialis kesehatan jiwa melalui kegiatan
referal dokter spesialis.
Semua kegiatan dilaporkan dengan menghitung prevalensi dari masing-masing
masalah kesehatan jiwa yang ditangani di puskesmas. Kegiatan juga didokumentasikan melalui
foto-foto atau video.

144
F. PELAYANAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Berdasarkan KepmenkesNomor 128/Menkes/SK/II/2004, pelayanan laboratorium
merupakan salah satu pelayanan penunjang yang ada di puskesmas. Jenis-jenis pelayanan
laboratorium yang dapat dilakukan di laboratorium puskesmas adalah :
1. Pemeriksaan Urin
Jenis urin yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium di puskesmas adalah :
 Urin sewaktu :
Yaitu urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan, digunakan untuk
macam-macam pemeriksaan.
 Urin pagi :
Yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur pagi
hari. Baik digunakan untuk pemeriksaan berat jenis, protein dan sedimen.
Dari hasil pemeriksaan urin rutin digunakan untuk mengetahui :
 Warna urin
 Kejernihan
 Berat jenis
 Derajat keasaman/pH
 Pemeriksaan sedimen
 Protein
 Bilirubin
 Glukosa
Selain itu pemeriksaan urin juga digunakan untuk test kehamilan.
2. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui :
 Hemoglobin (cara sahli)
 Hitung lekosit
 Hitung eritrosit
 Laju endap darah (cara westergren)
 Hitung jenis lekosit
 Pemeriksaan golongan darah
3. Pemeriksaan tinja
Tujuan dari pemeriksaan tinja adalah untuk melihat adanya kelainan-kelaianan dalam
tinja, baik secara makroskopis maupun mikroskopis.
4. Pemeriksaan mikroskopis mycobacterium tuberculosis

145
Tujuan pemeriksaan ini untuk menemukan adanya basil tahan asam dalam dahak
penderita.
5. Pemeriksaan mikroskopis mycobacterium leprae
Tujuan pemeriksaan adalah menemukan basil berbentuk batang tahan asam dalam
Reitz serum, disebut Basil Tahan Asam (BTA).
6. Pemeriksaan mikroskopis neisseria gonorrhoea
Tujuan pemeriksaan adalah mencari kuman Neisseria gonorrhoea dalam sekret genital.
7. Pemerikasaan malaria secara makroskopis
Tujuannya adalah menemukan dan mengidentifikasi parasit penyebab malaria dalam
sediaan darah tepi, dimana dikenal 4 jenis parasit malaria yaitu :
 Plasmodium falcifarum
 Plasmodium malariae
 Plasmodium vivax
 Plasmodium ovale
8. Pemeriksaan microfilaria secara mikroskopik
Tujuan pemeriksaan untuk menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah tepi.
9. Pemeriksaan jamur permukaan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui dan menemukan adanya hypha atau
spora pada kulit, rambut dan kuku.
Hasil pemeriksaan merupakan salah satu penentu berdirinya sebuah diagnosa
penyakit.
G. PELAYANAN KESEHATAN DAERAH TERPENCIL
Kriteria daerah terpencil dan sangat terpencil tertuang dalam Permenkes No. 6 Tahun
2013 tentang fasilitas pelayanan kesehatan terpencil, sangat terpencil , fasilitas pelayanan
kesehatan yang tidak diminati.
Dasar penetapan daerah terpencil dan sangat terpencil adalah
 Jarak tempuh pp . 6 jam
 Kondisi geografis yang sulit dimana iklim/cuaca yang sering berubah
 Daerah tersebut hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau transportasi udara
 Komunitas adat terpencil
 Status kesehatan masyarakat yang masih rendah
 Beban ganda/multi beban (infeksi :ispa, diare, TBC, malaria)
H. PELAYANAN KESEHATAN OLAH RAGA
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarkat yang
optimal. Upaya kesehatan olah raga dalah salah satu upaya keseahatan yang bertujuan untuk
146
meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran melalui aktivitas fisik dan atau olah raga.
Program kesehatan olah raga merupakan salah program dari program pokok perilaku hidup
sehat dan pemberdayaan masyarakat. Kesehatan olah raga telah ditetapkan sebagaibsalah
satu indikator keberhasilan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh sesorang untuk melakukan pekerjaan
sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan
tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Olah raga
adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan
tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kesehatan olah
raga adalah upaya kesehatan yang memanfaatkan olah raga atau latihan fisik untuk
meningkatkan derajat kesehatan.
Kesehatan olahraga meliputi pelayanan kesehatan pada kegiatan olahraga dan
pemanfaatan olahraga untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani yang
diselenggarakan secara terpadu dan menyeluruh melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
Sasaran yang ingin dicapai melalui upaya kesehatan olah raga adalah :
1. Meningkatnya kemampuan manajemenn penyelenggaraan dan pengembangan
upaya kesehatan olahraga.
2. Meningkatnya cakupan dan mutu pelayanan kesehatan olah raga masyarakat.
3. Meningkatnya jumlah puskesmas dan rumah sakit yang mampu melaksanakan
pelayanan kesehatan olah raga.
Jenis-jenis olah raga :
1. Olah raga aerobik
2. Olah raga non aerobik
Manfaat olah raga
1. Meningkatkan kelenturan pada tubuh, sehingga dapat mengurangi terjadinya resiko
cedera.
2. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan
mempertahankan berat badan ideal.
3. Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang
4. Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru, serta pembuluh darah
5. Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit
6. Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitivitas hormon terhadap
jaringan tubuh
7. Meningkatkan aktivitas kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan
pengaturan kekebalan tubuh.

147
Komponen kebugaran jasmani terdiri dari :
1. Yang berhubungan dengan kesehatan :
 Daya tahan jantung-paru
 Daya tahan otot
 Kekuatan otot
 Fleksibilitas
 Komposisi tubuh (diukur dengan IMT dan persen lemak)
2. Yang berhubungan dengan keterampilan :
 Kecepatan gerak
 Kelincahan
 Keseimbangan
 Waktu reaksi
 Koordinasi
 Daya ledak otot.
Untuk mendukung terselenggaranya upaya kesehatan di puskesmas diperlukan sumber
daya sebagai berikut :
1. Tenaga
Petugas sebagai provider, fasilitator dan motivator.
2. Tempat
Upaya kesehatan olah raga dapat dilaksanakan di dalam atau di luar gedung
puskesmas.
3. Peralatan
Tersedianya peralatan yang mudah didapat dan tepat guna serta sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat.
4. Pembiayaan
Dapat berasal dari swadaya masyarakat, donatur, sponsor, dll.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh petugas puskesmas maupun
petugas lapangan
1. Pencatatan
 Di dalam puskesmas
a. Jumlah yang mengikuti skrining
b. Jumlah orang yang diukur kebugaran jasmani
c. Jumlah orang berkonsultasi kesehatan olah raga
d. Frekuensi penyuluhan kesehatan olah raga
e. Frekuensi kegiatan olah raga di puskesmas
 Di luar puskesmas
148
a. Jumlah kelompok olahraga
b. Nama dan alamt kelompok
c. Jumlah dan nama pelatih
d. Frekuensi latihan/kegiatan
e. Frekuensi penyuluhan kesehatan olah raga
f. Frekuensi pembinaan pada kelompok olah raga.
2. Pelaporan
Pelaporan dilakukan oleh puskesmas disesuaikan dengan kebijakan Dinas Kesejatan
Kab/kota.
I. PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT
Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu kegiatan pokok
Puskesmas yang sudah ada sejak konsep Puskesmas di perkenalkan.Perawatan Kesehatan
Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada akhir-akhir ini
lebih tepat disebut CHN (Communify Yealth Nursing). Perubahan istilah public menjadi
community, tejadi di banyak negara karena lstilah 'public" sering kali di hubungkan dengan
bantuan dana pemerentih (government subsidy atau public funding),memberikan keperawatan
kesehatan masyarakat dapat dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh
masyarakat atau swasta, khususnyan pada sasaran individu (UKP), contohnya perawatan
kesehatan individu dirumah (home health nursing).
Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) pada dasarnya adalah Pelayanan
keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan rnasyarakat
dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapatan derajat kesehatan ysng optimal dilakukan
melalui
peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) disemua tingkat
pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dan melibatkan kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pelayanan keperawatan.
Tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat dalarn mengatasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang
optimal. Pelayanan keperawatan diberikan secara langsung kepada seluruh masyarakat dalam
rentang sehat-sakit dengan mempertirnbangkan seberapa jauh masalah kesehatan masyarakat
memepengaruhi individu, keluarga, dan kefompok maupun masyarakat .
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah seluruh masyarakat termasuk
individu, keluarga, kelompok berisiko tinggi termasuk kelompok masyarakat penduduk di
daerah kumuh, terisolasi, berkonflik, dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan

149
Perawatan Kesehatan masyarakat adalah perpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat. mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan
kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal,
sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya .
I. Bentuk pelayanan
Pelayanan dapat dilakukan di dalam dan luar gedung :
1. Kegiatan dalam gedung Puskesmas
Merupakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat yang dilakukan di poli
asuhan keperawatan, poliklinik pengobatan, maupun ruang rawat inap Puskesmas,
meliputi:
a. Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap
b. Penemuan hsus baru (deteksi dini) pada pasien rawat jalan.
c. PenyuIuhan dan pendidikan kesehatan.
d. Pemantauan keteraturan berobat .
e. Rujukan kasus masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan lain di
Puskesmas.
f. Pemberian nasehat (konseling) keperawatan.
g. Kegiatan yang menerpakan tugas limpah sesuai pelimpan hak kewenangan
yang diberikan dan atau prodesure yang telah ditetapkan (contoh pengobatan,
penanggulangan kasus gawat darurat, dll).
h. Mendapatkan lingkungan terapeutik dalam pelayanan kesehatan di gedung
Puskesmas (kenyamanan, keamanan, dlll).
i. Dokumentasi keperawatan.
2. Kegiatan di luar gedung Puskesmas
A. Asuhan keperawatan kasus yang memerlukan tindak lanjut dirumah (Individu
dalam konteks keluarga) Merupakan asuhan keperawatan individu di rumah
dengan rnelibatkan peran serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara
lain :
a. Penemuan suspek kasus kontak serumah.
b. Penyuluhan Pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya.
c. Pemantauan keteraturan berobat sesuai program pengobatan.
d. Kunjungan rumah (home visit home health nursing) sesuai rancana.
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung(direct care) maupun tidak langsung
(indirect care).

150
f. Pemberian nasehat (konseling) kesehatan keperawatan.
g. Dokurnentasi keperawatan.
B. Asuhan keperawatan keluarga
Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada keluarga rawan
kesehatanlkeluaqa miskin yang mempunyai masalah kesehatan yang dl
temukan di masyaraket dan dlakukan di ~ m a hkeluarga. Kegiatannya meliputi,
antara lain :
1. ldentifikasi keluarga rawan kesehatan keluarga miskin dengan masalah
kesehatan di Masyarakat
2. Penemuan dini suspek kasus kontak serumah.
3. Pendidikan penyuluhan kesehatan terrhadap keluarga (lingkup keluarga)
4. Kunjungan rumah (home visit/ home health nursing) sesuai rencana
5. Pelayanan keperawatan dasar langsung (direct care) maupun tidak
langsung (indirect care).
6. Pelayanan kesehatan sesuai rencana. misalnya memantau keteraturan
berobat pasien dengan pengobatan jangka panjang.
7. Pemberian nasehat ( konseling) kesehatan keperawatan di rumah.
8. Dokumentasl icepetawalan.
C. Asuhan keperawatan kelompok khusus. Merupakan asuhan keperawatan pada
kelompok rnasyawkat rawan kesehatan yang memerlukan perhatian khusus,
baik dalam suatu Institusi maupun non institusi. Kegiatannya meliputi antara lain:
1. Identifikasi faktor resiko terjadinya masalah kesehatan dikelompok.
2. Pendidikan penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan.
3. Pelayanan keperawatan langsung (direct care) pada penghuni yang
memerlukan keperawatan.
4. Memotivasi pembentukan, membimbing, dan memantau kader-kader
kesehatan sesusi jenis kelompoknya.
5. Dokumentasi keperawatan.
D. Asuhan Keperawatan masyarakat di daerah binaan.
Merupakan asuhan keperawatan yang ditujukan pada masyarakat yang rentan
atau mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan.
Kegiatannya meliputi kegiatan kunjungan ke daerah binaan untuk :
1. Identifikasikasi masalah kesehatan yang tejadi di suatu daerah dengan
masalah kesehatan spesifik.
2. Meningkatkan partisipasi rnasyarakat melalui kegiatan memotivasi
masyarakat untuk rnembentuk upaya kesehatan berbasis rnasyarakat

151
3. Pendidikan penyuluhan kesehatan masyarakat.
4. Memotivasi pembentukan,mengembangkan dan memantau kader-kader
kesehatan di msyarakat
5. Ikut serta metaksanakan dan memonitor kegiatan PHBS.
6. Dokumentasi keperawatan
Fasilitas pendukung
1. PHN Kit
2. Kohort
3. Pencatatan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan
a. Pencatatan
1. Formulir pengkajian
Formulir Pengkajian Keperawatan baik untuk individu, keluarga, kelompok,
masyarakat
2. Register Rawat jalan dan Ragister Rawat lnap (untuk Puskesmas dengan Ruang
Rawat hap)
Merupakan catatan klien yang mendapat asuhan keparawatan, dapat
terintegrasi dengan rawat jalan dan rawat inap yang sudah ada
3. Catatan Keperawatan dimaksudkan untuk mencatat rencana, tindakan dan
penilaian keperawatan klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) y ang
mendapat asuhan keperawatan dibina.
4. Family Folder (berkas catatan kesehatan keluarga) untuk setiap keluarga rawan
kesehatan miskin yang dibina. Merupakan kumpulan kartu status kesehatan setiap
anggota keluarga rawan kesehatan miskin yang dibina
5. Buku Register kohort Keluarga Pembinaan Keluarga Rawan Merupakan catatan
untuk mengetahui Identitas, masalah kesehatan yang dihadapi serta kemajuan
pembinaan keluarga rawan kesehatan miskin yang dibina.
6. Buku Register Pembinaan Kelompok/Desa/Masyarakat.
Merupakan catatan untuk mengetahui identitas, masalah kesehatan yang dihadapi
serta kemajuan pembinaan kelompok khusus/ masyarakat/desa yang dibina
7. Buku Catatan Kegiatan Perawat
Merupakan catatan keglatan perawat dalarn rnelaksanakan asuhan keperawatan
dan kegiatan lainnya, yang rnemudahkan untuk perhitungan angka kredit jabatan
fungsionalnya.

152
Pencatatan lainnya dapat dikembangkan dengan melibatkan organisasi profesi ,
insfitusi pendidikan keperawatan, sesuai kebutuhan daerah, seperti antara lain
pencatatan kegiatan refleksi diskusi kasus yang dilakukan di Puskesrnas.
b. Pelaporan
Disesuaikan dengan kebutuhan informasi untuk mengukur keberhasilan upaya
keperawatan kesehatan masyarakat sesuai dengan indicator yang sudah
ditetapkan. Bentuk format laporan terintegrasi dengan sistem pelaporan yang
berlaku.

Visualisasi data
Register Kohort Pembinaan Keluarga Rawan

I. MEMBUAT VISUALISASI DATA

Pokok bahasan MEMBUAT VISUALISASI DATA

Metode Kuliah, Diskusi Kelompok

Tujuan Peserta memahami tentang Tata Cara Membuat


Visualisasi Data

Waktu 120 menit

Alat dan bahan - Flipcart


- Spidol
- Lakban
- Bahan presentasi
- In focus dan laptop
- Kamera
- Printer

Langkah kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi


2. Fasilitator menggali pendapat peserta tentang Tata Cara
Membuat Visualisasi Data
3. Fasilitator menerangkan tentang Tata Cara Membuat
Visualisasi Data dan memperlihatkan beberapa contoh
4. Masing-masing peserta mempraktekkan Tata Cara Membuat
Visualisasi Data
5. Masing-masing peserta menampilkan Visualisasi Data yang
telah dibuatnya
6. Fasilitator menyimpulkan dan menutup sesi

Bahan Bacaan

153
MEMBUAT VISUALISASI DATA

Visualisasi data adalah data – data yang harus diketahui oleh banyak orang. Umumnya
data – data tersebut ditempelkan di tempat yang bisa dilihat semua orang. Di banyak
Puskesmas di Tanah Air tercinta ini belum ada data yang bisa diakses semua orang, sehingga
bila ada supervisi dari Dinas Kesehatan, pihak Puskesmas kelabakan mencari – cari data yang
dibutuhkan. Nah, visualisasi data akan memudahkan Puskesmas menyediakan informasi yang
diperlukan tanpa harus susah payah mencari – cari ke sana kemari. Dalam membuat
visualisasi data, ada Puskesmas atau petugas kesehatan desa yang menempelkannya di
dinding, ada juga yang menyediakan ruangan khusus yang disebut ruang data.
Data – data yang ditempelkan tersebut ada yang dibuat dalam bentuk tabel, grafik,
diagram, dan lain sebagainya. Umumnya data – data itu masih dalam bentuk data mentah.
Jarang Puskesmas yang mampu menganalisis data, padahal data yang sudah diolah dan
disimpulkan, akan memudahkan bagi pengguna memahaminya.
Sebagai pedoman untuk melakukan supervisi bagi Dinas Kesehatan, data – data yang
diperlukan untuk divisualisasikan di Puskesmas, Pustu, Polindes, dan Poskesdes, minimal
sebagai berikut :
DAFTAR TILIK STANDARISASI
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Puskesmas/Pustu/Poskesdes :……..................................... Nama Supervisor :


Kecamatan : ……………….............. 1. ……………………………

Nama Petugas : ………………………… 2. ........................................

3. …………………………...

Pelatihan Yang Pernah Diikuti : ……………………………………..………………………….

Pendidikan : ……………………………………………………………………………………………..

Beri tanda (  ) di kolom yang sesuai.

1. SARANA DAN PRASARANA


NO INDIKATOR KETERANGAN
A KONDISI FISIK BANGUNAN
1 Apakah bangunan pada saat ini dalam kondisi baik ? (jika
ya lanjut ke pertanyaan ke. 3)
2 Apakah bangunan padaa saat ini ada kerusakan ?
Jika ya kondisinya :
a. Rusak ringan
b. Rusak sedang
c. Rusak berat
3 Pernakah mendapat anggaran untuk rehabilitasi atau
pemeliharaan ?
Kalau pernah Tahun berapa ?

154
4 Apakah jumlah ruang gedung mencukupi untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat ?
5 Apakah petugas dan masyarakat merasa aman dan
nyaman dalam memberikan dan menerima pelayanan di
dalam gedung ?
B PENERANGAN/LISTRIK
1 Apakah gedung sudah memiliki penerangan Listrik ?
C SUMBER AIR BERSIH
1 Apakah gedung sudah memiliki Sumber Air Bersih ?
Kalau ya jenisnya ?
a. PDAM
b. Sumur Bor
c. Sumur Gali
d. Mata Air
D ALAT KESEHATAN
1 Apakah Bidan KIT tersedia untuk memberikan pelayanan
kepada Masyarakat ?
2 Kalau ya apakah dalam keadaan cukup ?
3 Apakah Tersedia Tempat tidur untuk memberikan
pelayanan kepada Masyarakat ?
4 Kalau ya apakah jumlahnya cukup ?
E PEMELIHARAAN
1 Apakah bangunan gedung dipelihara dengan baik
2 Apakah alat kesehatan dikelola dengan baik

2. KEWAJIBAN DASAR FUNGSIONAL

NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN

1 Buku catatan harian untuk setiap kegiatan yang


dilakukan bidan PTT dan PNS (dalam dan luar
gedung)
2 Untuk PNS, adakah selalu membuat P1 (catatan
kegiatan mingguan)
3 Untuk PNS, adakah membuat P2 (catatan
kegiatan bulanan)
4 Untuk PNS, adakah membuat P3 (DUPAK)
(catatan kegiatan selama enam bulan)
5 Untuk PNS, adakah mengirimkan kelengkapan
DUPAK ke Sekretariat Dinkes setiap semester
6 Mengikuti Latihan Pratugas Bidan PTT
7 Perpanjangan Bidan PTT ?

155
3. PELAKSANAAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN
ADA/
NO INDIKATOR TIDAK KETERANGAN
JMLH
1 UKBM
a. Posyandu
- Data Posyandu
- Strata Pratama
Madya
Purnama
Mandiri
- Data Posyandu terintergrasi PAUD & BKB
- Data jadwal Posyandu
- Data Posyandu Lansia
b. TOGA yang dibina
- Data RT yang mempunyai TOGA
- Data TOGA percontohan
c. BATRA (Pengobatan Tradisional) yang
dibina
d. POS UKK (Upaya Kesehatan Kerja) yang
dibina
2 UKS
a. Data jumlah TK yang dibina
b. Data SD / sederajat yang dibina
- Data SD yang ada Dokter Kecil
- Data SD yang memiliki SK Tim UKS
c. Data SMP/sederajat yang dibina
- Data SMP/sederajat yang ada PKPR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
- Data SMP/sederajat yang memiliki SK Tim
UKS
d. Data SMA/ Sederajat yang dibina
- Data SMA/sederajat yang ada PKPR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)
- Data SMA/sederajat yang memiliki SK Tim
UKS
- Data SMA/sederajat yang telah
mempunyai Saka Bhakti Usaha (SBH)
e. Data Poskestren yang dibina
- Data Poskestren yang memiliki Tim UKS

3 Desa Siaga
a. Data Dusun Siaga
b. Data Dusun Siaga yang mempunyai
SK/struktur
Desa Siaga

156
c. Data Dusun Siaga yang mempunyai kader
d. Data Dusun Siaga yang punya Tim Siaga
Bencana
e. Data Dusun Siaga yang punya Pendonor
Darah
f. Data Dusun Siaga yang punya Ambulance
g. Data Dusun Siaga yang punya Penyandang
Dana
4 PHBS ( Perilaku Hidup Bersih dan Sehat )
a. Data Rumah Tangga Yang ber PHBS
b. Data Rumah Tangga PHBS yang dibina
5 Penyuluhan
a. Data Penyuluhan perorangan (berapa kali/
bulan)
b. Data Penyuluhan Kelompok (berapa kali/
bulan )
6 Media Penyuluhan
- leaflet
- poster
- Brosur
- Lembar Balik
- Data media yang di buat sendiri

4. PELAKSANAAN KEGIATAN GIZI MASYARAKAT


NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN
1 Tabel Standar Pemantauan pertumbuhan balita
WHO 2005
2 Register penjaringan balita bawah garis merah
(BGM) dan gizi buruk (BB/TB<-3 SD)
3 Register pelayanan ibu hamil Anemia dan LILA <
23,5 cm (KEK)
4 Register pelayanan bayi dapat ASI Eksklusif
5 Register nama bayi dan anak balita dapat
vitamin A bulan Februari dan Agustus
6 Laporan LB 3 Gizi bulanan posyandu
7 Grafik Pencapaian D/S
8 Grafik Pencapaian N/D
9 Grafik BGM/D
10 Grafik Cakupan Vitamin A bayi (6-11 bln) dan
anak balita (1-5 thn)
11 Grafik Cakupan Bufas dapat Vit.A
12 Grafik Cakupan Bumil dapat Fe.1
13 Grafik Cakupan Bumil dapat Fe.3
14 Grafik Cakupan Bayi dapat ASI Eksklusif
15 Laporan MPASI bayi dan baduta
157
16 Laporan pelaksanaan PMT Pemulihan Balita
17 Laporan pelaksanaan PMT Bumil KEK
19 Media konseling / penyuluhan
20 Stok Vitamin A biru
21 Stok Vitamin A merah
22 Stok Tablet Tambah Darah

5. PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN KELUARGA


NO NAMA KEGIATAN ADA TIDAK KETERANGAN
I Kesehatan Ibu
1 Register Kohor Ibu
2 Buku Register Bumil, Bulin, Bufas
3 Buku Register Harian Bayi, Balita
4 Kartu Ibu Hamil
5 Laporan PWS KIA
6 Laporan Lb3 KIA
7 Data Dasar
8 Peta Ibu Hamil
9 Gafik PWS KIA
10 Standar Alat Sesuai Dengan Permenkes 1464
11 Buku KIA
12 Stiker P4K
13 Kantong Persalinan
14 Protap Pelayanan ANC, INC, PNC, BBL
15 Rencana Kerja (Harian, Mingguan, Bulanan,
Tahunan)
16 Blangko Partograf
17 Lembar Balik Kelas Ibu Hamil & Kelas Ibu Balita
18 Tempat Sampah Medis/ Non Medis
19 Tempat Cairan Klorin
20 Tempat Cuci Tangan Dengan Air Mengalir
21 Pembatas Ruangan Periksa
II Kesehatan Anak
1 Buku Catatan Kunjungan Bayi
2 Register Kohort Bayi
3 Register Kohort Balita
4 Buku Catatan Kunjungan Anak
5 Register MTBS
6 Formulir Validasi
7 Timbangan Bayi
8 Termometer
9 Sound Timer
10 Cm Pengukur LIKA
11 Torniket Anak
12 Formulir MTBS
158
13 Kartu Konseling Ibu
14 Bagan Dinding MTBS
15 Buku Pedoman DDTK
16 Standar Gizi Mnrt WHO
17 Data Umum Sasaran
18 Rencana kerja
19 Protap
20 Vitamin A
21 Kohort APRAS
22 Formulir DDTK
23 Format MTBM / MTBS
24 Bagan MTBS
III KB
1 Register K 1 KB
2 Register R 1 KB
3 DIS PUS
4 Data Akseptor Aktif
5 Alat-alat KB
6 Inform Consent
7 Buku rujukan
8 Laporan
IV Kesehatan Lansia
1 Register Lansia
2 Buku Hasil Pencatatan
3 Rekap dari Kelompok
4 KMS Lansia
5 Jadwal Pelayanan
6 Jadwal Kunjungan
7 Jadwal Penyuluhan
8 Rencana kerja
9 Buku Pedoman Pembinaan
10 Petunjuk pengisian KMS
11 Jumlah sasaran

6. PELAKSANAAN KEGIATAN PELAYANAN DASAR DAN RUJUKAN


NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN
1 Alur Pelayanan
2 Tarif Biaya Berdasakan Perda
3 Papan nama ruangan
4 Jadwal kunjungan
5 Jam pelayanan
6 Protap – protap
7 Fasilitas ruangan tindakan
a. Sterilisator
b. Tempat sampah medis
159
c.Tempat sampah non medis
d. Tempat cuci tangan
e. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
f. Alat Pelindung Diri (APD)
g. Tabung oksigen
h. Pencahayaan yang cukup
i. Sirkulasi udara yang baik
8 Informed concent
9 Papan Informasi
10 Nomor antrian
11 Kontak person
12 Ruang tunggu
13 Pengeras suara
14 Kotak saran
15 Blanko rujukan
16 Blanko Pencatatan pelaporan

160
7. PELAKSANAAN KEGIATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN
1 Pekarangan
a. Tempat Sampah
b. Genangan Air
c. Pohon Peneduh
d. Saluran Air
e. Taman
f. Penerangan Luar
2 Kebersihan Fisik Bangunan
a. Tempat Sampah
b. Lantai Bersih/Tidak Licin
c. Dinding terang/bersih
e. Ventilasi Cukup
f. Sirkulasi Udara Baik
g. Langit langit bersih / tidak bocor
h. Penerangan Cukup
i. Debu
j. Sarana CTPS
3 Kebersihan Toilet Dan Kamar Mandi
a. Bersih, tidak berbau dan kering
b. Sarana CTPS
c. Bebas dari Serangga Pengganggu
d. Genangan air
e. Sirkulasi Udara Baik
4 Penanganan Sampah
a. Pemisahan Sampah Medis dan Non Medis
b. Tempat Sampah bertutup dan dilapisi plastik
c. Sampah Tidak Berserakan
d. Tersedia Penampungan Sementara
5 Ketersediaan Air Bersih
a. Tersedia air bersih Yang Cukup
b.Kualitas Air Bersih Yang memenuhi syarat
c. Sumber Air Bersih ..........................................................
6 Edukasi Perilaku Sehat
Memasang Sticker,Poster. Leaflet ttg
Kebersihan, Larangan Merokok, CTPS, Dilarang
Meludah dll.

161
8. PELAKSANAAN KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN
A DIARE / ISPA
1 Data Diare dan ISPA
2 Obat program Diare ( Oralit dan Zinc )
3 Peningkatann kasus /KLB Diare
4 Memberikan penyuluhan tentang Diare dan ISPA
ke
B RABIES
1 Protap Rabies
3 Mendapat pelatihan atau Pengarahan tentang
Tatalaksana Gigitan HPR
4 Media penyuluhan Rabies
C P2.TBC / KUSTA
1 Data Penemuan tersangka / Spesimen TBC dan
Kusta
3 Data Pengawas Makan Obat (PMO)
4 Data penderita TBC dan Kusta
5 Media penyuluhan TBC dan Kusta

9. PELAKSANAAN KEGIATAN SURVEILANS, IMMUNISASI, WABAH, DAN BENCANA


NO INDIKATOR ADA TIDAK KETERANGAN
A SURVEILANS
1 Kalender epidemiologi
2 Format laporan Campak (C1)
3 Format laporan AFP (List AFP)
4 Format laporan difteri (List Difteri)
5 Format laporan bulanan STP (kasus baru
bulanan)
6 Format laporan mingguan W2 (EWARS)
7 Format laporan W1 (jika terjadi KLB)
8 Format pelacakan kasus
9 Grafik trend penyakit menular
10 Kelengkapan Laporan
11 Ketepatan Laporan
B HAJI
1 Data sasaran jemaah calon haji
2 List pelacakan haji
C BENCANA
1 Peta rawan bencana
D DATA IMUNISASI
1 Bayi/ TT
a a. HBO
b b. BCG

162
c c. DPTHB 1
d d. POLIO 4
e e. DPTHB 3
f f. CAMPAK
g g. TT
2 Drop Out Immunisasi
a a. HBO
b b. BCG
c c. DPTHB 1
d d. POLIO 4
f e. DPTHB 3
g f. CAMPAK
h g. TT
3 BIAS
a a. DT
b b. Td
c c. CAMPAK
4 PERALATAN
a. Lemari Es
b. Termos Vaksin
c. Vaksin Carier
d. Spuit 0.05
e. Spuit 0.5
f. Pelarut Vaksin
g. Safety Box
h. Jadwal Posyandu
i. Kohor Bayi
j. Kohor Ibu
k. Tatalaksana Pelaksanaan Imunisasi
l. Pencatatan Pelaporan (Arsip)

163
10. PELAKSANAAN KEGIATAN JAMINAN KESEHATAN
NO INDIKATOR ADA/JMLH TIDAK KETERANGAN
1 Data penduduk
2 Data Peserta Jamkesmas – BPJS
3 Data Peserta Jamkesda – BPJS
4 Data Peserta Jamkes Mandiri – BPJS
5 Data Peserta Askes Sosial – BPJS
6 Data Jaminan Lain ( Jamsostek, dll )
7 Data Peserta Non Jaminan

11. PELAKSANAAN KEGIATAN KEFARMASIAN


NO URAIAN ADA TIDAK KETERANGAN
1 Buku catatan pemakaian obat harian
2 Buku catatan pemakaian obat bulanan
3 Buku registrasi POSR
4 Buku standar pengobatan Puskesmas
5 Data 10 pemakaian obat terbanyak
6 Data 10 penyakit terbanyak
7 Catatan /laporan obat kadaluarsa
8 Laporan LPLPO
9 Laporan POSR
10 Surat Izin Kerja Bidan
11 Surat Izin Praktek Bidan
12 Blanko Insidentil obat

164

Anda mungkin juga menyukai