JABATAN FUNGSIONAL
PEMBIMBING KESEHATAN KERJA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR
2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA
I. DESKRIPSI SINGKAT
Produksi dan penggunaan bahan beracun berbahaya (B3) di berbagai jenis industri tidak
lepas dari besarnya penggunaan dan manfaat bahan tersebut dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Namun karena potensi bahaya yang terkandung dalam bahan tersebut, baik
bahaya terhadap keselamatan, kesehatan maupun lingkungan, maka pengelolaannya
harus mengikuti kaidah manajemen risiko dimana bahaya harus diidentifikasi, risiko harus
diukur dan dikendalikan.
Selain itu, peraturan mengenai pengelolaan B3 dan limbah B3 telah diatur dan harus
diikuti dalam rangka menurunkan risiko dan dampak negatif dari bahan dan limbah B3
tersebut. Kegagalan dalam mengendalikan bahaya kimia dapat menimbulkan dampak
negatif baik terhadap manusia, aset perusahaan, lingkungan, warga sekitar dan
sebagainya seperti yang telah terjadi pada beberapa kasus kecelakaan bahan kimia di
beberapa industri.
Pokok bahasan 1.
Kewajiban pelaku usaha terkait Bahan Beracun Berbahaya (B3) sesuai dengan peraturan
yang berlaku
Pokok bahasan 2.
Penyusunan kebijakan, pedoman, prosedur, dan instruksi kerja terkait penyediaan
pengangkutan, penyimpanan, penanggulangan kontaminasi dan tanggap darurat Bahan
Beracun Berbahaya (B3) di tempat kerja
Pokok bahasan 5.
Pemantauan pengelolaan limbah
Pokok bahasan 1.
KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERKAIT BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) SESUAI DENGAN
PERATURAN YANG BERLAKU
Aktivitas manusia yang menggunakan berbagai bahan dan peralatan akan menghasilkan
limbah. Penggunaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat menghasilkan limbah B3 yang
bila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan dampak negative baik terhadap manusia
maupun lingkungan.Beberapa contoh kasus pencemaran B3 dan dampaknya disajikan pada
Tabel 1. Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, limbah yang dihasilkan
dari suatu kegiatan wajib dikelola dan diatur oleh undang-undang (UU no 32 Tahun 2009)
Pasal 67:
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
Pasal 68:
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. Mentaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau criteria baku
kerusakan lingkungan hidup
Kasus PT Newmont Minahasa Raya Pencemaran teluk Buyat oleh kontaminan arsenic
(PT NMR) Tahun 2005 dan merkuri diangkat oleh LSM, meskipun akhirnya
tidak terbukti setalah hasil penelitian dari trim ahli
internasional yang membuktikan bahwa kadar
arsenic dan merkuri di teluk buyat berada dibawah
nilai ambang batas lingkungan.
Terkait produksi dan pengemasan ulang B3, peraturan menteri perindustrian No 23 Tahun
2013, kewajian pelaku usaha diatur dalam pasal 11 dan larangannya di atur dalam pasal 12 sbb:
Pasal 11:
(1) Setiap pelaku usaha yang memproduksi bahan kimia dan/atau produk konsumen wajib:
a. menentukan klasifikasi bahaya bahan kimia dan/atau produk yang diproduksinya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
b. Mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 pada kemasan bahan kimia
dan/atau produk
c. Membuat LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal ( pada setiap bahan kimia dan/atau
produk; dan
d. melakukan kaji ulang LDK dan label setiap ada perubahan atau paling sedikit setiap 5
(lima) Tahun sekali
(2) Setiap pelaku usaha yang melakukan pengemasan ulang bahan kimia, wajib untuk:
a. Mencantumkan label sebagaimana dimaksuda dalam Pasal 5
b. Mencantumkan nama dan alamat pengemas ulang, dan berat/volume bersih bahan
kimia yang dikemas ulang; dan
c. Menyertakan LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk setiap bahan kimia
(3) Setiap pelaku usaha yang telah melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pembina
Industri atas penerapan GHS pada label dan LDK untuk setiap produknya
(4) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
Pasal 12
(1) Setiap pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak sesuai/menyesatkan pada
label dan LDK bahan kimia yang diproduksinya
(2) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa mencantumkan label
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
(3) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa disertai LDK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9
PERATURAN ISI
Kep No. 03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
Kep No. 04/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil
Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan
dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
Kep No. 05/BAPEDAL/09/1995 Sampel dan Label Limbah B3
Kep No. 03/BAPEDAL/01/1998 Penetapan Kemitraan dalam Pengolahan Limbah
B3
Kep No. 04/BAPEDAL/01/1998 Penetapan Prioritas Limbah B3
Pokok bahasan 2.
PENYUSUNAN KEBIJAKAN, PEDOMAN, PROSEDUR, DAN INSTRUKSI KERJA TERKAIT
PENYEDIAAN, PENGANGKUTAN, PENYIMPANAN, PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN
TANGGAP DARURAT BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) DI TEMPAT KERJA
Dalam rangka pengelolaan B3, pendekatan PDCA, Plan-Do-Check-Act, harus diterapkan, dan
pengelolaan B3 ini tidak akan berhasil tanpa adanya komitmen dari manajemen puncak. Oleh
karena itu, komitmen manajemen yang dituangkan dalam bentuk kebijakan, dan diturunkan
ke dalam pedoman, prosedur dan instruksi kerja yang melibatkan bahan B3 menjadi sangat
penting.
Gambar 1 adalah contoh prosedur kerja untuk penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan
pembuangan limbah B3 klinis Golongan B (syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan
benda-benda tajam lainnya).
a) Penyimpanan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan
oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :
• Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
• Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan
frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan
secara terpisah.
• Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.
• Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.
• Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
• Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa
digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil
menunggu pengangkutan.
b) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain
sedemikian rupa sehingga :
• Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
• Tidak akan menjadi sarang serangga
• Mudah dibersihkan dan dikeringkan
• Sampan tidak menempel pada alat angkut
• Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :
• Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut dan
harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
• Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak
terjadi kebocoran atau tumpah.
c) Pengolahan
Pengolahan B3 langsung di tempat biasanya menggunakan insinerator
d) Pembuangan
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan
interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam
bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.
Pokok bahasan 3.
•Eliminasi
•Substitusi
•Segregasi
•Ventilasi/ Rekayasa Engineering
Hierarki
•Administrative/prosedur kerja
pengendalian
•Alat pelindung diri (APD)
•komunikasi antara pekerja, supervisor dan manajer mengenai bahaya kimia yang ada di
tempat kerja
Komunikasi •komunikasi tentang data monitoring pajanan
bahaya dan
risiko
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya
(PermenLH No03 Tahun 2008,Pasal 1).
Adapun klasifikasi B3,menurut PermenLH No 03 Tahun 2008 Pasal 2 adalah sebagai berikut:
▪ Mudah meledak (explosive)
▪ Pengoksidasi (oxidizing)
▪ Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
▪ Sangat mudah menyala (highly flammable)
▪ Mudah menyala (flammable)
▪ Amat sangat beracun (extremely toxic)
▪ Sangat beracun (highly toxic)
▪ Beracun (toxic)
▪ Berbahaya (harmful)
▪ Iritasi (irritant)
▪ Korosif (corrosive)
▪ Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to environment)
▪ Karsinogenik (carcinogenic)
▪ Teratogenik (teratogenic)
▪ Mutagenic (mutagenic), dan
▪ Bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure gas)
Dalam GHS, bahan kimia di klasifikasikan berdasarkan sifat bahaya nya (Bahaya fisik, bahaya
kesehatan dan bahaya lingkungan) sebagai berikut:
Cara mengidentifikasi potensi bahaya dari bahan kimia atau B3 dapat dilihat dari:
1. Label bahan kimia
Adapun label bahan kimia, harus terdiri atas:
▪ Identitas bahan kimia
▪ Pictogram bahaya (lampiran 1)
▪ Kata sinyal
▪ Pernyataan bahaya
▪ Pernyataan kehati-hatian; dan
▪ Identitas produsen dan/atau pemasok atau importer
3. Mencari informasi melalui database yang tersedia secara online dan free
Berikut adalah beberapa link yang memberikan informasi terkaita bahaya dari suatu
bahan kimia atau B3:
▪ www.atsdr.cdc.gov
▪ hsis.safeworkaustralia.gov.au
▪ www.nicnas.gov
▪ www.cdc.gov/niosh/nmam
▪ https://www.osha.gov/chemicaldata/
Informasi lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya kimia atau B3 yang
ada di tempat kerja adalah:
▪ Data insiden di tempat kerja
▪ Hasilpengkajian risiko sebelumnya
▪ Informasi dari asosiasi
▪ Dll
Bila terdapat bahan kimia dan atau B3 digunakan di tempat kerja, maka perlu dilakukan
pengkajian risiko penggunaan material tersebut. Beberapa pertanyaan dasar yang harus
dijawab dalam pengkajian risiko (risk assessment) adalah:
▪ Identifikasi pekerja yang berisiko terpajan bahan kimia
▪ Tentukan sumber pajanan dan proses yang menyebabkan risiko tersebut muncul
▪ Identifikasi metode pengendalian apa yang perlu diimplementasikan
▪ Lakukan pengecekan terhadap efektifitas metode pengendalian yang ada
Tahapan dalam melakukan pengkajian risiko dapat dilihat di Gambar 4. Checklist untuk
pengkajian risiko dapat dilihat di Tabel 5.
No Pertanyaan Ya Tidak
Pertanyaan 5-9 harus dijawab untuk setiap bahan kimia atau proses dimana bahan tersebut
digunakan di tempat kerja
5 Apakah ada laporan lain terkait bahan kimia/B3? (hasil pengkajian
sebelumnya, laporan insiden dan accident, training, dll). Jika ya, apakah
ada bahan kimia/B3 yang teridentifikasi sebagai risiko tinggi atau
signifikan?
6 Apakah bahan kimia/B3 memiliki potensi bahaya kesehatan?
7 Apakah bahan kimia/B3 memiliki potensi bahaya fisik-kimia?
8 Apakah bahan kimia/B3 memiliki nilai standard pajanan?
9 Apakah pekerja yang bekerja dengan bahan kimia/B3 memerlukan
monitoring kesehatan? Jika ya, monitoring udara kerja mungkin diperlukan
10 Apakah pekerja dapat atau berpotensi terpajan oleh bahan kimia/B3 di
tempat kerja, termasuk limbah dan produk antara (by product)?
Apakah bahan kimia dilepaskan ke lingkungan kerja?
Apakah ada pekerja yang terpajan?
Berapa konsentrasi pajanannya dan berapa lama pajanannya?
(Monitoring udara kerja mungkin diperlukan)
Apakah ada risiko dari penyimpanan dan transportasi/pemindahan bahan
kimia/B3?
11 Apakah metoda pengendalian yang telah ada di tempat ekrja dipelihara
dengan baik dan efektif mengendalikan bahaya? (Bila tidak maka harus
dilakukan peningkatan)
12 Bagaimana kesimpulan tentang risiko bahan kimia/B3?
Kesimpulan 1: Risiko tidak signifikan
Kesimpulan 2: Risiko signifikan namun terkontrol dengan efektif
Kesimpulan 3: Risiko signifikan dan belum terkontrol dengan baik
Kesimpulan 4: Risiko belum bisa dipastikan
13 Apakah aksi terkait kesimpulan tentang risiko telah diidentifikasi?
Mencari saran dari ahli
Memerlukan metode pengendalian yang tepat
Memerlukan training induksi (induction training)
Memerlukan monitoring yang terus menerus
Memerlukan monitoring kesehatan
Memerlukan prosedur kedaruratan dan pertolongan pertama
14 Apakah pengkajian telah dilaporkan?
Risiko pajanan bahan kimia di tempat kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Bentuk fisik bahan kimia tersebut
b. Sifat kimia fisik dan toksisitas nya
c. Rute pajanan (inhalasi, absorpsi kulit, ingesti atau injeksi)
d. Konsentrasi pajanan
e. Jumlah orang terpajan
f. dll
C. Penentuan metode pengendalian yang tepat untuk Bahan Beracun Berbahaya (B3)
Dalam menggunakan bahan kimia/B3, metode pengendalian yang dapat
diimplementasikan guna melindungi kesehatan keselamatan pekerja adalah mengikuti
hierarki pada gambar 5.
Eliminasi
Substitusi
Segregasi/isolasi
Rekayasa teknik
Pengendalian administratif
Kondisi gawat darurat tumpahan limbah B3 dapat terjadi akibat proses berikut :
a. Gagal proses
Kondisi ini terjadi apabila instalasi pengolahan air limbah (IPAL) gagal mencapai efisiensi
kerjanya. Hal ini berdampak pada standar effluent yang melebihi baku mutu ketika
masuk ke badan air sehingga limbah yang masuk ke lingkungan masih bersifat bahan
berbahaya dan beracun. Kegagalan proses biasanya terjadi akibat kerusakan sistem
pengolahan limbah atau kondisi ekstrem kualitas air limbah yang keluar dari sistem
produksi.
b. Kerusakan komponen dan konstruksi IPAL
Kerusakan komponen dan konstruksi IPAL menyebabkan tumpahan air limbah dan
mengalirnya limbah ke lingkungan (tanah, sungai)
Perancangan dan penanggulangan kondisi gawat darurat tumpahan limbah B3 terdiri dari
beberapa hal :
1. Perencanaan sistem tanggap darurat tumpahan limbah B3
Perencanaan mengenai sistem tanggap darurat tumpahan limbah B3 dilakukan dengan
mengidentifikasi informasi :
▪ Kemungkinan bahaya
▪ Sistem peringatan bahaya
▪ Manajemen dan kontrol
▪ Komunikasi
▪ Pusat organisasi tanggap darurat
▪ Prosedur pemindahan/evakuasi
▪ Tim tanggap darurat
2. Pendidikan dan pelatihan petugas
Pendidikan dan pelatihan diperlukan agar petugas menjadi terampil dan terlatih dalam
menanggulangi apabila terjadi kondisi gawat darurat
3. Penanggulangan saat terjadi kondisi gawat darurat
Penanggulangan kondisi gawat darurat dilakukan oleh tim tanggap darurat yang telah
ditunjuk secara definitif oleh pihak manajemen dan terlatih melalui pelatihan.
4. Pemindahan dan penanggulangan
Pemindahan dan penanggulangan tumpahan limbah B3 dapat dilakukan oleh tim
tanggap darurat melalui standard operational procedure (SOP) penanganan tumpahan
limbah B3 yang telah ditentukan. Penanganan meliputi proses evakuasi, pembersihan
hingga pemindahan limbah B3 ke tempat yang lebih aman.
Pokok bahasan 4.
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3)
Seperti yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa limbah B3 menurut
Peraturan Pemerintah No. 18 jo 85 Tahun 1999 merupakan sisa suatu usaha/kegiatan yang
sifatnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan hidup,
berbahaya bagi kesehatan manusia, dan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya. Sifat bahan-bahan tersebut dapat berupa bahan yang mudah
terbakar (flammable), mudah meledak (explosive), beracun (toxic), korosif, atau penyebab
kanker (carcinogenic).
Minimisasi
Recycle
Perlakuan limbah
Pemusnahan
Pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan bioteknologi.
Setiap pilihan proses memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan limbah yang dihasilkan.
1. Proses fisika
Pembersihan dan penyaringan gas, penyerapan basah, absorpsi dengan karbon aktif
2. Proses kimia
▪ Reduksi-oksidasi
▪ Elektrolisis
▪ Netralisasi
▪ Pengendapan
▪ Solidifikasi
▪ Absorpsi
▪ Pirolisis
▪ Elektrolisis
3. Proses bioteknologi
▪ Fermentasi aerobik
▪ Fermentasi anaerobik
▪ Bioremediasi
Berikut adalah pilihan teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah cair B3 :
a. Proses aerobik
▪ Trickling filter
▪ Activated sludge (lumpur aktif)
▪ Rotating biological contractor
▪ Oxidation ponds
▪ Oxdation ditch
b. Proses anaerobik
▪ Up flow an-aerobic sludge bed (UASB)
▪ An-aerobic digestion
▪ Septic tank
Pokok bahasan 5.
PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH
Pemantauan dan pengawasan limbah B3 tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
1999 pasal 47 – 52 dan keputusan kepala Bapedal No. 02 Tahun 1998 tentang tata laksana
pengawasan pengelolaan limbah B3 di daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka
pemantauan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 dibagi dalam tiga kewenangan, yaitu
Pemerintah Daerah Tingkat II, Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Kewenangan Bapedal.
2. Laporan administratif
Laporan mengenai proses pengelolaan limbah B3 harus disampaikan kepada Presiden
paling kurang 1 kali dalam 1 Tahun dengan tembusan kepada Menteri.
3. Pemantauan kesehatan
Pemantauan kesehatan merupakan bagian dari pemantauan dan pengawasan limbah B3
untuk memastikan kesehatan dan keselematan petugas pengelola limbah B3. Pemantauan
kesehatan dilakukan oleh instansi pengelola limbah B3 terkait atau penanggungjawab
usaha yang bersangkutan.
Pengujian kesehatan dilakukan oleh lembaga/instansi yang bertanggungjawab dalam
bidang kesehatan tenaga kerja.
Lampiran 1
Piktogram GHS
Lampiran 2
Pengelolaan Limbah Medis
Golongan B :
▪ Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda tajam lainnya
Pengelolaan Sampah Medis Golongan B:
a. Syringe, jarum, dan cartridge hendaknya dibuang dalam keadaan tertutup
b. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (
atau dengan interval maksimal tidak lebih dari 1 minggu) hendaknya diikat dan
ditampung dalam bak sampah medis sebelum diangkut dan dimusnahkan dengan
incinerator
Golongan C :
▪ Limbah lab dan post partum, kecuali yg masuk gol. A
Pengelolaan Sampah Medis Golongan C:Pembuangan sampah medis yang berasal dari unit
patologi kimia, haematologi, transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post partum serta
unit sejenisnya (binatang percobaan) dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam lab
klinis dan ruang post mortum dan publikasi lainnya
Golongan D :
▪ Limbah bahan kimia dan farmasi tertentu
Pengelolaan Sampah Medis Golongan D: Barang-barang yang lebih atau produk medis baru
sebagian digunakan hendaknya dikembalikan kepada petugas yang bertanggung jawab di
bagian Farmasi Rumah Sakit
Golongan E :
▪ Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence, pad dan stamagbags
Pengelolaan Sampah Medis Golongan E
a. Kecuali yang berasal dari ruangan dengan risiko tinggi, isi sampah medis golongan E ini
bisa dibuang melalui saluran air “sluicer”, WC atau unit pembuangan untuk itu
b. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan dalam bak
penampungan sampah medis dan dimusnahkan dengan incinerator
Kuning dgn strip hitam Jenis sampah medis yang sebaiknya dibakar tapi bisa juga
dibuang di sanitary landfill bila dilakukan cara pengumpulan
terpisahdan pengaturan pembuangan
7. Metode Pembuangan
a. Sebagian besar limbah medis / klinis dibuang dengan metode incinerator atau setelah
sterilisasi (autoclave atau bahan kimia hipoklorit / permanganat) dengan sanitary landfill
b. Evaluasi keberhasilan pengelolaan sampah bisa dilihat dengan indikator :
▪ akumulasi sampah tak terangkut
▪ peningkatan populasi lalat
VII. REFERENSI
1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
4. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
5. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
beracun.
6. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan dan Pengendalian B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun).
7. Peraturan Menteri LH No. 03 Tahun 2008 tentang Simbol dan Label Bahan B3
8. Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
9. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 725 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pengangkutan B3 di Jalan
10. Pisaniello, Dino; Tape, Susane; Core body of knowledge for the generalist OHS
Professional, Chemical Hazard,
http://www.ohsbok.org.au/downloads/chapters/17_Chemical_hazards.pdf
11. Taylor, Geoffrey; Easter, Kellie; Hegney, Roy; 2004, Enhancing Occupational Safety and
Health, Elsevier
12. Kep-68/Bapedal/05/1994 tentang Ijin untuk penyimpanan, Pengumpulan,
pengoperasian alat pengolahan, pengolahan dan penimbunan akhir limbah B3.
13. Kep-01/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk penyimpanan dan
pengumpulan limbah B3.
14. Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk manifest limbah
bahan berbahaya dan beracun.
15. Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang persyaratan teknis dari pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
16. Kep-04/Bapedal/09/1995 tentang prosedur dan persyaratan untuk pembuangan
Limbah B3.
17. Kep-05/Bapedal/09/1995 tentang simbol dan label untuk limbah bahan berbahaya dan
beracun.
18. Managing risk of hazardous chemicals in the workplace,
http://www.safework.sa.gov.au/uploaded_files/CoPManagingRisksHazardousChemic
als.pdf, diunduh tanggal 18 desember 2014