Oleh:
Riyadi Zakia S 12920069
Peterson P Siahaan 15516055
Angellita A Siahaan 15519041
Christian William 15519043
Dyas Mella R 15519046
M Fadhilah Sidik 15519048
Insan Rafi R 15519050
Viony Shinta Dwi C 15520006
Dosen:
Dr. Nita Yuanita S.T., M.T.
Kami sebagai kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat menyadari bahwa laporan ini
tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, dukungan dan bimbingan dari banyak pihak
selama pelaksanaan tugas besar. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang dengan tulus kepada:
1. Ibu Dr. Nita Yuanita S.T., M.T., selaku dosen pengampu mata kuliah KL4114
Manajemen Kawasan Pesisir.
2. Ibu Devi Ulumit dan Pak Muhammad Rizki Saleh, selaku asisten dosen yang telah
membantu, memberikan masukan dan memfasilitasi keberjalanan diskusi dan
pengerjaan laporan.
3. Orang tua, rekan sahabat, dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami kelompok LSM
sebutkan satu persatu.
Kami sebagai kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat sadar betul, bahwa laporan
yang sudah kami buat masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar dapat menyempurnakan penulisan laporan ini serta
bermanfaat bagi kelompok kami dan para pembaca.
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
1.3. Metodologi 1
1.4. Sistematika Penulisan 2
BAB II DASAR TEORI 3
2.1. Konsep Integrated Coastal Management Zone (ICZM) 3
2.1.1. Pengertian Integrated Coastal Management Zone (ICZM) 3
2.1.2. Tujuan Integrated Coastal Management Zone (ICZM) 3
2.2. Kondisi Fisik Kecamatan Sayung 5
2.2.1 Gambaran Umum Daerah Kecamatan Sayung 5
2.2.2 Potensi Umum Daerah Kecamatan Sayung 8
2.2.3 Permasalahan Daerah Pesisir Sayung 13
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN 25
3.1. Sudut Pandang Lembaga Swadaya Masyarakat 25
3.2. Kondisi Eksisting Mangrove Kecamatan Sayung 25
3.3. Usulan Peta Zonasi Lembaga Swadaya Masyarakat 27
3.4. Usulan Penyelesaian Masalah 28
3.4.1 Solusi Jangka Pendek 28
3.4.2 Solusi Jangka Menengah 28
3.4.3 Solusi Jangka Panjang 28
BAB IV HASIL DISKUSI STAKEHOLDERS 46
4.1. Poin Penting Diskusi 46
4.2. Peta Zonasi yang Disepakati 46
4.3. Nilai Positif dan Negatif Hasil Diskusi 48
BAB V PENUTUP 50
5.1. Kesimpulan 50
ii
iii
5.2. Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Hubungan antara Kawasan Pesisir dengan Sumber Daya Pesisir ........................ 4
Gambar 2. 2. Peta Administrasi Kecamatan Sayung ................................................................. 6
Gambar 2. 3. Topografi Kecamatan Sayung .............................................................................. 9
Gambar 2. 4. Tata Guna Lahan Kabupaten Demak ................................................................. 10
Gambar 2. 5. Geologi Regional dan Aspek Oseanografi Utara Pulau Jawa ............................ 11
Gambar 2. 6. Kondisi Tanah Kabupaten Demak ..................................................................... 12
Gambar 2. 7. Desa Pesisir di Kecamatan Sayung .................................................................... 13
Gambar 2. 8. Laju Penurunan Tanah di Demak....................................................................... 15
Gambar 2. 9. Peta Land Subsidence di Kabupaten Demak ..................................................... 15
Gambar 2. 10. Rerata Permukaan Tanah di Elevasi 0 Hingga Saat Pasang ............................ 16
Gambar 2. 11. Data Sekunder Grafik Pasang Surut Daerah Pesisir Utara .............................. 16
Gambar 2. 12. Intrusi Air Laut Menyebabkan Laju Land Subsidence .................................... 17
Gambar 2. 13. Kerusakan Mangrove ....................................................................................... 18
Gambar 2. 14. Sebagian Besar Erosi (Garis Merah), Sedikit Akresi (Kuning) ...................... 19
Gambar 2. 15. Wind Rose Daerah Semarang dan Sekitarnya ................................................. 19
Gambar 2. 16. Peta Kemunduran Garis Pantai 1999 – 2015 ................................................... 20
Gambar 2. 17. Orientasi Garis Pantai Pesisir Sayung .............................................................. 20
Gambar 2. 18. Sampah Plastik Di Akar Mangrove dan Upaya Mengurangi Sampah ............. 21
Gambar 2. 19. Tambak Dan Sawah Yang Tenggelam............................................................. 22
Gambar 2. 20. Masalah Kawasan Pesisir ................................................................................. 23
Gambar 2. 21. Kenaikan Muka Air Laut Dikarenakan Efek Rumah Kaca .............................. 23
Gambar 2. 22. Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Pada Tahun 2050 ...................................... 24
Gambar 3. 1. Peta Persebaran Mangrove dan Peta Kerusakan Mangrove pada Tahun 2020 .. 26
Gambar 3. 2. Peta Kerusakan Mangrove pada Tahun 2015 dan 2020 ..................................... 26
Gambar 3. 3. Peta Zonasi Usulan LSM ................................................................................... 27
Gambar 3. 4. Mekanisme Sumber Daya Air Tanah ................................................................. 29
Gambar 3. 5. Mekanisme Aquifer............................................................................................ 31
Gambar 3. 6. Konservasi Mangrove Terintegrasi Tambak Ikan .............................................. 32
Gambar 3. 7. DAS Citarum Jawa Barat ................................................................................... 34
Gambar 3. 8. Klasifikasi Bangunan Pelindung Pantai ............................................................. 40
Gambar 3. 9. Pembentukan Tombolo pada Pantai Detach Breakwater ................................... 42
Gambar 3. 10. Traditional BW (breakwater) ........................................................................... 42
Gambar 3. 11. Rubble–mound Groins ..................................................................................... 43
Gambar 3. 12. Rock Armors .................................................................................................... 44
Gambar 4. 1. Peta Zonasi yang Disepakati .............................................................................. 47
Gambar 4. 2. Peta Zonasi Jangka Pendek ................................................................................ 47
Gambar 4. 3. Peta Zonasi Jangka Menengah ........................................................................... 48
Gambar 4. 4. Peta Zonasi Jangka Panjang ............................................................................... 48
iv
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Desa Kecamatan Sayung .......................................................................................... 5
Tabel 2. 2. Penggunaan Peternakan Kabupaten Demak ................................................................ 7
Tabel 2. 3. Penggunaan Lahan dan Prosentase di Kecamatan Sayung ............................................. 7
Tabel 2. 4. Data Kependudukan Kabupaten Demak ..................................................................... 8
v
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Metodologi
Metodologi pengerjaan tugas besar KL4114 Manajemen Kawasan Pesisir ini yaitu:
1. Perkuliahan
Materi yang diterima selama kegiatan perkuliahan mendukung kelompok Lembaga
Swadaya Masyarakat dalam mengerjakan tugas besar Kecamatan Sayung mengenai
materi Integrated Coastal Zone Management.
2. Studi Literatur
Informasi dan data tambahan yang didapatkan dari dokumen atau referensi yang
berkaitan dengan pengerjaan tugas besar Kecamatan Sayung diakses melalui internet
sebagai bentuk studi literatur yang dilakukan oleh kelompok Lembaga Swadaya
Masyarakat.
1
2
2
3
1. Berisi habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat
pesisir.
2. Persaingan sumber daya darat dan laut dan ruang angkasa oleh berbagai pemangku
kepentingan.
3. Berfungsi sebagai sumber atau tulang punggung perekonomian nasional (untuk
negara/negara pesisir).
4. Padat penduduk.
Pengelolaan kawasan pesisir tidak bisa lepas dari hubungan antara lingkungan darat,
lingkungan laut, dan aktivitas manusia. Berikut merupakan hubungan antara kawasan pesisir
dengan sumber daya pesisir:
Program ICZM yang layak harus komprehensif tetapi konten dan kompleksitasnya akan
bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya sesuai dengan tren pembangunan, kebutuhan
konservasi, tradisi, norma, sistem pemerintahan, dan masalah serta konflik kritis saat ini.
Tujuan penggunaan ganda yang kompatibel harus selalu menjadi fokus utama. Jika sumber
daya manusia dan keuangan terbatas, program ICZM dapat disederhanakan menjadi hanya
mencakup komponen-komponen berikut:
1. Harmonisasi kebijakan dan tujuan sektoral;
4
5
Tujuan ICZM di suatu wilayah dapat berbeda satu sama lain. Beberapa kemungkinan
tujuan ICZM di area tertentu:
1. Penggunaan sumber daya yang berkelanjutan
2. Keanekaragaman hayati
3. Perlindungan terhadap bahaya alam
4. Kontrol polusi
5. Pemgembangan ekonomi
6. Kesejahteraan sosial masyarakat pesisir
7. Berbagai macam kegunaan yang optimal
5
6
Sebagai daerah agraris, maka sebagian besar wilayah Kecamatan Sayung terdiri atas
lahan tanam yang mencapai luas 3396 ha. Sedangkan produksi terbesar adalah komoditi padi
dengan jumlah produksi sebesar 21285 ton. Selain itu, lahan di Kecamatan Sayung juga
6
7
dimanfaatkan sebagai hortikultura. Jenis komoditi hortikultura dengan luas panen terluas di
Kecamatan Sayung adalah komoditi kangkung dengan luas panen sebesar 81 ha Sedangkan
produksi terbesar adalah komoditi kangkung dengan jumlah produksi sebesar 3721 kwintal.
Perkebunan, jenis komoditi perkebunan dengan luas panen terluas di Kecamatan Sayung
adalah komoditi kelapa dengan luas panen sebesar 97,28 ha Sedangkan produksi terbesar
adalah komoditi kelapa dengan jumlah produksi sebesar 213500 ton. Serta peternakan, pada
tahun 2020 populasi ternak di Kecamatan Sayung terdiri atas 78 sapi potong, 47 kerbau, 3 kuda,
dan 1231 kambing Sedangkan untuk populasi unggas terdiri atas 0 ekor ayam kampung, 400
ekor ayam petelur, 5058000 ekor ayam pedaging, dan 9265 ekor itik. Berikut ini adalah tabel
penggunaan lahan Kabupaten Demak :
Tabel 2. 2. Penggunaan Peternakan Kabupaten Demak
Berdasarkan data dari BPS, Kecamatan Sayung Dalam Angka (2020), tercatat jumlah
total penduduk Kabupaten Demak sebanyak 105.712 jiwa. Terdiri atas 51.993 berjenis kelamin
laki-laki dan 552.162 perempuan.
7
8
8
9
Wilayah pesisir Sayung merupakan dataran rendah dengan topografi relatif datar yaitu
kurang dari 2% atau ketinggian 0 - 5 meter dari permukaan laut. Bahkan kini beberapa wilayah
di pesisir Sayung justru lebih rendah dari permukaan laut. Hal ini terjadi sebagai akibat dari
adanya penurunan muka tanah atau land subsidence. Selain itu, kenaikan permukaan laut juga
memperparah area tersebut sehingga semakin tenggelam.
9
10
3. Infrastruktur
Listrik dan air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat.
Listrik dapat dimanfaatkan masyarakat untuk penerangan, perindustrian dan sebagainya.
Sementara air bersih dapat digunakan masyarakat untuk kebutuhan mandi, memasak dan
sebagainya. Di Wilayah Kabupaten Demak yang terdiri dari 14 Kecamatan dan 249 desa /
kelurahan sudah mendapatkan jaringan listrik dari PLN. Untuk pelanggan air bersih pada tahun
2012 sebanyak 36.225 pelanggan dengan volume pemakaian air sebanyak 6.628,86 ribu m
kubik dengan nilai sekitar 13 milyar lebih. Dari 14 Kecamatan baru 7 kecamatan yang
mendapatkan aliran air bersih dari PDAM Demak.
Infrastruktur jalan di ketiga desa sebagian sudah dibangun dengan konstruksi beton.
Sebagian lagi masih berupa tanah. Jalan merupakan sarana dan prasarana transportasi yang
vital dalam menunjang kegiatan ekonomi suatu daerah. Menurut catatan dari Dinas Pekerjaan
Umum, Permukiman, Pertambangan dan Energi (DPUPPE) Kabupaten Demak, bahwa panjang
jalan di Kabupaten Demak pada tahun 2012 adalah 426,5i km dan panjang jalan provinsi
42.860 km. Menurut jenis permukaannya, jalan kabupaten yang diaspal sepanjang 123.518 km,
berupa beton 208,182 km, kerikil 76.722 km dan berupa tanah 18.088 km. Sedangkan untuk
jalan provinsi 19.050 km sudah beraspal dan 23.810 km dalam keadaan rigid. Sementara untuk
10
11
kondisinya jalan kabupaten 286.351 km dalam kondisi baik, 45.349 km dalam kondisi sedang,
76.222 km dalam kondisi rusak dan 18.088 km dalam kondisi rusak berat.
4. Aspek Oseanografi
Tunggang pasut yang terjadi di daerah pesisir utara pulau jawa khususnya daerah
demak bekisar 1 meter dengan laut dangkal kurang dari 60 meter, musim hujan di daerah demak
terjadi pada bulan november - maret dengan intensitas hujan sebanyak 200 mm/m dengan
musim kemarau terjadi pada bulan mei sampai dengan september dengan curah hujan kurang
dari 200 mm / m. Suhu permukaan di daerah sayung mengalami peningkatan dengan rata-rata
0.2 - 0.3 C pada dekade terakhir, hal ini tidak saja terjadi di pesisir utara jawa juga terjadi di
daerah laut banda dan laut sulawesi. tinggi muka air laut mengalami peningkatan sebesar 0.6 -
0.8 cm per tahunnya, selain itu salinitas permukaan tercatat 33,2 pada tahun 2000 dan
diprediksi akan menjadi 32,1 psu pada tahun 2040, selain itu tinggi gelombang signifikan
(TGS) terjadi dengan ketinggian lebih dari 2 meter pada periode 1990 - 2015 dengan proyeksi
gelombang ekstrim berpotensi meningkatkan gelombang hingga 1,5 m pada kondisi riil, data
yang dipaparkan merupakan dokumen Bappenas (2018) dan dokumen TNC 20017.
11
12
atas tanah halus (liat) seluas 49.066 Ha dan tekstur tanah sedang (lempung) seluas 40.677 Ha.
Penggunaan tanah di Kabupaten Demak tanah sawah mencapai 50.760 Ha (56,56%) dan
selebihnya adalah tanah kering. Formasi pesisir Kabupaten Demak selain diisi oleh bentukan
pantai landai khas pesisir utara Jawa, juga terdapat tambak tambak garam milik masyarakat.
Kondisi batuan/tanah di wilayah Kecamatan Sayung secara umum berupa tanah aluvial
pantai yang tersusun oleh alluvial hidromorf. Sebagian besar kondisi tanah tersebut pada
musim kemarau menjadi keras dan retak – retak, sehingga tidak dapat digarap secara intensif
untuk pertanian, sedang pada musim penghujan tanahnya bersifat lekat sekali dan volumenya
membesar, serta lembab, sehingga agak sukar untuk digarap dan memerlukan sistem drainase
yang memadai. Berdasarkan atas sifat fisik tanah hasil analisis laboratorium mekanika tanah
(Andal Kawasan Industri Sayung, 2014), menunjukkan bahwa tanah di daerah ini mempunyai
ukuran butir dominan lempung, berat tanah basah = 1,5-1,6 gr/cm2 ,berat tanah kering= 0,94 –
1,16 gr/cm2; specific gravity = 2,5-2,6; kadar air = 56,56 -75,67 %; porositas = 58,50-66,72
%; Void ratio =1,42-1,78 %. Berdasarkan kondisi tanah tersebut, secara geoteknik merupakan
kondisi tanah jelek.
12
13
yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik. Keadaan tersebut berganti setiap setengah tahun
setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November. Curah hujan
di Kabupaten Demak berkisar antara 434 mm sampai dengan 2.671 mm
6. Lingkungan Permukiman
Kondisi lingkungan permukiman di desa-desa yang terdampak banjir rob tergolong
kumuh. Hampir setiap tahun warga melakukan peninggian rumah akibat banjir rob yang
merendam rumah mereka. Namun, sebagian dari mereka memilih untuk membiarkan rumah
mereka terendam karena keterbatasan ekonomi keluarga. Sementara untuk memperbaiki
aksesibilitas, pemerintah terus melakukan peninggian jalan sehingga rumah-rumah tersebut
terlihat semakin tenggelam.
Selain konstruksi bangunan yang semakin rendah, kondisi lingkungan diperparah
dengan adanya sampah-sampah yang terbawa banjir rob memasuki area permukiman. Kondisi
ini berpotensi menimbulkan wabah penyakit bagi masyarakat
13
14
Dari hasil pengamatan dan membaca data-data sekunder yang ada, permasalahan utama
di Sayung hampir sama dengan di Kota Pekalongan yakni land subsidence (penurunan muka
tanah). Yang membedakan adalah pencemaran dari limbah industri yang berkaitan dengan
batik adalah besar. Yang menguntungkan adalah kepadatan penduduk di pesisir Sayung adalah
tidak sepadat di Kota Pekalongan, sehingga dimungkinkan ekses sosialnya akan sedikit.
2. Land Subsidence
Tanah yang ada di daerah Sayung itu masih tanah muda yakni terbentuk karena faktor
sedimentasi dimana dulunya lautan kemudian menjadi daratan. Karena secara geologi termasuk
dalam kategori tanah aluvial muda, maka secara alami tetap akan mengalami penurunan tanah.
Penurunan dipercepat dengan adanya pemanfaatan air tanah secara massive. Laju penurunan
tanah di pesisir kecamatan Sayung antara 4 cm sampai 12 cm , per tahunnya.
Tenggelamnya sebagian besar lahan di sebelah utara jalan nasional pantura akibat land
subsidence sekitar 4 sd 10 cm/tahun. Sebagian besar tambak dan rumah penduduk telah
tenggelam. Tercatat lebih dari 2200 Ha Kawasan Sayung yang tenggelam akibat rob. Sebagian
besar penduduk yang mampu memilih pindah ke daerah selatan pantura. Selain itu,
Tenggelamnya beberapa tambak sehingga membuat batas tambak dengan jaring (tidak tanggul
seperti dulu, karena memerlukan biaya yang besar akibat tambak dan jalan akses yang telah
tenggelam). Wilayah pesisir Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak menghadapi permasalahan
yang serius terutama sebagian besar lahannya mengalami land subsidence sehingga
pemanfaatan lahan yang dulunya dijadikan tambak dan sawah saat tenggelam. penurunan muka
tanah ini disebabkan oleh:
• Penggunaan air tanah yang berlebihan dan
• Kemungkinan adanya pergeseran lapisan tanah ke arah barat akibat pengerukan yang
ada di tanjung mas.
14
15
Banjir rob yang kian parah akibat naiknya muka air laut oleh pemanasan global dan
menurunnya muka tanah karena pengambilan air tanah berlebihan. Topografi Demak yang
berupa dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai dengan 3 meter di atas permukaan
laut, sangat rentan terhadap dampak rob.
15
16
Gambar 2. 11. Data Sekunder Grafik Pasang Surut Daerah Pesisir Utara
Dari data sekunder pasang surut tersebut, dapat disimpulkan bahwa beda nilai antara
MSL dan HHWL adalah 70 cm. Sehingga bila daratannya mempunyai elevasi ± 0,00 MSL,
maka daerah tersebut akan tergenang sedalam 70 cm. Kemungkinan besar banyak daerah di
pesisir Sayung mempunyai elevasi di bawah ± 0,00 MSL, sehingga kedalaman airnya akan
bertambah
16
17
17
18
pertanian dan tambak akan menekan kualitas lingkungan pesisir. Akar mangrove dapat
menahan energi gelombang dan arus, sehingga dapat mencegah terjadinya erosi.
Pada tahun 1980-an, terjadi penebangan mangrove yang cukup masive untuk lahan
pertanian dan tambak. Pada saat itu belum menyadari dampak penebangan mangrove pada
degradasi lingkungan. Akibat perlindungan alami (natural protection) hilang sehingga terjadi
erosi/abrasi. Erosi / abrasi semakin masive masuk ke daratan sehingga garis pantai mundur
dengan penyebabnya ini paralel dengan kejadian land subsidence.
Selain rusaknya infrastruktur yang ada, tambak masyarakat juga rusak. Ini
mengakibatkan berkurang signifikannya pendapatan masyarakat pesisir karena menurunnya
tambak yang telah tenggelam dan hasil laut di pesisir terkait berkurangnya mangrove tempat
ikan dan makhluk hidup lainnya untuk berkembang biak.
18
19
Gambar 2. 14. Sebagian Besar Erosi (Garis Merah), Sedikit Akresi (Kuning)
19
20
20
21
adalah dari barat, barat laut dan utara. Gelombang dari barat laut menjalar kurang lebih tegak
lurus terhadap garis pantai. Sedangkan gelombang dari arah utara akan menyebabkan arus
sejajar pantai sehingga pengangkutan sedimen akan menuju ke arah barat daya.
6. Kebersihan Lingkungan
Pencemaran lingkungan disebabkan oleh limbah industri dan sampah masyarakat.
Rendahnya kemandirian dan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan pemanfaatan dan
pemeliharaan lingkungan pantai. Diperlukan peran serta gender dalam mengatasi permasalahan
lingkungan rumah tangga.
Kelak keberadaan kawasan sayung yang baru harus mempunyai sistem persampahan
yang cukup baik. Industri yang diusulkan adalah industri kategori clean industry dan low
pollutant industry. Untuk low pollution industry diusulkan adanya waste water treatment,
sehingga air yang keluar dari industri tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi air baku
seperti untuk menyirami tanaman yang ada di sekitar kawasan.
Gambar 2. 18. Sampah Plastik Di Akar Mangrove dan Upaya Mengurangi Sampah
(Sumber : Mongabay Indonesia)
21
22
pembinaan dan subsidi sehingga mereka bisa mengembangkan bisnis olahan hasil laut dan
tambak secara UMKM.
22
23
Gambar 2. 21. Kenaikan Muka Air Laut Dikarenakan Efek Rumah Kaca
(Sumber : www.UNEP-1995)
23
24
Gambar 2. 22. Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Pada Tahun 2050
(Intergovernmental Panel of Climate Change (IPPC))
24
25
25
26
Gambar 3. 1. Peta Persebaran Mangrove dan Peta Kerusakan Mangrove pada Tahun 2020
Perbandingan data terbaru (2020) dengan data tahun-tahun sebelumnya (2015)
menunjukkan:
● Terjadinya pengurangan luas persebaran mangrove sebesar 8 ha.
● Mayoritas mangrove dalam kondisi buruk tanpa perbaikan di daerah Desa Surodadi.
● Pengurangan mangrove total dalam kondisi buruk akibat perbaikan mangrove di Desa
Bedono yang pernah tenggelam akibat banjir.
Berikut merupakan perbandingan peta kerusakan mangrove pada tahun 2015 dan 2020:
26
27
Kawasan mangrove akan tetap berada ditempatnya dengan perluasan wilayah dan
dilakukan perawatan secara menyeluruh. Kawasan mangrove akan berdekatan dengan kawasan
pemukiman dan tambak sehingga bisa memudahkan masyarakat melakukan pekerjaannya.
Kawasan industri akan dibangun berdekatan dengan jalan tol karena merupakan daerah
perkotaan. Berikut merupakan peta zonasi usulan dari LSM untuk Kecamatan Sayung.
27
28
28
29
yang merujuk pada upaya yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan dan tetap
memperhatikan manfaat terhadap sosial dan ekonomi, dengan demikian akan adanya
proses keberlanjutan yang dapat rasakan oleh lingkungan sekitar.
Berbagai upaya konservasi sumberdaya air tanah yang dapat dilakukan, agar dapat
digunakan secara efisien sehingga bisa memberikan manfaat sosial dan manfaat ekonomi,
serta masih dapat dinikmati di masa mendatang (berkelanjutan), antara lain :
a. Meningkatkan pelestarian dan perlindungan terhadap elemen penyanggah
sumberdaya air tanah ;Hutan merupakan salah satu elemen penting dalam
proses pengisian ulang (recharge) pada akuifer air tanah. Oleh karena itu
masyarakat perlu dihimbau untuk menjaga dan melestarikan hutan, dan
semua komponen yang ada pada daerah pengimbuhan (recharge area) dari
suatu akuifer. Untuk kasus dimana air tanah di dalam akuifer yang sudah
mengalami degradasi, sebaiknya dilakukan penghijauan kembali (reboisasi)
di area pengimbuhannya. Atau menghentikan sama sekali aktivitas yang
merusak mekanisme pemulihan alami, seperti penggunaan lahan pada area
pengimbuhan sebagai lahan pertanian, dan lain sebagainya.
29
30
Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki banyak istilah dan pemaknaan antara lain
catchment area, watershed, atau drainage basin. DAS dalam bahasa Inggris disebut Watershed
atau dalam skala luasan kecil disebut Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang
dibatasi oleh punggung bukit atau batas batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima,
32
33
menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur sungai dan terus
mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya
terdiri atas sumber daya alam tanah, air, vegetasi, dan sumberdaya manusia sebagai pelaku
pemanfaat sumberdaya alam tersebut.
Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sedangkan yang dimaksud
dengan Pengelolaan DAS menurut Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 37 Tahun 2012 adalah upaya
manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di
dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan
DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan
untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan
sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan
kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS. Pengelolaan DAS bertujuan
untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi kondisi DAS agar menghasilkan kontinuitas
produktivitas air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan,
peternakan, perikanan, industri dan masyarakat. Kerusakan DAS di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun karena antara lain adanya kebutuhan lahan yang semakin tinggi
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Meningkatnya kepentingan pembangunan
sektoral dan daerah yang berakibat pada berubahnya status, fungsi dan peruntukan kawasan
hutan menjadi penggunaan lain juga menjadi penyebabnya. Kerusakan DAS ini memerlukan
pengelolaan yang tepat sesuai dengan kondisi administrasi pemerintahan, kelembagaan, sosial
kemasyarakatan dan fisiknya.
33
34
Salah satu bentuk solusi meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat pesisir adalah
melalui penguatan lembaga masyarakat (pesisir) dengan pendekatan pengembangan kawasan.
Konsep yang konvensional tentang pengembangan kawasan bertumpu pada sejumlah asumsi:
a. Bahwa tingkat hidup masyarakat akan meningkat dengan adanya pertumbuhan
ekonomi;
b. Bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai melalui akselerasi industrialisasi;
34
35
Kebijakan pengembangan kawasan dalam hal ini harus dapat menjawab beberapa
persoalan mendasar yang berkaitan dengan peningkatan kontribusi, partisipasi dan
produktivitas penduduk dari pelapisan sosial bawah (baca: petani nelayan miskin). Persoalan
mendasar terkait dengan pengembangan kawasan itu adalah sebagai berikut:
I. Bagaimana dapat mendorong keikutsertaan keluarga-keluarga petani-nelayan
miskin dan para penghasil komoditas unggulan di dalam proses pembangunan;
II. Bagaimana dapat menciptakan keterkaitan antar sektor di tingkat lokal
(pesisir) sehingga efek sinerginya dapat melestarikan dan menumbuhkan
momentum dinamika ekonomi lokal;
III. Bagaimana dapat mengidentifikasikan unit-spatial supralokal yang lebih
menjamin dinamika ekonomi lokal; dan
IV. Bagaimana dapat mengorganisir fungsi-fungsi perencanaan dan pembangunan
baru dalam satuan teritorial atau wilayah (region).
Representasi dan fungsionalisasi spatial-lokal yang dikembangkan oleh
Friedman dan Douglas (1975) mencakup:
(1) Adanya alokasi sumber yang cukup pada unit regional (teritorial) dalam skala
ekonomi yang memungkinkan efek multiplier dalam agro industri, konstruksi,
perdagangan dan sebagainya;
(2) Mewujudkan keterkaitan antar-sektor atau antar-komoditi yang optimal pada
unit regional (teritorial) yang mendorong optimalisasi efek sinergi dari interaksi
sektoral atau antar komoditi tersebut;
(3) Strategi investasi secara simultan ditujukan secara langsung pada univestable
poor untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (para petani-nelayan) sekaligus
menjadikan sebagai pembentukan peluang kerja;
35
36
Terkait dengan kegiatan bagi penduduk di wilayah pesisir, sumber daya manusia
umumnya para nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan
potensi sumber daya pesisir dan laut terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam yang
dapat diperbarui dan jasa-jasa lingkungan. Namun mengingat kualitas hidup mereka umumnya
miskin dan terbelakang, sehingga menjadi faktor tidak terwujudnya harapan tersebut.
Berdasarkan kondisi objektif tersebut maka proses pemberdayaan petani-nelayan melalui
penumbuhan kelompok tepatnya penguatan kelembagaan tepat untuk dilaksanakan. Hal ini
sebagai antisipasi tantangan pembangunan yang dihadapi para petani-nelayan di masa datang
yakni era pengembangan usaha agribisnis. Pengembangan sistem dan usaha agribisnis dicirikan
oleh adanya (i) persaingan di tingkat pasar, (ii) efisiensi di dalam pengelolaan 7 penanganan
usaha tani, dan (iii) kontinuitas produk yang berkualitas sesuai permintaan pasar. Kelompok
tani diharapkan mampu bersaing, mampu menghadapi resiko usaha dan mampu memanfaatkan
azas skala ekonomi menjadi keunggulan kompetitif dan mempunyai kemampuan mandiri
dalam menghadapi pihak-pihak lain di bidang usaha. Untuk itu perlu dilaksanakan program-
program pembinaan secara sustainable dalam upaya memberikan kesempatan dan kemudahan
bagi petani nelayan dalam mengembangkan diri untuk memiliki kemampuan teknis,
manajemen ekonomi dan sosial, sehingga diharapkan mampu merencanakan kegiatan usaha di
dalam meningkatkan pendapatannya.
38
39
Data Spasial dan non-spatial dari berbagai sumber dapat saling dihubungkan untuk
penyiapan SIP/CIS. Basis SIG untuk SIP/CIS dapat menyediakan semua informasi yang
dibutuhkan guna membantu pihak-pihak yang berwenang dan/atau pengembang/investor dan
masyarakat mengambil keputusan.
Berbagai informasi dan data yang relevan dapat ditambahkan ke peta untuk membuat
peta tersebut up to date. Terdapat beberapa lapisan yang bermanfaat untuk SIP/CIS terdiri dari
data sebagai berikut:
• High resolution satellite data untuk Pasut;
• Batas-batas pelabuhan;
• RTRWP/RTRW Kab./Kota/Peta-peta Rencana;
• Ecological sensitivity/Marine park;
• Data Sensus penduduk, nelayan/ekonomi, dll;
• Informasi rinci/data detail infrastruktur, bangunan pantai, bangunan lepas
pantai;
• Peta-peta navigasi;
• Peta-peta topografi/batimetri;
• Peta perikanan tangkap/budidaya;
• Peta-peta penerimaan fiskal;
• Data rinci lain seperti air tanah, geologi, dsb.
Erosi pantai merupakan salah satu permasalahan di daerah pantai yang harus
mendapatkan perhatian yang besar dari semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah
daerah, maupun masyarakat yang tinggal didaerah pantai dan sekitarnya . Karena erosi ini
dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar berupa rusaknya kawasan pemukiman dan
fasilitas-fasilitas yang ada di daerah tersebut Untuk menanggulangi erosi pantai, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebab terjadinya erosi. Dengan mengetahui
penyebabnya, selanjutnya dapat ditentukan cara penanggulangannya, yang biasanya adalah
dengan membuat bangunan pelindung pantai dan atau menambah suplai sedimen serta
melakukan pengelolaan pantai secara terpadu. Bangunan pantai yang dibangun dapat
digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus
maupun untuk kepentingan lainnya seperti fasilitas untuk menarik wisatawan khususnya
39
40
untuk daerah pantai wisata. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pantai,
yaitu :
I. Memperkuat / melindungi muka pantai agar mampu menahan serangan
gelombang,
II. Mengubah laju transpor sedimen pantai,
III. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai, d. Beach
nourishment dengan menambah suplai sedimen ke pantai,
IV. Melakukan penghijauan (reboisasi) daerah pantai.
Berdasarkan fungsinya bangunan pantai secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu :
a. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai,
b. Konstruksi yang dibangun kira kira tegak lurus pantai dan berhubungan dengan
pantai,
c. Konstruksi yang dibangun dilepas pantai dan kira kira sejajar dengan garis
pantai.
(Derajat, 2000)
40
41
Dalam pemilihan sistem perlindungan pantai pada lokasi pantai tertentu agar bangunan
dapat berfungsi secara optimal, maka perlu mempertimbangkan hal hal berikut (Darajat, 2000)
:
a. Penyebab kerusakan pantai
b. Tujuan yang ingin dicapai
c. Efektifitas bangunan
d. Bahan-bahan bangunan yang tersedia di sekitar lokasi studi
e. Karakter gelombang (tinggi gelombang, periode dan arah datangnya)
f. Kelestarian lingkungan
g. Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan studi
h. Estetika pantai
41
42
42
43
43
44
44
45
III. Sebagai daerah “green belt” yang dapat berfungsi sebagai daerah
produksi oksigen
45
46
46
47
47
48
48
49
2. Diperoleh keputusan solusi peta zonasi bersama yang diharapkan dapat membantu
mengurangi terjadinya banjir rob akibat penurunan permukaan tanah di pesisir Sayung.
3. Rencana penataan wilayah pesisir Sayung diharapkan dapat diterapkan dengan baik
dalam jangka waktu panjang.
49
50
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan oleh pihak LSM, Pemda, Masyarakat, Akademisi,
dan Pengusaha didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Manfaat sosialisasi yang dilaksanakan, masyarakat menjadi mengerti tentang
permasalahan yang terjadi di Kecamatan Sayung dan juga mengerti akan
pentingnya mangrove dalam melindungi kawasan pesisir. Terlaksanakannya
solusi jangka pendek (5 tahun) dan jangka panjang (10-25 tahun).
2. Terbentuknya peta zonasi yang sesuai konsep ICZM dan tertanamnya mangrove
di Kecamatan sayung sesuai peta zonasi.
5.2. Saran
Setelah dibuatnya laporan tugas besar dan dilakukannya diskusi antar berbagai pihak, terdapat
beberapa saran yang diberikan untuk melengkapi peta zonasi dan juga solusi. Berikut saran-
saran yang diberikan:
1. Dibutuhkan komunikasi antar kelompok sebelum dilakukannya diskusi roleplay. Hal
ini dilakukan agar peran antar kelompok saat diskusi dapat berjalan dengan baik. Dalam
hal ini pihak LSM dan Masyarakat yang seharusnya memiliki tujuan yang sama tetapi
malah memiliki tujuan yang berbeda.
2. Diperlukan adanya inovasi yang lebih beragam dari berbagai pihak dalam penyusunan
peta zonasi Kecamatan Sayung.
50
51
DAFTAR PUSTAKA
Chambers, Robert. 1997. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Jakarta: LP3ES
Dewanta, A.S. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media
Effendi, S dan P. Mannan. 1997. Pembangunan Kawasan Pedesaan Terpadu . Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Hadi, AP, Hilyana, dan Hayati. 2003. Revitalisasi Kelembagaan Petani dan Masyarakat
Pedesaan Melalui Pemberdayaan Kelompok Lokal dalam kerangka Pembangunan Desa
Berkelanjutan. Mataran: Fakultas Pertanian-Univ. Mataram
Korten, David C. 1998. Pembangunan Berdemensi kerakyatan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Pranarka dan Prijono. 1996. Pemberdayaan (Empowerment) dalam Pemberdayaan, Konsep
Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Priyono Tjipto Herianto dkk. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia Jakarta:
Rineka.
Soetrisno R. 2001. Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan Kemiskinan
Yogyakarta: Philiosofi Press.
Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Suyanto, Bagong 1995. Dampak Modernisasi Perikanan dan Kemiskinan Nelayan dalam
Perangkap Kemiskinan: Problem & Strategi Pengentasannya. Editor Bagong Suyanto.
Surabaya: Airlangga University Press.
Suyanto, Bagong dan Septi Ariadi, dkk. 2003. Kajian Model Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
di Desa Pantai Madura dan Kawasan Selatan Jawa Timur. Surabaya: Balibang Prov.
Jatim
Sudaryono, “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu, Konsep Pembangunan
Berkelanjutan,” Jurnal Teknologi Lingkungan, Volume 3, No. 2, Mei 2002, hlm. 153.
Naharuddin, Herman Harijanto, and Abdul Wahid, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan
Aplikasinya Dalam Proses Belajar Mengajar, Cetakan Pertama, UNTAD Press, Palu,
2018, hlm. 4.
Ismah Pudji Rahayu Ishak, Andi Idham Asman, Despry Nur Annisa Ahmad, “Pemanfaatan
Teknologi Spasial Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Binanga Lumbua
Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan”, Jurnal Geomatika, Volume 22 Nomor 1, Mei
2016, hlm. 2.
51
52
Adi Susetyaningsih, “Pengaturan Penggunaan Lahan di Daerah Hulu Das Cimanuk Sebagai
Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Air,” Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi
Teknologi Garut, Volume 10, No. 01, Tahun 2012, hlm.3.
H. Satriawan, Strategi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Dalam Rangka Optimalisasi
Kelestarian Sumber Daya Air (Studi Kasus DAS Peusangan Aceh). Majalah Ilmiah
Universitas Almuslim, Volume 9 (Edisi Khusus Dies Natalies), 2017, hlm. 29.
http://www.jurnal.umuslim.ac.id/index.php/VRS/article/viewFile/ 912/878, diakses
pada tanggal 12 Desember 2022
Menlhk, “DAS Kritis: Tantangan Sains Pengelolaan DAS Di Indonesia,”
http://www.menlhk.go.id/, 2018, http://www.menlhk.go.id/site/single_post/1618.,
diakses pad tanggal 12 Desember 2022
52