Anda di halaman 1dari 69

PROSEDUR PEMERIKSAAN CT SCAN THORAX

DENGAN SPLIT-BOLUS (BIPHASIC) INJECTION CONTRAST


PADA KASUS KANKER PAYUDARA
Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Diploma IV Teknik Radiologi

Diajukan oleh:

ANGGA SALIRO
NIM P1337430216011

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan sebagai proposal skripsi pada

Program Studi Diploma IV Teknik Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

Nama : Angga Saliro

NIM : P1337430216011

Judul Skripsi : Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax Dengan Split-Bolus

Injection Contrast Pada Kasus Kanker Payudara

Semarang, 10 Januari 2020

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Sigit Wijokongko, S.Si., S.ST., M.Kes) (Vederica Farida Candra Z., S.ST., M.Eng)
NIP. 19730321 199703 1 005 NIP. 19710607 199303 2001

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skrpsi : “Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax dengan Split-

Bolus Injection Contrast Pada Kasus Kanker Payudara”

Nama : Angga Saliro

NIM : P1337430216011

Telah dilakukan Seminar Proposal dan diperbaiki sesuai saran observer :

Observer Tanggal Tanda Tangan

1. Sigit Wijokongko, S.Si., S.ST., M.Kes ………………… …………………

2. Siti Daryati, S.Si., M.Sc ………………… …………………

3. Bagus Dwi Handoko, S.ST., M.Kes ………………… …………………

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Angga Saliro

NIM : P1337430216011

Judul Skripsi : Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax Dengan Split-Bolus

Injection Contrast Pada Kasus Kanker Payudara

Menyatakan bahwa Proposal Skripsi ini adalah karya hasil peneliti, apabila

dikemudian hari terbukti bahwa Proposal Skripsi ini tidak asli, maka peneliti

bersedia mendapatkan sanksi sesuai peraturan berlaku.

Semarang, 10 Januari 2020


Peneliti,

(ANGGA SALIRO)
NIM. P1337430216011

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Skripsi yang

berjudul “Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Thorax dengan Teknik Split-bolus

Injection Contrast Pada Kasus Kanker Payudara”.

Dalam menyelesaikan Proposal Skripsi ini penulis telah banyak mendapat

bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Marsum, BE., S.Pd, M.HP., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Semarang.

2. Ibu Fatimah, S.ST., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodagnostik dan Radioterapi Semarang.

3. Ibu Dartini, SKM, M.Kes. selaku Ketua program studi Diploma IV

Teknik Radiologi.

4. Bapak Sigit Wijokongko, S.Si., S.ST., M.Kes., selaku Pembimbing I.

5. Ibu Vederica Farida Candra, S.ST., M.Eng., selaku Pembimbing II.

6. Seluruh Dosen dan Staff akademik Jurusan TRR Semarang Poltekkes

Kemenkes Semarang.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam Penulisan

Proposal Skripsi ini. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan penelitian ini di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Semarang, 10 Januari 2020

Peneliti
v
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................. i

Halaman Persetujuan....................................................................................... ii

Halamann Pengesahan.................................................................................... iii

Pernyataan Keaslian Penelitian....................................................................... iv

Kata Pengantar................................................................................................ v

Daftar Isi.......................................................................................................... vi

Daftar Gambar................................................................................................. viii

Daftar Tabel..................................................................................................... ix

Daftar Lampiran............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5

E. Keaslian Penelitian............................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori.................................................................................... 9

1. Anatomi Thorax.............................................................................. 9

2. Fisiologi Vaskularisasi Thorax........................................................ 13

3. Patologi Kanker Payudara.............................................................. 15

4. Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Thorax........................................ 24

5. Farmakokinetik Media Kontras....................................................... 31

6. Teknik Injeksi Media Kontras.......................................................... 34

7. Teknik Split-Bolus Injection............................................................. 35

vi
B. Pertanyaan Penelitian.......................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian.......................................................................... 39

B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 39

C. Subyek Penelitian................................................................................. 40

D. Metode Pengumpulan Data.................................................................. 40

E. Instrumen Penelitian............................................................................. 41

F. Pengolahan dan Analisis Data.............................................................. 41

G. Alur Penelitian...................................................................................... 43

Daftar Pustaka................................................................................................. 44

Jadwal Tentatif Kegiatan Penelitian................................................................. 46

Instrumen Penelitian........................................................................................ 47

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anterior View Dinding Thoraks.................................................. 10

Gambar 2.2 Otot Poseterior dari dinding toraks............................................ 11

Gambar 2.3 Skematik Anatomi Dinding Dada............................................... 12

Gambar 2.4 Detail dari Arteri........................................................................ 14

Gambar 2.5 Detail dari Arteri Vena............................................................... 15

Gambar 2.6 Region: dari Apex paru hingga dibawah diaphragm.................. 26

Gambar 2.7 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice1.......................... 28

Gambar 2.8 Gambar irisan CT Scan potongan Axial 3................................. 29

Gambar 2.9 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice 5......................... 30

Gambar 2.10 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice 7......................... 31

Gambar 2.11 Model Farmakokinetik Berbasis Fisiologi.............................. 33

Gambar 2.12 Skematik protokol split bolus pada klinis emboli paru................ 36

Gambar 3.1 Kerangka Alur Pengumpulan Data............................................ 43

viii
DAFTAR TABEL

Table 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 6

Tabel 2.1 Parameter CT Scan Thorax dengan kontras.................................... 26

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Tentatif Kegiatan Penelitian............................................... 54

Lampiran 2 Tabulasi Data Studi Literatur Review............................................ 55

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa sel dalam

tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Perawatan medis (kombinasi dari

pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi) diperlukan untuk membunuh sel-

sel kanker dan meminimalkan kemungkinan chance of recurrence.

Penamaan kanker biasanya dinamai setelah bagian tubuh tempat sel-sel

kanker mulai tumbuh. Karena itu, kanker payudara merupakan sel kanker

pada payudara atau dapat dijelaskan sebagai transformasi dari beberapa sel

payudara menjadi sel kanker. Kanker payudara dapat terjadi pada pria dan

wanita, meskipun sebagian besar kasus kanker payudara (hampir 99%)

terjadi pada wanita (Ramani dkk., 2017).

Angka kejadian kanker pada wanita yang tertinggi adalah kanker

payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata

kematian 17 per 100.000 penduduk yang diikuti kanker leher rahim sebesar

23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000

penduduk (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Kanker payudara menjadi

penyebab utama kedua kematian terkait kanker pada wanita di seluruh

dunia, dan penyebab utama kematian terkait kanker di negara-negara

kurang berkembang. Rerata prognosis peluang bertahan hidup seseorang

dengan kanker payudara adalah 85% di negara maju. Sebagian besar dari

15% pasien yang tersisa mengalami kematian akibat metastasis, yaitu

penyebaran kanker dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain (Dictionary of

Cancer Term, NCI), karena penyakit mereka menjadi kebal obat (Veronesi

1
2

dan Goldhirsch, 2017). Persentase tersebut menuntut deteksi akurat ukuran

tumor dan luasnya kanker payudara sangat penting untuk perencanaan

bedah dan meminimalkan kekambuhan lokal setelah operasi (Ahn dkk.,

2013).

Pencitraan diagnostik sangat penting untuk mendeteksi stadium

penyakit pada pasien dengan diagnosis kanker terutama untuk menentukan

jenis dan agresivitas opsi perawatan yang akan ditawarkan kepada pasien

(Myers dkk., 2006). CT scan Thorax dengan media kontras adalah salah

satu modalitas yang memegang peran penting dalam diagnosa kanker

payudara. Pemeriksaan ini bukan menjadi gold standart sehingga

pemeriksaan rutin untuk pasien tanpa gejala dengan penyakit tahap awal

tidak diindikasikan. Jika timbul gejala, investigasi yang sesuai harus diminta,

misalnya untuk nyeri tulang, pencitraan tulang isotop, untuk sesak napas,

Chest X-Ray (CXR) pada awalnya; jika radiografi normal dan diduga

limfangitis (Barter dan Britton, 2014).

Menurut Sigit Wijokongko, dkk (2016) CT Thorax dengan kontras

mencakup pemindaian dari 10 mm apeks paru hingga ke supra renal,

dengan ketebalan irisan 5 mm dan reconstruction 0.6 mm dengan teknik

pemasukan media kontras intra vena (IV) menggunakan injector sebanyak

80 – 100 cc dengan flow rate 2.5 – 3 ml/s. Pemeriksaan CT Thorax ini lebih

spesifik dijelaskan pada kasus kanker payudara oleh Su Joa Ahn, dkk.

(2013). Dalam penelitian tersebut menggunakan 120 ml Ultravist sebagai

media kontras dengan monophasic administration pada flow rate 4 ml/s.

Bahan kontras IV digunakan untuk beberapa tujuan dalam

pemeriksaan CT Scan. Tujuan tersebut diantaranya adalah meningkatan


3

atenuasi pembuluh yang berguna untuk lokalisasi anatomi, membedakan

pembuluh darah dari massa, menentukan tingkat perpindahan atau invasi

pembuluh darah oleh tumor, menilai penyakit pembuluh darah tertentu

seperti aneurisma, stenosis, atau hilangnya integritas pembuluh darah yang

mengakibatkan ekstravasasi kontras media. Tingkat peningkatan media

kontras adalah hasil dari kombinasi faktor kompleks, termasuk tingkat,

jumlah, dan konsentrasi bahan kontras yang diberikan, kecepatan injeksi,

waktu pemindaian, curah jantung, ekspansi plasma, redistribusi

ekstravaskular, dan filtrasi ginjal dan ekskresi bahan kontras (Seeram,

2016).

Dalam beberapa kondisi, pemeriksaan CT Thorax membutuhkan

pemindaian pada sumbu z yang lebih panjang untuk pencitraan seluruh

thorax. Dengan demikian, bolus kontras yang digunakan perlu dimodifikasi

untuk memperhitungkan cakupan longitudinal yang lebih besar dan untuk

secara bersamaan opacify tiga wilayah vascular (pulmonary arteries,

coronary arteries, and thoracic aorta) tanpa meningkatkan atenuasi jantung

kanan ke titik yang dapat menghasilkan artefak akibat media kontras

(Mitsumori dkk., 2010).

Protokol Split-bolus merupakan metode modifikasi inovatif injeksi

media kontras yang melibatkan pemisahan bolus menjadi dua atau tiga

bagian dengan jeda variabel antara injeksi. Protokol ini telah diusulkan untuk

mendapatkan opacification yang cukup dari seluruh aorta. Baru-baru ini,

protokol ini diselidiki untuk urografi CT, angiografi CT jantung, perfusi paru

dalam angiografi CT Dual Source paru, karsinoma pankreas, dan deteksi

serta karakterisasi lesi hati fokal pada pasien onkologis (Scialpi dkk., 2016).
4

Menurut hasil pengamatan penulis pada salah satu rumah sakit yaitu di

Departemen RadiologI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat

mengenai pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kontras pada klinis kanker

payudara, terdapat pasien yang dilakukan pemeriksaan CT Scan Thorax

dengan injeksi media kontras menggunakan teknik split bolus (bi-phasic).

Injeksi media kontras dilakukan dengan membagi menjadi dua (2) phase,

dengan contoh skema menggunakan untuk penggunaan 80 ml media kontra

dibagi menjadi phase I: 40 ml media kontras, diikuti ml saline, phase II: 25

ml media kontras, 20 ml saline dimasukan dengan injector dua (2) syringe

secara berurutan, terpisah atau tidak ada pencampuran media kontras dan

saline pada tabung syringe. Guna menjelaskan tahapan prosedur

pemeriksaan pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kontras pada klinis

kanker payudara dan alasan penggunaan teknik split bolus (biphasic)

injection contrast dalam pemeriksaan tersebut, penulis bertujuan untuk

melakukan kajian terhadap beberapa literature terkait.

Sejauh pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang membahas

tentang penggunaan split-bolus biphasic injection pada pemeriksaan thorax,

khususnya pada kasus kanker payudara, namun terdapat beberapa

penelitian yang berkaitan sehingga penulis melakukan kajian dari beberapa

pustaka. Adapun literature mengenai prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax

pada kasus kanker payudara telah diteliti olej Su Joa Ahn (2013), sedangkan

teknik split bolus Injection telah diteliti oleh Bae (2010), Charbel Saade, dkk.,

(2011), Jay P. Heiken dan Bae (2005), Roberto Ieezi, dkk., (2017) dan Dr. L.

Bonmati (2006).
5

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalah yang dapat penulis rumuskan berdasarkan latar

belakang masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Prosedur CT Scan Thorax dengan kontras yang

menggunakan teknik split bolus (biphasic) injection pada klinis kanker

payudara menurut kajian teoritis?

2. Menurut kajian teoritis, mengapa dalam pemeriksaan CT Scan Thorax

dengan kontras pada klinis kanker payudara menggunakan teknik split

bolus (biphasic) injection?

C. TUJUAN PENELITIAN

Selaras dengan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan Prosedur CT Scan Thorax dengan kontras yang

menggunakan teknik split bolus (biphasic) injection pada klinis kanker

payudara sesuai dengan kajian teoritis.

2. Untuk mengetahui alasan penggunaan teknik split bolus (biphasic)

injection pada pemeriksaan CT Scan Thorax dengan kontras pada klinis

kanker payudara kajian teoritis.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan pembaca mengenai Prosedur CT Scan Thorax dengan

kontras yang menggunakan teknik split bolus biphasic injection pada

klinis kanker payudara.


6

2. Manfaat Praktisi

Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

wawasan bagi praktisi yang menemukan kasus yang sama mengenai

Prosedur CT Scan Thorax dengan kontras pada klinis kanker

payudara.sehingga dapat menggunakan teknik split bolus biphasic

injection untuk mendukung diagnosa yang optimal.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Untuk mengetahui keaslian dari penelitian ini, maka penulis akan

mencantumkan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan tema

pembahasan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Nama
No Penulis Judul Tujuan dan Metode
Hasil Penelitian
. (Tahun Peneitian Penelitian
Penelitian)
1. Arwinny Prosedur Tujuan : 1. Prosedur pemeriksaan
Pratiwi Pemeriksaan 1. Untuk CT Scan Thorax
(2019) Ct Scan mengetahui dengan fase artery ±
Thorax Pada prosedur 20 detik post injeksi,
Klinis Kanker pemeriksaan fase vena ± 60 detik
Payudara di CT Scan post injeksi dengan
Departemen Thorax Bi- slice thickness 8 mm.
Radiologi RSU Phase 2. Injeksi media kontras
Haji Surabaya. 2. Mengetahui melalui vena saphena
teknik injeksi magna dengan alasan
media kontras menyesuaikan situasi
melalui vena dan kondisi pasien.
saphena 3. Teknik bolus tracking
magna dengan Delay
3. Mengetahui monitoring 10 detik
teknik bolus bertujuan untuk
tracking dengan mendapatkan
delay before pencapaian pada
monitoring 10 daerah ROI yang
detik diatur sebagai acuan
untuk auto scanning.
Metode penelitian :
Deskriptif dengan
pendekatan studi
7

kasus.

Lanjutan …
…lanjutan
2. Lee Triphasic- Tujuan : Hasil dari penelitian ini
Matsumori Contrast Bolus Menjelaskan menunjukkan bahwa
(2010) For Whole hubungan antara untuk ECG-gated CT
Chest ECG- enhcement arteri whole chest
Gated 64 dan streak artefak menggunakan injeksi
MDCT of pada penggunaan kontras triphasic dengan
Patients With 2 kombinasi fase tengah dicampur
Non Spesific triphasic-contrast dapat menghasilkan
Chest Pain: bolus untuk enhancement
Evaluation of mengevaluasi memuaskan dari arteri
Arterial protokol injeksi paru-paru, arteri
Enchancemen kontras whole koroner, dan aorta
t And Streak chest ECG-Gated. toraks. Pendekatan
Artefact bolus ini juga
Metode Penelitian: mengurangi atenuasi
Penelitian ini jantung kanan, yang
merupakan dapat mengurangi
penelitian frekuensi artefak
kuantitatif. beruntun yang
berhubungan dengan
kontras.

3. Michele Split-Bolus Tujuan: Protokol MDCT split-


Scialpi Single-Pass Tujuan kami adalah bolus single-pass dapat
(2016) Multidetector- untuk mengevaluasi digunakan dalam klinis
Row CT peran diagnostik pengaturan untuk
Protocol for split-bolus single- menggantikan CTPA
Diagnosis of pass 64- standar pada pasien
Acute multidetector-row dengan kecurigaan
Pulmonary CT (MDCT) protokol terhadap PE.
Embolism. dalam diagnosis
dugaan Pulmoary
embolism dengan
analisa hubungan
enhancement dan
dosis radiasi
menggunakan
varisasi teknik split
bolus biphase
injection dan single-
pass scanning.

Metode:
Penelitian ini
merupakan
penelitian
8

kuantitatif.
Lanjutan…
…lanjutan
4. Salah Zein- Multi-Phasic Tujuan: Menggunakan protokol
El-Dine Contrast Tujuan penelitian ini CM multi-fase secara
(2018) Injection adalah untuk signifikan meningkatkan
Protocol membandingkan kekeruhan pembuluh
Enhances The contrast darah toraks dan
Visualization enhancement dan visualisasi kelenjar
of The dosis radiasi antara getah bening
Thoracic penggunaan split- mediastinum selama CT
Vasculature bolus biphasic toraks. Namun memiliki
During Chest dengan tanpa kelemahan yakni,
CT. menggunakan split evaluasi citra yang
bolus berfokus pada kriteria
(monophasic) gambar kuantitatif, dan
pemeriksaan chest tidak dapat
CT mendeskripsikan hasil
kualitatif yang termasuk
Metode: akurasi diagnostik
Penelitian ini keganasan dada dalam
merupakan hal sensitivitas dan
penelitian spesifisitas sesuai
kuantitatif. dengan standar
referensi.
.5. Angga Teknik CT Tujuan: -
Saliro Scan Thorax Tujuan dari
(2020) dengan split- penelitian ini
bolus adalah untuk
(biphasic) menjelaskan
Injection pada Teknik CT Scan
Kasus Kanker Thorax dengan
Payudara split-bolus
(biphasic) Injection
pada Kasus
Kanker Payudara

Metode:
Penelitian ini
merupakan
penelitian
deskriptif dengan
study literature
review
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI

1. Anatomi Thorax

Thorax adalah rongga tubuh, dikelilingi oleh tulang rusuk tulang,

yang berisi jantung dan paru-paru, pembuluh darah besar, oesophagus

dan trakea, saluran dada, dan persarafan otonom untuk struktur tersebut.

Batas inferior rongga thorax adalah diafragma pernapasan, yang

memisahkan rongga thorax dan perut. Di daerah superior, thorax

terhubung dengan akar leher dan ekstremitas atas (Roberts dan

Weinhaus, 2015).

Toraks adalah suatu rongga yang berbentuk kerucut (Paulsen, F &

Waschke, J. 2013). Thoraks bagian bawah lebih besar daripada bagian

atas serta bagian belakang lebih panjang dibandingkan bagian depan.

Bagian dalam thoraks terdapat paru, jantung, dan mediastinum.

Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru-

paru. Pada rongga toraks terdapat beberapa sistem pernapasan dan

peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu;

esofagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe.

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut

yang terdiri dari sternum, dua belas pasang costae yaitu sepuluh pasang

costae yang berakhir dianterior dalam segmen tulang rawan dan dua

pasang kosta yang melayang. Rongga thorax dibatasi oleh costae yang

bersambung di bagian belakang pada vertebra thorakalis dan di depan

bersambung dengan sternum (Paulsen, F & Waschke, J. 2013).

10
11

Tulang costae berfungsi melindungi organ vital rongga toraks

seperti jantung, paru-paru, hati dan lien. Kartilago dari 6 costae

memisahkan artikulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh

berfungsi membentuk tepi costal sebelum menyambung pada tepi bawah

sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan di atas organ

dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk (Assi, dkk.,

2012).

a.
b.
a. c.
A
b.
d.
c. e.
G
d.
e.

f.

C
B

Gambar 2.1 Anterior View Dinding Thoraks (Assi, dkk., 2012)


Keterangan :
A. Sternum D. Costal Cartilages
a. Jugular Notch E. True Ribs
b. Manubrium F. Clavicle
c. Angle G. Scapula
d. Body a. Acromion
e. Xiphoid Processus b. Coracoid Process
B. Floating Ribs c. Glenoid Fossa
C False Ribs d. Neck
. e. Subscapular Fossa
12

Otot-otot penyusun thoraks yaitu musculus pektoralis mayor dan

minor yang merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus

latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu

lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thoraks.

Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan atau plika

axillaris posterior. Inspirasi terjadiG.1.


karenaA kontraksi otot pernafasan yaitu

muskulus interkostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada

membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus

(Assi, dkk., 2012).

F.1 B
C
E.1
D
D.1
E
C.1
F
B.1
G
A.1. H
Z I

J
Y
K
X
L
M

N
W
O
V

U P
T Q
SR
Gambar 2.2 Otot Poseterior dari dinding toraks (Assi, dkk., 2012).
Keterangan :
A. Splenius Capitis M. L. Prosesus Spinosus Vt. Thoracic W. Latissimus dorsi M.
B. Accesory Nerve M. Latissimus dorsi M. X. Teres Mayor
C. Levator Scapulae M. N. Lower Diggitation of serratus Y. Teres Minor M
13

D. Rhombodeus minor M. O. Diggitation of ext. abdominal Z. Deltoid M.


E. Rhombodeus major M. P. Serrratus posterior inferior M. A.1. Infraspinatus fascia
F. Supraspinatus M. Q Thoracolumbar facia M. B.1. Spine of Scapula
G. Infraspinatus M. R. Cutaneous Branches Medial C.1. Trapezius M.
H. Scapulae S. Cutaneous Branches Lateral D.1. Sternocledomastoid M.
I. Acromion of scapula T. Iliac crest E.1. Triangle of Neck
J. Teres Minor M. U. Lumbar Triangle F.1. Ext. occipital Protuberance
K. Teres Mayor V. External Abdominal Oblique M. G.1. Sup. Nurchal Line
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah

dan limfatik. Pleura mengatur pergerakan cairan, fagositosis debris, dan

dapat menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi

paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan

mediastinum bersama dengan pleura parietalis yang melapisi dinding

dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap

arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya

ruang potensial yang ada (Assi, dkk., 2012).

C.1 A
B.1 D.1 B
C D
A.1 E
F

Z
G
Y
H

X
I

W J
K
L
V
M
U
N
T
O
S

R Q P
14

Gambar 2.3 Skematik Anatomi Dinding Dada (Assi, dkk., 2012).


Keterangan :
A. Common Carotid A. K. Sup. Lobes of Left Lung U. Costodiaphragmatic recess
B. Cupula L. Inf. Lobes of Left Lung V. Lobes of right lung
C. Brachial Plexus M. Sup. Epigastric V & A W. Costal parietal pleura
D. Subclavian V. and A. N. dIaphragma X. Serratus anterior M.
Lanjutan…
…Lanjutan
E. 1st Rib O. Musculoprenic V & A Y. Pectoralis minor M.
F. Axillary V and A. P. Pericardial Sac Z. Pectoralis Mayor M.
G. Coracoid Process Q Xiphoid process A.1. Clavicle
H. Internal Thoracic V and A. R. Costomediastinal pleural B.1.Thymic fat
I. Anterior Intercostal A. S. Diaphragm C.1.Manubrium of sternum
J. Perforating Branches T. Costodiaphragmatic pleural D.1.Inferior thyroid vein

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah

costae keenam kartilago costae dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung

lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.

Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah

mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut

berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar

75%.

2. Fisiologi Vaskularisasi

Jantung manusia memompa darah melalui arteri, yang

terhubung ke arteriol dan kemudian kapiler yang lebih kecil. Di sinilah

nutrisi, elektrolit, gas terlarut, dan terjadi pertukaran antara darah dan

jaringan di sekitarnya. Sekitar 7000 L darah dipompa oleh jantung

setiap hari (Moini, 2013).

Dalam sirkulasinya, darah memasuki paru-paru dari ventrikel

kanan melalui batang paru-paru, yang memanjang ke atas secara

posterior dari jantung. Terbagi menjadi arteri pulmoner kanan dan kiri,

yang masing-masing masuk ke paru-paru kanan dan kiri. Terdapat

pembelahan berulang menghubungkan ke arteriol dan jaringan kapiler


15

yang berhubungan dengan dinding alveoli, yaitu tempat gas

dipertukarkan antara darah dan udara. Darah bersirkulasi kembali dari

kapiler paru berlanjut ke venula dan kemudian vena. Terdapat empat

vena paru, dua dari masing-masing paru, mengembalikan darah ke

atrium kiri menyelesaikan loop vascular. Sirkulasi darah yang baru

diberi oksigen bergerak dari ventrikel kiri, kemudian ke aorta dan

cabang-cabangnya, yang mengarah ke semua jaringan tubuh.

Akhirnya, darah kembali menuju sistem vena yang mengembalikan

darah ke atrium kanan (Moini, 2013).

Keterangan: (1)
A. Deep palmar artery
B. Superficial palmar artery
C. Digital arteries
D. Ulnar artery
E. Radial artery
F. Deep brachial artery
G. Brachial artery
H. Anterior humeral
circumflex artery
I. Posterior humeral
circumflex artery
J. Axillary artery
K. Thoracocromial artery
L. Suprascapula artery
M. Costocervical artery
N. Thyrocervicall artery
O. Vertebral artery
P. Common carotid artery

Gambar 2.4 Detail dari Arteri


(Moini, 2013)
16

Keterangan: (2)
A. Superior vena cava
B. Hemiazygos veins
C. Intercostal veins
D. Basilica vein
E. Ulnar vein
F. Deep palmar venous
arch
G. Superficial palmar
venous arch
H. Digital veins
I. Median antebrachial
vein
J. Median cubital vein
K. Basilic vein
L. Chepalic vein
M. Brachial vein
N. Axillary vein
O. Braciocepalic vein
P. Subclavian vein

Gambar 2.5 Detail dari Arteri Vena


(Moini, 2013)

3. Patologi Kanker Payudara

a. Definisi

Disebut kanker payudara ketika sejumlah sel di dalam payudara

tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali. Kanker payudara

(Carcinoma mammae) merupakan salah satu kanker yang sangat

ditakuti oleh kaum wanita setelah kanker serviks. Kanker payudara

merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian

dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak


17

normal, cepat, dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara

(Mulyani dan Rinawati, 2017).

Kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak

ditemui pada wanita. Pada setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru

kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di

Amerika Serikat. Setiap tahunnya, di Amerika serikat 44.000 pasien

meninggal karena penyakit ini sedangkan di Eropa lebih dari 165.000

(Mulyani dan Rinawati, 2017).

b. Etiologi

Kanker payudara belum diketahui secara pasti penyebabnya,

namun ada beberapa faktor kemungkinannya, antara lain: (Mulyani

dan Rinawati, 2017)

1) Faktor Usia

Semakin tua usia seorang wanita, maka risiko untuk menderita

kanker payudara akan semakin tinggi. Pada usia 50-69 tahun

adalah kategori usia paling beresiko terkena kanker payudara,

terutama bagi mereka yang mengalami menopause terlambat.

2) Faktor Genetik

Ada dua jenis gen BRCA 1 dan BRCA 2 (encode dari breast cancer

suceptibility gene 1 & 2) yang sangat mungkin menjadi faktor resiko

pencetus kanker payudara. Bila ibu, saudara wanita mengidap

kanker payudara maka ada kemungkinan untuk memiliki resiko

terkena kanker payudara dua kali lipat dibandingkan wanita lain

yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang terkena kanker

payudara.
18

3) Penggunaan Hormon Estrogen

Penggunaan hormon estrogen (misalnya pada penggunaan terapi

estrogen replacement), penggunaan terapi estrogen replacement

mempunyai peningkatan resiko yang signifikan untuk mengidap

kanker payudara.

4) Gaya Hidup Tidak Sehat

Jarang berolahraga atau jarang gerak, pola makan yang tidak sehat

dan tidak teratur, merokok serta mengkonsumsi alkohol akan

meningkatkan resiko kanker payudara.

5) Perokok Pasif

Merupakan orang yang tidak merokok tetapi orang yang tidak

sengaja menghisap asap rokok yang dikeluarkan oleh orang

perokok. Sering kali didengar perokok pasif terkena resiko dari

bahaya asap rokok dibanding perokok aktif.

6) Penggunaan Kosmetik

Bahan-bahan kosmetik yang bersifat seperti hormon estrogen

beresiko menyebabkan peningkatan resiko mengalami penyakit

kanker payudara, sehingga berhati-hatilah dalam penggunaan alat

kosmetik untuk kesehatan diri kita.

7) Penggunaan Pil KB

Penggunaan pil KB pada waktu yang lama dapat meningkatkan

wanita terkena resiko kanker payudara karena sel-sel yang sensitif

terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan

degenerasi jinak atau menjadi ganas dan resiko ini akan menurun

secara otomatis bila penggunaan pil KB berhenti.


19

c. Manifestasi Klinis

Menurut American Cancer Society (2014), kemungkinan wanita

terkena kanker payudara itu satu banding delapan orang atau 12

persen. Adapun beberapa gejala kanker payudara yaitu:

1) Ditemukannya benjolan pada payudara

Gejala awal yang signifikan dan sering dialami wanita ialah benjolan

tidak biasa yang ditemukan pada payudara. Benjolan itu biasanya

ditandai dengan rasa sakit bila dipegang atau ditekan.

2) Perubahan pada payudara

Biasanya gejala yang terjadi ialah berubahnya ukuran, bentuk

payudara dan puting. Gejala itu awalnya ditandai dengan

permukaan payudara yang akan berwarna merah, kemudian

perlahan kulit mengerut seperti kulit jeruk.

3) Puting mengeluarkan cairan

Pada puting seringkali mengeluarkan cairan seperti darah, tetapi

juga terkadang berwarna kuning, kehijau-hijauan berupa nanah.

4) Pembengkakan pada payudara


Gejala kanker payudara juga ditandai dengan pembengkakan

payudara tanpa ada benjolan, yang merupakan gejala umumnya.

Bahkan kadang – kadang salah satu payudara pembuluh darah jadi

lebih terlihat. Jika metastase (penyebaran) luas, maka berupa :

pembengkakan kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal,

hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura,

gejala anak sebar yang terjadi pada paru-paru, nyeri tulang


20

berkaitan dengan penyebaran ke tulang, dan fungsi hati menjadi

abnormal (Mulyani dan Rinawati, 2017).

d. Stadium Kanker Payudara

Stadium kanker payudara dapat ditentukan setelah tes-tes yang

dilakukan dokter sudah komplit atau selesai. Stadium dalam kanker

payudara adalah untuk menggambarkan kondisi kanker payudara

sampai dimana penyebarannya. Dengan mengetahui stadium kanker

payudara, merupakan salah satu cara untuk membantu dokter untuk

menentukan pengobatan apa yang sesuai untuk pasien (Mulyani dan

Rinawati, 2017). Menurut American Joint Committee on Cancer (2017),

stadium kanker payudara dijelaskan sebagai berikut:

1) Stadium 0

Biasa disebut dengan Ductal Carcinoma In Situ atau Noninvasive

Cancer, yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh atau

saluran payudara dan kelenjar – kelenjar susu pada payudara.

2) Stadium I

Pada stadium ini tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar

serta tidak ada titik pada pembuluh getah bening.

3) Stadium IIA

Pada stadium ini, diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2

cm dan telah ditemukan pada titik – titik pada saluran getah bening

di ketiak (axillary lymph nodes). Diameter tumor lebih lebar dari 2

cm tapi tidak lebih dari 5 cm, belum menyebar pada titik-titik pada

saluran getah bening di ketiak (axillary lymph nodes). Tidak adanya


21

tanda-tanda tumor pada payudara, tetapi ditemukan pada titik-titik di

pembuluh getah bening ketiak.

4) Stadium IIB

Pasien pada kondisi ini diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tetapi

tidak melebihi 5 cm, telah menyebar pada titik-titik di pembuluh

getah bening ketiak, dan diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi

belum menyebar.

5) Stadium IIIA

Pasien pada kondisi ini, diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan

telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening ketiak.

Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-

titik pada pembuluh getah bening ketiak.

6) Stadium IIIB

Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan

pembengkakakn bisa juga luka bernanah di payudara dapat

didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer. Dapat juga sudah

atau bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah

bening di ketiak dan lengan atas, tetapi tidak menyebar ke bagian

lain dari organ tubuh.

7) Stadium IIIC

Seperti stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada

pembuluh getah bening dalam grup N3 (kanker telah menyebar

lebih dari 10 titik di saluran getah bening di bawah tulang selangka).

8) Stadium IV
22

Pasien pada stadium IV ukuran tumor dapat berapa saja, tetapi

telah menyebar pada lokasi yang jauh, seperti tulang, paru-paru,

liver, dan tulang rusuk.

e. Grade Kanker Payudara

Suatu kanker payudara ditentukan berdasarkan pada bagaimana

bentuk sel kanker dan perilaku sek kanker dibandingkan dengan sel

normal dan untuk mengetahui grade kanker, sampel-sampel hasil

biopsy dipelajari di bawah mikroskop. Ini akan memberi petunjuk pada

tim dokter seberapa cepatnya sel kanker itu berkembang pada diri

seseorang (Mulyani dan Rinawati, 2017). Menurut American Joint

Committee on Cancer (2017), grade kanker payudara dijelaskan

sebagai berikut:

1) Grade 1

Merupakan grade yang paling rendah, sel kanker lambat dalam

perkembangannya dan biasanya tidak menyebar.

2) Grade 2

Merupakan grade tingkat sedang.

3) Grade 3

Merupakan grade yang tertinggi, cenderung berkembang cepat dan

biasanya menyebar.

f. Pemeriksaan Penunjang Kanker Payudara (Mulyani dan Rinawati,

2017)

1) Imaging Test

Diagnostic Mammography, sama dengan Screening

Mammograpghy, hanya saja pada tes pemeriksaan ini lebih banyak


23

gambar yang diambil. Ini biasanya digunakan pada wanita dengan

tanda-tanda diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada

benjolan baru. Diagnostic Mammography bisa juga digunakan

apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat

Screening Mammogram.

2) Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) merupakan suatu pemeriksaan ultrasound

dengan menggunakan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi

untuk mendapatkan gambaran jaringan payudara. Gelombang bunyi

yang tinggi ini dapat membedakan suatu massa yang solid, yang

kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang

kemungkinannya bukan kanker.

3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan magnetic bukan

sinar x untuk memproduksi gambaran detail dari tubuh. MRI bisa

digunakan apabila sekali seorang wanita telah didiagnosa

mempunyai kanker payudara. Sehingga dengan MRI dapat

digunakan untuk mengecek payudara lainnya tetapi ini tidak mutlak,

dapat juga hanya sebagai screening saja. Menurut American

Cancer Society (2014), wanita yang mempunyai resiko tinggi

terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen

BRCA atau banyak anggota keluarganya yang terkena kanker

payudara untuk sebaiknya juga mendapatkan MRI bersamaan

dengan mammography. MRI biasanya lebih baik dalam melihat

suatu kumpulan massa yang kecil pada payudara yang mungkin


24

tidak terlihat pada saat USG atau mammography khususnya pada

wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat.

4) Tes Dengan Bedah (Biopsy)

Dengan biopsy dapat memberikan diagnosis secara pasti. Sampel

yang diambil dari biopsy lalu dianalisa oleh ahli patologi (dokter

spesialis yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium dan

mengevaluasi sel, jaringan, organ untuk menentukan penyakit).

5) Tes Darah

Diperlukannya tes darah untuk lebih mendalami kondisi kanker, tes-

tes itu antara lain:

a) Level Hemoglobin (HB)

Tujuannya untuk mengetahui jumlah oksigen yang ada di dalam

sel darah merah.

b) Level Hematocrit

Untuk mengetahui prosentase dari darah merah di dalam seluruh

badan.

c) Jumlah dari sel darah putih

Tujuannya untuk membantu melawan infeksi.

d) Jumlah trombosit

Tujuannya untuk membantu pembekuan darah.

e) Differential

Presentase dari beberapa sel darah putih.

6) Pemeriksaan Radiografi Thorax


25

Pemeriksaan radiografi thorax pada pasien kanker payudara

dilakukan untuk tindak lanjut rutin atau untuk bahan evaluasi paru

keseluruhan. Pemeriksaan radiografi thorax tidak boleh diabaikan

pada pasien yang diduga menderita kanker payudara, karena

dinding dada dan daerah kelenjar getah bening adalah tempat

rekurensi yang relatif umum. Pemeriksaan radiografi thorax

diperlukan untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran

(metastase) sampai ke daerah paru-paru maupun dinding dada.

7) Bone Scan

Tujuannya untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke

tulang atau belum. Pada Bone Scan, pasien disuntikkan radioactive

tracer pada pembuluh vena yang nantinya akan berkumpul pada

tulang yang menunjukkan kelainan karena kanker. Jarak antara

suntikan dan pelaksanaan Bone Scan kira-kira 3 sampai 4 jam.

Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyaknya. Dari tes

ini, hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap

dari depan dan belakang dan tulang yang menunjukkan kelainan

akan terlihat warnanya lebih gelap dari tulang normal.

7) Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan ini untuk melihat secara detail letak tumor. CT-Scan

akan menghasilkan gambaran tiga dimensi bagian dalam tubuh

yang diambil dari berbagai sudut. Hasil dari CT-Scan akan terlihat

gambar potongan melintang bagian dari tubuh dalam bentuk tiga

dimensi.
26

8) Positron Emission Tomography (PET-Scan)

Pemeriksaan ini untuk melihat apakah kanker sudah menyebar.

PET-Scan biasanya digunakan sebagai pelengkap.

4. Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Thorax

a. Pengertian

Teknik pemeriksaan MSCT thorax adalah teknik secara radiologi

untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau penampang

melintang dari thorax (Rasad, 2000).

b. Indikasi pemeriksaan CT Scan Thorax (Wijokongko dkk., 2016)

1) Massa

2) Metastasis

3) TBC

4) Infeksi

5) Cavitas

c. Persiapan Pemeriksaan (Wijokongko dkk., 2016)

1) Pasien yang non kooperatif, gelisah, diberikan sedasi agar

tenang.

2) Melampirkan hasil laborat ureum dan kreatinin terbaru dengan

hasil normal.

3) Baju dan asesoris pasien yang dapat menimbulkan artefak pada

gambar dilepas, seperti kalung, kancing baju logam.

4) Inform consent pasien dilakukan sebelum pemeriksan dimulai

berkaitan dengan pemasukan media kontras.

5) Waspada dengan penggunaan obat Metformin pada penderita

diabetes militus
27

d. Persiapan Alat dan Bahan (Wijokongko dkk., 2016)

Alat dan bahan yang diperlukan berupa media kontras, injector dan

venocath (IV line)

e. Teknik Pemeriksaan (Wijokongko dkk., 2016)

1) Posisi pasien

a) Tidur telentang

b) Kaki dekat gantry (feet first) atau kepala dekat gantry (head

first)

2) Topogram

Gambar 2.6 Region : dari Apex paru hingga dibawah diaphragma


(termasuk adrenalin di bronchial carcinoma)
(Bruening dan Flohr, 2003)

3) Pemasukan media kontras (Wijokongko dkk., 2016)

a) Volume media kontras 80 – 100 cc.


28

b) Flow rate 2.5 – 3 ml/detik.

Dalam kasus kanker volume yang digunakan adalah 120 ml

Ultravist dengan monophasic administration pada flow rate 4

ml/s (Ahn dkk., 2013).

4) Scanning parameter

Tabel 2.1 Parameter CT Scan Thorax dengan kontras


(Wijokongko dkk., 2016)
Siemens Emotion Scope power Perspective 64 Sensation 64
16 Perspective 128
Scan mode Spiral Spiral Spiral Spiral
Rotation time (s) 0,68 0,6 0,6 0,5
Detector 16 x 0,6 16, 0,6
configuration (mm)
Pitch 1,5 1,5
kV 130 130 130 120
Quality ref. mAs 70 70/50d 70/50d 70/50d
Lanjutan...
…lanjutan
Care kV - - - -
Care dose4D ON ON ON ON
RECON 1
Type Axial Axial Axial Axial
Kernel B41s B41/141s (3)d B41s/31s (3)d B31f (3)d
Slice (mm) 5 5 5 5
Increment (mm) 5 5 5 5
RECON 2
Type Axial Axial Axial Axial
Kernel B70s B70s/180s (3)d B70s/180s (3)d B70f/180f (3)d
Slice (mm) 5 5 5 5
Increment (mm) 5 5 5 5

5) Pengolahan gambar (Wijokongko dkk., 2016)

a) Mengolah data menjadi gambararn axial pre dan post

kontras kondisi mediastinum.

b) Mengolah data menjadi gambararn axial post kontras kondisi

paru.

c) Mengolah data menjadi gambararn sagital dan coronal post


29

kontras kondisi mediastinum.

d) Print out film menggunakan window width dan window level

kondisi mediastinum.
30

6) Citra CT Scan Thorax (Bontrager, L dan Lampignano, 2010)

a) Potongan Axial 1

Gambar dibawah ini merupakan potongan axial slice 1

dengan menggunakan media kontras. Posisi irisannya

sejajar dengan sternal notch atau sekitar vertebra

thoracal 2-3.

Keterangan gambar :
A. Vena jugularis interna kanan G. Arteri subklavia kiri
B. Arteri karotis komunis kanan H. Arteri karotis komunis kiri
C. Trakea I. Vertebra torakal 2 – torakal 3
D. Sternoclavicular joint J. Arteri subklavia kanan
E. Klafikula K. Prosessus acromion dari scapula
F. Vena jugularis interna kiri L. Caput humerus

Gambar 2.7 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice 1


(Bontrager, L dan Lampignano, 2010).
31

b) Potongan axial 3

Gambar 2.8 berikut merupakan potongan axial slice 3

dengan menggunakan media kontras. Posisi irisannya

sejajar dengan inferior portion manubrium atau sekitar

vertebra torakal 3 – torakal 4.

Keterangan gambar :
32

A. Vena brachiocephalic kanan F. Arteri subklavia kiri


(dengan media kontras) G. Esophagus
B. Arteri innominata H. Vertebra torakal 3-torakal 4
C. Manubrium sterni I. Trakea
D. Vena brachiocephalic kiri
E. Arteri karotis komunis kiri
Gambar 2.8 gambar irisan CT Scan potongan Axial 3
(Bontrager, L dan Lampignano, 2010)
33

c) Potongan Axial slice 5

Gambar dibawah ini merupakan potongan Axial slice 5

dengan menggunakan media kontras. Posisi irisannya

sejajar dengan Aorto pulmonary window, yaitu celah antara

ascending aorta dan arteri pulmonari atau sekitar vertebra

torakal 4 sampai torakal 5.

Keterangan gambar :
A. Vena cava superior E. Esophagus
B. Aorta asenden F. Aorta desenden
C. Corpus sternum G. Vertebra torakal 4-torakal 5
D. Window Aorrtopulmonary H. Trakea
Gambar 2.9 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice 5
(Bontrager, L dan Lampignano, 2010)
34

d) Potongan Axial slice 7

Gambar berikut ini merupakan potongan axial slice 7

dengan menggunakan media kontras. Posisi irisan pada 1

cm dibawah carina atau sekitar vertebra torakal 6-torakal 7.

Keterangan gambar :
A. Vena cava superior F. Aorta desenden
B. Aorta asenden G. Vertebra torakal 6-torakal 7
C. Arteri pulmonaris utama H. Vena azygos
D. Vena pulmonaris kiri I. Esophagus
E. Arteri pulmonaris kiri J. Arteri pulmonaris kanan
Gambar 2.10 Gambar irisan CT Scan potongan Axial slice 7
(Bontrager, L dan Lampignano, 2010)

5. Farmakokinetik Media Kontras

Praktik pemberian media kontras intravena CT terus

diperdebatkan dan diperbarui. Munculnya teknologi CT baru

disertai dengan kompleksitas teknis yang baru ditambahkan sering

membuat kebingungan pengguna dalam menggunakan bahan

kontras dan protokol pemindaian, sehingga sering dijumpai


35

kejadian tidak dapat tercapainya kualitas gambar yang diinginkan

dan kemudian memaksakan perubahan dalam praktik. Sehingga

pembahasan farmakokinetik media kontras dan faktor-faktor

pasien, media kontras, serta pemindaian CT terkait dengan

peningkatan kontras dan waktu pemindaian harus dilakukan (Bae,

2010).

Setelah injeksi intravena perifer, media kontras bergerak ke

jantung kanan, sirkulasi paru-paru, dan jantung kiri sebelum

mencapai sistem arteri sentral. Sirkulasinya ke seluruh tubuh

diatur oleh sistem kardiovaskular. Media kontras dengan cepat

mendistribusikan kembali dari vaskular ke ruang interstitial organ.

Fisiologis yang tersedia untuk sistem kardiovaskular manusia

memungkinkan kita untuk memperkirakan penyebaran dan

distribusi media kontras ke seluruh tubuh manusia. Distribusi

media kontras dalam suatu organ tergantung pada tingkat perfusi,

volume jaringan, komposisi jaringan organ dan permeabilitas di

seluruh mikrovaskulatur organ dan antarmuka seluler. Ketika

media kontras dianggap sebagai obat yang disuntikkan secara

intravena, distribusinya secara in vivo dapat diprediksi dengan

menggunakan teknik matematika yang dikembangkan dalam

farmakokinetik. Model komputer berbasis fisiologis peningkatan

kontras seluruh tubuh dihasilkan (Gambar 2.11). Model ini

divalidasi dengan data klinis dan eksperimen phantom aliran

mekanis yang berbeda (Bae, 2010).


36

Pemodelan komputer dari sistem kardiovaskular manusia

memiliki beberapa aplikasi klinis potensial. Ini dapat digunakan

untuk mengoptimalkan waktu pemindaian dan jumlah media

kontras untuk karakteristik fisik dan kondisi klinis pasien tertentu.

Model computer ini dapat digunakan untuk memprediksi pola

injeksi input untuk profil peningkatan kontras keluaran yang

diberikan. Dengan demikian, model ini dapat membantu kami

untuk merancang dan menghitung protokol injeksi yang diperlukan

untuk menghasilkan kurva peningkatan yang diinginkan (Bae,

2010).

Gambar 2.11 Model Farmakokinetik Berbasis Fisiologi


(Bae, 2010)
Gambar 2.11 menjelaskan tentang farmakokinetik berbasis

fisiologi digunakan untuk mensimulasikan peningkatan kontras di

berbagai organ. Media kontras diinjeksikan dari situs antekubital,


37

menuju jantung kanan (R Heart), jantung kanan, sirkulasi paru-

paru, dan jantung kiri sebelum mencapai sistem arteri sentral

kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh, dan diekskresikan oleh

ginjal sesuai dengan laju filtrasi glomerulus. Aliran darah regional

dinyatakan dalam mililiter per menit dan arah aliran sesuai panah.

Pembuluh darah diwakili oleh lingkaran yang mengelilingi angka,

yang mewakili volumenya (dalam mililiter). Setiap organ

digambarkan sebagai kotak yang dibagi menjadi dua

subkompartemen, dengan angka atas menunjukkan volume

kapiler dan angka yang lebih rendah menunjukkan volume cairan

ekstraseluler. Ext = ekstremitas, IVC = inferior vena cava, L Heart

= jantung kiri Low = rendah, St /Sp/Pan = perut, limpa, pankreas,

SVC = vena cava superior, Up = atas (Bae, 2010).

Tujuan klinis dari model komputasi administrasi media kontras

dan waktu pemindaian CT tersebut adalah untuk mencapai

enhacement kontras yang memadai secara diagnostic dalam organ

target sambil menggunakan paparan radiasi terendah (durasi

pemindaian terpendek) dan jumlah masa yodium terkecil yang

disuntikkan pada tingkat terendah yang dapat diterima untuk

diberikan fungsi kardiovaskular dan ginjal pasien. Pada bagian ini,

berdasarkan prinsip dasar dan analisis factor didapatkan

pertimbangan klinis dan modifikasi pada desain protokol yang

diperlukan untuk mengoptimalkan peningkatan kontras dalam aplikasi

CT klinis umum. Parameter injeksi bahan pemindaian dan

pemindaian dari protokol-protokol ini dirangkum dalam Tabel 2.2.


Tabel 2.1. Parameter injeksi bahan pemindaian dan pemindaian

Typical Contrast Typical Injection Fixed


Injection Variable Scan Circulation-adjusted Saline
Examination Material Dose for Rate for 70-kg Scan Duration (Constant)
Duration Delay* Scan Delay* Flush
70-kg Patient Patient Scan Delay
Brain 80 mL of 300 1 mL/sec or hand 1–2 minutes Variable 5 minutes NA NA Not
parenchyma mgI/mL (0.3–0.4 injection essential
gI/kg)
Neck soft 100 mL of 300 2 mL/sec 50 seconds Variable 50–90 seconds ID + 10 - SD/2 ID + TARR – 2 - SD/2 Not
tissue mgI/mL (0.4 gI/kg) (shorter With (TARR at ascending aorta) essential
SDCT)
Neck and 100 mL of 350 4 mL/sec (16- 25 seconds (16- 10–15 15 seconds ID + 5 - SD/2 ID + TARR - 7 - SD/2 Essential
brain CT mgI/mL detector CT); detector CT); seconds (16- (neck); (neck); (neck);
angiography at 16-detector CT; detector CT);
4.5 mL/sec (64- 17 seconds 18–20 ID + 8 - SD/2 ID + TARR - 4 - SD/2
75 mL at 64- detector CT) (64-detector CT) 5–10 seconds seconds (brain) (brain);
detector CT (64-detector (brain)
CT) TARR at ascending aorta

Routine 70 mL of 300–350 2–3 mL/sec 40 seconds Variable 30 seconds ID + 5 - SD/2 ID + TARR - 7 - SD/2 Not
chest mgI/mL (SDCT); (SDCT); (SDCT); (SDCT and MDCT) (TARR at ascending essential
aorta)
30–40 seconds 5–20 seconds 40–60
(MDCT) (MDCT) seconds
(MDCT)§

38
6. Teknik Injeksi Media Kontras

Menurut Thomas C. Gerber, dkk. (2007), terdapat tiga opsi

utama untuk teknik injeksi media kontras terkait dengan waktu

akuisisinya. Tiga opsi tersebut adalah fixed time delay, test bolus, dan

bolus tracking. Menggunakan teknik fixed time delay dapat

didefinisikan dengan memulai pemindaian CT pada interval yang telah

ditentukan setelah injeksi kontras dimulai. Meskipun fixed time delay

dapat digunakan dengan sukses untuk banyak protokol CT Thorax

dan Abdomen rutin, terutama jika pasien tidak memiliki kelainan

kardiovaskular yang mendasarinya.

Test bolus adalah teknik injeksi dengan metode penentuan

interval waktu antara awal injeksi dan kedatangan media kontras di

wilayah arteri yang menarik (Contrast Medium Transit time, t-CMT)

secara langsung. t-CMT pasien ini kemudian digunakan untuk

menentukan keterlambatan pemindaian, biasanya digunakan dalam

CT Angiography (Gerber, Kantor dan Williamson, 2007).

Automated bolus tracking (teknik triggering) adalah metode

injeksi yang sedikit lebih canggih dalam menentukan delay

pemindaian. Bolus tracking menggunakan beberapa pemindaian

dosis rendah yang diperoleh pada posisi tabel tunggal. Seluruh bolus

kontras diberikan dan scanning dipicu secara real-time begitu

peningkatan arteri di wilayah anatomi yang diinginkan mencapai batas

tertentu (Gerber, Kantor dan Williamson, 2007).

39
40

7. Teknik Split-Bolus Injection

Protokol Split-bolus merupakan metode inovatif injeksi medium

kontras yang melibatkan pemisahan bolus menjadi dua atau tiga

bagian dengan jeda variabel antara injeksi. Protokol ini telah

diusulkan untuk mendapatkan opacification yang cukup dari seluruh

aorta. Baru-baru ini, protokol ini diselidiki untuk urografi CT,

angiografi CT jantung, perfusi paru dalam angiografi CT Dual Source

paru, karsinoma pankreas, dan deteksi serta karakterisasi lesi hati

fokal pada pasien onkologis (Scialpi dkk., 2016).

Gambar 2.12 Skematik protokol split bolus pada klinis emboli paru
(Scialpi dkk., 2016)(Scialpi dkk., 2016)
Salah satu contoh tampilan skematis dari 64-detektor row CT

split-bolus protokol dada pada pria dewasa (berat 70 kg) dengan

kecurigaan klinis emboli paru ditampilkan dalam gambar 2.12.

Pemberian bahan kontras dibagi menjadi dua injeksi bolus. Bolus

pertama pada awal injeksi bolus (atau waktu nol): 84 ml (1,2 ml/kg)

bahan kontras pada 2,0 ml/s, diikuti oleh 20 ml larutan salin pada laju

aliran yang sama, diinjeksikan untuk mendapatkan kecukupan

peningkatan pembuluh darah paru-paru; bolus kedua: 60 ml bahan

kontras pada 3,5 ml/s diikuti oleh 20 ml larutan salin pada laju aliran

yang sama untuk mencapai intensitas peningkatan kontras yang


41

tinggi di arteri paru-paru. Puncak pulmonal (TPEAK) sebelumnya

ditentukan dengan injeksi uji bolus dari 20 ml bahan kontras pada

tingkat 3,5 ml/s (sama dengan bolus kedua) menempatkan daerah

yang menarik (ROI) di batang paru untuk mendapatkan kurva

kepadatan waktu. Akuisisi tunggal yang ditingkatkan kontras dari

apeks paru ke diafragma diperoleh menghasilkan peningkatan

kontras simultan dari arteri dan vena paru. Pada pria dewasa dengan

berat 70 kg dengan TSD 6 detik, dan TPEAK 15 detik, dengan waktu

delay adalah 64 detik (Scialpi dkk., 2016).

Gagasan untuk membagi volume kontras intravena menjadi

dua injeksi bolus berturut-turut untuk CT tubuh pertama kali dimulai di

bidang pencitraan aorta. Kegunaan teknik “split-bolus‟ ini telah

banyak dipelajari dalam pencitraan genitourinari untuk

mensinkronisasi akuisisi enhancement parenkim ginjal dan

opasifikasi saluran urin. Teknik ini juga telah diterapkan untuk

evaluasi lesi pankreas atau hati (Kim dkk., 2017).

Pengetahuan tentang beberapa faktor (misalnya, berat badan

pasien, scan delay, volume bahan kontras untuk [peningkatan

parenkim] pertama dan bolus kedua [peningkatan arteri]) dan

kefasihan dalam teknik CT multidetektor split-bolus diperlukan untuk

mencapai kualitas gambar yang optimal dalam hal enhancement

parenkim dan vascular. Single-pass split-bolus multidetector CT

dengan kombinasi enhancement fase parenkim dan vaskular adalah

pendekatan alternatif yang valid dibandingkan dengan protokol CT

monofasik standar (Scialpi dan Schiavone, 2018).


42
43

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan Skripsi ini

yaitu penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan study literature

review.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dalam skripsi ini di mulai pada bulan April - Mei

2020.

B. Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan studi pustaka/literature review dari sumber-

sumber yang berhubungan/berkaitan.

C. Pengolahan dan Analisa Data

Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan kajian terhadap

beberapa pustaka yang terkait. Data yang sudah terkumpul dilakukan

pengolahan dan analisa yaitu dengan cara :

1. Reduksi data (Data Reduction)

Penelitian ini menggunakan beberapa jurnal dengan berbagai

macam metode, tujuan dan hasil. Sehingga tidak dapat dihindari

terdapat beberapa metode maupun tujuan yang dinyatakan secara

berulang sehingga diperoleh data sangat kompleks dan belum

sistematis, maka peneliti perlu melakukan analisis dengan cara

melakukan reduksi data. Reduksi data berarti membuat rangkuman,

memilih tema, membuat kategori dan pola tertentu sehingga memiliki


44

makna. Reduksi data merupakan bentuk analisis untuk mempertajam,

memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data ke arah

pengambilan kesimpulan.

2. Tabulasi data

Tabulasi data merupakan proses menyajikan data setelah

dilakukan reduksi data menjadi bentuk tabel sehingga mudah dipahami

pembaca. Data yang telah tersusun secara sistematis akan

memudahkan pembaca memahami konsep, kategori serta hubungan

dan perbedaan masing-masing pola atau kategori.

3. Penarikan kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data adalah pengambilan

keputusan dan melakukan verifikasi. Pada penelitian kualitatif,

kesimpulan awal yang diambil masih bersifat sementara, sehingga

dapat berubah setiap saat apabila tidak didukung bukti bukti yang kuat.
45

D. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Alur Pengumpulan Data

Prosedur CT Scan Thorax dengan kontras

Prosedur CT Scan Thorax dengan Prosedur CT Scan Thorax


kontras yang menggunakan teknik dengan kontras menurut Sigit
split bolus biphasic injection pada Wijokongko (2016) & Su Joa
klinis kanker payudara Ahn (2013)

Rumusan Masalah :
1. Bagaimana Prosedur CT Scan Thorax dengan kontras
yang menggunakan teknik split bolus (biphasic) injection
pada klinis kanker payudara menurut kajian teoritis?
2. Secara teoritis, mengapa pada pemeriksaan CT Scan
Thorax dengan kontras pada klinis kanker payudara
digunakan teknik split bolus (biphasic) injection?

Melakukan kajian terhadap pustaka yang berkaitan dengan


topik

Pengolahan dan Analisa

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

1. Rangkuman Jurnal I

Penulis : Su Joa Ahn, Young Saing Kim, Eun Young Kim, Heung

Kyu Park, Eun Kyung Cho, Yoon Kyung Kim, Yon Mi

Sung and Hye-Young Choi

Tahun Terbit : 2013

Judul : The value of chest CT for prediction of breast tumor size:

comparison with pathology measurement.

Pada peneliian terbaru, chest computed tomography (CT) telah

digunakan untuk mendeteksi metastasis paru dan hati pada pasien

dengan kanker payudara sebelum operasi. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menilai nilai CT dada untuk menentukan ukuran tumor

payudara menggunakan pengukuran patologi sebagai standar referensi.

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan kriteria inklusi

yang diadopsi adalah kanker payudara unifocal yang baru didiagnosis,

terbukti biopsi, dengan CT scan dada positif. Akhirnya, 285 pasien

dimasukkan. Pemeriksaan gross dan histopatologis dari spesimen bedah

dilakukan oleh staf patologi, sehingga ditemukan ukuran diameter dan

luasan tumor yang didefinisikan sebagai ukuran tumor.

Parameter yang digunakan untuk multidetector computed

tomography (MDCT) (pemindai Somatom Sensation 16 atau 64, Siemens

Medical Solutions, Forchheim, Jerman) adalah sebagai berikut: 100-120

kVp, 170 mAs, collimation 5 mm, table feed 10 mm/s, dengan waktu rotasi

1-s, ketebalan irisan 5,0 mm, dan interval 2,5 - 5,0 mm. Gambar sagital
47

dan koronal sintetik diformat ulang dengan interval 3 mm dan sepenuhnya

menutupi daerah dari kulit anterior ke bagian belakang dada. Dosis efektif

untuk CT dada adalah 4,0 mSv. Sebelum CT dada, semua pasien

berpuasa selama> 6 jam. Iopromide (120 mL; Ultravist; Bayer Schering

Pharma, Berlin) diinjeksikan secara intravena pada kecepatan 3-4 mL/s,

dengan administrasi injeksi monofasik.

Analisis gambar dilakukan oleh ahli radiologi thorax yang terlatih

secara subspesialisasi dan residen radiologi tahun ketiga. Kemudian

analisis statistik dilakukan pada hasil pengukuran tumor maksimum pada

chest CT dan patologi dengan analisis korelasi Spearman.

Secara keseluruhan, diameter tumor yang ditentukan oleh CT dada

(rata-rata, 21 mm, kisaran 2 - 74 mm) dan patologi (rata-rata, 22 mm;

kisaran, 3-90 mm) tidak berbeda secara signifikan (P = 0,059), dan

hubungan linear ditemukan antara keduanya. Ukuran tumor sesuai pada

228 dari 285 pasien (80%). Namun, 36 tumor (12,7%) diabaikan dengan

rata-rata 12 mm (kisaran, 6-36 mm) dan 21 tumor (7,4%) ditaksir terlalu

tinggi dengan rata-rata 10 mm.

Pemeriksaan chest CT dilakukan dalam posisi terlentang, dan

dengan demikian, posisi payudara pada gambar CT dada sesuai dengan

pendekatan bedah. CT payudara dalam laporan ini memiliki teknik akuisisi

pemindaian CT precontrast, dan pemindaian CT postcontrast di 70 hingga

100 detik setelah pemberian kontras, yang mau tidak mau meningkatkan

dosis radiasi. Tetapi ditinjau dari keakuratan ukuruan tumor, penelitian ini

menunjukkan bahwa CT dada dapat digunakan untuk memprediksi


48

ukuran tumor payudara secara andal pada pasien dengan kanker

payudara.

2. Rangkuman Jurnal II

Penulis : Salah Zein-El-Dine, MD; Imad Bou Akl, MD; Maha

Mohamad, MD; Ahmad Chmaisse, Bsc; Stephanie

Chahwan, MD; Karl Asmar, MD; Fadi El-Merhi, MD And

Charbel Saade, Phd

Tahun Terbit : 2018

Judul : Multi-Phasic Contrast Injection Protocol Enhances The

Visualization of The Thoracic Vasculature During Chest

CT.

Tujuan dari penelitian saat ini adalah untuk membandingkan

kekeruhan pembuluh darah toraks dan visualisasi kelenjar getah bening

mediastinum selama CT toraks yang menggunakan protokol injeksi CM

konvensional dengan multiphasic.

Subjek ditinjau secara terus menerus, 153 subjek menjalani protokol

A, sementara 147 subjek menggunakan protokol B. Semua pemeriksaan

pemindaian dilakukan menggunakan pemindai CT 64-slice (VCT, GE

Health-care, WI) dan pasien diposisikan terlentang dengan lengan di atas

kepala mereka. Pemindaian scout anteroposterior dilakukan sebelum

pemindaian, dengan kisaran pemindaian dari apeks paru ke tepi bawah

sudut costophrenic. Para pasien diminta untuk bernapas dan menahan

napas sebelum melakukan pemindaian. Untuk setiap protokol, parameter

pemindainnya adalah 120 kVp, 120 mA dengan modulasi mA, waktu

rotasi 0,4 s, pitch 0,889 mm rot-1, dan pemindaian craniocaudal.


49

Parameter rekonstruksi gambar untuk setiap protokol menggunakan

ketebalan slice 64 × 0,625 mm dan interval rekonstruksi 0,5 mm, bidang

pandang 350 × 350 mm, dan lebar jendela serta level jendela masing-

masing 420 dan 65.

CM dan saline chaser diinjeksi dengan injektor daya dua barel

otomatis (Optivantage, Optiray 320 mg ml-1, dan Mallinckrodt) melalui

kateter vena 20G yang ditempatkan di fossa cubital kanan. Protokol A

mensyaratkan bolus tunggal volume 100 ml CM, diikuti oleh saline 100 ml,

pada laju aliran 2,5 ml s-1 dan penundaan pemindaian tetap 70 s. Volume

CM tidak disesuaikan dengan indeks massa tubuh pasien tetapi

didasarkan pada praktik kerja departemen saat ini dan sesuai dengan

literatur saat ini.16 Protokol B menggunakan protokol injeksi multifasik

(Fase 1 dan 2: 60 ml kontras dan salin, diikuti oleh Fase 3 dan 4: 40 ml

kontras dan salin-disuntikkan pada 2,5 ml s -1) dengan penundaan

pemindaian tetap 70 detik sebelum akuisisi.

Dilakukan analisa Gambar transaxial yang direkonstruksi dengan

ketebalan irisan 0,625 mm (increment 0,5 mm) menggunakan kernel

konvolusi smoothing (bidang pandang 380 × 380 mm, matriks gambar,

512 × 512). Pengukuran atenuasi di Region of interest (ROI) diukur dalam

gambar aksial. Mean dan standar deviasi (SD) dalam ROI di setiap

pembuluh. Pengukuran arteri dilakukan pada sembilan level anatomi:

Pada level aorta asendens, sinus valsalva; persimpangan sinotubular;

segmen tengah aorta asendens; segmen distal dari aorta asendens;

segmen pertama (antara arteri karotis yang polos dan kiri); segmen

kedua (antara karotis umum kiri dan arteri subklavia kiri); isthmus aorta
50

berlawanan dengan arteri subklavia kiri, desendens aorta proksimal pada

tingkat katup aorta, dan desendens aorta pada hiatus aorta. Analisis

Kontras terhadap noise (CNR) dihitung menggunakan gambar transaksial

setebal 0,625 mm.

Hasilnya, Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jenis kelamin,

usia, tinggi, berat, dan indeks massa tubuh antara kedua protokol (semua

p> 0,05). Dosis Eff berkurang secara signifikan pada protokol B,

dibandingkan dengan protokol A (Eff, adalah 2,9 ± 0,6 mSv untuk protokol

A; dan 2,1 ± 0,3 mSv untuk protokol B, p <0,004), konsisten dengan

penurunan pengukuran DLP total waktu paparan pasien yang menjalani

protokol B dibandingkan dengan protokol A. Tidak ada perbedaan

signifikan dalam waktu pemindaian rata-rata dalam protokol B (3,22 ± 1,2

dtk) dibandingkan dengan A (3,01 ± 1,3 dtk), dan dalam rentang

pemindaian pada setiap protokol (A: 33.2 ± 2.01 cm dan B: 32.9 ± 3.03

cm) (p> 0.05).


51

Gambar 3.1. Format ulang aksial dan koronal dada: gambar (a) menunjukkan
kontras redundan yang masuk (panah) di SVC. Gambar (b) mengungkapkan
SVC (panah) tanpa artefak terkait media kontras bersama dengan visualisasi
yang jelas dari kelenjar getah bening aksila (panah kecil). Gambar (c)
menunjukkan hilangnya visualisasi dalam aksila (panah besar) karena
konsentrasi media kontras yang tinggi dalam vena subklavia (panah kecil)
menyebabkan artefak garis ketika pemindaian dilakukan pada 70-an pasca
injeksi dengan visualisasi yang buruk dari getah bening node. Gambar (d)
menggambarkan SVC (panah besar) yang diisi dengan perambahan karsinoma
paru primer dan gambar bebas artefak yang divisualisasikan dalam mediastinum.
SVC, vena cava superior.
Aplikasi pencitraan onkologi toraks digunakan (a) untuk

mengkonfirmasi status yang jelas dari dada, dalam hal tidak adanya

limfadenopati regional, (b) untuk mendokumentasikan limfadenopati

kontralateral ke lokasi utama, jika ada, (c) untuk menilai tingkat regional

penyakit ini terutama dalam kaitannya dengan struktur pembuluh darah

dan paru-paru, dan (d) untuk mensurvei kelenjar getah bening untuk

tindak lanjut. Studi kami menyoroti bahwa penggunaan teknik CM


52

multiphase mengurangi artifak perivenous di persimpangan serviks-toraks

(BCV dan SVC) sambil secara signifikan meningkatkan visualisasi

kelenjar getah bening yang mengelilingi SVC dengan mendistribusikan

CM secara seragam ke seluruh pembuluh darah dan parenkim.

Studi ini menyoroti bahwa penggunaan teknik CM multiphase

mengurangi artefak perivenous di persimpangan serviksothoracic (BCV

dan SVC) sementara itu, secara signifikan meningkatkan visualisasi

kelenjar getah bening yang mengelilingi SVC dengan mendistribusikan

CM secara seragam ke seluruh pembuluh darah dan parenkim.

Kami menunjukkan bahwa berkurangnya artefak SVC

meningkatkan kepercayaan pembaca, visualisasi kelenjar getah bening,

dan perjanjian antar pengamat dalam CM split-bolus kami teknik. Namun

demikian, keganasan dada yang berbeda menunjukkan pola peningkatan

kelenjar getah bening yang berbeda.

Penelitian ini menyoroti nilai teknik pemberian CM multifase yang

dapat mengurangi dosis radiasi untuk pasien selama CT dada.

Penurunan CV dan radiasi ini tanpa biaya karena dikaitkan dengan

peningkatan kualitas gambar dan kepercayaan pembaca. Namun terdapat

kekurangan dalam penelitian ini. Sementara hasil yang disajikan cukup

menjanjikan, penggunaan PET / CT dengan pembedahan histopatologis

dapat lebih memperjelas hasil bedah berdasarkan pada protokol CM split-

bolus kami. Juga, evaluasi citra kami berfokus terutama pada kriteria

gambar kuantitatif dan kualitatif sementara itu tidak termasuk akurasi

diagnostik keganasan dada dalam hal sensitivitas dan spesifisitas sesuai

dengan standar referensi. Oleh karena itu, untuk secara akurat


53

memprediksi hasil klinis pasien, metastasis kelenjar getah bening regional

dan jauh di dada hanya dapat dikonfirmasi dengan penggunaan PET / CT

dan pertimbangan histopatologi dengan teknik CM split-bolus kami.

Teknik CM split-bolus memiliki keunggulan tertentu dibandingkan

protokol injeksi CM konvensional. Cakupan masa depan untuk teknik ini

terletak pada pencitraan PET / CT kepala, leher, dada, dan seluruh tubuh

dengan penggunaan CM. Teknik CM ini juga akan menguntungkan

pencitraan tindak lanjut metastasis kelenjar getah bening di CT dan/atau

PET-CT dengan CM.

Singkatnya, kami menyajikan protokol CM multifase yang secara

signifikan meningkatkan visualisasi kelenjar getah bening mediastinum

selama CT toraks dengan dosis radiasi yang dikurangi.

3. Rangkuman Jurnal III

Penulis :

Tahun Terbit : 2018

Judul :

B. Pembahasan

1. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax dengan split bolus (biphasic)

injection contrast

2. Alasan penggunaan teknik split bolus (biphasic) injection contrast dalam

pemeriksaan CT Scan Thorax dengan Kasus Kanker Payudara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, S. J. dkk. (2013) “The value of chest CT for prediction of breast tumor size:
Comparison with pathology measurement,” World Journal of Surgical
Oncology, 11, hal. 1–5. doi: 10.1186/1477-7819-11-130.
Assi, Nasser. dkk. (2012) "Anatomy and Physiology of Respiratory". Palestine:
Pol J Radiol
Bae, K. T. (2010) “Intravenous contrast medium administration and scan timing at
CT: Considerations and approaches,” Radiology, 256(1), hal. 32–61. doi:
10.1148/radiol.10090908.
Barter, S. dan Britton, P. (2014) “Recommendations for cross-sectional imaging
in cancer management: Prostate tumours.”
Bontrager, L, K. dan Lampignano, J. P. (2010) “Textbook Of Radiographic
Positioning and Related Anatomy.” St. Louis: Elseiver.
Bruening, R. dan Flohr, T. (2003) Protocols for Multislice CT : 4 and 16-row
Applications. Germany: Springer.
Fatimah, dkk. (2019) Panduan Penulisan Skripsi Program Studi Diploma IV
Teknik Radiologi. Semarang: Poltekkes Semarang
Gerber, T. C., Kantor, B. dan Williamson, E. E. (2007) COMPUTED
TOMOGRAPHY OF THE CARDIOVASCULAR SYSTEM. Boca Raton:
Taylor & Francis Group.
Hellaludin dan Wijaya, H. (2019) Analisis Data Kualitatif : Sebuah Tinjauan Teori
dan Praktek. Edisi Pertama. Makasar : Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah.
Kementrian Kesehatan RI (2019) “Hari Kanker Sedunia 2019,” Kamis, 31
Januari, hal. Rilis Berita. Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/article/view/19020100003/hari-kanker-sedunia-
2019.html.
Kim, Y. H. dkk. (2017) “Simplified split-bolus intravenous contrast injection
technique for pediatric abdominal CT,” Clinical Imaging. Elsevier Inc.,
46(August 2013), hal. 28–32. doi: 10.1016/j.clinimag.2017.06.002.
Lampignano, J. P. dan Kendrick, L. E. (2018) Bontrager’s Textbook of
Positioning and Related Anatomy. Ninth Edit. St. Louis.
Mitsumori, L. M. dkk. (2010) “Triphasic contrast bolus for whole-chest ECG-gated
64-MDCT of patients with nonspecific chest pain: Evaluation of arterial
enhancement and streak artifact,” American Journal of Roentgenology,
194(3), hal. 263–271. doi: 10.2214/AJR.09.2788.
Moini, J. (2013) Phlebotomy : Principles and Practice. Burlington: William
Brotmiller.
Mulyani, N. S. dan Rinawati, M. R. (2017) Kanker Payudara dan PMS pada
Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Myers, R. dkk. (2006) “Diagnostic Imaging in Breast Cancer,” Cancer Care
56

Ontario,
57

Diagnostic Imaging in Breast Cancer.


Pratiwi, Arwiny. (2019) Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax Pada Klinis
Kanker Payudara di Departemen Radiologi RSU Haji Surabaya. Semarang:
Poltekkes Semarang
Ramani, K. V dkk. (2017) “Breast Cancer: Medical Treatment, Side Effects, and
Complementary Therapies.”
Roberts, K. P. dan Weinhaus, A. J. (2015) “Anatomy of the thoracic wall,
pulmonary cavities, and mediastinum,” in Handbook of Cardiac Anatomy,
Physiology, and Devices, hal. 25–50. doi: 10.1007/978-1-59259-835-9_3.
Scialpi, M. dkk. (2016) “Split-bolus single-pass multidetector-row CT protocol for
diagnosis of acute pulmonary embolism,” Iranian Journal of Radiology,
13(1), hal. 1–7. doi: 10.5812/iranjradiol.19844.
Scialpi, M. dan Schiavone, R. (2018) “Diagnostic efficacy of single-pass split-
bolus multidetector computed tomography in pediatric oncology: a valid
alternative to a standard monophasic protocol,” Pediatric Radiology.
Pediatric Radiology, 49(1), hal. 151–152. doi: 10.1007/s00247-018-4234-5.
Seeram, E. (2016) COMPUTED TOMOGRAPHY Physical Principles, Clinical
Applications, and Quality Control FOURTH EDITION. fourth edi. St. Louis:
Elseiver. Tersedia pada:
http://evolve.elsevier.com/Seeram/YOU’VEJUSTPURCHASED.
Veronesi, U. dan Goldhirsch, A. (2017) Breast Cancer Breast Cancer :
Innovations in Research and Management, Springer. Diedit oleh P.
Veronesi, O. Gentilini, dan M. Leonardi. Milan, Italy.
Wijokongko, S. dkk. (2016) Protokol Radiologi: Radiografi Konvensional,
Kedokteran Nuklir dan RadioterapiNo Title. Magelang: Inti Medika Pustaka.
Lampiran 1

JADWAL TENTATIF PENELITIAN


WAKTU
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI
NO. KEGIATAN
MINGGU KE-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan Topik
2. Penyusunan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Revisi Proposal
5. Pengajuan Ethical Clearence
6. Pengambilan data
7. Penyusunan Skripsi
8. Ujian Skripsi
9. Revisi Skripsi
10. Pengumpulan Skripsi
TABULASI DATA
STUDI LITERATUR REVIEW
Kategori Jurnal I Jurnal II Jurnal III
Persiapan Pemeriksaan
Posisi Pasien
Posisi Obyek
Scanning & Parameter

Anda mungkin juga menyukai