Anda di halaman 1dari 12

REFERAT (17-04-2009)

ANESTESI PADA NEONATUS

AGUS TRIYANTO

DEPARTEMENT ANESTESI REANIMASI


YOGYAKARTA
ANESTESI PADA NEONATUS

A. Pendahuluan

Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada
semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula
miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam
rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang
serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72
pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting
bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu
sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan
suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.

SISTEM PERNAFASAN

Jalan Nafas :
Otot leher bayi masih lembek, leher lebih pendek, sulit menyangga atau
memposisikan kepala dengan tulang occipital yang menonjol. Lidah besar,
epiglottis berbentuk “U” dengan proyeksi lebih ke posterior dengan sudut ± 450,
relative lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada
palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan
anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi kadangkala diperlukan pengangkatan
epiglottis untuk visualisasi. Sementara lubang hidung, glottis, pipa
tracheobronkial relative sempit, meningkatkan resistensi jalan nafas, mudah
sekali tersumbat oleh lender dan edema. Trachea pendek, berbentuk seperti
corong dengan diameter tersempit pada bagian cricoid. (Cote CJ,2000)
Pernafasan :
Sangkar dada lemah dan kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong
keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam
memelihara tekanan negative intrathorak dan volume paru rendah sehingga
memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas
secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan negative dapat timbul dalam
lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah
terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan
perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa lambung.
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat
sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional
Residual Capacity) sementara volume tidalnya relative tetap. Untuk
meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas,
karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi nafas juga
dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi,
sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa
dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya.
Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari
Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada premature, adanya stress dingin
maupun sumbatan jalan nafas.

SISTEM SIRKULASI DAN HEMATOLOGI


Aliran darah fetal bermula dari vena umbilikalis, akibat tahanan pembuluh paru
yang besar (lebih tinggi dibanding tahanan vaskuler sistemik =SVR) hanya 10%
dari keluaran ventrikel kanan yang sampai paru, sedang sisanya (90%) terjadi
shunting kanan ke kiri melalui ductus arteriosus Bottali.
Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (saat
umbilical cord dipotong/dijepit), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan
pembuluh darah sistemik (SVR) naik dan pada saat yang sama paru
mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale
(menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus Bottali
berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan
ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang
disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara
anatomis pada usia 2-3 minggu.
Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan
kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan secermat
dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator yang baik untuk
menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang
adekuat terhadap penggantian volume. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi
baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg.
Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60
mmHg.

SISTEM EKSKRESI DAN ELEKTROLIT


Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30%
disbanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap
natrium, glukosa, fosfat organic, asam amibo dan bikarbonas juga rendah. Bayi
baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan mengencerkan urine
seperti orang dewasa. Kematangan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus
mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya sedah lengkap
setelah 2 tahun.. (Cote CJ,2000)
Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan
juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan
air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa
sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremia. (Warih,1992)
Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan
kecermatan lebih disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal
pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.

FUNGSI HATI
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang
rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis
metabolic. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir
adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui
tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang.
Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan
konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah bayi baru lahir
dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m.hati-hati penggunaan opiate dan
barbiturate, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam hati.

SISTEM SYARAF
Waktu perkembangan system syaraf, sambungan syaraf, struktur otak dan
myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus
belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan
berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak
sangat sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia.
Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat
melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya
anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang
dewasa.
Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat
mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non
depolarizing.
Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga parasimpatis lebih
dominant yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal
(mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama kalau bayi dalam
keadaan hipoksia maupun bila aad stimulasi daerah nasofaring. Sirkulasi bayi
baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam.
Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier
akan menyebabkan akumulasiobat-obatan seperti barbiturat dan narkotik,
dimana mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca
anestesi.
Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat
menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe
pada periode pasca anestesi.
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia dan
harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru
dipertimbangkan pemberian sulfas atropine.

PENGATURAN TEMPERATUR
Pusat pengaturan suhu di hypothalamus belum berkembang, walaupun sudah
aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas tubuh
(perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak
subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur
suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik).
Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis yang
dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila,
mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak
coklat (Morgan HAH,1993)
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut atau
kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin,
skopolamin). Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang
rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infuse/ tranfusi darah
dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum (yang menekan
pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.
Temperature lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah 270C.
Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan
energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat
menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh
lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis
metabolic.
Untuk mencegah hipotermia bias ditempuh dengan : memantau suhu tubuh,
mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu
penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan
irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.

FARMAKOLOGI
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada
neonatus berbeda disbanding dengan dewasa karena pada neonatus :
1.Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler
berbeda dengan orang dewasa.
2.Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3.Laju metabolisme yang tinggi
4.Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5.Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi
obat.
6.Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver
dan ginjal)
7.Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan :
ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan
koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat
induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih
peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi yang
belum sempurna dan depresi miokard hebat.

Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk
pada neonatus disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut
sangat mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih
rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus
tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi
disbanding dewasa karena ruang extraselulernya relative lebih besar. Respon
terhadap pelumpuh otot non deplarisasi cukup bervariasi.

PERSIAPAN ANESTESI
Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit,
asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal.
Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat. Proses
transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular Resistance)
berpengaruh pada status asam-basanya.
Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin
menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar
bedah hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya.
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus
rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Untuk anestesi yang
lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan
pelembab listrik. Biasanya digunakan system anestesi semi-open modifikasi
system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.

Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang
dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi.
(Abdul Latief,1991)

Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan
yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk pemeliharaan
digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit.
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat
puasa lama atu sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi
(Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus
atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat mudah terjadi
karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra
seluler relative lebih besar serta fingsu ginjal belum matang.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I
50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau
melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010) ,aupun dengan
pemasangan CVP (Central Venous Pressure).

Premedikasi
Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran,
suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan
maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan pengenceran. Hati-
hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.

Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan syaraf pusat belum berkembang, mudah
terjadi depresi, kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif. (Abdul
Latief,1993)

MASA ANESTESI
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan
dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2
atau Halotan-O2/N2O.

Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi
dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal
kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah
lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan
nafas atas adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna
memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake
intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai
kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir
dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat dilakukan
intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan
dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh otot yang
digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau im.
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan
pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan pipa trachea yang paling
besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan
inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor. (Adipradja K, 1998)

Pemeliharaan Anestesi
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali. Pada umunya
menggunakan gas anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, enfluran,
isofluran ataupun sevofluran. Pelumpuh otot golongan non depol sangat
sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi
sedikit.

Pemantauan
1.Pernafasan
Stetoskop prekordial
Pada nafas spontan, gerak daad, dan bag reservoir
Warna ekstremitas
2.Sirkulasi
Stetoskop perikordial
Perabaan nadi
EKG dan CVP
3.Suhu
Rektal
4.Perdarahan
isi dalam botol suction
Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
Periksa Hb dan Ht secara serial
5.Air Kemih
Isi dalam kantong air kemih

PENGAKHIRAN ANESTESIA
Pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati.
Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan. Bila masih
ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat dilakukan penetralan
dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg). kemudian
dilakukan ekstubasi.

KESIMPULAN
Anestesi pada neonatus merupakan hal yang lain dari biasanya. Karena mereka
bukanlah merupakan miniatur orang dewasa sehingga dalam melakukan
tindakan anestesi diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dan teliti
dalam manajemennya.
Perhatian khusus sangat diperlukan mengingat perbedaan anatomi, fisiologi dan
farmakologi pada neonatus. Jadi sebelum dilakukan tindakan anestesi haruslah
dipertimbangkan faktor sistem pernafasan, sirkulasi, ginjal, dan heparnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief, 1993. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Akut Bayi Baru Lahir.
Ha: Buku Kursus Penyegar dan Penambah Anestesi. Jakarta

Adipradja.K. 1998. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Darurat Anak.


Makalah Simposium Anestesi Pediatri, Bandung.

Cote, CJ. 2000. Pediatric Anaesthesia. 5th edition, Churchil Livingstone.


Philadelphia.

Muhiman, Muhardi. Dkk. 1989. Anestesiologi. FKUI. Jakarta.

Warih BP, Abubakar M. 1992. Fisiologi pada Neonatus. dalam : Kumpulan


makalah Konas III IDSAI. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai