Anda di halaman 1dari 22

PEMERIKSAAN NEUROLOGI PADA

BAYI DAN ANAK


Anamnesis
Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua membawa anaknya
berobat. Keluhan utama sangat penting untuk menentukan diagnosis banding. Anamnesis yang
dilakukan secara rinci dan kronologis dapat menentukan perjalanan penyakit dan proses
penyakitnya (akut atau kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).1,2
Beberapa hal yang sebaiknya ditanyakan adalah: (1) lama atau umur saat awal keluhan; (2)
bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-lahan); (3) lokalisasi dan sifat keluhan (menetap
atau menyebar); (4) derajat dan perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap); (5)
apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau memburuk; (6) riwayat keluarga seperti
penyakit pasien. Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah: riwayat kehamilan ibu,
kelahiran, penyakit dahulu, perkembangan, nutrisi, riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.
Riwayat perkembangan sangat penting karena dapat menentukan apakah anak tersebut terlambat
atau tidak. Perkembangan yang harus sudah dicapai oleh seorang anak pada usia tertentu dapat
dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1. Skrining keterlambatan perkembangan

Untuk mencegah terjadinya keterlambatan diagnosis gangguan perkembangan, sebaiknya setiap


anak yang berobat selalu ditanyakan kemampuan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
Pertanyaan sederhana seperti apakah sudah dapat duduk sendiri pada bayi usia 9 bulan ? atau
apakah sudah dapat bicara lancar pada usia 2 tahun. Pertanyaan ini merupakan skrining untuk
mendeteksi adanya gangguan perkembangan secara dini.2

Observasi klinis
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan pemeriksaan fisis umum. Pemeriksaan
dilakukan berdasarkan pengamatan, raba, dan auskultasi. Pemeriksaan neurologis yang
terpenting adalah observasi secara seksama dan teliti sebelum pasien disentuh. Pasien yang telah
disentuh seringkali menangis dan menyebabkan data yang ada menjadi sulit diinterpretasi,
misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi yang menangis. Ubun-ubun besar membonjol
pada bayi menangis dapat merupakan bukan keadaan abnormal.2

Gambar 1. Ubun-ubun besar menonjol

Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi. Observasi dilakukan sejak kita sedang
melakukan anamnesis. Pada saat observasi dinilai fungsi saraf kranialis, kelainan di wajah,
kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh, kekuatan dan gerakan ekstremitas. Selain itu,
pada observasi juga diperhatikan dengan teliti mulai dari rambut, kepala, wajah, badan, dan
ekstremitas pada keadaan diam dan bergerak.
Penampilan anak dapat mengingatkan kita secara langsung suatu keadaan khusus atau
sindrom tertentu. Seorang anak dengan hemiparesis masuk dengan tungkai diseret. Anak dengan
sindrom Down memperlihatkan brakisefal, mata sipit, low set air dan ekstremitas yang lebih
pendek dibanding anak normal. Observasi daerah rambutd dan kepala bayi dapat terlihat adanya
ubun-ubun besar membonjol atau cekung, alopesia, hidrosefalus, atau adanya hematom di daerah
pelipis. Bentuk kepala dapat berupa brakisefal, platisefal atau skafosefal, frontal bossing.1-3
Gambar 2. Bentuk kepala

Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus menilai tingkat kesadaran bayi dan anak.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:

1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri 
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS biasanya dipakai untuk menentukan derajat
cidera kepala. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dewasa, akan tetapi ada beberapa
komponen yang penilaiannya spesifik untuk anak dan bayi. Beberapa pengkajian pada orang
dewasa tidak sesuai untuk bayi dan anak – anak, oleh karena itu harus dimodifikasi. GCS bayi
dan anak dapat dilihat pada tabel berikut:4
Tabel 2. Modifikasi GCS
GCS (modifikasi untuk anak) GCS (modifikasi untuk bayi)
Respon mata Respon mata
4 = terbuka spontan 4 = terbuka spontan
3 = mata terbuka terhadap rangsang 3 = mata terbuka terhadap rangsang
verbal verbal
2 = mata terbuka terhadap rangsang nyeri 2 = mata terbuka terhadap rangsang nyeri
1 = mata tidak terbuka 1 = mata tidak terbuka
Respon verbal Respon verbal
5 = sesuai usia, terorientasi, mengikuti 5 = Babbling
objek, senyum social 4 = irritable, menangis
4 = kata-kata tidak sesuai 3 = menangis dengan rangsang nyeri
3 = menangis 2 = mengerang dengan rangsang nyeri
2 = suara yang tidak dimengerti, 1 = tidak ada respon
mengorok
1 = tidak ada respon verbal
Respon motorik Respon motorik
6 = gerak spontan dan bertujuan 6 = gerak spontan
5 = melokalisasi rangsang nyeri 5 = menarik dengan sentuhan
4 = menghindari rangsang nyeri dengan 4 = menarik dengan rangsang nyeri
cara fleksi 3 = fleksi abnormal terhadap rangsang
3 = fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (postur dekirtikasi)
nyeri (postur dekirtikasi) 2 = ekstensi abnormal (postur
2 = ekstensi abnormal (postur deserebrasi)
deserebrasi) 1 = tidak ada respon motorik
1 = tidak ada respon motorik
Interpretasi :
≥ 13 = cedera kepala ringan
9-12 = cedera kepala sedang
≤ 8 = cedera kepala berat
Pemeriksaan kepala dan saraf otak
Pemeriksaan kepala dapat menentukan apakah makrosefali, mikrosefali atau kraniosinostosis.
Gambaran vena melebar dapat terlihat pada peningkatan tekanan intrakranial. Daerah oksiput
yang datar dapat berhubungan dengan perkembangan yang terlambat. Daerah oksipital yang
membesar dapat ditemukan pada sindrom Dandy Walker. Biparietal melebar dapat karena
adanya hematom subdural yang disebabkan perlakuan salah pada anak. Sutura yang overlaping
dapat dijumpai pada kraniosinostosis. Tanda Macewen (cracked pot) dapat dijumpai pada
peningkatan tekanan intrakranial.2,3
Pertambahan ukuran lingkar kepala pada bayi cukup bulan pada 3 bulan pertama adalah 2
cm/bulan, pada usia 3 bulan sampai 6 bulan adalah 1 cm/bulan dan selanjutnya 0,5 cm/bulan
pada usia 7 – 12 bulan. Pengukuran lingkar kepala secara serial dan diplot pada grafik lingkar
kepala dapat memberikan informasi penting untuk mendeteksi awal adanya hidrosefalus atau
mikrosefal. Perkembangan lingkar kepala yang terhambat atau menetap merupakan refleksi
adanya gangguan pertumbuhan otak yang disebabkan bermacam sebab. Pengukuran lingkar
kepala yang benar adalah mengukur lingkaran kepala yang melewati titik suboksipito-
bregmatikus. Sampai dengan sekarang tabel yang dipergunakan sebagai referensi pengukuran
lingkar kepala pada bayi dan anak adalah Tabel NELLHAUS, dimana lingkar kepala bertambah
12 cm dalam 12 bulan pertama dengan distribusi yang tidak merata.1,3
Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala menjadi tidak
normal adalah sebagai berikut:1,3
a.              Lingkar kepala mengecil (<-2 SD)
1)             Bayi kecil
2)             Familial feature
3)             Mental subnormality
4)             Kraniostenosis
b.             Lingkar kepala besar (>+2 SD)
1)             Bayi besar
2)             Familial feature
3)             Hidrosefalus
4)             Megaensefali
5)             Hidranensefali
6)             Tumor serebral
7)             Efusi subdural

Diagram 1
Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki

Diagram 2
Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan
Palpasi pada fontanel (ubun-ubun) dapat mencerminkan keadaan tekanan intrakranial. Pada
keadaan normal, ubun-ubun besar (fontanel anterior) teraba sedikit cekung dan teraba adanya
pulsasi arteri. Ukuran rata-rata berkisar 2,1 cm dan telah menutup pada usia 13,8 bulan. Secara
umum, ubun-ubun besar mulai menutup pada umur 9 bulan dan telah menutup pada usia 18
bulan. Ukuran ubun-ubun yang lebar dan lambat menutup dapat dijumpai pada keadaan
akondroplasi, hipotiroid, sindrom Down, peningkatan tekanan intrakranial dan penyakit rikets.
Auskultasi dapat dilakukan pada daerah glabela, temporal, leher, mata, di belakang telinga dan
mastoid. Bruit dapat ditemukan normal pada anak usia 4 – 5 tahun berkisar 10% lebih.5
Gambar 3. Lokasi auskultasi bruit

Gambar 4. Fontanel

Pemeriksaan saraf otak dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan pada anak.
Menggelitik kaki akan menyebabkan anak merasa geli dan tertawa. Bila rangsangan ini kurang
berhasil dapat diberikan rangsang nyeri pada kaki. Ekspresi wajah yang dihasilkan dapat dinilai
keadaan saraf otak. Evaluasi saraf otak II (Opticus), III (Oculomotorius), IV (Trochlearis) dan
VI (Abducens) adalah menilai gerakan mata. Pupil simetris dan bereaksi terhadap cahaya.
Gerakan bola mata pada bayi dapat dinilai dengan melakukan Doll’s eye movement. 1,2
Gambar 5. Doll’s eye movement
Pada anak, gerakan bola mata dapat dinilai dengan menyuruh anak mengikuti gerakan jari
ke berbagai arah. Kegagalan gerakan bola mata kearah lateral disebabkan gangguan saraf otak VI
yang mensarafi otot rectus lateralis. Sedangkan kegagalan gerakan bola mata ke medial adalah
kelumpuhan pada saraf otak III yang mensarafi otot rectus medialis. Gangguan pada semua arah
gerakan menandakan adanya gangguan pada nukleus batang otak. Pemeriksaan funduskopi dapat
menilai adanya korioretinitis, perdarahan atau edema papil. Apabila dicurigai adanya gangguan
visus, dianjurkan konsultasi dengan dokter mata.2,5
Adanya kerusakan pada saraf otak V (Trigeminal) yang mempersarafi sensoris daerah
wajah meliputi daerah mata, maksila, dan mandibula. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa
sensibilitas daerah wajah dengan menggunakan kapas. Pada wajah yang asimetris menandakan
adanya paresis saraf otak VII (Facialis) pada sisi wajah yang tidak tertarik. Bila otot di daerah
dahi masih dapat dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe sentral. Bila ke dua nya tidak dapat
dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe perifer. Pada bayi, kedua tipe ini mungkin mudah
dibedakan saat menangis. Adanya gangguan pendengaran dapat diketahui bila bayi atau anak
tidak menoleh saat dipanggil. Perlu dilakukan evaluasi saraf otak VIII (Auditory) dengan
menggunakan alat khusus audiometri atau Brainstem Auditory Evoked Response untuk
memeriksa adanya gangguan pendengaran.1,5
Pada saat bayi tertawa atau menangis mulut tampat terbuka. Pada saat itu dapat dinilai
apakah ada kelumpuhan pada saraf otak IX (glosopharyngeus), X (Vagus), dan XII (Acessorius).
Kesulitan pada saat menghisap, menelan merupakan gangguan dari tiga saraf otak di atas,
disertai kelumpuhan saraf otak V (Trigeminu). Uvula tertarik kesatu arah menandakan adanya
kelumpuhan kontralateral dari arah uvula tertarik. Bila lidah tertarik ke satu arah menandakan
adanya kelumpuhan saraf otak XII (Hypoglossus) pada sisi kontralateral. Sebaliknya, bila lidah
dijulurkan akan cendrung bergerak ke arah sisi lesi. Adanya gerakan lemah pada lidah dapat
ditemukan pada penyakit Spinal Muskular Atrofi.3
Salah satu pemeriksaan yang perlu diperhatikan pada saat pasien berbicara dan menangkap
inti pembicaraan sebab hal ini menjadi fungsi hemisfer dominan. Hemisfer kiri adalah bagian
yang dominan untuk berbicara yang pada umumnya terjadi pada pengguna tangan kanan
dominan, sebagian juga pada orang kidal. Beberapa gangguan bicara dapat menandakan adanya
gangguan pada system neuronya. Ada 3 jenis gangguan yang dapat dikategorikan gangguan
bicara, yaitu:1-3
1.             Disartria adalah suatu gangguan yang menyerang system otot bicara sehingga terjadi penurunan
kemampuan artikulasi, enumerasi, dan irama bicara. Misalnya saat pasien diminta untuk
menirukan kata “endokarditis” maka dapat diperkirakan pasien tidak dapat menirukan kata
tersebut. Penurunan fungsi otot bicara tersebut dapat disebabkan oleh sklerosis amiotropik
lateral, paralisis pseudobulbar, atau miastenia gravis. 

2.             Disfonia adalah suatu gangguan pada suara, atatu vokalisasi. Berbeda dengan disartia yang
terdeteksi disebabkan oleh gangguan neuro, pada disfonia juga dapat disebabkan non-neurologis
tetapi penyebab neurologisnya yaitu cedera saraf rekuren laringeus dan tumor otak. Karakteristik
penderita disfonia adalah pasien diminta untuk mengucapkan kata “E” maka suara pasien
terdengar parau dan kasar.

3.             Afasia merupakan suatu istilah yang menyebutkan adanya hilangnya kemampuan untuk
memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia
motorik yang merupakan istilah hilangnya suatu konsep pemikiran seseorang yag tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata atau tulisan serta afasia sensorik merupakan hilangnya
kemampuan untuk memahami suatu percakapan. Karakteristik penyebab afasia adalah adanya
gangguan serebrovaskular yang mengenai arteria serebri media

Untuk mengetahui gangguan pada lapisan meningeal, perlu juga melakukan pemeriksaan tanda
rangsang meningeal yaitu:1,5,6
1.    Kaku Kuduk
-     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala
ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis
di servikal.
2.    Tanda Kernig/Kernig Sign
-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai
membentuk sudut 135°
-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
mencaai sudut 135°

3.    Brudzinski (I, II, III, IV)


·      Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
-    Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi)
sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.
-    Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

·      Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)


-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.
·      Brudzinski III
-       Caranya: Tekan os zigomaticum
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior
(lengan tangan fleksi)

·      Brudzinski IV
-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior
(kaki)

Pemeriksaan neuromuskular
Pemeriksaan meliputi kekuatan otot, tonus, postur, gerakan dan refleks tendon. Kekuatan otot
seharusnya sudah dapat dinilai saat observasi. Tonus otot pada bayi diperiksa dengan melakukan
respon traksi/ traksi suspensi (head lag) dan suspensi ventral.1
a.              Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih dulu harus
mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan, kepala
anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari posisi
tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah satu tes untuk mengetahui
kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon traksi.2,5
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi
pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi duduk.
Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila
kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk maka head lag-nya positif
(masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head
lag-nya negatif (menghilang). Head lag harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bualn.
Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya
kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.3,5

b.             Suspensi ventral


Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan dan kaki
terhadap gravitasi.1,5
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah
badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ±
membentuk sudut 45° atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi,
tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut.
Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal).
Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan
berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral, tes suspensi ventral
akan menunjukkan posisi hiperekstensi.2,5
Gambar 6. Frog leg posture
Pada bayi hipotoni didapatkan kelemahan pada kedua pemeriksaan tersebut, disertai posisi frog-
leg dimana kedua lengannya terbaring lemas di samping tubuhnya, kedua lengan terbuka disertai
abduksi dan eksternal rotasi sendi panggul. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan pada
hemisfer otak, serebelum, medula spinalis, kornu anterior, saraf perifer, hubungan saraf-otot, dan
otot. Pemeriksaan otot pada usia 3 – 4 tahun, cukup kooperatif. Gerakan dari duduk dilantai
sampai berdiri Gower sign, dapat menjelaskan kekuatan otot. Gowers’ sign adalah suatu gerakan
tubuh saat pasien berusaha berdiri. Pasien memulai untuk berdiri dengan cara kedua lengan dan
kedua lutut menyangga badan (prone position), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position),
selanjutnya tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang berpegangan pada ke dua lutut
dan paha untuk kemudian berdiri tegak (upright position). Jika ada kelemahan otot maka akan
tampak pada pemeriksaan.2,5
Pada anak, pemeriksaan tonus atau kekuatan otot dengan cara menilai adanya kekuatan
atau tonus otot dengan menilai pada bagian ekstermitas dengan cara memberi tahanan atau
menggerakan bagian otot yang akan dinilai dengan dengan ketentuan (tabel 3).2

Spastisitas ditandai dengan adanya tahanan yang meningkat di otot diikuti gerakan pasif,
fenomena pisau-lipat (clasp-knife), kekakuan sendi pada saat fleksi dan ekstensi. Kekakuan yang
berlebihan pada tubuh menyebabkan postur opistotonus. Anak dengan spastis pada tungkai
bawah dapat berjalan secara tiptoe walking.1,6
Refleks primitif seharusnya menghilang pada usia tertentu. Menetapnya reflex primitif di
luar usia seharusnya merupakan tanda adanya gangguan susunan saraf. Penyebab dapat berupa
gangguan degeneratif atau kerusakan susunan saraf pusat. Pembagian reflex priitif adalah
sebagai berikut:5,7

a.         Tahap Gerak Refleks Telapak Tangan (palmar grasp reflex)


Tahapan gerak refleks telapak tangan merupakan salah satu dari seluruh refleks bayi yang paling
dikenal dan merupakan salah satu yang paling awal muncul pada usia balita. Gerak refleks ini
merupakan respons yang ditampilkan terhadap rangsangan yang halus pada telapak tangannya.
Apabila telapak tangan dirangsang dengan apa saja, maka keempat jari tangan secara spontan
akan menutup, meskipun ibu jari tidak memberikan respons terhadap rangsangan ini. Namun
gerak refleks tangan ini menjadi ciri khas dari perkembangan motorik yang diperlihatkan anak
balita. Jadi pada tahapan ini anak balita sudah memiliki kemampuan menggunakan telapak
tangannya sebagai alat komunikasi dengan ibunya, seperti yang tampak pada gambar di bawah
ini.

b.        Tahap Gerak Refleks Menghisap (sucking reflex)


Tahapan gerak refleks menghisap dilakukan oleh bibir yang mendapat rangsangan, misalnya
sentuhan susu ibu. Rangsangan ini sebenarnya menimbulkan dua respons yang berkaitan dengan
menghisap. (1) terbentuk tekanan negatif di dalam oral sehingga timbul aksi menghisap, dan (2)
lidah akan menimbulkan tekanan positif, lidah akan menekan ke arah atas dan sedikit ke arah
depan dengan setiap aksi menghisap. Setelah diberi rangsangan yang sesuai akan terjadi
serangkaian gerakan menghisap, masingmasing gerakan ini terdiri dari penerapan tekanan positif
dan negatif secara serentak. Jadi, padatahapan ini anak sudah memiliki kemampuan menghisap
seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

 
c.         Tahap Gerak Refleks Pencarian (search reflex)
Tahapan gerak refleks pada pencarian ini membantu bayi mendapatkan sumber makanan dan
kemudian refleks menghisap membuat bayi dapat mencerna makanan. Refleks ini pada
umumnya dapat ditimbulkan dengan sentuhan lembut pada daerah sekitar mulut. Jadi, pada
tahapan ini anak sudah memiliki kemampuan melakukan pencarian sesuatu dengan geraknya
seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

d.        Tahap Gerak Refleks Moro (moro reflex)


Tahapan gerak refleks moro paling bermanfaat untuk mendiagnosis kematangan neurologis bayi.
Gerak refleks ini sering kali muncul pada saat lahir dan berakhir pada saat bayi berumur 4 s/d 6
bulan. Salah satu rangsangan untuk membangkitkan refleks moro adalah dengan jalan
menelentangkan bayi di atas kasur. Rangangan ini akan membuat lengan, jari-jari, dan kaki
meregang. Jadi pada tahapan ini anak sudah memiliki kemampuan melakukan gerak refleks
moro seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.
 
e.         Tahap Gerak Refleks tidak Simetrik Leher (asymmetrical tonic neck reflex)
Tahapan gerak refleks tidak simetrik leher pada umumnya dapat dilihat pada bayi yang lahir
prematur. Refleks ini dapat muncul jika bayi dalam keadaan telungkup. Jika kepala bayi diputar
ke salah satu sisi atau yang lainnya, maka anggota tubuh yang searah dengan perputaran tersebut
akan membuka, sedangkan anggota tubuh pada arah berlawanan akan menutup. Gerak refleks ini
biasanya paling bertahan hingga bayi berusia 2 s/d 3 bulan, selanjutnya akan menghilang. Jadi,
pada tahapan ini anak sudah memilki kemampuan gerak refkleks tidak dimentrik seperti yang
tampak pada gambar di bawah ini.
  
f.         Tahapan Gerak Refleks Simetrik Leher (symmetrical tonic neck reflex)
Tahapan gerak refleks simetrik pada leher memberikan respons yang sama dengan anggota
tubuhnya. Respons simetris ini dapat timbul dengan jalan menempatkan bayi dalam posisi duduk
yang ditumpu (dipegang orang dewasa). Jika bayi dimiringkan cukup jauh ke belakang, maka
leher akan memanjang, yang sesuai dengan refleks membuka tangan dan menutup kaki. Namun,
apabila dimiringkan ke depan maka terjadi refleks yang sebaliknya. Apabila refleks ini bertahan
lama akan menimbulkan hambatan pada kemampuan bayi dalam mengangkat kepala dengan
sadar saat berada dalam posisi telungkup. Jadi, pada tahapan ini anak sudah memiliki
kemampuan refleks simetrik pada bagian leher seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

g.        Tahap Gerak Refleks Telapak Kaki (plantar grasp reflex)


Tahapan gerak refleks ini normalnya dapat dilihat pada anak mulai dari sejak lahir hingga
sepanjang tahun pertama usia bayi tersebut. Refleks ini dapat ditimbulkan dengan jalan
menerapkan sedikit tekanan, biasanya dengan ujung jari, pada tumit kaki, yang membuat seluruh
jari kaki menutup. Gerakan menutup ini sebagai upayanya untuk menangkap rangsangan.
Refleks ini harus lebih dahulu dilampaui sebelum anak dapat berdiri dengan tegak, berdiri
sendiri, dan berjalan. Jadi, pada tahapan ini anak sudah dapat melakukan gerak refleks tepalak
kaki seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

h.        Tahap Gerak Refleks kedua Telapak Tangan (palmar mandibular reflex)
Tahapan gerak refleks ini dapat muncul dengan jalan menerapkan tekanan secara serentak
terhadap telapak dari masing-masing tangan, sehingga akan menimbulkan semua atau salah satu
dari respons berikut: mulut terbuka, mata tertutup, dan leher menekuk. Gerak refleks ini juga
timbul jika tangan bayi itu dirangsang. Refleks ini biasanya hilang setelah bayi berumur 3 bulan.
Jadi, pada tahapan ini anak sudah dapat melakukan gerak refleks dengan dua tangan seperti yang
tampak pada gambar di bawah ini.

i.          Tahap Gerak Refleks Berjalan Kaki (stepping reflex)


Tahapan gerak refleks ini merupakan gerakan yang sangat penting yang dilakukan secara sadar,
yaitu berjalan kaki. Gerak ini dapat ditimbulkan dengan mengangkat bayi pada posisi tegak
dengan kaki menyentuh lantai. Tekanan pada telapak kaki akan membuat kaki mengangkat dan
selanjutnya diturunkan. Aksi kaki ini sering muncul secara bergantian, dan oleh karena mirip
dengan gerakan berjalan yang masih pemula. Refleks ini sering disebut juga dengan refleks
berjalan, namun tidak disertai oleh stabilitas atau gerakan lengan yang terjadi jika berjalan secara
sadar. Jadi, pada tahapan ini anak sudah dapat melakukan gerak refleks berjalan kaki seperti
yang tampak pada gambar di bawah ini.

j.          Tahap Gerak Refleks Berenang (swimming reflex)


Tahapan Gerak refleks ini sangat luar biasa, karena gerakannya seperti orang berenang gaya
dada. Gerakan ini umumnya dilakukan dengan tidak sadar. Untuk menimbulkan respons ini, bayi
harus dipegang dalam posisi telungkup (horizontal) seperti di atas sebuah permukaan meja atau
lantai, di atas air, atau di dalam air. Respons terhadap rangsangan ini adalah gerakan tangan dan
kaki seperti berenang yang terkoordinasi dengan sangat baik. Gerakan-gerakan ini dapat diamati
mulai dari minggu ke 2 setelah lahir dan akan tetap bertahan hingga bayi berumur 5 bulan.
Pengenalan gerakan ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap populernya program
berenang pada bayi. Jadi, pada tahapan ini anak sudah dapat
melakukan gerak berenang seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

k.             Reflex Landau


Landau reflex (land-ow) adalah reflex yang terlihat pada bayi normal dari 3 bulan hingga 1 tahun
ketika ia mulai hilang. Jika bayi dipegang horizontal dengan wajahnya ke bawah, ia akan
meluruskan kedua kaki dan punggungnya dan mencoba untuk mengangkat kepalanya.  Cara
pemeriksaan: Pegang pasien pada bagian depan untuk menyanggan thorax. Posisi
tengkurap. Angkat kepala secara aktif atau pasif
-            Interpretasi :
Reaksi Negatif :
Punggung dan kedua tungkai tetap dalam posisi fleksi.

l.          Refleks Babinsky


Pada saat bagian telapak kaki bayi di sentuh ( dari arah jari kaki menuju tumit) maka bayi akan
merentangkan jari-jari kakinya, menarik kakinya atau jari-jemarinya mengembang.

m.      Refleks Terjun (Parachute)


Caranya: bayi dipegang pada daerah toraks dengan kedua tangan pemeriksa dan kemudian
diposisikan seolah-olah akan terjun dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki. Refleks terjun
dikatakan positif apabila kedua lengan bayi diluruskan dan jari-jari kedua tangannya
dikembangkan seolah-olah hendak mendarat dengan kedua tangannya. Reflek terjun tidak
dipengaruhi oleh kemampuan visual, karena pada bayi buta dengan fungsi motorik normal akan
memberikan hasil yang positif. Refleks terjun mulai tampak pada usia 8-9 bulan dan menetap.
Refleks terjun negatif bila dijumpai pada bayi tetraplegi atau SSP yang tertekan.

Pemeriksaan selanjutnya adalah refleks fisiologis yang penting untuk membedakan apakah
kelainan berasal dari sentral atau perifer. Refleks meningkat ditemukan pada kelainan tipe sentral
(Upper motor neuron), sedangkan refleks menurun ditemukan pada kelainan tipe perifer (Lower
Motor Neuron).2,5
Tabel 4. Perbedaan kelainan UMN dan LMN

Manifestasi gangguan sensoris sangat jarang dijumpai pada anak. Kelainan umumnya
mengenai medula spinalis. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa sensibilitas pada daerah
kulit, refleks superfisial perut, refleks sfingter dan kremaster. Umumnya, anak usia di atas 4 -5
tahun dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.
Tabel 5. Refleks fisiologis dan superfisial1,3
Refleks Metode pengajian Temuan yang lazim
Refleks tendon dalam/fisiologis
Biseps Fleksikan lengan bawah anak. Lengan bawah sedikit
Letakkan ibu jari perawat di atas ruang
antekubiti dan ketuk dengan palu fleksi
refleks.
Tekuk lengan anak pada siku sambil
Lengan bawah sedikit
Triseps menopang lengan bawah. Ketuk tendon
ekstensi
triseps di atas siku.
Letakkan lengan dan tangan anak pada
engan bawah flesi dan
posisi relaks dengan telapak tangan di
brakioradialis telapak tangan mengangkat
bawah. Ketuk radius 2,5 cm diatas
keatas.
pergelangan tangan.
Dudukan anak di atas meja atau
pangkuan orang tua dengan tungkai
Patella Tungkai bawah ekstensi
fleksi dan tergantung. Ketuk tendon
patela tepat di bawah tempurung lutut.
Dudukan anak di atas meja atau
pangkuan orang tua dengan tungkai Plantar fleksi kaki 
Achiles
fleksi dan topang kaki dengan pelan (menunjuk ke bawah)
ketuk tendon achiles
Refleks superfisial
Gores kulit ke arah umbilikus. Kaji
refleks di empat kuadran. Refleks Umbilikus bergerak ke
Abdomen
abdominal mungkin tidak dijumpai arah stimulus
pada 6 bulan pertama.
Testis tertarik ke dalam
kremasterik Gores paha bagian dalam atas
kanalis inguinalis
Terjadi kontraksi sfingter
Anus Rangsang kulit di area perianal
anus yang kuat.

Observasi cara berjalan merupakan aspek yang penting. Adanya ataksia dapat diperiksa
dengan melakukan finger-to nose, heel-to-shin, heel-to-toe dan tandem walking. Sensori ataksia
dapat diperiksa dengan melakukan Romberg tes (berdiri tidak stabil saat menutup mata). Adanya
gerakan involunter dapat berupa chorea, athethosis atau dystonia. Selain itu dapat pula kelainan
gerakan seperti tremor. Cara berjalan spastik tampak berjalan kaku deperti tentara. Pada
hemiparesis, ditandai dengan menurunnya gerakan tangan pada daerah yang terkena, disertai
gerakan memutar sirkular pada tungkai. Gerakan ekstrapiramidal dapat muncul saat anak
berjalan atau berlari. Jalan ataksik menghasilkan gerakan yang tidak stabil. Pemeriksaan jalan
tandem, jinjit tampak terganggu pada kelainan serebelum. Waddling gait disebabkan oleh
kelemahan pada otot-otot proksimal. Kelemahan pada ekstremitas bawah dapat menyebabkan
flat feet, yang menyebabkan jalan yang tidak terampil. Skoliosis akibat kelainan otot dan medulla
spinalis dapat menyebabkan jalan abnormal.2

Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisis secara umum sering diperlukan dalam menegakkan diagnosis. Cafe au lait
sering dijumpai pada sindrom neurokutan. Ditemukannya murmur dapat dijumpai pada demam
reumatik, tuberous sclerosis atau abses otak, Perkembangan neurologis pada anak wanita sedikit
lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Adanya lebih dari dua kelainan neurologis ringan dapat
merupakan tanda adanya gangguan neurologis.1

Kesimpulan
Dalam menegakkan diagnosis kelainan neurologis dibutuhkan anamnesis neurologis yang
terarah. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan cara sederhana dan sistematis untuk
melihat kelainan yang ada. Pemeriksaan diawali dengan observasi yang cermat mulai dari
kepala, wajah, dan adanya gerakan involunter atau cara berjalan yang khas. Diharapkan dalam
setiap memeriksa anak selalu ditanyakan perkembangan terakhir, sehingga penemuan kasus akan
menjadi sedini mungkin.1
DAFTAR PUSTAKA

1.        Mangunatmadja I. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2010 [cited
on 2015 May 13]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/248311984/04-Pemeriksaan-Neurologis-Praktis-Pada-Bayi-Dan-
Anak-Dr-Irawan-Koreksi#scribd
2.        Ginting AP. Pemeriksaan neurologi pada anak dan bayi. [online] 2011 [cited on 2015 May
13]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/87533610/Pemeriksaan-Neurologis-Pada-Anak-Dan-Bayi#scribd
3.        Dimyati Y. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2011 [cited on 2015
May 13]. Available from:
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-
NEURO/mk_pen_slide_pemeriksaan_neurologis_praktis_pada_bayi_dan_anak.pdf
4.        Dewi R, Mangunatmadja I, Yuniar I. Perbandingan full outline of unresponsiveness score
dengan Glasgow coma scale dalam menentukan prognostic pasien sakit kritis. Sari Pediatri.
2011 Oct; 13(3).h. 215-20.
5.        Mangunatmadja I. Pendekatan klinis berbagai kasus neurologi anak. Sari Pediatri. 2010 Sep;
5(2).h. 85 – 90.
6.        Hills W. Pediatric and infant neurologic examination. [online] 2012 [cited on 2015 May 13].
Available from:
http://www.ohsu.edu/xd/health/services/doernbecher/research-education/education/med-
education/upload/ped-neuro-exam-edit-05-8-13.pdf
7.        Nasrullah. Refleks bayi baru lahir. Malang: Conitive Performance Seriens; 2012.
8.       Tim adaptasi Indonesia, et al. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta:
WHO-DEPKES RI; 2009.
9.        Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoni ED.

10.    Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2009.

11.    Bickley, Lynn S. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Edisi 8. Jakarta

: EGC; 2009.
12.    Capute AJ, Shapiro BK, Accardo PJ et al. Motor Function: Associated Primitive Reflex

Profiles. Developmental Medicine & Child Neurology; 1982.

13.    Soetomenggolo, Taslim S. Dan Sofyan Ismael. Buku Ajar Neurologi Anak Cetakan ke-2.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2000.

14.    Lokakarya Tumbuh Kembang Anak. Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan Anak. Jakarta;

2009.

15.    Engel, J. Seri pedoman praktis pengkajian pediatrik edisi 4. Jakarta: EGC; 2008.

16.    Berg OB. The clinical evaluation. Dalam: Berg OB, Editor. Principles of child neurology.

New York: McGraw-Hill; 1996. h. 5-22.

17.    Swaiman KF. Neurologic examination after the newborn period until 2 year of age. Dalam:

Swaiman KF, Ashwal S, Editor, Pediatric Neurology: principles & practice. Edisi ke-3. St

Louis: Mosby; 1999. h. 31-8.

18.    JH, Sarnat HB, Ed. Child neurology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.h.

1-27.

19.    Kisler J, Ricker R. The abnormal fontanel. Am Fam Physic. 2003; 15:13-8.

20.    Friedman LS, Kaufman LM. Guidelines for pediatrician referrals to the ophthalmologist. Ped

Clin N Am. 2003; 50:41-53.

Anda mungkin juga menyukai