Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

”M”
POST LAPARATOMI SURGICAL STAGING DENGAN CA
OVARIUM III C HARI KE 1 DENGAN TINDAKAN
PENGELOLAAN BENDA TAJAM DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PROVINSI NTB

TAHUN 2022

Oleh:

SITI AZIZATUL FITRI


NIM.

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR LOMBOK
TIMUR
TAHUN 2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.”M”


POST LAPARATOMI SURGICAL STAGING DENGAN CA OVARIUM III
C HARI KE 1 DENGAN TINDAKAN PENGELOLAAN BENDA TAJAM
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB

Disetujui di, …………………………, ………………….2022

Mahasiswa

( Siti Azizatul Fitri )

NIM.

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Nurlathifah N.Yusuf, S.ST.,M.Keb) ( Ni Kadek Sinta C.S.L Amd.,Keb )


I NIDN. 0819059103 NIP. 198705072010012005

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Azizatul Fitri

NIM :-

Program Studi : Profesi Bidan STIKes Hamzar Lombok Timur

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Keterampilan Dasar


Praktek Klinik (KDPK) yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri,
bukan merupakan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai
tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa laporan ini adalah


hasil plagiarism/jiplakan atau mengcopy hasil orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang sudah ditentukan dalam buku
pedoman atas perbuatan tersebut.

Mataram,…………………..2022

Mahasiswa

( Siti Azizatul Fitri )


NIM.

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji hanya bagi Allah SWT atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Keterampilan Dasar Praktek Klinik
(KDPK) dengan judul asuhan kebidanan pada ny.”M” post laparatomi
surgical staging dengan ca ovarium III c hari ke 1 dengan tindakan
pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB ini.
1. Pada penulisan laporan Keterampilan Dasar Praktek Klinik (KDPK)
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada, Drs. H. Muh. Nagib,
M. Kes, selaku Ketua STIKes Hamzar Lombok Timur
2. Nyoman Tribuana. T.D, S.ST, selaku Kepala Ruangan VK Teratai
RSUD Provinsi NTB
3. Eka Faizaturrahmi, S.ST.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Pendidikan Bidan
4. Nurlathifah N.Yusuf, S.ST.,M.Keb selaku dosen Pembimbing yang
telah memberikan motivasi, arahan dan keluangan waktu dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
5. Ni Kadek Sinta C.S.L Amd.,Keb selaku Pembimbing klinik yang
telah banyak memberikan motivasi, arahan dan keluangan waktu
dalam dalam penyelesaian laporan ini.
6. Teman-teman, mbak-mbak dan ibu-ibu seangkatan sealmamater
yang selalu saling memberi motivasi.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
membangun. Akhirnya, semoga laporan KDPK ini dapat menambah
wawasan mengenai Asuhan dengan Keterampilan Dasar Praktek Klinik.
(KDPK) Kebidanan.

Akhir kata, wassalamu’alaikum wr. wb.

iv
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………….i

HALAMAN JUDUL………………………………………………………ii

LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………iii

KATA PENGENTAR……………………………………………………..iv

DAFTAR ISI………………………………………………………………..v

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..1

A. Latar Belakang…………………………………………………………...1

B. Tujuan…………………………………………………………………….2

BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………….3

A.Definisi……………………………………………………………..3

1.Sampah Medis……………………………………………………..3

2.Sampah medis benda tajam…………………………………….....3

3.Proses pembuangan sampah medis benda tajam………………….4

B.Proses menejemen asuhan kebidanan……………………………..12

C.Pendokumentasian asuhan kebidanan (SOAP)……………………12

BAB III TNJAUAN KASUS……………………………………………..14

BAB IV PEMBAHASAN...................................................................29

BAB V PENUTUP………………………………………………………...32

A.KESIMPULAN…………………………………………………32

B. SARAN…………………………………………………………33

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..34

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif
maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah sakit
juga berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
tempat penelitian (Adisasmito, 2009:2).
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Selain membawa dampak positif, rumah sakit juga
membawa dampak negatif yaitu menghasilkan sampah selama
kegiatannya, salah satunya sampah medis. Sampah medis rumah
sakit dikategorikan sebagai sampah bahan berbahaya dan beracun
(B3) dengan kode sampah D227 seperti disebutkan dalam Lampiran
I PP No. 18 Tahun 1999 dan PP 85 Tahun 1999. Yang termasuk
sampah medis antara lain sampah infeksius, patologi, benda tajam,
farmasi, sitotoksis, kimia, radioaktif, kontainer bertekanan, dan
sampah dengan kandungan logam yang berat yang tinggi (Ditjen PP
& PL, 2006).
Rumah sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran
penyakit menular karena sampah menjadi tempat
berkembangbiaknya mikroorganisme penyebab penyakit dan sarang
serangga serta tikus. Di samping itu kadang-kadang dapat
mengandung bahan kimia beracun dan benda-benda tajam yang
dapat menimbulkan penyakit atau cidera (Djuhaeni, 2007: 5).
Sampah medis benda tajam dapat menyebabkan luka gores
maupun luka tusuk tetapi juga menginfeksi luka jika terkontaminasi
patogen. Karena memiliki potensi cedera dan menularkan penyakit,
benda tajam termasuk dalam kelompok sampah yang sangat
berbahaya. Infeksi yang ditularkan melalui subkutan lewat agent
penyebab penyakit. Jarum suntik merupakan bagian yang penting
1
dalam sampah medis benda tajam dan berbahaya karena sering
terkontaminasi darah pasien (A.Pruss dkk, 2005: 22). Oleh karena itu
pentingnya memiliki kemampuan dalam mengelola benda tajam
sesuai dengan tempat dan cara melakukannya.
Sub instalasi sanitasi RSUD Provinsi NTB membuat SOP
(Prosedur Tetap) mengenai pemisahan sampah. Petugas kebersihan
melapisi bagian dalam tempat sampah dengan kantong plastik sesuai
jenisnya, yaitu: (1) kantong plastik kuning untuk sampah medis
umum (non sitostatik, non radioaktif, non suntik bekas), (2) kantong
plastik hitam untuk sampah non medis, dan (3) untuk sampah medis
bekas suntik dimasukan ke dalam kotak SAFETYBOX.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan secara holistik ini dalam
pengelolaan benda tajam terutama setelah kontak dengan pasien,
diperlukan keahlian dan keterampilan dasar praktek klinik yang
kompeten.
B. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengelolaan benda tajam di
RSUDP NTB
Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi limbah: padat, cair, tajam, infeksius atau
non infeksius
2. Untuk mengetahui cara pemisahan benda tajam dengan sampah
medis lainnya
3. Untuk mengetahui tempat penampungan khususnya pada limbah
benda tajam
4. Untuk mengetahui cara packing yang baik dan benar pada
limbah benda tajam
5. Untuk mengetahui cara penyimpanan, pengangkutan,
penanganan/pemusnahan, dan penanganan jika terkontaminasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Sampah medis
Sampah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan,
perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-
bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk sampah
medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut
meurut Adisasmito, 2007 (dalam ST. Hardianty S, 2013).
2. Sampah medis benda tajam
Sampah medis benda tajam adalah obyek atau alat yang
memiliki sudut tajam, /sisi, ujung atau bagian menonjol yang
dapat memotong atau menusuk kulit, seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun bahan
sitotoksik atau radioaktif. Sampah medis benda tajam
mempunyai potensi bahaya tambahan yang dapat menyebabkan
infeksi atau cidera karena mengandung bahan kimia beracun atau
radioaktif. Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar
bila benda tajam tadi digunakan untuk pengobatan pasien infeksi
atau penyakit infeksi (Ditjen PP & PL, 2005: 38).
Menurut Kristina (2014) menyatakan bahwa sampah medis
benda tajam adalah materi padat yang memiliki sudut tajam
kurang dari 90 derajat, sisi, ujung atau bagian menonjol yang
dapat memotong, mengiris dan menusuk kulit. Misalnya: jarum
suntik, perlengkapan intervena, pipet pasteur, kaca sediaan atau
preparat gelas, infuse set, ampul atau vial obat, pisau bedah.
3
Selain itu meliputi benda-benda tajam yang terbuang yang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
Dalam Pedoman bersama International Labour Organization
dan World Health Organization (ILO dan WHO) tentang
Pelayanan Kesehatan dan HIV atau AIDS disebutkan bahwa
rumah sakit harus membuat prosedur untuk menangani dan
membuang benda tajam, termasuk alat suntik, dan memastikan
bahwa pelatihan, pemantauan dan evaluasi penerapannya
dilaksanakan dengan baik. Prosedur tersebut harus mencakup:
(1) penempatan wadah harus tahan tusukan dan diberi tanda
dengan jelas untuk membuang benda-benda tajam ditempatkan
sedekat mungkin ke daerah dimana benda-benda tajam tersebut
digunakan atau ditemukan, (2) penempatan ulang yang teratur
dari wadah benda-benda tajam sebelum mereka mencapai garis
isi dari manufaktur atau bila mereka sudah setengah penuh;
wadah harus ditutup sebelum dibuang, (3) pembuangan dari
benda tajam yang tidak bisa dipakai ulang dalam wadah yang
ditempatkan dengan aman, yang memenuhi peraturan nasional
yang relevan dan pedoman tehnisi, (4) hindari penutupan ulang,
dan bila penutupan jarum diperlukan, gunakan tehnik sekop
dengan satu tangan, (5) tanggung jawab untuk pembuangan yang
benar oleh orang yang menggunakan benda-benda tajam, (6)
tanggung jawab untuk pembuangan yang tepat dan melaporkan
setiap kejadian oleh setiap orang yang menemukan benda tajam
(ILO dan WHO, 2005: 26).
3. Proses Pembuangan Sampah Medis Benda Tajam
a. Pengelolaan Sampah Medis Benda Tajam
Dalam Kepmenkes RI Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 disebutkan bahwa dalam
pengelolaan sampah medis benda tajam terdapat enam
tahapan, yaitu: (1) pemilahan (2) pewadahan, (3)

4
pemanfaatan kembali dan daur ulang, (4) pengumpulan dan
pengangkutan, (5) pengolahan dan pemusnahan, dan (6)
pembuangan akhir.
b. Pemilahan Sampah Medis Benda Tajam
Pemilahan sampah sesuai jenis dan karakteristiknya
merupakan langkah awal prosedur pembuangan yang benar.
Pemilahan sampah medis yang berbahaya dari semua sampah
pada tempat penghasil sampah merupakan kunci
pembuangan yang baik. Pemilahan sampah harus sesuai jenis
dan karateristiknya sehingga akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dalam penanganannya (Ditjen PP & PL,
2005: 44).
Pemilahan sampah harus dimulai dari sumber yang
menghasilkan sampah. Jarum dan syringers harus dipisahkan
agar tidak dapat digunakan kembali untuk mengurangi risiko
terjadinya cedera, setelah sudah dirasa aman sampah tersebut
dimasukan ke dalam kontainer khusus benda tajam (A. Pruss
dkk, 2005: 64). Jarum suntik bisa disediakan safety box di
tempat dilakukan tindakan. Setelah menyuntik, suntik
langsung dimasukan ke dalam safety box tanpa menutup
kembali. Jarum suntik juga bisa menggunakan needle cutter
atau needle destroyer untuk memisahkan siringe dengan
spoitnya (PERMENKES 7/2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit dan Permen LHK no. P56 th.
2015).

5
c. Pewadahan Sampah Medis Benda Tajam
Sampah medis benda tajam harus dikumpulkan
bersamaan baik yang terkontaminasi ataupun yang tidak.
Sampah medis benda tajam harus dimasukan ke dalam
wadah yang antirobek (A. Pruss dkk, 2005: 57).
Sampah medis benda tajam hendaknya ditempatkan
dalam kontainer benda tajam yang dirancang cukup kuat,
tahan tusukan dan diberi label dengan benar. Desain dan
konstruksi kontainer hendaknya sedemikian untuk
mengurangi kemungkinan cidera bagi orang yang menangani
pada saat pengumpulan dan pengangkutan sampah benda
tajam itu. Label untuk sampah benda tajam termasuk simbol
biohazard (Ditjen PP & PL, 2005: 38).
Kontainer khusus benda tajam harus antirobek, kokoh
dan impermiabel agar dapat menahan benda tajam.
Kontainer biasanya terbuat dari logam atau plastik yang
berdensitas tinggi dan pas dengan tutupnya. Kontainer harus
tahan banting (sulit dibuka atau dipecahkan). Umumnya
kontainer untuk sampah medis berwarna kuning dan diberi
label “BENDA TAJAM” (A.Pruss dkk, 2005: 64).

Gambar 2.1 Kontainer khusus sampah medis benda


tajam(Sumber: Esourcing, 2015:1)

d. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Medis Benda


Tajam

6
Kontainer benda tajam yang sudah tertutup rapat
dimasukan ke dalam kantong kuning berlabel untuk sampah
medis infeksius sebelum diangkut. Pengumpulan dari tiap
ruangan dilakukan setiap hari dan diangkut ke lokasi
penampungan dengan menggunakan gerobak atau troli
khusus yang tertutup (A. Pruss dkk, 2005: 67).

Adapun Pengangkutan terbagi menjadi Internal dan


eksternal. Internal yang dilakukan berupa: Pengumpulan
limbah minimum setiap hari atau sesuai kebutuhan, Setelah
limbah diambil dari sumbernya, Limbah diangkut sebelum
penuh (3/4 dari volume limbah) Tidak dianjurkan melakukan
pemadatan/penekanan pada saat pengumpulan limbah untuk
menghindari risiko tertusuk. Sedangkakan Pengangkutan
eksternal seperti, Pengangkutan dilakukan oleh transporter
yang berijin. Pengangkutan yang dilakukan oleh penghasil
limbah bisa menggunakan kendaraan roda 3, sesuai
ketentuan yang berlaku.

e. Pengolahan dan Pemusnahan Sampah Medis Benda Tajam

Sampah medis benda tajam harus diolah dengan


insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama
dengan sampah infeksius lainnya. Setelah dimusnakan
dengan insinerator, abu yang dihasilkan harus dapat
dipendam (A. Pruss dkk, 2005: 123).

Tipe insinerator banyak, mulai dari pembangkit


bersuhu tinggi yang sangat mutakhir sampai unit pembakaran
yang sangat sederhana dengan suhu rendah. Jika
dioperasikan dengan benar, dapat memusnahkan patogen dari
sampah dan mengurangi kuantitas sampah menjadi abu.
Perlengkapan insineratorharus diperhatikan dengan cermat
berdasarkan sarana dan prasarana dan situasi di rumah sakit.

7
Insinerator untuk sampah medis rumah sakit dioperasikan
pada suhu antara 9000C dan 12000C (A. Pruss dkk, 2005:
87). Perlu diperhatikan lokasi penempatan insinerator yang
berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah, jalur
pembuangan abu, dan sarana gedung untuk melindungi
insinerator dari bahaya kebakaran (Chandra, 2006: 199).

f. Pembuangan Akhir Sampah Medis Benda Tajam


Setelah diinsenerasi, sampah benda tajam sudah
menjadi sampah yang tidak berisiko dan pada akhirnya dapat
dibuang ke lokasi landfill. Selain itu sampah benda tajam
yang infeksius juga dapat diolah terlebih dahulu dalam
proses encapsulation, yaitu sampah dimasukan dalam
kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat sampah
tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini
dapat menggunakan kotak yang terbuat dari polietilen
berdensisitas tinggi atau drum logam yang tiga perempatnya
diisi dengan benda tajam atau residu bahan kimia atau
sediaan farmasi. Kemudian ditutup dengan sejenis busa
plastik, pasir bitumen, adukan semen, atau materi lempung.
Setelah media kering, kemudian dibuang ke lokasi landfill.
Metode ini sangat efektif dan relative murah (A. Pruss dkk,
2005: 118).

Pembuangan ke landfill diperlukan bila sarana


insinerator tidak mencukupi atau tidak tersedia. Dalam hal
ini perlu diperhatikan bahwa tempat pembuangan harus
dikelola dengan baik dan kontainer sampah medis benda
tajam segera ditimbun dengan tanah yang cukup tebal atau
dengan material lain yang tepat (Ditjen PP & PL, 2005: 38).

Kegiatan pemusnahan merupakan tahap akhir dari


proses pengolahan sampah medis benda tajam. Sampah
medis benda tajam yang dimusnakan dengan insinerator akan
8
menghasilkan abu, abu tersebut akan diangkut ke luar rumah
sakit dengan menggunakan sarana angkutan dinas kebersihan
atau pihak swasta (Chandra, 2006: 199).

g. Dampak Sampah Medis Benda Tajam di Rumah Sakit


Sampah medis benda tajam dapat menyebabkan luka
gores maupun luka tusuk tetapi juga menginfeksi luka jika
terkontaminasi patogen. Karena memiliki potensi cedera dan
menularkan penyakit, benda tajam termasuk dalam
kelompok sampah yang sangat berbahaya. Infeksi yang
ditularkan melalui subkutan lewat agent penyebab penyakit.
Jarum suntik merupakan bagian yang penting dalam sampah
medis benda tajam dan berbahaya karena sering
terkontaminasi darah pasien. Sampah medis benda benda
tajam merupakan sampah yang potensi bahaya paling besar
karena mudah terkontaminasi dengan patogen (A.Pruss dkk,
2005: 22). Jarum suntik dapat menularkan penyakit hepatitis
B, hepatitis C dan HIV melalui suntikan atau luka akibat
peralatan suntik yang terkontaminasi virus (seperti luka
karena jarum suntik atau penggunaan obat melalui intravena)
atau benda tajam lainnya (ILO dan WHO, 2005:78).
h. Pencegahan dari Bahaya Sampah Medis Benda Tajam
Berdasarkan Pedoman bersama International Labour
Organization dan World Health Organization (ILO dan
WHO) tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV atau AIDS
menyebutkan bahwa rumah sakit harus menjamin pekerja
sektor kesehatan pada semua tingkat serta disediakan
informasi dan pelatihan yang mereka perlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka (ILO dan
WHO, 2005:71).Upaya-upaya pencegahan dari bahaya
sampah medis benda tajam antaralain :
1) Pelatihan untuk Petugas dalam Pengetahuan Sampah
Rumah Sakit
9
Tujuan pokok diadakannya pelatihan adalah untuk
menggugah kesadaran terhadap permasalahan kesehatan,
keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan
sampah rumah sakit atau layanan kesehatan lainnya.
Materi yang diberikan berupa informasi mengenai risiko
yang berkaitan dengan penanganan sampah, prosedur
penanganan sampah, intruksi pemakaian alat pelindung
diri, dan pedoman pelatihan bagi semua pegawai rumah
sakit, termasuk dokter senior. Aktivitas pelatihan yang
berlainan harus dirancang dan ditargetkan untuk empat
kategori pokok tenaga rumah sakit: (1) manajer rumah
sakit dan staf administrasi, (2) dokter, (3) perawat dan
perawat asisten, dan (4) tenaga kebersihan, petugas
pengolah sampah, dan staf pendukung (A. Pruss dkk,
2005: 172).
2) Perlindungan
Pihak rumah sakit juga harus memastikan bahwa: (1)
terdapat pasokan alat pelindung diri yang cukup, (2)
peralatan dipelihara dengan benar, (3) pekerja
mempunyai akses terhadap alat-alat tersebut dengan
gratis, (4) pekerja dilatih dengan memadai dalam cara
penggunaannya, dan tahu bagaimana memeriksa APD
untuk mencari kerusakan dan prosedur untuk melaporkan
dan menggantikannya, dan (5) terdapat kebijakan
penggunaan APD yang jelas dan pekerja sektor kesehatan
sangat waspada tentang itu (ILO dan WHO, 2005: 24).
3) Imunisasi
Infeksi virus hepatitis B dilaporkan juga menyerang
tenaga kesehatan dan pengolah sampah sehingga
sebaiknya dijalankan program imunisasi terhadap
penyakit tersebut. Semua pekerja yang menangani
sampah juga sebaiknya menerima imunisasi tetanus,

10
imunisasi typhoid, dan imunisasi hepatitis (A. Pruss dkk,
2005: 153).
4) Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, periodik,
dan khusus, termasuk bila perlu, pemeriksaan biologis
dan radiologi, pemeriksaan tersebut harus menjamin
pengamatan khusus pada golongan pekerja tertentu,
misalnya wanita (Koesyanto dan Sugiharto, 2006: 51).
5) Pencatatan dan Pelaporan
Pengelolaan sampah medis harus diselenggarakan
dengan baik dan tertib untuk mengendalikan risiko yang
mungkin ditimbulkan, baik terkait aspek kesehatan
maupun legal serta berfungsi pula untuk pengukuran
kinerja pengelolaan sampah medis. Sistem pencatatan
yang perlu dilakukan meliputi (1) buku pencatatan harian
berupa sampah yang dihasilkan, (2) buku pencatatan
insiden berupa kecelakaan kerja yang terjadi pada
petugas dan deskripsi singkat kejadian, (3) buku
pencatatn perjalanan mengenai jenis dan volume apabila
sampah diangkut ke lokasi pengolahan yang lain.
Informasi mengenai kegiatan pengelolaan sampah perlu
dilaporkan kepada instansi terkait seperti pimpinan
layanan kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota, dan Bapelda Kabupaten atau Kota (Ditjen PP &
PL,2005: 65).
Menurut (Depkes & Kessos RI, 2000: 77)
pencegahan terhadap bahaya potensial dari sampah medis
benda tajam yaitu: (1) menggunakan alat suntik sekali
pakai, (2) jangan tutup kembali atau menyentuh jarum
suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke
tempat yang telah disediakan (sebaiknya menggunakan
destruction clip), dan (3) bekerja dibawah pencahayaan

11
yang cukup.
B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian manajemen kebidanan Manajemen kebidanan adalah
pendekatan yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan
kebidan dengan menggunakan metode pemecahan masalah
(Nurhayati, dkk, 2012).
2. Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan. Varney
mengatakan bahwa seorang bidan perlu lebih kritis melakukan
analisi dalam menerapkan manjemen untuk mengantisipasi
diagnosis dan masalah potensial (Nurhayati, dkk, 2013).
Varney kemudian menyempurnakan proses kebidanan menjadi
tujuh langkah yaitu: a.) Pengkajian/ Pengumpulan Data Dasar, b.)
Identifikasi Diagnosis, c.) Antisipasi Timbulnya Diagnosis atau
Masalah Potensial, d.) Perlunya Tindakan Segera Dan Kolaborasi,
e.) Rencana Asuhan Sesuai Kebutuhan, f.) Implementasi
Langsung untuk Memenuhi Kebutuhan.
C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
Dokumentasi SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning)
1. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan pengelolaan
informasi yang sistematis yang mengatur penemuan dan konklusi
kita menjadi suatu rencana asuhan.
2. Metode ini merupakan inti sari dari proses penatalaksanaan
kebidanan guna menyusun dokumentasi asuhan.
3. SOAP merupakan urutan langkah yang dapat membantu kita
mengatur pola pikir kita dan memberikan asuhan yang
menyeluruh.
SUBJEKTIF
1. Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis.
2. Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien
(ekspresi mengenai kekhawatiran dan keluahannya)
3. Pada orang yang bisu, dibelakang data diberi tanda “0” atau
“X”
OBJEKTIF

1. Pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik,


2. Hasil pemeriksaan labaoratorium/ pemeriksaan diagnostic
lain,si dari keluarga atau orang lain.
ASSESMENT

1. Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)


data subjektif.
12
2. Diagnostik/ masalah
3. Diagnosis/ masalah potensial
4. Antisipasi diagnosi/ maslah potensial/ tindakan segera.
PLANNING

Pendokumentasian tindakan (I) dan evaluasi (E), meliputi: asuhan


mandiri, kolaborasi, tes diagnostic/laboratorium, konseling, dan
tindak lanjut (follow up)

13
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.”M”


POST LAPARATOMI SURGICAL STAGING DENGAN CA
OVARIUM III C HARI KE 1 di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PROVINSI NTB

Tempat : Ruang Vk Teratai Pengkaji :Siti Azizatul F

Tanggal : 13-12-2022 Jam : 10.15 wita

I. PENGKAJIAN DATA
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama Ibu : Ny. M Nama Suami : Tn. M

Usia : 46 Tahun Usia :50Tahun

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Tani

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Alamat : Lombok Tengah

2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, ibu sudah bisa
miring kanan-kiri dan duduk sedikit-dikit
3. Riwayat Keluhan
a. Keluhan di rasakan setelah operasi tanggal 12 Desember
2022 hingga saat ini.
b. Sifat keluhan hilang timbul
c. Lokasi keluhan di daerah abdomen (daerah bekas luka
operasi)
d. ibu merasa cemas dengan keadaanya
14
e. Upaya ibu untuk mengatasi keluhan yaitu dengan istirahat
(berbaring dalam posisi terlentang)
4. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
a. Ibu tidak pernah menderita penyakit hipertensi, jantung,
DM, hepatitis maupun penyakit menular lainya.
b. Tidak ada riwayat ketergantungan obat-obatan dan
Alkohol.
c. Tidak ada riwayat alergi
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tidak ada penyakit menular dan turunan dalam keluarga
6. RIWAYAT REPRODUKSI
1) Riwayat haid
a. Menarche : Umur 14 tahun
b. Siklus Haid : 28-30 hari
c. Lamanya : 5-7 hari
d. Dismenorhea : ada, setiap hari pertama sampai hari
kedua haid
2) Riwayat Gynekologi
a. Ibu pernah mengalami STGO ( Supect Tumor Ganas
Ovarium).
b. Ibu tidak pernah mengalami infeksi organ reproduksi.
c. Ibu tidak pernah menderita penyakit kelamin.
3) Riwayat KB
Ibu pernah menjadi akseptor KB suntik 3 bulan
7. Riwayat Pemenuhan Kebutuhan Dasar
1) Kebutuhan Nutrisi
Kebiasaan :
a. Menu makan nasi dan lauk pauk
b. Frekuensi makan 3 x sehari
c. Nafsu makan baik
d. Kebutuhan minum ± 6–7 gelas /hari
Setelah operasi hari ke I :

15
a. Menu makan bubur
b. Frekuensi 2 x sehari
c. Nafsu makan kurang baik
d. Kebutuhan minum ± 6–7 gelas / hari
8. Kebutuhan Eliminasi
Kebiasaan :
1) Frekuensi BAK 4–5 x sehari
2) Warna kuning jernih
3) Bau amoiak
4) Frekuensi BAB 1 kali sehari
5) Konsisten padat
Setelah operasi Hari ke I:

Kateter masih terpasang dengan jumlah urine ± 200 ml


didalam urine bag dan drainase ±800ml setelah keluar dari
ruangan operasi sampai keruang gynekologi nyeri daerah
operasi.

9. Personal Hygiene
Kebiasaan :
1) Mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun mandi
2) Sikat gigi 2x sehari
3) Keramas 2-3x seminggu
4) Mengganti pakaian tiap habis mandi
Setelah operasi hari ke I :

Klien tidak dapat mandi sendiri dan klien di seka sesuai


jadwal yang telah ditetapkan
10. Kebutuhan istirahat / Tidur
Kebiasaan :
1) Tidur siang jam 13.30–14.00 WITA
2) Tidur malam jam 22.00–05.00 WITA
Setelah operasi hari ke I:

16
Klien dapat tidur apabila tidak nyeri pada daerah bekas
luka operasi namun masih belum merasa nyaman
11. Riwayat Psikologi, Spiritual dan Ekonomis
1) Klien menerima keadaanya dan setelah operasi ini klien
berharap agar cepat sembuh
2) Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan dan lingkungannya
3) Biaya operasi ditanggung oleh suami dan BPJS.
4) Penghasilan suami dirasakan cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : composmenitis
c. TTV
TD : 120/80 mmHg RR : 19x/menit
N : 80x/menit S : 36,3
SPO2 : 97% DC : ± 200 ml
Drainase : ±800ml
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi : kulit kepala bersih, rambut hitam dan
bergelombang, tidak mudah dicabut.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, benjolan maupun massa.
b. Wajah
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, wajah nampak pucat
dan meringis apabila menggerakkan badannya.
Palpasi : tidak ada oedema dan nyeri tekan
c. Mata
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah
muda dan sklera tidak ikterus.
d. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran pada kelenjar thyroid.

17
Palpasi : tidak ada pembengkakan kelenjar lymfe dan vena
jugularis.
e. Payudara
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, puting susu menonjol
dan terbentuk, hyperpigmentasi pada areola mammae.
Palpasi : tidak ada massa dan nyeri tekan
f. Abdomen
Inspeksi : tampak luka bekas operasi tertutup verban
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada luka bekas operasi
g. Genitalia
Inspeksi : terdapat pengeluaran darah didaerah genetalia
tidak banyak, tidak berbau, kondisi ibu sudah lebih
membaik sehingga kateter dapat dilepaskan saat ini juga.
Palpasi : tidak ada oedema dan kelenjar bartolini.
h. Anus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada varices
i. Eksteremitas
Atas
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, terpasang infus RL 20
Tpm di kanan dan NaCL yang di aff infus pada tangan
sebelah kiri

Palpasi : tidak ada oedema

Bawah
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada oedema dan varices
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi
- Haemoglobin : 10,5 gr/dl%
- HbSAg : –
b. Instruksi residen terapi injeksi lanjut :
- PCT infus 1000 ml/ 8jam

18
- Cefadroxil 500mg /12 jam / Oral
-Asam Traneksamat 500 mg / 8 jam / IV
- Ketorolac 1 amp / 8 jam / IV

Langkah II Identifikasi Masalah/ Diagnosa Aktual

Diagnosa : Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA Ovarium III C hari


I dengan tindakan pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB

Masalah actual pasien : Nyeri luka bekas operasi, cemas

1. Diagnosa
a. Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA Ovarium III C hari
I dengan tindakan pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi NTB
b. Data subjektif
- Ibu mengatakan dioperasi tanggal 12 Desember 2022 malam
- Ibu mengatakan masih merasakan nyeri luka setelah operasi
- Keluhan dirasakan sejak setelah operasi
c. Data objektif
- Keadaan umum ibu baik
- Kesadaran komposmentis
- Tampak pengeluaran darah sedikit, ibu terpasang kateter dan
melihat dari kondisi ibu yang cukup membaik, kateter yang
terpasang dapat dilepaskan
- Pengkajian tanggal 13 Desember 2022 jam 10.15 Wita
d. Analisis dan Interpretasi Data
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang
melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas
abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). tindakan bedah
obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laparatomi adalah
berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan
operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi

19
total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral
(Smeltzer, 2014). Masalah yang timbul biasanya timbul rasa
nyeri, terapi maupun tindakan yang diberikan pada pasien
merupakan hasil kolaborasi antara bidan, dokter serta tim
perawat. Pemberian terapi pre dan post operasi yang diberikan
melalui injeksi sangat perlu diperhatikan, tertutama spuit yang
digunakan harus 1 kali pemakaian tidak diperbolehkan 1 spuit
untuk beberapa pasien dan spuit yang sudah terpakai langsung di
buang pada khusus limbah benda tajam yaitu safetybox.Sehingga
menghindari terjadinya kecelakaan tindakan. Limbah benda tajam
yang telah digunakan untuk pemberian obat pada pasien setelah
digunakan harus dilakukan pemilahan, pewadahan, pemanfaatan
kembali dan daur ulang jika bisa, pengumpulan dan
pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan serta pembuangan
akhir. Pelaksanaan tersebut dapat membantu pasien dan petugas
terhindar dari dampak negatif dari limbah tajam tersebut.
2. Masalah Aktual
Diagnosis : Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA Ovarium III
C hari I dengan tindakan pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi NTB oleh karena Nyeri Pada luka operasi
a. Data subjektif
- Ibu mengatakan ada jahitan pada bagian perut
-Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
-Ibu mengatakan sakitnya hilang timbul
b. Data objektif
-Ekspresi wajah ibu tampak meringis saat bergerak
-Tampak luka operasi tertutup kasa steril pada abdomen
-Tingkat nyeri sedang
c. Analisa dan interpretasi Data
Terputusnya continuitas jaringan akan melepaskan hormon
vasilitator yang merangsang saraf perifer ke hipotalamus sehingga

20
terjadi feedback ke dalam tubuh melalui saraf efferent sehingga
dipersepsikan sebagai nyeri (Nunung, Dkk, 2013).
3. Kecemasan
a. Data subjektif
- Ibu mengatakan merasa cemas dengan keadaan yang dialaminya
- Ibu sering menanyakan tentang keadaanya.
b. Data objektif
Ekspresi ibu tampak murung dan meringis bila ditekan pada daerah
abdomen
c. Analisa dan interpretasi data
Kurangnya pengetahuan tentang keadaanya menyebabkan timbul
rasa takut yang merangsang hipotalamus untuk menghasilkan
hormon adrenalin serta kurangnya pengetahuan dan informasi
dapat mempengaruhi mekanisme koping dalam menghadapi
konsinya sehingga cemas dipersepsikan. Cemas yang timbul pada
pasien harus diminimalisir dengan penjelasan yang tepat oleh
petugas kesehatan yang merawat dengan memberikan informasi
pada saat mengecek kondisi pasien dan pada saat petugas
memberikan obat berupa oral atau injeksi. Petugas harus mampu
menjelaskan bahwa dalam pemberian obat yang disuntikkan pada
pasien menggunakan alat yang steril ata 1x pakai sehingga dalam
proses perawatan tidak dikhawatirkan terkontaminasi oleh pasien
yang lain, jarum yang sudah digunakan untu menyuntik pasien
langsung dibuang pada safetybox dengan prinsip memilah,
pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan
pemusnahan, serta pembuangan terakhir sehingga dari pelaksanaan
tersebut tidak dikhawatirkan terinfeksi dan penyembuhan pasien
semakin baik.
LANGKAH III IDENTIFIKASI DIAGNOSA/ MASALAH
POTENSIAL
Masalah Potensial : Antisipasi terjadinya infeksi luka operasi
a. Data subjektif

21
- Ibu dioperasi tanggal 12 Desember 2022
- Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
b. Data objektif
- Tampak luka bekas operasi tertutup kain kasa
- Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Pernafasan : 19x/ menit
Suhu : 36,3˚C
SPO2 : 97%
c. Analisa dan interpretasi data
Adanya luka operasi merupakan pintu masuknya kuman
pathogen dan menjadi tempat untuk berkembangnya
mikroorganisme sehingga dapat menimbulkan infeksi (Sarwono
Prawirohardjo, 2011).

LANGKAH IV TINDAKAN SEGERA / KOLABORASI

Tidak ada data yang mendukung untuk dilakukannya tindakan


segera

LANGKAH V RENCANA TINDAKAN

Tujuan : Antisipasi terjadinya infeksi luka operasi


a. Post operasi hari kesatu berlangsung normal
b. Nyeri luka bekas operasi berkurang atau teratasi
c. Kecemasan teratasi
d. Tidak terjadi infeksi luka bekas operasi
Kriteria :
a. Keadaan umum ibu baik
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal :
TD sistole = 110 sampai denga 130 mmHg TD
diastole = 70 sampai dengan 90 mmHg Nadi = 60

22
sampai dengan 90x/menit Pernapasan = 16 sampai
dengan 24x/menit
c. Tidak ada keluhan rasa nyeri
d. Ekspresi wajah ibu tidak meringis
e. Luka bekas operasi di tutup dengan kasa kering dan
bersih
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi (bengkak, kemerahan,
nyeri, panas, ada pus)
Intervensi tanggal 13 Desember 2022 jam 10:15 Wita

1. Ucapkan selamat kepada ibu atas berhasilnya tindakan operasi yang telah
dilalui oleh ibu
2. Observasi Keadaan Umum ibu
3. Observasi Tanda-tanda vital
4. Observasi dengan membersihkan daerah alat genetalia dan melihat
pengeluaran darah serta membantu melepaskan kateter karena kondisi
ibu cukup baik dan mempersiapkan alat. Selanjutnya membuang spuit
yang telah digunakan mengambil cairan pengunci pada kateter dibuang
pada safety box dengan membuang cairan yang telah disedot terlebih
dahulu. Benda tajam yaitu spuit yang digunakan untuk pemberian terapi
pada ibu setelah terapi diberikan, spuit langsung dibuang pada tempatnya
dengan melakukan pemilahan dengan limbah lainnya, pewadahan
sampah, dilanjutkan pengumpulan dan pengangkutan jika telah
terkumpul minimal ¾ bagian dari box yang tersedia, pengolahan dan
pemusnahan sampah medis benda tajam, serta pembuangan akhir sesuai
SOP yang berlaku dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.
5. Anjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang lunak bergizi seperti sayur-
sayuran dan mengandung protein, karbohidrat, vitamin
6. Jelaskan ibu penyebab nyeri
7. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka operasi
8. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
9. Konseling tentang personal hygiene dan ajarkan pada ibu cara perawatan
luka
23
10. Observasi pemberian cairan infus dan melakukan pelepasan infus
pada tangan sebelah kiri yaitu cairan NACL yang sudah tidak terpakai
lagi dan cairan RL pada lengan kanan di pertahankan
11. Observasi pengeluaran urin sebelum dilepaskan kateternya. Saat ini
ibu sudah lebih membaik untuk dilepaskan kateternya.
12. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap dan teratur
13. Gunakan teknik aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan
14. Berikan terapi sesuai jadwal pemberian
LANGKAH VI IMPLEMENTASI

Tanggal 13 Desember 2022 jam 10:15 Wita

1. Mengucapkan selamat kepada ibu


Hasil : terlaksana dan ibu merasa bersyukur
2. Mengobservasi keadaan Umum ibu
Hasil : Keadaan ibu masih sedikit nyeri pada daerah luka operasi
ditandai bila bergerak wajah ibu meringis
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : Tanda-tanda vital ibu dalam batas normal ditandai dengan
Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
SPO2: 97
Pernapasan : 19x/menit Drain : 800 ml
Suhu : 36,3˚ C DC = 200 ml
4. Observasi dengan membersihkan daerah alat genetalia dan melihat
pengeluaran darah serta membantu melepaskan kateter karena
kondisi ibu cukup baik dan mempersiapkan alat. Selanjutnya
membuang spuit yang telah digunakan mengambil cairan pengunci
pada kateter dibuang pada safety box dengan membuang cairan yang
telah disedot terlebih dahulu. Benda tajam seperti spuit yang
digunakan untuk pemberian terapi pada ibu setelah terapi diberikan,
spuit langsung dibuang pada tempatnya dengan melakukan
pemilahan dengan limbah lainnya, pewadahan sampah, dilanjutkan

24
pengumpulan dan pengangkutan jika telah terkumpul minimal ¾
bagian dari box yang tersedia, pengolahan dan pemusnahan sampah
medis benda tajam, serta pembuangan akhir sesuai SOP yang
berlaku dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.
Hasil: ibu merasa lebih nyaman dan spuit yang digunakan dibuang di
safety box dan pengolahan benda tajam yang digunakan untuk
pemberian terapi disesuaikan dengan SOP yang ada dilingkup
RSUD Provinsi NTB.
5. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan lunak yang bergizi
seperti sayur-sayuran dan mengandung protein, karbohidrat, vitamin
Hasil : ibu mengerti dan mau melaksanakannya
6. Menjelaskan ulang penyebab nyeri yaitu karena terputusnya
kontinuitas jaringan otot, dan serabut akibat dari rangsangan otot
abdomen yang berlebihan saat operasi dengan adanya luka ini maka
dapat merangsang ujung-ujung saraf sehingga timbulnya nyeri.
Hasil : ibu telah memahami keadaanya
7. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka bekas operasi
Hasil : verban tampak kering dan tidak ada tanda-tanda infeksi
8. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
Hasil : Tidur siang 1-2 jam, Tidur malam 7-8 jam
9. Memberikan penjelasan tentang personal hygiene yaitu mengganti
pembalut minimal 3x sehari dan pakaian bila basah/ kotor.
Hasil : Ibu sudah mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan
bersedia melakukan nya.
10. Mengobservasi pemberian cairan infus RL dan melepaskan cairan
infus NaCL pada tangan sebelah kiri. Selanjutnya flabot infus dan
transfuse set dibuang terpisah pada wadah yang telah disediakan.
Hasil : keadaan ibu merasa lebih baik dan ibu merasa nyaman,
sampah medis telah terbuang sesuai pewadahannya.
11. Mengobservasi pengeluaran urine dan kondisi ibu terlihat lebih baik
sehingga dianjurkan oleh petugas untuk melepaskan kateter ibu

25
Hasil : urine sebanyak 200 ml tertampung didalam urine bag, urine
sudah dibuang dan kateter sudah dilepaskan, spuit 10cc yang
digunakan untuk sedot pengunci cairan telah dibuang di safety box.
12. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap dan teratur
Hasil : ibu sudah bisa melakukan gerakan di tempat tidur dengan
miring ke kiri dan ke kanan dan segera latihan duduk.
13. Menggunakan teknik aseptic dan antiseptic dalam melakukan
tindakan Hasil : telah dilakukan tekhnik aseptik dan antiseptik
14. Memberikan dosis pemberian terapi oral dan injeksi sesuai advice
Hasil : PCT infus 3x1, tramadol injek 3x1, ketorolac injeksi 3x1,
cefahidroxil tab, injeksi kalnex 3x1. Obat injeksi yang telah
diberikan selanjutnya spuit yang digunakan ketika pemberian obat
langsung dibuang pada safety box yang telah tersedia disetiap
ruangan sehingga tidak mencederai pasien maupun petugas. Benda
tajam seperti spuit yang digunakan untuk pemberian terapi pada ibu
setelah terapi diberikan, spuit langsung dibuang pada tempatnya
dengan melakukan pemilahan dengan limbah lainnya, pewadahan
sampah, dilanjutkan pengumpulan dan pengangkutan jika telah
terkumpul minimal ¾ bagian dari box yang tersedia, pengolahan dan
pemusnahan sampah medis benda tajam, serta pembuangan akhir
sesuai SOP yang berlaku dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB. Tindakan tersebut dapat membantu meminimalisir
kecelakaan terjadi dan diharapkan pemulihan pasien meningkat.

LANGKAH VII EVALUASI

Tanggal 13 Desember 2022, jam 10:15 Wita

1. Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA Ovarium III C hari I


dengan tindakan pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi NTB

2. berlangsung normal ditandai dengan : - Keadaan umum ibu baik

26
- TTV dalam batas normal : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi :
0 menit Pernafasan : menit Suhu : 36,3 C SPO2: 97%
drainase : 800ml DC : 200 ml
3. ibu makan dan minum sesuai yang telah disedikan RSUD Provinsi
NTB
4. Ibu dapat beristirahat dengan tenang
5. Infus yang terpasang pada lengan sebelah kiri yaitu cairan NaCL
dilepaskan dan cairan RL pada lengan sebelah kanan masih
terpasang, selnjutnya flabot infus dan transfuse set dibuang terpisah
sesuai wadah.
6. Kateter sudah dilepaskan dan spuit 10cc yang digunakan untuk
menyedot cairan pengunci telah dibuang di safety box dengan
membuang cairan terlebih dahulu lalu spuit nya dibuang. Benda
tajam seperti spuit yang digunakan untuk pemberian terapi pada ibu
setelah terapi diberikan, spuit langsung dibuang pada tempatnya
dengan melakukan pemilahan dengan limbah lainnya, pewadahan
sampah, dilanjutkan pengumpulan dan pengangkutan jika telah
terkumpul minimal ¾ bagian dari box yang tersedia, pengolahan dan
pemusnahan sampah medis benda tajam, serta pembuangan akhir
sesuai SOP yang berlaku dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB. Tindakan tersebut dapat membantu meminimalisir
kecelakaan terjadi dan diharapkan pemulihan pasien meningkat.
7. Nyeri berkurang, ibu dapat beradaptasi dengan nyeri
8. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (demam, merah, bernanah,
bengkak).
9. Pemberian terapi oral dan injeksi pada ibu telah diberikan sesuai
jadwal pemberian dan spuit yang digunakan untuk injeksi telah
dibuang di safety box yang disediakan disetiap ruangan. Benda tajam
seperti spuit yang digunakan untuk pemberian terapi pada ibu setelah
terapi diberikan, spuit langsung dibuang pada tempatnya dengan
melakukan pemilahan dengan limbah lainnya, pewadahan sampah,
dilanjutkan pengumpulan dan pengangkutan jika telah terkumpul

27
minimal ¾ bagian dari box yang tersedia, pengolahan dan
pemusnahan sampah medis benda tajam, serta pembuangan akhir
sesuai SOP yang berlaku dilingkup Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi NTB. Tindakan tersebut dapat membantu meminimalisir
kecelakaan terjadi dan diharapkan pemulihan pasien meningkat.

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara teori dan hasil
tinjauan kasus pada pelaksanaan Manajemen Asuhan Kebidanan KDPK
pada Ny.”M” dengan Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA
Ovarium III C hari ke-1 dengan tindakan pengelolaan benda tajam di
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB, Pada tanggal 13 Desember 2022
jam 10.15 wita. Fokus yang dikaji adalah pada pengelolaan benda tajam di
RSUD Provinsi NTB, dimana dalam pengelolahan limbah medis di
wajibkan melakukan pemilihan menurut limbah dan penyimpanannya di
dalam kantong plastic yang berbeda-beda menurut karaktristik dan jenis
limbahnya ( Sari Wulan dari, Dkk, 2021).

System pelabelan sudah berlaku yaitu dengan memberikan


keterangan atau informasi diatas penutup wadah mengenai jenis limbah
yang harus dibuang diwadah tersebut. System pelebelan, pemberian
pelebelan, pemberian symbol, dan berguna untuk mencegah penyebaran
penyakit akibat limbah medis tersebut terhadap pengolahan limbah
(Himayati nila,Dkk. 2018).

Berdasarkan teori yang terlampir pada kebijakan surat Keputusan


Menteri Kesehatan RI nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang pedoman
manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Kesehatan Lainnya serta berdasarkan Kebijakan Direktur Nomor
189/1084/RS-2019 Tentang Pengelolaan Limbah Rumah Sakit prosedur
yang digunakan perlunya menggunakan APD, tidak menekuk atau
mematahkan benda tajam, tidak meletakkan benda tajam sembarang tempat,
segera buang limbah benda tajam ke container yang tersedia tahan tusuk dan
tahan air dan tidak bisa dibuka lagi, limbah benda tajam langsung dibuang
oleh petugas yang memakai, tidak menyarungkan kembali jarum suntik
habis pakai container benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
(PERMENKES/7/2019 Tentang kesehatan lingkungan Rumah sakit dan
PERMEN LHK No. P56 Tahun 2015).

Proses pembuangan sampah medis benda tajam dalam Kepmenkes


RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 disebutkan bahwa dalam pengelolaan
sampah medis benda tajam terdapat enam tahapan, yaitu: pemilahan,
pewadahan, pemanfaatan dan daur ulang, pegumpulan dan pengangkutan,
pengolahan dan pemusnahan dan pembuangan akhir. Pemilahan sampah
sesuai jenis dan karakteristiknya merupakan langkah awal prosedur
pembuangan yang benar. Pemilahan sampah medis yang berbahaya dari
semua sampah pada tempat penghasil sampah merupakan kunci

29
pembuangan yang baik. Pemilahan sampah harus sesuai jenis dan
karateristiknya sehingga akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas
dalam penanganannya (Ditjen PP & PL, 2005: 44).

Sampah medis benda tajam harus dimasukan ke dalam wadah yang


antirobek (A. Pruss dkk, 2005: 57). Sampah medis benda tajam hendaknya
ditempatkan dalam kontainer benda tajam yang dirancang cukup kuat, tahan
tusukan dan diberi label dengan benar. Desain dan konstruksi kontainer
hendaknya sedemikian untuk mengurangi kemungkinan cidera bagi orang
yang menangani pada saat pengumpulan dan pengangkutan sampah benda
tajam itu. Label untuk sampah benda tajam termasuk simbol biohazard
(Ditjen PP & PL, 2005: 38). Kontainer benda tajam yang sudah tertutup
rapat dimasukan ke dalam kantong kuning berlabel untuk sampah medis
infeksius sebelum diangkut. Pengumpulan dari tiap ruangan dilakukan setiap
hari dan diangkut ke lokasi penampungan dengan menggunakan gerobak
atau troli khusus yang tertutup (A. Pruss dkk, 2005: 67).

Adapun Pengangkutan terbagi menjadi Internal dan eksternal.


Internal yang dilakukan berupa: Pengumpulan limbah minimum setiap hari
atau sesuai kebutuhan, Setelah limbah diambil dari sumbernya, Limbah
diangkut sebelum penuh (3/4 dari volume limbah) Tidak dianjurkan
melakukan pemadatan/penekanan pada saat pengumpulan limbah untuk
menghindari risiko tertusuk. Sedangkakan Pengangkutan eksternal seperti,
Pengangkutan dilakukan oleh transporter yang berijin. Pengangkutan yang
dilakukan oleh penghasil limbah bisa menggunakan kendaraan roda 3,
sesuai ketentuan yang berlaku. Sampah medis benda tajam harus diolah
dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan
sampah infeksius lainnya. Setelah dimusnakan dengan insinerator, abu yang
dihasilkan harus dapat dipendam (A. Pruss dkk, 2005: 123). Insinerator
untuk sampah medis rumah sakit dioperasikan pada suhu antara 9000C dan
12000C (A. Pruss dkk, 2005: 87). Kegiatan pemusnahan merupakan tahap
akhir dari proses pengolahan sampah medis benda tajam. Sampah medis
benda tajam yang dimusnakan dengan insinerator akan menghasilkan abu,
abu tersebut akan diangkut ke luar rumah sakit dengan menggunakan sarana
angkutan dinas kebersihan atau pihak swasta (Chandra, 2006: 199).

Sejalan dengan teori tersebut RSUD Provinsi NTB sudah


menerapkannya dengan baik pada setiap tindakan yang telah dilakukan
terlebih setelah memberikan obat injeksi ataupun melepaskan kateter
dengan menggunakan spuit 10cc untuk menyedot cairan sebagai pengunci
kateter petugas selalu membuang spuit di tempatnya yaitu SafetyBox.
Tetapi, kadangkala petugas masih membuang spuit dengan penutupnya
tanpa dibuka sesuai aturan terbaru. Alasannya, pada saat pemberian injeksi
30
ke pasien petugas hanya membawa bak instrument dengan menggunakan
handscoon tanpa membawa safetybox sehingga spuit tidak langsung
terbuang, perlu dibawa dahulu ke ruang tindakan untuk membuangnya di
safetybox yang disediakan. Hal demikian masih sedikit kesusahan
menerapkan pembuangan benda tajam tanpa penutup karena dikhawatirkan
petugas maupun pasien terkena jarum suntik. Berdasarkan survey profil
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB, pengolahan limbah di RSUD
Prov. NB tergantung terhadap jenis limbah RS. Secara umum pengangkutan
dan pengolahan limbah di RSUD Prov. NTB dilakukan dengan cara
bekerjasama dengan pihak ketiga. Untuk limbah Rumah tangga RSUD Prov.
NTB dalam hal pengangkutan bekerjasama dengan dinas kota Mataram,
sedangkan untuk limbah medis pengelolaan dan pengangkutannya dilakukan
dengan cara bekerjasama dengan PT. Artama Sentosa Indonesia mulai dari
proses pemilahan, pewadahan yang dilakukan oleh petugas RS dilanjutkan
pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan, hingga
pembuangan akhir sampah medis terutama pada sampah medis benda tajam.

Menurut penulis setiap tempat memiliki kekurangan maupun


kelebihannya dalam menerapkan aturan yang berlaku sesuai peraturan
pemerintahan khususnya dalam bidang kesehatan. RSUD Provinsi NTB
telah semaksimal mungkin menerapkan segala aturan yang telah ditetapkan
terlebih RSUD Provinsi NTB merupakan Rumah Sakit Rujukan Utama di
NTB. Menurut penulis khususnya dibangsal VK Teratai sudah memenuhi
tata tertib yang berlaku bagi keselamatan pasien dan petugasnya sekitar 97-
98%. Angka tersebut mendekati kata sempurna pada pelayanan yang
diberikan.

31
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan tindakan pengelolaan benda tajam di RSUD


Prov. NTB bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan
pada saat melayani pasien. Hal tersebut sudah sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh RSUD Prov. NTB
meliputi: mengidentifikasi limbah, mengetahui cara pemisahan
benda tajam dengan sampah medis lainnya, mengetahui tempat
penampungan khususnya pada limbah benda tajam, mengetahui cara
packing yang baik dan benar pada limbah benda tajam, dan
megetahui cara penanganan/pemusnahan, dan penanganan jika
terkontaminasi.

1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data subjektif pada Ny.


M dengan Post Laparatomi Surgical Staging dengan CA
Ovarium III C hari I dengan tindakan pengelolaan benda tajam
di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB yang akan
menjadi dasar bagi penulis untuk menegakkan diagnose dalam
melakukan tindakan kebidanan.

2. Mahasiswa dapat melakukan data pengkajian data objektif pada


Ny M dengan dengan Post Laparatomi Surgical Staging dengan
CA Ovarium III C hari I dengan tindakan pengelolaan benda
tajam di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB yang akan
menjadi dasar bagi penulis untuk menegakkan diagnose dalam
melakukan tindakan kebidanan.

3. Mahasiswa dapat melakukan analisis pada data subjektif dan


objektif

4. Mahasiswa dapat membuat planning serta memberikan


intervensi kebidanan mengacu pada diagnose yang ditegakkan
dan dibuat sesuai dengan asuhan kebidanan dapat berupa
tindakan mandiri maupun kolaborasi

5. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap kasus Ny M


yang dapat berupa respon verbal, respon non verbal dan hasil
pemeriksaan.

32
B. Saran

1. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan kepada pembimbing pendidikan untuk


mempertahankan dan meningkatkan bimbingan kepada para
mahasiswa yang melaksanakan praktek untuk dapat menerapkan
teori yang telah diperoleh, terlebih pada aturan baru terkait
pengelolaan benda tajam di Rumah Sakit bahwa aturan saat ini
spuit tidak perlu ditutup tetapi ketika sudah selesai injeksi
ataupun menggunakan spuit kepada pasien langsung dimasukkan
ke safetybox.

2. Bagi Instansi Petugas Kesehatan atau Lahan

Kepada pembimbing atau bidan yang bertugas dalam memberikan


pelayanan yang diberikan kepada pasien sudah sangat baik dan
perlu mempertahankan untuk menjaga kepercayaan kepada
masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan, khususnya
pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah RSUD Provinsi NTB
dan sekitarnya. Diharapakan ilmu yang sudah sangat mahir
dibagikan dan diajarkan lebih mendalam kepada mahasiswa
praktekan sehingga harapannya setelah selesai stase KDPK
penulis mampu menerapkan segala tindakan terbaik yang
dilakukan ke pasien.

3. Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan pengetahuan dan


keterampilan dalam menangani pasien dan selalu menerapkan
kedisiplinan serta prilaku yang baik di lingkungan praktek,
menghormati yang lebih senior dan tidak sombong terhadap
junior maaupun se profesi. Mahasiswa harus mampu berperan
aktif jika ada hal yang tidak diketahuinya sehingga dalam
pelayanan tidak merugikan petugas yang berjaga dan mampu
mengidentifikasi alat, pasien, dan wadah pengelolaan sampah
dengan sebaik mungkin.

33
DAFTAR PUSTAKA

http://lib.unnes.ac.id/28047/1/6411411236.pdf
https://sippn.menpan.go.id/pelayanan-publik/kalimantan-barat/kabupaten-
sekadau/rumah-sakit-umum-daerah/standar-pelayana-pengolahan-
limbah-benda-tajam-rumah-sakit
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/262/8/REPOSITORY%20BAB%2
0II.pdf
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 6, nomor 4,
agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
Ratna Sari Wulandari, Dkk. 183 JKL-UHO (Vol.1, No. 4,Januari 2021)
Sumber: PERMENKES 7/2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit dan Permen LHK no. P56 th. 2015
https://bapelkesjabar.diklat.id/wp-content/uploads/2019/09/MD.1
Pengelolaan-LIMBAH-MEDIS-FASYANKES.pdf
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/9985/3/BAB%20II%20TINJAUA
N%20PUSTAKA.pdf
http://eprints.uniskabjm.ac.id/3773/1/artikel%20yudisium%20%20mdharma
wan%20ini%20dharma%20ini.pdf
http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/262/8/REPOSITORY%20BAB%20II.pdf
https://bapelkesjabar.diklat.id/wp-content/uploads/2019/09/MD.1-
Pengelolaan-LIMBAH-MEDIS-FASYANKES.pdf
http://repository.unimus.ac.id/2595/5/BAB%20II.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai