Anda di halaman 1dari 86

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................. 1

BAB 1 : DASAR EPIDEMIOLOGI............................................................................. 2

BAB 2 : KONSEP KEJADIAN MASALAH KESEHATAN...................................... 9

BAB 3 : UKURAN EPIDEMIOLOGI......................................................................... 13

BAB 4 : RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT............................................................. 23

BAB 5 : SCREENING.................................................................................................. 31

BAB 6 : SURVEILANS............................................................................................... 36

BAB 7 : RISET EPIDEMIOLOGI DAN KASUS LAPANGAN................................ 52

BAB 8 : EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DAN ANALITIK...................................... 60

BAB 9 : CROSS SECTIONAL.................................................................................... 63

BAB 10 : KASUS KONTROL..................................................................................... 67

BAB 11 : KOHOST...................................................................................................... 73

BAB 12 : DESAIN EXPERIMENTAL........................................................................ 79

1
Nama :

1. Mayditania Intan Bunga P ( 6411417052 )


2. Siti Khoirunnisa ( 6411417053 )

EPIDEMIOLOGI

Sejarah Epidemiologi
Seperti halnya ilmu kedokteran ilmu epidemiologi pun lahir dari asumsi bahwa penyakit pada
populasi manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja secara acak, namun ada faktor penyebab
dan upaya preventif yang dapat dilakukan. Oleh karena itu perkembangan epidemiologi tidak
terlepas dari tokoh- tokoh yang berjasa besar dalam perkembangan ilmu kedokteran. Tokoh
tokoh tersebut antara lain:
1. Hipocrates (abad ke-5 sebelum masehi)
Mengemukakan teori tentang penyakit yang dimuat dalam bukunya yang berjudul “ on
air, waters, and places ” yaitu bahwa penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad
hidup serta berhubungan dengan lingkungan eksternal dan internal seseorang.
2. Veronese Fracastoro (1483-1553) dan Thomas Sydenham (1624-1689)
Melahirkan teori bahwa kontak dengan makhluk hidup menjadi penyebab terjadinya
penyakit menular. Hal ini didasari oleh fenomena yang terjadi di Eropa pada saat itu,
adanya epidemic sampar, cacar dan demam thypus pada abad ke 14 dan 15. Pada abad
tersebut karantina dan kegiatananti epidemic lainnya mulai diterapkan setelah
efektifitasnya di konfirmasi melalui pengalaman praktek.
3. Edward Jenner (1749-1823)
Menemukan metode pencegahan cacar melalui vaksinasi dengan vaksinia cowpox.
4. Louis Pasteur (1822-11895), Robert Koch( 1843-1910), Ilya Mechniko (1845-1916)
Adanya penemuan dibidang mikrobiologi dan parasitologi, dimana para ilmuwan tersebut
berhasil membuktikan mikroba sebagai etiologi penyakit infeksi.
5. Graunt (1939)
Perkembangan epidemiologi dalam aspek analisis kuantitatif morbiditas dan mortalitas,
karyanya diterbitkan dalam buku berjudul “political observations made upon the bills of

2
mortality”. Analisa yang dilakukan dari laporan mingguan kelahiran dan kematian di
London, dan untuk pertama kalinya mengkuantifikasi pola penyakit pada populasi.
6. William Far (1839)
Mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan penyebab kematian
sekaligus penerapan data statistik vital, untuk mengevaluasi problem-problem kesehatan
masyarakat. Dengan teori miasma(udara buruk) beliau mengemukakan bahwa di dataran
rendah insiden kolera tinggi karena adanya polusi udara. Dalam perkembangan
pengetahuan selanjutnya, kematian kolera yang tinggi di dataran rendah bukan
disebabkan oleh polusi udara tapi karena penyediaan air minum yang terpolusi yang
dijumpai di dataran rendah. Ide-ide kreatif tersebutlah yang mengantar beliau menjadi
bapak surveilans modern.
7. John Snow(1849)
Beliau membuat prostulat bahwa kolera ditularkan oleh air yang terkontaminasi. Ia
mengamati kenaikan air minum dari perusahaan Lambert Company dan Southwark
Company. Kedua perusahaan tersebut menggunakan sumber air dari sungai thames
bagian hilir, yang sudah mengalami pencemaran limbah berat. Antara tahun 1834-1854
Lambert Company mengganti sumber airnya dari hulu sungai thames yang bebas
pencemaran, dan hasilnya terdapat penurunan kematian karena kolera pada masyarakat
yang mendapat pasokan air minum dari Lambert Company. Dari berbagai kajian yang
dilakukan akhirnya John Snow dinobatkan menjadi Bapak Epidemiologi.
8. Framingham(1949)
Mengembangkan epidemiologi secara sistematis untuk keperluan desain, pelaksanaan
dan analisis penelitian epidemiologi, hasil penelitian yang terkenal tentang faktor resiko
penyakit kardiovaskular telah merangsang berkembangnya analisis multivariate dengan
analisis regresi logistic untuk mengetahui faktor resiko yang paling dominan.
9. Doll dan Hill(1950)
Berkontribusi dalam riset- riset epidemiologi dan pendemostrasian efektivitas dan
efisiensi studi dengan desain kasus control.

3
Definisi Epidemiologi
Istilah epidemiologi dari kata : epi (atas) demos (rakyat/ penduduk), logos (ilmu), sehingga
epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hal/ kejadian yang
menimpa penduduk. Dalam perkembangan selanjutnya banyak tokoh epidemiologi yang
mendefinisikan maksud epidemiologi antara lain :
1. Hirsch (1883)
Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis-jenis penyakit pada
manusia, pada saat tertentu di bumi dan kaitannya dengan kondisi eksternal.
2. Forst (1927)
Ilmu yang mempelajari fenomena masal dari penyakit infeksi.
3. Greenwood (1934)
Epidemiologi adalah suatu ilmu tentang penyakit dan segala macam kejadian dan faktor-
faktor yang mempengaruhi.
4. Moris (1967)
Pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk.
5. Tailor (1967)
Studi tentang sehat dan penyakit dari populasi tertentu.
6. W. Hampton Frost (1972)
Epidemiologi adalah pengetahuan tentang berbagai fenomena penyakit infeksi atau
riwayat alamiah penyakit.
7. Mac Mahon (1970)
Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada
manusia dan mengapa didistribusi semacam itu.
8. Abdel R Omran (1974)
Epidemiologi sebagai suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan,
penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat yang
terjadi pada kelompok penduduk.
9. Last (1988)
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang menentukan keadaan
yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian pada kelompok penduduk
tertentu, dan penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan.

4
Tujuan Epidemiologi
Menurut Lilienfeld dan Lilienfeld, ada tiga tujuan umum studi epidemiologi yang sudah
diperbaharui yaitu:
1. Untuk menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) satu penyakit atau
sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek, ketidakmampuan, sindrom atau
kematian melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan menggunakan
manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau disiplin
ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial/perilaku.
2. Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan
hipotesis yang diajukan dan dengan ilmu pengetahuan, ilmu perilaku dan ilmu biomedis
yang terbaru.
3. Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah pengendalian dan prosedur
pencegahan bagi kelompok dan populasi yang berisiko dan untuk pengembangan langkah
dan kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan yang kesemuanya itu akan
digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah kegiatan dan program intervensi.

Ruang Lingkup dan Penerapan Epidemiologi

Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan dengan menggunakan epidemik penyakit


menular sebagai suatu model studi Landasan epidemiologi masih berpegang pada model
penyakit, metode dan pendekatannya. Bahkan pada zaman dahulu, beberapa epidemik setelah
ditelusuri ternyata berasal dari penvebab noninfeksius. Di tahun 1700, hasil penyelidikan James
Lind terhadap penyakit skorbut mengarah pada kekurangan vitamin C dalam makanan sebagai
penyebabnya. Penyakit defisiensi gizi lainnya dihubungkan dengan kekurangan vitamln A dan
vitamin D. Beberapa studi telah menghubungkan keracunan timbal dengan beragam penyakit
ringan, kolik, gout, keterbelakangan mental dan kerusakan saraf pada anak, pelukis, dan
pengrajin tembikar.

5
Dewasa ini, epidemiologi sudah terbukti efektif dalam mengembangkan hubungan sebab
akibat pada kondisi noninfeksius seperti penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas,
keracunan zat kimla, kanker dan penyakit jantung. Area epidemiologi penyakit kronis dan
penyakit perilaku merupakan cabang ilmu epidemiologi yang paling cepat berkembang.

Epidemiologi digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program pengendalian penyakit,


untuk mengembangkan program pencegahan dan perencanaan layanan kesehatan, serta untuk
menetapkan pola penyakit endemik, epidemik, dan Pandemik.

Endemi (awalan en- berarti "dalam atau di dalam") adalah berlangsungnya suatu penyakit
pada tingkatan yang sama atau keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus di dalam populasi
atau wilayah tertentu - prevalensi suatu penyakit yang biasa berlangsung di satu wilayah atau
kelompok tertentu.

Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal darl satu sumber
tunggal dalan satu kelompok, populasi masyarakat atau wilayah yang melebihi tingkat kebiasaan
yang diperkirakan. Epidemi terjadi iika kasus baru melebihi prevalensi suatu penyakit. Kejadian
Luar Biasa (KLB) akut - peningkatan secara tajam dari kasus baru yang memengaruhi kelompok
tertentu - biasanya juga disebut sebagai epidemi. Keparahan dan keseriusan penyakit juga
memengaruhi definisi suatu epidemi. Jika penyakit sifatnya mengancam kehidupan, hanya
diperlukan sedikit kasus (seperti pada rabies) untuk menyebabkan terjadinya epidemi.

Pandemi (awalan pan- berarti semua atau melintasi ) adalah epidemik yang menyebar luas
melintasi negara , benua atau populasi yang besar , kemungkinan ke seluruh dunia.Salah satu
contoh adalah AIDS merupakan penyakit pandemi.

Manfaat Epidemiologi
Bidang kesehatan masyarakat telah membuktikan bahwa epidemiologi memang sangat
membantu dari segi pelaksanaan misi, tujuan dan kegiatannya di dalam melindungi kesehatan
populasi maupun kelompok masyarakat.

6
Tujuh manfaat epidemiologi yaitu:
1. Untuk mempelajari riwayat penyakit
a) Epidemiologi mempelajari tren penyakit untuk memprediksi tren penyakit yang
mungkin akan terjadi.
b) Hasil penelitian epidemiologi dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan
kesehatan dan kesehatan masyarakat.
2. Diagnosis masyarakat
Penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat apa yang
menyebabkan kesakitan, masalah kesehatan atau kematian didalam suatu komunitas atau
wilayah.
3. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat memengaruhi
kelompok maupun populasi.
a) Faktor risiko, masalah dan perilaku yang dapat memengaruhi kelompok atau populasi.
b) Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor risiko dan
menggunakan teknik pemeriksaan kesehatan, misal risiko kesehatan, pemeriksaan
skrining kesehatan, tes kesehatan, pengkajian penyakit dan sebagainya.
4. Pengkajian, evaluasi dan penelitian
a) Sebaik apa pelayanan kesehatan masyarakat dalam mengatasi masalah dan memenuhi
kebutuhan populasi atau kelompok,
b) Untuk mengkaji kefektifan, efisiensi, kualitas, kuantitas, akses, ketersediaan layanan
untuk mengobati, mengendalikan atau mencegah penyakit, cedera, ketidakmampuan,
atau kematian.
5. Melengkapi gambaran klinis
a) Proses identifikasi dan diagnosis untuk menetapkan bahwa suatu kondisi memang ada
atau bahwa seseorang memang menderita penyakit tertentu.
b) Menentukan hubungan sebab akibat, misal: radang tenggorokan dapat menyebabkan
demam rematik.
6. Identifikasi sindroma
Membantu menyusun dan menetapkan kriteria untuk mendefinisikan sindrom, misalnya:
sindrom down, fetal, alkohol, kematian mendadak pada bayi, dan sebagainya.

7
7. Menentukan penyebab dan sumber penyakit
Temuan epidemiologi memungkinkan dilakukannya pengendalian, pencegahan dan
pemusnahan penyebab penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan atau kematian.

Sumber

Hikmawati, Isna. 2011. Buku Ajar Epidemiologi. Yogyakartag: Nuha Medika

(dibaca tanggal 14 Maret 2018)

8
Nama kelompok :

1. Yunita Riyani 6411417043

2. Claudia Permata Sari 6411417059

3. Florentina Dian Rosela 6411417060

Konsep Kejadian Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan di masyarakat khususnya negara berkembang termasuk Indonesia


sangat beragam dan harus segera diatasi dengan kerjasama yang kuat antara pemerintah dan
masyarakat itu sendiri. Sehat adalah kondisi mental, fisik dan sosial seseorang, terbebas dari bibit
penyakit.
Untuk mempermudah memahami masalah kesehatan masyarakat yang sering terjadi perlu
dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain: masalah perilaku kesehatan, lingkungan, dan
pelayanan kesehatan yang akan meningkat ke masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan
beragam penyakit baik menular atau tidak menular. Masalah kesehatan ini bisa terjadi pada
masyarakat umum atau kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan para
pekerja. Berikut adalah penyebab masalah masalah kesehatan di masyarakat :

 Masalah Kesehatan Masyarakat yang disebabkan karena Perilaku Kesehatan dipengaruhi


tingkat pendidikannya, sehingga pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat sangat
kurang. Proses terbentuk perilaku hidup sehat harus diawali pengetahuan dari pendidikan
kesehatan.
 Masalah Kesehatan Lingkungan, dari keadaan lingkungannya berpengaruh positif
terhadap kesehatan masyarakat itu sendiri. Masalah kesehatan lingkungan ini terdiri dari:
Kesehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan
sampah, pengolahan makanan dan pengelolaan scara umum penunjang kesehatan.
 Masalah Pelayanan Kesehatan, yang bermutu akan menghasilkan kesehatan yang
maksimal untuk masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang profesional harus sesuai standar
ketersediaan sumber daya (petugas kesehatan, bangunan, sarana pendukung) dan
prosedur pelayanan yang baik.

9
 Petugas kesehatan yang profesional, meliputi tenaga medis, keperawatan, paramedis non
keperawatan dan administrasi medis. Saat ini masyarakat sulit menerima pelayanan
kesehatan yang maksimal karena masalah petugas yang profesional masih kurang.
 Kurangnya pengetahuan dan keterbatasan ekonomi untuk mencari keuntungan sering
dijadikan alasan mengapa Masalahan Kesehatan Masyarakat belum juga bisa teratasi.
Meskipun saat in pemerintah telah melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan
namun masih ada perilaku petugas kesehatan yang menyimpang dari tujuan awal
keberadaannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

Dalam prakteknya ada faktor yang dipelajari dari studi epidemiologi penyakit baik itu
untuk penyakit menular ataupun tidak menular. Ketiga faktor tersebut sering disebut Segitiga
Epidemiologi atau EpidemiologicalTriad, yaitu konsep dasar epidemiologi yang memberi
gambaran tentang hubungan antara tiga faktor yang berperan dalam terjadinya sebuah
penyakit. Penyakit dari sudut epidemiologi digambarkan sebagai mal-adjusment atau
ketidakmampuan manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dan merupakan
fenomena sosial dimana penyakit dapat timbul setiap saat pada seluruh bagian masyarakat di
atas permukaan bumi ini tanpa ada pengecualian.

Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat
ke suatu proses kejadian penyakit, yaitu proses interaksi manusia (host), penyebab (agent),
serta dengan lingkungan (environment).

1. Faktor Host ( tuan rumah/pejamu )


Faktor-faktor pejamu yang mempengaruhi kondisi manusia hingga menimbulkan
penyakit, terdiri atas faktor genetis, umur, jenis kelamin, kelompok etnik,fisiologis,
imunologik, kebiasaan seseorang ( kebersihan, makanan, kontak perorangan, pekerjaan,
rekreasi, pemanfaatan pelayanan kesehatan ). Faktor pejamu yang cukup berpengaruh
dalam timbulnya penyakit, khususnya di negara yang sedang berkembang adalah
kebiasaan buruk, seperti membuang sampah dan kotoran tidak pada tempatnya, tabu, cara
penyimpanan makanan yang kurang baik, higiene rumah tangga ( jendela atau ventilasi,
pekarangan ) yang kurang mendapat perhatian.

10
2. Faktor Agent ( pembawa penyakit )
Agent penyakit adalah suatu substansi atau elemen-elemen tertentu yang
keberadaannya bisa menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit.
Substansi atau elemen yang dimaksud banyak macamnya yang secara sederhana
dibagi dalam 2 bagian yaitu:
a. Agent primer
 Biologis : bakteri, fungi, ricketsia, protozoa, mikroba.
 Nutrisi : protein, karbohidrat, lemak.
 Kimiawi : dapat bersifat endogenous seperti asidosis, hiperglikemia,
uremia dan eksogenous seperti zat kimioa,allergen, gas, debu, dan
lain-lain.
 Fisika : panas, dingin, kelembaban, radiasi, tekanan.
 Mekanis : gesekan, benturan, pukulan, dan lain-lain.
 Psikisn : faktor kehidupan sosial yang bersifat nonkausal dalam
hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan
kejiwaan.
b. Agent sekunder

Ini merupakan unsur pembantu / penambah dalam proses terjadinya penyakit dan
ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya penyakit. Dengan demikian, studi
epidemiologi penyakit tidak bisa hanya berpusat pada penyebab primer saja tapi
harus dilihat apakah agent sekunder berpengaruh atau tidak terhadap terjadinya
penyakit. Faktor yang terinteraksi dalam kejadian penyakit dalam epidemiologi
digolongkan dalam faktor risiko. Sebagai contoh pda penyakit kardiovaskuler,
tuberculosis, dan lain-lain.

3. Faktor Enviroment ( lingkungan )

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya


penyakit, hali ini Karen faktor ini datangnya dair luar atau bisas disebut dengan faktor
ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:

 Lingkungan fisik, seperti cuaca atau iklim, tanah, dan air.

11
 Lingkungan biologis :
 Kependudukan : kepadatan penduduk.
 Tumbuh-tumbuhan : sumber makanan yang dapat mempengaruhi
sumber penyakit.
 Hewan : sumber makanan, juga dapat sebagai tempat munculnya
sumber penyakit.
 Lingkungan sosial ekonomi :
 Pekerjaan : berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh
pada kondisi kesehatannya.
 Urbanisasi : yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan
penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat,
kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang
kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan
terutama munculnya bebagai penyakit.
 Perkembangan ekonomi : usaha koperasi di bidang kesehatan dan
pendidikan.
 Bencana alam : peperangan, banjir, gunung meletus, dan
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

( http://uunhereee.blogspot.co.id/2014/12/penyebab-masalah-kesehatan-di-masyarakat.html )

Supariasa, I Dewa Nyoman, et al. 2001. Penilaian Status Gizi . Jakarta: EGC.

12
NAMA KELOMPOK :
1. OKTA MEGA GRES ENDIKA (6411417049)
2. DEWI RATIH RAMADHANI (6411417061)
3. ARDINI MEI FARISKY (6411417062)

BAB 3

UKURAN EPIDEMIOLOGI

Cara mengukur frekwensi masalah kesehatan yang dapat dipergunakan dalam


Epidemiologi sangat beraneka ragam, karena tergantung dari macam masalah kesehatan yang
ingin diukur atau diteliti. Ukuran – ukuran dalam Epidemiologi menurut tipe pengukuran dapat
dibedakan atas :

1. Tipe Matematik
a. Hitungan/Enumerasi/Angka Mutlak – Merupakan jumlah kasar atau frekuensi –
Misal: 10 kasus, 1867 kasus.
b. Rasio
Ratio merupakan nilai relatif yg dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitatif yg
pembilangnya tidak merupakan bagian dari penyebut. Misal sebuah nilai kuantitatif A
dan nilai kuantitatif lain adalah B maka rasionya adalah A/B. Unsur denominator
(penyebut) berbeda atau bukan merupakan bagian dari nominator (pembagi).
Contoh : Pada suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang
penderita dan 12 diantaranya adalah anak-anak maka rasio anak terhadap orang
dewasa adalah: 12/20 = 0,6.
c. Proporsi
Proporsi adalah perbandingan dua nilai kuantitatif yg pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Sehingga perbandingannya menjadi A/(A+B).
Contoh: Pada suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang
penderita dan 12 diantaranya adalah anak-anak maka presentasi proporsinya adalah
12/12/20 = 0,375 = 37,5%.
d. Rate/Tingkat/Laju

13
Rate merupakan proporsi dalam bentuk khusus , yaitu perbandingn antara
pembilang dan penyebut dinyatakan dalam batas waktu tertentu.
Misal: jumlah individu yang mengalami peristiwa (numerator) dibagi dengan jumlah
total individu yang dapat mengalami peristiwa atau populasi berisiko (denominator),
kemudian dikalikan dengan suatu konstanta – 5/100.000 x 10.000 = 0,5 per 10.000
penduduk.
2. Tipe Epidemiologik
Ukuran Frekuensi Penyakit (UFP) adalah kuantifikasi kejadian suatu penyakit
dengan menghitung individu yang terinfeksi, sakit (morbiditas), atau meninggal
(mortalitas) pada suatu populasi. Jenis UFP adalah mordibitas dan mortalitas.
A. Pengukuran Mordibitas ( Angka Kesakitan)
Ukuran-ukuran yang umum digunakan untuk mordibitas adalah pravelensi,
insidensi, attack rate,
 Pravelensi
Pravelensi (P) adalah semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru
dan lama) dari populasi yang beresiko menderita penyakit tersebut dalam
periode waktu tertentu. Ciri-cirinya adalah tidak memiliki dimensi dan nilai
antara 0 s/d 1.

Jumlah orang yang menderita sakit


pada periode waktu tertentu
P= X 1000
Jumlah populasi yang beresiko
pada periode waktu tertentu

Prevelensi dibedakan menjadi dua tipe yaitu


Point prevalent rate yang mengukur semua kasus yang terjadi pada waktu
tertentu (titik waktu) , misalnya 1 Agustus, 1 September dsb. RUMUS:
∑kasus yang ada dalam satu titik dalam waktu T
Point prevalent= X1000
∑orang pada waktu T

14
Period prevalent yang mengukur semua kasus yang terjadi pada periode
waktu tertentu ( prevalensi tahunan/selama hidup). Misalnya selama tahun
2007 dsb. RUMUS:
∑kasus yang ada dalam satu periode waktu
Period prevalent= X1000
∑orang selama periode waktu

 Insidensi
Insidensi ( I ) adalah angka kasus baru dari suatu penyakit populasi yang
beresiko selama periode waktu tertentu. Kasus baru adalah perubahan status
dari sehat jadi sakit. Periode waktu adalah waktu yang diamati selama sehat
hingga sakit.
Jumlah kasus baru yang menderita sakit
pada periode waktu tertentu
I= X1000
Jumlah populasi yang beresiko
pada periode waktu tertentu

Contoh : Selama tahun 2000 dilaporkan sebanyak 126 kasus penyakit X


dari suatu populasi sebesar 20.000 , maka angka insidensi penyakit tersebut
adalah 126/20.000 x 1000 =6,3/1000 populasi.
Insidensi terdiri dari Insidens Kumulatif (Cummulative incidence) dan
Densitas Insidens (Incidence density).
Insiden Kumulatif
Disebut juga Risk atau Proporsi Insidens atau CI yaitu rata-rata risiko
individu terkena penyakit.Jumlah individu pada denominator harus bebas
penyakit pada permulaan periode. Pengukuran ini layak digunakan, bila tidak
ada (atau sedikit) kasus yang lolos pengamatan, misalnya karena kematian,
risiko tidak lama, hilang dari pengamatan. Semua non-kasus ikut diamati
selama periode pengamatan. CI juga menyatakan: probabilitas individu

15
berisiko, menderita penyakit dalam periode waktu tertentu atau individu yang
tidak meninggal karena sebab lain selama periode waktu tertentu.Ciri-ciri
Insidens Kumulatif :Tidak memiliki dimensi, nilainya dari 0 s/d 1, merujuk
pada individu, ada periode rujukan waktu yang ditentukan.
RUMUS :
∑ kasus insidens selama periode waktu tertentu
CI =
∑beresiko pada permulaan waktu

Attack Rate (AR) adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang
dilaporkan pada periode waktu terjadinya epidemi dan populasi.
Manfaat AR adalah memperkirakan derajat serangan atau
penularan suatu penyakit.
RUMUS:
∑kasus baru selama periode waktu
AR= X1000
∑penduduk yang beresiko diawal periode

Secondary Attack Rate(SAR) adalah jumlah penderita baru suatu


penyakit yang terjangkit pada serangan yang kedua dibandingkan
dengan jumlah penduduk dikurangi penduduk yang pernah terkena
penyakit pada serangan pertama. Digunakan untuk menghitung
suatu penyakit menular dan dalam suatu populasi yang kecil.
RUMUS :
∑kasus baru disebabkan kontak kasus pertama
selama periode waktu
SAR= X1000
(∑populasi berisiko pada awwal periode)-∑kasus pertama
Densitas Insiden (Incidence Density)
Densitas insiden adalah rata-rata rate populasi berisiko selama waktu yang
ditentukan. Ciri-cirinya adalah tidak ada periode rujukan, memiliki dimensi
yang merupakan invers dari waktu (misal: 0,001/tahun), memiliki nilai dari 0
s/d ~

16
RUMUS:
∑Kasus insiden yang terjadi dalam periode waktu
DI=
∑Orang – waktu
o Incidence Density Rate
Disebut juga Person-time Rate.
RUMUS:
∑Kasus selama periode observasi
IDR=
∑Waktu – ∑orang selama observasi
Hubungan Incidence & Prevalence
Angka prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit.
Lamanya sakit ilah periode mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya
penyakit tsb yaitu sembuh, berakhirnya penyakit tsb yaitu sembuh, mati atau
kronis. RUMUS :
P = I x D (Prevalence,Incidence & Duration of illness)
Insidens
• Hanya menghitung kasus baru
• Tidak bergantung pada durasi rata-rata penyakit
• Dapat diukur sebagai rate atau proporsi
• Kemungkinan menjadi penyakit sepanjang waktu
• Lebih disukai pada studi etiologi penyakit
Prevalens
• Menghitung kasus yang ada (baru +lama)
• Bergantung pada durasi lama rata-rata penyakit
• Selalu diukur sebagai proporsi
• Kemungkinan terjadi penyakit pada satu waktu tertentu • Disukai pada studi
utilisasi pelayan kesehatan

17
B. Pengukuran Angka Kematian (Mortalitas)
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian.
Ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :
a) Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait
b) Status penyakit
c) Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat ( Bunuh diri, Kecelakaan,
Pembunuhan, Bencana Alam, dsb.)
Macam – macam / Jenis Angka Kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam
Epidemiologi antara lain :
1. Angka Kematian Perinatal ( Perinatal Mortality Rate )
2. Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )
3. Angka Kematian Bayi Baru Lahir ( Neonatal Mortality Rate )
4. Angka Kematian Bayi ( Infant Mortalaity Rate )
5. Angka Kematian Balita ( Under Five Mortalaty Rate )
6. Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate)
7. Angka Lahir Mati / Angka Kematian Janin(Fetal Death Rate )
8. Angka Kematian Ibu ( Maternal Mortality Rate )
9. Angka Kematian Spesifik Menurut Umur (Agge Specific Death Rate)
10. Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR )
11. Case Fatality rate ( CFR )

1. Crude Date Rate (Cdr) = Angka Kematian Kasar (AKK)


 Adalah : jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu
(umumnya 1 tahun ) dibandingkan dengan jumlah penduduk pada
pertengahan waktu yang bersangkutan.

2. Perinatal Mortality Rate (PMR) / Angka Kematian Perinatal (AKP)


 PMR Adalah : Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28
minggu atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur

18
kurang dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada
tahun yang sama. ( WHO, 1981 ).
 Manfaat PMR : Untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat
terutama kesehatan ibu hamil dan bayi.

3. Neonatal Mortality Rate (NMR) = Angka Kematian Neonatal (AKN)


 Adalah : jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat
selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
 Manfaat NMR adalah untuk mengetahui : a) Tinggi rendahnya usaha
perawatan postnatal b) Program imunisasi c) Pertolongan persalinan d)
Penyakit infeksi, terutama Saluran Napas Bagian Atas.

4. Infant Mortality Rate (IMR) = Angka Kematian Bayi (AKB)


 Adalah : jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang
dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. )
 Manfaat : sebagai indicator yg sensitive terhadap derajat kesehatan
masyarakat.

5. Under Five Motality Rate (UFMR) / Angka Kematian Balita


 Adalah : Jumlah kematian balita yang dicatat selama 1 tahun per 1000
penduduk balita pada tahun yang sama.
 Manfaat : Untuk mengukur status kesehatan bayi

19
6. Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate)
 Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di
Negara belum berkembang , terutama pada wilayah tempat bayi meninggal
pada tahun pertama kehidupannya akibat malnutrisi, defisiensi nutrisi, dan
penyakit infeksi.
 Postneonatal Mortality Rate adalah : kematian yang terjadi pada bayi usia 28
hari sampai 1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun.

7. Angka Kematian Janin/Angka Lahir Mati (Fetal Death Rate)


 Angka Kematian Janin adalah Proporsi jumlah kematian janin yang dikaitkan
dengan jumlah kelahiran pada periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun.

8. /Maternal Mortalit Rate (MMR) = Angka Kematia Ibu (AKI)


 Adalah : jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan,
persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama.
 Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan : a) Social ekonomi b) Kesehatan
ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas c) Pelayanan kesehatan terhadap ibu
hamil d) Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas

20
9. Age Spesific Mortality Rate (ASMR/ASDR)
 Manfaat ASMR/ASDR adalah : a) Untuk mengetahui dan menggambarkan
derajat kesehatan masyarakat dengan melihat kematian tertinggi pada
golongan umur. b) Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di
berbagai wilayah. c) Untuk menghitung rata – rata harapan hidup.

10. Cause Spesific Mortality Rate (CSMR)


 Yaitu : Jumlah seluruh kematian karena satu sebab penyakit dalam satu jangka
waktu tertentu ( 1 tahun ) dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena penyakit tersebut.

11. Case Fatality Rate (CFR)


 Ialah : perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab
penyakit tertentu dalam 1 tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut
pada tahun yang sama.
 Digunakan untuk mengetahui penyakit – penyakit dengan tingkat kematian
yang tinggi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Heryana, Ade.”Ukuran dalam Epidemiologi”. 6 Desember 2015.


http://adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id
Hasirun.”Ukuran Mortalitas”. 27 Maret 2011. http://kesmas-08.blogspot.co.id

Setyawan, Aditya. “ Ukuran2 Epidemiologi”. 2008.

http://adityasetyawan.files.wordpress.com/2008/10/ukuran2-dlm-epidemiologi-pengukuran-

frekuensi-masalah-kesehatan.pdf

22
Nama : Marliana Eka Puji Lestari (6411417035)

Avisa Meliza (6411417037)

BAB 4

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN TINGKAT-TINGKAT PENCEGAHAN

Sakit merupakan kondisi yang terjadi akibat perubahan-perubahan struktural dan fungsional
dari jaringan tubuh. Dalam hal ini terjadi perubahan dari kondisi normal menjadi abnormal.
Manifestasi penyakit dapat berupa: gejala-gejala (symptom), tanda-tanda (sign) dan abnormalitas
dari hasil tes laboratorium yang diambil dari jaringan tubuh. Symptom merupakan gejala-gejala
yang dirasakan oleh pasien. Sign merupakan tanda-tanda yang terdapat pada pasien (hasil
pemeriksaan yang didapat pada pasien).

Salah satu tujuan epidemiologi adalah membantu pencegahan dan pengendalian penyakit
dengan cara menemukan penyebab (kausa). Bila didefinisikan penyebab penyakit adalah berupa
kajian, kondisi, karakter atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang berperan dalam
terjadinya penyakit. Secara logika sebab mendahului akibat.

Riwayat Alamiah Penyakit

Riwayat alamiah penyakit adalah riwayat perjalanan atau proses terjadinya suatu penyakit
dari awal sampai akhir. Tiap penyakit mempunyai perjalanan alamiah masing-masing. Tetapi
kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk mendeskripsikan riwayat perjalanan
penyakit pada umumnya.

Tujuan dan Manfaat

Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan pemeriksa (tenaga
kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian memahami bagaimana perjalanan
penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini penting untuk dapat menerangkan tindakan pencegahan,
kegansan penyakit, lama kelangsungan hidup penderita (five-year survival), atau adanya gejala

23
sisa (cacat atau carier). Informasi-inforrmasi ini akan berguna dalam strategi pencegahan,
perencanaan lama perawatan, model pelayan yang akan dibutuhkan kemudian dan lain
sebagainya.

Tahapan

Riwayat alamiah penyakit terdiri dari empat fase: (1) fase rentan, (2) fase subklinis, (3) fase
klinis, (4) fase penyembuhan (konvalesens), cacat dan kematian (terminal). Namun dapat juga
dibuat dalam dua kelompok yaitu periode prepatogenesis dan patogenesis.

- Periode prepatogenesis

Periode prepathogenesis adalah adanya interaksi awal antara faktor-faktor host, agent dan
environment. Pada fase ini penyakit belum berkembang tapi kondisi yang melatarbelakangi
untuk terjadinya penyakit telah ada. Fase rentan termasuk dalam tahapan prepathogenesis.

Fase Rentan (susceptibility phase)

Fase rentan adalah tahap berlangsungnya proses etiologis, di mana faktor penyebab pertama
untuk pertama kalinya bertemu dengan pejamu. Di sini faktor penyebab pertama belum
menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit.
Contoh kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang tinggi meningkatkan kemungkinan
kejadian penyakit jantung koroner (PJK), kebiasaan merokok meningkatkan probabilitas
kejadian Ca paru, dsb.

24
- Periode Pathogenesis

Yaitu periode dimana telah dimulai terjadinya kelainan/gangguan pada tubuh manusia akibat
interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai terjadinya kesembuhan, kematian,
kelainan yang menetap dan cacat. Periode pathogenesis dapat dibagi menjadi fase subklinis, fase
klinis dan fase penyembuhan.

Fase Subklinis (Tahap Inkubasi)

Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system dalam
tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut di atas tidak
cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit. Akan tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan alat-alat kesehatan seperti pap smear (alat untuk mendeteksi adanya kelainan
jaringan pada serviks uterus), atau mammografi (alat untuk mendeksi adanya kelainan jaringan
pada payudara) maka akan ditemukan kelainan pada tubuh mereka. Pada keadaan ini umumnya
pencarian pengobatan belum dilakukan. Penemuan kasus (kelainan) pada tahap pre symptomatic
ini pada penyakit tertentu umumnya akan memberikan keuntungan yang lebih baik I(angka
kesembuhan lebih tinggi atau angka kegansan penyakit lebih rendah). Keadaan ini sering juga
disebut sebagai masa clinically inapparent.

Fase Klinis (Tahap Penyakit Dini)

Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk
memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit. Fase ini dapat dibagi
menjadi fase akut dan fase kronis.

Fase Konvalesens (Tahap Penyakit Lanjut)

Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens
(penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh total,
sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele) dan penyakit menjadi kronis.

25
Disabilitas (kecacatan/ketidakmampuan) dapat terjadi bila ada penurunan fungsi sebagian
atau keseluruhan dari struktur/organ tubuh tertentu sehingga menurunkan fungsi aktivitas
seseorang secara keseluruhan. Disabilitas dapat bersifat sementara (akut), kronis dan menetap.

Sekuele lebih cenderung kepada adanya defect/cacat pada structural jaringan sehingga
menurunkan fungsi jaringan, akan tetapi tidak sampai mengganggu aktifitas seseorang.

Usaha Pencegahan Penyakit

Disesuaikan dengan riwayat alamiah penyakit maka tindakan preventif terhadap penyakit
secara garis besar dapat dikategorikan menjadi:

1. Tindakan/ usaha preventive primer


2. Tindakan/ usaha preventive sekunder
3. Tindakan/ usaha preventive tertier

1. Usaha preventive primer (primer prevention)


- Dilaksanakan pada periode prepathogenesis – stage of susceptibility
- Tujuan untuk mengadakan intervensi sebelum terjadinya perubahan patologis pada host,
misalnya menjauhkan manusia dari kontak dengan agent.
Usaha yang dilakukan adalah:
a. Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan antara lain :

- penyuluhan, pendidikan kesehatan


- nutrisi yang sesuai dengan standard bagi tumbuh kembang seseorang
- kesehatan mental
- penyediaan perumahan yang sehat
- rekreasi yang cukup
- pekerjaan yang sesuai
- konseling perkawinan dan pendidikan sex

26
- genetika
- pemeriksaan kesehatan berkala

b. Memberi Perlindungan yang Spesifik (Specific Protection)

Perlindungan spesifik antara lain :

- Imunisasi
- kebersihan perorangan
- penggunaan sanitasi lingkungan
- perlindungan terhadap bahaya pekerjaan
- perlindungan terhadap kecelakaan
- penggunaan bahan gizi tertentu
- perlindungan terhadap karsinogen
- menghindari allergen

2. Usaha preventive sekunder

Tujuan untuk menyembuhkan atau menghentikan proses penyakit, mencegah


penyebaran penyakit menular, mencegah komplikasi dan gejala sisa serta memperpendek
masa disabilitas.

Usaha yang dilakukan adalah:

a. Diagnosis dini dan pengobatan segera


Usaha diagnosis dini dan pengobatan segera antara lain:
- penemuan kasus, perorangan maupun kelompok
- survey skrining
- pengobatan dan mencegah penyakit berlanjut
- mencegah menjalarnya penyakit menula
- mencegah timbulnya komplikasi dan akibat lanjutan
- memperpendek masa ketidakmampuan

27
b. Disability limitation (pembatasan kecacatan)
Usaha membatasi ketidak-mampuan antara lain:
- Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit dan mencegah komplikasi
dan akibat lanjutan.
- Penyediaan fasilitas untuk membatasi ketidakmampuan dan untuk mencegah kematian.

3. Usaha preventive tertier (tertiary prevention)


- Bila telah terjadi defect/kerusakan struktural ataupun disabilitas maka untuk mencegah
semakin buruknya kondisi atau menetapnya disabilitas dilakukan usaha preventif tertier
dengan rehabilitasi.
- Tujuan untuk mengembalikan individu tersebut sehingga dapat hidup berguna di
masyarakat dengan keadaan terbatas.
- Rehabilitasi:
 Diperlukan penyediaan sarana-sarana untuk pelatihan dan pendidikan di rumah
sakit dan di tempat-tempat umum.
 Memanfaatkan dan memelihara sebaik-baiknya kapasitas yang masih tersisa pada
seseorang.
 Melakukan pendidikan dan penyuluhan untuk masyarakat umum dan masyarakat
industri agar memakai tenaga-tenaga yang telah direhabilitasi sebagai pegawai
tetap dan ditempatkan pada tempat-tempat yang sesuai dengan kecacatannya.
- Terapi kerja di rumah sakit
- Menyediakan tempat perlindungan khusus.

28
Contoh: Riwayat Alamiah Obesitas

Faktor-faktor yang memungkinkan terlibat sebagai faktor risiko (risk factor) antara lain:

AGENT

– kelebihan kalori terutama karbohidrat dan lemak

ENVIRONMENT

– Fisik : produksi makanan berlimpah

– Ekonomi : kemampuan daya beli cukup

– Sosial : keinginan orang tua memberi makan kepada anak melebihi kebutuhan nutrisi

HOST

– Nafsu makan yang tinggi

– Reaksi psikologis terhadap makanan

– Kelainan hereditas

Periode prepathogenesis

– Interaksi awal antara agent – host – environment menghasilkan stimulus yang berupa kelebihan
kalori.

29
Periode pathogenesis

– Interaksi lanjutan antara stimulus dengan host yang menghasilkan respons berupa (a)
akumulasi lemak jaringan, (b) meningkatnya berat badan melebihi standard berdasarkan umur,
sex dan tinggi badan, (c) distribusi lemak secara menyeluruh pada tubuh. Fase ini masih dalam
clinical inapparent.

– Bila reaksi antara stimulus dan host terus berlanjut dan telah melibatkan system organ maka
akan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda klinis sehingga terjadi hal-hal seperti: (a) penurunan
efisiensi kerja dan aktifitas fisik, (b) efek penurunan mortalitas meningkat oleh karena
aterosklerosis, hipertensi dan diabetes.

– Akhir perjalanan penyakit dapat berupa:

 Sembuh — normal kembali


 Defect — hipertensi, diabetes
 Disabilitas — sulit bergerak
 Meninggal

Daftar Pustaka

http://nadyacintabiru.blogspot.com/2012/10/riwayat-alamiah-penyakit-pencegahan-
dan.html?m=1

http://kamuskesehatan.com/arti/sequela/

https://www.scribd.com/document/359955854/Tahapan-Riwayat-Alamiah-Penyakit-
EPIDEMIOLOGI

buku ajar epidemiologi

30
Kelompok 5:
1. Ganis Kesumawardani (6411417040)
2. Anisa Prabaningrum (6411417046)
3. Marnia Amelia (6411417047)

BAB 5

SCREENING

Salah satu usaha pencegahan tingkat kedua adalah diagnosis dini melalui program
penyaringan (screening).

1. Pengertian Penyaringan

Penyaringan adalah suatu usaha mendeteksi/menemukan penderita penyakit tertentu yang


tanpa gejala (tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui
suatu tes/pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-
betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses
melalui diagnosis pasti dan pengobatan.

Tes penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang diterapkan
pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan untuk mendeteksi mereka
yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita penyakit yang sedang diamati (disease
under study) sehingga kepada mereka dapat dilakukan diagnosis lengkap daan selanjutnya bagi
mereka yang menderita penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan secara dini.

2. Tujuan dan Sasaran Penyaringan

Salah satu tujuan tes penyaringan yang bersifat umum adalah untuk mendeteksi penderita
sedini mungkin sebelum timbul gejala klinis yang jelas. Khusus untuk penyakit menular, dengan
penyaringan dapat dilakukan diagnosis dini sehingga dapat diberikan pengobatan secara cepat,
dan dapat pupa mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat sehingga dapat mencegah
terjadinya wabah.

31
Tes penyaringan dapat berfungsi untuk mendidik dan membiasakan masyarakat untuk
memeriksakan diri secara teratur dan sedini mungkin.

3. Bentuk Pelaksanaan Penyaringan

Tes penyaringan pasa umumnya dilakukan secara massal pada suatu kelompok populasi
tertentu yang menjadi sasaran penyaringan. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis
penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satu penyakit.

4. Proses Pelaksanaan Screening

1. Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap


mempunyai resiko tinggi menderita penyakit.

• Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.

• Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2.

2. Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik

• Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan.

• Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik).

5. Beberapa Keuntungan Pelaksanaan Tes Penyaringan

Tes ini dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah serta dapat dilaksanaan secara sangat
efektif. Serta dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi penyakit dalam
masyarakat untuk usaha penanggulangannya. Tes penyaringan ini cukup sederhana dan relatif
mudah serta mempunyai sifat fleksibilitas yang cukup dalam penerapannya.

Hasil tes ini cukup baik dan dapat dipercaya selama pelaksanaannya tetap memperhatikan
beberapa nilai-nilai berikut:

- reabilitas,

- validitas, dan

32
- kekuatan tes berdasarkan nilai sensitivitas dan spesivisitasnya.

6. Kriteria dalam Menyusun Program Penyaringan

a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam masyarakat dan
dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut.

b. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi kereka yang dinyatakan
menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan keterjangkauan biaya
pengobatan dapat mempengaruhi tingkat/kekuatan tes yang dipilih.

c. Tersedianya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif serta
tersedianya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.

d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup lama dan dapat
diketahui melalui pemeriksaan/tes khusus.

e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan
spesifisitasnya.

f. Semua bentuk/teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat diterima oleh
masyarakat secara umum .

g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti.

h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan
menderita penyakit tersebut.

i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir
pemeriksaan harus seimbang dengan risiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut.

j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut serta
penemuan penderita secara berkesinambungan dapat dilaksanakan.

33
7. Validitas

Validitas adalah kemampuan daripada tes penyaringan untuk memisahkan mereka yang
betul-betul menderita terhadap mereka yang betul-betul sehat atau dengan kata lain besarnya
kemungkinan untuk menempatkan setiap individu pada keadaan yang sebenarnya.

Untuk mengetahui validitasnya, maka digunakan indeks antara lain:


a. Sensitivitas
Sensitivitas (sensitifity) : kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu dengan
tepat, dengan hasil tes positif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = a/a+c
b. Spesivisitas
Spesivisitas (specivicity) : kemampuan satu tes untuk mengidentifikasi individu dengan
tepat, dengan hasil negatif dan benar tidak sakit.
Spesivisitas = d/b+d
c. Positive Predictive Value (Ppv)
Persentase pasien yang menderita sakit dengan hasil tes positif.
PPV = a/a+b
d. Negative Predictive Value (Npv)
Persentase pasien yang tidak menderita sakit dengan hasil tes negatif.
NPV = d/c+d
8. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan tes memberikan hasil yang sama/konsisten bila tes
diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran (objek) yang sama dan pada kondisi yang sama pula.
Faktor yang mempengaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Cara mengurangi variasi:
1. Standarisasi alat
2. Latihan intensif para pemeriksa
3. Penerangan yang jelas kepada orang yang akan diperiksa

34
9. Yied (Derajat Penyaringan)
Derajat penyaringan adalah besarnya kemungkinan untuk menjaring (menemukan)
melalui tes penyaringan mereka yang sebenarnya menderita, tetapi tanpa gejala sehingga bagi
mereka dapat dilakukan diagnosis pasti serta pengobatan dini. Derajat penyaringan ditentukan
oleh beberapa faktor tertentu.
Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Sensitifitas tes
2. Prevalensi penyakit yang tidak tampak
3. Screening yang tidak tampak
4. Kesadaran masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bustan MN. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta


Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nasry Noor, Nur. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta

35
Nama Anggota Kelompok:
Zahrotun Nisak (6411417035)
Indah Sari Damayanti (6411417038)
Vika Rifti Ananditya (6411417042)

EPIDEMIOLOGI SURVEILANS

A. Pengertian Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan


Terdapat berbagai pengertian surveilans. Menurut WHO (2004), surveilans merupakan
proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil
tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan
pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan
distribusi penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi nya pada masyarakat sehingga dapat
dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.

Menurut CDC (Center of Disease Control), merupakan pengumpulan, analisis dan


interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk
perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan
diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya

36
Sementara menurut Timmreck (2005), pengertian surveilans kesehatan masyarakat
merupakan proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan
informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan
penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data
digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi
guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan
demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk
yang dapat digunakan.

Sedangkan menurut DCP2 (2008), surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan,


analisis, dan analisis data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan
(disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan
masalah kesehatan lainnya.

B. Manfaat dan tujuan surveilans epidemiologi

Tujuan Surveilans menurut Depkes RI (2004a) adalah untuk pencegahan dan


pengendalian penyakit dalam masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan
terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan
dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat
administrasi.

Manfaat surveilans epidemiologi

(a).Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya

(b).Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit

(c).Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat

(d).Identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya

37
(e).Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi

(f).Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis

(g).Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya

(h).Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa
datang

(i).Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap
perencanaan. Inti kegiatan surveilans pada akhirnya adalah bagaimana data yang sudah
dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke stakeholder atau pemegang kebijakan untuk
ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan
masalah kesehatan di Indonesia (HIMAPID FKM UNHAS, 2008).

C. Ruang lingkup penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa sebab, oleh karena itu secara
operasional diperlukan tatalaksana secara integratif dengan ruang lingkup permasalahan sebagai
berikut :

a. Surveilans epidemiologi penyakit menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan faktor resiko
untuk upaya pemberantasan penyakit menular.

b. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor
resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.

c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku

38
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk
mendukung program penyehatan lingkungan.

d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan factor resiko
untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.

e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko
untuk upaya mendukung program kesehatan matra (Depkes RI, 2003).

D. Komponen Surveilans

Epidemiologi Surveilans dalam pelaksanaan dalam kegiatannya, secara teratur dan


terencana melakukan berbagai komponen utama surveilans.

1. Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan
ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari pengumpulan data
epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar
terhadap serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan
jenis dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang dapat
menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat penyakit secara
keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara penularannya dan
seberapa jauh penyebarannya.
2. Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi,
dianalisis berdasarkan orang, tempat dan Analisa dapat berupa teks tabel, grafik dan spot
map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan

39
interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam menghadapi
masalah yang baru.
3. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi data
digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut dan
disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas
sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.

E. Penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan


Penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi
kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan
lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural.

Mekanisme kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan


secara sistematis dan terus menerus dengan mekanisme sebagai berikut :

a. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya.

b. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data

c. Analisis dan intreprestasi data

d. Studi epidemiologi

e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya

f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.

g. Umpan balik.

Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut :

 Penyelenggaraan berdasarkan metode pelaksanaan

40
1) Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi
terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan.

2) Surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap


suatu kejadian, permasalahan , faktor resiko atau situasi khusus kesehatan

3) Surveilans sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada populasi dan


wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau
wilayah yang lebih luas.

4) Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode tertentu


serta populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi
penyakit, permasalahan dan atau factor resiko kesehatan.

 Penyelenggaraan berdasarkan aktifitas pengumpulan data


1) Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemilogi dimana unit surveilans
mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber
data lainnya.

2) Surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi dimana unit surveilans


mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan,
masyarakat atau sumber data lainnya.

 Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan


1) Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku
untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana

2) Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau bencana,

 Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan

41
1) Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans dimana data
diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung
pemeriksaan.

2) Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans dimana data
diperoleh berdasarkan pemerksaan laboratorium atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya.

F. Komponen sistem

Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan lainnya


terdiri dari beberapa komponen yang menyusun bangunan sistem surveilans yang terdiri atas
komponen sebagai berikut

1. Tujuan yang jelas dan dapat diukur


2. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans epidemiologi
dengan dukungan tenaga profesional.
3. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumber dan cara-cara
memperoleh data, cara mengolah data, cara-cara melakukan analisis, sarana penyebaran
atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi serta mekanisme kerja surveilans
epidemiologi.
4. Dukungan advokasi peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran.
5. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi
6. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama dan pertukaran data
dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan kemampuan surveilans
epidemiologi.
7. Indikator kinerja : Penyelenggaraan surveilans epidemiologi dilakukan melalui jejaring
surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara unit-unit
surveilans dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan
unit-unit surveilans lainnya.

G. Langkah-langkah kegiatan surveilans


Kegiatan surveilans meliputi :

42
a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data
selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologis yang dilaksanakan secara
teratur dan terus menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif
yang bersumber dari rumah sakit, puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari
kegiatan survey. Untuk mengumpulkan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang
baik. Secara umum pencatatan di puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan
kegiatan luar gedung (Budioro, 2007).

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-


orang yang dianggap penderita campak atau population at risk melalui kunjungan rumah (active
surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu
dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan bulanan puskesmas desa dan puskesmas
pembantu, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan
dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain, data
dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya
laporan dari pustu, posyandu, barkesra, poskesdes. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
teknik wawancara dan atau pemeriksaan (Arias, 2010).

Sumber data surveilans epidemiologi meliputi : (1).Data kesakitan yang dapat diperoleh
dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (2).Data kematian yang dapat diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan serta laporan dari kantor pemerintah dan masyarakat. (3).Data demografi
yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat. (4).Data geografi yang
dapat diperoleh dari Unit Meteorologi dan Geofisika. (5).Data laboratorium yang dapat diperoleh
dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (6).Data Kondisi lingkungan. (7).Laporan wabah.
(8).Laporan Penyelidikan wabah/KLB. (9).Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan.
(10).Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya. (11).Data hewan dan vektor sumber
penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
(11).Laporan kondisi pangan. (12).Data dan informasi penting lainnya (Budioro, 2007).

b. Pengolahan dan penyajian data

43
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik
(histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat
diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan
program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-lain (Budioro, 2007).

c. Analisis data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan


dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate,
proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit (Noor,
2000).

Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau
tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan dan mencari
hubungan penyebab penyakit campak dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
campak (Arias, 2010).

d. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun ke bawah. Dalam


rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi
sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama
bagi instansi diluar bidang kesehatan (Budioro, 2007).

Data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi penyakit
campak disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan
penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat penelitian dan pusat-pusat
kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi agar diketahui terjadinya
peningkatan atau penurunan kasus penyakit (Arias, 2010).

44
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah
dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian
serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu
membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian
untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media
internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).

e. Umpan balik

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima
laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang
melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya
telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang diterima.
Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar
pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada
saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).

f. Investigasi penyakit berpotensi KLB

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu


dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit campak. Dengan investigator
membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah
penyakit dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi
penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi KLB yang perlu mengambil
tindakan atau sebaliknya (Arias, 2010).

g. Tindakan penanggulangan

Berdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka segera dilakukan


tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1) Pengobatan segera pada penderita yang sakit,

45
(2) Melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, (3) Melakukan penyuluhan mengenai
penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau
menghindari penyakit tersebut, (4) Melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk
memutuskan rantai penularan (Arias, 2010).

h. Evaluasi

Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi


manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak salah satu
dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan yang
mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit, apakah program surveilans dapat
mendeteksi epidemik kejadian penyakit di wilayah tersebut, apakah kegiatan surveilans dapat
memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan
kejadian penyakit di wilayah tersebut, apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-
faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit dan apakah program surveilans
tersebut dapat menilai efek tindakan pengendalian (Arias, 2010).

Pada bidang kesehatan masyarakat, menurut McNabb et al., (2002), kegiatan surveilans
mempunyai aktifitas inti sebagai berikut:

1. Pendeteksian kasus (case detection), merupakan proses mengidentifikasi peristiwa atau


keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperl ukan dalam
penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit
penelitian, unit program-sektor dan unit statistik.
2. Pencatatan kasus (registration), merupakan proses pencatatan kasus hasil identifikasi
peristiwa atau keadaan kesehatan.
3. Konfirmasi (confirmation), merupakan evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi sampai
pada hasil percobaan laboratorium.
4. Pelaporan (reporting), berupa data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan
surveilans epidemiologi yang kemudian disampaikan kepada berbagai pihak yang dapat
melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan.

46
Juga disampaikan kepada pusat penelitian dan kajian serta untuk pertukaran data dalam
jejaring surveilans
5. Analisis data (data analysis), merupakan analisis terhadap berbagai data dan angka sebagai
bahan untuk menentukan indikator pada
6. Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness), merupakan kesiapsiagaan
dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
7. Respon terencana (response and control), merupakan sistem pengawasan kesehatan
masyarakat. Respon ini hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam
peringatan dini pada munculnya masalah kesehatan masyarakat.
8. Umpan balik (feedback), berfungsi penting untuk sistem pengawasan, alur pesan dan
informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaannya, diperlukan sistem evaluasi pada surveilans ini. Evaluasi Sistem
Surveilans Kesehatan merupakan penilaian periodik dari perubahan dalam hasil yang ditargetkan
(sasaran) yang dapat dihubungkan dengan sistem surveilans dan respon. Evaluasi dimaksudkan
untuk melihat perubahan dalam keluaran, hasil dan pengaruh (negatif atau positif target atau non
target) dari sistem surveilans dan respon.

Kriteria evaluasi tersebut menurut Unicef (1990) dalam Trisnantoro (2005) antara lain:

1. Relevansi, apakah nilai intervensi sesuai dengan kebutuhan utama pemegang kekuasaan,
prioritas nasional, kebijakan nasional dan internasional. Standar global ini bisa sebagai
referensi evaluasi baik proses maupun hasil.
2. Efisiensi, apakah program cukup efisien untuk mencapai tujuan.
3. Efektivitas, apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Dampak, yaitu efek yang timbul dari kegiatan baik positif maupun negatif meliputi sosial,
ekonomi, lingkungan individu, komunitas atau institusi.
5. Kelanjutan, yaitu apakah aktivitas dan dampaknya mungkin diteruskan ketika dukungan dari
luar dihentikan dan akankah akan lebih banyak ditiru atau diadaptasi.

H. Langkah – langkah Menghadapi Wabah

47
Dalam Epidemiologi prinsip dasar dalam menghadapi wabah umumnya sana, pada
penyakit menular maupun penyakit tidak menular, ( khusus untu penyakit menular, beberapa
terminologi harus dipahami betul artinya antara lain : karier, kontak, masa penularan,
menular, infeksi masa inkubasi, subklinis, isolasi, karantina transmisi, reservoir, sumber
penularan, vektor, konvalesent, zoonosis dan lain lain ) .

1. Garis Besar Pelacakan Wabah / Kejadian Luar Biasa


Usaha pelacakan kejadian luar biasa / wabah merupakan suatu kegiatan yang
cukup menarik dalam bidang epidemiologi. Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan
wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi
secara seksama langsung di lapangan/tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data
yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan
pelacakan. Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau
wabah, diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah – langkah yang
pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan.
Langkah – langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian harus
dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap
pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun
penentuan langkah – langkah tersebut sangat tergantung pada tim pelacak, namun
beberapa hal yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan
adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini
mungkin.

2. Analisis Situasi Awal


Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah atau situasi
luar biasa, diperlukan sekurang – kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari
pelacakan.
a. Penentuan / penagakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal yang
diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya).

48
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan
sebagai kasus. Hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang sedang
dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis saja, atau dengan
pemeriksaan laboratorium saja atau keduanya.
b. Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa (KLB), maka untuk
menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah wabah atau tidak, perlu
diusahakan untuk melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk
melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak. Artinya apakah
jumlah kasus yang dihadapai jauh lebih banyak dari sebelumnya, atau apakah jumlah
kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan (estimated) sebelumnya.
c. Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah, segera lakukan uraian keadaan wabah
berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat, dan orang. Buatlah kurva epidemi
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala
penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran
kasus menurut tempat/secara geografis (spot map epidemi). Lakukanlah berbagai
perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi
dengan risiko menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor
tertentu (makanan, minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang
lainnya yang mungkin berguna dalam analisis. Juga hal yang sama untuk kasus yang
mengalami kematian karena wabah dengan menghitung angka kematian wabah (case
fatality rate). Melakukan identifikasi berbagai sifat yang berkaitan dengan timbulnya
penyakit merupakan langkah yang sangat penting sekali dalam usaha memecahkan
masalah wabah.

3. Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapka adanya situasi wabah maka selain
tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis situasi secara

49
berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada tindak
lanjut tersebut.
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk usaha penemuan kasus tambahan, harus ditelususri kemungkinan adanya
kasus yang tidak dikenal serta kasus yang tidak dilaporkan dengan menggunakan
berbagai cara, antara lain:
 Adanya pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktik umum setempat untuk
mencari kemungkinan mereka menemukan penderita penyakit yang sedang
diteliti dan belum termasuk dalam laporan yang ada;
 Adakah pelacakan dan pengawasan yag intensif terhadap mereka yang tanpa
gejala atau mereka dengan gejala ringan/tidak spesifik, tetapi mempunyai potensi
menderita atau termasuk kontak dengan penderita.
b. Analisis data
Lakuakan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan
informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretasi data tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah keputusan hasil analisis
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus
sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah
Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai
dengan keadaan wabah yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan
pemadaman wabah disertai dengan berbagai keadaan tindak lanjut (folow up) sampai
keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut dan pengamatan
dilakukan sekurang – kurangnya dua kali masa tunas peyakit yang mewabah. Setelah
keadaan normal, maka untuk beberapa penyakit tertentu yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah (keadaan luar biasa) susulan, harus disusunkan suatu program
pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk surveilans epidemiologi, terutama
pada kelompok dengan resiko tinggi.

50
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang
kemudian dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai
faktor yang menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah
dilaksanakan serta saran – saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa
untuk masa yang akan datang.

Refference, antara lain:

 2004. WHO Comprehensive Assessment of the National Disease surveilans in Indonesia.


 Trisnantoro, L. 2005. Desentralisasi Kesehatan di Indonesia dan Perubahan Fungsi
Pemerintah 2001-2003. Gadjah Mada University Press
 Timmreck, C.T. .2005. Epidemiologi: Suatu Pengantar, Edisi 2, terjemahan oleh Munaya
Fauziah, dkk. EGC.
 McNabb, S.J., et al., Conceptual Framework of Public Health Survellance and Action and Its
Application in Health Sector Reform. BMC Public Health, 2 (2).
 2008. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease Control
Priority Project.
 http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-surveilans/
https://srtkksmdw.wordpress.com/2013/07/10/surveilans-epidemiologi/

51
Kelompok 7 :
1. Syntia Veronica Rozana
(6411417041)
2. Siti Putri Nur Kholifah
(6411417051)

BAB 7
RISET EPIDEMIOLOGI

A. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi=pada, Demos=penduduk, logos =
ilmu), dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan masyarakat.

B. Penelitian epidemiologi
Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada sekelompok manusia serta faktor
penyebabnya. Untuk itu ditempuh suatu pendekatan yang berpola dan berstruktur yang
dikenal dengan pendekatan epidemiologi.
Pendekatan epidemiologi adalah pola pendekatan yang mengandung rangkaian kegiatan
untuk mendapatkan keterangan tentang besarnya masalah penyakit, dilakukan upaya
pengumpulan, pengelolaan, penyajian dan interpretasi data tersebut. Ini pada dasarnya
identik dengan kegiatan pokok suatu penelitian.
Penelitian epidemiologi adalah jenis penelitian yang mengkaji problema kesehatan dengan
pendekatan komunitas. Dengan penelitian epidemiologi dapat diungkap kejadian, distribusi
dan determinan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu dalam masyarakat, dan faktor-
faktor risiko yang berperan pada suatu status kesehatan atau penyakit tertentu.
Secara umum penelitian epidemiologi mempunyai tiga kegunaan :
1. Untuk kepentingan diagnosis, yaitu untuk menyusun diagnosis komunitas atau
diagnosis kelompok.
2. Untuk kepentingan penelusuran patogenesis penyakit, yaitu mempelajari aspek
etiologi dan perkembangan masyarakat.

52
3. Untuk kepentingan evaluasi program, yaitu sebagai sarana untuk menilai suatu
tindakan pelayanan kesehatan masyarakat tertentu.
Untuk mewujudkan pencarian dan analisis data untuk mencapai tujuan penelitian dan
pengujian hipotesis diperlukan suatu perencanaan tindakan yang disebut dengan rancangan
penelitian. Rancangan penelitian dapat diartikan rencana tentang bagaimana cara
mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data untuk memberi arti terhadap data
tersebut. secara efektif dan efisien. Perencanaan penelitian meliputi tahap identifikasi,
pemilihan dan perumusan permasalahan penelitian termasuk perumusan tujuan, definisi
asumsi dan lingkup penelitian, studi pustaka merumuskan hipotesis, identifikasi, klasifikasi
dan mendefinisikan variabel penelitian serta analisis data yang akan dipergunakan.

C. Dasar Pemikiran

Pada dasarnya setiap peristiwa/kejadian selalu mempunyai kecendrungan diikuti oleh


peristiwa/kejadian berikutnya yang secara alamiah akan membentuk suatu rantai peristiwa
secara berkesinambungan. Dengan demikian, beberapa pemikiran dasar dalam penelitian
kesehatan disimpulkan sebagai berikut :
a. Setiap peristiwa merupakan rantai hubungan sebab-akibat yang sifatnya
berkesinambungan.
b. Penelitian epidemiologi pada dasarnya bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat
berdasarkan faktor penyebab ataupun dengan melihat faktor resiko dan akibatnya.
c. Penelitian/pengamatan epidemiologi merupakan suatu proses tanpa akhir:
pengamatan>hipotesis>uji hipotesis disertai pengamatan baru>modifikasi hipotesis
dengan mempertajam maupun meningkatkan hipotesis>pengamatan lanjut>menghasilkan
hipotesis baru.
d. Harus di tentukan sifat karakteristik dari objek yang di teliti jenis penyebab dan faktor
resiko yang di curigai, proses kejadian yang di pikirkan, sifat akibat yang mungkin
muncul pada penelitian, pengaruh resiko secara kuantitas pada periode waktu tertentu.
D. Tujuan Penelitian Epidemiologi
Tujuan penelitian epidemiologi dapat diarahkan pada dua sasaran utama, yaitu mencari
faktor penyebab atau gangguan kesehatan tertentu dan menentukan status kesehatan dan
situasi penyakit dalam masyarakat yang meliputi penjelasan pola penyakit d suatu tempat,

53
menggambarkan riwayat alamiah penyakit serta untuk memperoleh informasi dalam
penyusunan upaya-upaya bidang kesehatan.
1. Penelitian pengamatan penyebab fator resiko bertujuan untuk menilai secara kuantitatif
serta untuk menilai/memikirkan hubungan antara keadaan personel pada kondisi tertentu
dengan besarnya faktor resiko. Perkiraan hubungan tersebut dapat digunakan untuk
berbagai keperluan dalam bidang epidemiologi.
a. Menentukan keadaan karakteristik mana yang lebih bersifat faktor penyebab atau
faktor resiko serta menilai tingkat pengaruhnya dan perannya masing-masing.
b. Untuk memberikan dasar pemikiran terhadap faktor resiko yang mana yang cukup
berperan dalam mempersiapkan suatu penyerangan.
c. Memberikan gambaran tentang cara dan proses kejadian penyakit serta cara
mengatasi hubungan sebab-akibat untuk usaha pencegahan serta mengurangi
peranan penyebab.
d. Memberikan gambaran tentang hasil yang mungkin diperoleh (out put) suatu
percobaan klinis maupun masyarakat.
2. Penilaian rseiko individu, resiko tidak mudah diukur secara langsung (tidak semudah
mengukur tinggi badan ataupun tekanan darah). Melakukan pengamatan hanya dapat
memberikan gambaran kejadian yang diharapkan, untuk dapat menilai besarnya
kemungkinan untuk terjadi atau tidaknya harus dilakukan berulang-ulang.

E. Hipotesis dalam Penelitian Epidemiologi


Hipotesis adalah suatu teori tentatif yang masih perlu di uji kebenarannya. Dalam
bidang ilmu kesehatan termasuk berbagai bidang ilmu kedokteran, usaha mencari bubungan
sebab-akibat terjadinya penyakit maupun analisis terjadinya penyebaran penyakit dalam
masyarakat biasanya di dahului dengan hipotesis.
Hipotesis penelitian hanya dibutuhkan pada penelitian analitis dan eksperimen yang
dimaksudkan untuk membandingkan dan mengungkap sebab-akibat. Hipotesis merupakan

54
pernyataan sementara yang harus di uji. Dalam hal ini harus ditentukan variabel-variabel
independen dan variable dependen untuk diukur hasilnya.
Untuk menyusun hipotesis dalam epid perlu di tentukan beberapa unsur yang harus ada
dalam suatu hipotesis epidemiologi.dasar penyusunan hipotesis harus mencantumkan
beberapa hal berikut :
a. Harus dicantumkan dengan jelas populasi yaitu ciri-ciri individu dimana hipotesis
tersebut diterapkan.
b. Faktor penyebab ataupun pemaparan lingkungan, termasuk faktor rsiko yang sedang atau
akan diteliti.
c. Akibat yang diharapkan timbul dari akibat tersebut yang berupa penyakit maupun
gangguan kesehatan lainnya.
d. Hubungan antara besarnya dosis pemaparan dengan responsnya yaitu besarnya unsur
penyebab (kuantitatif maupun kualitatif) yang cukup untuk menimbulkan kejadian
penyakit ataupun gangguan kesehatan yang diharapkan terjadi.
e. Hubungan antara waktu dengan terjadinya respons tersebut yaitu waktu yang dibutuhkan
antara terjadinya pemaparan faktor penyebab dengan timbulnya kejadian penyakit atau
masalah kesehatan.
Hipotesis yang baik adalah hipotesis yang menggambarkan setiap unsur dengan derajat
ketepatan yang tinggi. Namun kenyataannya komponen hipotesis epidemiologi kurang
spesifik atau sangat bersifat umum contohnya ada bubungan antara air kotor dengan
terjadinya diare. Menyusun hipotesis kemudian mengujinya merupakan dasar kemajuan ilmu
pengetahuan. Penelitian yang merupakan penyelidikan terhadap sesuatu hal yang belum
diketahui secara logis biasanya dimulai dengan pertanyaan yang bersifat umum.
1. Penyusunan hipotesis
a. Metode perbedaan, berdasarkan ketentuan bahwa apabila kejadian penyakit secara jelas
menunjukkan adanya perbedaan antara dua kelompok populasi tertentu dimana sejumlah
faktor tertentu dijumpai pada salah satu kelompok tersebut dan tidak dijumpai pada
kelompok lainnya, maka ada atau tidaknya factor tersebut mungkin merupakan faktor
penyebab atau faktor resiko timbulnya penyakit. Jadi, hipotesis ini didasarkan pada
adanya perbedaan yang jelas pada kelompok yang menderita terhadap kelompok yang

55
tidak menderita. Kesulitan dalam hipotesis ini yaitu banyaknya faktor yang memenuhi
syarat.
b. Metode persamaan, didasarkan pada ketentuan bahwa apabila satu faktor atau lebih yang
sering dijumpai pada setiap penyakit tertentu, maka faktor-faktor tersebut mungkin
merupakan penyebab atau faktor-faktor resiko terjadinya penyakit yang diamati. Jadi,
hipotesis ini didasarkan pada adanya persamaan pada keadaan yang selalu dijumpai pada
peristiwa penyakit tertentu. Contohnya penyakit kolera ada hubungannya dengan kontak
dengan penderita, kepadatan rumah tangga dan penduduk, pencemaran sumber air
minum, dsb.
c. Variasi bersama, meliputi pencarian berbagai faktor yang frekuensi atau kekuatannya
bervariasi sesuai dengan frekuensi penyakit. Metode ini lebih bersifat kualitatif dalam
melihat masalah. Contohnya seperti bubungan frekuensi relatif dari kandungan gizi
dengan penyakit jantung koroner pada berbagai tempat berbeda, atau perbandingan kadar
fluor dalam air minum di beberapa tempat dengan karies gigi penduduk setempat. Pada
hipotesis ini, peranan faktor penyebab/resiko yang bersifat jamak sangat menetukan.

F. Populasi Studi dan Subjek Studi


Populasi studi dan subjek studi perlu ditentukan dengan jelas untuk mengetahui terhadap
siapapun dan dimana keberhasilan atau kegagalan hasil penelitian.
Subjek studi perlu dirinci ciri-cirinya untuk menentukan kondisi awal penelitian dan
menentukan rancangan penelitian serta metode yang digunakan.

G. Macam-macam Rancangan Penelitian


Masalah bidang epidemiologi sangat beraneka ragam karna itu metode penelitian juga
beraneka ragam. Berdasarkan hal ini, metode penelitian epidemiologi dapat dibagi
berdasarkan berbagai sudut pandang, antara lain berdasarkan tujuan, pendekatan, dan
keterlibatan peneliti.
 Pembagian berdasarkan tujuan
- Penelitian eksploratif, bertujuan mengadakan penelusuran mendalam untuk
menggali berbagai faktor yang mungkin berkaitan dengan timbulnya penyakit.

56
Hasil penelitian itu berupa hipotesis yang digunakan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut.
- Penelitian deskriptif, bertujuan menguraikan ciri-ciri subjek studi dalam populasi
untuk mencari prevalensi suatu penyakit. Hasil penelitian ini berupa hipotesis
spesifik yang perlu di uji dengan penelitian analitis.
- Penelitian analitis, bertujuan menguji hipotesis spesifik untuk menentukan adanya
hubungan sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependen.
- Penelitian eksperimental, bertujuan menentukan adanya hubungan sebab akibat
timbulnya suatu penyakit atau mencari efektivitas dan efisiensi obat atau prosedur
pengobatan.
 Pembagian berdasarkan pendekatan (approach)
- Cross sectional, merupakan pengamatan yang dilakukan dalam satu saat atau satu
periode tertentu dengan ciri setiap subjek studi hanya diamati atau diperiksa satu
kali dalam satu penelitian. Penelitian ini dilakukan tanpa mengikuti proses
perjalanan penyakit hingga seolah-olah menjadi suatu penampang melintang.
- Longitudinal, dilakukan dengan mengikuti proses perjalan penyakit alamiah yag
dapat dilakukan ke depan yang disebut penelitian prospektif atau kohort dan
mengikuti perjalanan penyakit kebelakang yang disebut retrospektif atau kasus
kontrol.
 Pembagian berdasarkan keterlibatan peneliti
- Penelitian observasional, peneliti tidak terlibat secara aktif dalam melakukan
intervensi dan hanya secara pasif mengadakan pengamatan terhadap perjalanan
penyakit. Yang termasuk dalam penelitian observasional adalah penelitian
eksploratif, deskriptif dan analitis.
- Penelitian intervensional, penelitinya terlibat secara aktif dan terencana serta
mengendalikan intervensi yang dilakukan untuk mengubah perjalanan penyakit
alamiah dengan maksud memperkuat adanya hubungan sebab akibat antara
variable independen dan dependen. Penelitian ini dapat dilakukan dilapangan atau
dirumah sakit.
Pembagian penelitian ini tidak mutlak dan dalam praktik sering digunakan bersama.
Penelitian eksploratif retrospektif dilakukan pada penyakit yang belum pernah ada sebelumnya

57
sehingga tidak dapat dibuat hipotesis spesifik dan pengetahuan tentang perjalanan penyakit juga
tidak diketahui sehingga tidak mungkin dilakukan penelitian analitis.

RANCANGAN PENELITIAN INTERVENSIONAL


Selain berbagai metode yang telah diuraikan diatas, penelitian intervensional dapat pula
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
1) Penelitian non-eksperimental, dan
2) Penelitian eksperimental
Rancangan penelitian ini banyak digunakan pada penelitian operasional (Operations
Research) dalam bidang program pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.

58
EKSPERIMEN LAPANGAN

Ekperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan


individu-individu yang belum sakit sebagai subyek. dalam hal ini “lapangan” merupakan suatu
lingkup yang lebih kecil, mislanya; di universitas “x”, di dusun “x”. Umumnya pada praktek
perlakuan diberikan secara individual (misalnya; efikasi vaksin poliomyelitis), dan dilakukan
dengan randomisasi atau tanpa randomisasi.
Mirip dengan studi kohort prospektif, rancangan ini diawali dengan memilih subyek-
subyek yang belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi dalam kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, lalu diikuti perkembangannya apakah subyek itu sakit atau tidak. Berbeda
dengan studi kohort, peneliti menentukan dengan sengaja alokasi faktor penelitian kepada
kelompok-kelompok studi.
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi
kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan. Jika laju kejadian penyakit dalam
populasi rendah, maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subjek yang sangat besar
pula.
Pada ekperimen lapangan kerap kali peneliti harus mengunjungi subyek penelitian di
“lapangan”. Peneliti dapat juga mendirikan pusat penelitian di mana dilakukan pengamatan dan
pengumpulan informasi yang dibutuhkan dengan biaya yang ekstra.

DAFTAR PUSTAKA
- Noor, Nasri. 2014. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
- Budiarto, Eko, dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

59
Nama : 1. Tri Sofiyani (6411417039)
2. Nurik Fetiana (6411417045)

BAB 8
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DAN ANALITIK

A. Definisi Epidemiologi Deskriptif


Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk
menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan
frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdasarkan atribut & variabel menurut segitiga
epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu).
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik yang
dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada
sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi
kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan
surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya
maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional.
Berdasarkan unit pengamatan/analisis, epidemiologi deskriptif dibagi menjadi 2 kategori
:
 Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
 Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang
(Cross-sectional).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
1. Bertujuan untuk menggambarkan
2. Tidak terdapt kelompok pembanding
3. Hubunga seba akiba hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi
4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

60
Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:
1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan
3. sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah atau satu
wil dalam waktu yang berbeda.

B. Definisi Epidemiologi Analitik


epidemiologi analitik adalah sebuah penelitan yang mengevaluasi hubungan antara paparan
bahan berbahaya dengan penyakit melalui pengujian hipotesis ilmiah.
1. Non eksperimental :

1. Studi kohort / follow up / incidence / longitudinal / prospektif studi. Kohort diartikan


sebagai sekelompok orang. Tujuan studi mencari akibat (penyakitnya).
2. Studi kasus kontrol/case control study/studi retrospektif. Tujuannya mencari faktor
penyebab penyakit.
3. Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk penyelidikan secara
empiris fakto resiko atau karakteristik yang berada dalam keadaan konstan di masyarakat.
Misalnya, polusi udara akibat sisa pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
2. Eksperimental. Dimana penelitian dapat melakukan manipulasi/mengontrol faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang paling baik untuk
menentukan cause and effect relationship serta tes yang berhubungan dengan etiologi, kontrol,
terhadap penyakit maupun untuk menjawab pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi
eksperimen dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Clinical Trial. Contoh :
 Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk mencegah
terjadinya stroke.
 Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu hamil untuk menurunkan frekuensi Tetanus
Neonatorum.
2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat flourida pada air minum.

61
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, asrul.dr.m.ph.1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Binarupa Aksara

Sutrisna, Bambang.dr.M.H.Sc.1986.Pengantar Metoda Epidemiologi. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Modul Materi Dasar Epidemiologi FKM UNDIP 2010.

Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. .Semarang : Badan Penerbit Undip.

62
Nama : Naila Rizqi Haqiyah

NIM : 6411417044

Nama : Ajeng Fitria Utami

NIM : 6411417055

BAB 9

CROSS SECTIONAL

1. Pengertian Cross Sectional

Cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dengan memotong lintang suatu
keadaan yang diteliti,dengan melakukan pengamatan "sepintas" atau semacam snapshot,
gambaran sesaat dari situasi yang diamati. Penelitian ini melakukan potongan melintang
situasi yang dalam populasi penelitian sehingga yang ditemukan hanyalah keadaan pada saat
itu. Dengan demikian penelitian potong-melintang dipakai untuk menguraikan distribusi dan
frekuensi karakteristik kesehatan dalam masyarakat dan asosiasi karakteristik itu dengan
variabel lainnya.

Penelitian ini disebut juga penelitian prevalensi. Biasanya dilakukan dalam bentuk yang
dikenal dengan nama survey dan penelitian korelasi (ecological study = penelitian ekologi).

2. Ciri-ciri Cross Sectional


Pada umumnya penelitian cross sectional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi penyakit tertentu
 Penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding
 Hubungan sebab akibat hanya merupakan perkiraan saja
 Penelitian ini dapat menghasilkan hipotesis
 Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis

3. Tujuan Cross Sectional

63
Secara garis besar, tujuan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut :
 Penelitian cross sectional digunakan untuk mengetahui masalah kesehatan masyarakat di
suatu wilayah
 Penelitian dengan pendekatan cross sectional digunakan untuk mengetahui prevalensi
penyakit tertentu di suatu daerah, tetapi dalam hal-hal tertentu prevalensi penyakit yang
ditemukan dapat digunakan untuk mengadakan estimasi insidensi penyakit tersebut.
 Penelitian cross sectional dapat digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan
sebab-akibat bila penyakit itu mengalami perubahan yang jelas dan tetap
 Penelitian cross sectional dimaksudkan untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan
diuji melalui penelitian analitis.

4. Kelebihan dan Kelemahan Cross Sectional


 Kelebihan Cross Sectional
 Cepat, dapat dilakukan hanya sekali pengamatan atau interview
 Murah, bahkan dapat termurah dibanding dengan penelitian lainnya
 Berguna untuk informasi bagi perencanaan misalnya untuk menentukan lokasi rumah
sakit, penganggaran obat, dan peralatan medis, dan jenis-jenis pelayanan yang
diperlukan
 Untuk mengamati kemungkinan hubungan berbagai variabel yang ada.
 Kelemahan Cross Sectional
 Tidak dapat memberikan gambaran hubungan kausal. Hanya memberikan informasi
tentang hubungan antara karakteristik epidemiologis dengan masalah kesehatan yang
diamati
 Umumnya hanya menemukan kasus yang selamat. Tidak dapat menemukan mereka
yang mati karena penyakit yang diteliti
 Sulit dilakukan terhadap penyakit atau masalah yang jarang dalam masyarakat
setempat
 Sulit dipakai penyakit yang akut, pendek masa inkubasi, dan masa sakitnya.

5. Langkah-langkah Cross Sectional


Untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional dibutuhkan langkah-langkah
sebagai berikut :

64
1) Identifikasi dan perumusan masalah
2) Menentukan tujuan penelitian
3) Menentukan cara dan besar sampel
4) Memberikan definisi operasional
5) Menentukan variabel yang akan diukur
6) Menyusun instrumen pengumpulan data
7) Rencana analisis

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insidensi


dan prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara jelas bahwa masalah
yang sedang dihadapi merupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian.
Dari masalah tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.

Menentukan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat mengetahui apa yang
akan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak dan kapan dilakukan serta siapa yang
melaksanakannya.

Penentuan Populasi Studi

Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasi
studinya. Biasanya , penelitian cross sectional tidak dilakukan terhadap semua subjek studi,
tetapi dilakukan pada sebagian populasi dan hasilnya dapat di ekstrapolasi pada populasi studi
tersebut.

Populasi studi dapat berupa populasi umum dan dapat kelompok populasi tertentu tergantung
dari apa yang diteliti dan dimana penelitian dilakukan.

Kriteria Subjek Studi

Subjek suji harus diberi kriteria yang jelas, misalnya jenis kelamin, umur, domisili dan
penyakit yang diderita.

65
Penentuan Sampel

Pada penelitian cross sectional, diperlukan perkiraan besarnya sampel dan cara pengambilan
sampel. Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan Cochran
berikut.

1. Untuk data deskrit

p.q.𝒁∝ 𝟐
𝒏=
𝑳𝟐
n = besar sampel

p = proporsi yang diinginkan

q=1-p

Zα = simpangan dari rata-rata distribusi Normal standard

L = besarnya selisih antara hasil sampel dengan populasi yang masih dapat

diterima

2. Untuk data kontinu

𝒁∝ 𝟐 . 𝒔𝟐
𝒏=
𝑳𝟐
s2 = varian sampel

Daftar Pustaka

Nadjib Bustan, M. 2012. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

66
Nama kelompok :

1. M Syaiful Bachri Al Yunus ( 6411417036 )


2. M Nur Alvin Mubarok ( 6411417048 )

BAB 10

CASE CONTROL

A. Pengertian Case Control


Studi case control adalah rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari
hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi case
control adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan
pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.
Karakteristik Case Control antara lain :
1. Merupakan penelitian observasional yang bersifat retrospektif
2. Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok kontrol
3. Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya hubungan sebab-akibat
4. Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistik
5. Kelompok kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus
6. Pada penelitian kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh faktor
risiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
7. Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds
ratio
Studi Case Control bersifat Retrospektif, yang maksudnya adalah jika peneliti
menentukan status penyakit dulu, lalu mengusut riwayat paparan ke belakang. Arah
pengusutan seperti itu bisa dikatakan “anti-logis”, sebab peneliti mengamati akibatnya dulu
lalu meneliti penyebabnya, sementara yang terjadi sesungguhnya penyebab selalu
mendahului akibat

67
Ada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan kasus-kasus yang sudah ada dan
memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding. Lalu peneliti mencari informasi status
(riwayat) paparan masing-masing subjek kasus dan kontrol. Jadi pada studi kasus kontrol
peneliti tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti risiko, pada studi
kasus kontrol peneliti menggunakan odd. Odd adalah probabilitas dua peristiwa yang
berkebalikan, misalnya sakit versus sehat, mati versus hidup, terpapar versus tak terpapar.
Pada studi kasus kontrol, odd pada kasus adalah rasio antara jumlah kasus yang
terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol adalah rasio anatara jumlah kontrol terpapar
dibagi tidak terpapar, jika odd pada kasus dibagi dengan odd kontrol, diperoleh Odds ratio
(OR). OR digunakan pada studi kasus kontrol sebagai pengganti RR
Jadi penelitian retrospektif dapat diartikan sebagai suatu penelitian dengan
pendekatan longitudinal yang bersifat observasional mengikuti perjalanan penyakit ke arah
belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik tentang adanya hubungan
pemaparan terhadap factor resiko dimasa lalu dengan timbulnya penyakit. Dengan kata
lain, mengikuti perjalanan penyakit dari akibat ke sebab dengan membandingkan
besarnya pemaparan factor resiko di masa lalu antara kelompok kasus dengan kelompok
control sebagai pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa pada awalnya penelitian terdiri
dari kelompok penderita (kasus) dan kelompok bukan penderita yang akan diteliti sebagai
control.
Kelompok kasus atau kelompok penderita ialah kelompok individu yang menderita
penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam proses penelitian sebagai subjek studi. Hal ini
penting dijelaskan karena tidak semua orang yang memenuhi criteria penyakit yang akan
diteliti bersedia mengikuti penelitian dan tidak semua penderita memenuhi criteria yang
telah ditentukan.
Kelompok control ialah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita penyakit
yang akan diteliti tetapi memiliki peluang yang sama dengan kelompok kasus untuk terpajan
oleh factor rresiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bersedia menjadi
subjek studi

B. Tahap-Tahap Penelitian Case Control


Adapun tahapan penelitian Case Control adalah sebagai berikut :

68
a. Identifikasi variable-variabel penelitian (factor risiko dan efek)
b. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel)
c. Identifikasi kasus.
d. Pemilihan subjek sebagai control.
e. Melakukan pengukuran “retrospktif” (melihat ke belakang) untuk melihat factor resiko
f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi abtara variable-variabel objek
penelitian dengan variable control.

Contoh sederhana : penelitian ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi


pada anak balita dengan perilaku pemberian makanan oleh ibu.
1. Tahap pertama : mengindentifikasi variable dependen (efek) dan variable-variabel
independen (factor risiko)
· Variable Dependen : Malnutrisi
· Variable Independen : Perilaku ibu dalam memberikan makanan.
· Variable Independen yang lain : Pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak
dsb.
2. Tahap kedua : menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian.
Objek penelitian di sini adalah pasangan ibu dan balita daerah mana yang dianggap
menjadi populasi dan sampel penelitian ini.
3. Tahap ketiga : mengindentifikasikan kasus, yaitu anak balita yang menderita
malnutrisi. Yang dimaksud kasus di sini adalah anak balita yang memenuhi criteria
malnutrisi yang telah ditetapkan. Misalnya berat per umumnya kurang dari 75%
standar Havard. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.

4. Tahap keempat : pemilihan subjek sebagai control, yaitu pasangan ibu-ibu dengan
anak balita mereka. Pemilihan control hendaknya didasarkan kepada kesamaan
karakteristik subjek pada kasus. Misalnya cirri-ciri masyarakatnya, social ekonominya,
letak geografis dsb. Pada kenyataannya memang sulit untuk memilih kelompok control
yang mempunyai karakteristik yang sama dengan kelompok kasus. Oleh sebab itu
sebagian besar cirri-ciri tersebut kiranya dapat dianggap mewakili.

69
5. Tahap kelima : melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus (anak
balita yang malnutrisi) itu diukur atau dinyatakan kepada ibunya dengan ,menggunakan
metode “recall” mengenai perilaku atau kebiasaan memberikan makanan kepada
anaknya. Recall disini maksudnya menanyakan kepada ibu anak balita kasus tentang
jenis-jenis makanan serta jumlahnya yang diberikan kepada anak balita selama periode
tertentu. Biasanya menggunakan metode 24 jam (24 hours recall).

6. Tahap keenam : melakukan engolahan dan analisis data. Analisis data dilakukan
dengan membandingkan proporsi perilaku ibu yang baik dan yang kurang baik dalam
hal memberikan makanan kepadsa anaknya pada kelompok kasus, dengan proporsi
perilaku ibu yang sama pada kelompok control. Dari sini akan diperoleh bukti atau
tidak adanya hubungan antara perilaku pemberian makanan dengan malnutrisi pada
anak balita.

C. Kriteria Pemilihan Kasus


Adapun kriteria pemilihan kasus diantaranya yaitu :
1. Kriteria Diagnosis dan kriteria inklusi harus dibuat dengan jelas
2. Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit atau populasi/masyarakat

D. Kriteria Pemilihan Kontrol


1. Mempunyai potensi terpajan oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus
2. Tidak menderita penyakit yang diteliti
3. Bersedia ikut dalam penelitian

E. Kelebihan dan Kekurangan dari Penelitian Case Control


Kelebihan :
1. Cocok untuk mempelajari penyakit yang jarang ditemukan
2. Hasil cepat, ekonomis
3. Subjek penelitian bisa lebih sedikit
4. Memungkinkan mengetahui sejumlah faktor risiko yang mungkin berhubungan dengan
penyakit
5. Kesimpulan korelasi kurang baik, karena ada pembatasan dan pengendalian faktor risiko
70
6. Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau cohort
7. Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis)

Kekurangan :
1. Pengukuran variable yang retrospektif, objektifitas dan reliabilitasnya kurang karena
subjek penelitian harus mengingat kembali factor-faktor risikonya,
2. Tidak dapat diketahui efek variable luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan
3. Kadang-kadang sulit memilih control yang benar-benar sesuai dengan kelompok kasus
karena banyaknya factor resiko yang harus dikendalikan.

F. Pengukuran Odd Rasio (=psi)


Pengukuran resiko relatif pada penelitian case control tidak dapat dilakukan secara
langsung tetapi hanya berupa perkiraan karena pada penelitian case control tidak mengukur
insidensi tetapi hanya mengukur besarnya paparan. Secara skematis dapat disajikan dalam
bentuk tabel berikut

Penyakit
Pemaparan Positif Negative Jumlah Odds penyakit
Positif A B m1 a/b
Negative C D m2 c/d
Jumlah n1 n2 N

Odds pemaparan a/c b/d

Odds ratio () (a/b)/(c/d) atau ad/bc

Contoh:

Suatu penelitian tentang hubungan karsinoma paru- paru dengan rokok yang
dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca paru- paru sebagai
kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan Ca paru-
paru sebagai kelompok control. Kedua kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan social ekonomi

71
Hasilnya yang diperoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang
merokok, sedangkan pada kelompok control terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat
digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut:

Pajanan Kasus Control


Perokok 90 40
Bukan perokok 10 60
Jumlah 100 100

Rate pemaparan pada kelompok kasus= 90/100= 90%

Rate pemaparan pada kelompok control = 40/100= 40%

Odds ratio= (90×60)/(40x 10)= 5400/500= 10,8

Ini berarti bahwa diperkirakan resiko bagi perokok terkena karsinoma paru- paru adalah 10,8
kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.

Sumber Referensi / Daftar Pustaka :

DESAIN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI _ Nursing Science.html

Desain Studi Epidemiologi _ pianHervian's Blog.html

Epidemiologi _ DEFINISI METODE PENELITIAN CASE CONTROL.html

Kesehatan_ Penelitian Kohort dan Case Control.html

Lady Nang World's_ CASE CONTROL, KOHORT, CROSS-SECTIONAL dan TABEL


ANALISIS.html

Premature Doctor_ STUDI KASUS-KONTROL.html

rizkynet_ RANCANGAN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI.html

72
Nama kelompok :
1. Daud Maulana 6411417057
2. Daryati 6411417058

BAB 11
PENELITIAN PROSPEKTIF (PENELITIAN KOHORT)

PENDAHULUAN
Penelitian prospektif merupakan salah satu penelitian yang bersifat longitudinal dengan
mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu. Penelitian prospektif
ini dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok yang terpajan oleh faktor
risiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan, kemudian insiden penyakit pada kedua
kelompok tersebut secara statistik dibandingkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
sebab-akibat antara pajan dan penyakit yang diteliti. Kelompok yang diikuti tersebut dinamakan
kohort.
Penelitian prospektif kohort ini mengikuti paradigm dari sebab ke akibat. Dari uraian singkat di
atas dapat dijelaskan bahwa secara garis besar proses perjalanan penelitian prospektif sebagai
berikut.
1. Pada awal penelitian, kelompok terpajan maupun kelompok tidak terpajan belum
menampakkan gejala penyakit yang diteliti.
2. Kedua kelompok diikuti ke depan berdasarkan sekuens waktu (prospektif).
3. Dilakukan pengamatan untuk mencari insiden penyakit (efek) pada kedua kelompok.
4. Insiden penyakit pada kedua kelompok dibandingkan menggunakan perhitungan statistic
untuk menguji hipotesis tentang hubungan sebab – akibat antara pajanan dan insiden penyakit
(efek).

Proses penelitian prospektif kohort secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.
Keadaan awal penelitian (Sebab) insiden penyakit (AKIBAT
/EFEK)
Kelompok terpajan
Positi
……………………. f

73
Negatif Dibandingkan

Kelompok tidak Positi terpajan


f …………………
.

Negatif
MACAM PENELITIAN KOHORT
Penelitian yang ditinjau dari proses perjalanan penyakit disebut penelitian prospektif dan bila
ditinjau dari tujuannya disebut penelitian insidensi, sedangkan bila ditinjau dari kelompok yang
diikuti disebut penelitian kohort.
Penelitian prospektif dapat dibagi menjadi penelitian observasional dan interversional
(eksperimen) berdasarkan keterlibatan peneliti dalam intervensi. Bila peneliti secara pasif hanya
mengamati proses perjalanan penyakt alamiah disebut penelitian observasional, tetapi bila
peneliti secara aktif dan terencana melakukan intervensi disebut penelitian interversional.
Penelitian kohort dapat terdiri dari satu kohort atau dua kohort.

PENELITIAN SATU KOHORT


Penelitian dengan satu kohort pada dasarnya bersifat deskriptif karena pada awal penelitian tidak
terdapat kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan sebagai kontrol. Setelah dilakukan
pengamatan diketahui bahwa dalam kohort tersebut terdapat kelompok individu yang akan
terpajan oleh faktor risiko dan dari kelompok tersebut sebagian akan menderita penyakit akibat
pejanan dan sebagian tidak. Selain itu, terdapat pula kelompok yang todak terpajan oleh faktor
risiko dan sebagian menderita penyakit tersebut dan kelompok ini dianggap sebagai kontrol
kemudian dianalisis secara analitis. Kelompok kontrol demikian sering disebut sebagai kontrol
interna.

PENELITIAN DUA KOHORT


Pada penelitian prospektif dengan dua kohort, sejak awal penelitiannya telah dipisahkan menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok terpajan oleh faktor risiko timbulnya penyakit tertentu dan

74
kelompok lain yang tidak terpajan oleh faktor risiko kemudian proses perjalanan penyakit
alamiah kedua kelompok tersebut diikuti untuk menemukan insiden penyakit yang dimaksud
kemudian dianalisis dengan menghitung risiko relatif, risiko atribut, dan perhitungan statistic
untuk menguji hipotesis. Dalam hal ini kelompok pembanding disebut kelompok kontrol
eksterna.

OBSERVASIONAL VS INTERVENSIONAL
Antara penelitian prospektif yang bersifat observasional dengan intervensional terdapat beberapa
perbedaan sebagai berikut.
1. Pada studi observasional, pemajuan terhadap faktor risiko dilakukan oleh alam atau yang
bersangkutan baik secara sengaja atau tidak sengaja dan peneliti hanya mengadakan pengamatan
secara pasif terhadap proses perjalanan penyakit secara alamiah. Oleh karena itu, penelitian ini
tidak dimasukkan ke dalam eksperimen, sedangkan pada penelitian intervensional pemajuan atau
intervensi dilakukan oleh peneliti secara aktif dan terencana.
2. Karena pada studi observasional peneliti tidak secara aktif melakukan intervensi maka tidak
terdapat hambatan faktor etis, sedangkan pada eksperimen, faktor etis memegang peran penting
dalam pelaksanaansuatu penelitian, misalnya mengetahui efektivitas obat untuk pengobatan
suatu penyakit karena pada kelompok kontrol hanya diberi placebo atau tanpa pengobatan.
3. Pada studi observasional, keadaan awal sering kali sulit ditentukan secara pasti terutama bila
pemajanan telah berlangsung lama. Oleh karena itu, penelitian ini berpotensi besar menjadi bias
karena harus mengingat masa lampau, misalnya hubungan antara rokok dengan karsimona paru
paru untuk mendapatkan informasi tntang lamanya merokok, jumlah batang rokok yang diisap
per hari, dan jenis rokok. Pada penelitian eksperimental hal seperti itu tidak terjadi.

Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan yang diperoleh dari dari Penelitian Kohort :
1. Untuk mengetahui perkembangan normal yang terjadi dengan berjalannya waktu karena
intervensi yang dilakukan oleh alam berupa “waktu”.
2. Untuk mempelajari timbulnya penyakit secara alamiah akibat pemajanan (patogenik) yang
dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara sengaja
3. Mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit (patogresif)

75
4. Hubungan sebab akibat suatu penyakit
5. Tidak memiliki hambatan secara etis
6. Untuk mempelajari insiden penyakit yang diteliti
7. Dapat menghitung secara langsung risiko relative dan risisko atribut
8. Dapat dilakukan perhitungan statistic untuk menguji hipotesis
9. Penelitian kohort dapat diketahui lebih dari satu outcome terhadap satu pemaparan.
Secara skematis beberapa keuntungan yang diperoleh pada penelitian kohort seperti
ontogenik, patogenik, dan patogresif sebagai berikut
Keadaan Awal Akibat Pajanan Kemudian Tipe Penelitian
Sehat Pertumbuhan Normal Sehat Ontogenik
Sehat Timbul Penyakit Sakit Patogenik
Sakit Perjalanan Penyakit Sehat/Sakit/Meninggal Patogresif

Kerugian pada penelitian prospektif sebagai berikut :


1. Penelitian ini membutuhkan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit
mempertahankan subjek studi agar tetap mengikuti proses penelitian.
2. Penelitian ini membutuhkan biaya yang besar akibat besarnya sampel dan lamanya
penelitian.
3. Penelitian ini sulit dilakukan pada penyakit yang jarang terjadi
4. Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian penyakit dengan fase laten lama.

Langkah – Langkah dalam penelitian prospektif


1. Tentukan tujuan penelitian. Tujuan dan hipotesis harus dinyatakan dengan jelas karena
dengan tujuan yang jelas akan memudahkan kegiatan selanjutnya.
2. Membuat rancangan penelitan. Dalam merancang penelitian harus ditentukan apakah satu
kohort atau dua kohort dan apakah menggunakan historical control atau tidak ?
3. Tentukan kelompok terpajan dan tidak terpajan
4. Diagnosis insidensi penyakit yang dicari.
5. Tentukan lamanya pengamatan dan frekuensi pengamatan

76
6. Hitung perkiraan besarnya sampel yang dibutuhkan
7.Tentukan rancangan analisis yang akan dilakukan

RANCANGAN ANALISIS
Dalam merencanakan penelitian Prospektif, harus membuat rancangan analisisnya agar
memudahkan saat melakukan evaluasi terhadap hasil penelitian adapun skema analisis dan
perhitungan sebagai berikut.

Insidensi Penyakit Jumlah


Sakit Tak sakit
Positif +(a) -(b) a+b
Pemajan Negatif +(c) -(d) c+d

Jumlah a+c b+d N

Risiko kelompok terpajan : a/(a+b) = m


Risiko tidak terpajan : c/(c+d) = m / n Risiko atribut = m-n
Contoh :
Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alcohol dengan
terjadinya hemoragi stroke. Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak 4.952 orang
peminum alcohol dan 2.916 orang bukan peminum alcohol. Dilakukan pengamatan
pada kedua kelompok selama 12 tahun dan diperoleh hasil sebagai berikut.
Dari 4.952 peminum ditemukan 197 orang menderita stroke dan dari 2.916 bukan
peminum terdapat 93 orang menderita stroke. Temuan tersebut dapat disajikan dalam
bentuk table kontingensi 2 x 2 sebagai berikut.

Jumlah Resiko
Positif 0,006
Negatif 2916
Peminum Positif 193 2723

77
Negatif 93 4859 4952 0,018

Jumlah 286 7582 7868

Risiko Relatif (RR) = 0,066/0,018 = 3,67


Risiko Atribut (RA) = 0,066 – 0,018 = 0,048
Jadi dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa peminum alcohol memiliki risiko 3,67
kali lebih besar untuk menderita stroke dari pada yang tidak meminum alcohol, dan besarnya
risiko yang dapat dihindarkan dengan tidak menjadi peminum adalah 4,8%(0,048).

DAFTAR PUSTAKA
Donahoe P. Richard, PhD, et.al. “Alcohol and Hemorrhagic Stroke”.Vol.3.No.2.Hlm. 35-38.
JAMA South East Edition, Feb, 1987.
Doll R. and Hill A.B. “Lung Cancer and Other Cause of Deathin in Relation of Smoking”. A
second report on the mortality of British doctors, Br. Med. J.2, 1071.1056
Feinstein A.R.Clinical Biostatistic. Saint Louis: The C.V. Mosby Company,1977.
Lilienfield A.M. and David E. Lilienfield.Foundation of Epidemiology. 2nd ed. New York:
Oxford University Press Inc, 1980
Mac Mahon B & Pugh T.F. Epidemiology, Principle and Method. Little Brown Company,
1970
Mausner, J.S., Shira Kramer, Mausner & Bahn. Epidemiology : An Introductory Test. W.B.
Saunders Company, 1985

78
Nama Kelompok :
1. Rizki Fauziah (6411417050)
2. Havivi Dwi Anggraeni(6411417056)

BAB 12
EKSPERIMENTAL

PENDAHULUAN

Penelitian eksperimen merupakan metode yang paling kuat untuk mengungkapkan hubungan
sebab akibat. Penelitian ini telah dilakukan sejak lama seperti penelitian yang dilakukan oleh
James Lind dan Goldberger walaupun jumlahnya sangat sedikit. Hambatan utama dalam
penelitian eksperimen pada manusia adalah faktor etis. Penelitian pada manusia baru
berkembang pada beberapa dasawarsa terakhir ini dan berbagai metode dan analisis yang kita
kenal saat inipun berkembang pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen pada
manusia dapat dikatakan merupakan hal baru.

Karena kondisi tersebut, maka hubungan sebab akibat banyak dilakukan dengan pendekatan
observasional atau dilakukan tanpa menggunakan kontrol atau sebagai pembandingnya
digunakan pengalaman pengobatan penyakit pada masa sebelumnya dan hanya didasarkan pada
memori saja. Cara ini dapat menunjukkan hasil yang baik seperti penyembuhan pneunomia yang
disebabkan pneumococcus dengan penisilin.

Walaupun sampai saat ini masih terdapat hambatan faktor etis, tetapi penelitian eksperimen telah
banyak dilakukan terutama untuk menemukan obat yang lebih efisien dalam pengobatan suatu
penyakit.

Rancangan penelitian dapat dibedakan menjadi rancangan eksperimen murni dan eksperimen
semu (quasi experiment). Berdasarkan lokasi penelitian, umumnya penelitian eksperimen dapat
dilakukan di klinik ( clinical trial = uji klinis) dan dilakukan di lapangan (field trial = penelitian
intervensional) yang banyak dilakukan pada penelitian operasional (Operations Research) dalam
bidang pelayanan kesehatan.

79
PENGERTIAN STUDI EKSPERIMENTAL

Studi Eksperimental merupakan Studi dimana peneliti melakukan perlakuan / intervensi


(pemberian faktor risiko/paparan) pada subjek yang akan diteliti. Pada studi eksperimental,
Peneliti mempunyai kontrol terhadap peristiwa yang menimbulkan risiko penularan dengan cara
subyek ke kelompok eksperimen atau kelompok kontrol. Tujuan eksperimental adalah supaya
kedua kelompok mempunyai kesamaan dalam faktor risiko lainnya, kecuali faktor keterpaparan.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN EKSPERIMENTAL

Kelebihan penelitian eksperimental adalah memungkinkan untuk dilakukan randomisasi dan


melakukan penilaian penelitian dengan double-blind. Teknik randomisasi hanya dapat dilakukan
pada penelitian intervensi dibandingkan penelitian observasional. Dengan teknik randomisasi,
peneliti bisa mengalokasikan sampel penelitian ke dalam dua atau lebih kelompok berdasarkan
kritieria yang telah ditentukan peneliti. Teknik randomisasi bertujuan untuk menciptakan
karakteristik antar kelompok hampir sama dalam penelitian. Kemudian, desain ini juga
memungkinkan peneliti melakukan double-blind, dimana peneliti maupun responden tidak
mengetahui status responden apakah termasuk dalam kelompok intervensi atau non-intervensi.
Kekuatan desain ini bisa meminimalisir faktor perancu yang dapat menyebabkan bias dalam
hasil penelitian.
Kelemahan penelitian eksperimental berkaitan dengan masalah etika, waktu dan masalah
pengorganisasian penelitian. Intervensi biasanya berkaitan dengan manusia, dan membutuhkan
kerjasama dari responden pada kelompok intervensi/non intervensi, tenaga kesehatan, peneliti,
laboran dan sebagainya terkait dengan penelitian, sehingga butuh managemen yang tidak mudah
karena melibatkan banyak pihak. Untuk mengurangi isu etika, ketika kita melakukan intervensi
baru pada satu kelompok, kelompok lainnya sebaiknya diberikan intervensi standar sehingga
masalah etika bisa diminimalisir (bukan plasebo) atau tanpa intervensi pada kelompok kontrol.

TIPE EKSPERIMENTAL
Secara garis besar, desain eksperimental dalam epidemiologi dibagi menjadi dua kelompok
besar: 1) penelitian eksperimen /randomised controlled trial (RCT) dan 2) penelitian eksperimen
klaster / cluster randomised controlled trial (Cluster RCT).
 Penelitian Eksperimen /Randomised Controlled Trial (RCT)

80
 Uji klinis (Clinical trials)
 Uji coba lapangan (Field trials)
 Penelitian Eksperimen Klaster / Cluster Randomised Controlled Trial (Cluster RCT)
 Uji komunitas (Community trials)

1. UJI KLINIS
Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan pada manusia,
pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada subyek penelitian,
kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis. Bila dibandingkan dengan study
observasional, uji klinis mempunyai kapasitas yang lebih tinggi dalam menerangkan
hubungan sebab akibat. Dalam rancangan ini pula, variabel perancu dapat dikontrol
dengan baik.
Uji klinis sering dilaksanakan untuk membandingkan satu jenis pengobatan dengan
pengobatan lainnya. Dalam arti kata yang luas, pengobatan dapat berarti medikamentosa,
perasat bedah, terapi psikologis, diet, akupuntur, pendidikan atau intervensi kesehatan
masyarakat dan lain-lain. Uji klinis ini telah dikenal dalam penelitian kedokteran sejak 50
tahun yang lalu, dan kini makin menjadi penting dengan kemajuan teknologi kedokteran.
 Jenis Uji Klinis
Uji klinis pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses pengembangan pengobatan
baru. Biasanya jenis obat ataupun cara pengobatan yang akan diuji diharapkan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada. Uji
klinis dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:
A. Tahapan 1
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium yang disebut juga sebagai uji pre-
klinis, dikerjakan in vitro dengan menggunakan benatan percobaan. Tujuan
penelitian tahapan 1 ini adalah untuk mengumpulkan informasi farmakologi dan
toksikologi dalam rangka untuk mempersiapkankan penelitian selanjutnya yakni
dengan menggunakan manusia sebagai subjek penelitan
B. Tahapan 2
Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia sebagai subjek penelitian. Tahapan ii
berdasarkan tujuannya dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu:

81
- Fase 1 :bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan, dengan
mengikutsertakan 20-100 orang subjek penelitian.
- Fase II : bertujuan untuk menilai system atau dosis pengobatan yang paling
efektif, biasanya dilaksanakan dengan mengikutsertakan sebanyak 100-200
subjek penelitian.
- Fase III : bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru
dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada (pengobatan standal). Uji klinis
yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III
adalah uji klinis acak terkontrol.
- Fase IV : bertujuan untuk mengevaluasi obat baru yang telah dipakai
dimasyarakat dalam jangka waktu yang relative lama (5 tahun atau lebih). Fase
ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping obat timbul setelah lebih
banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji klinis pascapasar (post
marketing).

 Keuntungan Dan Kerugian Uji Klinis


a. Keuntungan Uji Klinis
Secara epidemiologi sebenarnya uji klinis terasa agak kaku, walaupun demikian
uji klinis mempunyai keuntungan antara lain:
1. Dengan dilakukannya randominasi maka dapat dikontrol secara efektif, oleh
karena factor confounding akan terbagi secara seimbang diantara kedua
kelompok subyek.
2. Kriteria inklusi, perlakuan dan outcome telah ditentukan terlebih dahulu.
3. Statistic akan lebih efektif, oleh karena :
a. Jumlah kelompok perlakuan dan control sebanding
b. Kekuatan atau power statistic tinggi
4. Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak metode
statistik harus berdasarkan pemilihan subyek secara random.
5. Kelompok subyek merupakan kelompok sebanding sehingga intervensi dari
luar setelah randominasi tidak banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian
selama intervensi tersebut mengenai kedua kelompok subyek.

82
b. Kerugian Uji Klinis
1. Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal.
2. Uji klinis mungkin dilakukan dengan seleksi tertentu sehingga tidak
representative terhadap populasi terjangkau atau populasi target.
3. Uji klinis paling sering dihadapkan kepada masalah etik, misalnya apakah etis
bila kita memberikan pengobatan pada kelompok perlakuan namun tidak
mengobati kelompok kontrol.
4. Kadang-kadang uji klinis sangat tidak praktis
5. Atau cara baru mengatur dan mengantarkan jasa kesehatan.

2. FIELD TRIAL / EKSPERIMEN LAPANGAN


Ekperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakukan di lapangan dengan
individu-individu yang belum sakit sebagai subyek. Mirip dengan studi kohort prospektif,
rancangan ini diawali dengan memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek-subyek
penelitian dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, lalu diikuti
perkembangannya apakah subyek itu sakit atau tidak. Berbeda dengan studi kohort,
peneliti menentukan dengan sengaja alokasi faktor penelitian kepada kelompok-
kelompok studi.
Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit antara kedua kelompok studi
kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan. Jika laju kejadian penyakit
dalam populasi rendah, maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subjek yang
sangat besar pula. Pada ekperimen lapangan kerap kali peneliti harus mengunjungi
subyek penelitian di “lapangan”. Peneliti dapat juga mendirikan pusat penelitian di mana
dilakukan pengamatan dan pengumpulan informasi yang dibutuhkan dengan biaya yang
ekstra.

3. COMMUNITY TRIAL / INTERVENSI KOMUNITAS


Intervensi komunitas adalah studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas,
bukan kepada individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi
tidak mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu.

83
Contoh intervensi ini adalah riset tentang efektivitas flurodasi air minum untuk mencegah
karies pada masyarakat. Riset Newburgh-Kingston (Ast et al., 1950) memberikan natrium
florida pada tempat-tempat penyediaan air minum yang dikonsumsi oleh komunitas
(Newburgh). Komunitas lainnya (Kingston) menerima air minum seperti sebelumnya
(tanpa suplementasi fuor). Eksperimen ini memperlihatkan kemaknaan pengaruh
floridasi, baik secara statistik maupun klinik, dalam mengurangi kerusakan, kehilangan,
dan pergerakan gigi masyarakat.

METODE EKSPERIMENTAL
Langkah-langkah metode eksperimental :
1. Membagi subyek menjadi 2 kelompok
2. Memberikan perlakuan pada satu kelompok
3. Mengikuti kedua kelompok untuk melihat hasilnya
- Ke depan
- Prospektif

Cara Pemilihan Subyek


 Populasi penelitian: Individu yg belum mengalami outcome yg diteliti
 Cara membagi dlm kelompok: Random atau non-random
 Penentuan kelompok yg diintervensi: Dilakukan oleh peneliti
Prinsip penelitian intervensi/ Eksperimental

84
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto Eko, Dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Lapau Buchari, Alib Birwin. 2017. Prinsip dan Metode Epidemiolgi. Depok: Kencana.

Nasri Nur Noor. 2014. Epidemilogi. Jakarta: Rineka Cipta.

85
86

Anda mungkin juga menyukai