Anda di halaman 1dari 27

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

KEJADIAN LUAR BIASA


(KLB)

Penyusun
1. Nelly Yuana (NPM. 1928021001)
2. Alfi Noor Istiqomah (NPM. 1928021002)
3. Sutanto (NPM. 1928021003)
4. Suyatno (NPM. 1928021004)
5. Bara Ade Wijaya Suprayitno (NPM. 1928021005)
6. Anisah (NPM. 1928021006)
7. Febrina Manda Ningtyas R (NPM. 1928021007)
8. Vania Petrina Calista (NPM. 1928021008)

Mata Kuliah : Epidemiologi


1 EPIDEMIOLOGI
Dosen : Dr. Endang Budiarti, M.Kes

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
05 OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah
kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ”
Epidemiologi, Studi Kasus: KLB DBD”. Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Endang Budiarti., M.Kes. sebagai dosen pengajar mata kuliah
Epidemiologi. Dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami meminta maaf apabila ada kesalahan yang
membuat para pembaca tidak berkenan. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami sendiri maupun kepada pembaca.

Bandar Lampung, 30 September 2019


2 EPIDEMIOLOGI

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman.

JUDUL 1
KATAPENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR GAMBAR 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 5

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) 7
3 EPIDEMIOLOGI
B. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) 7
C. Penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) 8
D. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB) 9
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) 11
F. Langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) 11
G. Penarapan kasus KLB pada penyakit DBD 19

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 25
B. Saran 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi kasus DBD berdasarkan bulan di Kota Bitung tahun 2016 20

Gambar 2. Distribusi kasus DBD berdasarkan kelompok umur Di Kota Bitung tahun 2016 21

Gambar 3. Distribusi kasus DBD berdasarkan wilayah Puskesmas di Kota Bitung tahun 2016 22

4 EPIDEMIOLOGI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan
perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan
langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya
menjadi lebih cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat,
diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang
diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di
lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang
terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah
dalam rangka melakukan respon KLB.
5 EPIDEMIOLOGI
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga
mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan
penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi
tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene
umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu
epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan
dalam  suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan
gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu
penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang
mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini
kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan
penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang
disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko
penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang
merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus,
meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-
sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan
penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil
penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan
penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan
penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau
membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah
(Efendy Ferry, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Apa kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
6 EPIDEMIOLOGI
3. Penyakit-penyakit apa yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
4. Seperti apa klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB).
6. Bagaimana langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).
7. Seperti apa Penarapan kasus KLB pada penyakit DBD

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB).
4. Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB).
6. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).
7. Penarapan kasus KLB pada penyakit DBD

7 EPIDEMIOLOGI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah. Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut:
“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”. Istilah wabah dan KLB memiliki
persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau normal, namun
wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan
populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 
8 EPIDEMIOLOGI

B. KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
1. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
2. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
3. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam
tahun sebelumnya.
4. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.
5. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama. 
6. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

C. PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI MENJADI KEJADIAN LUAR


BIASA (KLB)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1. Kholera
9 EPIDEMIOLOGI
2. Pes
3. Demam berdarah
4. Campak
5. Polio
6. Difteri
7. Pertusis
8. Rabies
9. Malaria
10. Avian Influenza H5N1
11. Antraks
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza H1N1
15. Meningitis
16. Yellow Fever
17. Chikungunya

Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:


1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai
memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare,
pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria,
frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan,
encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi
masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan
lain-lain.

D. KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab
10 EPIDEMIOLOGI
dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
1) Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
2) Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
3) Endotoxin
b. Infeksi
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa
4) Cacing
c. Toxin Biologis
1) Racun jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun ikan
5) Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
1) Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
cyanida, nitrit, pestisida.
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2. Berdasarkan sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti:
Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
11 EPIDEMIOLOGI
c. Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya:  keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA
(KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
adalah:
1. Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah
adalah herd immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd
immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat
menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan
individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena
penyakit tersebut.
2. Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan
reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi
12 EPIDEMIOLOGI
kehidupan ataupun  perkembangan organisme tersebut.

F. LANGKAH-LANGKAH  PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya
(penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan diagnosa etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9. Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada
sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al.,
1986; Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan
secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak.
Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan
(Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).

1. Persiapan Penelitian Lapangan


Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama
sesudah adanya informasi.  Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam
Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
b. Pembuatan rencana kerja
13 c. Pertemuan dengan pejabat setempat. EPIDEMIOLOGI

2. Pemastian Diagnosis Penyakit


Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan
gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi
gejala klinisnya.
3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang
tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada
populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga
ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada penyakit yang
endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola maksimum-
minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
4. Identifikasi kasus atau paparan
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan
teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB.
Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber
penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari
teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit
yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan
identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara
dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).
5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB
berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah
suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit
(onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk
menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara
penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik,
sebagai berikut:
1) Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu
14 EPIDEMIOLOGI
sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar
dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2) Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB
dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa
puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi
rata rata penyakit tersebut.
3) Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated. Tipe
kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh
paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran
dari orang ke orang (kasus sekunder).
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk
mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat
tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat
dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus),
tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi,
sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan
kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980
dalam Maulani, 2010).

c. Deskripsi kasus berdasarkan orang

Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber


penularan atau etiologi penyakit.. Orang dideskripsikan menurut variabel umur,
jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau
kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel
orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada
satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu
dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit.
15 EPIDEMIOLOGI
Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai
penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber
penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al.,
1986 dalam Maulani, 2010).
d. Penanggulangan sementara

Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau


diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan
ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB
dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan
cara penularannya, sebagai berikut:
1) Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan
maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
2) Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat
dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita
yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari
orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
3) Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan
penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
4) Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan
telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara
penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai
sumber dan cara penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat
ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus
pembanding (Taylor et al., 1982 dalam Maulani, 2010).
5) Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.
16 EPIDEMIOLOGI
6) Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui
bahwa sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera
dapat dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih
diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al.,
1987 dalam Maulani, 2010).
7) Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
8) Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan
baru dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi
dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).
e. Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
1) Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan
adanya agent pada sumber penularan.
2) Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan
keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.
f. Perencanaan penelitian lain yang sistematis
Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB
merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai
tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik
untuk melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu
dilakukan:
1) Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui
kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan
informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.
2) Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
17 EPIDEMIOLOGI
3) Evaluasi terhadap program kesehatan.
g. Penyusunan Rekomendasi
1) Program Pengendalian

Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya


menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular.
Tahapan – tahapan program, yaitu:
a) Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan
masalah prioritas, inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan
dokumen perencanaan. Dokumen perencaan harus detail terhadap
target/tujuan yang ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan
setiap kegiatan, volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas
penanggungjawab setiap kegiatan, metode pengukuran keberhasilan.
b) Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan,
menggerakan dan mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak
yang terkait.
c) Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan dokumen perencanaan. 
2) Penanggulangan KLB

Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh


pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: 
a) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk
mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan
perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian
yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
18 EPIDEMIOLOGI
b) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
1) Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
2) Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).
c) Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan
kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena
penyakit agar jangan sampai terjangkit penyakit.
d) Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang
mengandung bibit penyakit.
e) Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara
khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan
penyakit pada orang lain.
f) Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang
bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan
wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat
melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak
menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar
masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.
g) Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus
masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan
wabah.
h) Penyusunan laporan KLB
19 EPIDEMIOLOGI

Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak


yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara
lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan
penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat
dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman dan hasil
penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan
menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat
dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.
G. PENERAPAN KLB PADA KASUS DBD

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KEMATIAN KARENA DBD DI


WILAYAH PUSKESMAS GIRIAN WERU KECAMATAN GIRIAN KOTA
BITUNG JANUARI 2017

1. PENDAHULUAN
Sehubungan dengan informasi yang diterima/dibaca oleh TGC Dinas Kesehatan
Daerah Provinsi Sulawesi Utara di media cetak lokal tanggal 18 Januari 2017, bahwa ada
1 (satu) kematian DBD di Girian I Kecamatan Girian Kota Bitung. Informasi tersebut
segera dikonfirmasi oleh TGC Dinkes Daerah Prov.Sulut kepada TGC Kota Bitung
melalui telepon dan benar ada satu kematian DBD di wilayah tersebut. Setelah melakukan
koordinasi dan konfirmasi, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Daerah
Prov.Sulut melapor kepada Kabid P2P Dinkes Daerah Prov.Sulut dan TGC Dinkes
Daerah Prov.Sulut memutuskan untuk melakukan PE ke lokasi KLB DBD di Kota
20 EPIDEMIOLOGI
Bitung. Anggota TGC yang melakukan PE terdiri dari Kepala Bidang P2P, tim surveilans
dan tim P2PM. Persiapan logistik dilakukan oleh tim P2PM seperti Abate, NS

2. TUJUAN
a. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD
b. Mengetahui sumber dan cara penularan
c. Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB DBD
d. Melakukan respon cepat terhadap KLB DBD dan populasi yang berisiko
e. Merumuskan rekomendasi pengendalian KLB DBD

3. DEFENISI OPERASIONAL
a. DBD atau DGF ( Dengue Hemor rhagic fever) atau adalah penyakit yang disebabkan
oleh Virus Dengue. Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti . Gejala klinis penyakit DBD dimulai dengan demam tinggi
yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara cepat.
Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia,
lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. KLB DBD adalah jika suatu daerah desa atau kelurahan sebaiknya segera ditetapkan
telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut
1) Terdapat satu penderita DBD atau demam dengue (DD) meninggal.
2) Terdapat satu kasus DBD atau lebih selama 3 bulan terakhir di daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik
Aedes aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.
3) Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan
sebelumnya,
4) Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya
pada periode yang sama .

4. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) KLB DBD


a. PE dilakukan Tim P2P Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara bersama TGC Dinkes
Kota Bitung pada tanggal 20 Januari 2017.
b. Analisa Jumlah Kasus DBD tahun 2016 dan 2017 di Kota Bitung : 1. Jumlah kasus
DBD tahun 2016 = 121 kasus, kematian = 1. 2. Januari 2017 s/d tanggal 30 Januari
2017 di Kota Bitung = 14 kasus dan 2 (dua) kematian karena DBD dengan CFR =
21 EPIDEMIOLOGI
14,3%, melampaui CFR yang ditargetkan Kemenkes RI yaitu CFR harus <1%. a.
1) Distribusi kasus DBD berdasarkan Time : Distribusi kasus DBD di Kota Bitung
dapat dilihat pada time lines berikut:
Grafik 1. Distribusi kasus DBD berdasarkan bulan di Kota Bitung tahun 2016

Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung , 2016


Grafik 1 menunjukkan bahwa kasus DBD di Kota Bitung tahun 2016
cukup fluktuatif setiap bulan, pick kasus DBD terjadi pada bulan April 2016.

2) Distribusi kasus DBD berdasarkan Person :

Grafik 2. Distribusi kasus DBD berdasarkan kelompok umur Di Kota Bitung tahun 2016

22 Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung, 2016 *) P=Penderita ; M=Meninggal


EPIDEMIOLOGI

Grafik 2 memberi gambaran bahwa kasus DBD banyak diderita pada


kelompok umur 6-17 thn atau usia anak sekolah yaitu sebesar 56 kasus, kemudian
disusul pada kelompok umur 0-5 thn (balita). Hal ini dapat dianalisa bahwa
penularan terjadi di lingkungan rumah dan sekolah, karena anak balita (0-5 tahun)
masih beraktifitas lebih banyak di rumah dan umur 6-17 tahun merupakan anak
usia sekolah. Gambaran tersebut memberi rekomendasi untuk melakukan
intervensi pencegahan DBD dari segi P u blic H e alt h (kesehatan masyarakat) di
lingkungan rumah dan sekolah misalnya penyuluhan, pembagian leaflet, spanduk,
baliho, pelatihan jumantik cilik dan lain-lain yang memuat informasi tentang cara-
cara pencegahan dan penanggulangan DBD yang efektif termasuk informasi siklus
hidup nyamuk Aedes Agepty dan penanganan kasus DBD yang cepat dan tepat.

3) Distribusi kasus DBD berdasarkan Place


Gambar 3. Distribusi kasus DBD berdasarkan wilayah Puskesmas di Kota Bitung
tahun 2016

Sumber : Laporan Surveilans DBD Kota Bitung, 2016

23 EPIDEMIOLOGI
Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa distribusi kasus DBD hampir
diseluruh wilayah kecamatan di Kota Bitung, tertinggi di Kec. Girian wilayah
Puskesmas Girian Weru sebesar 25 kasus. Sedangkan kejadian kematian DBD
pada Januari 2017 ini, terjadi di Kec. Girian Puskesmas Girian Weru. Mencermati
kondisi tahun 2016 bahwa kasus tertinggi di Kec.Girian, sejatinya sudah harus
menjadi perhatian prioritas oleh Dinas Kesehatan Kota Bitung dan Puskesmas
Girian Weru untuk meningkatkan kewaspadaan dini dan respon terhadap penyakit
DBD.

4) Incidence Rate (IR) per 100.000 penduduk dan CFR.


Incidence Rate (IR) kasus DBD di Kota Bitung tahun 2016 adalah 63.7
per 100.000 penduduk , kondisi tersebut malampaui target nasional tahun 2016
yang ditetapkan dalam RPJMN 2015 - 2019 Kemenkes RI (49 per 100.000
penduduk) dan CFR tahun 2016 =0.8%. Sedangkan CFR Januari 2017 Kota
Bitung = 14,3%.
5. IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO
Berdasarkan penyelidikan epidemiologi KLB DBD di wilayah Puskesmas Girian
Weru Kec. Girian Kota Bitung dapat diperoleh data tentang faktor risiko penyebab KLB
DBD antara lain:
a. Faktor risiko dari unsur SDM:
1) Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal
2) Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan
3) Data DBD belum dianalisa oleh pengelola surveilans/tim surveilans.
4) Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD belum
tercapai.
b. Faktor Risiko dari unsur masyarakat dan lingkungan:
1) Perilaku masyarakat tentang PHBS masih rendah
2) Breading place nyamuk masih banyak
6. RUMUSAN MASALAH
a. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal karena rangkap tugas
dari pengelola surveilans baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan;
b. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan karena tingkat
sensitifitas pengelola surveilans RS masih kurang pengelola surveilans RS juga
rangkap tugas;
c. Manajemen kasus di RS agak kurang jelas, karena hasil PE menunjukan pasien DBD
langsung masuk pada fase kritis atau shok.
d. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD belum
tercapai, karena dari hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh informasi bahwa
masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya mencegah DBD melalui PSN
atau memerangi jentik, masyarakat masih memahami bahwa DBD dapat dicegah
24 dengan foging. EPIDEMIOLOGI
e. Data DBD belum dianalisa secara maksimal oleh pengelola surveilans/tim surveilans
tingkat puskesmas dan kabupaten/kota karena petugas sering berganti, pengetahuan
pengelola surveilans tentang pengolahan dan analisa data DBD belum memadai.
f. Breading place nyamuk masih banyak karena tingkat kepedulian sebagian masyarakat
terhadap lingkungan masih rendah, hal ini terkait pula dengan perilaku seseorang
untuk melakukan PHBS.
7. RESPON YANG TELAH DILAKUKAN
Respon yang telah dilakukan terhadap kejadian kematian DBD di Puskesmas
Girian Kecamatan Girian Kota Bitung yaitu:
a. Penyelidikan Epidemiologi oleh Tim Dinkes Daerah Prov.Sulut dan TGC Dinkes
Kota Bitung serta TGC Puskesmas Girian;
b. Penyuluhan kepada masyarakat oleh TGC Puksemas Girian;
c. Fogging fokus oleh TGC Dinas Kesehatan Kota Bitung bersama Puksemas Girian
(baru satu siklus) saat tim provinsi turun melakukan PE dan Asistensi Teknis Respon
KLB.
d. Koordinasi lintas sektor (Kecamatan Girian) untuk melakukan pecegahan dan
pengendalian penyakit DBD bersama masyarakat, dimana Camat Girian telah
membentuk satuan tugas pemburuh jentik (satgas petik).
e. Suport logistik dari Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara ke Dinas
Kesehatan Kota Bitung antara lain; a. Abate = 50 kg b. Jumantik Kit = 25 set c.
Mesin Fogging = 1 buah d. Malathion = 20 liter e. IgGM = 25 set f. NS 1 = 25 set
8. REKOMENDASI
Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah yang ditemukan
dilapangan antara lain:
a. Menjadikan kegiatan SARS sebagai tupoksi prioritas bagi pengelola surveilans yang
dituangkan dalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan dibuat diawal tahun anggaran
baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan kabupaten/kota;
b. Meningkatkan sensitifitas pengelola surveilans RS untuk secara aktif melaporkan
penyakit menular potensial KLB seperti DBD melalui sosialisasi penyakit menular
potensial KLB dan Asistensi teknis secara berkala (triwulan/semester) oleh dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi;
c. Dinas Kesehatan Kota Bitung agar berkoordinasi dengan RS terkait untuk evaluasi
manajemen kasus dan jika diperlukan dapat meminta bantuan dari Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI).
d. Bagian promosi kesehatan agar mengemas secara riil dan sederhana materi penyuluhan
tentang pencegahan DBD seperti memelihara ikan cupang pemakan centik, menanam
tanaman hias yang aromanya dapat mengusir nyamuk (bunga lavender, Zodia,
Geranium, Serei Wangi, dll), memberi informasi tentang tanda dan gejala khas DBD
25 serta langkah-langkah penanganan segera yang harus dilakukan masyarakat seperti
EPIDEMIOLOGI
memberi cairan berelektrolit untuk mengindari dehidrasi, segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan jika penderita panas dalam 2-3 hari dan pengendalian penyakit DBD dengan
menyampaikan informasi tentang tujuan dan bahaya foging melalui media komunikasi
seperti brosur, leaflet, baliho, iklan media elektronik secara berkala serta melakukan
surveilans berbasis masyarakat atau community based surveillance (CBS) dimana
masyarakat/kader dilatih dan diberdayakan untuk melaporkan gejala dan tanda penyakit
menular yang terjadi di wilayahnya terutama jika penderita tidak datang ke fasyankes;
e. Melakukan refreshing bagi pengelola surveilans tentang cara pengolahan dan analisis
data DBD melalui workshop analisis data surveilans epidemiologi dengan dukungan
dana ABPD Kota Bitung.
f. Kerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan lomba kelurahan/ lingkungan bebas
jentik pada bulan sebelum musim penghujan tiba/sebelum masa penularan (SMP)
dengan mengukur dan memeriksa ABJ oleh Tim Puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota serta menindak lanjuti kegiatan Satgas Petik yang dicanangkan pihak
Kecamatan Girian.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia
untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
2. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada
suatu KLB yang sedang terjadi.
3. Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB.
4. Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian
(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang
(pengendalian).
26 5. Tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yangEPIDEMIOLOGI
terjadi dan
mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan
KLB, dll.

B. Saran
Penyusun mengetahui bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik sangat kami harapkan. Agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa
menjadi pembelajaran untuk kami di kemudian hari. Sekali lagi kami tunggu saran dan
kritiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB


Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Tahun. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2018. Kumpulan laporan Penyelidikan Epidemiologi
Kejadian Luar Biasa (KLB). Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang P2P Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Utara. Manado

27 EPIDEMIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai