TEKNIK OTOPSI
Oleh :
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
1
DAFTAR ISI
Hal
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada zaman dahulu orang Mesir tidak menggunakan tubuh orang mati untuk
mempelajari perjalanan suatu penyakit, organ tubuh pada mayat hanya dipakai untuk
diawetkan. Orang Yunani dan Indian melakukan kremasi tanpa dilakukan pemeriksaan;
bangsa Romawi, Cina, dan Muslim menganggap tabu untuk memotong tubuh manusia. Pada
Pembedahan mayat untuk pembelajaran dilakukan pertama kali pada tahun 300 SM
oleh Herophilus dan Erasistratus, ilmuwan Alexandria. Namun yang pertama kali
menemukan adanya hubungan antara tanda dan gejala pada pasien adalah ilmuwan Yunani,
Galen dari Pergamum. Ini merupakan perkembangan yang signifikan yang mengarah ke
Vesalius ( De humani corporis fabrica, 1543) yang membuat mungkin untuk menentukan
penyakit berdasarkan anatomi normal. Leonardo da Vinci membedah 30 mayat dan menulis “
kelainan anatomi”. Begitu juga Michaelangelo yang melakukan beberapa pembedahan. Pada
awal abad ke 13, Frederick II meminta dua tubuh korban eksekusi kriminal setiap dua tahun
autopsi untuk menentukan sebab kematian dan secara signifikan memiliki hubungan antara
Autopsi berkembang oleh Giovanni Morgagni, bapak Patologi modern, yang pada
tahun 1761 mendeskripsikan apa yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada
penelitiananya yang besar On the Seats and Causes of Diseases as Investigated by Anatomy,
3
ia membandigkan gejala dan observasi pada 700 pasien dengan temuan anatomis pada
pemeriksaan tubuh. 1
Oleh Karl van Rokitansky dari Vienna (1804-1878), autopsi dengan mata telanjang
Autopsi modern sudah diperluas termasuk penerapan berbagai ilmu dan semua
instrument dari spesialisasi dasar ilmu modern. Pemeriksaan diperluas bahwa struktur sel
4
BAB 2
ISI
Secara etimologis, autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang
artinya melihat.1-3 Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh
mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
Berdasarkan tujuannya autopsi digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu autopsi klinik dan
2.2.1 Autopsi klinik; dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat
di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Jenis autopsi ini mutlak diperlukan izin
5
2.2.2 Autopsi Forensik atau Medikolegal; dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan
suatu surat permintaan pemeriksaan atau pembuatan Visum et Repertum (VeR) dari
pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan,
berlaku.2
Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas
Aspek hukum yang terkait dengan autopsi antara lain; pihak yang berhak meminta
VeR, dasar hukum autopsi forensik, barang bukti, dan menentukan saat kematian.
Pihak yang berhak meminta VeR adalah; penyidik (KUHAP I butir 1, 6, 7, 120, 133,
6
Selanjutnya penyidik pembantu (KUHAP I Butir 3,10, PP RI No 27 Th 1983) yaitu pejabat
Dasar hukum autopsi forensik adalah KUHAP 133, KUHAP 134, KUHP 222,
Reglemen pencatatan sipil Eropa 72, Reglemen pencatatan sipil Tionghoa, STBL 1871/91,
Dasar hukum yang berkaitan dengan barang bukti berdasarkan KUHAP 42, yakni
barang bukti harus diperiksa oleh dokter untuk dicatat kemudian dilaporkan dalam VeR;
barang bukti setelah diperiksa diserahkan kepada penyidik secepatnya dengan disertai surat
konvensional; seseorang telah meninggal dunia apabila keadaan insane yang diyakini oleh
ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung
seseorang telah berhenti. Khusus untuk transplantasi; saat kematian ditentukan oleh dua
dokter yang tidak ada hubungan dengan dokter yang melakukan transplantasi dan penentuan
kematian di RS modern menggunakan EEG, yaitu alat yang mencatat aktivitas otak.
Sebelum memulai autopsi, ada beberapa hal yang penting untuk dipersiapkan yaitu
sebagai berikut :
Pertama, kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah surat permintaan atau pembuatan Visum et
Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang untuk autopsi forensik,
7
mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan seluruh organ tubuh dan
Kedua, pastikan mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang
dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan dalam hal ini surat permintaan VeR. Dalam hal
autopsi forensik, perhatikan terhadap mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi
oleh pihak yang berwenang berupa penyegelan dengan label polisi yang diikatkan pada ibu
jari kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti. Label
dari polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, dan sebagainya yang harus
diteliti apakah sesuai dengan data – data yang tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan.3
selengkap mungkin. Pada kasus autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang
mendahului kematian, keadaan pada TKP dapat memberi petunjuk bagi pemeriksaan serta
dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus yang mungkin diperlukan. Kurang
atau tidak terdapatnya keterangan – keterangan tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat
atau hilangnya bukti – bukti yang penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu,
autopsi. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat – alat yang mewah,
namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup.3
Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat – alat sebagai berikut3 :
Kamar autopsi
Meja autopsi
Peralatan autopsi
8
Peralatan untuk pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan luar dimulai dari pemeriksaan label
pada jempol kaki mayat yang berasal dari pihak kepolisian. Gunting pada tali pengikat,
simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin.
Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar zenazah, harus tetap ada pada tubuh
mayat.3
dari penutup mayat. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada. Mencatat pakaian
mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar
sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil,
tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. Mencatat benda di samping mayat. Mencatat
Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme
kadaverik.
Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
Pembusukan.
9
Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.3
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke
akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah
yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya
kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata.
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. Memeriksa
bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah,
hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya. Bagian leher
diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid
Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan
yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput
darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang
pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain. Perlu diperhatikan
10
Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dan lain
– lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi
luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang
dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan
garis mendatar melalui pusat. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.3
Terdapat empat teknik autopsi dasar yang dikenal dalam pembedahan mayat namun
pada umumnya setiap teknik autopsi hanya memiliki sedikit perbedaan atau merupakan
modifikasi dari empat teknik autopsi dasar tersebut. Perbedaan terutama dalam hal
pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan pengangkatan maupun jumlah atau
kelompok organ yang dikeluarkan pada satu waktu, serta bidang pengirisan pada organ yang
diperiksa.
Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah dilakukan
pembukaan rongga tubuh, organ – organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa.
Dengan demikian kelainan – kelainan yang terdapat pada masing – masing organ dapat
segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu
sistim menjadi hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi
forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata
tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang
terjadi.
11
2.7.2 Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa
irisan in situ, baru kemudian seluruh organ – organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan –
kumpulan organ (en bloc). Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan keunggulan
yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan
sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan permukaan posterior menghadap
ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aorta diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae
Aorta diputus di atas muara arteri renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid. Organ
urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan
kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan
dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta
aorta diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari
organ perut.
Dengan pengangkatan organ – organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ
tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah
sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar dalam penanganan karena panjangnya
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan
limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Saat ini berkembang teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik Letulle.
Organ tidak dikeluarkan secara en masse, tetapi dalam 2 kumpulan. Organ leher dan dada
12
sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai kumpulan yang lain, setelah
terlebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai perbatasan
rectosigmoid.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat:
Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
13
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-
abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.
Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga
bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.
1. Dada :
a) Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai
keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu
dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan
septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan
bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik
kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan
otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung
sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale,
septum interventrikulorum.
14
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang
dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan
b) Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah
di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian
bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya
dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal
diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung
pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan
dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.
Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian
diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian
tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke
lainnya.
warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan
diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik
dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat
perikardium.
15
2. Perut
a) Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan
dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat.
Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih
dahulu.
lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu
empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian
dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas
dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Hati : perhatikan tepi hati,
permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar
dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi lateral
dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian
ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan
cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul
membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian
sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan
kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum
lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral
ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan
16
perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine
melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat
besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.
c) Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan
insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba
diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1 - 1,5 cm. Ovarium diinsisi
longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus,
seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin 10%
selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm,
kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat
sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan
rektum diikat ganda kemudian dipotong. Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal,
3. Leher
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai
satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus
pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
4. Kepala
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata
pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala
17
kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan
tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji.
Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan
saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di
belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas
dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula
oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala
5. Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang
masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.
2.9 Insisi
Insisi dilakukan hingga mencapai kedalamaan setebal kulit saja. Insisi berbentuk huruf
I merupakan insisi yang paling ideal. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis
tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai
simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Atas indikasi kosmetik insisi Y
tidak dianjurkan. Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
18
Gambar 2. Skin Insisi (diambil dari kepustakaan no.5)
Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam tindakan
otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes
1. Insisi ”Y”
Insisi ”Y”, tidak dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang
sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh pria.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah (incisura jugularis).
19
Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di garis
Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah; tindakan ini
Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga
Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang biasa.
b) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.
Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari bagian lateral
menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian lateral disini dapat dimulai dari
ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis ketiak depan (linea axillaris anterior),
hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).
Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os pubis, dengan
demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam rongga mulut,
leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi ”Y” yang dangkal.
Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa,
Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan bersih
dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah,
20
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan
yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan
penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.
Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis
pubis,
Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang
dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung
dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan tersebut
dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar)
Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai
jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan
Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang
Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik
Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan prinsip
yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes
emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah pada tes emboli
21
Coronaria sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan
pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,
Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang
terjadi.Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru,
misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh-
pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha
atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain, misalnya
pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus
tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar,
sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi
Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan,
Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan
masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus.
Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana yang
terapung.
22
Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan
tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan menggunakan berat
Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi
Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi
Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang diperiksa itu pernah
hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test emboli udara, yakni
Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4
Buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4
dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )
Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau,
adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa
Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum
besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada pneumothorax, tampak
23
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa
sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan
ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara,
dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati. Diagnosa pneumothorax yang
fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya
Pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir mesiu,
dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi alpha-
naphthylamine,
Di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas
Keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan
basah,
Test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada kertas
sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada pakaian. Test ini dilakukan untuk
Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam
rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
24
rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu
sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi
dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan
tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin
10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri
koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian
2. Pemeriksaan toksikologi
Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada pada usus
Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer (v. jugularis;
a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi
Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau
Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan
25
Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan melalui
urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan
stimulan.
Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot, lemak di
banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologik. Pada
pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau
organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan
natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.
3. Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa untuk
pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel yang dipanaskan
sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan
dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut di
atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan
dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.
Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Sediaan hapus lainnya adalah
8. Cairan uretra.
26
2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi3
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga
tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat mulai dari bawah dagu sampai ke
daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot
temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkanlah tubuh mayat dan
27
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Autopsi merupakan suatu pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari
Tujuan autopsi : menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan – penemuan tersebut serta mencari sebab akibat antara kelainan
Ada dua jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik.
Autopsi forensik atau medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik yang tertuang
Ada empat teknik dasar autopsi / pengeluaran organ yaitu teknik Virchow, teknik
Rokitansky, teknik Letulle dan teknik Ghon. Teknik yang sekarang paling sering
Cara insisi yang dikenal dalam autopsi adalah insisi “Y” dan insisi “I”.
Setelah pembedahan selesai, setiap organ dikembalikan ke dalam tubuh sesuai letak
anatominya, kemudian tubuh dijahit sesuai garis insisi menggunakan teknik jelujur.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. The Autopsy Past And Present dalam Autopsy
Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia : Saunders;2009.Hal.1-11
2. Sadelman HC. The Autopsy dalam Kobilinsky L: editor : Forensic Medicine. New York :
Chelsea House Publisher;2007.Hal. 28 – 34
3. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta :
Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 – 45
4. Shepherd R. The Autopsy dalam Simpson’s Forensic Medicine 12th Edition. London :
Arnold – Hodder Headline Group;2003.Hal.34 – 5
5. Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration dalam Post
Mortem Technique Handbook 2nd Edition. London : Springer;2005.Hal.56 – 81
8. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Basic Postmortem Examination dalam Autopsy
Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia : Saunders;2009.Hal.34-55
29