PENDAHULUAN
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan atas
jaringan tubuh yang masih hidup (living tissue) sedangkan logos berarti ilmu. Jadi,
pengertian yang sebenarnya dari traumatologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek
yang berkaitan dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup, juga
mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan,
sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan
tubuh akibat kekerasan. Kegunaannya selain untuk kepentingan pengobatan juga dalam
kepentingan forensik sebab dapat diaplikasikan guna membantu penegak hukum dalam
rangka membuat terang tindak pidana kekerasan yang menimpa tubuh seseorang.1
Trauma merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Trauma dalam
bidang forensik sudah dikenal sejak lama. Pada masa Persia kuno telah dikenal tingkat atau
kualifikasi luka dan pemeriksaan yang dilakukan pada orang-orang yang mengalami
perlukaan. Aquillia (572 SM) menulis tentang perlukaan yang dapat mematikan dan pendapat
medis dalam menaksir kegawatannya. Bohn (1970) adalah orang yang pertama kali
membedakan luka ante mortem dan post mortem.2
Trauma merupakan salah satu penyebab kematian, baik kematian yang mendadak atau
tidak. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang teliti apakah perlukaan pada seseorang dapat
berakibat fatal atau tidak, dan ini merupakan poin penting untuk membantu proses peradilan.
Trauma dikelompokkan berdasarkan sifatnya menjadi trauma mekanik, fisika dan kimia.1
Dalam sebuah penelitian, jumlah data secara keseluruhan yang berasal dan 33
provinsi di Indonesia adalah 972.317 responden. Adapun untuk responden yang pernah
mengalami cedera selama kurun waktu 12 bulan terakhir sebanyak 77.248 orang. Responden
bisa mempunyai jawaban lebih dan satu penyebab cedera selama kurva waktu 12 bulan
tersebut. Dan jumlah tersebut tiga proporsi penyebab cedera terbesar yaitu jatuh sebanyak
45.987 orang (59,6%), kecelakaan lalu lintas sekitar 20.829 orang (27%), dan terluka benda
tajam/tumpul Sebesar 144.127 orang (18,3 %).13
Dari 74 kasus yang masuk di Instalansi Forensik RS. Bhayangkara Semarang periode
ahun 1 Januari 2007 sampai 31 Agustus 2010 didapatkan kasus tersering adalah trauma benda
1
tumpul 40 kasus (54,05%) dan lokasi perdarahan kepala merupakan lokasi perdarahan yang
menyebabkan kematian tersering adalah 46 kasus (62,16%).
Trauma mekanik atau luka mekanik disebabkan oleh kekerasan benda tajam, benda
tumpul dan senjata api. Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam
berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti
kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada sejak
zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan pembuatan
senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur lainnya. Akibat
pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya. Benda tumpul yang sering mengakibatkan
luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,lantai, jalan dan lain-lain.
Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah :
Tidak bermata tajam
Konsistensi keras / kenyal
Permukaan halus / kasar
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab, yaitu alat atau senjata yang mengenai atau
melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau
alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan,
walaupun terkadang sulit dipastikan.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Trauma
Trauma atau luka dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya
diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seseorang. Trauma mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam
berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia, trauma tumpul sendiri diakibatkan
oleh benda yang memiliki permukaan tumpul.4
Cedera deselerasi adalah suatu kondisi di mana suatu peregangan yang berlebihan
adalah cedera pada hepar sepanjang ligamentum teres dan cedera lapisan intima
arteri ginjal. Kondisi lain juga akan memberikan manifestasi pergeseran usus
besar, thrombosis, dana cedera mesentrika disertai dengan cedera pada sistem
medis.11
Dilihat sepintas luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika
diperiksa dengan seksama akan dapat dilihat perbedaannya5 :
Memar Lebam Mayat
- Lokasi - Bisa dimana saja - Pada bagian terendah
- Pembengkakan - Positif - Negatif
- Bila ditekan - Warna tetap - Memucat / hilang
- Mikroskopik - Reaksi jaringan (+) - Reaksi jaringan (-)
b. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet atau abrasi adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau
lepasnya lapisan luar dari kulit, yang ciri-cirinya adalah :
Bentuk luka tidak teratur
Batas luka tidak teratur
Tepi luka tidak rata
Kadang-kadang ditemukan sedikit perdarahan
Permukaan tertutup oleh krusta
Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya beberapa bagian yang
masih tertutup epitel dan reaksi jaringan.1
Luka lecet dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang
terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi
sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi
perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan
luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan
kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang
mengenainya.4
Perkiraan umur luka lecet:
Umur luka lecet secara nakroskopis maupun mikroskopis dapat
diperkirakan sebagai berikut:
- Hari ke 1 – 3 berwarna coklat kemerahan karena eksudasi darah
dan cairan limfe.
- 2-3 hari kemudian pelan-pelan bertambah suram dan lebih gelap.
- Setelah 1-2 minggu mulai terjadi pembentukan epidermis baru.
- Dalam beberapa minggu akan timbul penyembuhan lengkap.6
Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet
mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh
karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
i. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat
dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang
dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang
sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.
ii. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka, seperti :
- Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan,
akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-
coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai
dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang
sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti
jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan
dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”,
khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher
korban.
- Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban
terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang
terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari
ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam
keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban tersebut
masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar.
Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari
sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat
bermanfaat di dalam penyidikan.
- Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata
menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran
kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang
tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras
tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk
moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
- Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual
strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah
pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan
luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit;
dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan
apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan,
tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati
khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet
seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini
pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku
yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan
apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri
atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
- Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban
bersentuhan dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet
tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.
iii. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana
kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila
pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan
yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam
kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan
dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah
tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki
bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.7
Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat diklasifikasikan
sebagai:
1. Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing, misal kuku jari, yang menggeser
lapisan permukaan kulit (epidermis) dan menyebabkan lapisan
tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan
yang terjadi.
Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang
(misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas). Karena terjadinya luka
disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari luka tersebut tidak
menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda tumpul yang
mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala maka
luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi.1
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat
menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok
kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk
menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu
tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan
kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang
lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang
komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang
dapat menyebabkan perdarahan hebat.4
d. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah
hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi
menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi
beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih
lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat
menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang
tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana
dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk
mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik
lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur
dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang
tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang
mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu
penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros
dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan,
sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat
dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat
dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari
metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang
sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan
sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi
organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat
menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan
pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi
robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan
dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Syok yang terjadi pada
pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain.
Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya
fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru
berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur
yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau lemak
merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur
depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang
dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang
secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut,
sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.4
e. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek
lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi
kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara.4
f. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan
kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan
yang bermakna. Kehilangan ¼ volume darah dapat menyebabkan pingsan
meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah dan
mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian.
Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh
darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan
banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri. Apabila luka pada arteri
besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan
akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar
yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk
dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh
darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan
yang berasal dari vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat
apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah
juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada
orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah,
serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol
biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal,
sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi
terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan
pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi
lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi
perdarahan.4
Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi
menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak
berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki
subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya
menyebabkan perdarahan subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang
servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak
yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari
kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat
rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang
ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan
banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan
disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma
yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang
mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang
menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang
berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari
ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut
mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan
subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa
kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat
memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari
tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya
yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan
robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan
umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan
faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk,
perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang
terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat
mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical
superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari
vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat
menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang
biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang
belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh
darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar
otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit
dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh
ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatik yang akan dibicarakan kali ini
merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak
dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan
yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar
otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan
adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab
terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding
tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti,
meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini
murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya
riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang
nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-
abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada
bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.
Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak
menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang
terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang
menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting
dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat
menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang
berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola
luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada
trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau
botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan
laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan
dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif
tidak bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang
bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan
pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan
pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi,
bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini
disebut kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena
foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat
sesuai dengan demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan
trauma yang terjadi. Kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat
saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan
jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan
tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya
mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan
perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’
sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan
perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan
dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan
apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat
kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit
penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan
perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan
trauma biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat
predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut
berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang
lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala.
Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna
putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui
pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului
dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya
trauma kepala.4,8
2. Leher
Dapat berakibat :
Kerusakan saraf
3. Dada
Dapat berakibat :
4. Perut
Dapat berakibat :
Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung
seni
Dapat berakibat :
1. Trauma langsung
6. Anggota Gerak
Dapat berakibat :
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali,
yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :
1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat
terjadi kecelakaan. Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi
fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan
laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola
luka pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi
wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai
penyebab, bukan karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang
kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar,
namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi
geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah
bayi yang sering mendapat pukulan pada kepala