Anda di halaman 1dari 10

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Ilmu Kedokteran Forensik
Forensik diambil dari bahasa Yunani, berasal dari kata
yang artinya debat atau perdebatan. Ilmu forensik adalah ilmu yang
digunakan untuk keperluan penyelesaian kejahatan pada sidang
pengadilan. Dalam ilmu forensik terdapat beberapa cabang ilmu
diantaranya ilmu kedokteran forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu
kimia forensik, ilmu toksikologi forensik, dan sebagainya. (Maramis
M.R, 2015)
Ilmu kedokteran forensik adalah cabang dari ilmu forensik yang
menerapkan ilmu kedokteran klinis untuk membantu proses penegakan
hukum dan keadilan (Maramis M.R, 2015). Dalam ilmu kedokteran
forensik terdapat dua cabang ilmu, yaitu forensik klinik dan forensik
patologi. Forensik klinik adalah cabang ilmu kedokteran forensik dimana
korban yang diperiksa merupakan korban hidup. Contoh dari kasus
forensik klinik adalah pemerkosaan, pencabulan, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), dan kekerasan pada anak (Lumente M.A et al, 2017).
Forensik patologi adalah ilmu yang mencakup pemeriksaan pada jenazah
(korban mati) yang bertujuan untuk menemukan penyebab kematiannya.
Contoh dari kasus forensik patologi yaitu kecelakaan, bunuh diri,
asfiksia, tenggelam, keracunan, dan semua hal yang menyebabkan
kematian (Tololiu C.C. et al, 2016). Perbedaan antara forensik klinik dan
forensik patologi hanya terletak pada status kehidupan dari korban yang
diperiksa, korban hidup atau korban mati.
Ilmu kedokteran forensik adalah ilmu forensik yang memanfaatkan
ilmu kedokteran untuk mengungkap kebenaran materiil demi
kepentingan proses penegakan hukum. Berbagai pemeriksaan penunjang

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat digunakan untuk membantu mengungkapkan kebenaran materiil,


meliputi : (Y.A. Triana Ohoiwutun, 2018)
a. Pemeriksaan Toksikologi Forensik
Pemeriksaan toksikologi forensik bertujuan untuk menganalisis
kandungan racun dan akibat dari penggunaan racun tersebut
untuk menemukan penyebab kematian korban. Selain itu,
pemeriksaan toksikologi forensik juga digunakan untuk
menemukan penyebab kematian akibat kecelakaan yang terjadi
karena human error. Pemeriksaan toksikologi dapat
mengidentifikasi zat-zat yang ada pada tubuh korban yang
kemungkinan berpengaruh pada kecelakaan tersebut.
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah pemeriksaan dengan tektik
histologist dengan cara mengidentifikasi jaringan dari tubuh
manusia. Contoh pemeriksaan histopatologi yang digunakan
dalam kasus pidana yaitu pada kasus pembunuhan bayi, dapat
dilakukan pemeriksaan uji apung paru, tujuannya adalah untuk
mengetahui bayi tersebut dibunuh saat setelah kelahiran atau
beberapa saat setelah kelahiran.
c. Pemeriksaan Antropologi Forensik
Pemeriksaan antropologi forensik dilakukan dengan cara
mengidentifikasi kerangka atau sisa-sisa kerangka untuk
mengetahui apakah kerangka atau sisa-sisa kerangka itu
merupakan bagian dari kerangka manusia atau binatang.
Pemeriksaan antropologi forensik ini berperan untuk mengetahui
jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, ras, penyebab
kematian, dan sebagainya.
d. Pemeriksaan Teksik Superimposisi
Pemeriksaan teknik superimposisi dilakukan dengan cara
membandingkan tengkorak/kerangka korban mati dengan
tengkorak/kerangka korban pada saat masih hidup dan ciri-ciri

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

khusus yang ada pada korban untuk keperluan identifikasi. Ciri-


ciri khusus tersebut misalnya pada pemeriksaan odontologi
forensic, dengan membandingkan kondisi gigi korban pada saat
hidup dan mati. Kendalanya adalah ketika kondisi
kerangka/tengkorak tersebut hancur sehingga sulit untuk
diidentifikasi.
e. Pemeriksaaan Laboratorium Forensik
Pemeriksaan laboratorium forensik yang digunakan untuk
mengungkap kebenaran materiil meliputi pemeriksaan sidik jari,
analisis kimia, analisis fisika, generik, mayat, dan semua
pemeriksaan yang berhubungan dengan pemeriksaan tubuh
manusia. Contoh pada pengguna narkoba dapat dilakukan
pemeriksaan urine, atau pemeriksaan sidik jari pada kasus
pembunuhan untuk mengungkap pelaku pembunuhan tersebut.

2. Visum et Repertum
a. Pengertian Visum Et Repertum
Visum et Repertum adalah surat keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter dibawah sumpah, atas permintaan resmi secara tertulis oleh
penyidik untuk keperluan pengadilan. Visum et Repertum ini
merupakan surat keterangan yang berisi temuan dan interpretasinya
mengenai bagian dari tubuh manusia baik hidup ataupun mati.
(Afandi, 2017)
b. Peran dan Fungsi Visum Et Repertum
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang berperan dalam
memberikan keterangan mengenai semua hal tentang hasil
pemeriksaan medis, sehingga dapat dijadikan sebagai bukti suatu
perkara pidana.
Pada bagian kesimpulan Visum et Repertum, terdapat keterangan
atau pernyataan dokter mengenai hasil dari pemeriksaan medis yang
dilakukan, sehingga fungsi Visum et Repertum sendiri adalah untuk

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengaitkan antara ilmu kedokteran dengan ilmu hukum untuk


mengetahui masalah yang terjadi pada seseorang.
c. Jenis Visum et Repertum
Berdasarkan korbannya, visum et repertum dapat dibagi menjadi
dua, yaitu : (Tim penyusun modul badan diklat kejaksaan RI, 2019)
i. Visum et repertum korban mati
ii. Visum et repertum koban hidup, meliputi : visum et repertum psikiatri,
visum et repertum penganiayaan/luka, dan visum et repertum kejahatan
susila.
Selain itu, berdasarkan waktunya, visum et repertum dibagi menjadi
dua, yaitu visum et repertum sementara dan visum et repertum
definitive. (Tim penyusun modul badan diklat kejaksaan RI, 2019)
d. Pembuatan Visum Et Repertum
Pembuatan Visum et Repertum harus sesuai dengan format tertentu.
Berikut merupakan bagian-bagian dari Visum et Repertum : (Afandi,
2017)
1) Pro Justitia
Visum et
Repertum hanya digunakan untuk kepentingan penegakan
keadilan.
2) Pendahuluan
Pendahuluan Visum et Repertum berisi :
- Identitas dari seseorang yang melakukan permohonan
terhadap Visum et Repertum
- Tanggal menerima permohonan Visum et Repertum
- Identitas dari dokter pemeriksa
- Identitas korban yang diperiksa
- Tempat dan waktu pelaksanaan pemeriksaan
3) Pemberitaan

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berisi detail hasil dari pemeriksaan yang ditemukan pada korban


secara objektif. Bagian ini merupakan inti dari Visum et
Repertum.
4) Kesimpulan
Pada bagian kesimpulan berisi hasil interpretasi yang ditemukan
sendiri oleh dokter yang membuat Visum et Repertum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pada bagian kesimpulan
setidaknya harus berisi 2 unsur minimal, yaitu jenis luka dan
kekerasan, dan derajat kualifikasi luka.
Contoh Visum et Repertum :

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1. Contoh Visum et Repertum

3. Cara, Sebab dan Mekanisme Kematian


Cara kematian adalah suatu kejadian yang bertanggung jawab
terhadap kematian. Cara kematian terbagi menjadi 2, yaitu cara kematian
wajar dan tidak wajar. Cara kematian wajar contohnya adalah karena
suatu penyakit tertentu, sedangkan cara kematian yang tidak wajar
contohnya kematian karena kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan, dll.
(Syaulia et al, 2011)
Penyebab kematian adalah penyakit atau trauma/cedera yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian. Penyebab kematian
dibagi menjadi 2, yaitu karena penyakit dan karena trauma (mekanik,
kimiawi, fisik). Penyebab kematian karena penyakit contohnya seperti
penyakit pada SSP, urogenital, respirasi, dll. Penyebab kematian karena
trauma terbagi menjadi 3, yaitu trauma mekanik, trauma kimiawi, dan
trauma fisik. Trauma mekanik contohnya seperti bom, senjata api, trauma
tajam, trauma tumpul. Trauma kimiawi contohnya seperti asam, basa,
dan keracunan. Trauma fisik contohnya seperti listrik, panas, dingin, dll.
(Syaulia et al, 2011)

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, mekanisme adalah cara untuk


mendapatkan sesuatu secara teratur sehingga menghasilkan suatu pola
atau bentuk untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Sebab kematian
adalah setiap luka, cedera, atau penyakit yang mengakibatkan rangkaian
gangguan fisiologis tubuh yang berakhir dengan kematian pada
seseorang, misalnya: luka tembak pada kepala. Mekanisme kematian
adalah gangguan fisiologis dan biokimia yang disebabkan oleh sebab
kematian, sehingga menyebabkan kematian seseorang, misalnya:
perdarahan, aritmia jantung, dan asfiksia.
Definisi mengenai kematian masih terus berkembang dari waktu
ke waktu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Sederhananya, mati merupakan berhentinya 3 sistem utama dalam tubuh
manusia yaitu sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem saraf
pusat, yang disebut sebagai mati somatik. Kematian terdiri dari dua fase,
yaitu kematian somatik dan kematian biologik. Kematian somatik adalah
fase kematian dimana tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti tidak
adanya denyut jantung, tidak adanya gerakan nafas, dan tidak adanya
aktivitas pada otak. Kematian biologik terjadi 2 jam setelah terjadinya
kematian somatik. (Senduk E.A et al, 2013)
Kematian terbagi menjadi dua macam, yaitu kematian yang wajar
dan kematian tidak wajar. Kematian yang wajar contohnya seperti
kematian karena sakit, karena tua, dan lain-lain. Sedangkan kematian
tidak wajar contohnya seperti kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, dan
lain-lain. (Tim penyusun modul badan diklat kejaksaan RI, 2019)
Perubahan yang terjadi setelah kematian dipelajari dalam ilmu
Tanatologi. Ilmu Tanatologi digunakan untuk memastikan kematian dan
memperkirakan waktu kematian. Berikut merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan kematian dalam ilmu tanatologi, yaitu : (Henky et al.,
2017)
1. Lebam mayat

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lebam mayat (livor mortis) adalah pengumpulan darah pada bagian


tubuh (terutama bagian bawah) yang tidak tertekan karena
berhentinya aktivitas jantung dan gravitasi. Lebam mayat terjadi 15
menit - 1 jam setelah kematian. Pada pemeriksaan lebam mayat
dilaporkan lokasi lebam mayat, warna lebam, dan hilang atau tidak
lebam saat di tekan.
2. Kaku mayat
Kaku mayat (rigor mortis) terjadi ketika tidak ada lagi oksigen yang
masuk ketubuh, sehingga menyebabkan terjadinya pemecahan ATP
menjadi ADP serta penimbunan dari asam laktat yang menyebabkan
otot menjadi kaku dan memendek. Kaku mayat terjadi 2 jam setelah
kematian, dan setelah 12 jam kaku mayat menjadi sempurna
(menyeluruh). Pada pemeriksaan kaku mayat di laporkan lokasi kaku
mayat dan intensitas kaku mayat tersebut.
3. Perubahan pada mata
Setelah kematian, pada mata akan terjadi perubahan berupa ilangnya
refleks mata, kornea mengeruh, arteri sentral retina bersegmentasi,
dan tekanan di dalam bola mata menjadi menurun. Ketika kornea
tersebut mengeruh dilakukan pemeriksaan dengan meneteskan air
bersih, kemudian amati hasilnya apakah tetap keruh atau menjadi
bening kembali.
4. Pembusukan
Pembusukan terjadi karena adanya aktifitas dari mikroorganisme dan
terjadinya proses autolisis. 24 36 jam setelah kematian terjadi
pembusukan yang ditandai dengan berubahnya warna kulit menjadi
kehijauan dimulai dari perut bagian bawah kanan. Kemudian, 36
48 jam akan terjadi perubahan warna kulit menjadi hitam kehijauan
(marbling sign) yang diakibatkan karena pelebaran pembuluh darah.
Setelah 48 72 jam, bagian tubuh yang terdiri dari jaringan ikat
longgar akan membengkak (bloating), seperti mata menonjol, wajah
bengkak, lidah menjulur, serta menegangnya perut. 72 96 jam

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

setalah kematian akan muncul gelembung-gelembung pembusukan


dan pada fase ini rambut sangat mudah dicabut dan kulit akan
terkelupas. Pada pemeriksaan pembusukan ini dilaporkan lokasi dan
keadaan pembusukan yang terjadi.

4. Kecelakaan Lalu Lintas


Pengertian kecelakaan lalu lintas menurut UU No. 22 Tahun 2009
k disengaja
melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang

Terdapat tiga pengelompokan korban kecelakaan lalu lintas, yaitu


sebagai berikut : (Tahir A, 2006)
i. Korban Mati, adalah korban yang dinyatakan meninggal akibat
kecelakaan lalu lintas maksimal 30 hari setelah kecelakaan.
ii. Korban Luka Berat, adalah korban yang dirawat di rumah sakit selama
lebih dari 30 hari atau korban yang mengalami cacat secara permanen
akibat kecelakaan tersebut.
iii. Korban Luka Ringan, adalah korban yang bukan merupakan korban mati
atau korban luka berat.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas meliputi faktor manusia, faktor lingkungan, faktor kendaraan,
ataupun kombinasi dari beberapa faktor tersebut. Mengurangi angka
kejadian kecelakaan lalu lintas dengan melakukan tindakan pencegahan
terhadap faktor-faktor tersebut menjadi salah satu penentu berat
ringannya suatu cedera yang ditimbulkan (Djaja S. et al, 2016). WHO
menyebutkan beberapa intervensi yang efektif untuk mengurangi
beratnya cedera yang ditimbulkan adalah dengan melakukan
perancangan infrastruktur yang lebih aman dan memasukkan fitur
keselamatan jalan ke dalam perencanaan penggunaan lahan dan
transportasi, meningkatkan fitur keselamataan kendaraan, meningkatkan
perawatan pasca-kecelakaan bagi korban kecelakaan di jalan raya,

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menetapkan hukum yang berkaitan dengan risiko utama, dan


meningkatkan kesadaran publik.

B. Kerangka Pemikiran
Kasus Kecelakaan Lalu
Lintas

Kasus kecelakaan
korban mati

Forensik patologi

Visum et Repertum

Kesimpulan VeR

1. Cara kematian (manner


of death)
2. Penyebab kematian
(cause of death)
3. Mekanisme kematian
(mechanism of death)
: Diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

13

Anda mungkin juga menyukai