Anda di halaman 1dari 351

ROMAN’S Ed.

37th
EDITED By XXVIII-A

BAGIAN/SMF FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FK ULM-RSUD PENDIDIKAN ULIN

BANJARMASIN
DAFTAR ISI

HALAMAN

COVER 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENGANTAR DAN PRINSIP PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN FORENSIK 3
BAB II VISUM ET REPERTUM 11
BAB III ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS
DAN MALPRAKTIK MEDIS 30
BAB IV INFORMED CONSENT 57
BAB V PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI) 62
BAB VI CARA, SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN 94
BAB VII TANATOLOGI 108
BAB VIII TRAUMATOLOGI 132
BAB IX CARA PENULISAN LUKA PADA VISUM ET
REPERTUM 220
BAB X ASFIKSIA 226
BAB XI TOKSIKOLOGI FORENSIK 249
BAB XII KEJAHATAN SEKSUAL 274
BAB XIII ABORSI 280
BAB XIV INFANTICIDE 295
BAB XV KEMATIAN MENDADAK 300
BAB XVI IDENTIFIKASI FORENSIK 306
BAB XVII DISASTER VICTIM IDENTIFICATION 315
BAB XVIII TEMPAT KEJADIAN PERKARA 324
BAB XIX TATACARA PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK 328
BAB XX PSIKIATRI FORENSIK 337
BAB XXI SURAT KEMATIAN 339
MINI ATLAS 341

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 2


BAB I
PENGANTAR & PRINSIP
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Definisi Ilmu Kedokteran Forensik

ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dgn tujuan untuk


membuat terang suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya
kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti (Physical
Evidence) dalam perkara tersebut.

• Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu


kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
• Sinonim:
- Kedokteran Kehakiman
- Legal Medicine
- Medical Jurisprudenc
- Forensic Medicine
- Clinical Forensic
- Patalogy Forensic.

Forensik tidak sama dengan Hukum Kedokteran (Medical Law)


• Forensik merupakan penegakan hukum yang bukan hanya dipakai untuk
pemeriksaan otopsi tapi juga dengan bagian ilmu lainnya yang berperan dalam
penegakan hukum.
• Kedokteran forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang tubuh, potongan
tubuh, sel, DNA dan lain-lain untuk kepentingan penegakan hukum.

Peran Kedokteran Forensik


Menentukan:
1. Mengapa: Di Masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum menyangkut
tubuh manusia. Sejarah à forum
2. Bagaimana: Manfaatkan ilmu secara optimal & penuh kejujuran, serta pemeriksaan
KF terhadap korban hidup/mati/bagian tubuh manusia
3. Untuk: Menemukan kelainan, bilamana timbul, penyebab & sebab cedera,
penyebab, mekanisme, saat & cara kematian, serta identifikasi.

Forensik dan dokter umum


Ada dasar hukum yang mendasari mengapa dokter umum perlu mengetahui tentang
forensik yakni tertuang dalam KUHAP pasal 133 ayat 1
“ Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”
Yang artinya jika pihak penyidik meminta keterangan ahli maka dokter umum pun
harus mampu melakukan pemeriksaan dan menuangkannya dalam bentuk visum et
repertum.

Alat Bukti yang Sah Di pengadilan


1. Keterangan Saksi (yang menginderai langsung)
2. Keterangan ahli (bersifat subjektif)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 3


3. Surat (dibuat berdasarkan sumpah jabatan)
4. Petunjuk(barang bukti lainnya)
5. Keterangan Terdakwa (paling lemah karena adanya asas praduga tidak bersalah)
Surat yang dimaksud dalam alat bukti yang sah dalam pengadilan adalah surat yang
sesuai dengan ketentuan hukum KUHAP pasal 187 :
“ Surat sebagai mana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang membuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasdarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan
sampel urin.
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian.
5. Odontologi Forensik: pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
Trauma terdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll.
9. Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan
berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun
psikolog.
10. Laboratorium Forensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari
jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 4


Skema 1. Fungsi dokter (Attending physician dan assessing physician)

Peran dokter :
1. Attending physician
Terdiri dua kata yaitu attending yang artinya hadir atau merawat dan physician artinya
dokter. Dapat disimpulkan bahwa attending physician adalah fungsi seorang dokter
dengan menjalankan promotif, preventif, kuratuf, dan rehabilitatif, seperti merawat
pasien yang sedang sakit sampai dengan pulih dengan langkah-langkah seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tata laksana, hingga paripurna.

2. Assessing physician
Terdiri dari kata assessing yang artinya menilai dan physician yang artinya dokter.
Dapat disimpulkan bahwa assessing physician adalah fungsi dokter dalam menilai keadaan
seorang korban hidup maupun mati dalam bidang kedokteran sebagai ahli yang hasilnya
dituliskan dalam sebuah keterangan yang dapat dijadikan bukti hukum dan berfungsi
dalam penegakkan hukum. Seperti dokter spesialis forensik yang melakukan otopsi atas
permintaan penyidik untuk kepentingan pengadilan, dokter spesialis obstetri dan
ginekologi yang melakukan pemeriksaan terhadap korban pemerkosaan atas permintaan
penyidik demi kepentingan hukum

Ø Ada surat permintaan penyidik


Pasal 133 KUHAP Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
Ø Ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk pemeriksaan
Pasal 134 KUHAP Ayat 1:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 5


Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
Pasal 134 KUHAP Ayat 2:
Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
Pasal 134 KUHAP Ayat 3:
Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ø Legalitas hukum pengiriman Barang Bukti/korban atau terdakwa untuk
pemeriksaan

Ada surat permintaan penyidik

Ada surat persetujuan keluarga/korban/terdakwa untuk


pemeriksaan

Legalitas hukum pengiriman Barang Bukti korban untuk


terdakwa untuk pemeriksaan

Kewajiban dokter :
© Kontrak terapeutik terjadi karena :
- Perjanjian/kontak : pasien datang ke praktek/RS
- Undang-Undang : pd situasi gawat darurat

© Landasan yuridis kewajiban memberikan pertolongan di luar perjanjian, yaitu :

Pasal 304 KUHP


Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam
kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian,
dihukum penjara selama-lamnya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 4.500

Pasal 51 UU no 29 tahun 2004 huruf d


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban Melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 6


Skema 2. Proses pembuatan VER
Definisi Penyidikan
Suatu proses untuk mempelajari dan mengetahui apa yang telah terjadi dimana
yang lampau dan dalam kaitannya dengan tujuan dari penyidikan itu sendiri. Penyidik
seyogyanya harus melakukan penyidikan dengan sebaik-baiknya.

Fungsi Penyidikan
Merupakan fungsi teknis reverse Kepolisian yang mempunyai tujuan membuat
suatu perkara menjadi jelas yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil
yang selelngkap-lengkapnya tentang suatu perubahan/tindak pidana yang telah terjadi.

Proses penyidikan perkara pidana


a. Menerima laporan/informasi dan atau melihat langsung terjadinya perkara, masuk
Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
b. Mencari informasi/memeriksa TKP dan para saksi peristiwa serta pemeriksaan para
saksi
c. Melakukan konsultasi terhadap para ahli untuk pemeriksaan barang bukti
korban/terdakwa atas dasar legalitas hukum
d. Penyidikan lebih lanjut atas informasi/keterangan para ahli
e. Pemberian label terhadap barang bukti mati dan surat permintaan pemeriksaan/
konsultasi kepada yang lebih berwenang
f. Pengawalan langsung terhadap pengiriman/konsultasi Barang Bukti atau kasus
korban/terdakwa untuk pemeriksaan tertentu
g. Pendekatan dan penjelasan kepada keluarga korban atau korban untuk macam
pemeriksaan Kedokteran Forensik dan persetujuannya (Informed Consent)

Dalam proses pemeriksaan medis


• Kesiapan Barang bukti/korban/terdakwa dan penyidik (termasuk keluarga bila
perlu)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 7


• Penyidik siap melihat langsung pemeriksaan dan mengamankan lingkungan,
mencatat serta membuat dokumentasi fakta pada korban/BB akibat peristiwa.
• Penyidik siap sebagai konsultan peristiwa dan penghubung keluarga sesuai
kebutuhan pihak medis.
• Penyidik siap menerima BB yang lain yang terdapat pada korban/BB untuk
pemeriksaan lebih lanjut atau untuk barang bukti di sidang pengadilan.
• Menyerahkan jenazah korban atau korban hidup kepada keluarga setelah
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dianggap selesai.
• Menerima hasil pemeriksaan medis, sementara atau definitif.
• Bertanggung jawab terhadap seluruh biaya pemeriksaan medis (Perda, SK Direktur
RS, Pasal 136 KUHAP).

Dalam proses sidang pengadilan


• Koordinasi penyidik, jaksa, hakim, terdakwa, para saksi/saksi ahli dan penasehat
hukum serta keluarga korban/terdakwa.
• Pertanggunganjawab masing-masing para saksi, saksi ahli, penyidik serta terdakwa
atau korban hidup yang dapat/siap di siding.
• Pengawalan dan pengamanan lingkungan, terdakwa, korban hidup dan para
saksi/saksi ahli.
• Surat panggilan para saksi/saksi ahli, korban hidup dan terdakwa.
• Kesiapan alat bukti, barang bukti untuk dipertanggungjawabkan dalam forum
• Kesiapan forum sidang pengadilan sesuai hukum yang berlaku.
• Kesiapan para saksi ahli termasuk dokter untuk mengucapkan sumpah di forum
sidang pengadilan.

Kerahasiaan
• Kerahasiaan hukum, medis oleh profesi masing-masing
• Tanpa/bebas rahasia dalam forum sidang pengadilan khususnya para saksi/saksi ahli
dan penyidik.
• Kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
sesudah perkara selesai
• Ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia

Prinsip hasil pemeriksaan medis


• Obyektif sesuai pengamatan/pemeriksaan pihak medis
• Berdasarkan norma atauran/standart pelayanan medis, khususnya standar pelayanan
kedokteran forensik
• Landasan utama berdasarkan ilmu kedokteran orientasi ilmu hukum
• Dapat dipertanggungjawabkan secara medis berorientasi / tidak berorientasi dengan
ilmu hukum

Informed concent
• Prinsipnya merupakan hak korban/keluarga korban untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan informasi dari pihak penyidik (Pasal 134 KUHAP)
• Penyidik perlu koordinasi dengan tim medis dan keluarga korban untuk,
menentukan macam pemeriksaan (PL, autopsi, TKP, penunjang, dll)
• Penyidik memiliki Pasal 222 KUHP dalam menentukan pemeriksaan jenazah (PL,
autopsi)
• Jadi Informed Consent :
- Dari pihak penyidik untuk tim medis dan penyidik berupa surat permintaan
V et R.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 8


- Dari korban/keluarga korban – antara pihak penyidik, tim medis dan
keluarga korban berupa surat persetujuan keluarga
- Dari keluarga korban – untuk :
o pangruti jenazah (agama)
o pengawetan jenazah (penundaan pemakaman dan WNA)
o pengiriman/transportasi jenazah (Ambulance dan pesawat terbang)

Rekam Medis
• Rekam medis tertuang/tertulis dalam status korban, berkaitan dengan segala macam
pemeriksaan medis serta hasilnya
• V et R adalah merupakan laporan data dari RM murni yang sudah dianalisis dari
data RM dan pertanggungjawabnya
• RM bersifat rahasia medis, Rumah Sakit, pribadi dan hukum (HAM, PP 10 tahun
1966 dan Pasal 170 KUHAP).
• Pelepasan rahasia di sidang pengadilan bebas sanksi (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP),
bila diluar sidang sanksinya menurut hukum yang berlaku.
• RM dan IC berdasarkan hukum tertulis dari Permenkes RI.

Tabel 1. Perbedaan Visum et Repertum dan Surat Keterangan Medis


Perbedaan : V et R Surat Keterangan Medis
Korban/penderita Merupakan barang Merupakan pasien
bukti medis
Pembuat Dokter Dokter atau dokter gigi
Awal Kontrak pemeriksaan Kontrak pemeriksaan dari
kontrak/permintaan dari pihak berwenang pasien sendiri
pemeriksaan (polisi, jaksa, hakim)
Format laporan Dalam bentuk visum et Dalam bentuk surat
repertum keterangan medis (misal
surat keterangan sehat)
Penyerahan laporan Diserahkan kepada Diserahkan hanya kepada
pihak pemohon pasien
Masa berlaku Sampai berakhirnya Ada batas waktu
proses peradilan tertentenggang waktu
tertentu)
Informed consent Tidak diperlukan Harus ada

Empat Kaidah Dasar Etika Kedokteran atau Bioetika ( Menurut Konsil Kedokteran
Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat)
Ø Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan
kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik
bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada
hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
ü Mengutamakan Alturisme
ü Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
ü Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 9


ü Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
ü Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
ü Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti
yang orang lain inginkan
ü Memberi suatu resep
Ø Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku
dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
ü Menolong pasien emergensi
ü Mengobati pasien yang luka
ü Tidak membunuh pasien
ü Tidak memandang pasien sebagai objek
ü Melindungi pasien dari serangan
ü Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
ü Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
ü Tidak melakukan White Collar Crime
Ø Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama
rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri :
ü Memberlakukan segala sesuatu secara universal
ü Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
ü Menghargai hak sehat pasien
ü Menghargai hak hukum pasien
Ø Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
ü Menghargai hak menentukan nasib sendiri
ü Berterus terang menghargai privasi
ü Menjaga rahasia pasien
ü Melaksanakan Informed Consent

Saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah
seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut diberikan mahkota.
Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa tersebut adalah
dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu
tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan atau
dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.

KUHP -> hukum materil


KUHAP -> hukum formil

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 10


BAB II
VISUM ET REPERTUM

PENGERTIAN
• Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
• Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
• Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1973: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-
biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan
• “Suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu
pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk
menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh
Hakim dalam suatu perkara” (Prof Subekti SH.; Tjitrosudibio, dalam Kamus Hukum
1972).
• Suatu laporan medis forensic oleh dokter yang telah sumpah jabatan atas
pemeriksaan BBM (barang bukti medis) hidup atau mati sepanjang pengetahuan
pemeriksa atas permintaan tertulis dan penyidik.

BBM , terbagi menjadi BBM biologis (darah, sperma, dll) dan BBM non biologis
(selongsong, peluru, dll)

MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHAP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat-surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

Tujuan pembuatan VeR, yaitu:


1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru

Pembagian Visum et Repertum


Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat saat tahap akhir dari perawatan pasien
(misalnya pasien membaik/sembuh atau meninggal dunia) atau saat kualifikasi
dari luka sudah dapat ditentukan (misalnya : mengancam jiwa/luka gol C)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 11


b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi
pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
kesimpulan. Pada VeR ditulis “ VISUM et REPERTUM SEMENTARA”
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
• Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
• Mengarahkan penyelidikan
• Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
terhadap terdakwa
• Menentukan tuntutan jaksa
• Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan
sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme
kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain.
Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

KLASIFIKASI VISUM

VISUM HIDUP VISUM MATI EKSPERTISE

DEFINITIF SEMENTARA LANJUTAN SEBAGIAN MENYATAKAN


menentukan BUKAN VISUM.
sebab, cara,
dan mekanisme
kematian melaporkan keadaan
Pada Tidak terdapat Pasien sembuh, benda atau bagian tubuh
kesimpulan kualifikasi luka pindah dokter, korban
terdapat pinadah RS,
Kualifikasi luka pulang paksa
atau meninggal

Skema 3. Klasifikasi visum

Pembagian lain visum et repertum:


1. Menurut peristiwa:
a. VeR perlukaaan
b. VeR kejahatan seksual
c. VeR psikiatrik
d. VeR jenazah
2. Menurut barang bukti:
a. VeR hidup
b. VeR mati
3. Menurut sifat :
a. VeR sementara, lanjutan, definitif
b. VeR barang bukti benda, ekshumasi, TKP

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 12


Susunan Visum et Repertum
Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu:
1. Pembukaan
Ditulis ‘pro justitia’ yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai
pengganti materai.
2. Pendahuluanàberisi landasan operasional ialah obyektif administrasi
Bagian pendahuluan berisi:
a. Identitas penyidik
b. Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti
c. Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa
d. Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)
e. Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan
3. Pemberitaan/Pelaporan/Inti isi
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa:
• Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)
• Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat
dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)
• Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran
• Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain
• Untuk ahli bedah yang mengoperasi à dimintai keterangan apa yang diperoleh.
Jika diopname à tulis diopname, jika pulang à tulis pulang
• Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin
• Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah
pemalsuan.
• Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat,
dan keadaan luka.
4. Kesimpulan
Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat
antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Landasannya
subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya) dan
hasil pemeriksaan medis (poin 3).
5. Penutup
Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter
yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau
pekerjaan dokter.
Landasan : Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no.8 tahun 1981 dan LN no.350
tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran
tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.

Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1 à 3 bulan.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau
menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1 :à2 tahun 8 bulan
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 13


Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 2 à 5 tahun.
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
(semua luka tembus yang menyebabkan perdarahan pada kepala, dada atau perut
dianggap membawa bahaya maut)
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum

Ø Pihak yang berhak meminta VeR


1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Ø Syarat pembuat:
• Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
• Di wilayah sendiri
• Memiliki SIP
• Kesehatan baik

Ø Dalam operasional penyidikan, dapat dilaporkan berbagai penemuan dalam


pemeriksaan barang bukti/kasus, diungkapkan dalam:
• Visum et Repertum sementara, atau
• Visum et Repertum sambungan/lanjutan, atau
• Surat keterangan medis

Ø Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ø Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 14


7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.

Ø Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar
korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik
selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas
persetujuan penuntut umum.

Ø Lampiran visum
• Fotografi forensik
• Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
• Penjelasan à istilah kedokteran
• Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

Catatan dr Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes :


- Penyidik yang boleh meminta dilakukan visum minimal berpangkat AIPDA.
- Pangkat polisi dari yang paling bawah ( à = setara dengan/nama dulu) :
i. BRIPDA à SERDA
ii. BRIPTU à SERSU
iii. BRIPKA à SERKA
iv. BRIGADIR à SERSAN MAYOR
v. AIPDA à PELDA
vi. AIPTU à PELTU
vii. IPDA à LETDA
viii. IPTU à LETTU
ix. AKP à KAPTEN
x. KOMPOL à MAYOR
xi. AKBP à LETKOL
xii. KOMBES à KOLONEL
- Paragraf dalam visum tidak boleh terpotong.
- Pemberitaan = objektif medis (misalnya pada pemberitaan ditulis “luka terbuka”)
- Didalam pemberitaan terdapat keadaan jenazah, keadaan jenazah adalah sesuatu
yang melekat pada jenazah yang bukan merupakan bagian tubuh dari jenazah
tersebut.
- Kesimpulan = subjektif medis karena berupa pendapat dari penulis visum (pada
kesimpulan ditulis “ luka iris)
- Pada kesimpulan, penulisan harus didahulukan yang paling berat lukanya, bahkan
luka yang paling ringan kadang tidak ditulis.
- Pada kesimpulan harus ditulis poin2, misal :
• Terdapat luka tusuk pada dada dan perut akibat persentuhan benda tajam (I.9,10)
• Saat kematian kurang dari dua jam dari saat pemeriksaan (I.3,4,5)

Cara Penulisan Luka


Dalam mendiskripsikan sebuah luka dalam sebuah visum et repertum ada 4
komponen yang harus ada:
1. Lokasi/regio
Misalnya pada dada sebelah kiri, pada dalam, paha luar
2. Koordinat (x, y)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 15


Penentuan koordinat pada luka tertutup (luka memar, lecet geser dan tekan) tidak
usah menggunakan ujung luka (misalnya ujung luka pertama, ujung luka kedua)
tapi menggunakan titik tengah luka karena biasanya bentuk luka jenis ini tidak
beraturan jadi susah mencari dan menyamakan persepsi ujung masing-masing luka.
Koordinat x berupa sumbu tubuh atau bagian tengah tubuh lainnya.
Koordinat y berupa bagian tubuh yang terfiksir misalnya putting susu pada laki-
laki, pangkal leher, pusar. Jangan menggunakan koordinat putting susu pada
perempuan karena tidak terfiksir.
Penentuan luka yang menggunakan diskripsi ujung masing-masing luka
bila:
• Luka terbuka yang melintasi sumbu tengah tubuh.
• Luka terbuka contoh luka bacok
• Luka yang panjang lebih dari 5 cm
• Diperlukan diskripsi perjalanan (arah) luka, misalnya: luka iris yang berjalan
dari perut kanan atas sampai ke perut kiri bawah, luka tusuk dari perut kanan
bawah ke perut kiri atas, dst.

3. Jenis luka:
• Tertutup (tidak menembus seluruh permukaan kulit):
o Luka memar.
o Luka lecet:
§ Luka lecet tekan
Merupakan luka yang terbentuk dengan gaya tegak lurus pada kulit
tapi tidak sampaiu menembus seluruh ketebalan kulit
§ Luka lecet geser
o Patah tulang tertutup
Untuk jenis luka tertutup bisa langsung dinyatakan jenis lukanya, misalnya:
“terdapat luka memar di....” atau “terdapat luka lecet tekan di....”, dst.
• Terbuka:, didalam pemberitaan ditulis luka terbuka saja. Di kesimpulan ditulis
jenis luka lebih spesifik seperti luka robek
o Oleh benda tajam:
§ Luka iris
§ Luka tusuk
§ Luka bacok
§ Patah tulang terbuka
o Oleh benda tumpul:
§ Luka robek
§ Patah tulang terbuka
4. Ukuran luka:
• Panjang dan lebar
• Diameter terpanjang dan terpendek luka
• Dasar luka
Keterangan tambahan lain yang bisa digunakan untuk mendiskripsikan sebuah luka:
1. Jumlah luka.
2. Daerah sekitar luka.
3. Bentuk luka.
Contoh deskripsi luka:
1. Pada dada kiri, lima sentimeter dari sumbu tubuh dan satu sentimeter diatas putting
susu terdapat luka terbuka dengan tepi rata dan salah satu sudut tajam berukuran
panjang lima sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter.
2. Pada dada kiri, terdapat luka terbuka dengan tepi rata dan kedua satu sudut tajam,
ujung pertama luka terdapat pada lima sentimeter dari sumbu tubuh dan satu

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 16


sentimeter diatas putting susu, ujung kedua luka tujuh sentimeter dari sumbu tubuh
dan tiga sentimeter diatas putting susu berukuran panjang lima sentimeter, lebar nol
koma lima sentimeter.
3. Terdapat satu buah luka memar di dahi kanan. Luka berjarak dua koma lima
sentimeter ke kanan dari garis tengah wajah dan dua sentimeter ke atas dari garis
sejajar alis. Diameter terpanjang luka empat sentimeter dan diameter terpendek
luka tiga sentimeter. Bentuk luka oval. Batas luka tidak beraturan. Luka berwarna
merah keunguan. Daerah sekitar luka bersih.
4. Terdapat satu buah luka terbuka di lengan bawah kanan. Ujung luka pertama dua
sentimeter ke kanan dari garis tengah lengan kanan bagian depan dan satu setengah
sentimeter ke bawah dari garis sejajar siku. Ujung luka kedua satu sentimeter ke
kiri dari garis tengah lengan kanan bagian depan dan tujuh sentimeter ke bawah
dari garis sejajar siku. Panjang luka enam sentimeter dan lebar luka tiga sentimeter.
Tepi luka rata. Ujung luka pertama bersudut tumpul dan ujung luka kedua bersudut
tajam. Tidak ada jembatan jaringan. Daerah sekitar luka bersih.
5. Sekelompok luka lecet tekan dalam area 5x3 cm. masing-masing luka lecet tekan
berukuran 0.2 cm.

CONTOH PENGISIAN BLANGKO VISUM ET REPERTUM


Untuk dapat mengisi Visum et Repertum dengan baik, diharapkan mahasiswa sudah
memahami istilah-istilah khusus yang menyangkut keadaan jenazah, misal kaku
jenazah, derik tulang, lebam mayat, hematoma (darah beku dalam subkutan), bercak
jenazah dan lain-lain. Bila memang ada istilah khusus yang belum terdapat istilah
tersebut dalam istilah sehari-hari, tulislah istilah kedokteran tersebut dengan ditambahi
keterangan dalam tanda kurung seperlunya.Berikut ini adalah contoh format Visum et
Repertum yang sudah diisi.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 17


PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
INSTALASI FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
Jl. A. Yani telp (0511) 3252180 (sentral) Banjarmasin 70233
________________________________________________________________
Pro-Justitia
VISUM et REPERTUM
N0. VER/279/IPJ/XI/2012

Nama korban :.Orok……………………………………………………


Tanggal pemeriksaan : 11 Februari 2012…………………………………..
PEMERIKSAAN : L/D KODE: KLL/KN/KL/GEL/M
LABORATORIUM :
IDENTIFIKASI :
OBDUKTOR I PROTOKOL I LABORAN WARTAWAN
()()()()
Disetujui diketik/ tidak
Tgl………………………………. Tgl…………………………..
DOKTER KONSULTAN DOKTER
NIP.
IDENTITAS JENAZAH
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Warga negara :
Agama :
Alamat :
IDENTITAS PENYIDIK
Nama :
Pangkat :
NRP :
Jabatan :
Asal :
Surat nomor :
Tanggal :
Peristiwa kasus :
TIM PEMERIKSA
1. Pemimpin :
2. Obduktor I :
3. Obduktor II :
4. Obduktor III :
5. Protokol I :
6. Protokol II :
7. Wartawan I :
8. Wartawan II :
9. Laboran I :
10. Laboran II :
Saksi
1. Penegak Hukum I :
Penegak Hukum II :
2. Yang lain :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 18


TIM LABORAN:
1. 4.
2. 5.
3. 6.
KETERANGAN
KONSULTAN : Dokter Ahli Forensik/konsultan ahli
PEMIMPIN : Dokter yang memimpin pelaksanaan otopsi forensik
OBDUKTOR : Dokter/muda yang melakukan pembedahan/otopsi jenazah
PROTOKOL : Dokter/muda yang mencatat proses dan hasil otopsi jenazah
WARTAWAN : Dokter/muda yang mencari berita (fakta) tentang kasus/kejadian yang
menimpa jenazah
LABORAN : Dokter/muda yang memeriksa/menganalisa laboratorium dari sampel
jenazah untuk membantu identifikasi
PROTAP UNTUK WARTAWAN
Pada dasarnya tugas wartawan dalam setiap pemeriksaan kasus adalah:
a. Mengetahui, mencari informasi dan melaporkannya selengkap mungkin kepada
pimpinan dan obduktor
b. Informasi yang sudah diperoleh diserahkan kepada protokol, ditandatangani W-
1,W-2.
Secara khusus, tugas wartawan pada penanganan kasus-kasus forensik adalah sebagai
berikut:
1. Kematian kecelakaan
a. Mencari informasi tentang macam kecelakaan, misal: kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, olahraga, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan dan di mana meliputi hari, tanggal dan jam kejadian
c. Mengetahui situasi TKP; informasi bisa dicari dari penyidik, keluarga, teman
atau saksi lain
d. Mengetahui benda-benda yang mengenai korban, misal: bus/truk, pohon, aspal,
batu dan lain-lain
e. Mengetahui status korban, misal: pembonceng, penumpang, pejalan kaki dan
lain-lain
f. Mengetahui sarana yang dipakai korban/membawa apa, misal: helm, sepeda
dan lain-lain
g. Mengetahui status kesehatan korban, sudah mendapat perawatan sebelumnya
h. Mengetahui siapa yang mengetahui dan menolong korban, bagaimana perilaku
penolong/ pertolongan/tindakan di TKP, termasuk status pendidikan korban
i. Kecelakaan lalu lintas, antara apa dan apa
j. Mencari informasi dari mass media
2. Kematian mendadak
a. Mengetahui kapan korban diketahui hidup (saat terakhir)
b. Mengetahui kapan meninggal
c. Mengetahui siapa yang pertama mengetahui
d. Mengetahui penyakit yang diderita (dari keluarga)
e. Mengetahui latar belakang pengobatan termasuk perawatan di RS, sisa obat
f. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban dan akibat gejala
g. Mengetahui mencari informasi mass media
3. Kematian misterius
a. Mengetahui dimana ditemukan
b. Mengetahui siapa yang lapor dan yang pertama mengetahui
c. Mencari keterangan saksi/penyidik
d. Mengetahui situasi di TKP
e. Mencari informasi mass media

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 19


4. Kematian kriminal
a. Mengetahui macam peristiwa, penganiayaan, perampokan, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan terjadinya dan kapan korban meninggal
c. Mengetahui informasi dari penyidik, apakah sudah mendapat perawatan
sebelumnya
d. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban
e. Mengetahui masalah korban dan perkiraan pelaku
f. Mengetahui alat yang dipakai pada peristiwa tersebut (benda tajam, tumpul dan
lain-lain)
g. Mencari informasi dari mass media
5. Kasus pembongkaran
a. Pertanyaan mengacu pada kasus kriminal dan misterius
b. Kapan meninggal dan kapan dimakamkan, pemakaman normatif atau tidak
normatif
c. Sebelumnya apakah korban telah mendapat pemeriksaan atau perawatan untuk
Visum et Repertum
d. Penggalian atas inisiatif Penyidik atau keluarga korban atau masyarakat
e. Informasi peristiwa berasal dari masyarakat atau dari keluarga korban atau
Penyidik sendiri
f. Instansi mana saja yang terkait dengan pembongkaran disamping Puskesmas,
Penyidik
g. Kliping mass media.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 20


LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
INSTALASI FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
Jl. A. Yani telp (0511) 3252180 (sentral) Banjarmasin 70233
__________________________________________________________________
Pro-Justitia

VISUM et REPERTUM
N0. VER/279/IPJ/XI/2005

Berdasarkan, surat permintaan penyidik, nama: Bintang Satria…., NRP:


60030899……., pangkat: IPDA…..,jabatan: Kepala kepolisian Sektor Denggung……,
nomor surat: VER/279/IPJ/XI/2005 sek. Denggung….., tanggal surat: 11 Februari
2005…., maka Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter: M. Spesialite,
Sp.F….,dibantu dokter: Komuda…., dengan dokter konsultan: M. Forens,
Sp.F.(K)…,beserta staf dari Universitas Lambung Mangkurat/Instalasi Kedokteran
Forensik RSUD Ulin Banjarmasin pada hari: Jumat…,tanggal:11 Februari
2005……mulai pukul 07.00……sampai pukul 10.00….melakukan pemeriksaan luar
dan dalam serta identifikasi di ruang otopsi RSUD Ulin Banjarmasin, terhadap
almarhum/almarhumah. Nama: “X”…….Umur: 9…..bln/tahun, Jenis kelamin: Laki-
laki…Agama: Islam….Alamat: (-)….. akibat peristiwa: pembunuhan………..

KETERANGAN
URAIAN PENDAHULUAN VISUM ET REPERTUM
1) Pada pendahuluan Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif
administrasi. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum
et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/
kalimat dan angka
2) Secara umum isi pada pendahuluan Visum et Repertum adalah:
Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana
Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap
dan kop surat
Identitas korban/ barang bukti ialah nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal,
agama, pendidikan, alamat tempat tinggal
Identitas peristiwa: macam (KLL, KN, KL, Misteri), KLL antara apa dan apa,
pakai helm/ tidak, kalau kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan,
tusukan, dan lain-lain
Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi
peristiwa
Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar dalam, identifikasi
Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak
Identitas pemeriksa ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan
dokter siapa, dibantu siapa saja
Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi RSUD Ulin Banjarmasin,
pada hari, tanggal, jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan
huruf untuk menghindari penggantian, perubahan atau penambahan
Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu
mendapat pemeriksaan apa, barang bukti/ jenazah berlabel atau tidak, dan
dengan sendirinya korban/barang bukti diantar oleh penyidik

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 21


3) Jadi isi pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya
sesuai yang tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal
membaca Visum et Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana,
dalam keadaan ditemukan masih hidup atau sudah meninggal dan apakah
sudah mendapat perawatan atau tidak sebelum meninggal.
4) Bila sudah ada perawatan/pengobatan di rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lain, maka perlu mencari/ minta informasi data medik dari unit/ RS
tersebut.

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI


Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut:
I. PEMERIKSAAN LUAR DAN IDENTIFIKASI
1. Keadaan jenazah: Jenazah berlabel/tidak berlabel
Jenazah dibungkus kardus warna coklat bertuliskan mesrania 2T super,
pertamina dengan ukuran lima puluh tiga kali empat puluh tiga kali enam belas
sentimeter tertutup tanpa plester. Bungkus dibuka tanpa alas kardus berupa
koran wawasan, terbit tanggal tiga puluh april tahun dua ribu satu, empat
lembar. Jenazah dibungkus plastik transparan, kedua ujungnya diikat tali rafia
warna biru, jenazah diletakkan melintang. Plastik dibuka, jenazah dibungkus
kain batik warna coklat tua dan coklat muda. Kain dibuka, jenazah dalam
keadaan telanjang. Jenazah tampak kebiruan pada bagian kepala, bahu kiri, perut
bagian bawah, di perut tampak tali pusat yang keluar darahnya.
2. Sikap jenazah di atas meja otopsi:
Jenazah terlentang, muka menghadap ke kanan. Posisi tangan kanan, lengan atas
empat puluh lima derajat terhadap sumbu tubuh, lengan bawah seratus tujuh
;uluh derajat dari lengan atas, sendi pergelangan tangan sembilan puluh derajat
dari lengan bawah. Posisi tangan di samping tubuh. Tangan kiri lurus menempel
tubuh, sudut lengan atas nol derajat terhadap sumbu tubuh, lengan bawah seratus
delapan puluh derajat terhadap lengan atas, sendi pergelangan tangan lurus
terhadap lengan bawah. Jari-jari mencengkeram. Kaki kanan: posisi tungkai atas
sembilan puluh derajat terhadap sumbu tubuh. Tungkai bawahtiga puluh derajat
terhadap tungkai atas, jari-jari lurus. Kaki kiri : posisi tungkai atas tujuh puluh
derajat terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah dua puluh derajat terhadap tungkai
atas, jari-jari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah tujuh puluh
derajat terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah dua puluh derajat terhadap tungkai
atas, jari-jari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah.
3. Kaku jenazah: tidak terdapat kaku jenazah
4. Lebam jenazah : tidak terdapat lebam jenazah
5. Pembusukan jenazah:
Terdapat tanda-tanda pembusukan di bahu kiri bawah ukuran 5×5 cm, tengah
dada ukuran 4×2 cm, dada kiri ukuran 4×5 cm. Perut bawah, punggung belakang
atas, ketiak kanan, pangkal paha kanan dan kiri.
6. Ukuran jenazah/Jenazah orok:
a. Berat jenazah : 2400 gram
b. Panjang jenazah : 49 cm
c. Ukuran Jenazah Orok
d. Lingkar kepala : 32 cm
e. Fronto Occipitale : 34,5 cm
f. Mento Occipitale : 42 cm
g. Lingkar dada : 32,4 cm

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 22


7. Kepala
a. Rambut: warna hitam, tidak beruban, panjang 2,9 cm. Sukar dicabut dalam
keadaan basah
b. Bagian yang tertutup rambut: tidak tampak pengelupasan, ubun-ubun besar
masih terbuka(tulang kengkorak belum menutup), tidak ada luka, tidak ada
hematoma (memar). Pada perabaan teraba agak lunak, warna kebiruan
c. Dahi: nampak kebiruan sebagai awal pembusukan, tidak terdapat luka, tidak
terdapat hematoma(memar), tidak ada derik tulang
d. Mata kanan: dalam keadaan tertutup, pada kedua sudut mata terdapat kulit
warna biru, konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea
keruh, kelopak mata sukar dibuka, bulu mata ukuran 0,3cm keluar darah dari
mata
Mata kiri: dalam keadaan tertutup, kelopak mata warna pucat aagak
kebiruan. Konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea
keruh. Kelopak mata sukar dibuka
e. Hidung: hidung warna biru, tidak ada cairan keluar dari hidung, luka tidak
ada, hematoma (memar) tidak ada, derik tulang tidak ada
f. Mulut: mulut tertutup, bibir mulut berwarna biru kehitaman, gigi belum
tumbuh, hematoma(memar) tidak ada, tidak keluar cairan
g. Dagu: tidak ada kelainan
h. Pipi: pipi kanan tampak biru kehijauan, luka tidak ada, memar tidak ada,
derik tulang tidak ada
i. Telinga: pada telinga tidak ada kelainan, tidak terdapat retak tulang
8. Leher: tidak ada bekas jeratan, tidak ada retak tulang, tidak ada memar, tidak
ada kaku jenazah di leher, warna biru kehijauan
9. Dada: dinding dada lebih tinggi dari dinding perut, kuit dada berwarna putih
pucat, luka dan memar tidak ada, bercak warna hijau di bawah bahu kiri ukuran
5x5cm, dada samping kiri ukuran 4x5cm, bercak warna merah keunguan di
tengah ada ukuran 4×2 cm,di dada kanan sampai perut kanan atas ukuran 9×3 ½
cm, tidak hilang dengan penekanan
10. Perut: dinding perut lebih rendah dari dinding dada, tampak tali pusat ukuran 8,5
cm dipotong rapi, perkusi timpani, luka dan memar tidak ada, terdapat bercak
kehijauan pada 1/3 perut bagian bawah kanan dan kiri, retak tulang tidak ada
11. Alat kelamin: jenis kelamin laki-laki, rambut kelamin tidak ada. Rambut pada
batang zakar tidak ada, lubang kelamin ada, ada kantong pelir, buah pelir ada
dua buah
12. Anggota gerak atas
Kanan
Lengan atas: tidak terdapat luka, tidak terdapat memar, tidak terdapat
retak tulang, terdapat lemak bayi di lengan atas luar
Lengan bawah: tidak terdapat luka, memar dan retak tulang
Tangan: tidak ada kelainan
Kiri
Lengan atas: tidak ada kelainan
Lengan bawah: tidak ada kelainan
Tangan: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tak ada kelainan
13. Anggota gerak bawah
Kanan
Paha: tidak ada kelainan
Tungkai bawah: tidak ada kelainan
Kaki: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tidak ada kelainan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 23


Kiri
Paha: tidak ada kelainan
Tungkai bawah: tidak ada kelainan
Kaki: kuku kotor warna biru kehitaman lainnya tidak ada kelainan
14. Punggung: terdapat pengelupasan kulit pada punggung belakang kiri
15. Pantat: tidak ada kelainan
16. Dubur: tidak ada kelainan
17. Bagian tubuh yang lain: tidak ada kelainan

II. PEMERIKSAAN DALAM:


18. Setelah kulit dada dibuka:
Tidak terdapat hematoma(memar) dan retak tulang. Tinggi diafragma kanan
pada setinggi antara ruang rusuk 7 dari kiri pada setinggi ruang antara rusuk 7.
Tulang dada bagian dalam tidak ada kelainan. Setelah tulang dada diangkat
bagian jantung tidak tertutu paru-paru bagian atas 3 jari bawah 3 jari paru-paru
kanan/kiri tidak ada perlekatan dengan dinding bagian dalam,mudah dilepas
19. Pada percobaan pengembangan - pengembangan paru- paru (pada bayi)
Tes Apung paru I : (+)
Tes Apung paru II : (+)
Tes Apung paru III : (+)
20. Jantung:
Kantung jantung dibuka, di dalam kantung jantung tidak ada cairan, ukuran
5,3x4x1,5 cm, berat 25 gram, warna merah, konsistensi kenyal, tidak tertutup
jaringan. Jantung dibuka: lubang antar bilik kiri dan serambi kiri dan lubang
antara bilik kanan dan serambi kanan selebar 0,5 cm, katup jantung warna merah
pada perabaan licin dan konsistensi kenyal. Otot papillaris tidak ada kelainan,
konsistensi kenyal. Tebal otot bilik kiri 4mm dan serambi krir 2mm, bilik kanan
0,2mm. Serambi kanan 0,2mm. Arteri koronaria dibuka: tidak ada sumbatan
aorta, lingkaran 0,5 cm. Warna merah kecoklatan tidak ada kelainan. Arteri
pulmonalis ukuran 0,6 cm, klep tidak ada kelainan
21. Paru-paru kanan: terdiri dari tiga bagian tiap bagian tidak ada perlekatan, warna
merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, ukuran
8x5x2,8 cm, berat 46 gram, pada pengirisan: warna jaringan merah kehitaman,
dipijat keluar cairan merah kehitaman
Paru-paru kiri: terdiri dari dua bagian, tiap-tiap bagian tidak ada perletakatan,
warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin ukuran
8,5x5x2 cm, berat 39 gram pada pengirisan cairan berwarna merah kehitaman
22. Pada pengambilan alat-alat dalam ruang perut, dilihat dalam ruang perut tidak
terdapat cairan.
23. Hati: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan tidak
berbenjol-benjol, ukuran 13,5×10,5×2,5 cm, berat 147 gram. Pada pengirisan:
warna jaringan merah kehitaman, pembuluh vena centralis tidak melebar dan
pada pemijatan keluar cairan darah
24. Limpa: warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, permukaan halus tepis
tajam, ukuran 6x3x0,9cm, berat 5 gram, pada pengirisan warna jaringan merah
kecoklatan, pada pemijatan keluar cairan merah, pada pisau pengiris tidak
melekat jaringan dan pada siraman air mudah lepas
25. Lambung, usus halus, usus besar tidak terdapat kelainan
26. Pemeriksaan alat-alat kencing
a. Ginjal kanan: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, permukaan licin,
tidak terdapat jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima koma lima

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 24


kali tiga koma enam kali satu sentimeter, berat dua puluh dua gram pada
pengirisan:gambaran jaringan ginjal jelas tidak terdapat adanya batu/pasir
Ginjal kiri: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, perubahan licin,
tidak tertutup jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima kali tiga
kali satu sentimeter, berat dua puluh lima gram. Pada pengirisan:gambaran
ginjal jelas, tidak terdapat adanya batu maupun pasir.
b. Ureter kanan : panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
Ureter kiri :panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
c. Kandung Kemih : tidak terdapat kelainan
d. Kelenjar prostat : ukuran .. berat ...
27. Kelenjar suprarenalis : tidak tampak kelainan
28. Pada pembukaan alat-alat kelamin laki-laki
a. Buah pelir : Buah pelir dua buah, kanan dan kiriukuran ... sentimeter
b. Saluran buah pelir sampai kandung semen : ukuran panjang ... sentimeter,
pada pembukaan didapatkan .....
29. Pada pembukaan alat kelamin perempuan
a. Indung telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada indung telur sebelah kiri berukuran ... x....x
..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
b. Saluran telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada saluran telur sebelah kiri berukuran ... x....x
..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
c. Rahim/uterus berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat...
d. Liang senggama (vagina) : berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat
30. Leher: tidak ada kelainan
31. Lidah : tidak terdapat kelainan
32. Kepala: Kulit kepala dibuka, tampak hematoma (memar) pada seluruh
permukaan tempurung kepala bagian atas kanan dengan ukuran 9x7cm,
tempurung kepala bagian belakang kiri dengan ukuran 4x2cm. Tulang atap
kepala dibuka, tidak ada darah di atas selaput otak. Selaput otak dibuka, otak
membubur, putih kemerahan berbau, berat otak 350 gram, dasar tulang kepala
tidak ada kelainan
33. Alat-alat dalam yang lain: tidak ada kelainan
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
1. Golongan darah : A/B/AB/O
2. Alkohol dalam darah : Positif/Negatif
3. Parasitologi : Jenis:
4. Toksikologi :
5. Mikrobiologi :
6. Patologi Anatomi :
IV. PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI:
1. Odontologi :
2. Antropologi :
3. DNA :

KETERANGAN
URAIAN PEMBERITAAN VISUM ET REPERTUM
1) Laporan utama yang disebut Visum et Repertum adalah bagian isi/ pemberitaan,
karena isinya betul-betul obyektif medis, dari hasil pemeriksaan medis. Jadi apa
yang dilihat dan diketemukan pada pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti itu
yang dilaporkan tertulis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 25


2) Laporan ini dapat meliputi pemeriksaan medis dari:
a. Hasil pemeriksaan TKP
b. Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah
c. Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah
d. Hasil semua pemeriksaan laboratorium/penunjang
a) Pemeriksaan mikroskopi jaringan (Patologi Anatomi)
b) Toksikologi
c) Parasitologi
d) Mikrobiologi
e) Identifikasi anthropologi
f) Identifikasi odontologi
g) Kimia darah
h) Laboratorium lain (DNA)
3) Kasus tidak dikenal, laporan pemberitaan ditambah:
a. Pemeriksaan identifikasi-biologi manusia:
• Odontologi
• Anthropologi
• Ciri khusus
• Darah-AB
• DNA
b. Identifikasi administrasi-dalam bentuk surat-surat/ barang tulisan yang
terbawa korban
c. Identifikasi kebendaan-dalam bentuk benda/barang yang terbawa/ terpakai
korban
d. Kombinasi identifikasi biologi, administrasi dan kebendaan dapat mengarah
kepada siapa kasus/korban tersebut
4) Kasus tinggal tulang-tulang: pemeriksaan anthropologi dan odontologi yang dapat
menentukan, kecuali kematian karena racun pemeriksaan toksikologi dapat
menentukan
5) Para praktisi hukum, bila membaca laporan ini mungkin ada yang tidak jelas
(istilah atau kalimat) yang kadang-kadang dari medis tak dapat dihindarkan atau
untuk istilah yang tepat.
Berbagai semua pemeriksaan yang sifatnya fatal dan menunjukkan angka (misalnya
darah) supaya ditulis dengan angka. Berbagai temuan ditulis dengan istilah medis
biasanya ada penjelasan atau digambar, disampaikan dalam bentuk tambahan sendiri
atau lampiran Visum et Repertum. Jadi jelas isi/pemberitaan bagian Visum et Repertum
ini bersifat obyektif medis.

LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI


V. KESIMPULAN:
1) Bayi lahir cukup bulan(I.6)
2) Golongan darah O (III.1)
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Bayi ada perawatan normatif (I.1)
5) Bayi lahir hidup (II.21)
6) Cacat bawaan: tidak ada
7) Jenazah dalam proses pembusukan (I.5)
8) Sebab kematian: Terdapat hematoma(memar) pada tempurung kepala bagian
atas kanan, ukuran 9x7cm, tempurung kepala bagian belakang kiri dengan
ukuran 4x2cm akibat kekerasan benda tumpul (II.26).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 26


KETERANGAN
URAIAN KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM
1) Dari hasil berbagai pemeriksaan medis, dapat dilakukan inventarisasi masalah
pokok sesuai dengan arah tujuan pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti.
Tujuannya memberi informasi kepada pihak penyidik atau praktisi hukum,
sehingga mempermudah penerapannya. Informasi tersebut misalnya mengenai:
a. Identitas korban
b. Saat kematian
c. Kelainan-kelainan akibat peristiwa/penyakit sebelumnya
d. Mengapa terjadi kelainan tersebut, apakah akibat kekerasan tumpul,
tajam, racun, kimia, senjata api, listrik, dan lain-lain (akibat penyebab)
e. Berbagai gejala sebab kematian
f. Sebab kematian-satu penyebab atau lebih yang sifatnya mandiri atau
terkait mendukung
g. Bila memungkinkan cara kematian, yang pada prinsipnya harus
mengikuti pemeriksaan TKP/Rekonstruksi
h. Untuk kasus orok-ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan seperti di
bawah ini
2) Jadi kesimpulan ini pada prinsipnya subyektif medis, karena tergantung
penalaran dokter masing-masing pembaca/ penanggung jawab. Dan apa yang
disimpulkan adalah hasil analisa medis (Subyektif medis)
3) Dasar membuat kesimpulan adalah:
a. Mempergunakan ilmu kedokteran
b. Hasil pemeriksaan medis
c. Dapat orientasi dengan ilmu Hukum sepanjang dapat
dipertanggungjawabkan
d. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis
e. Informasi di luar pemeriksaan medis, dapat menjadikan pertimbangan
4) Pada kesimpulan, mengingat sifatnya subyektif, maka tiap person dokter atau
ahli lain termasuk para praktisi hukum dapat berbeda pendapat, sehingga disini
dapat merupakan media diskusi yang baik. Biasanya media diskusi terjadi bila
dokter sebagai saksi ahli dalam forum sidang pengadilan akan mendapat
pertanyaan-pertanyaan dari para praktisi hukum ialah: Hakim, Jaksa, Pembela
atau Penasihat Hukum, Penyidik atau bahkan dari Terdakwa.
5) Maka dalam menyusun laporan dan kesimpulan harus hati-hati, selalu
dikembalikan kepada dirinya sendiri sebagai pertanyaan dapatkah
mempertanggungjawabkan?
6) Dokter yang dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan harus mengucapkan
sumpah/janji lagi sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing dokter
(Sanksi pasal 161 KUHAP).
Tatacara urutan kesimpulan:
1. Tiap baris kesimpulan diakhiri kalimat diisi nomor penunjuk sebagai alasan, ditulis
dalam kurung
2. Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai alasan
penyebab kematian
3. Kelainan-kelainan yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan penyebab
kematian disebut sebelum akhir kesimpulan
4. Untuk jenazah tidak dikenal, identitas korban disebut pada awal (no.1) kesimpulan
5. Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir kesimpulan
(kalau diperlukan)
6. Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada kelainan akibat
kekerasan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 27


7. Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan:
a) Umur dalam kandungan
b) Ada/ tidak ada cacat
c) Sudah/ belum ada perawatan normatif
d) Identitas orok-jenis kelamin, golongan darah dan DNA
e) Lahir hidup atau lahir mati (belum/ sudah bernafas)
f) Sebab kematian diluar kandungan
g) Cara kematian
h) Lain-lain yang perlu diinformasikan
8. Untuk kasus gelandangan tidak ada kelainan akibat kekerasan, sebab kematian
akibat penyakit/ kelemasan. Selanjutnya jenazah dikirim ke Fakultas Kedokteran
UGM atas ijin penyidik dan Pemda setempat (tertulis) untuk kadaver (bila jenazah
masih baik)
9. Untuk jenazah membusuk atau tinggal tulang-tulang perlu disebutkan dalam awal
kesimpulan

KESIMPULAN
Jika dari pemeriksaan didapatkan luka-luka yang dapat mengakibatkan kematian, maka
dalam kesimpulan ditulis “dapat menyebabkan kematian”
Jika dari pemeriksaan didapatkan symptom yang dapat mengakibatkan kematian, maka
dalam kesimpulan ditulis “dapat berhubungan dengan sebab kematian”

CONTOH KESIMPULAN PEMERIKSAAN LUAR PADA VISUM ET REPERTUM


- Adanya darah bercampur cairan otak pada hidung berhubungan dengan sebab
kematian. Sebab kematian pasti tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam, atau
- Adanya kelainan pada point dua atau adanya luka tusuk pada dada dapat
mengakibatkan kematian tanpa mengesampingkan sebab kematian lain karena tidak
dilakukan pemeriksaan dalam.
CONTOH KESIMPULAN PEMERIKSAAN DALAM PADA VISUM ET
REPERTUM
- Adanya luka tusuk pada dada yang mengenai jantung mengakibatkan perdarahan
rongga dada yang menyebabkan kematian.
Atau
- Sebab kematian orang ini akibat luka tusuk dada kiri yanng mengenai jantung
sehingga menyebabkan perdarahan rongga dada.
LANJUTAN CONTOH VISUM ET REPERTUM YANG SUDAH DIISI
VI. PENUTUP
Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu
menerima jabatan dan berdasarkan Lembaran Negara No. 350 tahun 1973 serta
Undang-undang No. 8 tahun 1981.
Tanda tangan,
NIP:
KETERANGAN
URAIAN PENUTUP VISUM ET REPERTUM
1. Semua maklum dan menyadari bahwa apa yang disampaikan dari hasil
pemeriksaan medis selalu secara ilmiah medis dan mengingat sumpahnya sebagai
dokter. Maka Visum et Repertum dalam penutupnya menyatakan dengan mengingat
Sumpah Jabatan
2. Disamping itu, pembuatan Visum et Repertum berdasarkan surat permintaan pihak
Penyidik dengan landasan operasional UU No.8 Tahun 1981

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 28


3. Selanjutnya pengertian Visum et Repertum tersirat dalam Lembaran Negara
No.350 Tahun 1973 yang sampai saat ini Lembaran Negara masih berlaku. Maka
dalam penutup Visum et Repertum ditambah dengan berdasarkan LN No.350 Tahun
1973
Setelah penutup, terakhir kalimat/ kata adalah tanda tangan dan nama dokter serta cap
instansi dimana dokter tersebut bekerja/bertugas. Jadi tidak perlu pakai tanggal,
karena tanggal sudah tertulis dalam pendahuluan ialah saat pemeriksaan
kasus/korban/barang bukti.

TAMBAHAN UNTUK PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM:

Perbedaan persentuhan benda tumpul dan kekerasan tumpul dan cara penulisannya pada
kesimpulan visum.

• Persentuhan benda tumpul

Persentuhan berarti saat tubuh mengenai atau menyentuh suatu benda contoh
benda tumpul adalah bumper mobil. Kasus yang terjadi misal kasus seseorang
ditabrak oleh sebuah mobil dari arah depan dengan kecepatan yang tinggi.

Kesimpulan pada visum et repertum : Terdapat luka lecet geser pada


lengan bawah kanan dan paha kanan yang disebabkan persentuhan benda
tumpul.

• Kekerasan tumpul

Kekerasaan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan kasar. Menurut


WHO kekerasaan adalah penggunaan kekuatan fisik yang mengakibatkan
memar dengan menggunakan benda tertentu, kasus yang terjadi saat tubuh
seseorang dipukul oleh orang lain dengan keras contoh menggunakan ikat
pinggang atau kayu balok.

Kesimpulan pada visum et repertum : Terdapat luka memar pada lengan


bawah kanan yang disebabkan kekerasaan tumpul.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 29


BAB III
ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS DAN MALPRAKTIK MEDIS

Dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang disebut sebagai
norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yaitu :
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)

Norma Disiplin (Disciplinary Norm)


Norma disiplin yang dimaksudkan di sini adalah disiplin Ilmu Kedokteran itu
sendiri. Kompetensi dokter diperoleh melalui penguasaan ilmu dan teknologi
kedokteran. Berdasarkan ilmu kedokteran inilah disusun standar profesi medik.
Norma Etika (Ethical Norm)
Norma-norma etika yang mengikat pelaksanaan profesi kedokteran dikenal
dengan sebutan etika kedokteran (medical ethics). Etika kedokteran dirumuskan sendiri
oleh kalangan profesi medik. Wujud dari etika kedokteran adalah Kode Etika (Code of
Medical Ethics). Etika kedokteran mengatur etika jabatan kedokteran dan etika asuhan
kedokteran.
Etika jabatan kedokteran mengatur sikap:
a. Dokter terhadap sejawat
b. Dokter terhadap paramedis
c. Dokter terhadap masyarakat
d. Dokter terhadap pemerintah
Etika asuhan kedokteran mengatur etika dokter terhadap penderita yang
menjadi tanggung jawabnya.

Norma Hukum (Legal Norm)


Norma hukum yang mengikat profesi kedokteran dikenal dengan istilah hukum
kedokteran (Medical Law). Karena tenaga medik merupakan salah satu tenaga
kesehatan, selain terikat oleh ketentuan hukum kedokteran, dokter juga terikat oleh
ketentuan hukum kesehatan (Health Law).
Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan dibuat oleh lembaga negara yang
berwenang (lembaga legislatif). Keduanya terwujud dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan, seperti:
n UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
n UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
n PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
n Permenkes No. 585/1989 tentang Informed Consent

Dalam profesi kedokteran mengutamakan:


1. Kebebasan Profesi
2. Etika Kedokteran
3. Rahasia Kedokteran

Tindakan medik adalah tindakan profesional dokter terhadap pasien dengan


tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan atau
menghilangkan/mengurangi penderitaan.
Hukum adalah keseluruhan asas dan aturan tentang perbuatan manusia yang
ditetapkan atau diakui oleh otoritas tertinggi.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 30


Ada “daerah singgung” antara pelayanan medik dan hukum !!

Gambar 15.1 Hubungan Pelayanan Medis dengan Hukum

• Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.
Keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.
• Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan
antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
harmonisasi dalam pelaksanaannya

Hubungan Dokter – Pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai


hubungan biomedis aktif-pasif yang disebut juga hubungan medik.

Dokter Pasien
Aktif Pasif

Kepercayaan
Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter “seolah-olah” dapat melaksanakan ilmunya tanpa
campur tangan pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak semata-
mata menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang
diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sama. Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 31


Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara
kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini
mempunyai kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan
suatu perikatan/perjanjian dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau
fungsi terhadap yang lain. Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara yuridis sering dipermasalahkan apakah tidndakan medis yang tidak
mengenakkan/menyakitkan itu dapat dimasukkan dalam pengertian penganiayaan yang
merupakan konsep hukum pidana .Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan
medik tidak hanya mempunyai arti bagi hukum pidana saja, melainkan juga bagi
hukum perdata dan administratif.

Masalah Pidana : melukai orang lain


Masalah Perdata : melakukan perjanjian
Masalah Administratif : harus memiliki ijin praktek yang sah

Secara materil, suatu tindakan medik tidak bertentangan dengan hukum bila:
1. Mempunyai indikasi medis guna mencapai suatu tujuan yang konkrit
2. Sesuai dengan standar yang berlaku dalam ilmu kedokteran
3. Terlebih dahulu mendapat persetuan dari pasien

Hubungan Dokter-Pasien
n Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
n Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical
paternalism (doctor knows his patient’s best interest).
n Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
n Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik,
sebagaimana hubungan antara bapak dengan anak.

Perubahan Paradigma Hubungan Dokter-Pasien


Seiring dengan makin menguatnya kesadaran pasien akan hak-haknya
(especially the right to self-determination), pola hubungan dokter-pasien berubah
kearah hubungan bersifat horisontal (hubungan setara).
Paradigma hubungan dokter-pasien berubah dari medical paternalism menuju
patient’s autonomy.

Hubungan Hukum Antara Dokter & Pasien

n Hubungan hukum adalah hubungan menurut kaca mata hukum


n Menurut kacamata hukum (Indonesia), hubungan dokter-pasien merupakan sebuah
perikatan.
n Perikatan adalah hubungan antara 2 subjek hukum yang melahirkan hak dan
kewajiban pada masing-masing pihak

Hukum Perikatan
n Sebagai sebuah perikatan, maka hubungan dokter dan pasien tunduk pada hukum
perikatan.
n Hukum perikatan adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang
perikatan
n Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang perikatan terdapat dalam Buku ke 3
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 32


n Buku ke 3 BW antara lain menerangkan tentang sumber-sumber perikatan dan
syarat sahnya perjanjian.

Sumber Perikatan
Perikatan bisa terjadi karena 2 macam sebab:
1. Karena Undang-undang
Hubungan hukum antara Bapak dengan Anak merupakan contoh perikatan yang
lahir karena UU. Anak berhak mendapatkan warisan karena memang UU
menentukan demikian.
2. Karena Perjanjian
Hubungan hukum antara penjual dg pembeli merupakan contoh perikatan yang lahir
karena suatu perjanjian.

Syarat Sahnya Perjanjian


Pasal 1320 BW / KUHPer menentukan bahwa suatu perikatan sah apabila
keempat syarat dibawah ini terpenuhi:
1. Adanya kecakapan bertindak
2. Adanya kesepakatan
3. Adanya obyek tertentu
4. Adanya sebab yang halal

Pada poin 1 dan 2 termasuk syarat subjektif, dimana jika tidak terpenuhi maka dapat
dibatalkan (misalnya: kurang dewasa). Pada poin 3 dan 4, termasuk syarat objektif,
dimana syarat tersebut dapat batal demi hokum (contoh: abortus).

Perikatan Dokter-Pasien
Perikatan dokter-pasien bisa terjadi baik karena undang-undang maupun
karena perjanjian. Ketika dokter memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat
yang berada dalam keadaan tidak sadar, terjadilah sebuah perikatan antara si dokter dan
si pasien.

Perikatan ini bersumber pada undang-undang. Tindakan dokter memberikan


pertolongan kepada si pasien dilakukan atas perintah undang-undang bukan karena
permintaan si pasien.
n Dalam situasi normal perikatan antara dokter dengan pasien bersumber pada
perjanjian
n Kedatangan pasien ke tempat praktik dokter atau ke RS menunjukkan adanya
kehendak si pasien untuk mengadakan perikatan.
n Penerimaan oleh pihak dokter/RS menunjukkan adanya kesediaan untuk
mengadakan perikatan
n Tindakan medis yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa perikatan benar-
benar telah terjadi.

Jenis Perikatan

n Perikatan antara dokter dan pasien bisa berbentuk resultaats verbintenis ataupun
berbentuk inspanning verbintenis
n Resultaat verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada hasil kerja (outcome)
tertentu.
n Inspanning verbintenis adalah perikatan yang didasarkan pada usaha yang sungguh-
sungguh.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 33


Resultaats Verbintenis
n Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila
hasil kerja (outcome) yang dijanjikan kepada si pasien telah dipenuhi
n Misalnya dalam tindakan pencabutan gigi, dokter dianggap telah memenuhi
perikatan secara sempurna bila gigi yang dimaksudkan telah dicabut secara
sempurna.

Inspanning Verbintenis
n Dalam perikatan semacam ini, dokter dianggap telah memenuhi perikatan apabila ia
telah berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengobati si pasien.
n Obyek perikatan adalah berupa ‘usaha sungguh-sungguh untuk kesembuhan pasien’
dan bukan kesembuhan itu sendiri.
n Hubungan perikatan semacam ini sering dinamakan pula dengan istilah transaksi
terapetik.

Prestasi
n Memenuhi perikatan sama dengan memenuhi kewajiban dalam perikatan
n Obyek perikatan dalam ilmu hukum disebut dengan istilah prestasi. Seseorang yang
telah memenuhi kewajibannya dengan sempurna di dalam suatu perikatan dikatakan
telah memberikan prestasi atau telah berprestasi
n Prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak
melakukan sesuatu.

Wan-Prestasi
n Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam memenuhi kewajiban disebut
dengan istilah wan-prestasi.
n Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian, wan-prestasi sama maknanya
dengan ingkar janji.
n Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi apabila ia:
§ Tidak berprestasi sama sekali
§ Berprestasi tetapi tidak sesuai
§ Berprestasi tetapi terlambat

Hak-hak pasien

1. Hak pasien atas perawatan


2. Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
3. Hak untuk memilih dokter yang merawat
4. Hak atas informasi
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
6. Hak atas rasa aman
7. Hak untuk mengakhiri perawatan
8. Meminta pendapat dokter lain
9. Mendapatkan isi rekam medis

Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 34


Kewajiban dokter
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
2. Merujuk pasien bila tidak mampu
3. Menjaga rahasia pasien
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
6. Menambah & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur
operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa

Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang
Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter
dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.

Rahasia Medis Menurut Hipokrates


Definisi :
Rahasia Medis adalah segala sesuatu yang diketahui oleh karena atau pada saat
melakukan pekerjaan di bidang kedokteran

Sanksi bagi yang membocorkan rahasia medis:


Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 112 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahui harus dirahasiakan untuk kepentingan negara,
atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikan kepada negara asing, kepada
seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun

ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 35


kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun
antar profesi). Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan
norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam
praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur etika
dan hukum.

A. Prinsip Kerja Medikolegal


o Prinsip Kedokteran
- Sumpah, Etik, Standar Operasional Prosedur
o Kebebasan Profesi
- Obyektif Ilmiah, Impartial, Menyeluruh
- Prosedural
o Berhak Menerima Imbalan
- Berdasarkan Upayanya
- Tidak berdasar hasil akhir

Gambar. Prinsip Kerja Medikolegal

B. Prosedur Medikolegal
Tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan
dengan pelayanan untuk kepentingan hukum.

C. Tugas Pokok Medikolegal


Tugas pokok Medikolegal adalah membantu proses hukum melalui
pembuktian ilmiah kedokteran :
• Dokumentasi Informasi/Prosedur
• Dokumentasi Fakta
• Dokumentasi Temuan
• Analisis dan kesimpulan
• Presentasi (Sertifikasi)
• Masa Penyelidikan / Penyidikan
o Pemeriksaan TKP
o Analisis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 36


• Masa Penyidikan
o Visum et Repertum
o BAP Saksi Ahli
o Keterangan Ahli
• Di Persidangan
o Sebagai saksi ahli Pemeriksa : - Menjelaskan V et R
o Menjelaskan kaitan temuan VeR dengan barang bukti lain
o Menjelaskan segala sesuatu dri sisi Ilmiah
• Konfidensialitas Dokter
o Hindari : Talk too Soon, Talk too much, Talk to wrong person

D. Lingkup Prosedur Medikolegal


1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan Kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan di dalam
persidangan
4. Hubungan V et R dengan Rahasia Kedokteran
5. Tentang Surat Keterangan Medik dan Surat Keterangan Kematian
6. Kompetensi pasien mengahadapi proses pemeriksaan penyidik

E. Aspek Medikolegal pada Kegawatdaruratan

Karakteristik Pelayanan Kegawatdaruratan

Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda
dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa
isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang
khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan
gawat darurat.

Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat

Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:
1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
2. Perubahan klinis yang mendadak
3. Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki
risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di
gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi
kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan
tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien
dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.

Hubungan Dokter Dan Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat


Dokter-pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan hubungan yang
spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat) maka hubungan dokter-
pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien dengan bebas dapat
menentukan dokter yang akan dimintai bantuannya (didapati azas voluntarisme).
Demikian pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter
berdasarkan pada hubungan yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship).
Dalam keadaan darurat hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan kedua

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 37


belah pihak juga tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku
dalam pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.
Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka
ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan
pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan
tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap
mencampuri/ menghalangi kesempatan korban untuk memperoleh pertolongan lain (loss
of chance).

Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan Dengan Pelayanan Gawat


Darurat
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat
darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas
diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang
dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,
walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan
gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut
sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang
optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”
termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini
menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit.
Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-
rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase
rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang
Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum
ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992
tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk
pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya
adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor
kesehatan.

Masalah Lingkup Kewenangan Personil Dalam Pelayanan Gawat Darurat

Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang


berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat.
Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang
Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 38


kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan
yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu“. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau
membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis
yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik
diatur dalam pasal 50 UU No.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa
“tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang
bersangkutan”. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di
rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk
melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat
darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang
bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat
darurat) saat itu.
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan
pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih
di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan
tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan,
karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik.
Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan
utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang
telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang
memang tugasnya di bidang ini, maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan
tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan
membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.

Masalah Medikolegal Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi
hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan Pelayanan gawat
darurat. Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege
tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat.
Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah.
An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever
assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-enquires immediate
medical attention. This condition continues until a determination has been made by a
health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan
antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adaiah:
A true emergency is any condition clinically determined to require immediate
medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate
care and admission to the hospital to those that are diagnostic

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 39


probmelakukanlems and may or may not require admission after work-up and
observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang
paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan
oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.
Selain itu perlu dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase pra-
rumah sakit dengan fase di rumah sakit. Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut
dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat
pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah
tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewemelakukannangan dan
tanggung jawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan diatas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.

Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Gawat Darurat

Di Amerika dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan


perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama
diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela
beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian
seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan
yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi
adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk
apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka
doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dan tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah ketemelakukanrampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah
yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian
tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan
faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya
tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera
dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis,
maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

Kematian Pada Instalasi Gawat Darurat

Pada prinsipnya, setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 40


digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden
unexpected death), apapun penyebabnya, harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner
atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan iebih lanjut apakah
jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau
Medical Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-
benda yang berasal dari tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan
lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner
diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI
yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas
di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan menyerahkan
permasalahannya kepada POLRI.
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan DKI Jakarta Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan
Pencatatan dan Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah
DKI Jakarta yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa
semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan kepada
keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya jenazah harus
dikirim ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum et repertum.
Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:
• mendinggal pada saat dibawa ke IGD
• meninggal akibat berbagai kekerasan
• meninggal akibat keracunan
• meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan

Kematian yang boleh dibuatkan surat keterangan kematiannya adalah yang


cara kematiannya alamiah karena penyakit dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.

MALPRAKTIK MEDIS
Istilah malpraktik adalah istilah yang umum tentang kesalahan yang dilakukan
oleh professional dalam menjalankan profesinya dan merupakan terjemahan dari
malpractice. Istilah malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik
yang artinya pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis
merupakan pelaksanaan pekerjaan dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah
praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar
prosedur operasional.
Pengertian malpraktik secara umum adalah adanya kesembronoan (professional
misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of
skill) yang diukur denggan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai
dengan derajat ilmiah yanng lazim dipraktikkan pada setiap situai dan kondisi di dalam
komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.
Syarat profesi yaitu : terdapat keilmuan, terdapat sekolah (pendidikan) dan
tokoh, terdapat standar profesi, terdapat etika profesi dan terdapat organisasi profesi.
Untuk malpraktek dokter dapat dikenai hukum kriminal dan hukum sipil.
Malpraktek kedokteran terdiri dari 4 hal yaitu tanggung jawab kriminal, malpraktik
secara etik, tanggung jawab sipil, dan tanggung jawab public.

Menurut Prof.Dr.dr.Daldiyono, seorang dokter dinilai baik apabila:


1. Dokter meletakkan kepentingan pasien lebih tinggi daripada kepentingan dokter
dalam memperoleh pembayaran.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 41


2. Pasien dapat merasakan apakah dokter bekerja demi diri pasien atau demi uang.
3. Dokter bekerja sesuai dengan kompetensinya kecuali dalam keadaan darurat
pertolongan atau penyelamatan nyawa.
4. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar pelayanan medis yang telah
ditentukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
5. Dokter bekerja dengan melaksanakan standar prosedur operasional yang telah
ditentukan oleh profesinya bila bekerja mandiri atau yang telah ditentukan oleh
institusinya, misalnya puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya.

Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (WMA)


(1992) adalah : “ medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the
standart of care for treatment of the patient’s condition, orlack of skill, or negligence in
providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient” 4.
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktik dapat terjadi karena
tindakan yang disengaja (intentional), seperti pada misconduct tertentu, tindakan
kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang
tidak beralasan.
Menurut W.L. Prosser dalam buku The Law of Torts yang dikutip oleh Dagi, T.F
dalam tulisannya yang berjudul Cause and Culpability di Journal of Medicine and
Philosophy Vol. 1, No. 4, 1976, unsur malapraktik adalah (1) Adanya perjanjian dokter-
pasien; (2) Adanya pengingkaran perjanjian; (3) Adanya hubungan sebab akibat antara
tindakan pengingkaran itu dengan musibah yang terjadi; (4) Tindakan pengingkaran itu
merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5) Musibah itu dapat dibuktikan
keberadaannya.

Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktek meliputi 4D, yaitu :


1. Duty to use due care (kewajiban)
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti
harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter/ rumah sakit. Dengan adanya
hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter (atau
tenaga medis lainnya) di rumah sakit tersebut harus sesuai dengan standar
pelayanan medisagar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya.
Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak
berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja
sesuai standar profesi serta sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas
adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab
IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian
kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki surat izin praktek,
dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43.
Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap
akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Selain itu, ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat
rekam medis, yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal
46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 42


Misalnya dalam melakukan sunatan massal perlu melakukan anamnesis
dengan lengkap, menyiapkan alat untuk menghentikan perdarahan seperti klem,
jarum, benang untuk mencegah terjadinya perdarahan.
2. Dereliction (breachof duty/adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas)
Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di
rumah sakit tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika
terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.
Misalnya dalam melakukan sunatan massal, anamnesis tidak lengkap, tidak
disinfeksi alat (tidak melakukan kewajiban dengan benar).
3. Damage (injury/kerugian)
Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah cedera atau kerugian
yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit
dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan
luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat
dituntut ganti-kerugian. Istilah injury tidak saja dalam bentuk fisik, namun
kadangkala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang hebat. Misalnya dalam
melakukan sunatan massal, perdarahan dan infeksi
4. Direct Causation (Proximate Cause/penyebab langsung )
Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktik medik,
maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat (dokter)
dengan kerugian (damage) yang diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan
dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan
saja, belumlah cukup untuk mengajukan tuntutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat
penyimpangannya itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien.
Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara adekuat, maka
hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah
cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumnya.
Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua sengketa medik yang
memenuhi unsur 4-D berakhir dengan proses peradilan. Hal ini terjadi akibat adanya
unsur kelima kelalaian; yaitu willing plaintiff (keinginan menggugat)
.
Malpraktik media dibagi berdasarkan kejadiannya antara lain
a) Medical misconduct; yakni terdapat unsur kesengajaan ditambah pidana umum
(contoh abortus, pencurian dan penganiayaan)
b) Negligence (kelalaian), yang terbagi menjadi Malfeasance, Misfeasanse dan
nonfeasance
c) Lack of skill dapat disebabkan kurangnya kompetensi (dari individunya), pendidikan
yang didapatkan (institusinya), kelelahan yang tidak dapat dihindari (contoh pada
kasus dokter IGD yang hanya sendiri saja atau dokter relawan dalam kejadian
bencana alam), bertambahnya usia atau adanya penyakit yang dialami

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus
merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Kelalaian dapat terjadi
dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu :
1. Malfeasance; melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/ layak
(unlaw atau improper). Misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang
memadai.
2. Misfeasance; melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat (improper performance). Misalnya melakukan tindakan medis
yang menyalahi prosedur.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 43


3. Nonfeasance; tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban
baginya.

Tingkat-tingkat kelalaian oleh hukum hanya dibedakan 3 (tiga) ukuran tingkat :


1. Yang bersifat ringan, biasa – (culpa levis); yaitu apabila seseorang tidak melakukan
apa yang seorang biasa, wajar, dan berhati-hati akan melakukan, atau justru
melakukan apa yang orang lain yang wajar tidak akan melakukan di dalam situasi
yang meliputi keadaan tersebut.
2. Kesalahan ringan (slight fault or neglect) : (Culpa levissima )
3. Yang bersifat kasar, berat – (culpa lata); yaitu apabila seseorang dengan sadar dan
dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak
dilakukannya.
Culpa lata tidak berlaku dalam hukum perdata. Culpa levis dan Culpa levissima
yang tidak dapat dikenakan hukum pidana dapat ditampung dalam hukum Perdata dan
hukum Disiplin tenaga Kesehatan (di Indonesia belum ada)

Menurut Prof. Leenen suatu tindakan medik harus memenuhi syarat :


1. Harus ada indikasi medik,
2. Dilakukan berdasarkan standar,
3. Dilakukan dengan teliti dan hati-hati,
4. Harus ada informed consent.

Setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan


tindakan pencegahan ataupun tindakan guna mereduksi resiko tersebut. Resiko yang
dapat diterima adalah sebagai berikut:
1. Risiko yang derajat propabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi,
diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan
atau infeksi pada pembedahan, dan lain-lain.
2. Risiko yang derajat propabilitas dan keparahannya besar pada waktu tertentu, yaitu
apabila tindakan medis yang beresiko tersebut harus dilakukan karena merupakan
satu-satunya cara yang harus ditempuh terutama dalam keadaan gawat darurat.

Jenis Malpraktik

Jika diukur menurut berat-ringannya maka malpraktik yang dilakukan oleh


profesi kedokteran dapat dibedakan menjadi malpraktik etika, malpraktik disiplin dan
malpraktik hukum. Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan-perbedaan antara
malpraktik etika, disiplin dan hukum dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. Perbedaan etika, disiplin dan hukum

BIDANG SIFAT TUJUAN SANKSI


Intern (self Memelihara harkat Teguran, skorsing,
Etika imposed martabat profesi pemecatan sebagai
regulation) dan menjaga mutu anggota
Hukum publik Melindungi
Disiplin (ada unsur masyarakat Teguran, skorsing,
pemerintah dan (termasuk anggota pencabutan izin
awam) profesi)
Hukum perdata
= ganti rugi
Berlaku umum Menjaga tata tertib Hukum Pidana

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 44


Hukum (bersifat masyarakat luas = sanksi badan dan
memaksa) atau pencabutan izin

Aspek Pidana Malpraktik Medis (Malpraktik Kriminal)

Dalam ilmu hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila
memenuhi unsur yang telah ditentukan secara limitative dalam suatu peraturan
perundang-undangan pudanan pasal (1) KUHP menyatakan suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan itu dilakukan, atas asas legalitas. Perbuatan pidana dapat
bersifat kesengajaan (delik culpa) maupun kealpaan (delik alpa). Berdasarkan doktrin
ilmu hhukum pidana inilah malpraktik medis juga harus dpat dibedakan apakah masuk
dalam ”delik culpa atau delik alpa”
Malpraktik medis dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau tidak dengan
kesengajaan. Perbedaannya trletak pada motif tindakan yang dilakukannya. Apabila
dilakukan secara sadar dan tujuannya diarahkan kepada akibat atau mengetahui bahwa
tindakan itu bertentangan dengan hukum, maka tindakan ini disebut malpraktik
(malpraktik kriminal). Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk
menimbulkan akibat buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat
yang ditimbulka dari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang
melakukannya. Apabila disimak dari berbagai kasus malpraktik medis yang terjadi
sebenarnya sebagian besar disebabkan oleh suatu kelalaian. Beberapa kesalahan suatu
tindakan malpraktik kriminal antara lain, perbuatan tersebut merupakan perbuatan
tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) dan merupakan
perbuatan sengaja (intensional), ceroboh (recklessness) atau kealpaan (negligence).
Malpraktik kriminal adalah kesalahan dalam menjalankan praktik yang
berkaitan denngan pelanggaran undang-undang hukum pidana. Pelanggaran undang-
undang tersebut bisa berhubungan dengan 1) menyebabkan pasien mati/luka karena
kelalaian, 2) melakukan abortus provokatus criminalis, 3) melakukan pelanggaran
kesusilaan/kesopanan, 4) membuka rahasia kedokteran, 5) memalsukan surat
keterangan, 6) bersepakat melakukan tindak pidana, 7) sengaja tidak memberikan
pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya.

Aspek Perdata Dalam Malpraktik Medis (Malpraktik Sipil)

Malpraktik medis selain dapat dituntut secar piana juga dapat dituntut secara
perdata dalam bentuk pembayaran ganti rugi. Dasar hukum malpraktik perdata/sipil
adalah transaksi atau kontrak teraupetik antara dokter dengan pasien yaitu hubungan
dokter dengan passien, dimana dokter bersedia memberikan pengobatan atau perawatan
medis kepada pasien dan pasien bersedia membayar sejumlah honorium/imbalan
kepada dokter. Ketentuan yang terkait denagn KUHP perdata adalah : Pasal 1366
KUHP perdata, ”setiap orang bertanggungjawab bukan hanya kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga kerugian yanng disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-
hati”

Aspek Hukum Administrasi Malpraktik Medis

Malpraktik sebagaimana disebutkan secara singkat diatas, merupakan perbuatan


yang melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukan, yang bertentangan dengan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 45


ketentuan sebagaimana yang diatur dalam standar profesi. Standar profesi merupakan
pengaturan terhadap cara pelaksanaan tindakan medis sehingga tindakan tersebut sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, jadi merupakan ketentuan hukum administrasi yang
harus ditaati oleh tenaga medis yang bersangkutan. Kesalahan tindakan berarti
pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi dan karenanya dapat dikenakan
tindakan administrasi oleh pihak pemerintah.

Gambar. Proses Investigasi Kasus malpraktek

Secara yuridis semua kasus accident/risk in treatment/error in judgement dapat


diajukan ke pengadilan pidana maupun perdata sebagai malpraktik untuk dilakukan
pembuktian berdasarkan standar profesi kedokteran dan informed consent. Bila dokter
terbukti tidak menyimpang dari standar profesi kedokteran dan sudah memenuhi
informed consent maka ia tidak dipidana atau diputuskan bebas membayar kerugian.

Pencegahan Malpraktik Medis

Praktik kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang
berkompetensi dan mendapatkan izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.

Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah
memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis
dan etika profesi maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran
dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi dan layanan kedokteran.

Prof.Dr.dr Daldiyono mengatakan bahwa seharusnya yang diperlukan adalah


dokter yang bijak. Dalam filsafat kedokteran, dokter bijak diharapkan memiliki criteria:
1. Pendidikan kedokteran berkelanjutan
2. Praktik kedokteran bermutu dan beretika (manusiawi) (good clinical practice)
3. Sistem dan cara pelayanan kesehatan bermutu serta beretika (good clinical
governance).
Apabila seorang dokter telah terbukti dan dinyatakan telah melakukan tindakan
malpraktek maka dia akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan UU No. 23 1992
tentang kesehatan. Dan UU Praktek kedokteran dalam BAB X Ketentuan Pidana Pasal
75 ayat (1) yang berbunyi “setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 46
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Sehubungan
dengan hasil keputusan Mahkama Konstitusi pasal tersebut telah mengalami revisi,
dimana salah satu keputusan dari Mahkama Konstitusi adalah ketentuan ancaman
pidana penjara kurungan badan yang tercantum dalam pasal 75, 76, 79, huruf a dan c
dihapuskan. Namun mengenai sanksi pidana denda tetap diberlakukan.

Gambar. Tanggung jawab Dokter dalam Upaya Pelayanan Kesehatan

Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas


melakukan pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan terhadap etik kedokteran.
Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK
ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.
Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh
MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982
Departeman Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik
Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan di tingkat propinsi.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 47


Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat
ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat
berwenang.Jadi instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik
ialah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK
dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu menanganinya maka
kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.
Demikian juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi,
diharapkan dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan
demikian diharapkan bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara
tuntas.
Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau
perdata, maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah
bahwa oleh karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan
teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang
dianggap tidak adil.

Ilustrasi Kasus
1. Seorang ibu membawa anaknya yang menderita penyakit gondong/bengok
(parotitis), kepada dokter. Oleh dokter anak tersebut diberi injeksi Penisilin, anak
tersebut ternyata tidak tahan dan kemudian segera meninggal.
Dokter dalam kasus ini telah melakukan penyimpangan yaitu di dalam hal
pemberian injeksi Penisilin oleh karena penyebab penyakit gondong adalah virus,
sedangkan virus tidak dapat dimatikan oleh Penisilin.
2. Seorang dokter memberikan injeksi Penisilin kepada pasien penderita penyakit
kencing nanah, si pasien ternyata meninggal tidak lama setelah penyuntikan.
Kesalahan dokter di dalam kasus ini ialah : ia tidak melakukan anamnesa,
menanyakan apakah pasien tersebut tahan terhadap Penisilin, apakah ia tidak punya
penyakit alergi dan tidak dilakukan skin test terlebih dahulu.
3. Seorang dokter ahli ilmu ural dalam sakit (patologanatom) melakukan kekeliruan di
dalam diagnosa dari jaringan yang diperoleh dari ahli kandungan, akibat dari
kekeliruan tersebut ahli kandungan melakukan operasi pengangkatan rahim
(histerektomi), yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
4. Seorang penderita kanker payudara diberi pengobatan dengan penyinaran, yang
menyebabkan hangusnya kulit penderita tersebut. Dalam kasus ini dokter bersalah
oleh karena, ia tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu akan komplikasi yang
dapat terjadi bila seseorang mendapat penyinaran.
5. Seorang wanita meninggal dunia beberapa saat setelah dilakukan tindakan
pengguguran kandungan. Di dalam pemeriksaan ternyata rahim wanita robek
sehingga terjadi pendarahan yang berakibat fatal. Dokter yang melakukan tindakan
tersebut ternyata kurang berhati-hati di dalam melakukan pengguguran tersebut
sehingga terjadi robekan pada rahim.
Di dalam menghadapi kasus-kasus seperti tersebut di atas yaitu terjadinya luka-luka
atau kematian pada seseorang sehubungan dengan tindakan kedokteran, maka penyidik
memerlukan visum et repertum (VER), di mana di dalam VER tersebut harus memuat
kejelasan di dalam hal :
a. Bagaimana keadaan korban/pasien yang sebenarnya dalam kaitan dengan upaya
pembuktian apakah diagnosa yang dibuat dokter tersebut tepat, ini untuk dapat
menjelaskan tepat tidaknya tindakan/pengobatan yang dilakukan oleh tersebut
dengan kata lain apakah indikasinya tepat.
b. Apakah terdapat hubungan sebab akibat antara tindakan dokter dengan kematian
atau perlukaan pada tubuh korban. Dengan perkataan lain apakah penyebab

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 48


kematian korban disebabkan tindakan yang dilakukan oleh dokter, apakah luka-luka
yang terdapat pada tubuh korban memang disebabkan oleh tindakan dokter.
Selain mendapatkan kejelasan seperti yang dimaksud di atas, maka di dalam
menghadapi kasus penyimpangan di dalam praktek kedokteran, penyidik perlu
mengadakan konsultasi/meminta keterangan dari organisasi profesi yang bersangkutan
(IDI dan organisasi spesialisasi yang terdapat dalam tubuh IDI), yaitu dalam kaitannya
untuk mendapatkan kejelasan apakah dalam kasus yang dihadapi itu memang terdapat
penyimpangan, khususnya di dalam melakukan prosedur kedokteran yang sudah
digariskan oleh Ikatan Indonesia atau organisasi spesialisasi lainnya.
Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui apakah seorang dokter telah melakukan
penyimpangan atau tidak tergantung dari berbagai faktor di antaranya : kondisi dan
fasilitas setempat serta standarisasi pendidikan yang diperoleh dokter dari Perguruan
Tinggi dimana dokter tersebut mendapatkan keahlian. Jadi tidak dapat diambil suatu
patokan atau kriteria yang sama untuk seluruh Indonesia.
Dengan demikian jelas diperlukan koordinasi antara Penyidik dengan organisasi profesi,
sesuai dengan kasusnya, tidak lain agar mendapat kejelasan yang sebaik-baiknya.

Tanggung Jawab Malapraktik Dokter Secara Pidana


Bila terbukti malapraktik, seorang dokter antara lain dapat dikenakan pasal 359,
360, dan 361 KUHP bila malpraktik itu dilakukan dengan sangat tidak berhati-hati
(culpa lata), kesalahan serius, dan sembrono.

Malpraktek menurut hukum di Indonesia


Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yangmengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.

Pasal 32
4. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.

Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
saranakesehatan tertentu.

Pasal 35
1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 49


Pasal 36
1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.

Pasal 37
1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan itu dan dilakukan di sarana kesehatan
tertentu

Pasal 53
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.

Pasal 70
1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat
untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga
kesehatan.
2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku
dalammasyarakat.

Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004


Pasal 29
1. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.

Pasal 41
2. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib
memasang papan nama praktik kedokteran.

Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.

Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.

Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 50


a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional.
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
d. Menerima imbalan jasa.

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
ataupengobatan.
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atau dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.

Pasal 52
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhanmedis.
d. Menolak tindakan medis.
e. Mendapatkan isi rekammedis.

Pasal 53
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalahkesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Sanksi Pidana
KUHP 359
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

KUHP 360
1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selam-
lamanya satu tahun.
2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa
sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya
atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman
denda setinggi-tingginya Rp.4500,-

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 51


KUHP 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu
jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan
sitersalah dapat dipecat dari pekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan
dan hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya itu diumumkan.

UU RI No. 23 Tahun 1992


Pasal 80
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1dan
ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Pasal 81
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat 1.
b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksisebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat 1.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana
denda paling banyakRp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).

Pasal 82
1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat 4.
b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1.
c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.
d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.
e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2.Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

UU RI No. 29 Tahun 2004


Pasal 75
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tandaregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah)

Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat 1.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 52


b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat 1.
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a,huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Sanksi Perdata
KUH Perdata 1366
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang
hati-hatinya.

KUH Perdata 1367


Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya.

KUH Perdata 1370


Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang
hati-hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua
korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk
menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan
kedua belah pihak serta menurut keadaan.

KUH Perdata 1371


Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati,
memberikan hak kepada korban,selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga
menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.

UU RI No. 23 Tahun 1992


Pasal 55
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 80 (lihat sanksi pidana)


Pasal 81 (lihat sanksi pidana)
Pasal 82 (lihat sanksi pidana)
UU RI No.29 Tahun 2004
Pasal 75 (lihat sanksi pidana)
Pasal 76 (lihat sanksi pidana)
Pasal 79 (lihat sanksi pidana)

Sanksi Administratif
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas pengadu

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 53


b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan.
c. Alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1dan ayat 2 tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 69
1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapatberupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diinstitusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.

PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005
Pasal 24
1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi
profesimelakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai
dengan fungsi,tugas dan wewenang masing-masing.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada
pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi.

Pasal 25
1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat
mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.
2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan,
tertulis sampai pencabutan SIP.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administratip
sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan
organisasi profesi.

Pasal 26
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:
1. Atas dasar keputusan MKDKI
2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Melakukan tindak pidana.

Pasal 27
1. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas KesehatanKabupaten / Kota wajib
disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan
ditetapkan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 54


2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan
dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk
diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah
keputusan diterima.
3. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 meneruskan
kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat
belas) hari.

Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter
dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas
Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi
setempat.

Catatan tambahan Bimbingan dr.Iwan @flanie selasa, 1 Februari 2011


Bab III Mal praktek
Perjalanan penyakit alamiah

Kematian akibat
tindakan medis

Sengaja Lalai

Risiko

Bisa dicegah Tidak bisa dicegah

Lalai

1. Tidak melakukan sesuati yang harusnya dilakukan


2. Melakukan sesuatu yang harusnya tidak dilakukan
Oleh orang yang sekualifikasi pada situasi dan kondisi yang
identik

Cukup salah satu terpenuhi di anggap malpraktek

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 55


CONTOH KASUS 1
Seorang dokter spesialis anak yang bertugas di salah satu rumah sakit tipe D
merawat bayi yang baru dilahirkan pada hari Senin malam. Ibu bayi tersebut merupakan
peserta BPJS. Dokter tidak melihat adanya masalah pada kesehatan bayi dan
diperbolehkan pulang esok paginya (Selasa). Namun pada sore harinya, bayi tersebut
kembali dibawa ke IGD dalam keadaan perut kembung dan panas tinggi. Hasil
pemeriksaan di IGD menunjukkan bahwa bayi tersebut menderita atresia ani, kemudian
pasien dirujuk ke RS tipe B. Bayi tersebut dioperasi oleh dokter spesialis bedah anak ,
namun nyawanya tidak tertolong. Kemungkinan bayi tersebut menderita sepsis. Orang
tua pasien tidak dapat menerima kenyataan dan menyatakan tuduhan bahwa pasien
tersebut dipulangkan terburu-buru dengan alasan peserta BPJS. Dokter beserta rumah
sakit akhirnya disomasi atas dasar kelalaian. Sebelumnya dokter spesialis anak
menerima laporan dari bidan bahwa hasil RT bayi tersebut normal, anus (+). Pada
laporan pagi bidan juga disampaikan bahwa defekasi bayi (+) padahal tidak ada.
a) Apakah ada kesalahan?
b) Jika ada, maka siapa yang seharusnya disalahkan?
c) Apakah kesalahan atau pelanggaran tersebut berbentuk pelanggaran
etik, disiplin, atau hukum?
d) Apakah hal tersebut termasuk kasus malpraktik?

CONTOH KASUS 2
Pada suatu malam, seorang pasien berobat ke dokter spesialis bedah onkologi
ditemani oleh keluarganya. Pasien mengeluhkan sulit menelan, sesak napas, dan lemah.
Setelah pemeriksaan rontgen dan patologi anatomi, pasien didiagnosis limfoma maligna
stadium 4. Pasien akhirnya disarankan rawat inap dan dirujuk ke rumah sakit. Dokter
tersebut telah mengatakan bahwa tidak dapat merawat pasien (visite) dari hari
perawatan 1 sampai 3, dan mengutus dokter residen untuk visite, tetapi tetap
mengarahkan terapi. Akhirnya pasien memutuskan untuk setuju dirawat inap dengan
terapi suportif dan paliatif. Tidak dilakukan terapi intervensi dikarenakan kondisi pasien
yang memang sudah tidak stabil. Kondisi pasien naik turun dari hari pertama hingga ke-
3. Pada hari perawatan ke-4, keluarga pasien complain karena dokter tidak datang untuk
visite. Ternyata dokter residen tersebut tidak visite selama 4 hari tetapi melaporkan ke
dokter spesialis bahwa tetap visite. Setelah mendapat complain dari keluarga pasien,
dokter spesialis onkologi tersebut melaksanakan visite bahkan pada hari libur. Pada hari
perawatan ke 5, kondisi pasien menurun, flebitis (+), infus pasien dilepas. Pada hari
perawatan ke 6, infus kembali dipasang. Pada hari ke 8, pasien tersebut meninggal.
Kasus tersebut terjadi pada bulan Mei, tetapi keluarga pasien baru mengadukan kasus
tersebut atas dasar kelalaian dokter 3 bulan kemudian.
a) Apakah ada kesalahan?
b) Jika ada, maka siapa yang seharusnya disalahkan?
c) Apakah kesalahan atau pelanggaran tersebut berbentuk pelanggaran etik,
disiplin, atau hukum?
d) Apakah hal tersebut termasuk kasus malpraktik?

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 56


BAB IV
INFORMED CONSENT

Pendahuluan

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran


dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter
yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Definisi

Informed consent terdiri dari dua kata, yaitu ”Informed” yang berarti suatu
pemberitahuan dan ”Consent” yang berarti suatu persetujuan.
Sedangkan consent diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
2. Express (tersurat), dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
- Secara tertulis
Sebagian besar terdapat pada kasus – kasus yang memiliki resiko yang tinggi,
contohnya pada pembedahan, anestesi, sirkumsisi, dan lain – lainnya.
- Secara tidak tertulis (lisan)
Sebagian besar yang dilakukan dalam praktek sehari-hari adalah consent secara
tidak tertulis atau secara lisan
3. Implite (tersirat)
- Pasien tidak menyatakan secara langsung apakah ia setuju atau tidak setuju
- Biasanya dengan gerakan tubuh
Consent secara tertulis (ada bukti hitam di atas putih), namun sebelumnya dokter
tidak memberikan ”informed” kepada pasien, maka masih bisa digugat secara hukum
oleh pihak pasien.Consent merupakan hak prerogatif dari setiap pasien.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal
45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 57


Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran
SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi
kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai
saksi adalah penting
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan
dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek
hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah
persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya

Tujuan Informed Consent

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya


tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery,
bodily assault). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan (
Ayat 2 ).

Tiga elemen Informed consent

1. Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih
ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap).
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis.
Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinum,
dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh.
Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu
(keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan
sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 58


mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental
sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.

2. Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman).
Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada
tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga
pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat
dari 3 standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi
ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna”
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.

3. Consent elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,


kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada
tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang
dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak
menyetujui tawarannya.

Consent dapat diberikan :


a. Dinyatakan (expressed)
Dinyatakan secara lisan atau dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis
diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang
invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna.
Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis
tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 59
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan
lengannya ketika akan diambil darahnya.

Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik
buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent
adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst.Proxy consent hanya boleh
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

Konteks dan Informed Consent


Doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien
yang melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed


consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental
lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali
tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan
medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien
tentang keadaan sakitnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien
pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami
tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang
mungkin timbul, hanya 40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 %
yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan
bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan
tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas
atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik spesialis.

Keluhan pasien tentang proses informed consent :


o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya – jawab.
o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi
o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 60
Keluhan dokter tentang informed consent
o Pasien tidak mau diberitahu.
o Pasien tak mampu memahami.
o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 61


BAB V
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI)

Pengertian Autopsi

Autopsi = sendiri dan opsis = melihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap


tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.

Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal yang dijelaskan sebagai berikut :
• Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di
rawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai
dengan diagnosis postmortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik
dan gejala-gejala klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah
malakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak,
dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-organ dalam. Jika
keluarga menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua
rongga tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu
needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologik.
• Autopsi forensik/autopsi mediko-legal
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang
berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas
benda peyebab serta identitas pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam melakukan autopsi forensik,
mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus dilakukan
oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus
dicatat dan pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 62


Persiapan Sebelum Autopsi

Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian :


a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah
lengkap.
b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan.
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin.
d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.

Beberapa Hal Pokok Pada Autopsi Forensik

Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui :


a. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin.
b. Autopsi harus dilakukan lengkap.
c. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter.
d. Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin.

Tehnik Autopsi

Tekhnik otopsi ada beberapa macam yakni :

- Tehnik Virchow :

Tehnik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan


pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung
diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ
dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong
dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, tekhnik ini kurang baik bila
digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api
dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah
serta dalamnya penetrasi yang terjadi.

- Tehnik Rokitansky :

Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak
menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun tidak baik digunakan autopsi
forensik.

- Tehnik Letulle:

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta
dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ
urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus
dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 63


inferior serta aorta diputus di atas diafragama dan dengan demikian organ leher dan
dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar
organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian
tekhnik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penanganan
karena panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.

- Tehnik Ghon:

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama
hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).

Peralatan Untuk Autopsi

Dalam melakukan autopsi perlu dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut :


a. Kamar autopsi
b. Meja autopsi
c. Peralatan autopsi
d. Pemeriksaan untuk pemeriksaan tambahan
e. Peralatan tulis menulis dan fotografi

Pemeriksaan Luar

Sistematika pemeriksaan luar adalah sebagai berikut :


1. Label mayat
2. Tutup mayat
3. Bungkus mayat
4. Pakaian mayat
5. Perhiasan mayat
6. Benda Disamping mayat
Disertakan pula pengiriman benda disamping mayat (misal bungkusan atau tas).
Lakukan pencatatan teliti dan lengkap
7. Tanda Kematian
Pencatatan tanda kematian berguna untuk penentuan saat kematian,. Jangan lupa
mencatat waktu/saat dilakukan pemeriksaan.
a. Lebam mayat
Catatan letak/distribusi lebam mayat, adanya bagian tertentu di daerah lebam
mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian terbaring
di atas benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas
(hilang dengan penekanan/sedikit hilang/tidak menghilang sama sekali).
b. Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah
dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dngan menentukan
apakah mudah/sukar dilawan
Apabila ditemukan spasme kadaverik (cadaveric spasm), harus dicatat dengan
sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang dilakukan
korban saat terjadi kematian).
c. Suhu tubuh mayat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 64


Kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun
kadang masih membantu dalam perkiraan kematian. Pengukuran suhu dengan
menggunkana termometer rektal. Jangan lupa mencatat suhu ruangan pada saat
yang sama.
d. Pembusukan
Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan
bawah yang berwarna kehijau-hijauan, Pada pembusukan lebih lanjut, kulit ari
telah terkelupas, terdapat gambaran pembuluh superfisial yang melebar
berwarna biru hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan
akibat pembusukan lanjut.
e. Lain-lain
Mencatat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, (misalnya
mummifikasi/adipocare).
8. Identifikasi umum
Catat jenis kelamin, bangsa atau ras, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat
badan, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding
perut.
9. Identifikasi Khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus.
a. Rajah/tatto
Tentukan letak, bentuk, warna serta tulisan tatto yang ditemukan. Bila perlu buat
dokumentasi foto.
b. Jaringan parut
Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat
penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan bedah.
c. Kapalan (Callus)
Dengan mencatat distrubusi callus, kadangkala dapat diperoleh keterangan
berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya.
Pada pekerja/buruh pikul, ditemukan kapalan pada daerah bahu, pada pekerja
kasar lainnya ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kaki.
d. Kelainan pada kulit
Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopigmentasi, eksema, dan kelainan
lain seringkali dapat membantu penentuan identitas.
e. Anomali dan cacat pada tubuh
Kelainan anatomis pada tubuh perlu dicatat dengan seksama dan teliti.
10. Pemeriksaan Rambut
Dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pemcatata dilakukan terhadap
distribusi, warna, keadaan tumbuh, serta sifat dari rambut tersebut (halus/kasar,
lurus/ikal).
11. Pemeriksaa Mata
Periksa kelopak mata terbuka/tertutup, adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan
lain yang ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa keadaan selaput lendir
kelopak mata (warna, kekeruhan, pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan,
bercak perdarahan).
Pemeriksaan bola mata (tanda kekerasan, kelainan seperti pysis bulbi, pemakaian
mata palsu dan sebagainya)
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 65
Pemeriksaan selaput lendir bola mata (adanya pelebaran pembuluh darah, bintik
perdarahan atau kelainan lain).
Pemeriksaan kornea/selaput bening mata (jernih/tidak, kelainan fisiologis (ptysis
bulbi) atau patologis (leucoma)).
Pemeriksaan iris/tirai mata (warnanya, kelainan yang ditemukan)
Pemeriksaa pupil/teleng mata (ukurannya, besar ukuran pada kanan dan kiri,
kelainan).
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Pemeriksaan meliputi bentuk daun telinga dan hidung. Mencatat pula kelainan serta
tanda kekerasan. Periksa dari lubang hidung/telinga adanya keluar cairan/darah.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut, serta gigi geligi. Adanya kelainan/tanda
kekerasan. Memeriksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan adanya benda asing.
Terhadap gigi geligi, dilakukan pencatat jumlah gigi yang terdapat, adanya yang
hilang/patah/tambalan/bungkus logam, adanya gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan
(staining) dan sebagainya.
Data gigi geligi merupakan alat yang berguna untuk identifikasi bila terdapat data
pembanding.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan, adanya manik-manik yang
ditanam di bawah kulit, keluarnya cairan dari lubang kemaluan, serta kelainan yang
disebabkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadi suatu
persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan
kaca objek yang ditekankan pada daerah glands atau coronaglandis yang kemudian
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik
laboratorium.
Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan
kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah
melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa melakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap sekret/cairan liang senggama.
Lubang pelepasan perlu mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput
lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya :
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari
(pada sianosis) atau adanya edema/sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal,
dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan, atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal, dan lain-lain.

16. Pemerikaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka


Pada pemeriksaan tersebut , perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif
terhadap :
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 66
a. Letak luka
Sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, mencatat letaknya yang tepat
menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat.
b. Jenis luka
Tentukan apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka.
c. Bentuk luka
Menyebutkan bentuk luka yang didapatkan. Pada luka yang terbuka sebutkan
bentuk luka setelah luka dirapatkan.
d. Arah luka
Dicatat dari arah luka (melintang, membujur, atau miring)
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka rata, teratur, atau bentuk tidak beraturan.
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau
bentuk lain.
g. Dasar luka
Dasar luka berupa jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan
rongga badan.
h. Sekitar luka
Lihat terdapat adanya pengotoran, terdapat luka/tanda kekerasan lain sekitar
luka.
i. Ukuran luka
Diukur dengan teliti, pada luka terbuka diukur juga setelah luka dirapatkan.
j. Saluran luka
Dilakukan secara in situ. Termukan perjalanan luka, serta panjang luka.
Penentuan ini baru dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat.
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap pemukaan luka terhadap
pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan
yang menyebabkan luka tersebut.
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Tentukan letak patah luka yang ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing
patah tulang yang terdapat.

Pembedahan Mayat

Pengeluaran Alat Tubuh


Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis.
Pada daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada
daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 67


(sternum) sedangkan mulai di daearh epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga
perut.
Insisi berbentuk huruf I diatas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu
pemeriksaan bedah mayat forensic. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu
kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit
berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada
sebelah kanan dan kiri dipertemukan pada garis pertengahan kira-kira setinggi insisura
jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi
lebih sukar.
Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan
membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan
jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding perut
dapat ditarik/diangkat keatas. Pisau diselipkan diantara dua jari tersebut dan insisi dapat
diteruskan sampai ke simpisis pubis. Disamping berfungsi sebagai pengangkat dinding
perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu (guide) untuk
pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh
pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut
tersebut kearah luar (dilakukan dengan ibu jari disebelah dalam/sisi peritoneum dan 4
jari lainnya disebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan
pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada dilakukan terus kearah
dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping sampai garis ketiak
depan. Pengirisan pada otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang pisau
(blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan
teliti.
Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang
maupun luka terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada
dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan
lainnya.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot
dinding perut, cacat tebal msing-masing serta lika-luka bila terdapat.
Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat
perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi
seluruh usus-usus kecil, ataukah mengumpul pada sutu tempat akibat adanya kelainan
setempat. Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark,
tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya,
perhatikan pula bagian/ alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan
lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, bila terdapat cairan, catat sifat
dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah
dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak
licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak
selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat
Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragna), dengan membandingkan
tinggi difragma terhadap iga digaris pertengahan selangka (midelavicular line).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 68


Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat
setengah sampai satu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga.
Dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus,
rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus kearah kaudal. Pemotongan ini dapat
dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian rawan belum
mengalami penulangan. Dengan tangan kanan memegang gagang pisau dan telapak
tangan kiri menekan punggung pisau. Pisau digerakan memotong rawan iga-iga tersebut
mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi
tubuh yang lain
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada
bagian depan sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan.
Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kearah
kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni
yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan kearah medial
menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang selang dan
tulang dada (articulation sternoclavicularis) dan memotongnya. Bila ini telah dilakukan
pada kedua sisi maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan
mencatat bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung
jantung yang tampak 1 jari diantara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan
paru yang berlebihan (pada edema paru atau emfisema paru).
Dengan tangan, paru dapat ditarik kearah medial dan rongga dada dapat
diperiksa, apakah terdapat cairan, darah atau lainnya.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan
mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi
oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung
maupun pada permukaan depan jantung sendiri.
Iga-iga dipotong mulai rawan iga ke-2 ke arah latero kaudal . Iga pertama
dipotong ke arah latero cranial untuk menghindari manubrium sterni.
Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru. Kandung
jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf Y terbalik.
Pada dugaan thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan
diiris memanjang sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari septum,
kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah a.pulmonalis.
Alat-alat leher dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan
usus halus mulai dari yeyenum sampai rectum dilepaskan tersendiri, kemudian alat
dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot
dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus
rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke kanan maupun ke kiri. Lidah ditarik ke
bawah sehingga dapat dikeluarkan dari tempat bekas irisan.
Palatum molle diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum sampai
bagian lateral dari plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan sampai ke
permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher ke arah bawah
maka seluruh alat leher dapat lepas dari perlekatannya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 69


Lakukan pemotongan pembuluh darah dan saraf di belakang tulang selangka
dengan lebih dulu menggenggam pembuluh darah dan saraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada. Dengan tangan kanan
memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus
paru, alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai keluar dari rongga paru.
Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buat dua
ikatan di atas diafragma.
Esofagus digunting antara kedua ikatan tersebut. Tangan kiri menggenggam
bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap
genggaman tersebut. Alat leher dan alat dalam rongga dada dapat dikeluarkan
seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat agar isi duodenum tidak
tercecer. Tangan kiri mengangkat ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium
yang melekat usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat usus.
Pengirisan dilakukan seperti gerakan menggergaji dan dilakukan sepanjang usus halus
sampai daearah ileum terminalis. Pada daerah caecum, pengirisan dilakukan terhadap
mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini.
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung.
Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan
memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari
dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di bagian belakangnya.
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal diurut ke arah
proksimal. Rectum diikat dengan dua ikatan, kemudian diputus di antara dua ikatan
tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar dapat dilakukan
pemeriksaan sepanjang usus tersebut.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul dilakukan pengirisan dimulai
dengan memotong diafragma dekat insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan
diteruskan ke arah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal
sampai memotong a.iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepas peritoneum di daerah simfisis
(alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat lain dipegang
dengan tangan kiri sampai ke belakang bersama-sama rectum. Pemotongan melintang
dilakukan setinggi kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga
proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul kemudian dilepaskan
seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan diangkat bersama-sama dengan alat
rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala,
dimulai pada prosesus mastoideus, melingkari kepala ke arah vertex, dan berakhir pada
prosesus mastoideus sisi lain. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum.
Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas
orbita (margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh protuberantia
occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan pada permukaan dalam kulit kepala
maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda
kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 70
membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar di
daerah frontal sejarak kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis, di daerah
temporal kurang lebih 2 cm di atas daun telinga. Pada daerah temporal penggergajian
dilakukan setelah otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih dahulu. Pada daerah
temporal ini penggergajian dilakukan melingkar ke belakang ±2 cm sebelah atas
protuberantia occipitalis externa , dengan garis penggergajian membentuk sudut ±120o
dari garis penggergajian terdahulu. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan
menggunakan pahat berbentuk T (T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis
penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan pertama-tama dilakukan penciuman bau yang
keluar, sebab pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau yang khas. Dilakukan
pengamatan kelainan pada permukaan dalam atap tengkorak maupun pada duramater.
Kelainan dapat berupa luka pada duramater, perdaraahan epidural, dll. Duramater
kemudian digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural diperiksa
adanya perdarahan, pengumpulan nanah, dsb.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan dua jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal, antara baga otak dan tulang tengkorak. Bagian frontal sedikit ditekan,
tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau digunting sampai dasar tengkorak. Kedua
jari tangan kiri kemudian sedikit mengangkat baga frontal dan memperlihatkan
nn.olfactorius, nn.opticus, yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar
tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dapat dilakukan pada aa.karotis interna yang
memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan
kepala mayat, serta jari-jari tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga peliris
(temporalis) sisi lain, tentorium cerebelli tampak jelas dan mudah dipotong, dimulai
dari foramen magnum ke lateral menyusuri tepi belakang tulang karang otak (os
petrosum). Potong saraf-saraf otak yang keluar pada dasar tengkorak. Perlu diperhatikan
bila tentorium cerebelli tidak dipotong maka otak kecil akan tertinggal dalam rongga
tengkorak.
Kepala dikembalikan ke posisi semula dan batang otak dipotong melintang
dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam rongga magnum.
Dengan tangan kiri menyangga daerah baga occipital, dua jari tangan kanan
dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang terpotong, kemudian menarik
bagian bawah otak dengan gerakan memutar/meluksir hingga keluar dari rongga
tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya, agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.
Pemeriksaan Organ/Alat Dalam

Dimulai dari lidah, esophagus, trachea, dst sampai seluruh alat tubuh. Otak
biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
Diperhatikan permukaan lidah, adakah bekas gigitan, baik baru maupun lama.
Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi. Bekas
gigitan dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah sebaiknya tidak
sampai teriris putus agar setelah otopsi mayat masih tampak berlidah utuh.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 71
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran
infeksi, nanah, dsb. Ditemukan tonsilektomi kadang membantu dalam identifikasi.
3. Kelenjar gondok
Otot-otot leher harus dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan
pinset bergigi pada tangan kiri, ujung bawah otot-otot leher dijepit dan sedikit
diangkat, dengan gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian
posterior. Setelah otot leher di angkat, kelenjar gondok tampak jelas dan dapat
dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea. Perhatikan ukuran
dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah
perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengirisan di bagian lateral pada
kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (esophagus)
Dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya
benda-benda asing, keadaan selaput lendir, dll (misalnya striktur, varices).
5. Batang tenggorok (Trakhea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai dari epiglotis.
Perhatikan adakah edema, perdarahan, benda asing, dll. Perhatikan pula pita suara
dan kotak suara. Pembukaan trakea dilakukan dengan melakukan pengguntingan
dinding belakang sampai cabang bronkus kiri dan kanan. Perhatikan adanya benda
asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.
6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilago thyroidea) dan rawan cincin
(cartilago cricoidea)
Tulang lidah kadang ditemukan patah unilateral pada kasus pencekikan. Tulang
lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya dengan pinset dan gunting.
Perhatikan adanya patah tulang, resapan darah. Rawan gondok dan rawan cincin
seringkali juga menunjukkan resapan darah pada kasus dengan kekerasan pada
daerah leher (pencekikan, penjeratan, gantung).
7. Arteri carotis interna
Arteri carotis communis dan interna biasanya tertinggal melekat pada permukaan
dekat ruas tulang leher. Perhartikan tanda kekerasan sekitar arteri ini. Buka arteri
dengan menggunting dinding depannya dan perhatikan keadaan intima. Bila
kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini, kadang dapat ditemukan
kerusakan pada intima di samping terdapatnya resapan darah.
8. Kelenjar kacangan (thymus)
Biasanya telah menjadi Thymic fat body pada orang dewasa, namun kadang masih
dapat ditemukan pada status thymicolymphaticus. Kelenjar thymus terletak melekat
di sebelah atas kandung jantung. Pada permukaanya perhatikan adanya perdarahan
berbintik serta kemungkinannya adanya kelainan lain.
9. Paru-paru
Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru. Pada
paru yang mengalami emphysema dapat ditemukan cekungan bekas penekanan iga.
Perhatikan warnanya, serta bintik perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi
darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan paru sebagai bercak berwarna
merah-hitam dengan batas tegas), resapan darah, luka, bulla, dsb.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 72


Perabaan paru yang normal teraba seperti spons. Pada paru dengan proses
peradangan, perabaan dapat menjadi padat atau keras.
Penampang paru diperiksa setelah melakukan pengirisan paru mulai apex sampai
ke basal, dengan tangan kiri memegang paru pada daerah hilus. Pada penampang
paru ditentukan warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.
10. Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke jantung
dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkatnya serta menggunting
pembuluh tadi sejauh mungkin dari jantung.
Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju kanan mayat.
Perhatikan adanya resapan darah, luka, atau bintik-bintik perdarahan. Pada otopsi
jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung yang dilakukan dengan
mengikuti aliran darah di dalam jantung.
Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas
yang dipertahankan terus sampai otopsi jantung selesai. Vena cava superior dan
inferior dibuka dengan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut. Dengan
gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan adanya kelainan pada aurikel kanan
maupun atrium kanan.
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau
menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral,
lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan sehingga rongga bilik
jantung kanan terlihat. Ukur lingkaran katup trikuspidal serta memeriksa keadaan
katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelainan lain. Tebal dinding bilik
kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding
belakang bilik kanan, 1 cm di bawah katup.
Irisan dinding depan bilik kanan menggunakan gunting, mulai dari apeks,
menyusuri septum pada jarak ½ cm, ke arah atas menggunting dinding depan
a.pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur
lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.
Pembukaan serambi dan bilik kiri dimulai dengan menggunting dinding
belakang vv.pulmonales, disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau
panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu diiris ke lateral
sehingga bilik kiri terbuka. Ukur lingkaran katup mitral serta penilaian terhadap
keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat
1 cm di bawah katup pada dinding belakang. Dengan gunting dinding depan bilik
kiri dipotong menyusuri septum pada jarak ½ cm, terus ke arah atas, membuka juga
dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup
diukur dan daun katup dinilai.
Pada daerah katup semilunaris aorta dapat ditemukan dua muara aa.coronaria
kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a.coronaria tidak boleh menggunakan
sonde karena dapat mendorong trombus yang mungkin ada.
Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang
sepanjang jalannya pembuluh darah. Arteri coronaria kiri berjalan di sisi depan
septum, dan a,coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke belakang. Pada
penempang irisan diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen, serta
kemungkinan terdapat trombus.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 73
Septum jantung dibelah untuk melihat kelainan otot, baik kelainan degeneratif
maupun kelainan bawaan.
Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sekitar 300 gram, ukuran
lingkar katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5 cm, lingkaran
katup pulmonal sekitar 7 cm dan aortal sekitar 6,5 cm. Tebal otot bilik kanan 3
sampai 5 mm, sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.
11. Aorta thoracalis
Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat memperlihatkan
permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur,
ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat ditemukan
tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh
diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila korban mendarat
dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan robekan melintang pada
aorta thoracalis.
12. Aorta abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan permukaan
belakang menghadap ke atas aorta abdominalis digunting dinding belakangnya
mulai dari tempat pemotongan aa.iliaca communis kanan dan kiri. Perhatikan
dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau atheroma.
Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini,
terutama muara aa. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya, aa. renalis kanan
dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan pada
dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya hipertensi
renal bagi yang berangkutan.
13. Anak ginjal (glandula suprarenalis)
Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu mendapat perhatian,
karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan pemisahan alat
rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan.
Anak ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atau ginjal kanan,
tertutup oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan
permukaan bawah diafragma. Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini,
pertama-tama digunting otot diafragma sebelah kanan.
Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting jaringan
lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning kecoklat-
coklatan, berbentuk trapezium dan tipis. Anak ginjal kemudian dibebaskan dari
jaringan sekitarnya dan diperiksa terhadap kemungkinan terdapatnya kelainan
ukuran, resapan darah dan sebagainya.
Anak ginjal terletak di bagian medio-kranial kiri kutub atas ginjal kiri, juga tertutup
dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kleenjar liur perut (pancreas) dan
diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak ginjal kanan,
anak ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan untuk dilakukan
pemeriksaan dengan seksama.
Pada anak ginjal yang normal, pengguntingan anak ginjal akan memberikan
penampang dengan bagian korteks dan medulla yang tampak jelas.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 74
14. Ginjal, ureter dan kandung kencing
Kedua ginjal masing diliputi oleh jaringan lemak yang dikenal sebagai capsula
adipose renis. Adanya trauma yang mengenai daerah ginjal seringkali
menyebabkan resapan darah pada capsula ini. Dengan melakukan pengirisan di
bagian lateral kapsula, ginjal dapat dibebaskan.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan pelvis
renis dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal dibuat
dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga penampang
akan melewati pelvis renis. Pada tepi dapat di“cubit” dan kemudian dapat dikupas
secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah.
Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat
dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah,
luka-luka ataupun kista-kista retensi.
Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga
perhatikan pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda
peradangan, nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai
vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi
saluran serta keadaan mukosa.
Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti
bentuk huruf T. perhatikan isi serta selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa
menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala
pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil,
permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses.
Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya
tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada
punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri
hati. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya.
Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran
hati pala.
Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya
batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil
memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Veteri). Bila tampak cairan
coklat-hijau keluar dari muara tersebut ini menandakan saluran empedu tidak
tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk
memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang norml menunjukkan permukaan
yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan
penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna
coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 75
Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa.
Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengan gunting pada curvature mayor.
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi
lambung ini diperlukan untuk pemriksaan toksikologik atau pemeriksaan
laboratorik lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan
adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulcerative, polip dan lain-lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar
liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah
perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak atau
kedangkalan bahkan sampai terjadi laserasi.
Pada oedema cerebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak
menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang
menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willis. Nilai keadaan
pembuluh drah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateronia,
adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat
perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut.
Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intra cranial
akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi hemiasi serebelum kea rah foramen
magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari
batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.
Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada
penampang otak besar antara lain adalah: Perdarahan pada korteks akibat contusio
cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan
berbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak Infark
jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang unilateral, akibat gangguan
perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a.
lenticulostriata dan sebagainya.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang,
catatlah kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 76


Batang otak diisir melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai
kebagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut.
Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta
kemungkinan terdapat resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari
epididinus. Klenjar prostat diperhatikan ukuran serta konsistensinya.
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran
telur dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan, resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provakatus. Uterus
dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui
saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan
keadaan selaput lender uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan
terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopik)
kembali ke dalam tubuh mayat pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan
diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik atau
diperlukannya organ guna pemeriksaan toksologik.
Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal
maksimal 5 mm. potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi
tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut sengan sempurna. Usahakan
mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang
mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (=
larutan formaldehida 4%) atau alcohol 90-96% dengan jumlah cairan fiksasi sekitar
20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil.
Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan
dengan kasus yang dihadapi serta ketentuab laboratorium pemeriksa. Sedapat
mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila diperlukan
pengawetan, agar digunakan alcohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk
pemeriksaan toksologik, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan
disamping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.

Perawatan Mayat Setelah Autopsi

- Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
- Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
- Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
rongga dada.
- Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah
dagu sampai ke daerah simfisis.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 77
- Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
- Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada
pihak keluarga.

Autopsi Pada Dugaan Kematian Akibat Emboli Udara

Terbukanya pembuluh darah akibat trauma, kadangkala dapat menyebabkan


timbulnya emboli udara. Dikenal 2 jenis emboli udara berdasarkan letak dari emboli
tersebut, emboli udara vena (= emboli udara paru) dan emboli udara arterial (= emboli
udara sistemik).
Untuk membuktikan terdapatnya emboli udara, perlu dilakukan teknik autopsi
yang khusus, menyimpang dari teknik autopsi rutin. Pada dasarnya, pembuktian
dilakukan dengan memperlihatkan adanya udara dalam system vena atau arteri dengan
membuka arteri atau vena tersebut di bawah permukaan air.
Pada pembukaan kulit leher dalam melakukan autopsi rutin, vena daerah ini
mudah terpotong terutama vena jugularis. Bila ini terjadi, maka terdapat kemungkinan
masuknya udara post mortal ke dalam pembuluh darah tersebut. Pada pengangkatan alat
leher kemudian, terjadi manipulasi terhadap leher dan kepala sehingga udara yang
masuk tadi berpindah dan masuk ke dalam jantung. Hal tersebut di atas akan
menghasilkan pemeriksaan yang salah (false positive) dan karenanya harus dihindari,
dengan jalan tidak membuka daerah leher sebelum dilakukan pemeriksaan emboli.

Pemeriksaan emboli udara vena


Dengan mengingat kemungkinan terjadinya hasil false positive seperti yang
diuraikan di atas, maka pembukaan kulit dimulai dari setinggi incisura jugularis ke
bawah sepanjang garis median. Kulit bagian leher dibiarkan utuh untuk sementara dan
jangan ganjal bahu mayat dengan malok. Kulit dan otot dinding dada serta rongga perut
dibuka seperti biasa. Rawan iga dipotong mulai dari iga ke-3 ke arah kaudo-lateral.
Insersi otot diafragma dipotong untuk melepaskan bagian bawah stemum dan iga.
Kemudian bagian depan dinding dada ini dilepaskan dengan terlebih dahulu
menggergaji tulang dada (stermum) melintang setinggi iga ke-3.
Tindakan memotong tulang dada setinggi iga ke-3 ini dilakukan untuk mencegah
terpotongnya pembuluh darah besar yang berjalan di belakng iga ke-2 dan tulang
selangka.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan memanjang pada
tempat yang letaknya paling tinggi ( di pertengahan kandung jantung) sepanjang 5
sampai 7 sentimeter. Ke dalam kandung jantung kemudian diisikan air sehingga seluruh
jantung terdapat di bawah permukaan air (terendam). Kadang-kadang jantung
cenderung untuk mengapung. Dalam hal ini tekanlah jantung dengan jari tangan kiri
dan jagalah agar jantung tetap terendam. Dengan pisau organ, tusuklah ventrikel kanan
dekat dengan permulaan a. pulmonalis sampai menembus ke dalam bilik kanan. Dengan
melakukan pemutaran bidang pisau (knife blade) sebanyak 90 derajat, maka lubang
tusukan diperlebar. Perhatikan apakah terdapat gelembung udara yang keluar dari
lubang tersebut. Dengan cara yang sama, ventrikel kiri juga dilubangi dan perhatikan
juga apakah terdapat gelembung udara yang keluar.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 78
Pada kasus dengan emboli udara vena, udara kan terkumpul dalam bilik kanan
jantung dan karenanya, pada pemeriksaan akan ditemukan keluarnya gelembung udara
dari lubang yang dibuat pada bilik kanan, sedangkan dari bilik jantung kiri tidak
terdapat gelembung udara yang keluar.
Bila pada pemeriksaan tidak keluar gelembung baik dari bilik kanan maupun
kiri, maka kemungkinan terdapatnyaemboli udara vena dapat disingkirkan.
Bila pada penusukkan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung
udara, maka hal ini dapat disebabkan oleh adanya emboli udara vena disertai defek
septurn, atau diakibatkn oleh terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan
maupun yang kiri. Dalam hal ini kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak
dapat dipastikan maupun disingkirkan
Di samping dilakukan pemeriksaan seperti tersebut di atas, beberapa hal dapat
menyokong akan adanya emboli udara vena. Antara lain adalah: distensi jantung
sebelah kanan akibat tekanan udara. Vena cava, bilik kanan a. pulmonalis dan v v.
coronariae yang berisi darah yang berbuih dan berwarna merah terang. Vena cava
inferior yang mengalami distensi, tetapi sangat sedikit atau sama sekali tidak terisi
darah.

Pemeriksaan emboli udara arteril


Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang
seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan permulaan a.
coronaria kiri dengan jalan mengirisnya pada bagian arterior septum dan perhatikan
apakah terdapat gelembung udara yang keluar. Bila perlu dapat dilakukan pengurutan
sepanjang septum dari arah apex jantung kea rah tempat pengirisan. Dalam menilai
hasil pemeriksaan emboli udara arterial ini perlu diperhitungkan kemungkinan
terbentuknya gas pembusukan dalam pembeluh itu sendiri.

Autopsi Pada Kasus Dengan Pnemotoraks

Pada kekerasan yang mengenai daerah dada, dapat terjadi patah tulang iga yang
mengakibatkan tertusuknya paru dan selanjutnya menimbulkan pnemotoraks. Dalam hal
demikian, pembuktian dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara membuka
rongga dada di bawah permukaan air untuk melihat keluarnya gelembung udara.
Kulit daerah dada yang telah dilepaskan dan dinding dada dipegang pada tepi
bebasnya sedemikian rupa sehingga membentuk semacam kantong dengan dasar
dinding dada. Ke dalam kantong ini kemudian diisi air. Dengan sebuah skapel, dinding
dada diiris di bawah permukaan air sampai menembus ke rongga dada. Pengumpulan
udara dalam rongga dada pada pnemotoraks akan menyebabkan ke luar gelembung
udara dari lubang.
Pemeriksaan pnemotoraks dapat pula dilakukan dengan menggunakan semperit
gelas yang besar (ukuran 25 sentimeter kubik) dan jarum trokar. Semperit diisi setengah
penuh, lalu dengan jarum trokat, sela iga ditusuk. Adanya pengumpulan udara dalam
rongga dada akan menyebabkan keluar gelembung udara ke dalam air dalam semperit.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 79


Autopsi Pada Dugaan Kematian Akibat Emboli Lemak

Kematian akibat emboli lemak dapat terjadi pada kasus trauma tumpul terhadap
jaringan lemak atau patah tulang panjang pada orang dewasa. Butir lemak yang berasal
dari jaringan lemak atau sumsum tulang dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke
eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil
dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat
ditemukan butir lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir
lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/ processing
jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin
yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh
darah tersebut.

Autopsi Pada Kasus Dengan Kelainan Pada Leher

Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan
agar daerah leher bersih dari kemungkinan terdapatnya ”genangan” darah. Untuk itu
dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan
ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis.
Pembukaan rongga dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran
alat leher ditangguhkan untuk sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta
pengeluaran otak. Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk
sedemikian rupa sehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan
otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea setinggi incisura jugularis (atau
dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang terdapat dalam
pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat
terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat
leher dapat dilakukan seperti pada autopsi rutin.

Autopsi Pada Mayat Bayi Baru Lahir

Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama


ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.
Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila ada pemeriksaan mayatnya dapat
dibuktikan bahwa bayi telah bernafas.
Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini:
a. rongga dada yang telah mengembang
pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6
b. paru telah mengembang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 80


pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi
dalam rongga dada.
Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi
sebagian besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran
mozaik dan gambaran marmer.
c. uji apung paru memberikan hasil positif
- uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapatnya udara dalam
alveoli paru.
- Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari
sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada
kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air.
Perhatikan apakah kedua paru terapung.
- Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri
secara tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, apungkan kembali dalam
air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (k.l 5 mm x 10 mm x 10 mm) dari
masing-masing lobus dan apungkan kembali.
- Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat
mengapung sekalipun paru tersebut belum bernafas.
- Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini
disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan tersebut dapat didesak keluar.
- Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam
alveoli, yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar.
- Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan
pengapungan, potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian
besar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang
telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti
terhadap kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat
kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal
ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus yang menghindari terpotongnya
sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-sebaiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak
bayi baru lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan
gunting (tidak perlu menggunakan gergaji). Untuk menghindari terpotongnya sinus
sagitalis superior, guntinglah os parietale pada jarak 0,5 sampai 1 cm lateral dari garis
median, dimulai pada daerah fontanel besar ke arah belakang sampai bagian posterior
tulang ubun-ubun untuk kemudian membelok ke arah lateral. Di depan, pengguntingan
dilanjutkan ke arah tulang dahi yang pada jarak 1-2 cm dari batas lipatan kulit,
membelok ke arah lateral. Dengan demikian, pada garis median sinus sagitalis tetap
utuh. Os parietalis kanan dan kiri kini dapat dibuka ke arah lateral seperti membuka
jendela.
Dengan menarik baga otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falk
serebri dan sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya robekan, resapan darah

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 81


maupun perdarahan. Dengan menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium
cerebelli serta sinus lateralis, sinus occipitalis dapat diperiksa.
Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa, atau
dikeluarkan terpisah, baga kanan dan kiri.
Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa.
Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan
formalin 10%, baik dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan
imbibisi.
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan
gunting ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan
pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah
metaphyse. Pusat penulangan akan tampak sebagai bercak berwarna merah homogen
dengan diameter lebih dari 5 mm di daerah epiphyse tulang.
Pusat penulangan pada tallus dan calcaneus
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit ke
arah depan sampai sela jari ke 3 dan 4. Dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus
dan calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.

AUTOPSI PADA KASUS PEMBUNUHAN ANAK

Pembunuhan anak merupakan tindak pidana yang khusus, yaitu pembunuhan


yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat dilahirkan atau
beberapa saat setelah itu, karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan.
Pada pemeriksaan korban pembunuhan anak, pertama-tama harus dibuktikan
bahwa korban lahir hidup. Untuk ini pemeriksaan ditujukan terhadap telah bernafasnya
paru korban.
Pemeriksaan berikutnya dititikberatkan pada penyebab kematian, yang terjadi
sebagai akibat tindakan kekerasan. Pada kasus pembunuhan anak yang ditemukan di
Jakarta, pembunuhan biasanya dilakukan dengan cara pembekapan, penyumbatan,
pencekikan atau pengikatan leher.
Untuk memenuhi syarat waktu dilakukannya pembunuhan, yaitu pada saat
dilahirkan atau tidak berapa lama setelah itu, pemeriksaan ditujukan terhadap sudah
atau belum ditemukannya tanda perawatan pada bayi.
Pada tindak pidana pembunuhan bayi, faktor psikologik ibu yang baru
melahirkan diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut
menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan kesadaran yang
penuh, dan dalam keadaan demikian, pada si ibu belum sempat timbul rasa kasih sayang
serta keinginan untuk merawat bayinya. Jadi pada kasus pembunuhan anak, si bayi
belum mendapat perawatan.
Pemeriksaan terhadap maturitas, viabilitas bayi diperlukan bila pada
pemeriksaan didapati keraguan akan hal lahir hidup atau lahir mati. Pada bayi-bayi yang
lahir immature atau non viable, kemungkinan lahir hidup tentunya lebih kecil
dibandingkan dengan bayi yang lahir mature dan viable.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 82
Autopsi Pada Kasus Kematian Akibat Kekerasan

Pemeriksaan terhadap luka :


a. Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat
panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
b. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
c. Cara terjadinya luka
- luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu
kecelakaan. Daerah terlindung ini misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat
siku, dan lain-lain.
- Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat
ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan
bawah atau telapak tangan.
- Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan
(tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
d. hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
- harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh
kekerasan yang menyebabkan luka
- harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka
yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital)—perhatikan tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka
- tanda intravitalitas : ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka,
sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, pemeriksaan kadar histamin
bebas dan serotonin jaringan
Kecelakaan lalu lintas
a. luka akibat kekerasan pertama oleh kendaraan (first impact)
- ditimbulkan oleh persentuhan bagian kendaraan dengan tubuh
- perhatikan bentuk/gambaran luka serta letaknya (harus diukur dari tumit)
- luka biasanya berupa luka lecet tekan
b. luka akibat terjatuh
- pada tubuh korban dapat ditemukan luka lain yang terjadi akibat terjatuhnya
korban setelah persentuhan pertama dengan kendaraan
- berupa luka lecet geser atau luka robek
c. luka akibat tertindas (rollover)
luka akibat lindasan ban kendaraan memberikan gambaran yang khas berupa jejas
ban.

Autopsi Kasus Kematian Akibat Asfiksi Mekanik

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 83


Pada pemeriksaan mayat, akan ditemukan tanda asfiksi berupa lebam mayat
yang gelap dan luas, bendungan bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan
saluran nafas, bendunagn pada alat dalam, serta Tardieu spot.
Peristiwa yang menjadi penyebab dan tanda-tandanya :
1. Mati akibat pembekapan
Terdapat tanda kekerasan berupa luka memar atau lecet tekan sekitar hidung &
mulut. Paling sering merupakan pembunuhan.
2. Mati akibat penyumbatan
Ada benda asing pada rongga mulut, atau sisanya jika telah dikeluarkan.
3. Mati akibat pencekikan
ada luka memar atau lecet tekan pada leher, karena kuku pelaku. Tulang lidah
kadang patah unilateral.
4. Mati akibat penjeratan
kadang masih ada jerat/tali pada leher korban, simpulnya tetap dipertahankan. Jerat
biasanya horizontal dan letaknya rendah. Dia juga meninggalkan jejas lecet tekan
yang melingkari leher. Umumnya, simpul mati = pembunuhan, simpul hidup =
bunuh diri.
5. Mati tergantung
arah jerat tidak mendatar, tapi membentuk sudut yang membuka ke arah bawah.
Selain itu, letak jerat lebih tinggi. Lebam mayat ada di ujung tangan & kaki.
Terdapat resapan darah bawah kulit pada pembedahan mayat.
6. Mati akibat dada tertekan
disebut juga asfiksi traumatik. Ada luka memar atau lecet pada dada.

Autopsi Pada Kematian Akibat Tenggelam

Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru
bagian distal. Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri
dibandingkan jantung kanan, karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya
hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada tekanan osmotik cairan tempat
tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung
dan benda asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat
kontraksi mm.erector pilli. Bila mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit
telapak tangan dan kaki yang keriput (washer woman hand). Bila ada cadaveric spasm
bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.

Autopsi Pada Kasus Kematian Akibat Racun

Pada dugaan mati akibat racun, pertama kali harus dicium bau yang keluar dari
tubuh mayat karena hidung pemeriksa dapat beradaptasi jika berlama-lama bersama
mayat. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk
pemastian racun penyebab.

- Kematian Akibat Keracunan Insektisida


Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan luka bakar warna coklat agak cekung di
kulit sekitar mulut, juga ada bendungan serta warna lebam mayat yang biru gelap dan
ujung jari serta kuku yang kebiruan.
Pada bedah mayat ditemukan tanda bendungan alat dalam, dua lapis cairan di
lambung yaitu asam lambung dan larutan insektisida. Untuk toksikologi dapat diambil
isi lambung, darah dan jaringan hati.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 84


- Kematian akibat gas CO

Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat yang berwarna merah terang.
Pemastian sebab kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah.
Pada bedah mayat terdapat bintik perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran
infark yang simetrik. Hal ini disebabkan terjadinya anoksi otak.

- Kematian akibat sianida

Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam
mayat merah terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas.
Diagnosis pasti dengan periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.

- Kematian Akibat Keracunan Barbiturat

Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi
depresi nafas yang menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap.
Terdapat juga vesikel atau bula simetrik pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan
busa halus dalam saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian
dengan ditemukan barbiturat dalam darah dan urine juga toksikologi isi lambung.

- Kematian Akibat Narkotika

Lebih sering terjadi akibat kecelakaan. Perlu diperhatikan adanya bekas suntikan
yang baru atau lama, pembesaran kelenjar limfe regional. Kadang ada tato di tempat
yang tidak wajar (cth. di lipatan siku, tempat biasa menyuntik).
Mati akibat narkoba sering karena depresi nafas. Pada bedah mayat ditemukan
kelainan paru berupa bendungan dan edema hebat pada paru, narcotic lung atau
gambaran pneumonia lobaris. Toksikologi dilakukan pada darah, urine, cairan empedu
serta tempat masuk suntikan. Dpat juga ditemukan vesikel/ bula seperti pada keracunan
CO atau barbiturat.

- Kematian Akibat Keracunan Arsenikum

Ada 2 jenis, yaitu keracunan akut dan kronis. Pada akut, pemeriksaan luar
mayat menunjukkan tanda dehidrasi hebat pada tubuh. Terdapat perdarahan sub
mukosa, erosi dan ulserasi sepanjang saluran cerna. Ada bubuk putih dan arsen trioksida
pula pada daerah itu. Pada kronis, ada kelainan pigmentasi kulit, garis putih pada kuku
serta tubuh yang kahektis. Terdapat kelainan histologik degeneratif pada hati dan ginjal.
Toksikologi pada isi lambung, darah dan urine.

Autopsi Pada Kasus Kematian Mendadak

Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada
orang yang sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya.
Untuk penyebabnya harus selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang
memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Penyebab mati mendadak biasanya menyangkut sistem kardiovaskular (SKV),
pernafasan dan susunan saraf pusat (SSP). Pada SKV meliputi infark miokard, penyakit

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 85


jantung iskemik, sumbatan mendadak pembuluh koroner, pecahnya aneurisma aorta
atau miokarditis akibat virus. Pada sistem nafas biasanya berupa kelainan paru akibat
perdarahan kavernae atau peradangan. Sedangkan pada SSP umumnya perdarahan
akibat pecahnya a.lentikulostriata, akibat ruptur aneurisma pada Circulus willisi,
kelainan degeneratif atau malaria serebri. Diagnosis pasti seringkali memerlukan
pemeriksaan Histo PA berbagai organ tubuh.

Autopsi Pada Kematian Akibat Tindak Abortus

Biasa terjadi pada wanita yang mengalami abortus tersebut. Terjadi perdarahan
karena ruptur uteri akibat kekerasan yang ditimbulkan oleh pengurutan dengan tangan
atau alat yang membuat perforasi uterus. Selain perdarahan, kematian juga dapat akibat
emboli udara saat pembuluh darah atau sinus marginalis terbuka. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan menemukan udara dalam bilik jantung kanan atau vena cava
inferior.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 86


RANGKUMAN FILM OTOPSI

I. Persiapan Melakukan Otopsi :


- Pembedah memakai baju tugas dokter di ruang otopsi berwarna putih
- Memakai apron
- Memakai sepatu karet tinggi
- Memakai sarung tangan rangkap agar tidak tertular bahan-bahan dari jenazah.
- Pembedah berdiri pada sebelah kanan jenazah
- Jenazah pada posisi terlentang, ganjal pada bagian leher dan bahu sehingga leher
bagian depan terbuka atau terpapar seluruhnya.

II. Prosedur Melakukan Otopsi :


- Irisan dimulai dari dagu lurus ke bawah sampai suprapubik. Pada daerah pusat
(umbilikus) potongan sedikit melingkar ke kiri.
- Potongan harus tegas, tidak berulang-ulang dan dalam. Lakukan satu kali dan
cukup dalam agar tidak merusak kulit. Irisan pada dinding dada dan perut harus
lebih dalam daripada leher. Umumnya potongan akan lebih dalam pada bagian
dada dan perut.
- Pada bagian perut : bagian epigastrium ditembus, kemudian kedua jari (telunjuk
dan tengah) masuk kedalam dan mengangkat otot dari dinding perut.
- Pada bagian dada : otot-otot dilepaskan dari tulang iga dengan ibu jari tangan kiri
terletak didalam dan 4 jari lainnya berada di luar. Pastikan bahwa otot tidak
banyak tertinggal di iga.
- Pada bagian leher : hanya melepaskan kulitnya saja. Otot-otot dibiarkan melekat
pada alat-alat leher dibawahnya.
- setelah bagian leher, dada, dan perut terbuka PERIKSA :
a. Ketinggian diafragma? Jika menurun mungkin terjadi
hematothoraks/pneumothoraks dan periksa cairan di dalamnya. Jika ada
penurunan maka akan dilakukan test khusus.
b. Pada rongga perut:
• Adakah cairan, darah dan pus?
• Bagaimana keadaan dinding perut?
• Apakah selaput peritoneum bagus (licin, putih dan tidak ada fibrin-fibrin)?
• Apakah ada resapan darah pada otot?
• Berapa ketebalan lemak dan kulit?

III. Pembukaan Rongga Dada :


- Dimulai dari tulang iga 2 ke bawah, potong tulang rawan iga ± 1 cm medial dari
persambungan tulang rawan iga dan iga dengan cara pisau miring dengan tekanan
tangan kiri kemudian lepaskan dengan tajam agar sternum mudah dilepaskan.
- Sekarang kita lepaskan rawan iga dan tulang dada dari bawahnya dengan cara
melepaskan secara tajam.
- Usahakan pisau tadi menghadapnya keatas sehingga tidak memotong organ-organ
dibawahnya tetapi betul-betul hanya melepaskan jaringan dan otot-otot, jaringan
ikat dari tulang sternum.
- Kemudian pemeriksa akan berdiri diarah kepala.
- Kemudian kita akan melepaskan daerah clavicula yaitu dengan cara memotong,
tadi sudah dipotong sampai iga kedua, kemudian iga satu akan dipotong dengan
sedikit kearah lateral.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 87


- Kemudian akan masuk kemedial, masuk kedalam sendi sternoclavicula,
dipisahkan pas pada sendinya sehingga akan nanti terlepas sternum dan rawan iga
ini dari claviculanya.
- Ini akan dipertunjukkan, ini gambar, benang ini adalah gambar potongan yang
akan kita lakukan. Anda lihat sendiri sekarang.
- Untuk memudahkan, sternum didorong kearah yang berlawanan, pada saat
memotong clavicula kanan, sternum didorong kearah kiri.
- Kemudian anda melakukan pemeriksaan berapa lebar mediastinum terutama
dikaitkan dengan paru-paru, diantara kedua paru-paru berapa lebarnya, setelah itu
dicatat.
- Selanjutnya diperiksa juga apa yang terdapat didalam rongga dada, misalnya
rongga dada kiri, kemudian mengambil atau menarik paru-paru dan dada kiri.
Sekarang kita melihat kedalam rongga dada apakah ada cairan dan darah.
- Kemudian kantung jantung kita buka dengan memotongnya berbentuk huruf Y
terbalik, benang putih itu memperlihatkan bagaimana kita memotong dari atas
atau mungkin dari tengah terlebih dahulu, kemudian dipotong berikutnya
berbentuk huruf Y. Akan diperlihatkan bagaimana cara melakukannya.
- Setelah terbuka periksalah dari rongga kantung jantung tadi apakah ada cairan
atau darah dan lain-lain. Kalau ada maka dikeluarkan dan diperiksa diukur
seberapa banyak.
- Cairan yang normal adalah berwarna kuning jernih, ukurannya sangat bervariasi
10-20 ml.

IV. Mengeluarkan Alat-Alat Rongga Leher

- Kemudian kita akan mengeluarkan alat-alat rongga leher dengan melakukan


tusukan didaerah anda perhatikan dulu didaerah dagu, diberi hak untuk menarik
atau membuat sedemikian rupa sehingga daerah leher tadi terbuka.
- Kemudian akan dilakukan potongan seperti pada yang ditunjukkan oleh benang
tadi yaitu melingkari bagian dalam dari tulang rahang bawah.
- Lakukan tusukan pada dagu tepat dibelakang tulang rahang bawah sampai masuk
kedalam rongga mulut. Artinya dasar mulut atau otot dasar mulut harus terputus
seluruhnya.
- Kalau sudah terpotong otot-otot dasar mulutnya maka terlihat bahwa lidah bisa
dipegang oleh tangan.
- Daerah langit-langit pada palatum mole dipotong dengan menggunakan dasar
adalah tulang leher, dipotong ke bawah sampai tulang leher, lepas seluruhnya
hingga pharynx, larynx dan esofagus terangkat seluruhnya. Potongan pada leher
kira-kira sebelah medial arteri carotis.
- Setelah terlepas, kemudian dilepaskan dari pembuluh-pembuluh dan organ-organ
subclavicula dengan cara: tangan kiri memegang bagian tengah kemudian
dilakukan pemotongan dengan menggunakan dasar tulang leher, semua alat-alat
subclavicula dipotong, sehingga alat leher dan dada dapat dikeluarkan.
- Cara melepaskan alat leher dan dada adalah dengan memasukkan tangan kiri,
kemudian jari telunjuk dan jari tengah menjepit alat leher. Kemudian tarik dengan
tangan kiri sehingga seluruh alat leher dan dada terangkat.
- Kemudian cari esofagus disebelah kiri aorta, pisahkan secara tumpul dengan jari
kemudian ikat dengan benang agar isi lambung tidak keluar melalui esofagus.
Setelahdiikat, dipotong di proximal ikatan.
- Setelah itu lepaskan semua alat-alat leher dan dada dengan memotong jaringan
yang berada disekitarnya dengan menggunakan dinding dada sebagai alas.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 88


V. Mengeluarkan Alat-Alat Rongga Perut

- Usus besar dan usus halus akan dikeluarkan .


- Cari pangkal usus halus yang masuk kedalam daerah retroperitoneal yaitu
duodenum.
- Kemudian lakukan ikatan 2 buah, lalu potong diantaranya.
- Cara melepaskan usus halus adalah dengan menarik usus halus ke atas kemudian
potong pada omentumnya. Cara memotong seperti ini dapat sekaligus untuk
memeriksa usus halus.
- Sampai di caecum kemudian periksa appendix secara makroskopis. Lalu lepaskan
caecum sampai seluruh usus besar terlepas.Sampai ke rectum usus di urut supaya
kotoran naik keatas , setelah bersih kemudian ikat.
- Pada rectum, usus diurut keatas dengan tujuan untuk membersihkan kotorannya.
Setelah yakin bersih, ikat pada pangkalnya kemudian ikat lagi agak keatas dan
dipotong diantara kedua ikatan.
- Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan diafragma yang dimulai dari dinding
– dinding dada sebelah kanan yang kemudian diangkat kesebelah kiri dengan
bantuan tangan kiri untuk melindungi organ – organ yang ada dibawahnya.
Demikian juga dengan diafragma pada bagian yang sebelah kiri caranya sama
dengan yang sebelah kanan dengan cara memotong diafragma menyusuri dinding
dada, kemudian setelah terlepas alat –alat rongga perut akan keluar semua dengan
penarikan.
- Kemudian dilakukan pemisahan alat-alat rongga panggul dengan jaringan
sekitarnya. Buli-buli atau kandung kencing dilepaskan dari sekitarnya dengan
cara memasukkan tangan kira-kira subperitoneum, kemudian melepaskan
jaringan sekitarnya sehingga seluruh jaringan terlepas, agar alat alat seperti
uretra,rectum dan pada wanita yaitu vagina terlepas dari jaringan sekitarnya dan
kemudian dipotong. Pada laki laki setinggi prostat dan pada wanita setinggi
sepertiga proksimal dari vagina. Kemudian dilakukan juga pemotongan
pembuluh-pembuluh iliaca sehingga seluruhnya terlepas.

VI. Membuka Kepala

- Pada daerah kepala diikatkan melingkar benang putih, sebagai tanda posisi kulit
kepala yang akan dipotong, yaitu mulai belakang telinga kanan sampai telinga
kiri. Kulit kepala dikelupas, mula-mula dengan pisau tumpul, dibantu secara
tajam dari permukaan, sampai kearah depan hingga ke supra orbita dan bagian
belakang sampai kearah oksipital yang paling tengah.
- Kepala dibuka dengan cara membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari
processus mastoideus melingkari kepala kea rah puncak kepala (vertex) dan
berakhir pada processus mastoideus sisi lainnya. Kulit kepala kemudian dikupas
kea rah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas margo supraorbitalis dan
ke arah belakang sampau sejauh protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan
catat kelainan yang didapatkan, baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun
pada luar tengkorak. Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian
tulang tengkorak melingkar di daerah frontal kurang lebih 2 cm di atas margo
supraorbitalis kea rah temporal 2 cm di atas daun telinga. Penggergajian harus
hati-hati dan dihentikan setelah tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap
tengkorak selanjutnya dilepas dengan pahat T dengan mencongkel garis
penggergajian.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 89


- Setelah atap tengkorak dilepaskan diperhartikan adanya kelainan pada permukaan
dalam atap tengkorak maupun pada duramater yang tampak. Duramater kemudian
digunting mengikuti garis penggergajian dan daerah subduraldiperiksa apakah
ada perdarahan, pengumpulan darah.
- Otak dikeluarkan dengan memasukkan 2 jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal antara baga otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan
baga frontal akan tampak falk serebri yang dapat dipotong atau digunting sampai
dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri tersebut kemudian mengangkat baga
frontal dan memperlihatkan nn. Olfaktorius, nn optikus yang kemudian dipotong
sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dilakukan pada
aa. Carotis interna yang memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada
dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi serta jari-jari
tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga pelipis sisi yang lain, tentorium
cerebelli akan jelas tampak dan mudah dipotong dimulai dari foramen magnum
ke arah lateral menyusuri tepi belakang karang tengkorak (os petrosum).
- Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat
dipotong melintang dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen
magnum.
- Dengan tangan kiri menyanggah daerah baga occipital, dua jari tangan kanan
dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong
kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakan meluksir hingga keluar
dari rongga tengkorak.
- Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.
- Timbang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang
ditemukan. Pada daerah ventral perhatikan keadaan sirkulus willisi. Perhatikan
bentuk cerrbellum. Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan
pemotongan pada pedenculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian
dipisahkan llagi dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebella. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap
pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara melintang, perhatikan
penampang irisan. Perhatikan dan catat setiap kelainan yang dapat ditemukan.
- Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat irisan melintang catat
kelainan yang ditemukan.
- Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata samapai ke
bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan dan catat setiap kelainan.
- Kalau kita mencurigai daerah yang berwarna agak gelap, maka daerah tersebut
kita sayat sedikit dan kita lihat apakah ada perdarahan pada massa
kelabunya(substansia grisea),kalau tidak ada berarti bukan. Selanjutnya kita
lakukan pemeriksaan dengan pemotongan otak kita lihat penampangnya.
Kemudian timbang untuk mengetahui beratnya.

VII. Pemeriksaan Alat Rongga Leher Dan Dada

- Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan alat-alat rongga leher dan dada.
- Letakkan bagian depannya ke bawah sehingga bagian belakangnya terlihat dari
esofagus pada bagian teratas. Dari kerongkongan sampai esofagus dibelah dan
dibuka untuk melihat apakah ada isinya dan bagaimana keadaan selaput
lendirnya. Kemudian esofagus dipisahkan dari trakea. Singkirkan agak ke
samping kemudian kita membuka trakea dengan gunting sampai percabangannya

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 90


sampai ke paru-paru. Hal yang sama kita menilai apakah ada isinya dan
bagaimana keadaan selaput lendirnya.
- Selanjutnya kita memeriksa tulang hyaoid (tulang lidah), tulang rawan gondok,
dan tulang cincin apakah ada kelainan dan patah tulang.
- Kemudian dibalik dan kita melakukan pemeriksaan pada leher bagian depan.
Pada daerah ini kita memeriksa lapis demi lapis jadi jaringan lunak mulai dari
jaringan ikat kita lepaskan sampai dengan otot kita lepaskan sambil memeriksa
apakah ada perdarahan di antara otot. Pemeriksaan otot-otot leher ini berguna
untuk mengetahui adakah kekerasan pada leher yang sifatnya agak lunak
sehingga perdarahan akan terlihat di otot-otot tapi tidak terlihat di subkutis.
- Dengan terkelupasnya otot-otot maka kita dapat melihat kelenjar gondok.
Kelenjar gondok ini kemudian kita pisahkan. Inilah kelenjar thyroid yang sudah
lepas, dan dinilai bagaimana warna, konsistensinya, apakah ada kelainan atau
resapan darah.
- Jantung kita pegang dan kita tarik ke atas sehingga ada diatas dan kita lepaskan
dari jaringan sekitarnya pada sejauh mungkin dari jantung.
- “Inilah kelenjar gondok. Inilah kelenjar tiroid yang sudah terlepas. Dinilai
bagaimana warnanya, konsistensinya, dan adakah kelainan di dalamnya, atau
resapan darah.
- “Jantung kita pegang ditarik ke atas sehingga kita lihat dia di atas, dan kita
lepaskan dari jaringan sekitarnya.
- “Paru-paru di periksa dengan cara: pertama inspeksi, dilihat apakah ada daerah-
daerah perdarahan, daerah-daerah aspirasi darah, atau cidera, atau luka-luka,
infeksi sebelumnya, atau perlekatan dan sebagainya. Umumnya pau-paru yang
normal berwarna merah kelabu agak ungu. Kemudian kita melakukan perabaan.
Paru yang normal akan teraba seperti busa atau spons, atau teraba derik udaranya.
- Sesudah kita periksa seluruhnya baru kita melakukan pemotongan. Kita pisahkan
dulu dari jaringan sekitarnya, kemudian paru akan dibelah untuk melihat
penampangnya. Pada penampang kita lihat apakah mengalir cukup darah dari
potongan, dan cairan atau busa. Adanya darah dan busa yang berlebihan
menunjukkan adanya oedema paru dan perbendungan. Paru-paru ditimbang. Paru
–paru yang normal memiliki berat kurang lebih antaa 225 – 300 gram. Pada paru-
paru ini terlihat lebih dari 400, mungkin sedikit oedema.”
- “jantung diperiksa dengan, mulai dari bagian anterior. Jadi anterior terletak di
atas, tentu saja berarti daerah yang tipis dindingnya, yaitu daerah kanan.
Kemudian kita nilai permukaannya adakah bercak-bercak perdarahan, bercak-
bercak sikatriks, atau titik-titik perdarahan. Kemudian kita periksa pembuluh nadi
koroner bagian depan. Arteri koroner kita nilai dengan cara memotong daerah
tersebut sehingga melihat penampangnya. Ini yang dipotong adalah pada daerah
arteri -- ramus desendens arteri carotis sinistra. Yang terlihat ini adalah pembuluh
nadi yang masih tidak menebal dindingnya dan masih kolaps artinya dia tidak
mengalami asklerotik.
- “Dan dibuka lebih dahulu, dengan cara pertama-tama kita buka dahulu pada
daerah atrium. Hubungkan terlebih dahulu antara lubang atau muara dari vena
cava superior dengan vena cava inferior, sehingga akan telihat satu lubang yang
besar pada daerah jantung, atau atrium kanan. Kemudian tusukkan pisau hingga
ke ventrikel sampai mendekati apeks dan dipotong ke arah lateral, sehingga
terbuka baik atrium maupun ventrikel kanan. Kita periksa kemudian adakah
kelainan, lepaskan beberapa jaringan yang masih mengikat. Kemudian anda
periksa katup serambi-bilik kanan. Jadi diperiksa adakah kelainan dan kemudian
diukur. Ukuran ini adalah ukuran lingkaran katub serambi bilik kanan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 91


- Kemudian potong dengan gunting dari ujung bawah atau apeks ke atas mendekati
lebih kurang 1 cm dari sisi septum dan keluar di arteri pulmonalis. Ditemukan
katup pulmonalis, kemudian diperiksa ada kelainan atau tidak, lalu diukur.
- Lanjutkan pemeriksaan pada jantung sisi kiri, jantung sebelah kiri ototnya lebih
tebal, ukur aorta. Lakukan pemeriksaan penampang sekat ventrikel dengan cara
meletakkan di atas meja dan memotong dengan arah mendatar, maka terlihat
penampang otot-otot sekat ventrikel, yang diperiksa adalah apakah ada bercak-
bercak perdarahan atau bercak-bercak sikratik.
- Tebal otot jantung ventrikel kanan kiri dan sekat ventrikel diukur dengan cara
membuat potongan tegak lurus, kemudian diukur ototnya pada potongan
penampang tadi.
- Demikian halnya dengan dinding sebelah kiri lebih tebal, ototnya tanpa lemak. Ini
arteri koronaria jantung,diperiksa apakah ada sumbatan pada bagian muara atau
apakah ada pengapuran atau ketebalan.
- Kemudian kita lakukan pemeriksaan ke alat-alat rongga perut. Limpa dilepaskan
dari jaringan sekitarnya.
- Kemudian diperiksa permukaannya, warnanya, adakah kelainan, kemudian
dipotong untuk melihat penampangnya. Dilakukan pengikisan, pada limpa yang
normal tidak banyak terjadi fibrosis. maka pada pengikisan jaringan akan banyak
yang ikut terbawa. Kemudian limfa di timbang. Saat menimbang bagian belakang
atau posterior terletak diatas. Kemudian rapikan daerah urogenitalnya, kemudian
kita akan mencari kelenjar supra renal, kiri maupun kanan, diafragma diangkat,
sehingga disana terlihat jaringan yang terletak di sub diafragma, disana akan
ditemukan kelenjar supra renal.
- Ini adalah kelenjar anak ginjal sebelah kanan. Kelenjar supra renal dilepaskan,
kemudian dilepaskan dari jaringan sekitarnya, kelenjar supra renal ini bentuknya
biasanya tidak beraturan, trapezium, segitika dan seterusnya. Kalau kita potong
penampangnya akan terlihat daerah kuning (kortexnya kuning), daerah tengahnya
atau medullanya berwarna coklat. Dengan cara yang sama dicari juga, dilepaskan
kelenjar supra renal yang sebelah kiri, dilepaskan dan dipisahkan, kemudian
traktus urinarius dipisahkan dari yang lain, yaitu ginjal, ureter dan buli-buli,
berikut rectum yang melekat pada daerah sekitar buli-buli. Aorta dibuka dari atas
kebawah, kemudian diteliti adakah kelainan, dilaporkan , kemudian pada
percabangannya ke arteri renalis dibuka untuk menuju kearah ginjal dan melihat
apakah ada kelainan atau tidak.
- Ini adalah jaringan traktus urinarius, ginjal, ureter dan buli-buli , jadi kemudian
nanti diperiksa dengan membelah ginjal, periksa ginjalnya, penampangnya dan
kemudian membelah mengikuti ureter sampai ke buli-buli. Kemudian membuka
ginjal dengan memotong jaringan ikat ginjal, dibuka dengan menggunakan
pingset. Pada perinsipnya pada waktu kita memotong ginjal, sedikit saja untuk
memotong simpai ginjal. Dan simpai ginjal ini dikupas dilepaskan dari jaringan
ginjalnya secara tumpul. Baru kemudian kita periksa permukaan luar ginjal, dan
setelah itu kita membelah ginjal. Penampang ginjal diperhatikan, dinilai, Ginjal
yang baik korteksnya kira kira menempati 1/3 dari total ginjal. Kita bisa lihat
daerah korteks dan medulla dibedakan, kemudian kita periksa kaliksesnya, lalu
“radiks”, kandung kencing.
- Pankreas dicari, dipisahkan dari sekitarnya dan kemudian kita nilai deskripsinya.
Setelah kita deskripsi dilakukan pemotongan untuk melihat penampangnya dan
kemudian ditimbang. Diperiksa, lepaskan jaringan diafragma dari hati. Hati
diperiksa permukaannya, permukaan hati yang baik biasanya berwarna merah
coklat, permukaan licin, tepi tajam dan permukaan rata dan kemudian pada waktu

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 92


pemotongan melihat penampang, maka penampangnya memperlihatkan
gambaran kelenjar hati yang jelas.
- Lambung dibuka berisi sisa makanan diantaranya terlihat nasi dan selaput lendir.
Selaput lendirnya berwarna putih kemerahan.
- Rongga tengkorak kosong kemudian otak masuk dalam rongga tengkorak
- Setelah itu tulang tengkorak ditutup kembali
- Dijahit dimulai dari ujung sebelah kanan
- Ini bekas-bekas jahitan padat dan tidak longgar
- Persiapan jahitan tubuh
- Tulang dada di jahit kembali, didekatkan iga-iganya
- Bekas irisan kurang lebih tiga jari, masukkan kembali organ ke dalam perut
- Dijahit mulai dari tepi atas tulang kemaluan sesuai dengan bekas potongan terus
ke atas, mulai lagi didekatkan dan dijahit rapi dengan benang nilon
- Jenazah dicuci dari kumpulan-kumpulan darah
- Kemudian jenazah diangkat untuk disimpan diletakkan di dalam kulkas.

OTOPSI

Persiapan Melakukan otopsi

Prosedur melakukan otopsi

Pembukaan rongga dada

Mengeluarkan alat2 rongga leher

Mengeluarkan alat2 rongga perut

Membuka kepala

Pemeriksaan alat rongga leher dan dada

Skema. Langkah Melakukan Otopsi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 93


BAB VI
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN

Seseorang dapat dihukum karena “cara kematian”, yang mana cara ini ditentukan oleh
penegak hukum di pengadilan.
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
3. Pendakwaan
4. Persidangan
5. Hasil à banding, kasasi

Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian


Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit à tidak ada implikasi hukum
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan à Ada dampak hukum

Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap


timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik : - tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi

Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang


bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian : 1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme

Contoh-contoh kasus untuk menentukan cara, sebab, dan mekanisme kematian


1. – Cara: Pembunuhan
- Sebab: Luka tusuk di cor
- Mekanisme: Perdarahan
2. – Cara: Wajar
- Sebab: Penyakit TBC yang mengakibatkan perdarahan hebat
- Mekanisme: Perdarahan
3. – Cara: Tidak wajar, bunuh diri
- Sebab: Trauma (Penjeratan pada leher)
- Mekanisme: Mati lemas
4. – Cara: Tidak wajar, kecelakaan
- Sebab: Penyakit pneumonia ortostatik

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 94


- Mekanisme: Mati lemas / sepsis

Perbedaan Fakta vs Realita


- Realita / kenyataan: apa yang terjadi di waktu sekarang
- Fakta: apa yang diungkapkan, dapat diungkap secara benar ataupun salah
- Fakta secara benar diungkapkan sesuai dengan realita atau kenyataan yangterjadi.
Fakta secara salah adalah ungkapkan yang tidak sesuai realita
- Antara fakta dan realita bisa terdapat perbedaan

KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?

Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus


dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda,
baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang
masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering
dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak
ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur
kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian
kecelakaan disini adalah :
Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan
seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan cara-
cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anak-
anak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang
mempunyai jaruji, atau tersangkut lehernya pada percabangan pohon yang berbentuk V.
Kematian karena tersumbatnya jalan udara pernafasan oleh sesuatu benda
(Chocking death). Hal ini sering terjadi pada orang-orang jompo, dimana gigi palsunya
tertelan atau gumpalan daging yang menyumbat jalan udara pernafasan secara tidak
langsung.
Kematian karena tubuh mendapat tekanan yang sangat hebat (Crushing death),
sehingga dinding dada tidak dapat berkembang dengan demikian berarti pernafasan
akan terhenti.
Kematian karena arus listrik atau electrical shock deaths sering terjadi pada waktu
musim hujan dan orang menutupi kebocoran-kebocoran yang ada akan tetapi dengan
tidak disadari terpegang kabel beraliran listrik yang isolatornya tidak baik, atau korban
memegang atap seng yang bersentuhan dengan kabel listrik tadi.
Kematian karena tenggelam seringkali terjadi terutama dimusim hujan yang
menyebabkan banjir. Pada umumnya kematian karena tenggelam bersifat kecelakaan,
non-kriminal sehingga pembedahan mayat pada kasus tenggelam sering tidak
diperlukan. Namun kemungkinan adanya unsur kriminal tetap harus difikirkan terutama
jika ada petunjuk-petunjuk kearah itu.
Dalam kasus-kasus kematian karena kecelakaan seperti yang diuraikan, Penyidik,
dokter atau bahkan orang awam dengan mudah dapat melihat dan menemukan tanda-
tanda kekerasan yang dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet, luka memar, luka bakar
karena arus listrik, tanda-tanda tergantung yang jelas dan tanda-tanda mati lemas.
Akan tetapi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik ternyata tidak
ada unsur kriminalnya. Dalam kasus seperti ini tentu penyidik dihadapkan pada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 95


permasalahan apakah korban perlu dilakukan bedah mayat atau cukup hanya
pemeriksaan luar saja.
Perlu tidaknya suatu tindakan atau langkah yang harus diambil tergantung
sepenuhnya pada Penyidik sebagai pimpinan penyidikan jika menurut Penyidik
memang tidak ada unsur kriminal maka pemeriksaan luar saja cukup dan dapat
dipertanggung jawabkan serta tidak bertentangan dengan peraturan (H.A.P.) yang
berlaku. Akan tetapi bila penyidik berkesimpulan akan adanya unsur memerintahkan
dokter untuk melakukan pembedahan mayat demi kelengkapan alat bukti di
persidangan.

2. Bunuh diri atau pembunuhan ?


Bunuh diri atau pembunuhan dapat diketahui dari pemeriksaan di TKP,
pemeriksaan mayat, pemeriksaan benda-benda bukti lainnya, informasi para saksi dan
lain sebagainya.
Ø Pemeriksaan di TKP
Pada bunuh diri, tempat yang dipilih biasanya tersembunyi, pintu dikunci dari dalam,
keadaan ruangan tenang dan teratur rapih, alat yang sering dipakai biasanya alat yang
ada di dalam ruangan itu sendiri, alat tersebut biasanya masih ada, sering didapatkan
surat-surat peninggalan yang isinya berkisar pada keputus-asaan atau merasa bersalah;
korban berpakaian rapih dan dalam keadaan baik.Keadaan bercak darah, berkumpul
pada satu tempat/tergenang, bercak yang terdapat pada pakaian distribusinya teratur
mencari tempat yang terendah tergantung dari tempat luka yang mengeluarkan darah.
Pada pembunuhan, tidak ada tempat yang tertentu, keadaan ruang kacau balau dan
sering ada barang yang hilang, alat yang dipakai biasanya alat yang
dibawa/dipersiapkan oleh pembunuh sehingga biasanya alat tersebut tidak ditemukan di
tempat kejadian, pakaian korban tidak beraturan dan sering terdapat robekan dan
mungkin pula dapat ditemukan surat yang bernada ancaman. Bercak atau genangan
darah tidak beraturan menunjukkan arah pergerakan dari korban sewaktu korban
berusaha menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban
diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban
tersudut pada dinding.
Ø Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas
atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar
baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh lain. Pada pembunuhan tidak
ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian
belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering
didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa kasus kadang-kadang korban selain
ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat
benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul.
Pada kasus mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk
menghilangkan jejak si pembunuh.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh
kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi
penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses
penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 96


1. Apakah bagian-bagian “tubuh” itu memang berasal dari tubuh manusia ?
2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal
dari orang yang sama/satu individu ?
3. Identitasnya ?
4. Apa yang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila
tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan
pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara
serologis, yaitu test precipitin.
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban
tidak terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti
dari tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh
lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam
melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai.
Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik,
didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan
sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti.
Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotong-
potong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini
pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu
kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada
kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam
lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah
korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul
pada kepala.
Melihat sifat dari ujung-ujung tulang yang terpotong agaknya pemotongan
dilakukan dengan gergaji dan penggergajian dilakukan pada posisi tubuh korban
terlentang.
Dari kesimpulan Visum et Repertum seperti di atas telah tercakup empat
masalah pokok yang harus dapat diperoleh kejelasannya didalam melakukan
pemeriksaan kasus mutilasi, dengan demikian proses penyidikan (termasuk interogasi
dan rekonstruksi), serta proses peradilan dapat berjalan dengan lancar.

Tabel. 6.1 Cara Kematian Akibat Senjata Tajam


Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi Variabel Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Tertembus Terbuka, luka tampak jelas
Senjata Tidak ada Ada
Surat peninggalan Tidak ada Ada (seringkali)
Luka Titik anatomis Variabel Tertentu
Jumlah (fatal) Satu atau lebih Biasanya Satu
Luka percobaan Tidak ada Ada
Luka tangkis Ada (biasanya) Tidak ada
Tanda pergulatan Ada (biasanya) Tidak ada
Mutilasi* Ada (dapat) Tidak ada
Arah irisan Variabel Sejajar
*) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan
setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan
memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 97


Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan
hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri
dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri
yang hebat dan perlu waktu yang lama.

Pada kasus dengan menggunakan senjata api


Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi,
mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban,
kidal atau tidak.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya
luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus
pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di
TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut
perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber,
warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada.
Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat,
hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk
menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.
Apakah korban seorang kidal ?
Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan
korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan
alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri
dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan.
Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini
berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila
lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban
adalah seorang yang kidal.
Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat
pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau
sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan
luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya
sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra
vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka
dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujung-
ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata
dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan
simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah
dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan
yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang
demikian tulang lidah korban dapat patah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 98


Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh
karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan
terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya
sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena
terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum
tulang belakang.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak
mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus
pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet
tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di
daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu
tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah
leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya
sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua
dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam
akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai
dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus
pencekikan.
Pada kasus pencekikan dimana tersangka pelakunya dengan segera dapat
ditangkap, maka pemeriksaan kuku dari si tersangka tersebut (dengan mengerok kuku
bagian dalam), harus dikerjakan dengan tujuan mencari jaringan kulit atau darah dari
korban yang terbawa pada kuku si tersangka pelaku pencekikan tersebut; demikian pula
pemeriksaan zakar untuk mencari sel-sel epitel dinding vagina bila motif seksual
merupakan alasan untuk melakukan pencekikan korban tersebut.
Tabel.6.2 Cara Kematian Pada Penggantungan
Faktor Pembunuhan Bunuh diri
TKP Lokasi Variabel Tersembunyi
Kondisi Tidak teratur Teratur
Pakaian Variabel Rapih dan baik
Alat Berasal dari si Berasal dari alat yang
pembunuh tersedia di tempat
Surat/catatan
peninggalan Tidak ada Ada (seringkali)
Kamar Variabel, bila Terkunci dari dalam
terkunci dikunci
dari luar
Alat penjerat Simpul Mati (biasanya) Hidup
Lilitan Hanya sekali Sekali tapi sering
berulang kali
Arah Mendatar Serong keatas
Jarak simpul
dengan
tumpuan Lebih dekat Jauh
Korban Jejas jerat Jejas berjalan Jejas, merah coklat
mendatar seperti perkamen;
serong
Perlawanan Ada (biasanya) Tidak ada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 99


Luka-luka lain Ada (sering Tidak ada (biasanya)
didaerah leher) Luka percobaan
Jarak dengan Jauh Dekat, seringkali
lantai masih menempel
* dijerat kemudian digantung

Pada kasus dengan menggunakan racun


Jika racun yang dipakai itu mempunyai bau atau mempunyai sifat korosif seperti
halnya asam sulfat pekat, maka pada umumnya kasusnya adalah kasus bunuh diri; hal
ini akan lebih ditunjang bila racun yang bersifat korosif tadi menyebabkan luka bakar
yang teratur mulai dari mulut, mengalir kedagu, leher bagian depan dan dada pada
bagian tengah.
Pada kasus keracunan pembedahan mayat dan pemeriksaan toksikologis untuk
mendapatkan racun pada tubuh korban mutlak harus dilakukan, oleh karena dari hasil
pemeriksaan tersebut akan dapat diketahui apakah sebab matinya korban karena
keracunan atau karena hal lain misalnya di bekap dan racunnya dituangkan kemulut
korban setelah korban mati.
Pembunuhan dengan racun biasanya memerlukan persiapan yang teliti dengan
dibekali pengetahuan yang memadai pula. Jika yang dipakai adalah racun yang bersifat
korosif pembunuhan dapat dengan mudah diketahui, oleh karena pelaku kejahatan
biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak “luka bakar” pada korban
sangat tidak beraturan.
Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena
korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam
tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya
dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi
pengedaran morfin.

5 kriteria yang harus ada untuk menentukan kematian akibat keracunan


1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun
(secara injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa).
Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai
kriteria diagnostik, misalnya pada kasus bunuh diri – keluarga korban tentunya
tidak akan memberikan keterangan yang benar, bahkan malah cenderung untuk
menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan aib bagi pihak
keluarga korban.
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang
diduga.
Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat
darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai
dengan data-data klinis tentang kemungkinan kematian karena kematian
sehingga harus dipikirkan terutama pada kasus yang mati mendadak, non
traumatik yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan /
obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan
korban itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan
secara analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan seperti tertukar atau
disembunyikannya barang bukti, atau si korban menelan semua racun – kriteria
ini tentunya tidak dapat dipakai.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 100


4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik
atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun
yang bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan,
selain untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting
untuk menyingkirkan kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi
menjadi lebih penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya,
dimana pada kasus-kasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau
metabolitnya, tetapi yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada
organ yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam
tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa
pemeriksaan tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak
memiliki arti dalam hal penentuan sebab kematian. Sehubungan dengan
pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu
zat, mengingat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan
ada tidaknya racun harus dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian
karena racun tidak dapat ditegakkan misalnya hanya berdasar pada
ditemukannya racun dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus
keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan kriteria
yang terpenting dan tidak boleh dilupakan

3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam


Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati
lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam
seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair.
Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan
ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu
terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan
apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu
mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu
rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
- Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan
gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan
dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan
petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia
pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan
bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban
ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda
pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini
didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa
kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas.
Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 101


- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan
dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan
cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat
mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan
mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan
paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada,
dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
- Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru
berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan
bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan
sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan
di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan
tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang
yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan
menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen
sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru
akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan
terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena
stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya
air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso
faring dan laring).
- Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat
ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti
Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila
penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama
bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan
menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat
dalam tubuh dan sumsum tulang.

4. Penyidikan pada kasus penembakan


Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal,
penyidikan harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan.
Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 102


a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak
kering, hangus dan kaku pada perabaan.
b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak
sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka
mudah dihilangkan dengan cara dihapus.
c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana
kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur
dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila
dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit.
d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh
kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada
dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim
lemak.
e. Akibat partikel logam (metal effect): “fouling”, yang tampak sebagai
luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal
ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan
antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat
masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi
pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan
atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata.
g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang
berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan
tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan
memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak
keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal,
yaitu:
- Arah tembakan,
- Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
- Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai
kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan
besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ;
- Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
- Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
- Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak
beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang
(end to end))
- Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
- Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
- Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak
peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun
Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen
yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat
peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam
menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada
umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 103


umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat
keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang
didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butir-
butir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel
basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan
H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu,
misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa
nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi
adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan
pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari
anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah
korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur
dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari
jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur
(tandem bullet injury).

Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, double-
ricochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
side and ricochet dan inner tangential at entrance side.

5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar


Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat
memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu
kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan
pemeriksaan toksikologis.
Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada
pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam
saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut
khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah
sekitarnya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 104


Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah
korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb
dengan saturasi diatas 10%.
Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung
gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan
ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata
(cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata,
warna tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin
blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak
kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada
pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel
radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal,
diantaranya :
- Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung
yang fatal.
- Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi
COHb diatas 60%.
- Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang
panas.
- Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
- Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang
mengiritasi paru-paru.
- Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan
obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila
kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban
terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan
tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam
kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama
penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh
korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang,
sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah
berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam,
demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat
diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu
korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi
intra vital lainnya.
Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk
mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan.
Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena
kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa
mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil
penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan
menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat
kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti
tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada
pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 105


yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.;
5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah
dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik.

6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan


Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup
dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan
yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut
terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana
si-pembunuh melarikan diri.
Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.

7. Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit


Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death due to
Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi di tempat
umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang tersangka pelaku
kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang sensitif sehingga perlu
diselesaikan secara tuntas dan cepat.
Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara mendadak
adalah :
Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan spontan yang
disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau perdarahan
karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis). Perdarahan
spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam otak/intra
selebral.
Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah
selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena
pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu,
khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini
biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal
dengan nama aneurysma berry.
Penyakit pada sistem kardio-vaskuler, merupakan penyebab kematian mendadak
yang tersering, khususnya penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya
berupa penyempitan maupun penyumbatan.
Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak adalah :
peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh (aorta)
dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh
nadi jantung (miocard infark).
Penyakit pada sistem pernafasan, yang tersering di Indonesia adalah perdarahan
akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat saluran
pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi kesalahan
penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan.
Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak
antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale, bronkhiektasis serta
penyakit diphteria.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 106


Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit pada
sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan
kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis
hepatis) juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi
perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan
akhirnya dimuntahkan.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian mendadak,
terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya dokter
jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin bahwa
kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan
kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang
tidak wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh
mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan
pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan
kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan tindakan:
1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dng keluarga.
3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau
perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia.
4. Perhatikan tubuh korban :
- Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
- Adakah tanda-tanda keracunan.
- Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan
atau pengobatan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 107


BAB VII
TANATOLOGI

VII.1.PENGERTIAN
o Thanatos : yang berhubungan dengan kematian
o Logos : ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam arti lain berarti ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan
perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Dalam arti luas kadang-kadang juga mengenai ilmu yang mempelajari problem-problem
medis dan psikologis yang berhubungan dengan persoalan kematian penderita dan
keluarga yang ditinggalkan.

VII.2. FUNGSI TANATOLOGI :


o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian

VII.3. PENENTUAN MATI

Dicetuskan DECLARATION OF SYDNEY pada tahun 1968


o Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkan atas pemeriksaan klinis,
dan bila perlu dibantu denganpemeriksaan laboratoris.
o Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan, makapenentuan bahwa seseorang
telah meninggal harusdilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih, dan dokter ini
bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi nanti

Definisi Mati
Berhentinya ketiga sistem yaitu kardiovaskular, respirasi , dan sistem saraf pusat,
yang merupakan satu unit kesatuan dan tidak terkonsumsinya oksigen.

Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang telah meninggal dunia adalah:


terhentinya denyut jantung, terhentinya pergerakan pernapasan, kulit tampak pucat,
melemasnya otot-otot tubuh serta terhentinya aktifitas otak.

Istilah Mati :
o Mati somatis/mati klinis : 3 sistem (SSP, SCV, Sist.respiratory) mati à
ireversibel/menetap, tetapi beberapa organ & jaringan masih bisa berfungsi
sementara à memungkinkan untuk transplantasi. Secara klinis tidak ditemukan
refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar pada auskultasi.
Aktivitas otak dinyatakan berhenti bila : EEG mendatar selama 5 mnt.
o Mati seluler/molekuler : kematian organ & jaringan, sesaat setelah kematian
somatis ( otak & jar.saraf +5 menit setelah mati klinis, otot +4 jam setelah mati
klinis, kornea +6 jam setelah mati klinis). Dapat dikemukakan bahwa susunan saraf
pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang
(listrik) sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4
jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan
sulfat atropin 1% ke dalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 108


fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan
subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%; spermatozoa masih bertahan hidup
beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah
masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
o Mati suri : Dalam stadium somatic death perlu diketahui suatu
keadaan yang dikenal dengan istilah mati suri atau apparent death. Mati suri ini
terjadi karena proses vital dalam tubuh menurun sampai taraf minimum untuk
kehidupan, sehingga secara klinis sama dengan orang mati. Dalam literatur lain mati
suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur (barbiturat), tersengat aliran listrik,
kedinginan, mengalami anestesi yang dalam, mengalami acute heart failure,
mengalami neonatal anoxia, menderita catalepsy dan tenggelam.
o Mati serebral : kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya, yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.
o Mati otak/batang otak : kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak
(mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Diagnosis mati
Hilangnya seluruh ataupun pergerakan/aktivitas refleks hilang

Ada 3 sistem yang berperan dalam siklus oksigen dan membantu kira mendeteksi
hidup matinya seseorang:
1. Sistem saraf, terutama medulla oblongata sebagai pusat vital
2. Sistem kardiovaskular, yaitu jantung sebagai pemompa darah dan denyut nadi
sebagai transpor oksigen
3. Sistem pernapasan, terutama paru-paru sebagai tempat pertukaran oksigen

Mati klinis à absennya denyut nadi dan pernapasan, dan merupakan proses yang
reversible dan dapat kembali, misalnya dengan bantuan CPR (cardiac pulmonary
resuscitation). Dahulu à mati klinis: absennya tanda-tanda vital (pernapasan, denyut
nadi, tekanan darah). Sekarang à pernyataan kematian secara medik dan hukum
(medikolegal) memakai definisi mati serebral: "kematian terjadi ketika semua fungsi
serebral berhenti dan ireversibel tidakdapat kembali lagi.

Kriteria medikolegal untuk menentukan brain death (mati serebral):


1) dilatasi bilateral dan fixasi pupil,
2) absennya semua reflex
3) berhentinya respirasi pernapasan tanpa bantuan
4) berhentinya aktivitas kardiak
5) jejak gelombang otak datar.
Kelima kriteria itu semuanya harus ada sebelum seseorang dinyatakan mati dan
dihentikan bantuan mesin pembantu kehidupannya. Estimasi waktu mati dilakukan oleh
dokter berdasarkan fenomena biokimia dan biologis, sedangkan waktu mati legal juga
dinyatakan oleh dokter, tetapi berdasarkan saat mayat ditemukan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 109


Urutan yang terjadi pada proses kematian mulai dari hilangnya kesadaran
sampai kematian serebral:
1) Hilangnya kesadaran: hilangnya mentasi (disorientasi, dan bingung), hilangnya
kesadaran, hilangnya sirkulasi karena jantung berhenti dan pernapasan normal
melambat;
2) Apnea terminal: berhentinya ritme pernapasan normal
3) Fase agonal: perioda waktu sesudah onset absennya denyut nadi (absennya
sirkulasi), dan sesudah apnea terminal, terjadi hembusan napas terakhir dan
mendeguk, berderik (gurgling. rattled). Fase ini mirip dengan fase yang oleh
agama-agama semit monotheis diyakini kematian yang ditandai dengan
pengambilan napas terakhir yang menyentak nyentak seolah kepala terlepas dari
badannya dan jiwa meningalkan raganya
4) Mati klinis; Koma, apnea, tidak ada hembusan napas, tidak ada denyut nadi
tetapi kegagalan otak masih reversible dan bantuan segera dengan CPR dengan
restorasi sirkulasi serta aliran udara harus ada untuk mencegah kecepatan
matinya sel sel otak. Ini merupakan transisi antara mati dan hidup. Bila bantuan
CPR gagal dan mati cerebral terjadi maka kematian sudah final, dan ireversibel
5) Fase vegetative, bila sirkulasi diperlambat lebih jauh daripada mati klinis, koma
akan berlanjut dengan EEG (Electro Encephalograph) abnormal. Ini terjadi bila
ada intervensi untuk mencegah proses lebih lanjut kerusakan otak
6) Kematian serebral; bila sirkulasi ke otak memburuk hasilnya adalah koma yang
dalam, apnea tanpa respirasi dan tidak ada aktivitas otak (otak mati) dan
ireversibel.

Cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem respirasi :


1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi.
2. Tidak ada bising napas pada auskultasi.
3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban
pada tes Winslow.
4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut
korban.
5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau
mulut korban.

Cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf :


1. Areflex
2. Relaksasi
3. Pergerakan tidak ada
4. Tonus tidak ada
5. Elektoensefalografi (EEG) mendatar/flat selama 5 menit

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler :


1. Denyut nadi berhenti pada palpasi.
2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi.
3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar/flat.
4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan
korban kita ikat.
5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna
kuning kehijauan.
6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 110


Tanda Kematian Tidak pasti :
• Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit
• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
• Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
• Tonus otot menghilang dan relaksasi, Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan
kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih
muda. Kelemasan otot sesaat kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat
dan bokong pada mayat yang terlentang.
• Pembuluh darah retina mengalami segmentasi bergerak ke arah tepi retina dan
kemudian menetap
• Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air

Tanda Kematian Pasti :


• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (decomposition, putrefaction)
• Adiposera atau lilin mayat
• Mumifikasi
Terjadinya adipocere dan mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh
karena memerlukan berbagai faktor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di
Indonesia.

Perubahan Setelah Kematian (Post Mortem)


Ada 2 fase perubahan post mortem, yaitu fase dini dan fase lanjut.

Perubahan pada fase dini post mortem ada 5, yaitu:


1. Muka pucat.
2. Hilangnya elastisitas kulit.
3. Otot atoni dan relaksasi.
4. Perubahan mata.
5. Terhentinya sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan saraf.

Perubahan mata pada fase dini post mortem ada 5, yaitu:


1. Segmentasi pembuluh darah retina.
2. Tidak adanya refleks pupil dan refleks kornea.
3. Menurunnya tonus bola mata.
4. Kornea keruh.
5. Bulbus okuli melunak dan mengkerut.

Keruhnya kornea mata akibat adanya lapisan tipis yang menutupi kornea mata.
Lapisan tipis itu merupakan sekret mata yang telah mengering akibat penguapan cairan.
Apabila lapisan itu hilang setelah kita meneteskan cairan pada kornea mata maka lama
kematian korban dapat kita perkirakan yaitu kurang 6 jam.

Perubahan pada fase lanjut post mortem ada 5, yaitu:


1. Algor mortis
2. Livor mortis
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 111
3. Rigor mortis
4. Pembusukan(Putrefection/Dekomposisi)
5. Perubahan biokimia

Perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem ada 3, yaitu:


1. Perubahan plasma
2. Perubahan humor vitreus
3. Perubahan jantung

Perubahan biokimia plasma ada 2 yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO


& asam laktat dan penurunan kadar glukosa & pH. Perubahan humor vitreus berupa
peningkatan kadar kalium yang terjadi antara 24 sampai 100 jam post mortem.
Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan
darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan. Bekuan
ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses kematian lama.

Perubahan post mortem :


• Kulit wajah pucat : krn sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh
darah besar
• Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada → rahang bawah melorot
• Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
• 10-12 jam → keruh kornea
• Penurunan suhu mayat (algor mortis): karena perpindahan panas ke dingin melalui
konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi
Penurunan suhu = 10x(37-temperatur rektal) = ..... jam
8

Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem Interval (PMI) oleh
Glaister dan Rentoul :
- Formula untuk suhu dalam derajat Celcius
PMI = 37 o C - RT o C +3
- Formula untuk suhu dalam derajat Fahrenheit
PMI = 98,6 o F - RT o F
1,5

Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:


1. Faktor Lingkungan, semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu
lingkunganà semakin cepat penurunan suhu mayat.
2. Suhu Tubub sebelum kematian, kematian karena perdarahan otak, kerusakan
jaringan oatak, penjeratan dan infeksi akan selalu didahului dgn peningkatan
suhuàmempengaruhi penafsiran dari perkiraan saat kematian.
3. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
4. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya
otot serta tebalnya pakaian.

Keadaan tubuh mayat pada temperature rata-rata:


- Jika mayat terasa hangat dan dalam kondisi flaksid, artinya mayat telah
meninggal dunia kurang dari 3 jam sebelum pemeriksaan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 112


- Jika mayat terasa hangat dan dalam kondisi tegang (stiff), artinya mayat telah
meninggal dunia dalam rentang waktu 3-8 jam sebelum pemeriksaan
- Jika mayat terasa dingin dan dalam keadaan tegang (stiff), artinya mayat telah
meningga; dunia sejak 8-36 jam sebelum pemeriksaan
- Jika mayat terasa dingin dan dalam kondisi flaksid, artinya mayat telah
meninggal dunia lebih dari 36 jam sebelum pemeriksaan

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:


1. Livor mortis (lebam jenazah)
2. Rigor mortis (kaku jenazah)
3. Body temperature (suhu badan)
4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
5. Stomach Content(isi lambung)
6. Insect activity (aktivitas serangga)
7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)

1. Lebam Mayat (Livor Mortis)


Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post
mortum hypostasis) : terjadi karena pengendapan butir-butir eritrosit karena adanya
gaya gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam
pembuluh darah. Timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa
ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat
mempercepat timbulnya lebam mayat.

Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik
vena gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler
akibatnya butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain (fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi menyebabkan darah
yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah.

Korban meninggal à peredaran darah berhenti à stagnasi à akibat gravitasi à


darah mencari tempat yang terendah à terlihat bintik-bintik merah kebiruan.

Timbul : 30 menit setelah kematian somatis dan intensitas maksimal (menjadi


lengkap) setelah 8-12 jam post mortal. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat
berpindah-pindah, jika posisi mayat diubah, misalnya dari terlentang menjadi
tengkurap. Namun setelahnya, lebam mayat sudah tidak dapat hilang (fenomena
kopi tubruk).

Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya
perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 – 12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan
tersebut, maka dari sifat-sifat serta distribusi lebam mayat dapat diperkirakan
apakah pada tubuh korban telah terjadi manipulasi merubah posisi korban.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 113


A.Distribusi Lebam Mayat
Bentuk dari lebam mayat tergantung posisi tubuh setelah mati. Sering posisi
mayat terlentang dengan bahu, pantat dan punggung menekan permukaan tanah. Hal
ini menyebabkan tekanan pada aliran darah di area-area tersebut, sehingga lebam
tidak timbul pada daerah tersebut dan kulit tetap berwarna sama. Bila tubuh dalam
posisi vertikal setelah mati, dalam kasus penganiayaan, lebam mayat terbanyak di
kaki, tungkai kaki, ujung jari tangan dan lengan bawah.

Sebagai tambahan, bagian pucat terjadi di daerah penunjang atau daerah


tertekan lainnya sehingga meniadakan adanya lebam mayat dan membentuk pola.
Sebagai contoh, daerah pucat yang tidak rata yang pada penekanan daerah tubuh
mayat oleh tepi seprei, tekanan oleh ikat pinggang yang ketat, bahkan kaos kaki.
Pada korban yang terkena arus listrik, yang mengambil tempat di air (biasanya bak
mandi) lebam mayat terbatas dalam bentuk horizontal menurut batas air.

Perbedaan antara lebam mayat & hematom àlihat bab traumatologi


à letak lebam mayat tidak berubah, bila posisi mayat tidak diubah.

B.Warna Lebam Mayat


Lebam mayat sering berwarna merah padam, tetapi bervariasi, tergantung
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat
memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam
pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat
kegelapan lebam mayat dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian
sebab wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang
lebih gelap. Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan
area lebam mayat berwarna lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring memanjangnya
interval post mortem.

Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang
disebabkan hipotermi atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu, seperti
tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian,
tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara dingin setelah
mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan
lebam dari merah padam menjadi merah muda.

Mekanismenya belum pasti, tetapi sangatlah jelas merupakan hasil dari


perubahan hemoglobin tereduksi menjadi oksihemoglobin. Hal ini dapat dimengerti
pada kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil
oksigen dari sirkulasi darah.
Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah
muda pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota
tubuh bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat
ditentukan, dimana hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena
eritrosit kurang mengendap pada bagian lebam.

Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering adalah
merah terang (cherry-pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada
seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi pertama adanya
keracunan karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN) memiliki ciri khas
tertentu, yaitu warna lebam mayat merah terang yang disebabkan terjadi bendungan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 114


dan sianosis (kurang O2, karena pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Bila ahli
forensik tidak teliti terhadap penyebab dari riwayat dan bau sianida (CN-bau
amandel), sangatlah susah menggunakan lebam mayat sebagai satu-satunya indikasi
penyebab kematian. Lebam mayat yang berwarna merah kecoklatan pada
methemoglobinemia dan dapat memiliki warna yang bervariasi pada keracunan
aniline dan klor. Kematian yang disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens
sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada
kulit, Walaupun hal ini tidak timbul pada lebam. Pemeriksaan laboratorium
sederhana yaitu test resistensi alkali dapat juga dilakukan, yaitu dengan menetesi
contoh darah yang telah diencerkan dengan NaOH/KOH 10%. Pada CO, warna
tetap beberapa saat oleh karena resistensi, sedangkan pada CN, warna segera
menjadi coklat oleh karena terbentuknya hematina alkali. Pada anemi berat, lebam
mayat yang terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadi biasanya lebih lambat.
Pada polisitemia sebaliknya lebam mayat lebih cepat terjadi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat


adalah: viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar
Hb, dan perdarahan (hipovolemia).

Warna lebam mayat:


- Normal : Merah kebiruan
- Keracunan CO : Cherry red
- Keracunan CN : Bright red
- Keracunan nitrobenzena/karboksihemoglobin : Chocolate brown
- Asfiksia : Dark red

Kepentingan mediko-legal
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari
warna lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini
terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati.
Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi
manipulasi posisi pada mayat.

Kegunaan lebam mayat pada kedokteran forensik yaitu:


1. Merupakan tanda pasti dari kematian.
2. Dapat dipakai untuk menaksir saat kematian.
3. Dapat menentukan apakah posisi jenasah pernah dirubah atau tidak
4. Kadang – kadang dapat untuk menduga sebab kematian.

PERBEDAAN ANTARA LEBAM MAYAT DENGAN MEMAR


Sifat Lebam mayat Memar
Letak Epidermal, karena pelebaran Subepidermal, karena ruptur
pembuluh darah pembuluh
yang tampak sampai ke darah yang letaknya bisa
permukaan kulit superfisial
atau lebih dalam
Kultikula Tidak rusak Kulit ari rusak
(Kuli air)
Lokasi Terdapat pada daerah yang Terdapat di sekitar bisa tampak
luas, terutama luka di mana
pada bagian tubuh yang saja pada bgian tubuh dan tidak
letaknya rendah. meluas

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 115


Gambaran Pada lebam mayat tidak ada Biasanya membengkak karena
evalasi dari kulit. resapan
darah dan edema.
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Warnyanya sama Memar yang lama warnanya
bervariasi.
Memar yang baru berwarna
lebih tegas
daripada warna lebam mayat
disekitarnya.

Pada Pada pemotongan, darah Menunjukkan resepan darah ke


Pemotongan tampak dalam jaringan
pembuluh, dan mudah sekitar, susah dibersihkan
dibersihkan. Jaringan jaringan
subkutan tampak pucat. sekitar, susah dibersihkan jika
hanya
dengan air mengalir. Jaringan
subkutan
berwarna merah kehitaman.
Dampak Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja
setelah diberi penekanan jika
Penekanan yang ringan diberi penekanan.
Warna Tidak beraturan dan Sama merahnya
Merah terdapat pada bagian diseluruh organ tubuh
tubuh yang letaknya
rendah.
Membran Pucat Normal
Mukosa
Eksudat Tidak terdapat eksudat Bisa tampak eksudat
Peradangan
Organ Lambung dan usus halus Warnanya sama
Dalam jika diregang akan
tampak daerah yang
berwarna tidak sama

2.Kaku Mayat (Livor Mortis)


Rigor mortis berasal dari bahasa latin Rigor berarti “stiff” atau kaku, dan mortis
yang berarti tanda kematian (sign of death).
Setelah kematian, otot-otot tubuh akan melalui 3 fase. Pertama, terjadi inisial flaksid
atau flaksid primer segera setelah kematian somatik, yaitu relaksasi tubuh dan mata
tapi masih dapat berespon terhadap rangsangan kimia dan listrik. Fase kedua, yaitu
onset rigiditas otot yang disebut kaku mayat, tidak ada lagi respon terhadap
rangsang kimia dan listrik. Terakhir, fase flaksid sekunder, ketika kaku mayat hilang
dan mulai terjadi pembusukan. Terbentuknya kaku mayat karena kombinasi aktin
dan miosin otot akibat kurangnya ekstensibilitas otot.

Livor mortis terjadi karena adanya kelenturan otot setelah mati karena adanya
metabolisme tingkat selular masih berjalan berupa pemecahan cadangan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 116


glikogen→energi→ADP→ ATP. Selama masih ada energi→aktin miosin masih
regang.
Jika glikogen otot habis dan energi tidak ada maka ADP tidak bisa jadi ATP →
ADP . Menurut Szent-Gyorgyi di dalam pembentukan rigor mortis peranan ATP
sangat penting. Rigor mortis terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena
pada saat kematian proses metabolisme tidak terjadi sehingga tidak ada produksi
ATP. Karena kekurangan ATP sehingga kepala miosin tidak dapat dilepaskan dari
filamen aktin, dan sarkomer tidak dapat berelaksasi. Karena hal ini terjadi pada
semua otot tubuh maka terjadilah kekakuan dan tidak dapat digerakkan.ATP
dibutuhkan untuk mengambil kembali kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma dari
sarkomer. Untungnya ketika otot berelaksasi, kepala miosin dikembalikan
keposisinya, siap dan menunggu untuk berikatan dengan sisi dari filamen aktin.
Sebab tidak ada ATP yang bisa digunakan, pelepasan ion kalsium tidak dapat
kembali ke retikulum sarkoplasma. Ion kalsium bergerak melingkar di samping
sarkomer dan menemukan cara untuk berikatan dengan sisi filamen tebal dari
protein regulator.

Rigor mortis mulai terjadi saat ATP sudah menurun sebanyak 85% dari nilai
normal. Dan saat sudah menuruh hingga 15% maka sudah terjadi kaku maksimal.
Pada Rigor mortis terjadi tiga fase yang pertama yaitu primary relaxation/flaccidity,
terjadi nya rigor motis atau rigiditas dan secondary flaccidity.

Skema Terjadinya Rigor Mortis

Timbul : 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam)


dipertahankan 6-24 jam, dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas,
dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap setelah ± 12 jam.
Menurun setelah 24 jam., dimulai dari otot kecil

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 117


Faktor yang mempercepat terjadinya rigor mortis, yaitu :
o Aktivitas fisik pra kematian / pre mortal.
Pada orang yang melakukan aktivitas yang berlebihan sebelum kematiannya,
rigor mortis akan terjadi lebih cepat. Onset dari rigor mortis menjadi cepat dan
durasinya menjadi singkat juga dapat terjadi pada penyakit yang menyebabkan
kelelahan otot yang sangat sehingga katabolismenya meningkat seperti kolera,
cacar, tifus abdominalis, tuberkulosis, kanker, uremia, penyakit ginjal kronis,
tetanus, serangan epilepsi, hidrofobia, skorbut, rematik akut, meningitis,
septikemia, piemia dan penyakit abdomen lainnya. Pada keadaan ini rigor mortis
hanya berlangsung 1 – 2 jam saja, sehingga sering tidak terlihat oleh pemeriksa.
Pada kasus tersambar petir, dimana rigor mortis terjadi secara cepat dan
menghilang secara cepat sering tidak terlihat pada waktu pemeriksaan.
Keracunan striknin dosis kecil, racun slinal, natrium salisilat, racun penyebab
kejang, alkaloid, karbon monoksida, dinitroortocresol (DNOC)
pentachlorphenol, dan penghambat cholinesterase, luka gorok pada leher, luka
listrik dan luka tembak menyebabkan onset dari rigor mortis yang berlangsung
cepat dan mempunyai durasi yang berlangsung singkat.
o Suhu tubuh tinggi.
o Konstitusi berupa tubuh kurus.
o Suhu lingkungan tinggi.
Pada lingkungn yang bersuhu tinggi dan lembab, seperti pada daerah tropis,
onset rigor mortis berlangsung cepat dan durasinya pun berlangsung singkat.
Sebaliknya pada lingkungan bersuhu rendah dan kering, onset rigor mortis ini
berlangsung lambat dan durasinyapun berlangsung lebih lama. Pada daerah yang
sangat dingin, rigor mortis dapat terhambat munculnya secara tak terbatas dan
bila sudah muncul dapat menetap sampai lebih dari 3 minggu
o Umur yaitu anak-anak dan orang tua.
o Gizi yang jelek.

Beberapa cara yang dipakai dalam menentukan terjadinya rigor mortis:


1. Pemeriksaan secara manual,: sendi yang sudah kaku diperiksa kekuatannya,
sempurna atau tidak dengan cara memfleksikan atau membuat ekstensi
persendian. Karena tidak ada patokan yang jelas maka pemeriksaan ini bersifat
subyektif, sehingga diperlukan waktu yang cukup dan berhati-hati dalam
memeriksanya.
2. Alat fiksasi dari kayu yang menempel pada meja. Pemeriksaan rigor mortis ini
merupakan pemeriksaan yang lebih objektif. Mayat ditelungkupkan dengan paha
yang terfiksasi pada meja. Pada daerah lutut terdapat batangan besi yang
bersendi dengan alat fiksasi. Ujung bebasnya terpasang rantai yang dihubungkan
dengan neraca per. Neraca per ini dihubungkan dengan ujung bawah tibia
dengan sudut tegak lurus. Pengukuran dilakukan dengan cara menarik batangan
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 118
menuju paha sehingga sendi lutut dibengkokan. Tenaga yang terbaca pada
neraca per menunjukan tenaga maksimal yang diperlukan untuk mengatasi rigor
mortis pada penampang paha, yang dikenal sebagai indeks FRR (Freiburger
Rigor Index). Ketepatan pengukuran dengan alat ini adalah sampai 5 Nm.
Dengan pemeriksan pada suhu tertentu akan didapatkan grafik hubungan saat
kematian dengan kekuatan rigor mortis. Sehingga bila diketahui nilai FRR pada
kondisi yang sama, akan dapat diketahui saat kematiannya.
3. Pemeriksaan otot rangka dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukan
adanya gambaran granul-granul kecil yang menempel pada aktin dan miosin
(terutama jelas pada aktin) pada batas antara pita (band) A dan I. Sepintas lalu
gambaran granul membentuk salib-salib yang berbaris dengan periodisitas 400
Angstrom. Diduga granul tersebut adalah jembatan antara aktin dan miosin pada
rigor mortis. Secara biokimiawi diduga granul tersebut adalah troponin, karena
dapat bereaksi dengan globulin anti troponin. Troponin merupakan reseptor ion
kalsium yang berperan pada mekanisme kontraksi dan relaksasi otot. Bila ion
kalsium dilepaskan, aktin dan miosin mendapat penekanan dan terjadi relaksasi
otot. Bila troponin mengikat ion kalsium, tekanan tadi tidak ada lagi dan otot
berkontraksi.

Rigor mortis yang belum sempurna atau belum mencapai kekakuan


maksimal bila dibengkokkan secara paksa akan melemas dan membengkok
tetapi akan kembali kaku pada posisi terakhir. Sedangkan bila rigor mortis sudah
terjadi secara sempurna, diperlukan tenaga yang besar untuk melawan kekuatan
rigor yang menyebabkan robeknya otot dan dikatakan rigor telah “putus” dan
rigor tidak akan timbul kembali sekali dipatahkan oleh kekuatan.
Kekakuan yang menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
o akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada
saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal
o kaku mayat timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh
relaksasi primer, mayat langsung mengalami kekakuan secara terus-menerus
sampai terjadi relaksasi sekunder
o Terlihat pada kasus : bunuh diri dengan pistol atau senjata tajam, mati
tenggelam, mati mendaki gunung, pembunuhan dimana korban
menggenggam robekan pakaian pembunuh.
o Faktor predisposisi : sudden death, intense physical activity, intense emotion
activity, severe pain, fire arm wound, tenggelam, gangguan sistem saraf
o Contoh : korban bunuh diri dengan pistol, ditemukan mayat dengan tangan
yang sangat kaku dengan posisi yang seperti menggenggam pistol. Korban
pembunuhan yang tangannya kaku dengan bentuk seperti menggenggam,
ternyata dalam genggamannya bisa ada kacing atau rambut pembuhuh.
o Cadaveric spasm biasa tidak semua otot yang kaku, dan seringnya mengenai
kelompok otot volunter
o Cadaveric spasm sangat penting dalam medikolegal karena dapat membantu
memberi petunjuk tentang cara kematian seseorang bunuh diri, dibunuh, atau
kecelakaan
Cadaveric spasme: hal ini terjadi akibat inisiasi dari saraf motorik tetapi untuk
beberapa alasan juga dapat diakibatkan oleh kegagalan relaksasi dari otot.
Fenomena ini biasanya hanya terjadi pada satu kumpulan otot,seperti fleksor dari 1
lengan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 119


Tabel 1. Perbedaan Rigor Mortis dan Cadaveric Spasm
Pembeda Rigor Mortis Cadaveric Spasm
Waktu Dua jam setelah meninggal. Sesaat sebelum meninggal
timbul Rigor mortis lengkap setelah 12 (intravital) dan menetap.
jam.
Faktor - Kelelahan, emosi hebat, ketegangan,
predisposisi dll.
Etiologi Habisnya cadangan glikogen Habisnya cadangan glikogen pada
secara general. otot setempat.
Pola Sentripetal, dari otot-otot kecil Kaku otot pada satu kelompok otot
terjadinya kemudian otot besar. tertentu.
kaku otot
Kepentingan Untuk penentuan saat kematian. Untuk menunjukkan sikap terakhir
medikolegal masa hidupnya. Biasanya pada kasus
pembunuhan, bunuh diri, dan
kecelakaan.
Suhu mayat Dingin. Hangat.
Kematian Ada. Tidak ada.
sel.
Relaksasi Ada Tidak ada
primer
Timbulnya Lambat Cepat
Lamanya Cepat hilang Lambat hilang (dipertahankan)
Koordinasi Kurang Baik
otot
Lokasi otot Menyeluruh Setempat (yang aktif)
Rangsangan Tidak ada respon otot. Ada respon otot.
sel.
Kaku otot. Dapat dilawan dengan sedikit Perlu tenaga kuat untuk
tenaga. melawannya.

2. Heat stiffening :
o kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas
o Pada saat autopsi, otot mungkin akan terasa layu dan kering. Pada
permukaan otot mungkin akan tampak daerah yang terkarbonisasi, kemudian
di bawahnya akan tampak daerah “brownish pink” yaitu gambaran seperti
daging merah yang dimasak, dan di bawahnya lagi apabila panas lingkungan
belum dapat mempengaruhi daerah tersebut, maka akan tampak otot yang
berwarna merah normal.
o serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku,
paha dan lutut,membentuk sikap petinju (pugilistic attitude) pada kasus mati
terbakar. Hal ini dikarenakan massa dari otot-otot fleksor bersatu dengan
otot-otot ekstensor yang mana anggota gerak menjadi fleksi dan tulang
belakang menjadi terlihat seperti posisi opistotonus. Perubahan ini jelas
merupakan tanda post-mortem dan tidak ada hubungannya dengan dibakar
saat masih hidup, sebagaimana distorsi pada saat kremasi.

3. Cold stiffening
o terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan
lemak subkutan dan otot
o Pada temperature yang ekstrim, otot dapat membentuk suatu kekakuan yang
palsu. Pada suhu yang terlalu dingin hingga di bawah 0º celcius, panas tubuh

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 120


telah hilang, otot dapat menjadi lebih kaku karena cairan dalam tubuh
menjadi membeku sebagaimana daging yang disimpan didalam lemari
pendingin. Bila terjadi keadaan seperti ini, kemungkinan besar suhu
lingkungan saat mayat meninggal adalah sekitar di bawah -5º celcius.
Kekauan ini juga dapat disebabkan oleh adanya pembekuan pada lemak
subkutan. Ketika tubuh mayat di panaskan/dihangatkan, rigor mortis yang
sebenarnya mungkin akan muncul.

3.Pembusukan :
§ Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi atau putrefection. Pembusukan
mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan
kerja bakteri pembusuk terutama clostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan
asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA. H2S akan
bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna hijau
kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme
dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler
dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan
melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan
bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan
dada dengan disertai bau busuk.

§ Tanda-tanda pembusukan, yaitu:


1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
(gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10.Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan.
11.Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12.Dinding perut pecah.
13.Skrotum atau vulva membengkak.
14.Kuku terlepas.
15.Rambut terlepas.
16.Organ dalam membusuk.
17.Larva lalat.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 121


§ Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain
paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk
antara lain kelenjar prostat dan uterus non gravid. Larva lalat dapat kita temukan
pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan
saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat
kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian
karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva
lalat

§ Ada 4 interpretasi pembusukan mayat, yaitu:


1. Tanda pasti kematian.
2. Menaksir saat kematian.
3. Menaksir lama kematian.
4. Membedakannya dengan bulla intravital.

§ Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Autolisis adalah
perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-
organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih
cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian
pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.

§ Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada
mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini
tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang
dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel
akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 122


§ Penguraian adalah proses gabungan autolysis dari enzim-enzim bebas dan
proses eksternal yang diinduksi oleh bakteri dan jamur dari usus dan
lingkungan.s
a. Autolisis
o Tubuh membentuk enzim merusak sel dari
nukleus→sitoplasma→dinding→hancur
b. Mikroorganisme : bakteri patogen dalam sekum
o Setelah mati → daya tahan tubuh turun karena leukosit menurun →
kuman mudah masuk ke pembuluh darah → media baik untuk tumbuh
kuman → hancurkan darah dan bentuk amonia dan H2S → pertama kali
terlihat didaerah kanan pada fossa iliaka kanan tepatnya disekum terlihat
warna ungu (livide) yang merupakan reaksi Hb dan H2S → methsulf –
Hb.
o Gas pembusukan masuk ke pembuluh darah → pembuluh darah melebar
sehingga perut menggembung → pecahnya kapiler di alveoli → keluar
darah lewat hidung.
o Pembusukan dimulai 48 jam postmortem, belatung pada 36 jam
kemudian.
Proses pembentukan belatung:
Mayat dihunggapi lalatàlalat bertelur di mayatà larvaà belatung.
c. Pembusukan dapat dikenali dari adanya warna hijau kemerah-merahan pada
dinding perut bagian kanan bawah à berlanjut dengan terbentuknya
gelembung-gelembung yang berisi cairan kehitaman à tubuh
menggelembung, lidah keluar, bibir membengkak dan mencucur, bola mata
menonjol keluar, kulit ari mngelupas à pecahnya dinding perut dan
hancurnya bagian tubuh yg lunak.

§ Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada
suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan
sehingga proses ini akan terhambat pula. Pembusukan adalah proses
penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri
anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan
Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang
lain seperti Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim
seluler juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan
pada fase akhir dari pembusukan.

§ Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan


hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera
masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan
media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini
menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan
sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan
pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini
sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii.
Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat
dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi
oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar)
dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 123


§ Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca
mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering
pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih
banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara
bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau
busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang
langsung kontak dengan kolon transversum.

§ Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak
didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas
pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon
gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut
marbling.

§ Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru
bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran
marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah
dan paha. Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan
dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas
sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat
dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut
banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil
dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat
dilihat pertama kali pada hati .

§ Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan


dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin
slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan.
Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan
timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat
kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara
penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai
pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang
berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis
oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku,
rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena
adanya desintegrasi pada akar rambut.

§ Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara


mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan
dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini
menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude. Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak,
leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti “frog-like-fashion”,
Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat
sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 124


seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg
sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.

§ Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan
yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan
cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar,
bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung.
Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan
dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal
yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir
dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam
tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.

§ Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda


dalam. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami
autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti
hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami
pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat
dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung
empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan
sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey
combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak
menjadi lunak.

§ Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non
gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan
karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain
sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin. Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ
dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau ‘ milliary plaques’
yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. ‘Milliary plaques’ ini pertama kali ditemukan
oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat,
sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal
sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan. Pada orang yang
obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat
mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga
tidak menyenangkan.

§ Insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah


mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga.
Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih
sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau
larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan
seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 125


dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat
mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh.

§ Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa
tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda
pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan
dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga
sudah mengalami pembusukan.

§ Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh
mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas pembusukan
sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70°-100°F (21,1-37,8°C)
aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50°F(10°C) atau pada suhu
diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan
lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila
mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung
lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih
cepat dari pada mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan kelebihan darah merupakan media yang
baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.

§ Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang
terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang
terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi
paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.

§ Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan
pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus
klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 8 : 2 : 1 artinya mayat
yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8x lebih lama dari pada mayat yang
terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih
rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators
seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang
biaknya organisme aerobik.

Rumus kecepatan pembusukan Casper


Tanah : Air : Udara
8:2:1
§ Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim
yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi
pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi.
Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar
dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat tenggelam
diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air, sehingga mayat
berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada
di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat
lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk
dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 126


dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada
yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh
temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan
binatang air sebagai predator.

§ Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi.


Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar
tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh
terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn dikubur pada
tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi
penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.

§ Bau busuk dari tubuh mayat tidak hanya mengganggu, namun juga
membahayakan. Pembusukan dimulai dengan pemutusan ikatan protein-protein
besar pada jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi menggunakan enzim protease.
Kumpulan hasil pemutusan ikatan protein yang disebut asam amino ini dicerna
berbagai jenis bakteri, misalnya bakteri acetogen. Bakteri ini mereaksikan asam
amino dengan oksigen dalam tubuhnya untuk menghasilkan asam asetat,
hidrogen, nitrogen, serta gas karbon dioksida. Produk asam asetat ini
menimbulkan bau

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan mayat


Faktor dari dalam Faktor dari Luar
Umur Mikroorganisme/sterilitas
Bayi yang belum makan apa-apa paling
lambat terjadi pembusukan
Konstitusi tubuh Suhu optimal
Tubuh gemuk lebih cepat membusuk yaitu 21-380C (70-1000F) mempercepat
daripada tubuh kurus pembusukan. Berhenti pada suhu 2120F

Keadaan saat mati Kelembaban udara


Udem, infeksi dan sepsis mempercepat Kelembaban udara yang tinggi mempercepat
pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan
pembusukan
Seks Sifat medium.
Wanita baru melahirkan (uterus post Hukum Casper àUdara : air : tanah = 8 : 2 :
partum) lebih cepat mengalami 1 (di udara pembusukan paling cepat, di
pembusukan tanah paling lambat).
“ keadaan mayat setelah 1 minggu di udara
terbuka sama dengan 2 minggu di dalam air
sma dengan 8 minggu keadaan mayat di
dalam tanah atau kuburan”
Golongan alat tubuh berdasarkan kecepatan terjadi pembusukan :
a. cepat : otak, lambung, usus, uterus hamil/post partum
b. lambat : jantung, paru, ginjal, diafragma
c. paling lambat : prostate, uterus yang tidak hamil

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 127


Tabel 3. Perbedaan Bulla Intravital dan Bulla Pembusukan
Bulla Perbedaan Bulla Pembusukan
Intravital
Kecoklatan Warna kulit ari Kuning
Tinggi Kadar albumin & klor Bulla Rendah atau tidak ada
Hiperemis Dasar bulla Merah pembusukan
Intraepidermal Jaringan yang terangkat Antara epidermis & dermis
Ada Reaksi jaringan & respon darah Tidak ada

Pembusukan dalam air


Pembusukan dalam air lebih lambat prosesnya dibandingkan pembusukan pada
udara terbuka. Setelah mayat dikeluarkan dari dalam air, maka proses pembusukan akan
berlangsung sangat cepat, lebih kurang 16 kali lebih cepat dibandingkan biasanya.
Karena itu pemeriksaan post-mortem harus segera dilaksanakan pada kasus mati
tenggelam. Kecepatan pembusukan juga bergantung kepada jenis airnya; pada air yang
kotor tidak mengalir dan dalam, pembusukan lebih cepat.
Pada mayat yang tenggelam, waktu yang dibutuhkan untuk muncul dan mulai
mengapung adalah 24 jam. Kecepatan pengapungan mayat tergantung dari :
- Usia. Mayat anak-anak dan orangtua lebih lambat terapung.
- Bentuk tubuh. Orang yang gemuk dan kuat, mayatnya cepat terapung. Mayat
yang kurus lebih lambat terapung.
- Keadaan air. Pada air yang jernih, pengapungan mayat lebih lambat terjadi
dibandingkan dengan pada air kotor.
- Cuaca. Pada musin panas, pengapungan mayat 3 kali lebih cepat dibandingkan
pada musim dingin.

Variasi-variasi pembusukan:
a. Mummifikasi
o Terjadi bila temperatur turun, kelembaban turun → dehidrasi viceral
sehingga kuman-kuman tidak berkembang → tidak terjadi pembusukan →
mayat mengecil, bersatu berwarna coklat kehitaman, struktur anatomi masih
lengkap sampai bertahun-tahun.
o Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan
o Syarat terjadinya mummifikasi :
§ Suhu relatif tinggi
§ Kelembaban udara rendah
§ Aliran udara baik
§ Waktu yang lama (12-14 minggu)
o Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat
hitam seperti kertas perkamen

b. Adipocare
o Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat, asam
stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh yang relatif
padat .
o Suhu tinggi → kelembaban tinggi → lemak → asam lemak → pH turun →
kuman tidak bisa berkembang → asam lemak → dehigrogenase →
penyabunan → mayat menjadi kebalikannya mumifikasi.
o Syarat terjadinya adiposera :
§ Suhu rendah, kelembaban tinggi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 128


§ Lemak cukup
§ Aliran udara rendah
§ Waktu yang lama

VII.4.PERKIRAAN SAAT KEMATIAN


• Perubahan pada mata : Kekeruhan menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12
jam pasca mati
• Perubahan dalam lambung : Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam
setelah makan terakhir, misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam
sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.
Kecepatan pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh penyakit-penyakit saluran
cerna, konsistensi makanan dan kandungan lemaknya.
• Perubahan rambut : Panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian, kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari
• Pertumbuhan kuku : Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm/hari
• Perubahan dalam cairan serebrospinal : Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, Kadar nitrogen non protein
kurang 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam
• Metode Entomologik
Cabang forensik entomology memanfaatkan pengetahuan, adanya binatang yang
langsung menyerbu mayat sesaat setelah meninggal. Faktor penariknya bisa darah
atau protein yang dikeluarkan mayat. Sejenis lalat misalnya, langsung bertelur pada
luka terbuka atau organ tubuh terbuka lainnya, segera setelah seseorang meninggal.
Lalat jenis lainnya, menunggu sampai mayat agak membusuk untuk bertelur. Larva
lalat itu dengan cepat menetas menjadi belatung, dan memakan daging mayat.
Dalam kondisi tertentu belatung mampu memakan habis daging dalam waktu hanya
beberapa hari, misalnya jika cukup sinar matahari, cuaca hangat atau kelembaban
cukup.

Para ahli forensik entomologi biasanya memeriksa mayat korban pembunuhan,


dengan mengambil makhluk hidup yang ada pada mayat tsb. Belatung, lalat atau
telur kumbang dikumpulkan dan dianalisis di laboratorium. Setiap jenis binatang
yang berkembang biak pada mayat, menggambarkan tahapan waktu dari mulai
meninggalnya korban. Ibaratnya jam yang dapat dilacak dan diketahui, kapan titik
nolnya. Dengan begitu perkiraan waktu kematian dapat ditegakkan dengan akurat,
dalam kisaran ketepatan beberapa jam.

Pakar ilmu forensik entomologi dari AS, William Rodriguez mengatakan, terdapat
pola khas dari pembusukan mayat. Pola khas ini jika dikaitkan dengan fase
perkembangan serangga yang juga khas pada mayat, akan mampu menunjukan saat
kematian. Misalnya saja lalat yang biasa berkerumun di tempat sampah,
memerlukan waktu metamorfosa sekitar 500 jam untuk menjadi lalat sempurna.
Itupun dalam kondisi ideal, yakni suhu rata-rata 23 derajat Celsius dan kelembaban
cukup. Pada tahap awal, telur menetas menjadi larva berupa belatung yang kerjanya
hanya makan. Sekitar 30 jam kemudian, belatung mamasuki tahapan kedua dan
mulai menyiapkan diri untuk menjadi kepompong. Belatung tahapan kedua ini
umurnya sekitar 52 jam, setelah itu memasuki tahapan ketiga, dengan kesiapan
menjadi kepompong bertambah matang. tahapan ketiga ini umurnya sekitar 85 jam.
Tahapan selanjutnya belatung menjadi kepompong. Pada tahapan ini diperlukan
waktu sekitar 280 jam untuk menetas menjadi lalat. Seekor lalat dewasa di sekitar
mayat korban pembunuhan, dipastikan sudah berumur sekitar 500 jam. Jadi jika

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 129


dalam penelitian ditemukan belatung pada fase akhir tahap ketiga misalnya, berarti
korban sudah meninggal sekitar 160 jam atau sekitar seminggu.

Larva Musca domestica mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi
kepompong pada hari ke-8, menjadi lalat pada hari ke-14. Larva Sarcophaga
cranaria mencapai panjang 20 mm pada hari ke-9, menjadi kepompong pada hari
ke-10 dan menjadi lalat pada hari ke-18. Necrophagus species akan memakan
jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga
Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh
maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah
1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva
dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.

Tabel 4. Aktivitas insekta pada jasad manusia yang mati di udara

Waktu Aktivitas Insekta


10 menit Lalat hijau datang dan menaruh ribuan telur di dalam mulut, hidung dan mata
12 Jam Telur menetas dan belatung makan jaringgan
24-36 Jam Kumbang datang dan makan kulit kering
48 Jam Laba laba dan tungau datang untuk makan insekta yang ada di badan si meninggal

• Reaksi supravital : Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Rangsang listrik dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, mengakibatkan
sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati

Dari semula sudah dikemukakan bahwa tujuan pengetahuan tanatologi adalah untuk
kepentingan medikolegal, terutama berkaitan dengan post-mortem interval.
Pengetahuan ini harus selalu diterapkan dalam pemeriksaan mayat. Bila saat kematian
korban tidak diketahui, maka beberapa petunjuk di bawah ini dapat dipakai.
§ Jam pertama kematian. Tubuh masih hangat (dengan thermometer panjang
didapati suhu 370 C), otot-otot masih lemas selurunya (periode relaksasi
primer), kornea mata bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam
mayat.
§ 4-6 jam. Telah mulai dingin (suhu rektal 34-350 C), kaku mayat di rahang telah
di telah ada, begitu juga di beberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada
penekanan.
§ 10-12 jam. Mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-300 C), kaku mayat lengkap di
seluruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggung juga
terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.
§ 16-18 jam. Mayat dingin (sama dengan suhu ruang 28-290 C), kaku mayat di
beberapa persendian telah hilang, mulai tampak tandatanda pembusukan
terutama di perut bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayat luas
di bagian terendah dari tubuh.
§ 20-24 jam. Dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda
pembusukan makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah
pembusukan keluar dari hidung dan mulut.
§ 30-36 jam. Mayat menggembung, maka bengkak, mata tertutup,bibir menebal,
keluar gas dan air pembusukan keluar dari hidung dan mulut, tampak garis
pembuluh darah di permukaan tubuh (marble appearance).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 130


§ 40-48 jam. Gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah
bengkak dan menonjol keluar. Sebagian gelembung pecah, kulit muda
terkelupas.
§ 3 hari. Pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian juga anus, mata
menonjol keluar, muka sangat bengkak kehitaman rambut dan kuku mudah
dicabut.
§ 4-5 hari. Perut mengempes kembali karena gas keluar dan celah jaringan yang
rusak/hancur, satura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi
seperti bubur.
§ 6-10 hari. Jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur,
rongga dada dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur dan
seluruhnya hingga tinggal tulang belulang.

Grafik Perubahan Pada Tubuh Post Mortem

Cara sederhana yang cukup memuaskan dalam memperkirakan saat kematian adalah :
1. Lebam mayat timbul setelah 15-30 menit, lebam mayat sebelum mayat kurang
lebih 10 jam kalau ditekan menjadi pucat aksara
2. Kaku mayat timbul setelah 2-3 jam. Kaku mayat menjadi lengkap setelah kurang
lebih 9 jam. Kaku mayat menghilang setelah 16-20 jam.
3. Pembusukan mulai 20-24 jam didaerah usus buntu.
4. Menentukan usia ulat lalat
5. Sisa makanan dalam lambung dapat membantu penentuan saat kematian.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 131


BAB VIII
TRAUMATOLOGI

Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang


trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya
diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.

Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh
yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan
jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.

Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan :


1. Jenis penetrasi yang terbagi atas luka tusuk, luka insisi, luka bacok, luka memar,
luka robek, luka tembak dan luka gigitan.
2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri terbagi atas luka bersih, luka bersih
yang terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka kotor.
3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut (sebelum 8 jam) dan luka kronis

Deskripsi luka :
1. Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang
melalui tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2. Ukuran, ditentukan :
• Ditentukan panjang luka
• Jumlah luka
• Sifat luka
• Ada atau tidaknya benda asing pada luka
• Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
• Menyebabkan kematian atau tidak
• Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
3. Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
ó Luka akibat kekerasan mekanis:
• Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
• Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
• Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
ó Luka akibat kekerasan fisis:
• Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah
• Luka akibat kekerasan auditorik
• Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir
• Luka akibat kekerasan radiasi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 132


ó Luka akibat kekerasan kimiawi:
• Luka akibat kekerasan oleh asam kuat
• Luka akibat kekerasan oleh basa kuat
• Intoksikasi

Klasifikasi luka menurut dr. Mursyad Sp.F

1. Jumlah luka yang terdapat


2. Lokasi
- Kordinat (depan dan belakang)
- Ordinat
4. Bentuk luka
- Sebelum dirapatkan (terbuka, tertutup)
- Sesudah dirapatkan (luka garis lurus, luka garis lengkung)
5. Ukuran luka (Panjang, lebar, dalam)
6. Sifat luka
a. Garis batas luka
(teratur/ tidak)
Sudut (rancip, tumpul)
Tepi teratur atau tidak
b. Daerah dalam garis dalam luka
Kulit
Rambut
Dasar kuka
c. Daerah luar garis dalam luka
Klaim kot
Klaim lemak
Tattoo
(hanya berlaku untuk luka tembak)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 133


Kordinat garis vertical tubuh yang ditarik dan diambil dari midline tubuh (hitam
depan tubuh, kuning belakang tubuh)

Ordinat garis horizontal tubuh

Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) :


1. Trauma Mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul,
tembakan senjata)
2. Trauma Fisik (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi, tekanan udara)
3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat)
NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri (balistik) terpisah dari trauma
mekanik

Patofisiologi Trauma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh
darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem
organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh
tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian
seseorang.

Mekanisme kompensasi tersebut adalah :


1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena,
bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.
2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan
heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 134


3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi
pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk
menjaga cardiac output.
4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk
menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon
ini.
5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan
peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.
6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit
pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.
7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang
menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

Mekanisme Luka
Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau
kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang
terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata
ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama
dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.

Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil
menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi
kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan
energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan
tidak menimbulkan memar.

Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi
tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya.
Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya sedikit perlukaan pada
otot namun dapat menyebabkan ruptur paru atau intestinal, sementara pada torsi
mungkin tidaka memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur
spiral pada femur.

Anatomi forensik kulit


Bagian paling atas adalah lapisan sel keratinisasi stratum korneum yang ketebalannya
bermacam-macam pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada tumit dan telapak tangan
adalah yang paling tebal sementara pada daerah yang terlindungi seperti skrotum dan
kelopak mata hanya pecahan dari millimeter. Berkaitan dengan forensik pada perkiraan
perlukaan penetrasi pada kulit. Kemudian epidermis yang tidak terdapat pembuluh
darah. Lapisan epidermis umumnya berkerut, permukaan bawahnya terdiri dari papilla
yang masuk ke dalam dermis. Demis (korium) terdiri dari jaringan ikat dengan adneksa
kulit sperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Terdapat banyak
pembuluh darah, saraf pembuluh limfe serta ujung saraf taktil, tekan, panas.. bagian
bawah dari dermis terdapat jaringan adiposa dan (tergantung dari bagian tubuh) fascia,
jaringan lemak, dan otot yang berurutan di bawahnya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 135


Klasifikasi luka

1. Abrasi
2. Kontusi
3. Laserasi
4. Luka insisi

1. Abrasi
Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan
epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat
pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya
akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat
jaringan. Ketika kematian terjadi sesudahnya, abrasi menjadi kaku, tebal, perabaan
seperti kertas berwarna kecoklatan. Pada abrasi yang terjadi sesudah kematian berwarna
kekuningan jernih dan tidak ada perubahan warna.

Tangensial atau abrasi geser


Abrasi kebanyakan disebabkan gerakan lateral daripada tekanan vertikal. Ketika tanda
abrasi ini ditemui, arah kekuatan dapat ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa
sampai ujung abrasi. Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa, dapat
menunjukkan pergerakan dari tubuh.

Abrasi Crushing
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak ada goresan yang terjadi namun
epidermis hancur dan obyek yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut kuat
dan daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang kecil dan abrasi
hantaman terjadi. Kerusakan yang terjadi berupa penekanan hingga depresi ringan dari
permukaan atau paling tidak memar atau tonjolan oedem lokal. Abrasi ini salah satu
dari abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang membuat luka.

Abrasi kuku jari


Sangat penting karena frekuensi pada serangan khususnya pada penyiksaan anak,
penyerangan seksual, dan penjeratan. Sering disertai memar lokal. Abrasi kuku jari
biasanya sering ditemukan pada leher, muka, lengan atas dan lengan depan. Mungkin
berupa goresan linear jika jari-jari tersebut menarik ke bawah, tanda kurva atau garis
lurus jika tangan tersebut menggenggam. Lengan bagian depan sering merupakan lokasi
untuk penggenggaman dan menahan baik pada penyiksaan anak atau serangan pada
orang dewasa. Memar umum ditemukan, namun tanda kuku jari sdapat menumpang
pada memar tersebut. Ahli patologi harus berhati0hati dengan interpretasi yang salah.
Contohnya, memutuskan tanda kuku jari pada leher yang disebabkan oleh tangan dari
depan atau belakang leher.

Abrasi berpola
Abrasi yang terjadi mengikuti pola obyek tidak hanya epidermis yang rusak, kulit dapat
tertekan mengikuti pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal. Contohnya
ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola pada kulit dimana kulit juga
tertekan mengikuti alur ban tersebut.

Abrasi post-mortem (sesudah kematian)


Dapat disebabkan berbagai macam, antara lain penyeretan pada saat pemakaman, atau
akibat proses otopsi. Pada saat proses pemakaman, khusunya setelah dibersihkan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 136


dengan air panas. Pada otopsi kedua perlu diperiksa dengan deskripsi sebelumnya atau
dengan foto, jika beberapa luka yang ditemukan diragukan.

2. Kontusio atau memar


Meskipun sering bersamaan dengan abrasi dan laserasi, memar murni terjadi
karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh oleh karena proses
mekanis. Ekstravasasi darah dengan diameter lenih dari beberapa millimeter disebut
memar atau kontusio, ukuran yang lenih kecil disebut ekimosis dan yang terkecil
seukuran ujung peniti disebut petekie. Baik ekimosis dan petekie biasanya terjadi bukan
karena sebab trauma mekanis.
Kontusio disebabkan oleh kerusakan vena, venule, arteri kecil. Perdarahan
kapiler hanya dapat dilihat melalui mikroskop, bahkan petekie berasal dari pembuluh
darah yang lebih besar dari kapiler. Kata ‘memar’ mengacu pada lesi yang dapat dilihat
pada kulit atau yang terjadi pada subkutanea, sementara ‘kontusio’ dapat terjadi pada
bagian tubuh mana saja seperti limpa, mesenterium atau otot. Penggunaan kata memar
lebih banyak digunakan dokter saat memberikan laporan atau keterangan pada kalangan
non-medik.

Memar Intradermal
Memar yang biasa terjadi akibat penekanan berada pada subkutanea, sering pada
jaringan adiposa. Jika dilihat, memar terjadi pada perbatasan dermis dan epidermis.
Namun kadang samara. Ketika memar terjadi akibat penekanan dengan obyek berpola,
perdarahan yang terjadi lebih dapat dilihat, jika berada di lapisan subepidermal. Jumlah
darahnya sedkiti namun karena posisinya yang superfisial dan lapisan tipis di atasnya
yang jernih sehingga polanya dapat dibedakan. Memar ini terjadi ketika obyek yang
menekan memiliki pinggiran dan alur, sehingga kulit dipaksa mengikuti alur dan
bentuknya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Memar


1. Kebocoran pembuluh darah. Harus ada ruangan yang cukup untuk darah
yang keluar berakumulasi. Ini menjelaskna kenapa memar lebih mudah terjadi
pada skrotum daripada tumit dimana jaringan jaringan fibrosanya padat.
Karena banyaknya jaringan subkutanea pada orang yang gemuk, mereka lenih
mudah terjadi memar daripada orang yang kurus jika faktor lain seperti
fragilitas pembuluh dan umur sama.
2. Jumlah darah yang keluar
3. Ruangan yang cukup
4. Kedalaman memar yang terjadi
5. Fragilitas pembuluh darah
6. Pada orang yang berbaring lama

Pergerakan dari Memar


Pada daerah superfisial memar muncul dengan cepat, sementara pada area yang dalam
membutuhkan waktu untuk muncul ke permukaan. Memar dapat bergerak mengikuti
gaya gravitasi. Contohnya, perdarahn subkutanea dapat turun melewati alis mata dan
muncul di orbita mata yang memberikan gambaran ‘mata hitam’ yang dapat
disalahartikan sebagai trauma langsung. Begitu juga memar pada lengan atas atau betis,
dapat turun sampai pada siku atau tumit.

Perubahan Memar oleh Waktu


Dengan berlalunya waktu, hematom yang terbentuk pecah oleh pengaruh enzim
jaringan dan infiltrasi seluler.sel darah merah menutupi ruptur dan mengandung Hb

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 137


membuat degradasi secara kimiawi yang memyebabkan perubahan warna. Hemoglobin
pecah menjadi hemosiderin, biliversin dan bilirubon yang menyebabkan perubahan
wanra memar dari ungu atau coklat kebiruan menjadi coklat kehijauan, kemudian hijau
kekuningan sebelum akhirnya samar.
Memar kecil pada deasa muda yang sehat akan menghilang dalam waktu 1 minggu.

Namun pada memar akibat ‘gigitan asmara’ (cupang) akan menghilang dala waktu
beberapa hari, ini dikemukakan oleh nRoberts yang mengadakan penelitian.
Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain:
• Besarnya ekstravasasi
• Umur korban
• Idosinkrasi seseorang
Beberapa observasi yang ditemukan:
• Jika ditemukan memar yang nampak baru tanpa disertai perubahan warna,
diperkirakan terjadi 2 hari sebelum kematian
• Jika memar terdapat perubahan warna kehijauan, diperkirakan terjadi tidak lebih
dari 18 jam sebelum kematian
• Jika ada beberapa memar dengan beberapa warna yang berbeda, berarti tidak
terjadi pada saat yang sama. Penting pada kasus penyiksaan anak.

Memar pada Tanda Khusus


Kumpulan memar bentuk koin kecil merupakan karakterisitik tekanan jari baik pada
pemegangan atautusukan. Sering nampak pada kasus penyiksaan anak, dimana orang
yang dewasa memegang dengan pegangan yang nyaman. Biasa disebut ‘memar
sixpenny’
Ketika permukaan kulit dilanggar oleh roda atau obyek berpola seperti rotan, memar
yang nampak mengikuti pola obyek tersebut.

Luka akibat tendangan


Telapak kaki dapat meninggalkan pola memar pada tubuh, sering pada abdomen
dan dada walaupun ini dapat dikenali pada leher dan wajah.Tendangan yang cepat dapat
menyebabkan luka lecet disertai memar, sedangkan menurut arahnya,tendangan vertical
menunjukkan memar intradermal dengan pola telapak kaki.Kasus luka akibat tendangan
menjadi hal biasa dengan meningkatnya kekerasan pada masyarakat.Sebagian besar
tendangan dilakukan pada korban yang telah duduk atau terjatuh ketanah, yang
sebelumnya disebabkan tindakan kekerasan lainnya seperti mendorong atau memukul,
sehingga setelah korban lemas dan kaki pelaku menyerang bagian yang paling mudah
seperti pinggang, paha, leher dan area abdominal.Variasi lain tendangan yaitu pelaku
menyerang dari atas korban dengan cara loncat dan menendang dengan satu atau dua
kaki, sehinga dada paling sering terkena dan dapat menyebabkan patah tulang iga
maupun tulang dada.Bahaya umum yang terjadi pada tendangan ke arah muka adalah
patah tulang mandibulla, maxilla, tulang hidung dan zygoma. Tendangan pada satu sisi
wajah dapat benar-benar melepas bagaian bawah dari maxilla dengan bagian
lengkungan gigi dam palatum.

Memar post mortem dan artefak lainnya


Khususnya pada kematian kongesti seperti tekanan pada leher, sistem vena
dapat tersumbat dan dapat terjadi memar. Salah satu area yang penting yang dapat
mendeskripsikan secara penuh disbanding yang lain adalah leher, dimana kumpulan
dari darah antara esophagus dan tulang belakang servikal dapat menimbulkan memar
dari stranhulasi.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 138


3. Luka gores/Laserasi
Berbeda dengan luka iris dimana pada luka gores jringan yang rusak menyobek bukan
mengiris.
Laserasi dapat dibedakan dari luka iris :
1. Garis tepi memar dan kerusakan memiliki area yang sangat kecil sehingga untuk
pemeriksaanya kadang dibutuhkan bantuan kaca penbesar.
2. Keberadaan rangkaian jaringan yang terkena terdapat pada daerah bagian dalam
luka, termasuk pembuluh darah dan saraf .
3. Tidak adanya luka lurus yang tajam pada tulang dibawahnya,terutama jika yang
terluka daerah tulang tengkorak.
4. Jika area tertutup oleh rambut seperti kulit kepala, maka rambut tersebut akan
terdapat pada luka.

Laserasi terpola
Laserasi tidak menciptakan kembali bentuk dari alat yang melukai, tendangan
dapat menyebabkan laserasi khususnya jika menggunakan sepatu boot yang besar
dengan ujung kakinya yang keras. Pukulan yang sangat keras dapat menyebabkan
laserasi linier atau stellate.

Luka akibat benda tumpul yang berpenetrasi


Luka ini merupakan luka campuran antara luka laserasi dan luka iris. Dapat
terjadi alibat dari pukulan besi atau sebilah kayu. Pada waktu alat tumpul dipukulkan ke
kulit, maka akan ada lekukan dan lecet pada sisinya, walaupun bekas yang lebih dulu
akan hilang jika alatnya telah ditarik kembali. Material seperti karat, kotoran atau
serpihan mungin tertinggal pada luka dan harus sangat hati-hati dilindungi untuk
pemeriksaan forensic, jika alat yang digunakan belum diketahui.

7. Luka Insisi
Luka Iris
Adalah luka yang disebabkan oleh objek yang tajam, biasanya mencakup
seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kampak tajam dll.
Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit
dan jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bisa dikatakan bersih dari
kerusakan apapun.

Luka potong
Adalah luka iris yang kedalamannya lebih panjang. Luka potong tidak lebih
berbahaya dibandingkan tikaman, sebagaimana ketidakdalaman luka tidak akan terlalu
mempengaruhi organ vital, khususnya target utama nya adalah tangan dan muka.

Luka tikam dan luka yang berpenetrasi


Menikam biasanya dengan pisau, sering terjadi pada kasus pembunuhan dan
pembantaian.
Karakteristik dari alat tikam:
1. Panjang, lebar dan ketebalan pisau
2. Satu atau dua sisi
3. derajat dari ujung yang lancip
4. bentuk belakang pada pisau satu sudut (bergerisi/kotak)
5. Bentuk dari pelindung pangkal yang berdekatan dengan mata pisau
6. Adanya alur, bergerigi atau cabang dari mata pisau
7. Ketajaman dari sudut dan khususnya ujung dari mata pisau
Karakteristik luka tikam, dapat menerangkan tentang:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 139


1. Dimensi senjata
2. Tipe senjata
3. Kelancipan senjata
4. Gerakan pisau pada luka
5. Kedalaman luka
6. Arah luka
7. Banyaknya tenaga yang digunakan

Penentuan Luka Secara Histologi


Untuk keperluan forensik, pemeriksaan histologi digunakan untuk menentukan faktor:
1. Apakah luka yang ditemukan pada saat autopsi terjadi pada saat sebelum atau
sesudah kematian
2. Apabila telah terjadi kematian, berapa lama kematian itu sudah terjadi

Berikut ini adalah perubahan histologi akibat terjadinya luka:


1. 30 menit-4jam terjadi pengumpulan lekosit PMN pada luka & terbentuknya
benang-benang fibrin.
2. 4-12 jam terjadi udem jaringan & pembengkakan endotel PD.
3. 12-24 jam terdapat peningkatan jumlahMakrofag dan dimulainya pembersihan
jaringan mati.
4. 24-72 jam terdapat peningkatan jumlah lekosit sampai maksimal sekitar 48jam,
perbaikan dimulai,fibroblast muncul,PD baru mulai terbentuk,untuk membuat
jaringan granulasi.
5. 3-6 hari, epidermis mulai tumbuh.
6. 10-15 hari , epidermis menjadi tipis&datar.
7. Minggu-bulan ,proses penyembuhan jaringan berlanjut,jaringan granulasi
terbentuk.

MEKANISME KEMATIAN AKIBAT KEKERASAN


Cara kematian yaitu hal menjelaskan bagaimana kematian bisa terjadi. Secara garis
besar ada 2 cara kematian korban, yaitu :
1. Kematian yang wajar akibat suatu penyakit.
2. Kematian yang tidak wajar, bukan akibat suatu penyakit, ini dapat merupakan:
a. Pembunuhan (homicide)
b. Bunuh diri (suicide)
c. Kecelakaan (accident)

Pada kasus kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat
mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini.
1. Penyebab luka
Gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat
panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini
sangat membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
3. Cara terjadinya luka
a. Luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 140


kecelakaan. Daerah terlindung ini misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat
siku, dan lain-lain.
b. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat
ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan
bawah atau telapak tangan.
c. Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan
(tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh
diri dan kecelakaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Tabel 8.1. Gambaran Luka Akibat Kekerasan


Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang (Bagian Terpilih (Daerah Terpapar
tubuh yang vital) yang mudah
dijangkau)
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak
Jenis luka Luka tusuk, laserasi Luka potong atau Abrasi, memar,
tusuk laserasi
Arah luka Tidak tentu Dari kiri ke kanan Tidak tentu
dan dari atas ke
bawah
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkisan Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada
Cadaveric spasm Tidak ada Kadang-kadang ada Tidak ada

4. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati


a. Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh
kekerasan yang menyebabkan luka
b. Harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adalah benar-benar luka
yang terjadi semasa korban masih hidup (luka intravital)—perhatikan tanda
intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka
c. Tanda intravitalitas : ditemukannya resapan darah, proses penyembuhan luka,
sebukan sel radang, pemeriksaan histo-enzimatik, pemeriksaan kadar histamin
bebas dan serotonin jaringan

Luka dapat mengakibatkan kematian, dimana penyebab kematian tersebut dapat


dibagi dalam 2 kelompok:
1. Penyebab Langsung
2. Penyebab Tidak Langsung

1. Penyebab Langsung
a. Perdarahan
Trauma dapat menyebabkan luka, perdarahan dan/atau skar atau hambatan
dalam fungsi organ yang dapat berakhir kepada kematian. Kehilangan volume darah
dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Perdarahan
ini bisa terjadi akibat cederanya pembuluh darah besar. Perdarahan dapat bersifat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 141


eksternal atau internal. Lamanya selang waktu antara saat cedera dengan kematian
bergantung pada cepat atau lambatnya perdarahan. Investigasi terhadap kematian
yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh
untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan
atau memperberat situasi perdarahan.

Klasifikasi Perdarahan
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,
paha, dan bagian luar tubuh.

Tabel 8.2. Taksiran Perdarahan Dalam Pada Trauma Tubuh7


Regio Tubuh Taksiran kehilangan darah

Brachialis 500 ml
Antebrachii 250 ml
Thorakal 2000-3000 ml
Abdomen 2000-3000 ml
Pelvis 1500-2000 ml
Femoralis 1500-2000ml
Cruris 1000 ml

Klasifikasi dan perkiraan perdarahan berdasarkan tanda vital :


1) Perdarahan derajat I (0-15 %)
a) Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
b) Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi pernapasan
c) Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10 %.

2) Perdarahan derajat II (15-30 %)


a) Gejala klinisnya takikardi (frekeunsi nadi > 100x/menit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian
kapiler dan anxietas ringan.
b) Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin,
yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik
3) Perdarahan derajat III (30-40 %)
a) Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan
darah sistolik, oliguria dan perubahan status mental yang signifikan
seperti kebingungan atau agitasi.
b) Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40%
adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan
penurunan tekanan darah sistolik.
c) Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfuse darah, tetapi
keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon
awal terhadap cairan.
4) Perdarahan derajat IV ( >40%)
a) Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya
(tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan
kesadaran) dan kulit dingin serta tampak pucat.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 142


b) Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

Tabel 8.3. Klasifikasi dan Perkiraan Perdarahan Berdasarkan Tanda Vital


Variabel Klas I Klas II Klas III Klas IV
Sistolik (mmHg) >110 >100 > 90 < 90
Nadi (x/menit) < 100 > 100 > 120 > 140
Respirasi (x/menit) 16 16-20 21-26 >26
Status mental Anxious Agitasi Bingung lethargi
Darah hilang (ml) <750 750-1500 1500-2000 > 2000
Darah hilang (%) < 15 15-30 30-40 >40

b. Syok
Pengertian
Syok adalah suatu keadaan menurunnya perfusi jaringan ke seluruh
tubuh sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
tubuh. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi)
atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir dengan kegagalan beberapa
organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada
perfusi yang tidak adekuat.

Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai
akibatnya menurunkan aliran balik vena akibatnya curah jantung menurun
dibawah normal dan terjadilah syok. Salah satu penyebab syok sirkulasi yang
paling sering adalah trauma pada tubuh. Seringkali syok ditimbulkan oleh
perdarahan karena trauma, tetapi juga dapat timbul tanpa perdarahan karena
kontusio tubuh dapat merusak kapiler sehingga terjadi kehilangan plasma yang
berlebihan ke dalam jaringan. Hal ini menimbulkan pengurangan volume plasma
yang sangat besar sehingga terjadi syok hipovolemik.
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler karena perdarahan. Menurunnya
volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada
akhir diastol sehingga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac
output). Keadaan ini menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi oleh katekolamin sehingga perfusi
makin memburuk. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat,
kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,
kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh
akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit.
Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan
masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular
sehingga terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 143


Pada Syok neurogenik dapat menyebabkan pasien pingsan akibat reflex
perangsangan jantung melalui nervus vagus, tanpa adanya tanda-tanda cedera
eksternal. Syok juga dapat terjadi karena luka akibat trauma, dimana terjadi
penekanan terhadap organ vital tubuh.
c. Cedera mekanik pada organ vital
Organ-organ vital tubuh seperti otak, paru, jantung, limpa, hati, dll, jika
mengalami cedera dapat mengakibatkan kematian.

2. Penyebab tidak langsung


Korban meninggal beberapa waktu kemudian karena mengalami komplikasi :
Infeksi, Septikemia, Ganggren, Fenomena trombo-emboli, tindakan bedah yang
terlambat dilakukan, Penyakit infeksi yang sering terjadi pada cedera, Emboli udara,
Emboli lemak, Penyakit yang berkembang setelah mengalami cedera, Kelalaian pasien
dalam menghadapi cedera yang dialaminya, Akibat dari tindakan bedah yang dilakukan
untuk menolong korban

Trauma Mekanik
Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:


- Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam
- Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul :


1. Memar (kontusio, hematom)
2. Luka Lecet
- Luka Lecet Tekan
- Luka Lecet Geser
3. Luka Robek
4. Patah tulang

Gambar Trauma Tumpul :

a. Luka memar à diskontinuitas pembuluh darah & jaringan dibawah kulit tanpa
rusaknya jaringan kulit
Teraba menonjol à pengumpulan darah di jaringan sekitar pembuluh darah rusak
Bentuk luka à Menyerupai benda yang mengenai

b. Luka Lecet à terjadi pd epidermis – gesekan dgn benda yang permukaannya kasar
Luka Lecet Tekan à arah kekerasan tegak lurus pd permukaan tubuh, epidermis
yang tertekan à melesak kedalam
Luka Lecet Geser à arah kekerasan miring/membentuk sudut à epidermis
terdorong & terkumpul pd tmpt akhir gerak benda tersebut

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 144


Luka Lecet Regang à diskontinuitas epidermis akibat peregangan yang letaknya
sesuai dengan garis kulit

c. Luka robekà terjadi pada epidermis/jaringan dibawahnya akibat kekerasan yang


mengenainya melebihi elastisitas kulit/jaringan
Syarat : kekuatan peregangan > elastisitas kulit

d. Patah tulang
o Bentuk : bergantung pada sifat benda penyebab
o Perubahan berdasarkan waktu
o Dampak patofisiologi : perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar, emboli
lemak dan sumsum tulang

Fraktur tulang kepala :


Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn
adanya cedera otak namun manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan
sebaikknya dievaluasi untuk tau ada tidaknya cedera tambahan.

Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :


1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
Oleh benda yang bergerak (kepala tergencet)

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada
sisi yang berlawanan dengan arah benturan.

Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu :


- Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek)
- Arah Benturan
- Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
- Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi

Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu :


1. Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai kerusakan kulit
2. Fraktur Linear : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis tipis tanpa distorsi
tulang
3. Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan sebagian tulang
kedalam otak.
4. Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak atau hilangnya kulit

Tergantung kecepatan dan gaya


- depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak luas
- radial
- hole/stellata jika benda yang mengenai kepala permukaannya kecil dan
berkecepatan/berenergi tinggi, contoh : luka tembak

Jika kepala bergerak ke permukaan rata & diam : patah linear

Fraktur basis cranii :


Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 145


- gaya langsung ke basis cranii
- gaya ke dagu melalui rami mandibulae

Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis.
Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu :
1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS
2. Tanda “Double Ring atau Hallo Sign” yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas
kertas tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih
terbentuk rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi
lingkaran pertama.
3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS.
- Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat
melewati lempeng kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial.
- Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga
tjd gangguan visus.
Ring fraktur : gaya dari atas ke bawah

Perdarahan intrakranial :

Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio


dan perdarahan intraserebral) maupun lesi difus.

• Epidural hematom : clot terletak diluar duramater, namun di dalam tengkorak


– Arteri meningea media
– Temporal (50%), oksipital (15%)
– Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera karena cedera otak
disekitarnya biasanya terbatas.
• Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada penderita dengan cedera
kepala berat.
– Terjadi karena robeknya vena bridging, sinus draining, focus laserasi atau
kontusio
– Delayed : subdural
– Spontan : leukemia, tumor, infeksi
– Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk
dari hematoma epidural
– Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi
yg sangat segera dan pengelolaan medis agresif.
● Kontusi dan hematom intraserebral : hampir selalu berkaitan dengan hematoma
subdural
– >> di lobus frontal dan temporal

Cedera Difus membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan,


disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi otak.

Doktrin MONROE-KELLIE :
Vblood + Vbrain + V LCS = konstan

© Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin
mekar). Tekanan Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 146
intakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai penderita
mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional.
© TIK normal : 50-200 mmH2O (4-15 mmHg)
© Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 mL), darah (75 mL)
© Perubahan kompensatoris dapat melalui :
- pengalihan LCS ke rongga spinal
- peningkatan aliran vena dari otak
- sedikit tekanan pada jaringan otak
© Peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) akan menurunkan aliran darah
otak secara signifikan

Trauma tajam :
Benda tajam: benda yg permukaannya mampu mengiris shg kontinuitas jaringan hilang
- Luka irisà dalam luka < panjang irisan luka
arah trauma sejajar permukaan kulit
- Luka tusukà dalam luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit
- Luka bacokà dalam ± = panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan tergantung beratnya
benda yang di pakai.
Ciri-ciri luka karena benda tajam :
v Tepinya rata
v Sudut luka tajam
v Tidak ada jembatan jaringan
v Sekitar luka bersih tidak ada memar
v Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa :
1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam)
2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya
menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar
pada bagian superfisial
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu :
a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif
berat seperti kapak atau parang.
b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 147


Luka Tusuk

Luka dengan kedalaman luka yang melebihi panjang luka akibat alat yang
berujung runcing dan bermata tajam atau bermata tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh.

Contoh alat yang digunakan pada luka tusuk (stab wound), yaitu :
§ Belati, bayonet, clurit, keris, pedang, pecahan kaca.
§ Benda yang berujung runcing dengan penampang bulat atau segitiga atau
segiempat sepertikikir, tanduk, dan lain-lain.
§ Benda yang berujung tumpul seperti ruji payung, ruji sepeda, potongan paku,
dan lain-lain.

Bentuk luka tusuk (stab wound) tergantung dari lokasi luka dan bentuk penampang alat
yangdigunakan, yaitu :
§ Organ parenkim dan tulang.
§ Kulit dan otot.
Bentuk luka tusuk (stab wound) pada organ parenkim dan tulang sesuai dengan alat
penyebab luka.
Bentuk luka tusuk (stab wound) pada kulit dan otot, yaitu :
§ Alat pisau dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk celah,
menganga, atau
§ asimetris.
§ Ganco / lembing dapat menimbulkan luka tusuk (stab wound) yang berbentuk
celah atau bulat.
§ Alat penampang segitiga atau segiempat dapat menimbulkan luka tusuk (stab
wound) yang
§ berbentuk bintang berkaki tiga atau empat.
Bentuk celah oleh pisau terjadi jika arah datangnya pisau sejajar dengan serat
elastis atau otot. Bentukmenganga jika arah datangnya pisau tegak lurus dengan serat
elastis atau otot. Bentuk asimetris jikaarah datangnya pisau miring terhadap serat elastis
atau otot.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya
adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada
saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 148


bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.

Ada 5 ciri-ciri luka tusuk (stab wound) yang disebabkan oleh alat yang berujung
runcing dan bermata tajam, yaitu :
1. Tepi luka tajam atau rata.
2. Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul.
3. Rambut terpotong pada sisi tajam.
4. Sekitar luka kadang terdapat luka memar (contussion). Ekimosis karena tusukan
sampai mengenai tangkai pisau.
5. Kedalaman luka melebihi panjang luka.

Ada 4 sebab kematian pada kasus luka tusuk (stab wound), yaitu :
1. Perdarahan
2. Kerusakan organ vital
3. Emboli udara
4. Infeksi dan sepsis

Ada 3 cara kematian pada kasus luka tusuk (stab wound), yaitu :
1. Pembunuhan (tersering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan

Identifikasi senjata pada kasus luka tusuk (stab wound), yaitu :


§ Panjang luka merupakan ukuran maksimal lebar senjata.
§ Dalam luka merupakan ukuran minimal panjang senjata.

Luka tusuk (stab wound) di kepala :


§ Hampir selalu karena pembunuhan.
§ Kematian karena perdarahan, kerusakan organ vital, meningitis, dan abses.

Luka tusuk (stab wound) di leher :


§ Kebanyakan karena pembunuhan.
§ Kematian karena emboli, trombus, dan aspirasi. Emboli terjadi karena
terpotongnya vena jugularis. Trombus arteri serebralis karena terpotongnya
arteri karotis. Aspirasi terjadi karena terpotongnya laring dan faring.

Luka tusuk (stab wound) yang mengenai jantung :


§ Paling sering mengenai ventrikel kanan. Biasanya tidak menimbulkan
perdarahan cepat karena
§ kontraksi otot ventrikel yang tebal.
§ Kematian akan cepat terjadi apabila luka tusuk (stab wound) mengenai auricula,
aorta, arteri
§ pulmonalis, arteri koronaria, dan semua tempat pada jantung yang meninggalkan
luka besar.

Luka tusuk (stab wound) yang mengenai paru-paru :


§ Kematian karena hematotoraks, pneumotoraks dan infeksi sekunder.

Luka tusuk (stab wound) yang mengenai arteri dan vena besar pada daerah dada :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 149


§ Kematian karena perdarahan dalam toraks.

Luka tusuk (stab wound) di perut :


§ Dapat menimbulkan kerusakan hepar, lien, gaster, pankreas, ginjal, kandung
kemih, usus dan pembuluh darah.
§ Kematian karena perdarahan dan peritonitis.

Luka tusuk (stab wound) yang mengenai medulla spinalis :


§ Menimbulkan kelumpuhan.
§ Kematian karena infeksi sekunder.

Luka tusuk (stab wound) di ekstremitas :


§ Sebagai luka tangkisan.
§ Jika luka jumlahnya banyak maka dapat menimbulkan kematian karena
pendarahan.
§ Bila tusukan mengenai lipat paha atau aksilla maka arteri dan vena
kemungkinan besar akan terpotong.

Tabel. 8.5 Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul
Pembeda Tajam Tumpul
bentuk luka Teratur tidak
Tepi Rata tidak rata
jembatan jar tidak ada ada/tidak
folikel rambut terpotong ya/tidak tidak
dasar luka garis/titik tidak teratur
sekitar luka Bersih Bisa lecet/memar

Tabel. 8.6 Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat


HEMATOM LEBAM MAYAT
Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan Pembengkakan (-)
Darah tidak mengalir Darah akan mengalir keluar dari
pembuluh darah yang tersayat
Penampang sayatan nampak merah Jika dialiri air penampang sayatan
kehitaman nampak bersih

LUKA TEMBAK

A. ARTI KLINIS LUKA TEMBAK


Dalam praktik banyak terdapat hal tentang luka tembak masuk pada tubuh
manusia. Seperti kita ketahui kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan subkutis.
Jika dilihat dari elastisitasnya, epidermis kurang elastis bila dibandingkan dengan
dermis.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 150


Kelim memar/contusio ring : Cacat pada epidermis (peluru menembus
tubuh) lebih luas dari dermis, sehingga diameter (d) luka pada epidermis
kurang lebih sama dengan (d) anak peluru, sedangkan (d) luka pada dermis
lebih kecil

B. JENIS SENJATA DAN AMUNISI


I. MACAM-MACAM JENIS SENJATA KECIL
A. Ada lima jenis senjata kecil:
1. Pistol
2. Senapan
3. Senapan tabur
4. Senapan sub-mesin
5. Senapan Mesin
Pada seluruh jenis senjata tersebut, terkecuali senapan tabur, terdapat rifling interior
pada larasnya.
B. Rifling adalah serangkaian alur pilin paralel yang memotong panjang
kaliber larasnya.
1. Metal yang ada diantara alur-alurnya disebut lands.
2. Jumlah alur bisa beragam mulai dari 2 sampai 20 dengan arah bidik sesuai arah
jam (kanan) atau sebaliknya (kiri).
a. Hampir semua pistol memiliki 5 atau 6 alur pilin ke kanan
Pada Colt alur pilinnnya adalah ke kiri.
b. Pada senapan centerfire, hampir semua senjata memiliki alur pilin ke arah
kanan dengan jumlah pilin antara 4 sampai 6.
c. Alur pilin senjata .22 rimfire umumnya ke kanan dengan jumlah
alur antara 4.5 atau 6.
3. Rifling mengimpartasikan putaran rotasi peluru ketika meluncur dalam laras.
Kegunaan putaran ini adalah untuk menstabilkan peluncuran peluru ketika
ditembakkan ke udara, dan menjaga kejatuhannya.

II. SENJATA API


Klasifikasi Senjata Api

Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan
mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi
melalui larasnya.

Proyektil yang dilepaskan dari suatu tembdapat tunggal, dapat pula tunggal
berurutan secara otomatis maupun dalam jumlah tertentu bersama – sama.1 Senjata api
dapat dikelompokan menjadi:

A. Berdasarkan Panjang Laras:

1. Laras pendek.
• Revolver, Mempunyai metal drum (tempat penyimpanan 6 peluru) yang berputar
(revolver) setiap kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada posisi
siap untuk di tembakkan.
• Pistol, peluru disimpan dalam sebuah silinder yang diputar dengan menarik
picunya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 151


Gambar 1. Senjata api laras pendek

Gambar 2. pistol semi otomatis Gambar 3. Revolver

2. Laras panjang
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan
peluru yang lebih panjang. Dibagi menjadi dua yaitu:
• Senapan tabur : Senapan tabur dirancang untuk dapat memuntahkan butir-butir
tabur ganda lewat larasnya, sedangkan senapan dirancang untuk memuntahkan
peluru tunggal lewat larasnya, moncong senapan halus dan tidak terdapat rifling.
• Senapan untuk menyerang: Senapan ini mengisi pelurunya sendiri, mampu
melakukan tembakan otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas magasin yang
besar dan dilengkapi ruang ledak untuk peluru senapan dengan kekuatan sedang
(peluru dengan kekuatan sedang antara peluru senapan standard dan peluru
pistol).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 152


Gambar 4. Senjata api laras panjang

B. Berdasarkan Alur Laras


1. Laras beralur (Rifled bore)
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam
laras dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter
anak peluru, sehingga anak peluru yang didorong oleh ledakan mesiu, saat melalui
laras, dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai porosnya, dan ini akan
memperoleh gaya sentripetal sehingga anak peluru tetap dalam posisi ujung
depannya di depan dalam lintasannya setelah lepas laras menuju sasaran. Alur laras
ini dibagi menjadi dua yaitu, arah putaran ke kiri (COLT) dan arah putaran ke kanan
(Smith and Wesson).

Gambar 5. Senjata api beralur

A. Senjata api dengan alur ke kiri


- dikenal sebagai senjata tipe COLT
- kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.36; 0.38; dan 0.45
- dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu
adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kiri bila dilihat dari basis
anak peluru.
B. Senjata api dengan alur ke kanan
- dikenal sebagai senjata api tipe SMITH & WESSON ( tipe SW )
- kaiber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.22;0.36;0.38;0.45; dan 0.46
- dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu
adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kanan bila dilihat dari bagian
basis anak peluru.
Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum tidak
dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver, oleh karena perkataan pistol itu
mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis,
sedangkan revolver berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar
bila tembakan dilepaskan. Dan oleh karena dokter tidak melihat peristiwa
penembakannya, maka yang hanya disampaikan adalah, misalnya: senjata api kaliber
0,38 dengan alur ke kiri.
2. Laras tak beralur atau laras licin (Smooth bore)
Senjata api jenis ini dapat melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak pada satu
kali tembakan. Contohnya adalah shot gun.
III. KALIBER
A. Kaliber sebuah senjata ditentukan oleh diameter moncong yang diukur dari land
ke land. Ketentuan ini tidak selalu diikuti bahkan kaliber yang ditetapkan untuk
sebuah senjata sangat perlu diperdebatkan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 153


B. Dalam sistem metrik yang digunakan di Eropa, kaliber senjata mengenali
diameter peluru dan panjang kelongsongnya dalam milimeter. Jadi sebuah
kelongsong ukuran 7.62 x 39 mm menembakkan peluru berukuran 7.62 mm
dalam diameter yang dilepaskan dari sebuah kelongsong peluru dengan panjang
39mm.
C. Istilah Magnum dalam pengertian sebuah pistol atau senapan, merujuk pada
kekuatan ekstra sebuah peluru yang didorong dengan kecepatan yang lebih
besar. Pada senapan tabur, istilah Magnum berarti meningkatnya berat mesiu
pellet atau butir-butir peluru tabur dengan kecepatan yang umumnya tidak
meningkat.
D. Kaliber sebuah senapan tabur dikenali liwat ukurannya. Ukuran yan paling
umum adalah 12, 16, 20 dan .410. Diameter moncongnya adalah:
1. 0729 inci untuk ukuran 12;
2. 0.615 inci untuk ukuran 20; dan
3. 0.410 inci untuk ukuran .410
E. Apakah senapan tabur itu berukuran 12, 16 atau 20, butir-butir peluru tabur
didorong kira-kira pada kecepatan yang sama. Perbedaannya, kelongsong
ukuran 12 menampung lebih banyak butir-butir peluru tabur daripada yang
berukuran 16 yang punya daya tampung butir-butir peluru tabur lebih dari yang
berukuran 20.

IV. AMUNISI
A. Amunisi senjata dengan putaran rotasi peluru dibagi dalam dua kategori yaitu
centerfire atau rimfire - tergantung lokasi primernya.
1. Pada peluru rimfire, komposisi primernya terletak pada bibir kelongsong peluru
dengan mesiu yang berhubungan dengan yang primer.
a. Pada saat penembakan, pemantiknya menghancurkan bibir
kelongsong peluru, meledakkan komposisi primernya,
menyulut bubuknya.
b. Saat ini amunisi rimfire hanya terbagi dalam tiga kaliber - 22
Short, 22Long Rifle dan 22 Magnum.
c. Amunisi rimfire bisa digunakan baik pada pistol maupun senapan.
2. Umumnya amunisi adalah pusat ledakannya (centerfire). Pada pusat peledakan
kelongsong, kesulitan pokok terletak pada bagian tengah dasar kelongsong.
Ketika ditembakkan, pemantiknya menghantam tengah-tengah dasar primer
yang memantik komposisi primer yang selanjutnya memantik mesiunya.
B. Kelongsong peluru biasanya terbuat dari kuningan, meskipun ada yang terbuat
dari aluminium dan baja.
1. Ketika diledakkan, kelongsong peluru mengandung gas dari hasil pemantikan
mesiu.
2. Kebanyakan peluru pistol bentuknya lurus sedang peluru senapan berbentuk
leher botol (bottle neck)
3. Pada amunisi komersial, kaliber dan nama pabrik pembuatnya dicap pada dasar
peluru.
4. Pada amunisi militer, nama pabrik dan tahun pembuatan amunisinya
(baik berbentuk tulisan maupun kode) dicap pada dasar peluru.
C. Mesiu yang digunakan dalam kelongsong peluru adalah mesiu tidak mengandung
asap, campuran dari nitrocellulose, dimana nitroglycerin bisa ditambahkan ataupun
tidak ditambahkan. Ujud mesiu di Amerika Serikat umumnya adalah:
1. disk (flake atau serpihan) atau bola dalam pistol dan senapan tabor
2. silindrikal atau mesiu bola pada senapan laras panjang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 154


D. Pelor merupakan bagian dari peluru yang lepas dari moncongnya ketika senjata
ditembakkan
1. Oleh karena velositasnya yang tinggi, pusat penembak pelor senjata
harus terbungkus metal baik secara penuh ataupun sebagian.
a. Pada umumnya pembungkusnya terbuat dari tembaga atau copper
alloy tetapi bisa juga dari baja
b. Matanya terbuat dari timah tetapi untuk peluru-peluru militer bisa
dari leburan baja atau gabungan keduanya.
2. Amunisi yang sepenuhnya terbungkus metal - pembungkusannya menyelubungi
pucuk dan sisi-sisi pelurunya.
3. Semua amunisi militer, termasuk amunisi pistol, haruslah berbungkus metal
secara penuh.
4. Pada amunisi semi-jacket, ada mata timah dengan bungkus tembaga menutupi
sisi-sisinya dan biasanya dasar pelurunya dengan mata yang menonjol pada
ujungnya.
5. Sebagai kebiasaan, peluru timah digunakan pada revolver; peluru berbungkus
metal penuh digunakan pada pistol otomatis.
6. 6. Saat ini amunisi pistol umunya menggunakan peluru semi-jacket, iasanya
dengan rancangan pucuk yang kosong, baik disengaja untuk dipasang pada
revolver maupun pistol otomatis.
7. Amunisi .22 Short dan Senapan Laras Panjang (long rifle) dipasang dengan
pelor timah; amunisi Magnum .22 beramunisi jacket metal penuh atau semi-
jacket.
8. Konfigurasi pelurunyapun bervariasi
a. Amunisi pistol biasanya:
i. moncong bulat
ii. potongan semi-wad
iii. hollow point atau
iv. wad cutter (berbentuk silindris)
b. Amunisi senapan centerfire:
i. full metal jacket atau
ii. semi-jacket
iii. dengan ujung spitzer atau pucuk bulat
E. Hampir semua badan senapan tabur dibuat dengan sekam plastik dan kepala
kuningan dengan pucuk yang mengatup
1. Dibalik ujung yang sobek terdapatlah pellet atau butir-butir peluru
tabur (tembakannya), lalu gumpalan dan bubuk.
2. Pabrik yang berlainan menggunakan bahan gumpalan serta desain gumpalan
yang berbeda pula. Ukuran dan pabrik pembuat amunisi dapat dikenali liwat
gumpalan yang diambil
2. Federal dan Remington menggunakan gumpalan plastik sedang Winchester
punya ciri-ciri khas yaitu menggunakan gumpalan dari kertas maupun
cardboard. Tetapi ada beberapa produk Winchester yang menggunakan
gumpalan plastik.
a. Pellet yang digunakan untuk berburu burung atau binatang-binatang kecil
disebut birdshot. Diameter pellet atau butir-butir peluru tabur birdshot
bervariasi
b. Pellet yang digunakan polisi untuk bela diri dan pengejaran
disebut buckshot.
o buckshot yang paling umum digunakan adalah #4 dan 00;
o buckshot #4 berdiameter .24 inci;
o yang 00 berdiameter .33 inci;

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 155


o Ciri-cirinya, buckshot dipasang dengan bungkusan serbuk putih
bahan plastik yang ketika ditembakkan akan dikeluarkan bersamaan
dengan buckshot dan gumpalan.
F. Sementara, umumnya muatan untuk senapan tabur mengandung birdshot atau
buckshot, tetapi ada juga yang bermuatan gotri senapan
1. Peluru gotri senapan tabur sungguh-sungguh adalah misil timah yang besar :
a. berbentuk peluru seperti peluru gotri American Foster
b. Peluru gotri Brennekedari Eropa mirip dengan peluru gotri Foster hanya saja
diberi gumpalan cardboard yang menempel pada alasnya, atau:
c. jam pasir (hourglass) berbentuk bulat sabot
2. Serangkaian tulang siku dan alur pilin terdapat di sepanjang permukaan peluru
gotri American Foster maupun Brenneke.
3. 3 Berat peluru gotri ini berkisar antara kira-kira 350 sampai 490
grain (kesatuan berat di Inggris) tergantung ukuran.
4. Peluru gotri sabot punya konfigurasi jam pasir dan terbungkus dalam dua buah
plastik
a. Seluruh himpunan, dua buah plastik yang menyelimuti peluru gotri berikut
peluru gotrinya meluncur keluar melalui larasnya.
b. Sementara keluar, kedua buah plastiknya terlepas dan misil jam pasirnya
terus meluncur menuju sasarannya

V. PERBANDINGAN BALISTIK PELURU


A. Peluru
1. Ketika sebuah peluru ditembakkan melalui larasnya, penembakan meninggalkan
dua jenis tanda pada peluru:
a. karakteristik kelas dan
b. karakteristik individual
2. Karakteristik Kelas adalah pembuatan dan model senapan, contohnya, jumlah
lands dan alur pilin; kepadatan pilin; kedalaman alur pilin serta arahnya.
3. Karakteristik Individual adalah tanda-tanda yang dibuat pada peluru oleh
ketidaksempurnaan dalam laras yang hanya ada pada laras individual itu sendiri.
Tanda-tanda inilah yang dipakai para penyelidik senjata untuk mengenali peluru
yang ditembakkan oleh senjata tertentu.
B. Kelongsong Peluru
1. Kelongsong peluru juga punya tanda-tanda yang berasal dari
pemantik, pelontar dan juga dari magasin.
2. Tanda-tanda ini dapat dipakai untuk mengenali asal kelongsong peluru senjata
yang spesifik.
3. Kadang-kadang, sidik jari dapat ditemui pada kelongsong peluru yang
telah ditembakkan.
C. Sidik jari pada senjata, khususnya pistol umumnya jarang dipakai. Jadi, rekomendasi
sidik jari pada sebuah senjata, umumnya tidak menguntungkan.

C. MEKANISME LUKA TEMBAK


Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik
seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi
dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada
absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta
gangguan mekanik yang lainya.3,4 Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong
peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 156


terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih
besar dari diameter peluru.
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan
seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona
disekitar luka.4 Dengan adanya lesatan peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk
rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan
diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil
sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan
konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek
luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan
adanya kerusakan sekunder seperti infark atau infeksi.

Gambar 6. Mekanisme luka tembak

D. KLASIFIKASI LUKA TEMBAK


1. Luka Tembak Masuk:
• luka tembak tempel
• luka tembak jarak dekat
• luka tembak jarak jauh
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 157


Tabel. Perbedaan luka tembak masuk dan keluar
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Ukurannya kecil (berupa satu Ukurannya lebih besar dan lebih tidak
titik/stelata/bintang), karena peluru teratur dibandingkan luka tembak
menembus kulit seperti bor dengan masuk, karena kecepatan peluru
kecepatan tinggi berkurang hingga menyebabkan
robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam Pinggiran luka melekuk keluar karena
karena peluru menmebus kulit dari peluru menuju keluar.
luar
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa Tidak ada
oleh peluru yang masuk.
Pada luka bisa tampak hitam, Tidak ada
terbakar, kelim tato atau jelaga.
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka Tampak seperti gambaran mirip
bagus bentuknya. kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang Tidak ada
akibat adanya zat karbon monoksida.
Disekitar luka tampak kelim ekimosis. Tidak ada
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis Tidak ada
aktivitas netron mengungkapkan
adanya lingkaran timah / zat besi di
sekitar luka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :


• Jenis peluru
• Kecepatan peluru
• Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
• Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk

Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan


1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan
kulit :
ó Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami
laserasi
ó Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi karena
bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar.
ó Rambut di sekitar luka hangus.
ó Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata.
ó Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di
sekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat
bagian kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
ó Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
ó Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 158


ó Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
ó Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.

3. Tembakan jarak jauh


ó Jaraknya adalah di atas 45 cm.
ó Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
ó Kehitaman atau kelim tato tidak ada
ó Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan gesekan pada lubang
tempat masuk dan menyebabkan lecet, maka di sebut kelim lecet.

Deskripsi Luka Tembak


1. Lokasi
ó jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis
pertengahan tubuh
ó lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
ó ukuran dan bentuk
ó lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
ó luka bakar
ó lipatan kulit, utuh atau tidak
ó tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
ó grains powder
ó deposit bubuk hitam, termasuk korona
ó tattoo
ó metal stippling
4. Perubahan
ó oleh tenaga medis
ó oleh bagian pemakaman
5. Track
ó penetrasi organ
ó arah
ó kerusakan sekunder
ó kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
ó titik penyembuhan
ó tipe misil
ó tanda identifikasi
ó susunan
7. Luka keluar
ó lokasi
ó karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Efek Luka Tembak


Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran yaitu
tubuh korban, maka pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang
diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut.Adapun komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan
adalah:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 159


• anak peluru
• butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
• asap atau jelaga
• api
• partikel logam

Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang
melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan
dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban,
maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata
yang tidak beralur (smooth bore), maka komponen yang keluar adalah anak peluru
dalam satu kesatuan atau tersebar dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri juga
dapat menimbulkan kelainan dalam bentuk luka.Komponen atau unsur-unsur yang
keluar pada setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh
korban sebagai berikut:
1) Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
• Kecepatan
• Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh
• Bentuk dan ukuran peluru
• Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk
Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan
luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya
lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru
mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar.
Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena
tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase
diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan
jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong; hal tersebut
disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian.
Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru:
a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang
b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan
c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle
bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi
kelim lecet (abrasion ring)
d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala
arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk
lubang yang lebih besar dari diameter peluru
e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang
terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari
jaringan
f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang
terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah
g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari
bentuk kelim lecet
h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah
tersebut
i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan
kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak
(grease ring/ grease mark)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 160


j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka
yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas
besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas
yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga
robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang
luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya
peluru
l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan
dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze

Gambar 13. Bullet graze


m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan
luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound
2) Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling
a. Butir – butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke
dalam kulit
b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik-bintik
hitam dan bercampur dengan perdarahan
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam
tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar
d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm
e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat,
tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less
powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan
gravid

Gambar 14. Powder tattoing


3) Akibat asap (smoke effect): jelaga

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 161


a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap
atau jelaga
b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%) nitrogen 35%,
CO 10%, hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 % serta sedikit oksigen dan methane
c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit
d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm
e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit,
sehingga bila dihapus akan menghilang.
4) Akibat api (flame effect): luka bakar
a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan
mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring)
b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar
c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan
untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm
5) Akibat partikel logam (metal effect): fouling
a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru
bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai
akibat pergesekan tersebut
b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka
terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban
c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban.
6) Akibat moncong senjata (muzzle effect): jejas laras
a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang
erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact)
b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh,
dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang)
c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan
mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan
moncong senjata
d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan moncong senjatanya
dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi
e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan
pada soft contact, jejas laras sebetulnya luka lecet tekan tersebut akan tampak
sebagian sebagai garis lengkung
f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tato, oleh
karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir
mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga
terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tato.
7) Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk
Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan pakaiannya cukup
tebal, maka dapat terjadi:
• Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian
• Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian
• Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke dalam lubang luka
tembak

F. DESKRIPSI LUKA TEMBAK


Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung
pada besarnya potensi seorang korban meninggal. jika korban masih hidup, deskripsi
singkat dan tidak terlalu detail. dokter mempunyai tanggung jawab yang utama untuk
memberikan penatalaksanaan gawat darurat. membersihkan luka, membuka dan
mengeksplorasi, debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 162


penting dari merawat pasien bagi dokter. penggambaran luka secara detail akan
dilakukan nanti, setelah semua kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. oleh karena
singkatnya waktu yang dimiliki untuk mempelajari medikolegal, seringkali dokter
merasa tidak mempunyai kewajiban untuk mendeskripskan luka secara detail. deskripsi
luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari : lokasi luka, ukuran dan bentuk
defek, lingkaran abrasi, lipatan kulit yang utuh dan robek, bubuk hitam sisa tembakan
(jika ada), tato (jika ada), dan bagian yang ditembus/dilewati.1,3,4 penatalaksanaan luka,
termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut, pembalutan, drainase, dan
operasi perluasan luka.
Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. meskipun
demikian, tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat
darurat dari pihak lain. sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-
orang yang mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung
jawab untuk menerimanya. di lain pihak, tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan
sudah disiapkan untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain.
penting untuk mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh
korban, untuk mengetahui gambaran luka.
a. Jarak tembakan
efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam
keilmuan forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan.
perkiraan tersebut memiliki kepentingan sebagai berikut : untuk membuktikan atau
menyangkal tuntutan; untuk menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh
diri; membantu menilai ciri alami luka akibat kecelakaan. meski kisaran jarak
tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat
diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh. 1,3,4
b. Arah tembakan
luka tembak yang tepat akan membentuk lubang yang sirkuler serta perubahan warna
pada kulit, jika sudut penembakan olique akan mengakibatkan luka tembak
berbentuk ellips, panjang luka dihubungkan dengan pengurangan sudut tembak.
senapan akan memproduksi lebih sedikit kotoran, kecuali jika jarak dekat. petunjuk
ini berguna untuk pembanding dengan shotgun. luka tembak yang disebabkan
shotgun dengan sudut olique akan membentuk luka seperti anak tangga. jaringan
juga berperan serta dalam perubahan gambaran luka karena adanya kontraksi otot.

G. CARA PENGUKURAN JARAK TEMBAK DALAM VISUM ET REPERTUM


Bila pada korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras,
kelim api, kelim jelaga atau kelim tato, maka perkiraan penentuan jarak tembak tidak
sulit. Kesulitan timbul bila tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet.1 Bila
terdapat kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 30 cm, kelim
tato berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60 cm dan seterusnya.
Sedangkan kelim api menunjukan bahwa korban ditembak dari jarak yang sangat dekat
sekali, yaitu maksimal 15 cm.

(A) (B)
C C

A B A B

D D

D
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 163
D

(C) Aα

B C

Keterangan Gambar
1. (A) anak peluru yang masuk sesara tegak lurus dapat diketahui dari perkiraan
diameter anak peluru adalah AB-CD.
(B) Anak peluru masuk dengan pembentukan sudut, besarnya sudut tersebut (sinus),
adalah CD/AB. Arah anak peluru diketahui dari kelim lecet yang tersebar.
(C) Bila AB adalah jarak antara tumit/lantai dengan luka tembak masuk diketahui
demikian pula besarnya sudut masuknya, dengan demikian jarak BC dan panjangnya
AC dapat di hitung, sisi miring pada segitiga ABC tidak lain adalah merupakan lintasan
anak peluru.

B è kaliber

b
a
Sin α = b/a

Keterangan gambar :
(A) Besarnya sudut masuk anak peluru dan kaliber diameter dari anak peluru seperti
yang dimaksud dalam gambar di atas besarnya sudut masuk (sinus) b/a sedangkan
kaliber dari anak peluru adalah b.
(B) Cara melakukan pengukuran di dalam memeriksa kasus penembakan, diukur
dengan mengambil patokan tumit dan garis tengah tubuh melalui tulang punggung
untuk memperrkirakan arah tembakan dari luar depan atau belakang atau samping dan
sudutnya.

H. PEMERIKSAAN KHUSUS PADA LUKA TEMBAK MASUK


Pada beberapa keadaan, pemeriksaan terhadap luka tembak masuk, sering
dipersulit oleh adanya pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 164


dilakukan dengan baik.Untuk menghadapi penyulit pada pemeriksaan tersebut dapat
dilakukan prosedur sebagai berikut:
• Luka tembak dibersihkan dengan hydrogen-peroxide 3%
• Setelah 2-3 menit luka tersebut dicuci dengan air, untuk membersihkan busa yang
terjadi dan membersihkan darah.
• Dengan pemberian hydrogen-peroxide tadi, luka tembak akan bersih dan tampak
jelas, sehingga deskripsi luka dapat dilakukan dengan akurat.
• Selain secara makroskopik, dapat juga dengan pemeriksaan khusus: pemeriksaan
mikroskopik, pemeriksaan kimiawi, dan pemeriksaan radiologik.
a) Pemeriksaan Mikroskopik
Perubahan yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu: trauma mekanik dan
termis, pada luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat perubahan mikroskopis
yang terjadi adalah:
• Kompresi epitel, disekitar luka tampak epitel yang normal dan yang mengalami
kompresi, elongasi, dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti
sel
• Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan butir-butir
mesiu
• Epitel mengalami nekrosis koagulatif, epitel sembab, vakuolisasi sel-sel basal
• Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan lebih
banyak mengambil warna biru (basophilic staining)
• Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling
dominan, dan adanya butir-butir mesiu)
• Sel-sel pada dermis intinya mengerut, vakuolisasi dan piknotik
• Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam atau
hitam kecoklatan
• Pada luka tembak tempel “hard contact”, permukaan kulit sekitar luka tidak
terdapat butir-butir mesiu atau hanya sedikit sekali; butir-butir mesiu akan tampak
banyak pada lapisan bawahnya, khususnys di sepanjang tepi saluran luka
• Pada luka tembak tempel “soft contact”, butir-butir mesiu terdapat pada kulit dan
jaringan di bawah kulit
• Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada
permukaan kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit
b) Pemeriksaan Kimiawi
• Pada “black gun powder” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfas,
sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat
• Pada “smokeless gun powder” dapat ditemukan nitrit, dan selulosa-nitrat
• Pada senjata api yang modern, ditemukan timah, barium, antimony, dan merkuri
• Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari peluru sendiri dapat
ditemukan timah, antimon, nikel, tembaga, bismuth, perak, dan thalium
• Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, di dalam
atau di sekitar luka
• Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang
menggenggam senjata
c) Pemeriksaan dengan Sinar-X
Pemeriksaan radiologik ini umumnya untuk memudahkan dalam mengetahui letak
peluru dalam tubuh korban.
• Pada “tandem bullet injury” dapat ditemukan dua peluru walaupun luka tembak
masuknya hanya satu.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 165


• Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka dapat dipastikan
bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “shotgun”, yang tidak beralur,
dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet.
• Bila pada tubuh korban tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata
api jenis “rifled”.
• Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak,
sehingga pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan radiologik ini akan dengan
mudah menentukan kasusnya, yaitu dengan ditemukannya anak peluru pada foto
rontgen
d) Pemeriksaan baju pada korban luka tembak
Pemeriksaan korban luka tembak tidak lengkap tanpa pemeriksaan defek baju yang
dibuat oleh peluru.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak masuk
• Serat-serat pakaian akan terdorong ke dalam.
• Bila ditembakan dari jarak dekat atau jarak sangat dekat, dapat terlihat pengotoran
bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar dan
akibat jelaga yang menempel pada pakaian.
• Bila senjata dirawat dengan baik maka di tepi dan di bagian pakaian yang robek
terdapat pengotoran oleh minyak pelumas yang berwarna kehitaman.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak keluar1,9
• Serat-serat pakaian akan terdorong keluar.
• Di pinggir atau di sekitar robekan mungkin didapatkan pengotoran oleh darah,
atau jaringan tubuh korban yang hancur dan terbawa keluar. Seperti otak atau
serpihan tulang.
• Tepi lubang pada pakaian tampak terangkat, hal ini menunjukkan bahwa peluru
keluar melalui lubang tersebut.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 166


Tambahan Luka Tembak
LUKA TEMBAK
Agus Moch. Algozi
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Seorang dokter tidaklah harus perlu menguasai secara mendetail ilmu balistik,
yang sangat kompleks sehingga memerlukan keahlian khusus, tetapi setidak-tidaknya
dasar-dasar ilmu ini harus dikuasai sehingga apabila suatu ketika dijumpai kasus luka
tembak, dapat melakukan pemeriksaan dan membuat interpretasi secara benar.
Apabila kita memeriksa korban luka tembak beberapa hal harus dikerjakan a.l:
- Pengamanan dan pengumpulan barang bukti
- Mengenali apakah itu suatu luka tembak
- Jumlah dan lokasi luka pada pakaian/tubuh
- Memperkirakan jarak dan arah/sudut tembakan
- Jumlah tembakan yang dilepaskanmenentukan ada tidaknya tanda-tanda khas
pada korban bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan
- Menentukan luka yang menjadi penyebab kematian
- Mencari anak peluru/gotri dan benda-benda asing lainya dari tubuh korban
- Pemeriksaan khusus a.l : sidik jari, golongan darah, histo patologi, dll
- Membuat laporan otopsi – visum et repertum
Dokter juga diminta untuk menyatakan apakah suatu senjata itu dapat menjadi
penyebab terjadinya luka tersebut. Untuk itu dokter perlu tahu beberapa hal dasar
tentang elemen balistik

ELEMEN BALISTIK
Macam senjata api
Biasanya hanya senjata ringan atau kecil yang dipakai tindak pidana atau
kekerasan. Macam senjata dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Smooth bored
Bore atau bagian dalam dari larasnya, sama sekali licin dari ujung ke ujungnya.
Diameter dari borednya dapat mengecil atau “choked” kearah moncongnya,
dengan maksud supaya gotrinya lebih lama mengumpul. Senjata type ini
menembakkan gotri-gotri bulat dari timah (seperti gotri untuk mengukur beret
jenis), dan biasanya digunakan untuk olahraga dengan daya tembak kurang dari
50 m.
2. Rifled
Bagian dalam bore ditakik dengan sejumlah alur “spiral groves” yang masing-
masing berjalan paralel, tetapi memutar secara spiral dari bagian belakang
(breech) ke moncongnya. Penonjolan diantara alur itu disebut “land”. Senjata
jenis ini menembakkan satu anak peluru tunggal yang diorong keluar oleh
letusan pembakaran mesiu dan diberi gerakan memutar-spiral, karena putaran
dari “land” yang mencekam dan membentuk goresan-goresan sejajar pada badan
anak peluru. Ini menimbulkan gerakan gyroscopic yang membuat peluru tetap
lurus sampai sekitar 1 km.

SHOTGUN
Senjata “smooth bored” juga disebut “shotgun” suatu term yang terbatas
digunakan untuk senjata api yang menembakkan gotri-gotri “shot”, yang sekarang
hampir semua berbalas panjang.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 167


Pada umumnya berlaras ganda disusun berdampingan, yang kanan merupakan
silinder penuh, yang kiri “ckoked” menyempit.
Senjata ini dapat “dipatahkan” atau “dibuka” pada engsel pada “breech”
sehingga selongsong kosong dapat dikeluarkan.
Amunisi shotgun :
Peluru shotgun terdiri dari selongsong yang bervariasi. Ada yang terbuat dari
logam, karton, atau plastik. Bagian dasarnya berpinggiran rimmed, berfungsi supaya
selongsong itu tidak bergerak ke depan masuk ke dalam laran dan menyumbat senjata
itu. Tutup pada bagian dasarnya berisi sedikit mesiu disebut “primer cup” atau “central
firing cup” yang akan meledak apabila diketuk oleh “triger hammer”. Bagian dalam
selongsong berisi mesiu, wad dan gotri-gotri. Umumnya mesiu yang dipakai adalah
“smokeless powder”. Bila mesiu dalam central cap terbakar maka selongsong juga ikut
terbakar dan tekanan yang timbul menyebabkan terdorongnya wad dan gotri-gotri
disertai nyala api, asap mesiu yang setengah/ tidak terbakar.
Anak peluru penabur-shotgun ini ada dua macam:
- Anak peluru penabur besar-buck shot, loper
- Anak peluru penabur kecil-bird shot, hagel
Gotri-gotri dari shotgun mempunyai ukuran dan berat tertentu, tetapi setelah dtembakan
karena bentuknya berubah, maka sukar untuk mengukurnya. Yang dapat dikerjakan
menimbangnya dan dari beratnya dapat ditentukan tipe dari shotgun tersebut.
Kaliber shotgun:
Pada umumnya kaliber suatu senjata diukur dari ukuran diameter bagian dalam
dari laras dinyatakan dalam decimal dari inchi (diinggris). Contoh: .22, .33, .45 inch.
Sekarang digunakan metrik system. Contoh 6.35. 8.0, 9.3 mm.
Pada “smooth bored” shotgun cara pengukuran kaliber seperti diatas ini hanya
sampai maksimal 5 inch (1.27 cm). Lubang laras yang lebih besar dari ini dinyatakan
dengan pengukuran yang lebih kuno yaitu:
“jumlah bola-bola padat dari timah murni, masing-masing tepat sesuai dengan bagian
dalam laras, yang berbobot satu pound”.
Jadi apabila 12 timah berbobt 1 pound itu masing-masing dapat tepat masuk dalam laras
suatu senjata , maka senjata itu dikatakan berkaliber 12 bore.
Senjata lebih kecil tentu jumlah gotri yang dapat dibuat dari 1 pound timah akan lebih
banyak, sampai memcapai 20 disebut berkaliber 20 bore. Suatu senjata shotgun yang
besar “elephant” berkaliber 6 atau 8 bore.
RIFLEDGUN
Ada dua type:
- Kecepatan rendah : laras pendek (pistol, revolver)
Daya tembak 350- 550 meter
Kekuatan ledakan 4- 6 ton
Kecepatan peluru waktu keluar 700- 1000 km/jam
- Kecepatan tinggi : laras panjang disebut juga “rifles”
e.g : Remington, Winchester 70
daya tembak 2000- 3000 meter
kekuatan ledak 20 ton
kecepatan peluru waktu keluar 1000- 4500 km/jam

Seperti telah diterangkan diatas senjata type ini mempunyai “land” dan
“grooves” pada bagian dalam larasnya, ini dinamakan rifling, diukur jarak antara dua
dataran land yang berhadapan dinyatakan dalam per seratus inch. Senjata beralur ini
umumnya berkaliber .22, .25, .32, .38, dan .45.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 168


Dari senjata laras pendek perlu dikenal :
Ø Revolver
Jenis senjata ini mudah dikenal dengan adanya metal drum yaitu tempat
penyimpanan peluru (umumnya untuk 6 peluru) yang berputar (revolve) setiap kali
trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada posisi siap untuk ditembakkan.
Contoh : .22 cal Iver Jhonson, .38 cal S & W dipakai polisi.
Ø Pistol
Pelurunya diletakkan dalam suatu kotak logam, disebut magazine yang terletak di
bawah breech. Setiap kali trigger ditarik peluru dalam breech ditembakkan dan
selongsongan yang sudah kosong akan dilontarkan keluar secara otomatis oleh suatu
ekstrator yang dioprasikan oleh gas yang dilepaskan, dan pada saat yang bersamaan
suatu mekanisme pegas akan mendorong peluru berikutnya ke dalam suatu breech
siap untuk ditembakkan.
Mekanisme ini menyebabkan pada selongsongan kosong yang telah ditembakkan,
mengandung cacat yang spesifik untuk sesuatu senjata yang menembakkannya, hasil
daripada “chamber”, “hammer”, “breech face” dan “ejetor”.
Ø Laras
Senjata laras panjang
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan
peluru yang lebih panjang.
Ø Peluru
Anak peluru tunggal mempunyai macam-macam bentuk a.l : flat nose, roun nose,
hollow point, spine dan spitzer.
Pistol dan revolver modern mempunyai dua macam anak peluru :
- Solid metal bullet terbuat dari lead yang dicampur tin dan antimony
- Composite bullet terbuat dari lead pada bagian tengahnya/inti dengan suatu
mantel/jaket pada bagian luarnya terbuat dari logam yang lebih keras, seperti
baja, cupro-nikel, copper zine nikel, copper zine alloy.
Anak peluru khusus
- Anak peluru dum dum; anak peluru dimana ujungnya dibelah empat sehingga
akan mengembang akibat gerak gyroskopik dengan tujuan menimbulkan
kerusakan/luka yang besar.
- Anak peluru granat; anak peluru berisi mesiu, sehingga akan meledak apabila
mengenai sasaran.
- Light bullet;bila ditembakkan anak peluru ini akan mengeluarkan cahaya,
dengan tujuan melihat sasaran lebih jelas pada malam hari.
- Anak peluru latihan; terbuat dari kayu, pada jarak dekat berbahaya.
- Anak peluru tandem; anak peluru yang busung tersangkut dalam laras terdorong
oleh anak peluru berikutnya, dan terbang bersama-sama. Ciri-cirinya: anak
peluru dibagian depan pantatnya cekung akibat desakan anak peluru
dibelakangnya.
Ø Mesiu
Macam mesiu :
- Mesiu hitam : - black powder
Terdiri dari S, C dan NO3
- Mesiu berasap sedikit : - smokeless powder.
Terdiri dari nitroglyeerine = dinamit
- Knalkwik – fulminating mercury :
- HgC2N2O2
Mudah meledak kalau kena gesekan/tersentuh ; digunakan untuk isi
primer.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 169


PROSES TEMBAKAN
Pada Sebagian besar senjata api kecil siklus tembakan dikerjakan secara
manual.Pada sebagian senjata ada yang menggunakan sebagian tenaga yang dihasilkan
dari letusan untuk menjalankan siklus berikutnya.
Suatu senjata dikatakan “fully automatic” atau senjata otomatis apabila terus menerus
menembak secara berkala selama trigger picunya ditekan,sedang apabila masih
diperlukan penarik picu pada setiap siklus maka senjata itu disebut “semi automatic”
atau “autoloader”.
Urutan proses suatu tembakan
1. Feeding
2. Chambering
3. Locking
4. Firing
5. Obturation
6. Unlocking
7. Extraction
8. Ejection
9. Cocking
Proses diatas akan menimbulkan cacat/goresan pada selongsong yang sifatnya khas
untuk suatu senjata.

PEMERIKSAAN KORBAN LUKA TEMBAK


1. Pemeriksaan di tempat kejadian Perkara (TKP)
Dari pemeriksaan di TKP dapat di peroleh gambaran tentang cara kematian.
Apakah kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Disamping tugas rutin seorang dokter pada pemeriksaan TKP seperti
menentukan korbah sudah meninggal atau belum, perkiraan saat kematian, cara
kematian dll.
Ada beberapa hal yang perlu dikerjakan:
1. Memeriksa keadaan sekitar TKP:
- Lokasi tembakan hutan/kamar tertutup/tempat hiburan
- Ditemukan senjata, anak peluru/selongsong atau tidak.
2. Mengamankan barang bukti
- Sebelum menyentuh sesuatu dilakukan pemotretan lebih dahulu
- Memegang senjata pakai sarung tangan
- Pakaian korban jangan di ganggu
3. Mencatat penemuan-penemuan pada pemeriksaan
- Membuat sketsa/foto TKP
- Catat nomor buatan serta type senjata yang di temukan
- Jumlah luka tembak masuk/keluar
4. Mencari/mengumpulkan barang bukti
- Dari pemeriksaan pendahuluan pada senjata dan luka-luka pada tubuh
korban mendorong kita untuk mencari anak peluru/selongsong dll
- Harus hati-hati tidak boleh menambah goresan/ cacat dan simpan dalam
kotak dari karton
5. Memberi bantuan/ petunjuk pada petugas penyidik
- Menentukan perkiraan saat kematian, jarak, sudut, posisi korban
- Memindahkan tubuh korban ke RS, dibungkus plastic
- Apabila korban masih hidup, harus dimintakan perhatian khusus pada
petugas yang mengawal korban ke RS untuk tidak membuang pakaian
korban
- Membuat fota dari luka-luka yang ada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 170


- Menyimpan semua benda asing yang di temukan
2. Pemeriksaan Luka tembak pada tubuh korban
Meskipun kelihatannya tidak terlalu sulit untuk menginterpretasikan suatu luka
tembak, pada beberapa kasus kadang-kadang sulit. Untuk itu tidaklah cukup
hanya dengan mempelajari dari buku saja, pengalaman praktis sangat diperlukan
untuk melakukan pemeriksaan/ interpretasi suatu luka tembak.
Karakteristik suatu luka tembak:
Agar supaya memahami bermacam-macam luka tembak maka adalah pentik
untuk mengetahui mekanisme suatu tembakan dan komponen-komponen yang
ditimbulkan.
Sesaat setelah pemetik/trigger suatu senjata api ditarik maka mula-mula primer
akan meletus akibat panas yang ditimbulkan oleh pukulan dari “firing pin”, yang
mana ini kemudian akan menyalakan mesiu dan selongsong. Bersamaan dengan
meletusnya peluru akan keluar laras ialah: gas panas, asap, nyala api, sisa mesiu
setengah/tak terbakar, fragmen metal, anak peluru/gotri dan pada shotgun juga
ikut keluar” wad” yang pada jarak dekat dapat menimbulkan luka.

Untuk memahami suatu luka tembak baiklah kita tinjau efek dari komponen
komponen tersebut pada tubuh korban:
a. Efek nyala api à luka bakar
Jarak tempuh nyala api adalah sekitar 15cm, pada pistol dan revolver kadang-kadang
hanya mencapai 7,5 cm. jadi kalau orang di tempak pada jarak kurang dari 15 cm,
maka dapat ditemukan efek dari nyala api berupa: luka bakar pada kulit, rambut
mongering terbakar.
b. Efek asapà noda-noda kotor
Pembakaran mesiu menimbulkan gas-gas seperti CO2, N, CO, H2S, H2 dan sedikit
methane dan oksigen. Pada smokeless powder gas-gas yang ditimbulkan jauh lebih
sedikit dari pada blackpowder. Jarak tempuh asap tidaklah sejauh mesiu, dan hanya
menempelkan pada permukaan sehingga dapat dihapus dengan menggosok atau
mencuci. Efek asap ini masih dapat erlihat pada jarak tembakan sampai 30 cm.
c. Efek mesiu Tatto atau stippling
Mesiu apabila terbakar akan menimbulkan gas-gas panas dan sisa-sisa mesiu yang
sebagian terbakar dan tak terbakar yang terdiri dari : nitrit dan cellulose nitrates
bercampur dengan karbon atau graphite pada mesiu tipe smokeless. Sedangkan pada
black gun powder residunya terdiri dari : nitrite thiocynate, thiosulphate, potasium
carbonate, pottasium sulphate dan pottasium sulphide.
Efek yang ditimbulkannya tergantung dari tipe senjata apinya, amunisinya dan jarak
tembaknya. Apabila senjata tersebut ditempelkan , partikel itu akan memasuki
jaringan dan dapat menimbulkan perdarahan didalam.
Apabila jarak tembaknya bertambah maka penyebaran partikel juga bertambah.
Partikel dari mesiu yang tak terbakar atau sebagian terbakar akan lebih berat dari
asap, akan menempuh jarak dan menimbulkan bekas kadang-kadang sampai jaringan
yang dalam, sebgan pada jaringan dermis, sebagian pada epidermis Partikel yang
tertanam dalam dermis dan epidermis dapat dilihat pada pemeriksaan luar dan ini
disebut tatto atau stippling.
Partikel yang tertanam dalam dermis, tidak dapat dihapus dengan mengusap aau
mencuci kulit, sedangkan yang melekat pada epidermis dapat dihapus dengan
mengusap memakai tekanan. Jarak tempuh partikel tersebut adalah kurang dari 60
cm tergantung tipe senjatanya.
d. Efek anak peluru Luka tembak masuk dan luka tembak keluar.
Bentuk dari suatu luka tembak bermacam-macam, tergantung dari beberapa faktor
seperti : kecepatan, posisi dan besar/bentuk anak peluru.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 171


Peluru berkecepatan tinggi akan menimbulkan kerusakan lebih besar, faktor lain
yang terpenting ialah kepadatan jaringan. Jadi peluru yang menembus tulang
menimbulkan kerusakan besar, organ-organ berongga yang berisi cairan seperti
jantung, vesica urinaria, ventrikel otak menunjukkan kerusakan yang besar karena
kekuatan hydrostatik yang ditimbulkan oleh anak peluru yang melalui rongga
tersebut mendorong cairan kesegala arah.

Mekanisme timbulnya lubang luka tembak masuk di kulit


Apabila peluru menghanta ulit, ia akan mendorong kulit sedemikian sehingga
melapaui daya reggang kulit dan kulit akan robek. Akibat adanya rifling dari laras maka
anak peluru bergerak berputar dan ini tidak hanya menyebabkan lubang luka tembak
masuk berbentuk bulat, tetapi juga menimbulkan suatu gelang kontusi/lecet disekitar
lubang luka. Pada waktu anak peluru melewati luka, diameter luka lebih besar dari
diameter anak peluru. Karena elastisitas kulit, maka sesudah anak peluru lewat ulit akan
mengkerut, sehingga diameternya lebih kecil.
Luka tembak masuk berbentuk bulat apabila peluru mengenai kulit posisinya
tegak lurus, kecuali apabila ada tulang tebal di bawah kulit atau pada luka tembak
kontak. Pada keadaan ini tulang akan menghalangi masuknya gas-gas sehingga gas akan
berbalik keluar dan menyebabkan robekan pada kulit sekitar lubang.
Pada tembakan tegak lurus akan terdapat suatu gelang kontusi yang rata sekitar
luka, sedangkan pada tembakan miring maka lubang luka tembak masuk mungkin bulat
atau oval tetapi konfigurasi dari gelang kontusinya berbeda. Gelang kontusinya akan
berbentuk oval dengan bagian yang tebal menunjukkan arah datangnya peluru, sebab
peluru akan menyentuh dan menimbulkan lecet dahulu sebelum menembus kulit.
Seringkali luka tembak masuk akan menunjukkan bercak keabuaan ditepinya
yang disebabkan karena jelaga dari laras dan dari anak peluru yang terusapkan pada
waktu peluru menembus kulit. Gelang dari jelaga ini disebut “Grease mark atu Grease
ring”, ini harus dibedakan dengan kotoran akibat api, asap atau mesiu. Gelang jelaga ini
lebih sering ditemukan pada anak peluru dari timah, jarang pada anak peluru bermantel.

e. Efek metal à fouling


selain kerusakan kulit akibat anak peluru, mesiu, asap, dan nyala api, kadang-
kadang juga ditemukan kelainan akibat fragmen kecil-kecil dari metal yang tertanam
dalam kulit sekitar luka tembak masuk. Asal dari fragmen metal tersebut dapat dari
bagian dalam laras atau dari anak peluru sendiri. Jarak tempuh fragmen hanya pendek
dan kadang-kadang tertahan pada pakaian korban.

f. Efek moncong laras à imprint moncong


pada luka tembak kontak kadang-kadang dapat ditemukan imprint/cap dari
moncong laras. Ini disebabkan karena tekanan dari moncong laras pada kulit dank arena
gas-gas yang masuk kebawa kulit melalui lubang luka tembak itu menekan kulit keluar
sehingga terkanan pada moncong laras. Penyebab lain munculnya imprint ialah pada
waktu senjata meletus senjata yang ditekan pada kulit itu pada permulaannya akan
terdorong sesaat menjauhi kulit kemudian ia akan menghantam kulit lagi akibat dari
tekanan kearah kulit yang terus-menerus.
Pada senjata single barrel, imprint dari moncong laras dapaat dilihat sekitar
tepi luka, sedangkan apabila senjata mempunyai double barrel, satu atau dua barrel
dapat menimbulkan imprint. Laras yang tidak berisi/nonfiring biasa menimbulkan
imprint dalam bentuk luka lecet bulat sebelah luka tembak masuk. Selain moncong
laras, alat-alat tambahan pada moncong laras juga dapat mnimbulkan cetakan sekitar
luka.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 172


3. Kualifikasi Luka Tembak
Luka tembak ada dua macam :
- Luka tembak masuk
- Luka tembak keluar

LUKA TEMBAK MASUK


Hal yang terpenting yang harus dijawab pada pemeriksaan kasus luka tembak
ialah menentukan jarak tembakan. Oleh sebab itu, kualifikasi luka tembak masuk di
kulit sebaiknya didasarkan paa jarak tembakan.
Tergantung dari jarak tembakan, luka tembak masuk dikualifikasikan menjadi tiga
kategori :
Luka tembak masuk :
- Luka tembak kontak :
o hard contact
o Soft contact
- Luka tembak jarak dekat
- Luka tembak jarak jauh
Karakteristik dari luka tembak masuk yang disebabkan oleh pistol, revolver, dan rifle
pada umumnya serupa.
Pertama akan dibicarakan di sini luka tembak akibat senjata beralur, kemudian luka
tembak akibat “shotgun”.

Luka Tembak masuk Kontak


Luka tembak masuk kontak terjadi apabila moncong laras senjata api
ditekankan pada kulit dan ditembakan.
Bentuk luka biasa circular, kecuali nila arah tembakan membentuk sudut.
Pada tepinya terdapat gelang konstitusi dan apabila ada rambut akan hangus.
Di samping gelang konstitusi, tepi luka menunjukkan tanda lua terdapat sisa-sisa
mesiu, tattoage minimal atau tidak ada.
Apabila senjata dipegang erat menekan kulit, sisa mesiu terdapat di dalam
jaringan subkutan dan dalam saluran tembakan. Apabila ada tulang di bawah kulit,
penghitaman karena mesiu sering dapat ditemukan pada permukaan yang berkulit
tebal, maka tepi luka akan berbentuk bintang/robek-robek karena gas-gas yang
masuk terhalang tulang, berbalik keluar.
Seringkali tepi luka berwarna “pinkish” – red karena terbentuknya
carboxyhemoglobin akibat gas CO yang masuk.
Pada kontak erat dapat terjadi cetakan dari moncong laras.

Luka Tembak Masuk Jarak Dekat


Terjadi pada jarak tembakan mulai jarak dari kontak longgar hingga jarak
kuran dari 60 vm, mempunyai ciri-ciri yang khas yang disebabkan karena efek dari
asap, nyala api dan tattoage. Efek dari nyala api terjadi pada tembakan kurang dari
15 cm, sedangkan noda akibat asap sering masih terlihat pada tembakan sampai 30
cm. Tatto yang disebabkan mesiu yang tidak terbakar dapat terlihat sekitar luka
tembak masuk pada tembakan kurang dari 60 cm.
Kadang-kadang ditemukan juga metal fouling pada luka tembak masuk jarak
dekat. Pada tepi luka terdapat gelang kontusi selebar 1 – 1,5 mm.

Luka Tembak Masuk Jarak Jauh


Luka tembak masuk jarak jauh berbentuk bulat atau oval, tanpa adanya
kekotoran/noda-noda yang disebabkan nyala api, asap, atau sisa-sisa mesiu/tattoage.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 173


Luka yang sedemikian disebabkan tembakan pada jarak lebih dari 60 – 75 cm.
Semua senjata yang umumnya dipakai pada kasus-kasus criminal bila ditembakan pada
jarak lebih dari 60 – 75 cm menunjukan kurang lebih tanda-tanda yang serupa. Satu-
satunya komponen yang terlibat dalam terjadinya luka ini hanyalah anak peluruh saja.
Tepi luka umumnya menunjukkan gelang kontusi dengan jelaga disekitar luka.
Dapat juga ditemukan kemerahan pada tepi luka disebabkan karena ecchymosis akibat
perdarahan didalam kulit. Jelaga disekitar luka disebabkan karena hapusan dari jelaga
anak peluru.

Luka Tembak Masuk Pada Tulang


Anak peluru yang menembus tulang menimbulkan luka yang khas sehingga
dapat dipakai untuk menentukan luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Apabila
tembakan dilakukan pada jark dekat atau kontak tulang dapat menunjukkan adanya efek
dari nyala api dan noda kehitaman akibat mesiu pada tepi tembak masuknya. Jalannya
anak peluru menyebabkan perpindahan dari fragmen tulang yang pecah kearah jalannya
anak peluru, dan ini dapat dipakai untuk menentukan luka tembak masuk.
Pada tulang tengkorak luka tembak masuk dapat dibedakan dengan mudah dari
luka tembak keluarnya.
Tengkorak terdiri dari tabula interna dan tabula eksterna.
Apabila anak peluru menembus tabula eksterna, ia akan menimbulkan luka yang
bulat sebesar anak peluru sebab akan peluru waktu melubangi tabula eksterna masih
tertahan oleh tabula interna, sedangkan waktu anak peluru menembus tabula interna tak
ada yang menghalangi sehingga lubang yang ditimbulkan akan lebih besar. Jadi bentuk
lubangnya akan berupa corong kearah jalannya anak peluru.
Sebaliknya pada lubang luka tembak keluar corong akan mengarah keluar sebab
lubang pada tabula interna akan lebih kecil dari lubang pada tabula eksterna.

Luka Tembak Masuk re entre


Luka akibat re entre tidak selalu mudah diidentifikasi dari pemeriksaan luar saja.
Ciri-cirinya biasanya serupa dengan luka tembak jarak jauh. Tak adanya tanda-tanda
akibat asap, nyala api, dan tattoo. Tapi luka menunjukkan sedikit lecet. Cara terbaik
untuk mengidentifikasi luka re entre ialah menghubungkan line-up luka tembak masuk
dengan luka tembak keluar dan anak peluru bila ada dalam tubuh.

Luka Tembak Masuk SHOT-GUN


Komponen dari shotgun yang menimbulkan efek adalah : Gas, asap, nyala api,
mesiu, gotri, wad dan card.
Karakteristik dari luka yang ditimbulkan oleh shotgun bermacam-macam
tergantung dari kaliber senjata, derajat penguncupan laras choke dan bentuk dan jumlah
dari gotrinya. Meskipun demikian pada garis besarnya ciri-ciri luka tembak masuknya
tergantung dari jarak tembakan sehingga luka tembak masuk masih di bagi tiga macam :
- Luka Tembak Kontak
Bentu biasanya bulat atau oval. Tepi luka di kulit biasanya tajam rata
clean cut. Kadang-kadang bergerigi dan terlihat adanya luka memar kehitaman
karena mesiu. Ada juga luka bakar di tepi luka akibat nyala api.
Karena tembakan dan gas-gas ikut masuk ke dalam luka, jaringan
subcutan dan jaringan dalam menunjukkan kerusakan yang hebat. Darah dan
jaringan pada saluran luka menunjukkan adanya carbonmonoxide.
- Luka Tembak Masuk Jarak Dekat
Jarak tembakan biasanya sampai 60 cm, tetapi tidak ditekan pada kulit
dan pada jarak tembakan ini gotri-gotri masih masuk ke dalam tubuh berupa satu
kesatuan. Dari jarak kontak longgar sampai 15 cm, luka biasanya berupa lubang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 174


oval atau bulat, sekitar 2,5 cm diameternya, tepi luka dapat “clean cut” atau
robek sedikit, ada efek dari nyala api, dan kehitaman karena asap dan mesiu.
Lebar/luas dari zone kehitaman itu bertambah dengan makin jauhnya jarak
tembakan. Kehitaman karena asap dapat terlihat sampai jarak 15 inch. Tattoage
dapat terlihat sampai jarak 60 cm. Pada jaringan dalam terlihat kerusakan dan
mungkin adanya carbonmonoxide. Sampai jarak ini ikut ikut masuk dalam
tubuh, wad, dan card beserta gotri-gotri.

- Luka Tembak Masuk Jarak Jauh


o Jarak tembak 1-4 yard
Meskipun jarak 2 -3 feet luka tembak berupa satu lubang tunggal
bulat, namun dengan bertambahnya jarak tembakan, mulai jarak 1 – 4
yard, gotri-gotri ada yang mulai menyebar dan menimbulkan lubang-
lubang tambahan sebesar 1/8 inch diameternya sekitar lubang utama
dengan tepi luka bergerigi.
Dengan makin jauhnya jarak tembakan penyebaran gotri juga
makin luas, dan dari penyebarannya ini dapat secara kasar diperkirakan
jarak tembakannya. Dengan mata telanjang tidak terlihat adanya jejak
jejak akibat jelaga, asap atau mesiu pada jarak ini, meskipun demikian
dengan hapusan pada sekitar luka masih dapat ditemukan adanya
sejumlah kecil kotoran.
Card and Wad dapat ditemukan dalam luka.
Rumus :
1) “Penyebaran gotri dalam cm = dua setengah sampai tiga kali jarak tembakan
dalam meter”
2) “Penyebaran gotri dalam inch dikurangi 1, menunjukkan jarak tembakan dalam
yard”

Pada badan anak peluru. Ini menimbulkan gerakan gyroscopic yang membuat peluru
tetap lurus sampai sekitar 1 km.

SHOTGUN
Senjata “smooth bored” juga disebut “shotgun” suatu term yang terbatas
digunakan untuk senjata api yang menembakkan gotri-gotri “shot”, yang sekarang
hampir semua berlaras panjang.
Shotgun modern mempunyai laras panjangnya 26, 28 dan 30 inch.
Pada umumnya berlaras ganda disusun berdampingan, yang kanan merupakan
silinder penuh, yang kiri “choked” menyempit.
Senjata ini dapat “dipatahkan” atau “dibuka” pada engsel pada “breech”
sehingga selongsong kosong dapat dikeluarkan.

Amunisi Shotgun
Peluru shotgun terdiri dari selongsong yang bervariasi. Ada yang terbuat dari
logam, karton, atau plastic. Bagian dasarnya berpinggiran rimmed, berfungsi supaya
selongsong itu tidak bergerak ke depan masuk ke dalam laran dan menyumbat senjata
itu. Tutup pada bagian dasarnya berisi sedikit mesiu disebut “primer cup” atau “central
firing cap” yang akan meledak apabila diketuk oleh “trigger hammer”. Bagian dalam
selongsong berisi mesiu, wad, dan gotri-gotri. Umumnya mesiu yang dipakai adalah
“smokeless powder”. Bila mesiu dalam central cap terbakar maka selongsong juga ikut
terbakar dan tekanan yang timbul menyebabkan terdorongnya wad dan gotri-gotri anak
peluru penabur- shotgun ini ada dua macam:
- Anak peluru penabur besar – Buck shot, loper

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 175


- Anak peluru penabur kecil – bird shot, hagel
Gotri-gotri dari shotgun mempunyai ukuran dan berat tertentu, tetapi setelah
ditembakkan karena bentuknya berubah, maka sukar untuk mengukurnya. Yang dapat
dikerjakan adalah menimbangnya dan dari beratnya dapat ditentukan type dari shotgun
tersebut.
Kaliber shotgun:
Pada umumnya caliber suatu senjata diukur dari ukuran diameter bagian dalam
dari laras dinyatakan dalam decimal dari inchi (di Inggris). Contoh: .22, .33, .45 inch.
Sekarang digunakan metric system. Contoh 6.35, 8.0, 9.3 mm.
Pada “smooth bored” shotgun cara pengukuran caliber seperti di atas ini hanya
sampai maksimum 5 inch (1.27 cm). lubang laras yang lebih besar dari ini dinyatakan
dengan pengukuran yang lebih kuno yaitu:
“jumlah bola-bola padat dari timah murni, masing-masing tepat sesuai dengan bagian
dalam laras, yang bebrobot satu pound”.
Jadi apabila 12 timah berbobot 1 pound itu masing-masing dapat tepat masuk dalam
laras suatu senjata, maka senjata itu dikatakan berkaliber 12 bore.
Senjata yang lebih kecil tentu jumlah gotri yang dapat dibuat dari 1 pound timah
akan lebih banyak, sampai mencapai 20 disebut berkaliber 20 bore. Suatu senjata
shotgun yang besar “elephant” berkaliber 6 atau 8 bore.
Rumus tentu hanya perkiraan sebab tergantung beberapa factor a.1 : bentuk laras
apakah silinder atau choked, panjang laaras, dll. Perkiraan jarak menembak paling baik
adalah dengan melakukan “firing test’’ tembakan percobaan.
• Jarak tembak lebih dari 4 yard
Dengan bertambahnya jarak tembak, gotri-gotri akan menyebar lebih luas dan
pada jarak tembak lebih dari 10 yard (9 m) luka tembak masuk akan berupa lubang-
lubang kecil berdiri sendiri. Luka sedemikian tentu hanya mematikan bila mengenai,
umpamanya menembus pembuluh arteri besar seperti a. carotis.
Jangan memperkirakn jarak tembak dengan melihat penyebaran gotri di dalam
tubuh korban. Apabila tembakan dilepaskan dari jarak dekat atau kontak dan gotri-gotri
itu mengenai tubuh en masse, akan terjadi dispersi di dalam tubuh, disebabkan karena
gotri-gotri itu jalannya menyimpang akibat bersentuhan satu sama lain selama
masuknya ke dalam tubuh. Fenomena richochet ini disebut “billiard ball richochet
effect”.
Fenomena ini dapat mnyebabkan kesalahan dalam mengiterpretasikan jarak
tembakan apabila jenazah sudah membususk atau terbakar sehingga tanda-tanda luka
tembak di kulit sudah hilang dan pemeriksaan didasarkan pada penyebaran gotri dalam
tubuh yang terlihat pada foto X-ray.

LUKA TEMBAK KELUAR


Luka tembak keluar di kulit terjadinya sama denga luka tembak masuk, hanya
saja kekuatan meregangkan kulit arahnya dari dalam ke luar. Dalam banyak hal,
kebanyakan kelainan yang terjadi disebabkan anak peluru/gotri saja, sedangkan
komponen lain sperti nyala api asap, mesiu, wad dan card yang menimbulkan kelainan
pada luka tembak masuk tidaklah berperan dalam luka tembak keluar, kecuali tembakan
dilepaskan menembus jaringan lunak yang tipis seperti pada extremitas.
Luka tembak keluar dapat menimbulkan kesulitan dalam interpretasinya sebab
bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah :
1. Kecepatan dari anak peluru pada waktu ke luar
2. Luas daerah yang terkena anak peluru waktu keluar
3. Deformasi anak peluru
4. Goyangan/tumbling anak peluru
5. Fragmentasi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 176


6. Ada tidaknya fragmen tulang yang ikut keluar
7. Ada tidaknya tulang di bawah kulit tempat keluar
8. Ada tidaknya benda yang tertekan pada kulit tempat keluar
Kecepatan dan besar dari anak peluru adalah faktor penting dalam menentukan
besarnya luka yang ditimbulkan, sehingga makin besar luka tembak keluarnya.
Deformitas dari anak peluru dan goyangan yang disebabkan organ-organ dalam
tubuh yang tidka sama kepadatannya menyebabkan anak peluru bergerak tidak
beraturan sehingga waktu keluar akan menimbulkan lubang yang lebih besar daripada
luka tembak masuknya.
Bentuk luka tembak keluar jadi ssangat bervariasi; dapat bulat, stellate, cruciata,
elips, kadang-kadang hanya berupa lacerasi linier seperti luka iris.
Pada luka tembak keluar tidak ada gelang kontusi kecuali apabila ada benda
keras yang menempel/menekan kulit tempat peluru keluar, seperti; korban menempel
tembok atau tergeletak dilantai, atau anak peluru yang keluar aitu mengenai
sabuk/benda keras lain.
Dalam keadaan demikian bentuk luka tembak keluar tidak hanya bulat tetapi
juga menunjukkan adanya “gelang kontusi” ditepinyayang dapat dikacaukan sebagai
luka tembak masuk.

OTOPSI KORBAN LUKA TEMBAK


a. Luka tembak masuk dilukiskan dalam keadaan aslinya, lebih baik kalau bisa
dipotert.
b. Sebelum dibersihkan dilakukan “paraffin test” terutama pada luka tembak jarak
dekat.
c. Luka tembak karena peluru penabur shotgun harus dijiplak atau dipotret. Ini
perlu untuk menentukan jarak tembakan, dibandingkan dengan hasil “test firing”
d. Luka dibersihkan, dapat dipakai sabun, setelah bersih periksa pada ada tattoage
dll. Dalam keadaan ini dipotret lagi.
e. Sebelum dilakukan pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan X-foto dahulu.
Saluran, jalannya anak peluru harus ditentukan sebelum orang-orang
dikeluarkan. Anak peluru yang bersarang dalam tubuh harus dicari/diambil
untuk pemeriksaan balistik.
f. Letak luka tembak masuk/keluar diukur dengan mengambil patokan tumit dan
garis tengah tubuh melalui tulang punggung. Ini perlu untuk memperkirakan
arah tembakan dari luar depan/belakang atau samping dan sudutnya.

Pemeriksaan radiologi
X-foto selain untuk mempermudah dan menyingkat waktu bagi pemeriksa
dalam melokalisir dan menemukan anak peluru, juga berguna untuk menentukan jumlah
anak peluru dalam tubuh, evaluasi dari arah dan sudut tembakan, menentukan jarak
tembakan, menilai dalam dari luka dan menentukan type dari senjata. Kadang-kadang
X-ray menemukan keterangan yang tak terduga seperti adanya dua jenis anak peluru
dalam satu tubuh (gotri dan anak peluru tunggal) kemungkinan adanya emboli anak
peluru.
Kegunaan lain dari pembuatan X-foto ialah sebagai dokumentasi yang mungkin
berguna di siding pengadilan.
“Parafin test”
Ini digunakan untuk deteksi dari nitrat dan nitrit dari mesiu yang mungkin
tertinggal pada tangan korban/orang yang melepaskan tembakan, pada pakaian dan luka
sekitar luka tembak masuk.
Cara: cairan paraffin (550 C) dituangkan di atas kulit yang akan diperiksa
(disbanding dengan karton) atau mencelupkan selembar kain kasa dalam parafin

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 177


cair dan sementara masi mencair kasa tadi dibalutkan pada kulit yang akan diperiksa.
Sesudah parafin membeku kasa diangkat dan ditetesi dengan reagen diphenylamine atau
diphenylbenzidine. Bila ada nitrat, nitrit atau bahan oxidizing lain akan terjadi
perubahan warna menjadi biru. Pada akhir-akhir ini tes perubahan warna menjadi biru.
Pada akhir-akhir ini tes ini jarang digunakan karena mempunyai nilai yang terbatas.

Identifikasi Kimiawi Dari Luka Tembak Masuk


Beberapa bahan kimia tertimbun atau melekat pada pakaian dan kulit sekitar luka
tembak. Pasa smokeless gunpowder dapat dideteksi adanya nitrit dan cellulose nitrat
pada tempat yang terkena tembakan. Apabila digunakan mesiu hitam-black gunpowder
yang terdapat ialah : potassium, karbon, nitrit, nitrat sulphat, sulphide, carbonat,
thiocynante dan thiosulphate.
Residu dari primer yang modern terdiri dari lead dan barium. Dapat juga ditemukan
antimony, mercury dll.
Tak boleh dilupakan kemungkinan karat-karat dari laras dapat ikut terbawa anak peluru
dan bagian dari peluru seperti: lead, tin, nickel, copper, bismuth, perak dan thalium.
Deteksi adanya beberapa, elemen di atas pada pakaian dan kulit dengan beberapa aspek
lain dapat membantu identifikasi suatu luka sebagai luka tembak masuk.
Pemeriksaan Histopatologi Luka Tembak
Pemeriksaan histopatologi dapat membantu membedakan luka tembak masuk dari luka
tembak keluar. Luka tembak masuk dapat menunjukkan adanya kelainan yang
disebabkan adanya panas dan trauma mekanis pada kulit seperti luka lecet, elongation
dan flattening dan epidermis, dan juga dapat ditemukan partikel dari mesiu dalam
epidermis, dermis dan jaringan yang lebih dalam. Kadang-kadang dapat ditemukan
koagulasi dan nekrose dari jaringan pembengkakan dan vakuolisasi daripada basal sel.
Apabila mengenai pakaian dahulu maka serabut dari pakaian dapat ikut terbawa masuk
dan dapat dilihat pada pemeriksaan mikroskopik.

Neutron activation analysis


Neutron activation analysis dan atomic absorbtion spectrometry telah dibuktikan dapat
membantu dalam:
1. Identifikasi lubang di pakaian, di jaringan, kayu dll. Sebagai
Lubang peluru dengan adanya : Pb, Sb, Ba, Cu.
2. Menentukan jarak tembakan dengan menentukan konsentrasi dari Antimony
sekitar lubang luka tembak.
3. Menentukan asal anak peluru/gotri dari kadar Pb, Antimony, arsen, copper dan
perak dalam campuran logam peluru.
4. Menentukan apakah seseorang telah menembakan suatu senjata atau tidak
dengan deteksi ada tidaknya Pb, Antimony dan barium pada tangan.
Menurut Khrisnan, tangan yang tidak dicuci dapat menahan sisa mesiu untuk
minimum 48 jam, cuci ringan tidak akan menghilangkan semua sisa mesiu. Pada
aktivitas normal sisa mesiu dapat bertahan 17 jam. Dengan mencuci dengansabun
menghapus dengan handuk, memasukan tangan dalam saku pengurangan dari jumlah
barium dan Antimony.

IDENTIFIKASI SENJATA API


Adalah tugas ahli senjata api untuk membuktikan apakah senjata api tersebut
benar yang digunakan dalam kasus tersebut.
Pertama-tama yang dilakukan ialah melakukan pemotretan senjata api tersebut
kemudian di catat hal-hal berikut :
1. Jenis senjata : pistol, revolver rifle, dll

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 178


2. Keasdaan senjata
3. Panjang laras
4. Letak dan cap pabrik
5. Letak dan nomer serinya
6. Perincian tentang magazine,firing pin,breechlock, extractor,dll
7. Karakteristik dari rifling
8. kaliber atau gauge senjata

Syarat mutlak untuk identifikasi sanjata api ialah harus ditemukan anak peluru
dan/atau selongsong identifikasi anak peluru; tahap pertama ialah mencocoki
senjata api ialah dicurigai dengan anak peluru bukti mengenai :
- kaliber
- jumlah alur
- arah alur
Pemeriksaan anak peluru meliputi :
1. pemeriksaan visual
2. pencatatan dair berat dan diameternya
3. penentuan kaliber
4. pemeriksaan cacat-cacat/ goresan
5. firing test
Untuk pemeriksaan visual anak peluru dibersihkan dengan alkohol untuk
menghilangkan benda-benda asing seperti
darah,jaringan,fiber,lumpur,jelaga,rambut dan partikel dari kayu, gelas dll.
Semua benda asing itu harus disimpan guna pemeriksaan bila perlu.
Dalam beberapa keadaan pemeriksaan visual dapat membantu
menetapkan kaliber anak peluru, terutama apabila tidak rusak/hancur. Setiap
anak peluru harus ditimbang beserta fragmen-fragmennya, dari beratnya dapat
menolong menetukan kalibernya.
Cacat/ Goresan pada anak peluru yang paling penting ialah yang
disebabkan oleh rifling dari senjata. Adanya dataran dan alur rifling dari bagian
dalam laras akan menyebabkan goresan-goresan pada permukaan anak peluru
sewaktu anak peluru meluncur. Goresan-goresan ini dibandingkan dengan anak
peluru hasil firing dengan memakai “comparison microscope”

TES FIRING
Beberapa kegunaan dari test firing adalah:
1. Diakukan oleh pabrik pembuat senjata untuk meneliti cara kerja dan keamanan
suatu senjata
2. Penentuan jarak tembakan
3. Identifikasi senjata api
Untuk menentukan kembali anak peluru hasil test firing dapat dilakukan dengan cara:
a. Tembakan dilakukan ke dalam tabung besi diameter 60 cm, panjang 360 cm,
berisi air.
b. Tembakan ke dalam peti yang bersekat dan berisi kapas
Identifikasi dengan selongsong
Seperti anak peluru pada selongsog juga didapatkan goresan yang dapat membantu
identifikasi senjata.
Pemeriksaan pendahuluan pada selongsong meliputi:
- Keadaan umum selongsong seperti: bentuk, caliber, komposisi (tembaga, nikel,
brass, karton dll)
- Pabrik pembuatnya, biasanya tertera pada pangkal selongsong

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 179


Pemeriksaan berikutnya dilakukan dengan stereo mikroskop atau dengan comparison
microscope disertai pemotretan.
Goresan-goresan yang terdapat pada selongsong ditimbulkan karena:
a. Bekas pukulan pasak pemalu pada primer
b. Bekas cetakan pengancing (breeclock mark)
c. Magazine mark
d. Bekas penarik selongsong pada rim/ groove
e. Bekas pembuang selongsong ejector pada bagian belakang
Mengirim dan mengamankan barang bukti anak peluru atau selogsong
1. Buat inskripsi pada anak peluru/selongsong berupa: nomor, tanggal, initial. Pilih
lokasi sedemikian rupa hingga tidak merusak goresan yang perlu untuk
diidentifikasi
2. Bungkus dengan kapas
3. Masukkan dalam kotak karton dan bungkus rapi
4. Ikat kotak, beri label dan segel
5. Buat berita acara pembungkusan, serta dengan contoh segel

REKONSTRUKSI BUNUH DIRI, KECELAKAAN DAN PEMBUNUHAN


Prinsip yang diuraikan di atas memungkinkan kita memberikan pendapat yan
bermanfaat bagi polisi dalam memecahkan dalam suatu kasus korban luka tembak.
Pertanyaan yang akan timbul dan seorang dokter diminta untuk menjawab antara lain:
1. Dapatkah luka tersebut disebabkan oleh senjata api
2. pada jarak berapa ditembakan
3. dari arah mana
4. dapatkah hal tersebut dilakukan sendiri oleh korban
Jawaban dari tiga pertanyaan pertama, didasarkan pada karakteristik dan pada
luka tembak yang telah diuraikan di atas, pertanyaan terakhir dapat terjawab setelah tiga
pertanyaan pertama terjawab.
Suatu luka dapat dilakukan sendiri hanya dari jarak jangkauan korban sendiri, kecuali
dimana ada tali atau alat pembantu guna menarik trigger senjata itu. Kadang-kadang
digunakan tali, pensil atau tangkai pena untuk menarik/ endorong trigger itu, dan dalam
hal ini alat pembantu itu dapat ditemukan disekitar senjata. Kepentingan dari benda-
benda ini mungkin terlewatkan pada pemeriksaan TKP.
Ciri-ciri klasik korban bunuh diri dengan senjata api:
Luka tembaknya hampir selalu kontak atau hamper kontak dengan letak
tembakan, biasanya pada pelipis kanan (pada orang kidal letaknya pada pelipis kiri),
tengah dahi, langit-langit mulut, daerah jantung atau pada daerah epigastrium.
Lokalisasi di luar daerah tersebut, atau pada daerah yang tidak terjangkauseperti
bagian belakang tubuh, atau daerah muka, apalagi dengan jarak tembak jarak jauh/
diluar jangkauan tangan, harus dicurigai suatu korban tindak pidana. Dapat ditemukan
juga cadaveric spasme pada korban bunuh diri.
Pada korban bunuh diri dengan senjata laras panjang biasanya dipilih tempat di
bawah dagu setengah bagian atas leher, sebab ini memudahkan menstabilisir moncong
laras. Luka tembak multiple meskipun tidak lazim dapat juga terjadi pada korban bunuh
diri, biasanya luka tembak yang lain tidak fatal.
Pada pembunuhan biasanya luka tembak jarak jauh, meskipun tidak dapat
diabaikan kemungkinan luka tembak jarak dekat dan bahkan kontak.

Perbedaan Luka tembak tempel, luka tembak jarak dekat dan luka tembak jarak jauh
Pembeda Luka Tembak Luka Tembak Dekat Luka Tembak Jarak
Tempel Jauh
Posisi senjata Moncong senjata Jarak antara Jarak antara moncong

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 180


ditekan pada tubuh moncong senjata senjata dengan tubuh
korban dan dengan tubuh korban diluar jangkauan
ditembakan masih dalam
jangkauan
Bentuk luka Bundar dikelilingi Luka berbentuk Luka berbentuk
kelim lecet yang bundar atau oval bundar atau oval
sama lebarnya tergantung sudut dengan disertai kelim
pada setiap bagian masuknya peluru lecet
Daerah Daerah berwarna Daerah berwarna
disekelilling luka merah atau merah merah atau hangus
coklat yang terbakar
menggambarkan
moncong senjata
yang disebut jejas
laras
Kelim yang Kelim lecet • Kelim tattoo • Kelim lecet
terbentuk menunjukan • Kelim minyak
jarak antara • Menunjukan
moncong senjata pengotoran
dengan korban berwarna hitam
sekitar 60 cm berminyak
• kelim jelaga
• Menunjukan
jarak sekitar 30
cm
• Kelim api
• Menunjukan
jarak 15
centimeter

TRAUMA FISIK

1. Dry Heat (Burn Heat / Luka Bakar)


Dry heat (burn heat / luka bakar) adalah luka bakar yang diakibatkan oleh
persentuhan tubuh dengan api atau benda panas (bukan cairan).
Ada 2 reaksi dari tubuh korban :
1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Ada 4 reaksi lokal dari tubuh korban :


• Eritem dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa meninggalkan
sikatriks.
• Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
• Necrosis coagulativa dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh dengan
meninggalkan sikatriks (litteken).
• Karbonisasi (sudah menjadi arang).

Derajat luka bakar :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 181


Luka akibat suhu tinggi (luka bakar)
Ø Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
Ø Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
Ø Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
Ø Luka bakar derajat 4 (hitam bagai arang, nekrotik)

Ada 3 reaksi umum dari tubuh korban :


1. Heat exhaustion
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas
3. Heat cramp

Ada 8 gejala heat exhaustion :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Pucat
4. Berkeringat
5. Otot lemah
6. Suhu tubuh turun
7. Nadi irreguler
8. Kolaps sirkuler

Ada 3 hal yg dapat ditemukan pd autopsi sebagai tanda adanya reaksi heat exhaustion :
1. Arteriosklerosis arteri coronaria.
2. Darah berwarna gelap di jantung.
3. Organ dalam mengalami kongesti.

Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya paralisis centrum di
medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara yang panas (1000 Fahrenheit) dan
lembab serta telah berlangsung beberapa hari.

Ada 6 gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas :


1. Badan panas
2. Pusing
3. Sakit kepala
4. Nadi cepat & penuh
5. Kolaps sirkuler
6. Shock sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan

Ada 6 hal pada autopsi tanda adanya reaksi heat stroke :


1. Darah berwarna merah gelap.
2. Organ mengalami kongesti.
3. Perdarahan otak, epicardium, endocardium atau bundle of his.
4. Degenerasi sel-sel ganglion.
5. Kongesti (edem berat).
6. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang bersuhu
tinggi. Kita dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan menggunakan
campuran air & garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami konvulsi.

Ada 5 gejala umum dry heat (burn heat / luka bakar), yaitu :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 182


• Nyeri yang sangat hebat à shock dan kematian.
• Pugillistic attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang &
mengelupas. Ekstremitas fleksi akibat koagulasi protein. Ekstremitas fleksi tidak
sampai menimbulkan rigor mortis.
• Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari mencengkeram.
• Bukan tanda intravital.
• Fraktur tengkorak à pseudoepidural hematom (bedakan dengan epidural
hematom).

Pseudoepidural Hematom: Warna bekuan darah coklat. Konsistensi rapuh. Bentuk otak
mengkerut seluruhnya. Garis patah tidak menentu.
Epidural Hematom: Warna bekuan darah hitam. Konsistensi kenyal. Bentuk otak
cekung sesuai dengan bekuan darah. Garis patah melewati sulcus arteria meningea.
Penyebab kematian pada kasus dry heat ada 3 kategori, yaitu :
• Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
• Sedang : shock dehidrasi
• Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus curling,
autointoksikasi, dan pneumonia hipostatik.

Luas dry heat (burn heat / luka bakar) dapat kita tentukan dengan menggunakan RULE
OF NINE, yaitu :
ó 9% : permukaan kepala & leher; dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas
kanan; ekstremitas atas kiri.
ó 18% : permukaan ekstremitas bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.
ó 1% : permukaan alat kelamin.

Tingkat II yaitu luas dry heat 30% à membahayakan jiwa.

Kematian karena gas karbon monoksida (CO) :


ó Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.
ó Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit.
ó Ada jelaga pada lubang hidung.
ó Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema & kemerahan.
ó Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat terbentuknya senyawa HbCO
(hemoglobin tereduksi).
ó Diagnosis pasti dapat kita tentukan dengan melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu
lebih 10%. Gas karbon monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O2)
dalam mengikat hemoglobin.

2. Trauma Dingin (Cold Trauma)


Insiden trauma dingin (cold trauma / frost bite / immertion foot) jarang terjadi
dan biasanya terdapat di negara yang bermusim dingin. Lokasinya bisa pada tangan,
kaki, hidung, telinga, dan pipi. Ada 2 cara kematian kasus trauma dingin (cold trauma /
frost bite / immertion foot), yaitu :
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

Ada 2 reaksi dari tubuh korban trauma dingin :


1. Reaksi lokal
2. Reaksi umum

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 183


Ada 2 reaksi lokal :
ó Kulit korban pucat akibat vasokonstriksi à kemerahan akibat vasodilatasi
karena paralisis vasomotor center.
ó Kulit korban lalu berubah menjadi merah kehitaman, membengkak (skin
blister), gatal dan nyeri. Kemudian timbul gangren superfisial yang irreversibel.

Ada 8 reaksi umum :


ó Kulit korban pucat dan menggigil. Kita dapat menemukan cutis anserina.
ó Kepucatan yang bercampur warna sianosis. Hal ini karena darah "dipaksa"
masuk kembali ke dalam pembuluh darah perifer akibat organ dalam mengalami
kongesti.
ó Lethargy, koma, dan akhirnya mati bila tubuh korban lama terpapar dingin.
ó Pada pemeriksaan autopsi, jantung korban berisi darah berwarna merah cerah.
ó Organ dalam mengalami kongesti hebat.
ó Tengkorak korban dapat retak pada bagian sutura.
ó Lebam mayat berwarna merah cerah yang bercampur bercak berwarna merah
gelap.
ó Cairan tubuh korban berubah menjadi es jika tubuh korban lama baru kita
temukan.

3. Trauma listrik (Electrical Injury)


Ada 2 jenis tenaga yaitu :
ó Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
ó Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt)
dan tram listrik (600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik
rumah, pabrik, dll

Arus listrik bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi ke potensial rendah.
Arahnya sama dengan arah gerak muatan-muatan positif (berlawanan arah dengan
elektron-elektron).
Bagian-bagian listrik, antara lain :
1. Arus listrik (I)
a. Arus listrik searah atau direct current (DC)
mengalir secara terus menerus ke satu arah, dipakai dalam industri
elektrolisis, misalnya pada pemurnian dan pelapisan/penyepuhan logam.
Juga digunakan pada telefon (30-50 volt), dan kereta listrik (600-1500 volt).
Sumber misalnya baterai dan accu.
b. Arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC)
mengalir bolak-balik, digunakan di rumah-rumah dan pabrik-pabrik,
biasanya 110 volt atau 220 volt, jauh lebih berbahaya daripada arus DC,
tubuh manusia 4-6 kali lebih sensitif terhadap arus AC.
2. Frekuensi listrik
Satuan : cycle per second atau hertz, yang paling sering digunakan 50 dan 60
hertz, yang paling tinggi 1 jt hertz dengan voltage 20.000-40.000 volt tidak
begitu berbahaya dapat digunakan sebagai diatermi. Tubuh sangat tidak peka
terhadap frekuensi yang sangat tinggi atau sangat rendah, contohnya kurang dari
40 hertz atau lebih dari 1.000 hertz.
3. Tegangan (voltage/V)
Satuan : volt. 1 volt = tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan
intensitas listrik sebesar 1 ampere melalui sebuah konduktor (penghantar) yang
memiliki tahanan sebesar 1 ohm.
ó Voltase rendah (110-460 V) misalnya penerangan, pabrik, tram listrik.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 184


ó Voltase tinggi (= 1.000 V) misalnya transpor arus listrik.
ó Voltase sangat tinggi (20.000-1.000.000 V) misalnya deep X-rays therapy
dan diatermi. Diatermi : frekuensi 1 juta Hz dan tegangan 20 ribu - 40 ribu
volt. Kuat arus yang sering kita gunakan dibawah 6 ampere. LET GO
CURRENT = kuat arus dari aliran listrik dimana korban masih bisa
melepaskan diri darinya.
4. Tahanan/hambatan listrik (resistance/R)
Satuan : ohm. Menurut hukum Ohm, besarnya intensitas listrik (I) sama
dengan besarnya tegangan/voltage (V) dibagi dengan tahanan (R) dari medium.
Panas yang terjadi tergantung dari :
1. banyaknya arus V
2. lamanya kontak I = ---
3. besarnya hambatan R
Hal ini sesuai dengan rumus :
Keterangan : W = panas yang dihasilkan (kalori)
I = kuat arus (ampere)
R = hambatan (ohm) W = I2 R t
t = waktu (detik)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Listrik pada Tubuh


1. Jenis / macam aliran listrik
Arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Banyak kematian akibat sengatan arus
listrik AC dengan tegangan 220 volt. Suatu arus AC dengan intensitas 70-80 mA à
kematian, sedangkan arus DC dengan intensitas 250 mA masih dapat ditolerir tanpa
menimbulkan kerusakan.
2. Tegangan / voltage
Hanya penting untuk sifat-sifat fisik saja, sedangkan pada implikasi biologis kurang
berarti.Voltage yang paling rendah yang sudah dapat menimbulkan kematian
manusia à 50 volt. Makin tinggi voltage akan menghasilkan efek yang lebih berat
pada manusia baik efek lokal maupun general.+60% kematian akibat listrik arus
listrik dengan tegangan 115 volt. Kematian akibat aliran listrik tegangan rendah
terutama oleh karena terjadinya vibrilasi ventrikel, sementara itu pada tegangan
tinggi disebabkan oleh karena trauma elektrotermis.
3. Tahanan / resistance
Tahanan tubuh bervariasi pada masing-masing jaringan, ditentukan perbedaan
kandungan air pada jaringan tersebut. Tahanan yang terbesar terdapat pada kulit
tubuh, akan menurun besarnya pada tulang, lemak, urat saraf, otot, darah dan cairan
tubuh. Tahanan kulit rata-rata 500-10.000 ohm.
Di dalam lapisan kulit itu sendiri bervariasi derajat resistensinya, hal ini
bergantung pada ketebalan kulit dan jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar
keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih jelek daripada kulit yang kering.
Menurut hitungan Cardieu, bahwa berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar
3000-2500 ohm. Pada kulit yang lembab karena air atau saline, maka tahanannya
turun lebih rendah lagi antara 1200-1500 ohm. Tahanan tubuh terhadap aliran
listrik juga akan menurun pada keadaan demam atau adanya pengaruh obat-obatan
yang mengakibatkan produksi keringat meningkat.
Pertimbangkan tentang ”transitional resistance”, yaitu suatu tahanan yang
menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di antara konduktor dengan
tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju, sarung tangan karet, sepatu
karet, dan lain-lain.
4. Kuat arus / intensitas /amperage

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 185


Adalah kekuatan arus (intensitas arus) yang dapat mendeposit berat tertentu
perak dari larutan perak nitrat perdetik. Satuannya : ampere. Arus yang di atas 60
mA dan berlangsung lebih dari 1 detik dapat menimbulkan vibrilasi ventrikel.

Tabel. mengenai efek aliran listrik terhadap tubuh (Lobl. O, 1959)


mA Efek
1,0 Sensasi, ambang arus
1,5 Rasa yang jelas, persepsi arus
2,0 Tangan mati rasa
3,5 Tangan terasa ringan dan kaku
4,0 Parestesia lengan bawah
5,0 Tangan tremor dan lengan bawah spasme
7,0 Spasme ringan yang luas sampai lengan atas
10,0 Dapat sengaja melepaskan diri dari arus listrik
15,0 Kontraksi otot-otot fleksor mencegah terlepas dari aliran
listrik
20,0 Kontraksi otot yang sangat sakit

Dikatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas ketahanan seseorang,


pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan kematian akan terjadi
pada kuat arus 100 mA atau lebih.

KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu :


a. Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan transitional
R yang tinggià efek yang berbahaya (-).
b. Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg transitional R < dari
kel.I à hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan.
c. Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R <
dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s à
vibrilasi ventrikel irreversibel.
d. Kelompok IV : kuat arus > 3A à cardiac arrest
5. Adanya hubungan dengan bumi / earthing
Sehubungan dengan faktor tahanan, maka orang yang berdiri pada tanah yang
basah tanpa alas kaki, akan lebih berbahaya daripada orang yang berdiri dengan
mengggunakan alas sepatu yang kering, karena pada keadaan pertama tahanannya
rendah.
6. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
Makin lama korban kontak dengan konduktor à makin banyak jumlah arus
yang melalui tubuh à kerusakan tubuh akan bertambah besar & luas. Dengan
tegangan yang rendah à spasme otot-otot à korban malah menggenggam
konduktor à arus listrik akan mengalir lebih lama à korban jatuh dalam keadaan
syok yang mematikan Sedangkan pada tegangan tinggi à segera terlempar atau
melepaskan konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, karena akibat arus listrik
dengan tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot,
termasuk otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.
7. Aliran arus listrik (path of current)
Adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak masuk
sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) & letak
titik keluar bervariasi à efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari ringan sampai
berat. Arus listrik masuk dari sebelah kiri bagiah tubuh lebih berbahaya daripada
jika masuk dari sebelah kanan. Bahaya terbesar bisa timbul jika jantung atau otak

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 186


berada dalam posisi aliran listrik tersebut.Bumi dianggap sebagai kutub negatif.
Orang yang tanpa alas kaki lebih berbahaya kalau terkena aliran listrik, sepatu
dapat berfungsi sebagai isolator, t.u sepatu karet
8. Faktor-faktor lain
a. adanya penyakit-penyakit tertentu yang sudah ada pada korban sebelumnya,
seperti penyakit jantung, kondisi mental yang menurun,dsb, yang dapat
memperberat efek listrik pada tubuh manusia sampai timbulnya kematian.
b. Antisipasi terhadap syok.
c. Kelengahan atau kekuranghati-hatian.
d. Luas kontak dengan arus listrik.
e. Kesadaran adanya arus listrik.
f. Kebiasaan dan pekerjaan.
g. Konstitusi tubuh yaitu tubuh kurus dan gemuk.

Cara Kematian
Paling sering : kecelakaan, jarang terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri.
Oleh karena itu pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat penting.

Patofisiologi
Elektron mengalir secara abnormal melalui tubuh menghasilkan cedera dengan atau
kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik pada
jantung dan otak, atau menghasilkan luka bakar elektrik internal maupun eksternal
melalui panas dan pembentukan pori di membran sel. Arus yang melalui otak, baik
voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena
depolarisasi saraf otak. Arus AC dapat menghasilkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya
melalui dada. Aliran listrik yang lama membuat kerusakan iskemik otak terutama yang
diikuti gangguan nafas. Seluruh aliran dapat mengakibatkan mionekrosis,
mioglobinemia, dan mioglobinuria dan berbagai komplikasi. Selain itu dapat juga
mengakibatkan luka bakar.

Sebab Kematian
Kebanyakan oleh energi listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai trauma
mekanis. Ada kasus karena listrik yang menyebabkan korban jatuh dari ketinggian,
dalam hal ini sukar untuk mencari sebab kematian yang segera.

Sebab kematian karena arus listrik yaitu :


1. Fibrilasi ventrikel
Bergantung pada ukuran badan dan jantung.DALZIEL (1961) memperkirakan
pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5 detik dari lengan
ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling berbahaya adalah jika arus
listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluar melalui kaki yang
berlawanan/kanan. Kalau arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan yang satu dan
keluar melalui tangan yang lain maka 60% yang meninggal dunia.

2. Paralisis respiratorik
Akibat spasme dari otot-otot pernafasan, sehingga korban meninggal karena
asfiksia, sehubungan dengan spasme otot-otot karena jantung masih tetap berdenyut
sampai timbul kematian. Terjadi bila arua listrik yang memasuki tubuh korban di
atas nilai ambang yang membahayakan, tetapi masih di batas bawah yang dapat
menimbulkan ventrikel fibrilasi. Menurut KOEPPEN, spasme otot-otot pernafasan
terjadi pada arus 25-80 mA,sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pd arus 80-100 mA.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 187


3. Paralisis pusat nafas
Jika arus listrik masuk melalui pusat di batang otak, disebabkan juga oleh
trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi koagulasi dan akibat efek
hipertermia. Bila aliran listrik diputus, paralisis pusat pernafasan tetap ada, jantung
pun masih berdenyut, oleh karena itu dengan bantuan pernafasan buatan korban
masih dapat ditolong. Hal tersebut bisa terjadi jika kepala merupakan jalur arus
listrik.

Pemeriksaan Korban
1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Korban mungkin ditemukan sedang memegang benda yang membuatnya kena
listrik, kadang-kadang ada busa pada mulut.Yang perlu dilakukan pertama kali adalah
mematikan arus listrik atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu
kemudian korban diperiksa apakah hidup atau sudah meninggal dunia. Bilamana belum
ada lebam mayat, maka mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi
pertolongan segera yaitu pernafasan buatan dan pijat jantung dan kalau perlu segera
dibawa ke Rumah sakit. Pernafasan buatan ini jika dilakukan dengan baik dan benar
masih merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini
dilakukan sampai korban menunjukkan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian
pasti.
2. Pemeriksaan Jenazah
a. Pemeriksaan Luar
Sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan
pada kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik
atau current mark/electric mark/stroomerk van jellinek/joule burn. Current mark
adalah tanda luka akibat listrik dan merupakan tempat masuknya aliran listrik.
Tanda-tanda listrik tersebut antara lain :
• Terkecil sebesar kepala jarum dengan warna kemerahan
• Tanda lain berupa bula
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). Cara
mencari t.u pada telapak tangan atau telapak kaki dan sebelumnya harus
dicuci dulu dengan sabun dan bila perlu disikat. Metalisasi akibat panas yang
ditimbulkan sedemikian besar sehingga ion-ion asam jaringan bereaksi
dengan ion-ion logam dari kawat atau kabel membentuk garam dan
menyebar di jaringan. Warna yang terjadi tergantung bahan logam, misalnya
dari besi akan tampak warna hitam kecoklatan, tembaga warna coklat
kemerahan, dan aluminium warna perak. Luka keluar dari luka listrik
(electrical burn) tidak khas dapat berupa luka lecet, luka robek, atau luka
bakar. Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels
terdiri dari kalsium fosfat
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga
bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi
hitam dan hangus terbakar
• Eksogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi
yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar
dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan
patahnya tulang-tulang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 188


• Panas yang timbul pada suatu waktu demikian besarnya sehingga kawat
listrik menguap dan mengkondensir di jaringan tubuh/electric metalisasi
b. Pemeriksaan Dalam
Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak
didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak adalah pada
daerah ventrikel III dan IV. Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui aliran
listrik dan berhenti pada fase diastole, sehingga terjadi dilatasi jantung kanan.
Pada paru didapatkan edema dan kongesti. Pada korban yang terkena listrik
tegangan tinggi, Custer menemukan pada puncak lobus salah satu paru terbakar,
juga ditemukan pneumothorak, hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran
listrik yang melalui paru kanan. Pada organ jantung akan didapatkan banyak
jendolan darah tepatnya pada chorda tendinea. Organ viscera menunjukkan
kongesti yang merata. Petekie atau perdarahan mukosa gastro intestinal
ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal akibat listrik. Pada hati ditemukan lesi
yang tidak khas., sedangkan pada tulang, karena tulang mempunyai tahanan
listrik yang besar, maka jika ada aliran listrik akan terjadi panas sehingga tulang
meleleh dan terbentuklah butiran-butiran kalsium fosfat yang menyerupai
mutiara atau pearl like bodies.1 Otot korban putus akibat perubahan hialin.
Perikard, pleura, dan konjungtiva korban terdapat bintik-bintik pendarahan.
Pada ekstremitas, pembuluh darah korban mengalami nekrosis dan ruptur lalu
terjadi pendarahan kemudian terbentuklah gangren.

Pemeriksaan Tambahan
Yang dilakukan adalah pemeriksaan patologi anatomi pada current mark.
Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda kekerasan oleh listrik
tetapi sangat menolong untuk menegakkan bahwa korban telah mengalami
trauma listrik.
Hasil pemeriksaan akan terlihat sebagai berikut :
• Ada bagian sel yang memipih, pada pengecatan dengan metoxyl lineosin
akan bewarna lebih gelap dari normal
• Sel-sel pada stratum korneum menggelembung dan vakum
• Sel dan intinya dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun secara
palisade
• Ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak
dari stratum korneum
• Folikel rambut dan kelenjar keringat memanjang dan memutar ke arah
bagian yang terkena listrik.

Petir (Lightning)
Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah
(DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere.
Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir :
1. Berada di tanah lapang.
2. Berada dibawah pohon yang tinggi.
3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam.

Ada 3 kelainan akibat sambaran petir :


1. Efek listrik.
2. Efek panas.
3. Efek ledakan.

Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 189


• Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah satu tanda
utama luka listrik (electrical burn).
• Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun
akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari persentuhan
antara kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda ini akan hilang sendiri setelah
beberapa jam.
• Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir (lightning / eliksem) akan berubah
menjadi magnet. Efek ini termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).

Ada 2 efek panas akibat sambaran petir :


• Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh tubuh korban
dapat terbakar atau hangus.
• Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan dan
komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan
untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda
luka listrik (electrical burn).
Efek ledakan akibat sambaran petir (lightning / eliksem) terjadi akibat perpindahan
volume udara yang cepat & ekstrim. Setelah kilat menyambar, udara setempat menjadi
vakum lalu terisi oleh udara lagi shg menimbulkan suara menggelegar/guntur / ledakan.
Cara kematian korban akibat sambaran petir : kecelakaan.

TRAUMA KIMIAWI

Asam kuat & Basa kuat

l Asam kuat à mengkoagulasikan protein à luka korosif yang kering,


kertas spt kertas perkamen.
l Basa kuat à memembentuk reaksi penyabunan à luka basah, licin à
kerusakan sampai terus kedalam

Bahan kimia yg bersifat korosif dpt dibagi dalam 4 golongan :


l Asam organik yg bersifat korosif, à asam oksalat, asam asetat, asam sitrat dan
asam karbol.
l Asamanorganik yg bersifat korosif àasam fluoride, asam klorida, asam nitrat
dan asam sulfat.
l Kaustik alkali àkalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium hidroksida dan
amoniak.
l Garam logam berat àmerkuri klorida, zinc klorida dan stibium klorida.

Ciri luka akibat kimiawi :


l Asam karbol àluka bakar dimana kulit yang terkena akan berwarna kelabu
keputihan.
l Asam oksalat àkulit berwarna kelabu kehitaman.
l Asam sulfat dan asam klorida à kulit mula-mula akan berwarna kelabu kmdn
jadi hitam.
l Asam nitrat à kulit berwarna merah kecoklatan yang disertai dengan
perdarahan.
l Zinc klorida à kulit berwarna keputih-putihan, sedangkan
l Merkuri klorida àkulit yg terkena berwarna biru keputihan + perdarahan.
l Ciri trauma akibat asam à kering, cokelat kemerahan dan pd perabaan teraba
padat dan keras

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 190


l Ciri trauma akibat basa à bengkak, edem, warna cokelat kemerahan dan pada
rabaan teraba lunak dan licin.

HUBUNGAN ANTARA “HASIL/CEDERA” DENGAN “PIDANA”

LUKA RINGAN:
Luka ringan adalah :
• Luka yang tidak mengakibatkan sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan
• Misalnya memar atau lecet:
– Yang berdasarkan lokasi dan luasnya dianggap tidak mengakibatkan
gangguan fungsi
Ps 352 kuhp: maksimal 3 bulan

Luka sedang :
Luka sedang adalah :
Luka/cedera diantara luka berat dan luka ringan

Misalnya :
– Vulnus laceratum
– Vulnus scissum
– Fracture
yang tidak mengancam nyawa namun membutuhkan perawatan lebih lanjut dan
menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu
Pasal 351 (2) KUHP: Maks 2 Tahun 8 Bulan
Pasal 353 (1) KUHP: Maks 4 Tahun

LUKA BERAT:
Menurut Pasal 90 KUHP Luka berat adalah :
• Tak dapat diharapkan sembuh
• Mengancam nyawa
• Halangan bekerja permanen
• Kehilangan salah satu indera
• Cacat berat
• Kelumpuhan
• Tak dapat berpikir 4 minggu atau lebih
• Gugurnya kandungan
PS 351 (3) KUHP: Maks 5 Tahun
PS 353 (2) KUHP: Maks 7 Tahun
PS 354 (1) KUHP: Maks 8 Tahun
PS 355 (1) KUHP: Maks 12 Tahun
RINGKASAN

LUKA AKIBAT BENDA TAJAM


DEFINISI
ž Kelainan pada tubuh akibat persentuhan dengan benda tajam sehingga
kontinuitas jaringan hilang
KLASIFIKASI
ž Luka iris (incised wound)
ž Luka tusuk (stab wound)
ž Luka bacok (chop wound)
CIRI LUKA
ž Tepi luka rata

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 191


ž Sudut luka lancip
ž Rambut terpotong
ž Tidak ditemukan jembatan jaringan
ž Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya
DESKRIPSI LUKA
ž Jumlah luka
ž Lokasi luka
ž Ukuran luka
ž Ciri-ciri luka ( tepi luka,sudut luka, adakah jembatan jaringan, memar atau luka
lecet, adakah rambut ikut terpotong, adakah sesuatu yang keluar dari lubang)
ž Benda asing
ž Intravitalitas luka
ž Luka tersebut mematikan atau tidak

LUKA IRIS (INCISED WOUND)


ž Luka akibat benda bermata tajam dengan tekanan ringan dan goresan pada
permukaan tubuh
Ex.pisau, pecahan kaca, pisau,silet, pedang, potongan seng

ž Bentuk luka:
- Celah : // arah serat elastis/otot
- Menganga : ^ arah serat elastis/otot
- Asimetris : miring thdap serat elastis/otot
ž Ciri-ciri:
1. tepi dan permukaan luka rata
2. sudut luka lancip
3. ≠ jembatan jaringan
4. rambut terpotong
5. luka memar/lecet (-)
6. tidak mengenai tulang
7. panjang luka > dalam luka
ž Sebab kematian pada luka iris:
1. Langsung : perdarahan, emboli udara, aspirasi darah
2. Tidak langsung : infeksi atau sepsis
CIRI LUKA IRIS PADA BUNUH DIRI
ž Lokasi luka pada daerah tubuh mematikan atau dapat dijangkau (leher,
pergelangan tangan, lekuk siku, lekuk lutut, lipat paha)
ž Luka percobaan
ž Tidak ditemukan luka tangkisan di bagian tubuh lain
ž Pakaian disingkirkan pada daerah luka

LUKA IRIS PADA PEMBUNUHAN


ž Luka di sembarang tempat
ž Luka tangkisan (+)
ž Luka percobaan (-)
ž Pakaian ikut terkoyak akibat benda tajam

LUKA TUSUK
Bentuk luka :
1. pada parenkim dan tulang : sesuai penampang alat penyebabnya
2. pada kulit/otot :
- alat pisau

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 192


// serat elastis otot : spt celah, ^ serat elastis otot :
menganga, miring thd serat elastis otot : asimetris
- alat ganco/lembing
celah bila luka di daerah pertemuan serat elastis/otot
bulat : sesuai penampang alat
- alat penampang segitiga atau segiempat
bintang berkaki tiga atau empat

CIRI-CIRI LUKA TUSUK


ž Tepi luka rata
ž Sudut luka tajam, pada sisi tumpul alat, sudut luka < tajam
ž Pada sisi tajam alat, rambut ikut terpotong
ž Memar disekitar luka
ž Dalam luka > panjang luka
Sebab Kematian pada Luka Tusuk:
ž Langsung : perdarahan, kerusakan alat tubuh yang penting, emboli udara
ž Tidak langsung : sepsis / infeksi
Cara kematian pada luka tusuk:
ž Pembunuhan
ž Bunuh diri
ž Kecelakaan

LUKA TUSUK PEMBUNUHAN


ž Lokasi di sembarang tempat
ž Jumlah luka > 1
ž Adanya tanda perlawanan
ž Luka tusuk percobaan (-)

LUKA TUSUK BUNUH DIRI


ž Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)
ž Jumlah luka yang mematikan > 1
ž Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
ž Luka tangkisan (-)
ž Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
ž Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm
ž Lokasi pada alat tubuh yang penting/ dapat dijangkau (dada, perut)
ž Jumlah luka yang mematikan > 1
ž Luka tusuk percobaan (+) disekitar luka utama, bergerombol
ž Luka tangkisan (-)
ž Pakaian disingkirkan terlebih dahulu
ž Tangan yang memegang senjata kadang mengalami cadaveric spasm

LUKA TUSUK DI KEPALA


ž Hampir selalu karena pembunuhan
ž Kematian karena rusaknya perdarahan, rusaknya organ vital
ž Bentuk luka membantu identifikasi senjata

LUKA TUSUK DI LEHER


ž Korban meninggal karena terpotongnya arteri carotis, vena jugularis, pharyng,
trakea
ž Terpotong a. carotis : perdarahan banyak, trombus a.cerebralis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 193


ž Terpotong v. jugularis : emboli udara menyumbat a. pulmonalis
ž Terpotong trachea: aspirasi darah ke paru-paru

LUKA TUSUK DADA


Kerusakan jantung, paru, a.v. besar

LUKA TUSUK ABDOMEN


Kerusakan organ dalam, perdarahan banyak

LUKA TUSUK EKSTREMITAS


Sering luka tangkisan, kematian akibat perdarahan

LUKA BACOK (Chop Wound)


ž Luka akibat benda atau alat berat
ž Mata tajam atau agak tumpul
ž Suatu ayunan
ž Tenaga agak besar
ž Pedang, celurit, kapak, baling-baling kapal.
Ciri-ciri:
ž Besar
ž Tepi tergantung mata senjata
ž Sudut tergantung mata senjata
ž Kerusakan tulang, bagian tubuh terputus
ž Memar/lecet di sekitar luka
Cara kematian
ž Pembunuhan, kecelakaan
Sebab kematian
ž Langsung : perdarahan, kerusakan organ vital, emboli udara
ž Tidak langsung : sepsis/ infeksi
LUKA AKIBAT BENDA TUMPUL
• Luka à hilang/rusaknya sebagian jaringan tubuh
• Kekerasan benda tumpul à kasus paling banyak terjadi.
• Cara kejadianà terutama berupa kecelakaan lalu lintas
• Sebab kematian korban kekerasan benda tumpul ---- kerusakan organ vital,
perdarahan, syok, infeksi.
• Benda tumpul :
- Benda tidak bermata tajam
- Konsistensi keras atau kenyal
- Permukaan dapat halus atau kasar, kadang dijumpai benda dengan bagian
tajam dan tumpul (misalnya clurit)
• Pembagian kekerasan benda tumpul
a. Localized
- Mengenai sebagian kecil dari tubuh, akibat kekerasan benda dengan luas
tertentu yang relatif kecil

- Dijumpai pada :
Serangan manusia (ditinju, dipukul kayu dsb)
Serangan binatang (disepak kuda)
Tubrukan atau jatuh
b. Generalized
- Mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
- Cara kejadian :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 194


Terlempar (kecelakaan lalu lintas, terjadi dari tempat tinggi
Tergilas/tertindih (tertimpa bangunan runtuh)
Terkoyak kecelakaan lalu lintas
• Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan
Kulit
- Luka lecet (abrasion)
- Luka memar (contusion)
- Luka retak, robek, koyak (laceration)
Kepala
- Mengenai tengkorak
- Jaringan intrakranial
Leher dan tulang belakang
Dada
- Mengenai tulang-tulang
- Mengenai organ dalam
Perut
- Mengenai organ parenkim
- Mengenai organ berongga
Anggota gerak
- Mengenai tulang dan sendi
- Mengenai jaringan lunak

LUKA LECET (ABRASION)


• Kerusakan yang mengenai lapisan atas dari epidermis akibat kekerasan dengan
benda yang mempunyai permukaan yang kasar, sehingga epidermis menjadi
tipis, sebagian atau seluruh lapisannya hilang
• Ciri luka lecet :
- Sebagian atau seluruh epitel hilang
- Permukaan dapat tertutupi oleh eksudasi yang mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang
- Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut
• Ante mortem
Warna coklat kemerahan karena eksudasi
Mikroskopis : Terdapat sisa epitelium dan tanda-tanda intravena
• Post mortem
- Tampak mengkilap, warna kekuningan
- Mikroskopis : Epidermis terpisah sempurna dari dermis dan tidak ada tanda
intravena
- Sering terjadi pada daerah penonjolan tulang

LUKA MEMAR (CONTUSION)


• Kerusakan adalah jaringan subkutan sehingga pembuluh darah kapiler rusak dan
pecah à darah meresap kejaringan sekitar.
• Bagian yang mudah mengalami memar à mempunyai jaringan lemak
dibawahnya dan berkulit tipis

LUKA ROBEK (LACERATION)


• Seluruh tebal kulit mengalami kerusakan dan jaringan bawah kulit. Epidermis
terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat, dan sebacea mengalami kerusakan.
• Bila sembuh dapat menimbulkan jaringan parut

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 195


• Luka robek mudah terjadi pada kulit dengan adanya tulang di bawahnya.

Tabel. Perbedaan luka robek dan luka iris


Luka Robek Luka Iris
Memar dan lecet + -
Rambut Utuh Terpotong
Jembatan + -
jaringan
Sudut/tepi luka Tumpul Tajam

LUKA RETAK
• Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat di bawah kulit tersebut
(Misal : kepala dan tulang kering)
• Akibat dari kekerasan benda tumpul yang mempunyai pinggiran (tepi meja, tepi
pintu dll)

Tabel. Perbedaan Luka retak dan luka iris


Pembeda Luka Retak Luka Iris
Tepi Luka Tidak Tajam Tajam
Sudut Luka Tidak Tajam Tajam
Permukaan Luka Tidak Rata Rata
Jembatan Jaringan + -
Rambut Tercabut Terpotong
Memar/ lecet sekitar luka + -

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala

• Kelainan pada tengkorak berupa patah tulang


- Fraktur basis kranii (patah tulang dasar tengkorak)
o umumnya keluar darah dari hidung, mulut, telinga
o bila patahan mengenai atap bola mataàBrill hematom
- Fraktur vault kranii (patah tulang atap tengkorak)
• Kelainan pada otak, menimbulkan
Contusio serebri (memar otak)
o Perdarahan kecil di permukaan otak tanpa disertai kerusakan arrachnoid
di atasnya
Lacerasio cerebri (robek otak)
o Kerusakan pada white matter dan gray matter, disertai robeknya
arrachnoid. Ada 2 macam :
Coup
Counter coup
Edema serebri

• Kelainan pada selaput otak


- Epidural haemorrhage (perdarahan di atas selaput tebal otak)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 196


o Robekan pembulut darah diluar duramater (tersering à a. meningea
media)
o Darah merembes diantara otak dan tulang à membeku
- Subdural haemorrhage (perdarahan di bawah selaput tebal otak)
- Subarachnoid haemorrhage (perdarahan di bawah selaput laba-laba otak)
o Pecahnya vena serebri posterior

COMOSIO SEREBRI (Gegar otak)

• Gangguan fungsi otak akibat trauma kepala


• Tanpa dapat ditemukan kelainan anatomi di otak
• Gejala klinis :
- Pingsan sebentar (hingga sampai 15 menit)
- Muntah
- Pusing
- Amnesia
- Tidak ada kelainan neurologis

CEDERA KEPALA

PENDAHULUAN
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.

I. FISIOLOGI KEPALA
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus khoroideus sebanyak 20 ml/jam.
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoidea yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar
150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu
4–10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK
lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep
ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah
otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 197


cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3
hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.

Patofisiologi tekanan intrakranial (TIK)


Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak
(80% atau sekitar 1200 ml), darah (10% atau 150 ml), dan cairan serebrospinal (10%
atau 150 ml yang diproduksi rata-rata 20 ml/jam atau 500 ml/hari). Kombinasi
tekanan yang dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan
intrakranial (TIK). Karena volume ruang intrakranial tetap, tekanan intrakranial yang
meningkat ketika adanya volume tambahan yang melebihi kapasitas/muatan, maka
konstanta akan dicapai dengan menggeser cairan serebrospinal dan darah ke
ekstrakranial.
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan
tekanan intracranial (TIK). Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan
menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK normal pada keadaan istirahat sebesar
10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg, terutama bila menetap, berhubungan
langsung dengan hasil akhir yang buruk.

Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika
TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan. Hal
ini jelas karena rongga cranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid, tidak
mungkin mekar. Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam batas normal. Saat pengaliran CSS dan darah
intravaskuler mencapai titik dekompensasi, TIK secara cepat akan meningkat.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 198


Tekanan dan volume berhubungan dengan compliance (Δ volume/ Δtekanan).
Pada sistem noncompliance, perubahan volume yang kecil akan menyebabkan
perubahan tekanan yang ekponensial. Cedera neuronal terjadi disebabkan karena
turunnya CBF dan menyebabkan iskemia selama CPP menurun atau karena
kompresi langsung terhadap jaringan ketika otak bergeser sepanjang tingginya
tekanan dan terjadi herniasi diantara kompartemen yang tetap
Nilai normal CPP adalah > 50 mmHg. Autoregulasi otak merupakan suatu
mekanisme dimana dengan range yang besar, perubahan tekanan darah sistemik
yang besar hanya sedikit mempengaruhi perubahan CBF. Karena adanya
autoregulasi, CPP harus turun dibawah 40 pada otak normal sebelum CBF terganggu

CBF = CPP/CVR
CPP = MAP-TIK

Keterangan:
CBF = Cerebral Blood Flow
CPP = Cerebral Perfusion Pressure
CVR = Cerebral Vascular Resistance
MAP = Mean Arterial Pressure
TIK = Tekanan Intrakranial

II. MEKANISME DAN PATOLOGI


Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan
atau tanpa fraktur tulang tengkorak.Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak,
hematom epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan
gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang
berseberangan dengan benturan (contra coup).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 199


Gambar. Mekanisme cedera kepala

Lesi akselerasi - deselerasi


Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang
lain tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas
antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas
yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan
bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti,
sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai
bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka
akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut
akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa: Hematom subdural, hematom intraserebral,
hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan
deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi
diffuse berupa: Komosio serebri, diffuse axonal injury.
Perbedaan anatomis otak anak membuatnya lebih rentan daripada otak orang
dewasa untuk jenis cedera tertentu yang menyertai cedera kepala. Proporsi kepala
anak lebih besar dibanding dengan luas permukaan tubuh, dan stabilitasnya
tergantung pada ligamen daripada struktur tulang. Otak anak-anak memiliki kadar air
yang lebih tinggi, 88% dibanding 77% pada orang dewasa, yang membuat otak lebih
lembut dan lebih rentan terhadap trauma akselerasi-deselerasi. Bayi dan anak-anak
mudah menoleransi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih baik karena
memiliki sutura yang terbuka. Perdarahan intrakranial mungkin terjadi sebagai hasil
dari terpotongnya atau robekan struktur vaskular.
Secara struktur anatomis, tengkorak anak yang masih imatur sifatnya masih
elastis dan mempunyai kesanggupan untuk deformasi. Sebagai dampaknya,
tengkorak anak memiliki kemampuan mengabsorbsi sebagian energi kekuatan fisik,
sehingga relatif memberikan perlindungan dari bahaya yang mencederainya,
sebelum akhirnya terjadi fraktur tulang tengkorak. Selain itu duramater pada anak
kecil sifatnya lebih melekat pada tengkorak, dibandingkan pada dewasa.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 200


Gambar .Pergeseran otak akibat akselerasi dan deselerasi

III. PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan
otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian
korban dapat meninggal.Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan
glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa,
yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru
atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.

IV. GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat
cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni
metode EMV (Eyes, Verbal, Movement).
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
• Secara spontan 4
• Atas perintah 3
• Rangsangan nyeri 2
• Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
• Orientasi baik 5
• Jawaban kacau 4
• Kata-kata tidak berarti 3
• Mengerang 2
• Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
• Kemampuan menurut perintah 6
• Reaksi setempat 5
• Menghindar 4
• Fleksi abnormal 3
• Ekstensi 2
• Tidak bereaksi 1

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 201


V. PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
• Simple head injury
• Commotio cerebri
• Contusion cerebri
• Laceratio cerebri
• Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera
kepala ringan.Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai
cedera kepala berat.Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada
saat pasien tiba di Rumah Sakit.

1. Simple Head Injury


Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
• Ada riwayat trauma kapitis
• Tidak pingsan
• Gejala sakit kepala dan pusing
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang
berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai
kerusakan jaringan otak.Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo,
mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan lesi pada labirin atau
terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak.Pada commotio cerebri mungkin
pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.Amnesia ini timbul akibat terhapusnya
rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu
dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di
dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Hal penting untuk
terjadinya lesi contusi ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga
menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif.Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala.Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade
reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blokade itu, otak
tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade
reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup”, “contrecoup”, dan
“intermediate coup” menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa
refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih,
penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.2,5
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang
beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah
cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi
rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena
pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa
timbul.2
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi
dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 202


4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan
robekan piamater.Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan
subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat
dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang
disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada
fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh
deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang
terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
• Hematom kacamata (brill) tanpa disertai subconjungtival bleeding
• Epistaksis
• Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
• Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
• Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan foto roentgen basis kranii.
Komplikasi :
• Gangguan pendengaran
• Parese N.VII perifer
• Meningitis purulenta akibat robeknya duramater.
• Adanya cairan LCS yang bercampur darah. Kebocoran LCS dapat
diperiksa dengan “double ring” atau “halo sign”, yaitu jika setetes cairan
darah yang dicurigai mengandung LCS diletakkan diatas tissue/koran,
maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya terbentuk
perembesan yang membentuk cincin kedua.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
• Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan
Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10
menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan
pada pemeriksaan neurologist.
• Cedera Kepala Sedang (CKS)
o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota
gerak.
• Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih
berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 203
Hal yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6
jam dari saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

VII. DIAGNOSA
Berdasarkan :Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian
timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
§ Interval lucid
§ Peningkatan TIK
§ Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subgaleal.
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada
sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus
piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik
positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
3. Perdarahan Intraserebral

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 204


Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak
pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa
hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan
perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi
dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan
manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak.Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya
lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala
kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya
dapat meninggi.
• TIK meningkat
• Cephalgia memberat
• Kesadaran menurun

Komplikassi jangka Panjang :


1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, konsentrasi berkurang, libido menurun,
mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan
tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia,
menarik diri, dan depresi.

Gambar. Petunjuk Cedera Kepala

Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher Dan Tulang Belakang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 205


• Pada leher : perdarahan otot/ # tlg leher
§ † :spasme laring, refleks vagal
ð emfisema => asfiksia
• Pada tulang.belakang :
Kekerasan langsung :# / luksasi
Tdk langsung : # / dislokasi

• Pada Dada:
1.Mengenai tulang :
o a.tulang iga (transverse/obliq #)
ð †: syok hematothoraks, pneumothoraks
o b.sternum: (costae 2-4)=> robekan pericardium/jantung
o c.skapula (jarang)
o d.klavikula :tdk menyebabkan kematian
2.Mengenai organ dalam dada : dpt trjadi lepas dr fiksasi,
crushed/contused,robek,pecah, laserasi krn #costae
o a.pericardium:robekan krn #costae/ sternum
o b.jantung & paru: lepas dr fiksasi, contusi,robek,pecah, laserasi
o c.Diafragma: kiri sring robek, krn kanan trlindung hepar
• Pada Perut
Umumnya trjadi: contusi, laserasi ,ruptur, lepas dr fiksasi
1.Organ parenkim
o a.hepar :kontusi, laserasi
o komplikasi ruptur : syok segera,internal bleeding, infeksi
o b.lien: ruptur bntuk Y,H / L
o keluhan: nyeri perut kiri atas,pucat,haus,nadi cpt,dyspne
o komplikasi: internal bleeding
o c.ginjal: retroperitoneal bleeding, luka rongga dlm:hematuri
o d.pankreas: tjd ruptur vertikal, † krn syok & perdarahan
o e.adrenal: kanan mdh trluka, umumnya luka brsama organ lain
2.Organ berongga
o a.lambung: trauma lokal hipokondria kiri=>kontusi,ruptur dinding
lambung.
o b.usus/duodenum: sering luka stinggi L2, bs ruptur jika penuh cairan
o c.kandung seni: jika penuh mudah ruptur

• Pelvis
Trauma=> Becken #
Misal: - jatuh dr ketinggian
- tergilas roda=> luksasi sakroiliaka,simpisiolisis, # Rr.os pubis/sacrum
bisa disertai robekan perineum, scrotum,uretra,vagina & anus

Kekerasan Benda Tumpul Pada Anggota Gerak

1.Tulang & Sendi


a.kekerasan lsg: dislokasi, #, rusak hebat jaringan skitar
b.tdk langsung: bukan pd tempat kontak (ct.caput femur keluar dr acetabulum saat
trgilas mngenai tgh femur)
c.muscular action (jarang)
2.Mengenai Bagian Lunak
a.timbul luka lecet,memar,robek dlm brbagai derajat
b.gilasan roda mobil: avulsi, kekerasan yg hebat =>ekstremitas teramputasi dan hancur

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 206


Komplikasi fatal: syok, perdarahan,infeksi(osteomyelitis), trombose & embolisme

TRAUMA THERMIK

§ Trauma thermik
1. Hyperthermis
2. Hypothermis
§ Kematian karena luka bakar :
- Biasanya karena kecelakaan
- Sering pada orang tua dan anak-anak
- Dapat terjadi pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
§ Klasifikasi luka bakar :
1. Luka bakar thermis : Adalah kelainan akibat kontak permukaan luar dan
dalam dari tubuh dengan panas fisik
Penyebabnya :
- Luka bakar oleh panas kering (burns/dry heat), misal : sinar matahari,
panas api, benda padat yang panas
- Luka bakar oleh panas basah (scalds/moist heat)
2. Luka bakar kimia
3. Luka bakar listrik
Hyperthermis
§ Korban dengan luka bakar akan mengalami beberapa kemungkinan :
1. Sembuh tanpa bekas : bila luka bakarnya hanya berupa erythema /vesikel yang
tanpa disertai kerusakan jaringan bawah kulit
2. Sembuh dengan bekas (jaringan parut) : bila luka bakar disertai kerusakan
seluruh tebal kulit disertai kerusakan jaringan bawah kulit
3. Berakhir dengan kematian
Perubahan yang terjadi pada korban luka bakar :
§ Panas à permeabilitas kapiler darah à cairan intraseluler keluar ke
interstitial.
- 1% luka bakar à cairan tubuh yang keluar ke interstitial 0,5-1% bloodvolume
- Bila blood volume hilang 20% à terjadi cardiac failure à shock
- Pengeluaran cairan tubuh terbanyak pada 6-8 jam pertama
- Insensible water loss
- komposisi cairan bulla hampir sama cairan plasma
§ Eritrosit à rapuh dan pecah karena panas
§ Akut renal failure karena : shock, timbunan Hb, dan pecahnya eritrosit
§ Cortison release meningkat
§ Dapat terjadi curling ulcers pada lambung, akut dilatasi/paralise usus
§ Neurogenic shock karena nyeri hebat
§ Asfiksia akibat edem laring akibat terhirup udara sangat panas
§ Keracunan akut gas CO atau gas toksik lain à anoksia à mati lemas
Gradasi luka bakar
Ditentukan oleh :
1. Luas daerah yang terbakar
2. Tinggi rendahnya temperatur /panas yang membakar tersebut
3. Lamanya kontak dengan kulit
No. 2 dan 3 menentukan dalamnya luka bakar
Rule of Nine untuk menentukan luasnya luka bakar :
Permukaan kepala dan leher 9%

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 207


Permukaan dada 9%
Permukaan punggung 9%
Permukaan perut 9%
Permukaan pinggang 9%
Permukaan ekstremitas atas kanan 9%
Permukaan ekstremitas atas kiri 9%
Permukaan ekstremitas bawah kanan 9%
Permukaan ekstremitas bawah kiri 9%
Permukaan alat kelamin 1%

Tingkatan dalamnya luka bakar menurut Boyler (1814) :


Tingkat I : hanya mengenai epidermis
Tingkat IIA : superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas corium
Tingkat IIB : dalam, mengenai epidermis dan lapisan dalam corium
Tingkat III : mengenai seluruh tebal kulit, subcutan, otot dan tulang

Tabel. Derajat dalamnya luka bakar


Tingkat luka Klinis Tusukan
bakar jarum
I Hiperemia Hiperestesi
IIA Basah, Bulla (+) Hiperestesi
IIB Basah, Bulla , keputihan Hiperestesi
III Kering, putih, hitam Anestesi

Gradasi luka bakar menurut American College of Surgeon :


§ Kritis
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II > 15%
- luka bakar Tk III > 10%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II > 30%
- luka bakar Tk III > 10%
c. Luka bakar Tk III pada tangan, kaki, wajah, atau yang memberi komplikasi
pada tractus respiratorius atau ada fraktur tulang

§ Sedang
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II (10-15%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
b. Dewasa : - luka bakar Tk II (15-30%)
- luka bakar Tk III (2-10%)
§ Ringan
a. Anak-anak : - luka bakar Tk II < 10%
- luka bakar Tk III <2%
b. Dewasa : - luka bakar Tk II < 15%
- luka bakar Tk III <2%

Pemeriksaan Kematian Pada Korban Luka Bakar


§ Pemeriksaan TKP
Tujuan :
a. Menentukan korban masih hidup/sudah meninggal
b. Menentukan perkiraan saat kematian
c. Menentukan sebab/akibat dari luka bakar
d. Membantu mengumpulkan barang bukti
e. Menentukan cara kematian

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 208


§ Menentukan apakah korban masih hidup/sudah meninggal à alat yang
digunakan stetoskop dan senter
§ Menentukan perkiraan saat kematian, data yang diperlukan :
1. penurunan suhu tubuh
2. lebam mayat
3. kaku mayat
4. tanda-tanda pembusukan
5. umur larva pada jenazah yang sudah membusuk
Pada luka bakar yang dalam dan total, terdapat kesukaran memperoleh data pada
:
Sikap puguilistik pada luka bakar total
Lebam mayat sulit ditentukan pada korban yang hangus terbakar
à Perlu diketahui jam ditemukan korban meninggal dan jam terakhir korban
terlihat hidup

§ Menentukan sebab/akibat dari luka bakar :


1. Luka bakar oleh cairan (scalds)
- Derajat I : berupa kemerahan (hiperemia)
- Derajat II : berupa gelembung berair (vesikula)
à disebabkan : siraman air panas, cipratan minyak panas
2. Luka bakar panas (dry heat)
à Dapat disebabkan : tersentuh botol panas, terjilat nyala api, pakaian
korban yang terbakar, kejadian kebakaran besar

§ Membantu mengumpulkan barang bukti :


o Barang bukti di sekitar lokasi korban diperlukan untuk mengungkapkan
lokasi, sumber, penyebab luka bakar. Dapat juga dinilai dari posisi korban
pada waktu ditemukan dan bagian yang terkena luka bakar.
o Barang bukti dapat berupa : puntung rokok, kompor yang meledak, tangki
bensin yang mudah terbakar, termos, sumber uap panas.
§ Cara kematian pada luka bakar

Perlu diperhatikan beberapa hal :


1. Penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan kecelakaan, misal : epilepsi,
hipertensi
2. Keadaan barang-barang di sekitar korban, misal : pada kasus bunuih diri barang-
barang di sekitar korban tidak berantakan
3. Adanya tanda-tanda kekerasan lain selain luka bakar, misal : luka-luka akibat
benda tajam/tumpul yang mungkin terjadi sebelum terbakar.

SEBAB KEMATIAN PADA LUKA BAKAR


1. Syok (hipovolemik maupun neurogenik
2. Infeksi
3. Akut Renal Failure
4. Edema laring
5. Keracunan akut gas CO atau gas-gas toksik yang lain

IDENTIFIKASI KORBAN
- Dilaksanakan pada pemeriksaan TKP maupun pada waktu pemeriksaan jenazah
- Data korban : tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, warna
mata dan rambut
- Tanda pengenal khusus pada tubuh : jaringan parut, tatto
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 209
- Simpan potongan kain yang tidak terbakar
- Catat dan simpan barang pribadi milik korban
- Kumpulkan sampel rambut yang tidak terbakar
- Buat pemeriksaan gigi dan bila mungkin buat sidik jarinya
- Buat pemeriksaan radiologik
- Tentukan golongan darah

OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR


THERMIK
§ Pemeriksaan Luar
a. Kulit : keadaan luka, luas luka, dalam luka
Tanda-tanda reaksi vital: daerah yang berwarna merah pada perbatasan antara
daerah yang terbakar
b. Heat Stiffening
Ditemukan kekakuan pada otot-ototnya à koagulasi protein-protein otot yang
terkena panas
Tidak terjadi rigor mortis
Fleksi pada sensi siku, lutut, paha àPugillistic attitute
c. Lebam Mayat : sukar dilihat

OTOPSI PADA KORBAN YANG MENINGGAL KARENA LUKA BAKAR


THERMIK
Pemeriksaan Dalam
Tidak ditemukan kelainan yang spesifik
§ Sistem Pernafasan :
- Makroskopis : paru menjadi lebih berat dan mengalami konsolidasi
- Kelainan yang sering : edema laringopharing, tracheobronchiolitis,
pneumonia, kongesti paru, edema paru interstitial, ptechiae pada pleura,
adanya pigmen karbon yang melekat pada mukosa saluran nafas
§ Jantung : edema interstitial dan fragmentasi miokardium à tidak khas
§ Hati : perlemakan hati, bendungan, nekrosis, hepatomegali à tidak khas
§ Limpa dan kelenjar getah bening : edema dan nekrosis dari limfoid germinal
centre dan infiltrasi makrofag
§ Ginjal : tidak terpengaruh langsung, perubahan yang terjadi akibat dari
komplikasinya Luka bakar fatal à pembesaran ginjal
§ Saluran Pencernaan : Curling’s ulcer yang kadang mengalami perforasi
§ Kelenjar endokrin
§ Thyroid : Berat & aktifitas kelenjar thyroid meningkat
§ Thymus : involusi akibat hiperaktifitas kelenjar adrenal
§ Adrenal : kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin, penimbunan lemak,
bendungan sinusoid pada korteks dan medulla
§ Susunan Saraf Pusat
Edema, kongesti, kenaikan tekanan intrakranial, herniasi dari tonsilla serebellum
melewati foramen magnum serta adanya perdarahan intrakranial
§ Sistem muskuloskeletal
o Otot, tendo, tulang à jarang terpengaruh
§ Fraktur patologis
HYPOTHERMIS
§ Sistemik Hypotermi
§ Lokal Hypothermi
Pada hypothermy terjadi:
ü Penurunan denyut nadi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 210


ü Respiratory rate & tidal volume menurun
ü Paralisis usus
ü Erosi dan hemoragik pada lambung
ü Pankreatitis
ü Diuresis
ü Hemokonsentrasi

RESUME

Patologis forensik juga disebut penentu cara kematian. Cara kematian diartikan
sebagai gaya dalam terjadinya sebab kematian. 4 cara kematian yaitu alamiah,
kecelakaan, bunuh diri/suicide dan homicide.
Sebab kematian adalah penyakit atau cedera atau luka yang dimulai serangkaian
kejadian yang bertanggung jawab dalam menyebabkan kematian
Mekanisme kematian adalah gangguan atau kelainan fisiologik dan atau
biokimia yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian.
Trauma penyebab kematian dikelompokkan jadi trauma mekanik, kimiawi,
suhu/fisik, listrik.. Trauma mekanik dibagi kategori tajam dan tumpul. Trauma tumpul
dibagi senjata api dan bukan senjata api. Trauma senjata api dapat dibagi kecepatan
rendah dan kecepatan tinggi. Trauma bedah dibagi trauma penetrasi atau bukan
penetrasi. Trauma penetrasi mencakup luka tembak dan luka tusuk. Trauma bukan
penetrasi primer kecelakaan motor atau terjatuh.

Trauma mekanik
Cedera kekerasan tajam
Trauma mekanik terjadi saat kekerasan fisik melebihi kekuatan regangan
jaringan/kulit saat kekerasan terjadi. Kekerasan tajam menunjukkan cedera dari benda
tajam seperti pisau, pedang, kapak. Factor penting yang benar adalah objek tumpul
menghasilkan laserasi dan objek tajam menghasilkan luka insisi. Sebagai catatan lagi
luka tajam pinggir/tepi luka yang membedakan dengan cedera yang dihasilkan objek
tumpul. Kematian dari trauma tumpul dan tajam melalui berbagai mekanisme, tapi
trauma tajam umumnya menyebabkan kematian dengan perdarahan luar. Artinya
pembuluh darah utama arteri pada jantung harus mengalami kerusakan yang hebat
sehingga dapat menyebabkan kematian akibat trauma tajam.
Trauma tumpul
Trauma tumpul dapat menyebabkan kematian umumnya apabila pada jaringan
otak terdapat kerusakan yang jelas. Namun, trauma tumpul dapat merobek jantung dan
pembuluh aorta, yang menyebabkan perdarahan hebat, atau menghasilkan komplikasi
lainnya.
Luka tembak
Senjata api akan menghasilkan jenis luka tumpul yang khusus. Luka akibat
senjata api adalah luka umum yang terdapat pada kasus pembunuhan dan bunuh diri
pada negara Amerika Serikat. Luka tembak bisa digolongkan berdasarkan bahan yang
digunakan untuk melontarkan peluru. Bahan yang umum digunakan adalah bubuk
mesiu dan bubuk tanpa asap (nitroselulosa). Namun, penggunaan bubuk mesiu sangat
jarang terlihat, karena itu bahan tanpa asap yang sering digunakan.
Perbedaan lainnya yang dapat dilihat adalah senjata laras panjang dan laras
pendek. Kebanyakan kasus kematian didapatkan pada senjata laras panjang – rifle atau
handgun--. Senjata antik atau shotgun digolongkan pada jenis senjata laras pendek.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 211


Luka bisa dibedakan atas dasar lingkar tengah dari proyektil atau peluru.
Umumnya kombinasi dari ukuran metrik dan Inggris digunakan untuk membedakan
jenis senjata yang digunakan.
Lebih penting lagi, berdasarkan luka yang dihasilkan, adalah kecepatan dari
proyektil peluru. Kerusakan luka tembak akan bertambah sebagaimana kecepatan
peluru bertambah. Karena itu, terdapat perbedaan kuantitatif antara proyektil
berkecepatan tinggi dengan proyektil berkecepatan rendah. Titik potong antara
kecepatan tinggi dan rendah berkisar 300 meter per detik.
Jenis penggolongan yang lain dari luka senjata api ialah dari kemampuan peluru
untuk memberi luka tembus atau luka tidak tembus. Suatu luka yang tidak tembus akan
mempunyai satu luka masuk dan tidak memiliki luka keluar. Sesuai dengan hal ini
adalah peluru harus ditemukan dari setiap luka tak tembus. Suatu luka tembus akan
memiliki luka masuk peluru dan luka keluar. Sejalan dengan hal ini maka tidak akan
ditemukan peluru di dalam tubuh.
Ketika suatu senjata ditembakkan, tenaga yang melontarkan peluru adalah gas
yang dihasilkan dari pembakaran cepat dari bubuk mesiu atau bubuk tanpa asap. Dalam
hal ini disinggung hanya bubuk tanpa asap, karena bubuk mesiu jarang digunakan.
Untuk menyalakan bubuk tanpa asap, adalah penting untuk mempunyai media pencetus
awal yang menyalakan api. Pada semua selongsong peluru kecuali pada senjata dengan
kaliber 22 (juga disebut senjata api rim karena media pencetusnya terdapat pada
sekeliling selongsong), pemantik awal adalah sebuah mangkuk kecil yang terdapat pada
bagian dalam belakang selongsong. Menghantam (atau memanaskan) media ini akan
menyalakan api, dan kemudian akan membakar bubuk tanpa asap. Proses pembakaran
yang cepat akan menghasilkan sejumlah besar karbon monooksida, nitrogen dioksida,
karbon dioksida dan gas lainnya.
Seberapa jauh masing-masing komponen akan terlontar adalah dasar untuk
menentukan jarak dari laras senjata dengan korban saat senjata api ditembakkan. Produk
gas, termasuk logam berat, dan sejumlah asap dari gas karbon yang tidak terbakar, akan
terlempar hanya beberapa inchi. Efek dari gas akan menghasilkan apa yang disebut
dengan luka kontak langsung dan tidak kontak. Yang terlihat dari penghitaman kulit.
Sebagai tambahan, kulit akan menunjukkan variasi luka robekan karena gas yang
mengenai kulit akan merusak jaringan kulit. Terakhir, karbon monooksida akan
bereaksi dengan hemoglobin dan myoglobin pada luka yang menghasilkan
karboksihemoglobin dan karboksimyoglobin. Senyawa ini akan berwarna merah terang,
dibandingkan dengan warna merah gelap dari hemoglobin dan myoglobin yang normal.
Sebagaimana jarak antara laras dengan kulit bertambah jauh, efek dari gas akan
berkurang dan hanya bubuk yang tidak terbakar dan peluru yang mampu menembus
kulit. Bubuk yang tidak terbakar yang menembus kulit akan menghasilkan semacam
tatto atau klem pada sekitar luka peluru. Luka jenis ini disebut luka tembak dengan
jarak intermediat. Kebanyakan pistol akan menghasilkan klem ini ketika jarak kulit
pada laras sekitar setengah sentimeter sampai satu meter. Pola luka akan membesar saat
jarak bertambah jauh. Pada jarak satu meter, kecepatan bubuk akan melambat sehingga
tidak mampu untuk menembus kulit. Kecepatan 100 meter per detik merupakan
kecepatan umum yang dibutuhkan untuk menghasilkan penetrasi.
Luka dengan jarak tembak yang jauh sedikit mendapat efek dari gas dan bubuk.
Karena luka tembak dengan jarak yang jauh sangat sedikit menimbulkan efek selain
dari efek akibat peluru, jarak tembak susah ditentukan karena pakaian dan benda lain
dan menghalangi efek dari gas dan bubuk. Luka tembak jauh akan sedikit terdapat asap,
jelaga dan klem. Suatu luka tembak jarak jauh yang umum akan memiliki defek kulit
yang melingkar dan tanda mengelupas di sekitar sisinya. Lingkar tengah dari defek
kulit akan menunjukkan lingkar tengah dari peluru yang digunakan, tapi hal ini tidak
selalu nyata karena terdapat perbedaan kecil antara diameter peluru yang umum

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 212


digunakan oleh masyarakat sipil. Peluru memiliki berbagai jenis ukuran dari 0,22 inchi
sampai 0,45 inchi. Perbedaan 0,2 inchi tidak mudah untuk dilihat oleh pengamat.
Faktor utama yang menentukan ukuran luka tembak masuk jarak jauh adalah
elastisitas dari kulit. Kulit orang yang lebih muda lebih elastis dari pada kulit orang
yang lebih tua. Kulit yang elastis kerusakannya akan lebih kecil. Luka oleh caliber 0,38
inchi pada orang berusia 20 tahun mungkin akan terlihat sama pada luka oleh caliber
0,22 atau 0,25 inchi pada orang berusia 50 tahun. Secara jelas, untuk memastikan
kaliber senjata dari luka kontak tidak mungkin, karena jenis luka sedikit hubungannya
dengan jenis kaliber dalam merobek kulit.
Luka tembak keluar tipe lukanya berupa luka laserasi. Meskipun dalam ilmu
konvensional menyatakan bahwa luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak
masuk, namun ini tidak selalu terjadi, sebagaimana dapat terlihat, luka kontak lebih
besar dari pada luka keluar.
Perkiraan kecepatan sebuah peluru keluar bisa dilihat dari tampilan pada luka
tembak keluar. Luka tembak keluar yang tampak kecil dan berbentuk celah dan
memiliki sedikit laserasi kecil pada daerah sekitar memiliki kecepatan yang lambat dan
peluru biasanya akan ditemukan di dekat badan mayat (atau bahkan di pakaian).
Sebaliknya, luka tembak keluar dengan banyak laserasi pada daerah sekitar memiliki
kecepatan yang tinggi ; senjata dengan kecepatan tinggi biasanya ditemukan pada
militer dan pemburu dengan senjata panjang.
Luka tembak keluar akan terlindungi atau terhalau jika korban tembak
mengenakan pakaian ketat konstriktif seperti jaket kulit tebal atau pakaian yang terbuat
dari kain tenunan ketat, atau terdapat bahan seperti dinding kering yang dapat ditembus
peluru keluar yang akan melindungi kulit. Dihalaunyaluka tembak keluarakan terlihat
seperti luka tembak masuk. Lihat Gambar 4.10 yang cukup mewakili fenomena ini.
Sering, tepi abrasi lebih luas dari pada yang biasanya terlihat pada luka tembak masuk;
hal ini dapat membantu dalam membedakan dua jenis lukatembak. Penting untuk
catatan bahwa luka tembak masuk memilki gambaran unik jika luka tembak masuk
dihalangi atau dihalau. Luka tembak masuk akandihalau oleh jaringan lunak dan tulang;
itulah sebabnya tepi abrasi muncul di sekitar luka tembak masuk. Kulit ditekan untuk
beberapa waktu sebelum peluru menembus bahan menopang, kemudian hidung peluru
menggarut kulit. Jika kulit tidak terlindungi, maka peluru akan merobek kulit dan abrasi
tidak terjadi.Hal tersebut Ini khas pada kasus luka tembak keluar.
Perlindungan luka tembak keluar dan masuk dengan target pertengahan biasanya
tidak yang hanya dapat dilihat. Penting bentukan segi empat panjang dari luka tembak
masuk. Luka tembak masuk secara umum berbentuk lingkaran ketika peluru
ditembakkan dari senapan, karena peluru memutar dengan cepat pada aksis 90 derajat
dari tujuannya, bergerak melalui udara menuju titik pusat arah dari gerakannya.
Perputaran menyebabkan luka tembak masuk pada peluru menjadi bentuk
lingkaran atau mungkin lonjong jika peluru mengenai kulit pada sudut selain 90 derajat.
Jika peluru memasuki bagian tubuh, seperti yang ditunjukkan pada peluru dapat
goyang. Peluru tidak goyang ketika ditembakkan dari senjata yang dibuat dari barel.
Peluru akan goyang jika melewati medium yang lebih pekat daripada udara. Meskipun
demikian, peluru yang memantul atau melewati orang lain sebelum mengenai orang
kedua akan goyang. Jika pada saat masuknya peluru seperti penembakan langsung, itu
akan menghasilkan bentuk peluru tembak masuk. Peluru tembak keluar memiliki
pengertian bahwa hal itu disebabkan oleh peluru yang melewati seseorang.
Luka pada peluru disebabkan karena pembentukan lubang yang sementara saat
peluru melewati tubuh seseorang, kolapsnya lubang, dan gelombang shock pada
pembentukan kolaps. Ketika sebuah peluru mengenai seseorang, ia akan bergerak lebih
cepat daripada kecepatan saat berada di jaringan, sehingga hal itu akan mendorongnya
keluar. Jaringan yang cedera akan memecahkan poin, namun tidak pecah. Ini hanya

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 213


pecah pada kecepatan yang lebih lambat daripada perjalanan peluru. Pada kasus
kecepatan tinggi pada senjata api yang panjang dimana keceptannya 1000 meter per
detik, peluru akan melewati tubuh seluruhnya sebelum terjadi proses kerusakan.
Peningkatan kecepatan proyektil dapat menghasilkan jelaga pada luka masuk
dan efek karbon monooksida pada luka keluarnya. Untungnya, untuk menentukan arah,
perubahan ini terdapat pada bagian dalam dari luka keluar. Ketika jaringan akhirnya
terkoyak, jaringan ini akan tertarik menuju kembali menuju tempat luka di mana peluru
masuk dan dibelakangnya dikarenakan adanya elastisitas jaringan dalam menerima
peluru berkecapatan tinggi. Retraksi ini akan menciptakan cavitas sementara yang
besarnya akan setingkat dengan energi kinetik dari peluru. Cavitas kemudian akan
secara bertahap kolaps setelah meregang beberapa kali. Adanya saluran dari gelombang
dan kolaps cavitas sementara akan merusak jaringan di tempat di mana peluru masuk
dan di jaringan sekelilingnya. Besarnya kerusakan yang ada tergantung dari organ yang
ada, tapi bahkan untuk peluru pistol yang relatif lambat, diperkirakan, umumnya, tiga
kali dari diameter peluru. Untuk peluru dari senjata berkecepatan tinggi, besarnya
kerusakan mungkin dapat sepuluh kali lebih besar dari diameter peluru.
Kerusakan jantung akan menyebabkan penurunan drastis tekanan darah yang
terjadi seketika, dan menurunkan perfusi ke otak. Namun, otak masih akan berfungsi
selama 10 sampai 15 detik setelah kehilangan perfusi. Karena itu, seseorang masih
masih dapat menusukan ujung pisau bayonetnya kepada lawannya di dalam 10 sampai
15 detik setelah ditembak di dadanya. Sebuah luka tembak pada organ yang kurang vital
akan lebih memberikan banyak waktu. Karena itu, konsep dari “stopping power” tidak
selalu tepat. Setiap janis senjata api mempunyai “stoppong power” jika digunakan untuk
menembak seseorang di kepala. Sebaliknya semua jenis senjata api tidak akan memiliki
“stopping power” jika ditembakkan pada bagian selain kepala.
Trauma tumpul lainnya
Contoh trauma tumpul lainnya yang paling sering terdapat pada masyarakat
adalah tabrakan dengan media transportasi, umumnya dengan kendaraan bermotor.
Kematian yang terjadi dari kejadian tersebut umumnya digolongkan dalam kecelakaan.
Jarang kasus tabrakan masuk dalam jenis pembunuhan ataupun bunuh diri.
Umumnya, dengan mengecualikan luka tembak, trauma tumpul pada
pembunuhan pada orang dewasa memerlukan luka yang bersifat mematikan pada
kepala. Luka pada daerah lain jarang menghasilkan kematian. Pada anak-anak, jejas
mematikan umumnya karena trauma kepala, tapi trauma dada dan abdomen dengan
adanya robekan dari organ dalam, seperti limfa, hati dan jantung juga sering ditemui.
Dua istilah lainnya perlu dipelajari. Pertama adalah kontusio. Suatu kontusio
adalah pengumpulan darah pada jaringan di luar jaringan vaskular darah. Umumnya
dikarenakan trauma tumpul yang merusak jaringan cukup hebat untuk menyebabkan
kebocoran darah dari pembuluh darah yang kecil. Suatu konsep penting bahwa pola dari
benda yang digunakan untuk menghantam bisa didapat pada orang yang dihantam. Pola
luka semacam itu penting untuk menentukan tipe benda yang digunakan sebagai
senjata.
Istilah penting kedua lainnya ialah hematom. Hematom adalah tumor darah.
Hema berasal dari kata heme, bahasa Latin untuk darah, dan toma adalah bahasa Latin
untuk tumor. Hemtom adalah kontusio dengan lebih banyak darah. Secara khusus,
trauma tumpul pada kepala sering menimbulkan hematom, dikenal dengan istilah “telur
angsa”.

Trauma kimia
Kematian dari trauma ini meliputi kematian yang dihasilkan dari penggunaan
obat dan racun. Obat yang umum ditemukan dalam praktisi forensik jarang membunuh
secara langsung, namun berperan dalam sebagai 5% faktor kontribusi dalam trauma

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 214


kematian. Obat itu adalah etil alkohol, yang juga disebut ethanol. Ethanol merupakan
bahan aktif dalam bir, anggur, dan minuman yang diawetkan. Ethanol mungkin obat
dengan sejarah penyalahgunaan obat terlama, dan merupakan jenis obat yang sering
disalahgunakan pada zaman sekarang. Alkohol merupakan bahan yang diharamkan oleh
agama Islam dan beberapa kepercayaan Kristiani, tapi pelarangan tidak cukup kuat
untuk menghilangkan alkohol sebagai agen penyebab pada kebanyakan luka trauma.
Alkohol juga dapat membunuh secara langsung. Obat ini merupakan salah satu
pendepresi sistem saraf pusat; bekerja dengan memperlambat reaksi dan komunikasi
dari otak menuju neuron batang otak. Pada kadar rendah intoksikasi, kurang dari 0,03
gram persen dari kadar alkohol darah, seimbang dengan 330 mililiter bir dengan
kandungan ethanol 5 %, kebanyakan orang akan menyadari akan adanya peningkatan
dari waktu reaksi, mungkin dikarenakan perlambatan dari neuron inhibisi. Pada kadar
konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,03 gram persen, menunjukkan adanya penurunan
fungsi otak dan perlambatan waktu reaksi. Pada kadar 0,25 gram persen, seseorang
yang belum pernah terekspos dengan ethanol sebelumnya akan menuju status koma jika
tidak dirangsang. Rangsangan akan memicu kembalinya sejumlah kesadaran. Pada
kadar alkohol darah sekitar 0,30 gram persen, orang tersebut akan masuk dalam koma
yang dalam. Dia tidak akan bisa diintervensi dan akan bernafas cukup pendek untuk
kemudian akan meninggal. Kematian akibat kurangnya oksigen bisa dihasilkan oleh
overdosis alkohol. Kematian semacam ini jarang terjadi, dikarenakan sesorang yang
tidak pernah terekspos alkohol akan mulai muntah saat kadar alkhohol darahnya sekitar
0,10 gram persen dan absorpsi lebih lanjut akan terhenti. Kematian karena overdosis
alkohol umumnya didapat pada suatu kontes di mana peserta harus meminum minuman
keras sebanyak banyak nya. Dengan jumlah besar alkohol, reflek muntah dapat ditekan
sebelum terinisiasi, memicu pada kematian.
Jumlah yang disebutkan di atas untuk penyalahgunaan dari alkohol. Orang yang
mengkonsumsi alkohol dan kebanyakan obat terlarang lainnya membentuk semacam
toleransi yang menyebabkan efek alkohol dalam obat menghilang dalam kadar tertentu.
Sebagai contoh, seseorang dengan konsentrasi alkohol darah lebih dari 0,30 gram
persen sering terlihat pada pengemudi kendaraan.
Penyalahgunaan obat lain selain alkohol menghasilkan kematian umumnya
melewati mekanisme yang sama. Obat semacam ini contohnya barbiturat, diazepam,
dan opiat. Obat ini menghasilkan peningkatan derajat koma diikuti dengan penghentian
nafas dan kematian yang bertahap. Mariyuana adalah sebuah pengecualian untuk
penyalahgunaan obat. Mariyuana tidak menghasilkan kematian lewat suatu proses
overdosis. Kokain merupakan pengecualian lainnya. Kokain merupakan stimulan sistem
saraf pusat. Kematian karena kokain lebih jarang dibandingkan dengan kematian oleh
obat depresan. Pada dosis tinggi, kokain menghasilkan kejang, peningkatan suhu tubuh
yang tajam, dan detak jantung yang tidak terkontrol adalah kumpulan mekanisme
keracunan kokain yang telah dilaporkan dapat memicu kematian.
Walau bukan jenis penyalahgunaan obat, karbon monooksida merupakan
senyawa kimia umum yang menghasilkan kematian. Merupakan suatu senyawa tidak
berbau, berwarna, gas hasil proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar
yang mengandung karbon. Kematian karena CO mungkin karena kecelakaan, bunuh diri
dan pembunuhan.
Sianida merupakan senyawa yang serupa dengan CO melalui intervensinya
dengan oksigenasi otak, bekerja langsung pada enzim mitokondria pada otak. Sianida
terdiri dari karbon dan nitrogen. Seperti CO, sianida juga dapat dihasilkan oleh proses
pembakaran, tapi efeknya dalam menghasilkan kematian tidak begitu berperan. Sianida
umumnya terdapat pada bentuk garam natrium dan potasium yang digunakan secara
luas pada industri pengelatan dan pemurnian logam. Sianida mempunyai bau yang khas.
Baunya seperti kacang almond dan adapat dideteksi dalam jumlah yang sedikit seperti

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 215


satu bagian per sejuta atau 0,00001 persen oleh orang yang telah ahli dalam melacak
sianida. Sayangnya, tidak sebanyak 50 persen dari populasi yang mampu mencium
sianida. Patologis forensik mampu mencium sianida atau memperkerjakan seseorang
yang mampu menciumnya. Seorang patologis yang membuka rongga perut dari korban
yang melakukan bunuh diri dengan menelan potasium sianida dapat terbunuh oleh
adanya gas yang dilepaskan.

Trauma suhu
Kontak dengan panas yang berlebihan ataupun dingin dapat menghasilkan
kematian. Hipotermia merupakan suhu\dingin yang berlebihan;hipertermia adalah panas
yang berlebihan. Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian melalui
kerusakan pada mekanisme normal yang menjaga suhu tubuh sekitar 37 derajat celcius.
Dalam kedua jenis kematian, beberapa tanda-tanda nyata dapat ditemukan pada autopsi
untuk memberikan diagnosis pasti yang menyebabkan kematian. Ketidaadaan
permintaan diagnosis pada penyebab lain kematian pasangan dengan riwayat terpapar
pada lingkungan baik hipertemia maupun pada hipotermia diharapkan.
Kematian akibat hipotermia umumnya terjadi pada individu yang mabuk alkohol
dan terkena suhu dingin. Suhu udara hanya 5 derajat celcius (41 derajat Fahrenheit)
telah dilaporkan menyebabkan kematian akibat hipotermia. Keracunan alkohol
mengurangi respon terhadap dingin dengan meningkatkan hilangnya panas tubuh
karena dilatasi pembuluh darah di permukaan tubuh.
Kematian akibat hipertermia umumnya terjadi pada orang tua di kota-kota utara
dan pada bayi tertinggal di parkir mobil akibat gelombang panas. Kemampuan untuk
mempertahankan homeostasis menurun pada usia lanjut. Pemanasan dilakukan pada
hipotermia dan kematian sering tidak terlihat di populasi orang usia lanjut, meskipun
kelompok ini adalah rentan. Namun, di negara-negara utara, unit dweling tua sering
kekurangan AC, dan gelombang panas sering dikaitkan dengan sejumlah besar
kematian orang tua. Anak kecil yang yang berada di mobil yang tertutup sangat rentan
terhadap hipertermia. Suhu di dalam sebuah mobil di bawah sinar matahari dapat
melebihi 60 derajat celcius (140 derajat Fahrenheit) dan dapat berakibat fatal pada 10
menit.
Luka bakar termal disebabkan oleh hipertermia lokal. Secara umum, suhu di atas
65 derajat celcius (150 derajat Fahrenheit) akan menghasilkan luka bakar termal pada
kontak langsung dengan obyek selama beberapa menit. Kematian akibat panas terjadi
dalam berbagai situasi, dari paparan cairan panas untuk luka bakar maupun dari
hidrokarbon. Kematian akibat luka bakar biasanya tidak langsung terjadi dan timbul
dari komplikasi setelah perawatan medis. Mekanisme kematian umumnya kegagalan
organ multipel.

TRAUMA ELEKTRIK
Aliran listrik melalui seseorang dapat menghasilkan kematian oleh sejumlah
mekanisme yang berbeda. Jika rangkaian arus bolak balik (AC) pada tegangan rendah
(di bawah 1000 volt) melintasi jantung, maka akan mengalami fibrilasi ventrikel,
bergetar secara nonpropulsive kemudian tidak dapat diresusitasi dalam beberapa menit.
Fibrilasi jantung karena AC bertindak sebagai alat pacu jantung. AC di Amerika
alternatif dari positif ke negatif 3.600 kali per menit (2500 kali per menit di Eropa).
Fibrilasi ventrikel menghasilkan sekitar 300 quivers per menit,. tegangan rendah
mungkin atau tidak menghasilkan listrikTerbakar, tergantung lamanya paparan dengan
sirkuit. Paparan dalam waktu yang lama diperlukan untuk menghasilkan suatu luka
bakar.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 216


ASFIKSIA
Klasifikasi trauma mekanik terbatas pada kematian karena asfiksia tumpang
tindih dengan sebab lain, kematian karena asfiksia disebabkan gangguan oksigenasi di
otak. Asfiksia ini dapat terjadi dari sebab mekanik (strangulasi), sebab kimiawi (racun
sianida), sebab listrik (listrik tegangan rendah)
Tenggelam adalah kematian akibat sesak napas dari perendaman di dalam air
atau cairan lain. Beberapa kematian akibat terendam terjadi bukan akibat asfiksia
namun karena hipotermi. Paparan pada seseorang dengan suhu air di bawah 20 derajat
celcius (68 derajat Fahrenheit) akan mengakibatkan kematian akibat hipotermia setelah
paparan berjam-jam. Paparan terhadap suhu air mendekati 0 derajat Celcius (32 derajat
Fahrenheit) akan menghasilkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Korban
tenggelam meninggal sebagai akibat dari asfiksia, suatu gangguan oksigenasi pada
otak. Seseorang biasanya berusaha untuk menjaga kepalanya di atas air sehingga ia
dapat terus menghirup udara. Ketika hal ini menjadi sulit, ia akan berjuang untuk
mempertahankan jalan napas, dan hal ini meningkatkan kebutuhan oksigen. Menghirup
air akan meningkatkan kepanikan. Air yang masuk ke bagian belakang tenggorokan
secara refleks akan tertelan. Hai ini akan mentransmisikan suatu tekanan negatif yang
berkaitan dengan terhirupnya air ke telinga bagian tengah melalui tabung Eustachius
yang terbuka saat menelan. Air yang tertelan akan masuk kedalam perut. Upaya lebih
lanjut untuk bernapas menyebabkan air masuk ke saluran napas atas, memicu batuk dan
inhalasi refleks tambahan. Ketika air memasuki saluran udara kecil, dinding-dinding
otot napas akan kejang, sehingga melindungi alveoli atau kantung-kantung udara kecil
dari apapun yang masuk kecuali udara. kejang yang terjadi setara dengan serangan akut
asma yang parah dengan terperangkapnya udara di paru-paru. Kehilangan kesadaran
umumnya terjadi dalam 1 sampai 2 menit awal perjuangan untuk bernapas, meskipun
mungkin kesadaran dapat terjadi lebih lama jika udara segar dapat diperoleh.
Kehilangan kesadaran dapat diikuti oleh upaya paksa inhalasi dan muntah. Henti
jantung terjadi beberapa menit kemudian. Ketika jantung kembali berdetak, tekanan
yang dihasilkan jantung pada sirkulasi paru akan meningkat pesat dan bagian kanan
dari jantung akan terdilatasi dari peningkatan tekanan jantung dan myungkin akibat
dari peningkatan volume darah akibat terabsorpsinya air dari paru.
Yang dapat ditemukan pada otopsi korban tenggelam sangat tergantung dari
apakah tenggelam tersebut mengikuti kejadian-kejadian yang telah disebutkan diatas.
Jika saat masuk ke air seseorang telah mengalami penurunan kesadaran, banyak tanda
dari kepanikan yang menjadi tidak terlihat karena seseorang yang telah mengalami
penurunan kesadaran tidak bisa menjadi panik.
Kepanikan terjadi akibat pengiriman tekanan negatif dari saluran napas bagian
atas ke telinga tengah. Tekanan negatif bersama-sama dengan perubahan asfiksia lain
dalam hasil faktor pembekuan darah di perdarahan ke dalam sinus mastoideus. Selain
itu, air dan bahan dalam air akan ditemukan di sinus frontal, ethmoidal dan di perut.
Paru-paru akan menjadi hiperinflasi sebagai akibat dari spasme otot yang
melindungi alveoli. Paru-paru pada umumnya akan lebih berat dari biasanya, karena
penambahan air yang teraspirasi dan cairan yang terakumulasi di paru pada seluruh
asfiksia.
Organisme uniseluler kecil yang disebut diatom ditemukan di hampir seluruh
air segar dan air garam di dunia. Organisme ini memiliki silika pada dinding selnya
sehingga dengan demikian dapat melawan degradasi oleh asam. Pada tahap akhir dari
tenggelam, air yang teraspirasi dan mengandung diatom adalah disirkulasikan oleh
jantung yang masih berdetak ke semua organ. Diatome tidak selalu ditemukan di
sumsum tulang. Jadi, mengeluarkan sumsum tulang, mencampurnya dengan asam kuat,
dan memeriksanya di bawah mikroskop untuk mencari diatom dapat memastikan kasus
tenggelam. Sejak di air terdapat berbagai jenis diatom pada daerah yang berbeda dan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 217


waktu yang berbeda, maka dapat dimungkinkan untuk menentukan waktu dan tepat
pada kasus tenggelam dengan mengidentifikasi diatom. Teknik ini terutama berguna
jika tubuh telah terdekomposisi dan kaku.
Asfiksia dapat diakibatkan berbagai sebab termasuk strangulasi manual (dengan
tangan) dan strangulasi akibat ikatan. Strangulasi manual menyempitkan saluran nafas
dengan menekan leher. Banyak tulisan mengenai penemuan adanya fraktur dari tulang
hyoid pada strangulasi manual. Sebenarnya, hal ini relatif jarang dan terlihat terutama
pada wanita tua yang menderita osteoporosis yang mengakibatkan fraktur pada tulang
hyoid menjadi lebih mudah. Gambar 4.17 menunjukkan fraktur tulang hyoid.
Perhatikan perdarahan sekitar tempat fraktur. Hal ini sangat penting untuk diketahui,
karena patahnya tulang hyoid sangat mudah terjadi ketika mengeluarkan saat
pemeriksaan berlangsung. Jika fraktur terjadi dan tidak ada perdarahan, berarti faktur
terjadi setelah kematian.
Hal lain yang lazim ditemukan pada strangulasi manual adalah fraktur dari
kornu pada kartilago tiroid. Kornu tersebut terletak di laring atau pita suara dan di
depan dari tulang belakang bagian leher. Jika kerongkongan ditekan untuk mencegah
mengalirnya air, kornu akan dipaksa tertekan kearah belakang mengenai tulang
belakang. Hal lain yang lazim ditemui ialah perdarahan pada otot di leher. Otot – otot
tersebut bersama – sama disebut otot yang terikat (strap) dan dapat mengalami memar
akibat strangulasi manual.
Strangulasi akibat ikatan baik yang disebabkan oleh penggantungan ataupun
penjeratan, tidak melibatkan fraktur hyoid, fraktur kornu kartilago tiroid ataupun
perdarahan otot – otot pada leher. Secara umum, hal yang sering ditemukan ialah
asfiksia dan adanya bekas jeratan di leher.
Saat seseorang meninggal ada sejumlah perubahan yang terjadi yang dapat
digunakan untuk memperkirakan saat kematian : rigor mortis, livor mortis, dan algor
mortis.
Rigor mortis adalah kekakuan otot yang terjadi setelah kematian seseorang. Hal
ini terjadi reaksi kimiawi saat glikogen normal ditemukan dalam otot digunakan
berlebihan sesaat kematian dan tidak dibentuk kembali. Rigor mortis umumnya
dipertahankan sampai periode 24 jam hingga 36 jam setelah kematian.
Livor mortis adalah perubahan warna tubuh yang terjadi akibat pengendapan sel
darah merah setelah sirkulasi darah berhenti. Ini dapat dilihat beberapa menit setelah
kematian, dimana sel darah merah meningkat mengendap karena infeksi atau penyakit
lain. Umumnya warna kulit seseorang livor mortis adalah livid/kebiruan. Dapat dilihat
satu jam atau sesaat setelah kematian. Pada beberapa individu kulit hitam, mungkin
tidak terlihat kebiruan. Jika seseorang meninggal dan kehilangan darah dalam volume
banyak, kebiruan mungkin juga tidak terlihat. Kebiruan jadi lengkap , maksudnya
dengan penekanan tidak hilang yaitu 12 jam setelah kematian. Kebiruan lambat laun
hilang dengan pemisahan setelah 36 jam.
Algor mortis adalah dingin setelah kematian. Dengan menekan dengan ibu jari
dekat tubuh yang telanjang suhu sekitar 18 oC, ke 20oC. 1,5 oC suhu tubuh akan turun
tiap jam untuk 8 jam pertama. Suhu tubuh normal 37oC, jadi jika tubuh meninggal 4
jam suhu tubuh akan jadi 31oC.

STUDI KASUS
Kasus 1
Seorang polisi dipanggil oleh seorang pria yang mengatakan bahwa ia
menembak tetangganya. Dia menceritakan pada polisi bahwa tetangganya menyerang
dia dengan sebilah pisau saat ia sedang menggendong anak bayinya. Dia mengatakan
bahwa dia merasa diri dan anaknya terancam, sehingga ia mengambil senjata apinya,

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 218


dan menembak tetangganya hingga meninggal. Pegawai toko di seberang jalan tempat
kejadian yang mendengar percekcokan keduanya juga menyatakan hal yang sama
dengan cerita si penembak. Kakak laki-laki si penembak yang datang ke tempat
kejadian sesaat setelah percekcokan terjadi juga menyatakan hal yang sama.
Keluarga korban meminta saya untuk menilik kembali kasus tersebut untuk
menentukan apa yang terjadi. Keluarga korban tidak senang dengan jaksa yang tidak
menuntut si penembak. Saya meninjau foto-foto tempat kejadian, foto autopsy, dan
laporan autopsy, dan setelah itu pergi ke tempat kejadian. Disana, ditemukan lobang
peluru, namun tidak terdapat darah. Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan lubang peluru
di lorong beberapa bulan setelah penembakan. Gambar 4.21 menunjukkan tubuh korban
yang terbaring ketika polisi datang.
Hal lain yang dapat ditentukan ialah arah peluru yang mengenai tubuh
dan organ dalam. Satu tembakan mengenai sisi samping abdomen. Hal tersebut tidak
mengenai arteri utama dan keluar dari tubuh pada sisi yang lain. Peluru mengenai
dinding dan merupakan tembakan jarak jauh. Tembakan jarak dekat mengenai
belakang kepala. Pelurunya menyebabkan pergeseran otak dari depan ke belakang dan
sedikit ke atas.
Hal lain yang penting diketahui dari luka tembak ialah lama waktu antara luka
dan pingsannya korban. Luka tembak abdomen yang tidak mengenai pembuluh utama
dapat memberikan efek dalam hitungan jam, hari atau bahkan lebih. Luka tembak di
belakang kepala yang menyebabkan pergeseran otak akan mengakibatkan koma dalam
waktu singkat.
Pada kasus ini, bukti fisik menyangkal pengakuan dari si penembak. Tembakan
di abdomen merupakan tembakan pertama. Si penembak dalam posisi berdiri ketika
menembakkan senjatanya yang mengakibatkan lubang di dinding. Tembakan pertama
ditembakkan dari jarak lebih dari 3 kaki, yangmana dalam hal ini bukan merupakan
jarak yang tergolong cukup dekat untuk dapat menyebabkan ancaman dengan
menggunakan pisau bagi si penembak. Tembakan kedua merupakan efek yang terjadi
akibat korban berusaha untuk melarikan diri melalui tangga sehingga terkena di
belakang kepala.

Catatan dr.Mursad, Sp.F :


• Jenis trauma bisa menimbulkan gangguan fisik tetapi tidak ada discontinuetas dari
jaringan tubuh dan gangguan psikis.
• Kekerasan meliputi kekerasan mekanik, fisik dan kimia.
• Kekerasan mekanik berupa :
o Persentuhan tajam : Luka memar, lecet dan laserasi.
o Persentuhan tumpul : Luka tusuk, iris dan bacok.
o Senjata api : Luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak sendiri
berdasarkan jarak terdiri dari : jarak jauh, sangat dekat, dekat dan tempel.
• Kekerasan kimia berupa : asam kuat dan basa kuat.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 219


BAB IX
CARA PENULISAN LUKA PADA VISUM ET REPERTUM

Luka pada visum et repertum di deskripsikan dengan urutan sebagai berikut :


1. Lokasi
2. Koordinat dan ordinat (x,y) 4 Mayor wajib pada luka
3. Jenis luka
4. Ukuran
5. Jumlah
6. Keterangan lain-lain : bentuk luka, kotor atau tidak.
Penjelasan :
1. Lokasi
Menggambarkan letak luka pada bagian tubuh, kanan atau kiri, atas atau bawah.
2. Koordinat dan ordinat (x,y) : menggunakan patokan sumbu tengah tubuh
a. Jenis luka yang menggunakan 1 koordinat dan ordinat = luka tusuk, memar, luka
lecet geser, luka lecet tekan, luka tombak.
Pencatatan saat mapping luka adalah (x,y).
Yang dibaca-------yang terletak x cm dari sumbu tengah tubuh (contoh garis
tengah lengan bawah depan dan y cm dari pergelangan tangan-----
b. Jenis luka yang menggunakan 2 koordinat dan ordinat = luka iris yang panjang,
luka yang melewati sumbu tubuh.
Pencatatan saat mapping luka adalah (x1,y1) (x2,y2).
Yang dibaca -------dengan ujung luka pertama x1 cm dari sumbu tengah tubuh
(contohnya adalah garis tengah wajah) dan y1 cm dari alis, ujung luka ke dua x2
cm dari garis tengah wajah dan y2 cm dari alis-----------
Keterangan :
x = diukur secara vertikal (bagian depan atau belakang)
y = diukur secara horizontal
(x1,y1)

(x2,y2)

3. Jenis luka
a. Luka tertutup = memar, luka lecet geser.
b. Luka terbuka = jelaskan tepi luka, sudut luka, tebing luka, ada atau tidaknya
jembatan jaringan, dan dasar luka.
4. Ukuran luka
a. Panjang
b. Lebar
c. Dalam à bila luka terbuka
- Bila luka terdapat pada daerah berongga (dada atau perut) kedalaman tidak
usah diukur, cukup dijelaskan apakah luka menembus rongga (dada atau
perut) atau tidak.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 220
- Bila luka terdapat pada daerah yang tidak berongga, sondase kedalaman
luka.
d. Diameter à bila luka berbentuk lingkaran atau batas yang tidak jelas (memar).
5. Keterangan lain-lain
a. Jumlah luka
b. Batas luka
c. Tepi luka
d. Tebing luka
e. Sudut luka à salah 1 sudut luka tajam, kedua sudut luka tajam

Contoh deskripsi luka :


1. Pada dada kiri, terletak 5 cm dari sumbu tubuh dan 10 cm di bawah pangkal
leher, terdapat luka terbuka dengan panjang 3 cm, lebar 1 cm. Luka tersebut
menembus dinding dada.
2. Contoh:

- Satu koordinat:

5 cm dari garis tengah tubuh bagian depan dan 10 cm di bawah pangkal leher.

- dua koordinat:

- Keterangan gambar:

= garis setinggi pusar

= jarak luka

= garis tengah tubuh

- Deskripsi gambar satu:

Ujung luka pertama 5 cm di sebelah kiri garis tengah tubuh bagian depan dan 15
cm di atas garis setinggi pusar. Ujung luka kedua 10 cm di sebelah kiri garis tengah
tubuh bagian depan dan 10 cm di atas garis sejajar pusar.

- Deskripsi gambar dua:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 221


Ujung luka pertama 2 cm di sebelah kanan garis tengah tubuh bagian depan dan 10
cm di atas garis setinggi pusar. Ujung luka kedua 5 cm di sebelah kiri garis tengah
tubuh bagian depan dan 10 cm di atas garis setinggi pusar.

Pada kasus luka akibat senjata tajam, yang dijadikan ujung luka pertama adalah
bagian tubuh yang paling pertama terkena senjata atau yang paling dalam.

Contoh kesimpulah ver luka


1. Telah diperiksa seorang jenazah …(jenis kelamin), usia ….tahun à identitas.
2. Terdapat luka …...........pada ………(lokasi luka) à urutkan luka mulai dari yang
terberat (yang dapat menyebabkan kematian) sampai yang ringan.
Terdapat luka memar di kepala ........dst
Keluar darah dari hidung.........dst
Terdapat luka lecet tekan pada lengan atas, tungkai bawah.............dst
Terdapat luka lecet geser pada telapak tangan kanan...............dst
3. Kelainan pada poin (nomer berapa) berhubungan dengan sebab kematian

4. Saat kematian …….jam sebelum pemeriksaan à ditutup dengan saat kematian,


ditinjau dari kaku mayat, lebam mayat, pembusukan.

1. Tata cara penulisan VER:


a. Identifikasi luka
Pada saat identifikasi luka harus memuat 4 Major (4M), yaitu:
1. Lokasi
Contoh:
• Pada dada kiri,
• Pada lengan bawah depan kanan,
• Pada leher depan,
• Pada punggung tangan kiri.
2. Kordinat
Contoh:
• Luka berada di daerah kepala-leher dan batang tubuh.
Contoh:
o Terletak 2 cm dari sumbu tubuh, 3 cm dari bawah putting susu.
(putting susu HANYA digunakan sebagai patokan pada jenazah laki-
laki)
o Terletak 5 cm dari sumbu tubuh, 1 cm dari pangkal leher.
• Luka berada di ekstremitas.
Contoh:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 222


o Terletak 2 cm dari garis tengah lengan bagian depan, 3 cm dari bawah
siku.
o Terletak 5 cm dari garis tengah tungkai bagian belakang, 4 cm dari atas
lutut.
3. Jenis
Contoh:
• Luka terbuka (pada pemberitaan VER ditulis berdasarkan objektif)
a. Luka tusuk, Luka lecet à 1 kordinat

Contoh: Luka Tusuk à luka terbuka, tepi rata, salah satu sudut
tajam, menembus rongga dada, berukuran panjang lima
sentimeter dan lebar empat sentimeter.
b. Luka iris, Luka bacok, Luka robek à 2 kordinat

Nb: ujung pertama luka adalah luka yang lebih dalam.


Contoh: Luka Iris à luka terbuka, tepi rata, kedua sudut tajam, tidak
ada jembatan jaringan luka, berukuran panjang sepuluh sentimeter,
panjang satu sentimeter, dan dalam 2 sentimeter, luka berjalan dari
kiri atas ke kanan bawah.
c. Luka jerat
Contoh: pada leher depan ke samping kanan dan kiri leher terdapat
luka lecet tekan yang menyerupai jejas jerat, luka dimulai dari leher
sebelah kanan (tekanan lebih dalam) sepuluh sentimeter dari sumbu
tengah tubuh, tujuh sentimeter dari pangkal leher yang berjalan
melewati leher depan sampai leher kiri sembilan sentimeter dari
sumbu tengah tubuh, lima sentimeter dari pangkal leher. Luka
berukuran panjang dua puluh sentimeterdan lebar satu koma lima
sentimeter.
• Luka tertutup (pada pemberitaan VER ditulis berdasarkan
objektif)
• Luka lecet/lecet tekan/luka lain yang berukuran kecil-kecil
seperti luka tekan oleh kerikil à dilaporkan dalam kumpulan
luka
Contoh: pada siku kanan terdapat sekumpulan luka lecet tekan
dalam area lima kali delapan sentimeter, dua sentimeter dari garis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 223


tengah lengan bagian belakang dan sepuluh sentimeter dari
pergelangan tangan.
4. Ukuran
Ukuran luka à panjang, lebar, dalam
2. Cara penulisan kesimpulan VER
Terdiri atas 4 poin:
1. Identitas
2. Deskripsi semua luka yang ditulis perpoin dari luka yang paling berat, luka sejenis
dalam 1 poin
3. Kesimpulan sebab kematian
4. Perkiraan saat kematian
Contoh:

VER PLPD
1. Telah diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun, panjang badan seratus
enam puluh sentimeter, dan berat badan lima puluh kilogram.----------
2. Terdapat luka:----------------------------------------------------------------------------
2.1. Luka tusuk pada dada kiri, paha kanan, punggung kiri akibat persetubuhan
dengan senjata tajam.----------------------------------------------
2.2. Luka memar pada lengan atas kanan akibat kekerasan tumpul.--------------
2.3. Luka lecet geser pada dahi kanan akibat persetubuhan dengan senjata tumpul.--
-----------------------------------------------------------------------------
3. Sebab kematian akibat luka tusuk pada dada kiri yang menembus rongga dada dan
mengenai jantung akibat persetubuhan dengan senjata tajam.---------
4. Saat kematian korban diperkirakan dua sampai enam jam sebelum pemeriksaan
dilakukan.-----------------------------------------------------------------

VER PL
Versi 1 à TIDAK ADA LUKA TETAPI DITEMUKAN
GEJALA/SIMPTOM (SEPERTI TANDA FRAKTUR BASIS CRANII,
TANDA ASFIKSIA)
1. Telah diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun, panjang badan seratus
enam puluh sentimeter, dan berat badan lima puluh kilogram.----------
2. Terdapat tanda-tanda mati lemas.-----------------------------------------------------
3. Adanya kelainan pada poin dua berhubungan dengan sebab kematian. Sebab
kematian korban tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan
dalam.-------------------------------------------------------------------------------------

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 224


4. Saat kematian korban diperkirakan dua sampai enam jam sebelum pemeriksaan
dilakukan.-----------------------------------------------------------------

Versi 2 à TERDAPAT LUKA TETAPI TIDAK DILAKUKAN PD


1. Telah diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun, panjang badan seratus
enam puluh sentimeter, dan berat badan lima puluh kilogram.----------
2. Terdapat luka tusuk di bagian dada kiri----------------------------------------------
3. Terdapat kelainan pada poin dua dapat menyebabkan kematian tanpa
mengesampingkan penyebab lain karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam.--------
-----------------------------------------------------------------------------
4. Saat kematian korban diperkirakan dua sampai enam jam sebelum pemeriksaan
dilakukan.-----------------------------------------------------------------

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 225


BAB X
ASFIKSIA

X.1.TERMINOLOGI

Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan
“sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada
nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.
Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia
lainnya

Definisi :
Merupakan suatu keadaan dimana suplai O2 ke jaringan berkurang

X.2.PENYEBAB

Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab
asfiksia wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale,
pneumotoraks, pneumonia, COPD, reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia
tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat), dan adanya halangan udara masuk
ke saluran pernapasan secara paksa.

Pembagian menurut London :


1. Hipoksik-hipoksia (Keadaan dimana oksigen gagal untuk masuk ke dalam
sirkulasi darah) : kadar oksigen yang memang rendah atau gangguan masuk
Hipoksia jenis ini disebabkan dua hal yaitu tidak adanya oksigen (misalnya
terkurung dalam lift, mendaki gunung terlalu tinggi) dan gangguan mekanik, yang
terdiri dari ekstraluminer (dicekik, digantung, strangulasi) dan int biasanya karena
inraluminer (tersedak, edema laring (menghirup gas panas), menghirup gas
beracun, air masuk dalam saluran pernapasan.
2. Anemik-hipoksia (Darah tidak dapat membawa O2 yang cukup untuk
metabolisme): biasanya Hb yang kurang atau volume darah yang kurang (bersidat
akut maupun kronis). Bisa dikarenakan penyakit (produksi eritrosit dan sel darah
lain menurun karena depresi sumsum tulang, kurang nutrisi [zat besi, folat, vitamin
B12], kehilangan darah kronis [ambeien, cacingan], kurang gizi), atau karena
trauma (luka tusuk)
3. Stagnan-hipoksia (Terjadinya kegagalan sirkulasi) : biasanya gangguan pembuluh
darah, jantung, vagal refleks, emboli, dekomp kordis
4. Histotoksik-hipoksia (HH) (Keadaan yang mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan
jaringan)
a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO
b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan
eter/kloroform
c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup
d. HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product tidak dapat
dieliminir, contoh uremia, keracunan CO2
Misalnya pada kasus keracunan sianida. Sianida membuat warna jenazah menjadi
merah terang. Sianida saling berikatan dengan hemoglobin, dibawa ke jaringan
tubuh, ke mitokondria, enzim sitokrom oksidase dilumpuhkan saat berikatan dengan
sianida, pernapasan sel terganggu, terjadi disosiasi oksigen, CO2 masuk ke darah,
dan menjadi tinggi di dalam darah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 226


Sianida dapat berbentuk cairan, padat, maupun gas. Sianida dapat dideteksi oleh ahli
yang dapat membedakan bau amandel. Sianida dapat diperiksa di darah maupun
organ tubuh yang lain

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:


1. Strangulation by suspension / hanging / penggantungan
2. Manual strangulation / throttling (cekikan)
3. Strangulation by ligature / jeratan
4. Simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri
5. Suffocation :
a. smothering / pembekapan
b. chocking / tersedak
c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang
6. Tenggelam/drowning
7. External pressure of the chest / asfiksia traumatik
8. Inhalation of suffocation gases

X.3.STADIUM ASFIKSIA

Stadium asfiksia versi I :


Ø stadium inspirasi dispneu
• sesak napas saat inspirasi
• TD dan nadi meningkat
• Cemas, gelisah, berat kepala, takut, tinitus, vertigo
• Sianosis
Ø stadium ekspirasi dispneu
• sesak saat ekspirasi à Kadar CO2 tinggi à kejang
• pada saat relaksasi à relaksasi spingter ani à keluar kotoran
• relaksasi spingter OUI à ada sperma
Ø stadium apneu
• kesadaran yang menurun à koma
• pupil melebar
• reflek cahaya negatif
• TD hampir tidak terukur
• Nadi tidak teraba
Ø stadium akhir

Stadium asfiksia versi II :


1. Stadium dispneu :
Defisiensi oksigen pada sel-sel darah merah dan akumulasi karbondioksida dalam
plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla. Hal ini akan mengakibatkan
gerak pernafasan yang cepat dan kuat, peningkatan denyut nadi dan sianosis
terutama dapat diamati pada wajah dan tangan.
2. Stadium konvulsi.
Pertama adalah kejang klonik, setelah itu kejang tonik, terakhir terjadi spasme
opistotonik. Pupil menjadi lebar dan denyut jantung menjadi pelan. Hal ini terjadi
dimungkinkan karena meningkatnya kerusakan dari nukleus-nukleus pada otak
karena defisensi oksigen.
3. Stadium apneu
Depresi pusat pernafasan semakin dalam sehingga pernafasan menjadi semakin
lemah dan dapat berhenti. Timbullah keadaan tidak sadar dan keluarnya cairan
sperma secara tidak disadari (involunter). Dapat juga terjadi keluarnya urine dan
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 227
faeces secara tidak disadari walaupun jarang. Hal ini terjadi karena terjadi relaksasi
sfingter.
4. Stadium final
Pada stadium ini terjadi kelumpuhan pernafasan secara lengkap. Setelah beberapa
kontraksi otomatis dari otot-otot aksesoris pernafasan dileher, kemudian pernafasan
berhenti. Jantung mungkin masih berdenyut setelah beberapa waktu setelah respirasi
berhenti.

X.4.GAMBARAN POSTMORTEM PADA ASFIKSIA

Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk


semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:
Pada pemeriksaan luar :
© Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang
disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
© Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan
bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
© Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya
pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini
akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair.
Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.
© Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya
fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pada pemeriksaan dalam :
© Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki
akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
© Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
© Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring,
kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
© Busa halus di saluran pernapasan.
© Edema paru.
© Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur
tulang lidah dan resapan darah pada luka.

1. PENGGANTUNGAN (Hanging/Strangulation By Suspension)

v Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya
aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Kasus gantung hampir sama dengan
penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk
memperkecil lingkararan jerat. Kematian karena penggantungan pada umumnya
bunuh diri.
v Accidental Hanging
Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok : yang
terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang
menyimpang ( Auto – erotic Hanging )
v Homicidial Hanging
Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara
ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak – anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di bawah pengaruh

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 228


obat bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhandengan cara
penggantungan sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku.
v Mekanisme
Saluran udara tertutup karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, kearah
dinding posterior pharynk. Pallatum molle dan uvula terdorong ke atas, menekan
epiglotis sehingga menutup lubang larynk.
v Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi darah otak karena tertekannya vena jugularis dan atau
arteri carotis sehingga terjadi serebral anoxia
3. Vagal reflex (Shock)
4. Kerusakan batang otak atau sumsum tulang belakang
v Cara Kematian
1. Bunuh diri (paling sering)
2. Kecelakaan
3. Pembunuhan

v Alat penggantung :
1. alat penggantung dengan permukaan yang luas (co: sarung) à menyebabkan
tekanan hanya pada permukaan saja, sehingga yang terjepit hanya vena (vena
jugularis) sehingga muka bengkak&kebiruan, kongesti vena, mata menonjol
karena bendungan
2. alat penggantung dengan permukaan yang kecil (co: tali jemuran) à menyebab
tekanan besar ke dalam, selain vena, arteri juga terjepit à wajah pucat , mata
tidak menonjol
v Adanya air liur yang keluar dari mulut
v Lidah menonjol à jika gantungan di bawah gld tiroid
v Ada air mani atau feses karena ada relaksasi spingter
v Ada jejas pada leher tepi meninggi, warna merah kecoklatan, pada palpasi keras
seperti kertas perkamen, arahnya miring ke arah simpul.
v Ada resapan darah di bawah kulit di bawah otot à pada m. sternokleidomastoideus,
m. supra/infrahyoid, m. hyoglosus.
v Fraktur os hyoid
v Edema pada plika vokalis
v Posisi Gantung Diri
Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam – macam, kemungkinan
tersering :
1) Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging)
2) Duduk berlutut ( biasanya menggantung pada daun pintu )
Untuk posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan parsial.
Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidaksepenuhnya menjadi
kekuatan daya jerat tali. Pada kasus tersebut beratbadan tubuh tidak seluruhnya
menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsialBahan yang digunakan
biasanya tali, ikat pinggang, kain, dll.Pada kebanyakan kasus korbannya
meninggal. Gejalanya yang penting sehubungan dengan penggantungan adalah:
a. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif
b. Perasaan melihat kilatan cahaya
c. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang
d. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan
3) Berbaring ( biasanya di bawah tempat tidur )
v Mati gantung bisa bunuh diri/tidak maka lakukan:
1. Periksa TKP

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 229


§ Ada persiapan gantung diri atau tidak
§ Jika 1 meter à tidak mungkin gantung diri
§ Bunuh diri à tidak terlalu jauh jaraknya, dan TKP tenang tidak morat marit
2. Simpul yang digunakan
§ Simpul hidup à bunuh diri
§ Simpul mati à dibunuh
§ Bunuh diri à ikatan membentuk sudut, tidak ada tanda perlawanan, tidak
ada luka lecet atau memar, simpul tali bisa dikeluarkan dari kepala
3. Jika tanda tanda diatas tidak ada à kecelakaan
v Bunuh Diri
Bunuh diri (suicide) dapat di definisikan sebagai: perbuatan merusak diri sendiri
yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan
keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu – ragu ( sering disebut sebagai
sikap bunuh diri ) merupakan defibisi dari percobaan bunuh diri ( parasuicide )

v Patologi dan penyebab parasuicide dan suicide


Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi. Mungkin pula terjadi pada
alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau ketergantungan obat. Sejumlah
kecil percobaan bunuh diri dan berhasil tidak menunjukkan adanya bukti gangguan
psikiatrik. Biasanya multifaktorial : kepribadian, faktor sosial dan penyakit
psikiatrik memainkan peranan yang berbeda – beda. Penyakit fisik merupakan
faktor penting, terutama pada usia lebih tua. Faktor resiko tinggi termasuk umur,
golongan sosioekonomi, profesi ( terutama dokter ), jenis kelamin pria, penyakit
fisik, kebiasaan minum alkohol dan obat, kehilangan pekerjaan.
Lebih sering pada usia lebih tua, penyakit fisik, terisolasi dan lingkungan sosial ;
golongan profesional, eksekutif ; setelah suatu peristiwa yang menyedihkan ; dan
yang menderita konflik pribadi yang akut. Beberapa usaha bunuh diri dapat
dianggap sebagai ” jeritan untuk minta tolong ”, mungkin tidak berhasil

Tabel. 10.1.Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pembunuhan


PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA PENGGANTUNGAN PADA
BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Usia Lebih sering terjadi pada usia remaja Tidak mengenal batas usia, karena
dan dewasa. tindakan pembunuhan dilakukan oleh
musuh atau lawan dari korban dan tidak
bergantung pada usia.
Tanda jejas Bentuknya miring, berupa lingkaran Berupa lingkaran tidak terputus,
jeratan. terputus (noncontinous) dan terletak mendatar, dan letaknya di bagian tengah
pada bagian atas leher. leher, karena usaha pembunuh (pelaku)
untuk membuat simpul tali.
Simpul tali. Biasanya hanya satu simpul yang Biasanya lebih dari satu pada bagian
letaknya pada bagian samping leher. depan leher dan simpul tali tersebut
terikat kuat.
Riwayat Biasanya korban mempunyai riwayat Sebelumnya korban tidak mempunyai
korban. untuk bunuh diri dengan cara lain. riwayat untuk bunuh dir.
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang Cedera berupa luka-luka pada tubuh
bisa menyebabkan kematian korban biasanya mengarah pada
mendadak tidak ditemukan pada pembunuhan.
kasus bunuh diri.
Tangan. Tidak dalam keadaan terikat, karena Tangan yang dalam keadaan terikat
sulit untuk gantung diri dalam mengarahkan dugaan pada kasus

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 230


keadaan tangan terikat. pembunuhan.
PEMBEDA PENGGANTUNGAN PADA PENGGANTUNGAN PADA
BUNUH DIRI PEMBUNUHAN
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri, mayat Pada kasus pembunuhan, mayat
biasanya ditemukan tergantung pada ditemukan tergantung pada tempat yang
tempat yang mudah dicapai oleh sulit dicapai oleh korban dan alat yang
korban atau di sekitarnya ditemukan digunakan untuk mencapai tempat
alat yang digunakan untuk mencapai tersebut tidak ditemukan.
tempat tersebut.
Tempat Jika kejadian berlangsung di dalam Bila sebaiknya pada ruangan ditemukan
kejadian. kamar, dimana pintu, jendela, terkunci dari luar, maka penggantungan
ditemukan dalam keadaan tertutup adalah kasus pembunuhan.
dan terkunci dari dalam, maka
kasusnya pasti merupakan bunuh diri.
Tanda-tanda Tidak ditemukan pada kasus gantung Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
perlawanan. diri. ada kecuali jika korban sedang tidur,
tidak sadar atau masih anak-anak.

Sebab kematian pada gantung diri


1. tekanan jalan napas à asfiksia à O2 yang masuk paru kurang
2. suplai O2 ke otak berkurang à penakanan arteri karotis comunis à vena jugularis
tertekan à bendungan vena à gagal jantung
3. vagal reflek à pusat saraf vagus di bagian depan leher, tanda sianosis tidak ada à
kemungkinan mati karena reflek vagal
penekanan sinus karotikus di belakang gld tiroid à gangguan blok jantung à
kardiak arrest
4. karena edema laring à karena obstruksi napas à tanda asfiksia nampak
5. spasme laring

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan , yaitu :


1. Asfiksia
2. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
3. Vagal reflex (shock)
4. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis
Rusaknya medulla oblongata atau medulla spinalis pada penggantungan (hanging)
disebabkan patahnya tulang leher. Kita dapat temukan biasanya pada hukuman mati.

Ada 3 cara kematian pada penggantungan (hanging), yaitu :


1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 231


3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung,
dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.

Ada 4 hal yang bukan petunjuk bagi kita tentang cara kematian pada kasus
penggantungan (hanging), yaitu :
1. Mata melotot.
2. Lidah terjulur.
3. Keluar mani, urin, darah, atau feses.
4. Jenis simpul (simpul hidup atau simpul mati).

Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu :
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.
4. Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.
5. Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
6. Cara menurunkan korban.
7. Mengamankan bekas serabut tali.
8. Memperhatikan bahan penggantung.
Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban, yaitu :
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberikan


petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, arah serabut tali
yang menjauhi korban menjadi bukti bahwa korban dibunuh lebih dahulu sebelum
digantung.
Distribusi lebam mayat harus kita perhatikan secara seksama, apakah sesuai
dengan posisi mayat ataukah tidak. Jenis simpul tali gantungan penting kita perhatikan
karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan bunuh diri ataukah
korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup maupun simpul mati, bilamana
melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan korban melakukan bunuh diri.
Apabila simpul tali tidak dapat melewati lingkar kepala korban dapat menandakan
korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus kita longgarkan
secara maksimal untuk membuktikannya.
Cara kita menurunkan korban dengan memotong tali gantungan diluar simpul
tali. Sebelum memotong, kita membuat 2 ikatan lalu kita potong secara miring diantara
keduanya. Tindakan ini untuk mencegah terurainya serabut tali gantungan. Setelah itu,
kita mengamankan bekas serabut tali gantungan tadi baik serabut tali yang mengikat
leher korban maupun serabut tali yang diikatkan pada tempat gantungan. Hal ini penting
kita lakukan untuk pemeriksaan kasus ini lebih lanjut.
Bahan dan ukuran diameter penggantung penting juga kita perhatikan. Bahan
yang keras dan berdiameter kecil meninggalkan tanda alur jerat yang semakin jelas.
Bahan penggantung yang dapat digunakan pada kasus penggantungan (hanging) antara
lain tali, kawat, selendang, ikat pinggang, sprei yang disambung, dan lain-lain.
Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam
autopsi. Ada 5 bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan
luar autopsi, yaitu:
1. Kepala.
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 232


4. Dubur.
5. Alat kelamin.
Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan
luar autopsi, yaitu :
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.

Berdasarkan alat penggantung :


1. Penampang kecil (tali)
Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat pucat
karena vena terjepit. Pucat yang tampak pada wajah korban disebabkan tekanan alat
penggantung tidak hanya menyebabkan terjepitnya vena, tetapi tekanan
penggantung juga menyebabkan terjepitnya arteri.

2. Penampang lebar (sarung, sprei)


Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan pada
kepala korban.wajah korban tampak kongesti. Hal ini disebabkan oleh
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.

Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban penggantungan (hanging)


terjadi akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena
asfiksia.
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur.
Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea.
Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

Gambar.Tardieu spot

Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V


shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Alur jeratan pucat.
2. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
3. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris / atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 233


Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara
lain :
1. Lokasi luka.
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan,
samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu
atau manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari
garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun
telinga atau bahu korban.
2. Jenis luka.
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan
luka memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan
dan keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat
kita temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut.
Dubur korban penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban
dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin pada korban
penggantungan disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak
asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia eksterna korban.
Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat
melakukan pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Kepala.
2. Leher.
3. Dada dan perut.
4. Darah.
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan
pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua
kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).
Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan
dalam otot atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan
trakea), dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).
Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti
organ.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
v
Aspek Medikolegal
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian
pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan ? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan? Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
(a). Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan
lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini.
Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh
diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang
terjadi kecuali pada anak-anak di bawah usia 12 tahun
(b). Cara terjadinya penggantungan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 234


(c). Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
(d). Tanda berupa jejas penjeratan
(e). Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan

METODE PENGGANTUNGAN

Kebanyakan penggantungan merupakan gantung diri. Cara ini dilakukan oleh


berbagai metode, tetapi metode khas diri gantung diri dalah dengan menggunakan tali
tipis ke titik tinggi seperti balok langit-langit atau tangga. Ujung bawah tali dibentuk
menjadi lingkaran tetap atau simpul, yang ditempatkan di sekitar leher sementara
korban yang berniat bunuh diri berdiri di atas kursi atau benda dukungan lainnya.
Korban melompat atau menendang jauh benda dukungan tersebut, korban kemudian
tergantung dengan semua atau sebagian besar dari berat tubuhnya pada tali.
Banyak variasi yang digunakan selain tali atau ketinggian suspensi. Kabel,
string, tali piyama, ikat pinggang, kawat gigi, syal, dasi, kaus kaki, dan banyak
perangkat lain dapat digunakan, tergantung pada ketersediaan. Dalam kecerdikan yang
cukup besar, penjaga tahanan penjara atau polisi sedapat mungkin untuk meniadakan
apapun upaya yang dapat digunakan untuk gantung diri, seperti: tali sepatu, stocking
dan sprei tidur yang dirobek yang dapat digunakan dalam sel penjara.
Penggantung sering tidak cukup tinggi sehingga kaki korban dpat menyentuh
lantai. Pada Umumnya ketika orang menjauhakan dari pijakannya, peregangan di tali
pengikat cukup untuk memungkinkan kaki mencapai tanah, tetapi ini tidak berarti untuk
mencegah kematian. Berat bagian atas tubuh yang bersandar ke jerat sering lebih dari
cukup untuk menyebabkan kematian. Penggantungan akan bisa berhasil tergantung dari
titik penggantungan yang rendah, di mana orang hanya merosot dengan bagian berat ke
dalam tali tersubut. Gantungan dapat dikaitkan dari kenop pintu, tiang ranjang dan titik
lain yang rendah. Tubuh mungkin hanya bersandar pada pintu atau tempat tidur atau
kursi dengan kaki dan bokong di lantai, sehingga hanya berat dada dan lengan yang
memberikan kontribusi terhadap tekanan fatal dalam jerat. Satu kasus "menggantung"
yang dilihat oleh penulis berhasil dicapai hanya dengan menyandarkan leher ke
lingkaran dari suatu jemuran rendah yang membentang antara dua tiang di sebuah
taman.

PENYEBAB KEMATIAN
Penyebab kematian paling sering dari penggantungan adalah obstruksi aliran
darah servikal. Hal ini mungkin berefek pada vena jugularis, arteri carotid dan arteri
vertebra. pada abad 19 diketahui bahwa bunuh diri dengan cara menggantung dapat
menyebabkan tidak masuknya udara dari kanula trakea ke daerah bronkus. Studi
eksperimen menyebutkan seseorang meninggal karena gantung diri.Berat kepala
manusia itu sendiri sekitar 4,5kg, berat ini sendiri mengalokasi dari tekanan konstriksi
itu sendiri.Hal penting lainnya dari penyebab kematian mungkin dari stimulasi nervus
vagus dan lebih khusus lagi, bertanggung jawab pada refleks dari nervus karotis.
Tekanan pada nervus vagus telah digunakan untuk tujuan terapeutik pada akhir abad ini.
Pada kasus disritmia kardi, refleks henti jantung atau takikardi bisa di stimulasi oleh
tekanaan jari atau pemijatan pada sinu karotid dari satu atau dua sisi secara umum,
kontraksi jantung mulai lagi tapi pada beberapa kasus yang komplit, hasilnya henti
jantung tetap terjadi.
Hubungan antara nervus laringel superior dan nervus vagus dapat menimbulkan
stimulasi yang intens pada awalnya, kemudian menjadi stimulasi yang simultan pada
akhirnya, hasilnya menyebabkan perlambatan yang fatal pada refleks jantung. Hal ini
juga bertahan khususnya pada kasus-kasus trauma laringeal.Fraktur pada tulang rusuk
dan pada dasar tengkorak biasanya jarang terobservasi pada kasus kematian dengan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 235


menggatung diri dan jikapun ada, umumnya hanya kasus jath dari ketinggian tertentu
sebagai penggantungan yudisial.

Hal-hal yang ditemukan pada pemeriksaan luar


Distribusi dari noda post mortem merupakan kekhasan pada posisi
penggantungan sejak darah terakumulasi pada bagian tubuh yang terendah, dan hal ini
diperkirakan predominan pada region ekstremitas bawah dan pada tangan dalam sebuah
distribusi sirkumferential. Jika tubuh direposisi dalam waktu 12 jam setelah kematian,
dan dibawa keluar dan ditempatkan pada posisi horizontal, penampakannya dapat
berubah dan distribusi horizontal yang biasa pada tanda post mortem dapat ditemukan
pada akhirnya. Pada beberapa kasus, perdarahan petekie yang halus sering ditemukan
pada kulit di regio sisi originalnya pada bagian bawah dari tungkai bawah, lutut dan
telapak kaki, sejak tidak terdapat pada area yang kotor, perdarahan ini menjadi jelas
terlihat jika diamati. Harus diingat bahwa penampakan seperti itu tidak
mengindikasikan sebuah

2.PENJERATAN (Strangulation By Ligature)

Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat
badan korban.

Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas akibat larynk yang tertekan kebelakang kearah dinding
pharynk sehingga lumen tertutup oleh karena mendapat tekanan dari samping dan dari
depan. Tekanan dari depan akan menutup jalan nafas, sedangkan dari samping akan
menutup pembuluh darah disamping leher, biasanya hanya vena yang tertutup.
Karena tekanan tidak sekeras hanging sehingga muka tidak sianotik. Tekanan
pada vena jugularis dan tekanan tidak komplit pada arteri carotis menyebabkan
perdarah kecil-kecil pada wajah, konjungtiva, scalp, dan fascia m.temporalis.
kemungkinan dapat terjadi pula vagal refleks.
Alat yang biasanya dipakai: sapu tangan, handuk, tali, kaos kaki, dasi, stagen,
selendang, ikat pinggang, kabel listrik dan lain-lain.

Sebab Kematian
1. Asfiksia
2. Gangguan sirkulasi otak
3. Vagal refleks

Cara kematian
1. Pembunuhan (paling sering)
2. Bunuh diri
3. Kecelakaan

Ciri-ciri
• kekuatan jerat pada ujung tali jerat, pada gantung à kekuatan karena berat
badan
• jejas penjeratan bersifat horisontal bersilangan di atas dan dibawah
• tanda asfiksia
• kausa mati menyerupai gantung diri

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 236


• pemeriksaan lokal menyerupai gantung diri hanya bedanya pada penjeratan,
jejeas bersifat horisontal

Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada
kejadian infanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan
hukuman mati (zaman dahulu).
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada
bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal
reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan
cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya
ditarik. Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar
tongkat tersebut.

Pemeriksaan tempat kejadian pada kasus jeratan (strangulation by ligature) kita lakukan
secara rutin sebagaimana pada kasus yang lain. Kita hendaknya memperhatikan jeratan
pada leher korban dan cara melepaskan jeratan dari leher korban.
Ada 5 hal yang penting kita perhatikan pada kasus jeratan (strangulation by
ligature), antara lain :
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan (hanging).
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan
untuk menjerat.

Pemeriksaan autopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus


penggantungan (hanging) kecuali pada :
1. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
2. Alur jeratan mendatar / horisontal.
3. Lokasi jeratan lebih rendah.

3.PENCEKIKAN (Manual Strangulasi/Throttling)

Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah.
• pakai tangan 1 atau 2
• bersifat pembunuhan
• status lokalis
o luka memer bulat panjang
o luka lecet bentuk bulan sabit à jika pakai tangan kiri à jempoknya di
kiri
• diagnosis menyerupai gantung diri
• sebab kematian menyerupai gantung diri

Mekanisme
Tertutupnya jalan nafas dengan satu atau dua tangan menekan leher sehingga menekan
sisi-sisi larynx dan menutup glotis. Bila tangan ditekan pada bagian depan larynx akan
menutup lumen dengan menyempitkan diameter anteropostrior. Bila juga pangkal lidah
terdorong kebelakang atas (seperti pada hanging) dan glotis tertutup. Pada pemeriksaan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 237


rekonstruksi sukar dilakukan karena tekanan pada leher sebentar dan juga karena
elastisitas jaringan leher.

Sebab Kematian
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan , yaitu :
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal reflex

Cara Kematian
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan yaitu :
1. Pembunuhan (hampir selalu).
2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Ada 3 cara melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :


1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini
disebut mugging.

Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan luar dari autopsi kasus
pencekikan (manual strangulasi), antara lain :
1. Tanda asfiksia.
2. Tanda kekerasan pada leher (penting).
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar autopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat
akan terlihat gelap.

Ada 2 tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu :
1. Bekas kuku.
2. Bantalan jari

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 238


Gambar. Pencekikan dengan bekas kuku dan goresan pada sisi leher

Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet yang
berbentuk semilunar/bulan sabit. Kadang-kadang kita dapat menemukan sidik jari
pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right
handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku
(susunan bekas kuku) juga tak luput dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat
lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi
petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Ada 4 hal yang penting kita cari pada pemeriksaan dalam autopsi bagian leher
korban pada kasus pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
1. Perdarahan atau resapan darah.
2. Fraktur.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.
Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar
ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering
kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea,
dan trakea.

4.SUFFOCATION

Definisi
Obstruksi jalan nafas sehingga menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru yang
mengakibatkan terjadinya asfiksia
Terbagi atas pembekapan (smothering), Chocking, gagging.

1). PEMBEKAPAN (SMOTHERING)


Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas
yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel
kecil.
• penutupan pada mulut dan hidung
• tanda asfiksia jelas
• rekonstruksi tangan yang dipakai à pakai tangan kiri à jempol di kiri pipi
korban

Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :


1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan
(smothering).

Ada 3 cara kematian pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan
3. Bunuh diri
Ada 3 cara kecelakaan pada kematian kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Tertimbun tanah longsor atau salju.
2. Alkoholisme.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 239


3. Bayi tertutup selimut atau mammae ibu.
Ada 3 cara pembunuhan pada kasus pembekapan (smothering), yaitu:
1. Hidung dan mulut diplester.
2. Bantal ditekan ke wajah.
3. Serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.
Ada 3 cara bunuh diri pada kasus pembekapan (smothering), yaitu :
1. Menggunakan plester atau kantong plastik.
2. Bantal yang diikatkan ke kepala.
3. Menggunakan dasi atau serbet.
Ada 3 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus pembekapan
(smothering), yaitu :
1. Mencari penyebab kematian.
2. Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3. Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.
Ada 3 hal penting yang kita cari untuk menemukan penyebab kematian pada kasus
pembekapan (smothering), yaitu :
1. Jika kita menemukan bantal, cari apakah ada tanda-tanda kekerasan.
2. Cari ada tidaknya trauma tumpul di sekitar hidung dan mulut.
3. Mencari ada tidaknya kain, handuk, dasi, serbet, atau pasir dalam rongga mulut.

Burking merupakan kombinasi antara pembekapan (smothering) dengan external


pressure on the chest / traumatic asphyxia. Pelaku melakukan burking dengan cara
terlebih dahulu melumpuhkan korban lalu menelentangkan korban dan pelaku duduk
diatas dada korban (traumatic asphyxia). Satu tangan pelaku menutup hidung atau mulut
korban (smothering) sedangkan tangan yang lain menekan rahang ke atas.

2). TERSEDAK (CHOCKING)


Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara.
• oleh karena benda asing
• tanda asfiksia jelas
• awalnya batuk keras à asfiksia à mati

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (kasus infanticide)
Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada kasus tersedak
(chocking), yaitu :
1. Gangguan refleks batuk pada alkoholisme.
2. Pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam
mulutnya.
3. Tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.
Ada 4 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi kasus tersedak
(chocking), yaitu:
1. Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada
tanda kekerasan
1. di mulut korban.
2. Menemukan tanda asfiksia.
3. Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian
lambat.
4. Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 240


3). GAGGING
Pada perampokan ada kalanya korban setelah diikat agar tidak mudah berteriak mulut
disumbat dengan kain yang diikat dari mulut ke belakang kepala (gagging). Dalam hal
ini palatum molle tertekan pada pharynk.

5.ASFIKSIA TRAUMATIK

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest) adalah terhalangnya udara untuk
masuk dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan
adanya suatu tekanan dari luar pada dada korban.
• penekanan rongga dada, rongga perut, diafragma
• penekanan dari luar
• co: desak desakan à O2 kurang à asfiksia

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak (chocking), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering)
2. Pembunuhan (misalnya burking)
Ada 3 macam kecelakaan yang dapat menimbulkan kematian pada korban kasus
asfiksia traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2 kendaraan, atau antara dinding
dengan kendaraan yang mundur.
2. Tertimbun runtuhan benda atau bangunan, pasir, atau batubara.
3. Berdesakan di pintu sempit akibat panik.
Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan autopsi korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest), yaitu :
1. Mencari tanda kekerasan di dada.
2. Menemukan tanda asfiksia.

6.TENGGELAM

Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air /
cairan sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.

Kondisi umum dan faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk
:
Ø Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 18-
24 tahun.
Ø Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air.
Ø Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah).
Ø Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam,
terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air.
Ø Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang
mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau
perlengkapan.
Ø Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman
beralkohol.
Ø Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan.
Ø Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya:
infark miokard, epilepsi, atau stroke.
Ø Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan
antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 241


Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :
1. Submerse drowning
2. Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk
ke dalam air, seperti bagian kepala mayat.
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke
dalam air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu :


1. Dry drowning
2. Wet drowning

Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air sedangkan wet
drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi banyak air.

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :


1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :


1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).

Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah asfiksia,


mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena inhibisi
vagal, dan spasme larynx. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada
tenggelam, akan memberi warna pada pemeriksaan mayat dan pemeriksaan
laboratorium, dengan kata lain kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam
tergantung dari mekanisme kematiannya.
Terendam dalam medium cair mengakibatkan kematian dengan berbagai
mekanisme. Kebanyakan kematian individual terjadi akibat dari terhirupnya cairan (wet
drowning), menghasilkan gangguan pernapasan dan selanjutnya hipoksia serebri.
Sebagian, diperkirakan sekitar 15-20%, tidak menghirup cairan (dry drowning).
Kemungkinan lain, kematian dapat tertunda setelah episode near drowning. Kematian
biasanya terjadi akibat ensefalopati hipoksia atau perubahan-perubahan sekunder dalam
paru-paru. Pada beberapa kasus, khususnya dimana keadaan terapung dipertahankan
secara buatan, kematian terjadi akibat hipotermia.
Sekitar 15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning dimana
tidak terdapat inhalasi cairan yang banyak. Salah satu usulan adalah bahwa masuknya
air secara tiba-tiba kedalam mulut dan tenggorok menghasilkan laringospasme yang
hebat dengan akibat asfiksia. Kemungkinan lain, provokasi serupa dapat merangsang
jalur saraf sensoris simpatis ke derajat tertentu dimana terdapat inhibisi reflex vagal
pada jantung dan asystolic cardiac arrest. Cara kematian lain menyebutkan dimana
terdapat suatu sistem yang menghubungkan spasme arteri koronaria dengan
pendinginan tiba-tiba pada kulit.
Seorang perenang yang mahir sekalipun dapat menjadi lemah secara bertahap
sebagai hasil dari hipotermia dan tenggelam. Tubuh yang terendam menghangatkan
cairan yang bersentuhan dengannya, dan dengan segera yang berdekatan dengan
permukaan tubuh. Air menyerap panas sekitar 25 kali lebih cepat daripada udara.
Terdapat tiga fase klinis dari hipotermia yang dimulai dengan fase eksitatorik dimana

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 242


menggigil berhubungan dengan kebingungan mental, fase adinamik dimana terdapat
kekakuan otot dan sedikit penurunan kesadaran, dan fase paralitik yang dicirikan oleh
keadaan tidak sadar yang menuntun kepada aritmia jantung dan kematian. Fase-fase ini
memiliki hubungan penting terhadap resusitasi pada korban near drowning, sebagian
besar karena fase paralitik dapat menirukan keadaan mati.

Mekanisme tenggelam ada 3 macam, yaitu :


1. Beberapa korban sesaat bersentuhan dengan air yang dingin terutama leher atau
jatuh secara horizontal ia mengalami vagal refleks.
2. Korban saat menghirup air, air masuk ke laring menyebabkan laringeal spasme.
Mekanisme kematian karena asfiksia. Pada korban ditemukan tanda-tanda asfiksia
tetapi tanda-tanda tenggelam pada organ dalam tidak ada karena air tidak masuk.
3. Korban saat masuk ke dalam air ia akan berusaha untuk mencapai permukaan
sehingga menjadi panik dan terhirup air, batuk dan berusaha untuk ekspirasi. Karena
kebutuhan oksigen maka ia akan lebih banyak menghirup air. Lama-lama korban
akan sianotik dan tidak sadar. Selama tidak sadar, korban akan terus bernafas dan
akhirnya paru tidak dapat berfungsi sehingga pernafasan berhenti. Proses ini
berlangsung 3-5 menit, kadang-kadang 10 menit.

Pada orang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi,
umumnya korban akan tiga kali tenggelam, ini dapat dijelaskan sebagai berikut:5
• Pada waktu pertama kali orang ”terjun” ke air oleh karena gravitasi ia akan terbenam
untuk pertama kalinya.
• Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban akan timbul, dan
berusaha untuk bernafas mengambil udara, akan tetapi oleh karena tidak bisa
berenang, air akan masuk tertelan dan terinhalasi, sehingga berat jenis badan
sekarang menjadi lebih besar dari berat jenis air, dengan demikian ia akan tenggelam
untuk kedua kalinya.
• Sewaktu berada pada dasar sungai, laut atau danau, proses pembusukan akan
berlangsung dan terbentuk gas pembusukan.
• Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembusukan dapat mengapungkan
tubuh korban adalah sekitar 7-14 hari.
• Pada waktu tubuh mengapung oleh karena terbentuknya gas pembusukan, tubuh
dapat pecah terkena benda-benda disekitarnya, digigit binatang atau oleh karena
pembusukan itu sendiri, dengan demikian gas pembusukan akan keluar, tubuh
korban terbenam untuk ketiga kalinya dan yang terakhir

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :


1. Kecelakaan (paling sering).
2. Undeterminated.
3. Pembunuhan.
4. Bunuh diri.

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita
jumpai, yaitu :
1. Kapal tenggelam.
2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.

Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita
ketahui cara kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.
Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 243


1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban.
2. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban
ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus
mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.
2. Kita dapat temukan suicide note.
3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.
4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat.

Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada
7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna
merah muda.
3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
woman's hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu
mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang
bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam
genggaman tangan mayat.

Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau
rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.

Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai membusuk
pada hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu. Pembusukan
tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata, tubuh mayat
akan mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi
pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Volume gas pembusukan dapat terjadi 2 kali lipat dari
berat tubuh. Apabila berat badan korban 40 kg maka gas pembusukan terbentuk 80 kg
sehingga resultan gaya tekan gas pembusukan ke atas terhadap air yaitu 80-40 jadi 40.
Sehingga badan akan terapung. Saat gas pembusukan pada saluran nafas dan organ lain
menghilang oleh karena perut jenazah yang biasanya akan pecah, jenazah kemudian
akan kembali tenggelam.
Air segar yang diaspirasi dengan cepat melewati septum alveolar dan dinding
kapiler dan meninggalkan paru-paru dalam bentuk darah yang kini telah diencerkan. Air
laut secara osmotik bersifat hipertonik, 3-4 kali lebih kuat dari plasma (sekitar 3.5%
garam terlarut), sehingga ditarik keluar cairan dari darah kedalam ruang alveolar.
Walaupun penjelasan tersebut mungkin terkesan sederhana, hal tersebut dimaksudkan
untuk menjelaskan penimbunan cairan di dalam jaringan paru setelah inhalasi air laut.
Fenomena yang mirip dapat terjadi dengan inhalasi air segar. Pada hal ini mekanisme

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 244


yang terjadi berhubungan dengan kemampuan yang lebih besar dari air segar untuk
mendenaturasi surfaktan paru. Perubahan yang diakibatkaan pada tegangan permukaan
di paru lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat. Hal ini yang menerangkan mengapa
kematian terjadi dengan cepat.

Tenggelam Dalam Air tawar


Air tawar akan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga terjadi hemodilusi
yang hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis. Oleh karena terjadinya
perubahan biokimia yang serius, kalium dalam plasma meningkat dan natrium
berkurang,juga terjadi anoksia yang hebat pada miokardium. Hemodilusi menyebabkan
cairan dalam pembuluh darah menjadiberlebihan, terjadinya penurunan tekanan sistole,
dan dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. Jantung untuk beberapa saat
masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat. Hal ini yang
menerangkan mengapa kematian terjadi dengan cepat.

Tenggelam Dalam Air Asin


Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai
sekitar 42%, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga terjadi edema
pulmonum yang hebat dalam waktu relatif singkat. Pertukaran elektrolit dari air asin ke
dalam darah mengakibatkan meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium
plasma. Fibrilasi ventrikel tidak terjadi, terjadinya anoksia pada miokardium dan
disertai peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah jantung.
Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan menetap
dalam beberapa menit.
Perbedaan Tempat
Air laut Air Tawar
Paru paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif ringan
Bentuk besar kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru dan permukaan licin Merah pucat dan emfisematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada
Busa sedikit dan banyak cairan Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan mendatad Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
dan ditekan akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB
Darah: Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600 1. BJ 1,055
2. Hipertonik 2. hipotonik
3. hemokonsentrasi dan edema 3. hemodilusi/hemolisis
paru 4. hiperkalemia
4. hipokalemia 5. hiponatremia
5. hipernatremia 6. hipoklorida
6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Tranfusi dengan plasma Tranfusi dengan PRC

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :


1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran
pencernaan dan saluran pernapasan mayat.
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 245
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat. Pada
kasus mati tenggelam (drowning), dapat kita temukan tanda-tanda adanya
kekerasan berupa luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari tangan,
atau ujung kaki mayat.
Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).
Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif menunjukkan bahwa
korban masih hidup saat berada dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)


Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing
(pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. Syarat
melakukannya adalah paru-paru mayat harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru
dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan
paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit
mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir berbentuk kristal, persegi dan lebih
besar dari eritrosit. Lumpur amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur
cacing. Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu :
1. Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.
2. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
3. Hasilnya negatif.
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada
sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu korban
mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika hasilnya negatif maka
ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :
1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
2. Korban tenggelam dalam air jernih.
3. Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.
Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
simpulkan bahwa tidak ada hal hal yang menyangkal bahwa korban mati karena
tenggelam. Jika hasilnya negatif dan ada sebab kematian lain maka kemungkinan
korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke dalam air.

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)


Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada tidaknya
diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu dengan
dinding dari silikat. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang
diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome
di perairan tersebut.
Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil jaringan paru-paru bagian
perifer (100 gr) lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan
selama 12 jam kemudian panaskan sampai hancur membubur & berwarna hitam.
Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu sentrifus hingga terdapat endapan hitam.
Endapan kemudian diambil menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek gelas.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 246


Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya bervariasi dengan dinding
sel bersel 2 dan ada struktur bergaris di tengah sel.
Positif palsu pada pencari pasir dan pada orang dengan batuk kronis. Untuk
hepar atau lien, tidak akurat karena dapat positif palsu akibat hematogen dari
penyerapan abnnormal gastrointestinal.
Penentuan Berat Jenis (BD) Plasma Penentuan berat jenis (BD) plasma
bertujuan untuk mengetahui adanya hemodilusi pada air tawar atau adanya
hemokonsentrasi pada air laut dengan menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-
1,0600); air tawar 1,055; air laut 1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada larutan
CuSO4 yang telah diketahui berat jenisnya.

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)


Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa kadar NaCl
dan kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air tawar,
mengandung Cl lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na
menurun dan kadar K meningkat dalam plasma. Korban yang mati tenggelam dalam air
laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na
meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di
sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.

Catatan dr. Mursad Abdi, Sp.F


• di air tawar atau air laut
• ada lumpur à masuk air à ke dalam alveoli
• tanda-tanda tenggelam
o asfiksia pada umumnya
o muka bengkak, hitam, mata menonjol
o perdarahan pada telinga à tekanan intra telinga meningkat à pemb. Darah
telinga tengah pecah
o buih halus keluar dari mulut
o lidah menonjol, dan ada bekas gigitan pada lidah
o bulu roma berdiri
o kaku mayat muncul 0,5 jam post mortem
o cadaferik spasme
o pakaian basah, kuku keriput
o lebam mayat lebih gelap à hemokonsentrasi karena air asin
o jika tenggelam di air tawar à hemodilusi à eritrosit pecah, hiperkalemia
à aritmia à kematian
o pembusukan di leher à air masuk ke saluran napas (bengkak)
o ada air mani
• autopsi ke arah leher
o ada benda di saluran napas, buih, buih halus di laring, trakea, bronkus dan
sisa-sisa lumpur
o orang mati di air tawar à NaCl lebih tinggi di ventrikel kiri daripada di
ventrikel kakan
o autopsi à pada gaster à lumpur dari TKP
o pada paru à air masuk
§ ada krepitasi (ada air dan udara di alveoli). Paru ditekan tidak kembali
(emfisema aquatum)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 247


§ tepi tumpul
§ berat paru >> normal
§ tes air à sedot dari alveoli à bandingkan dengan air dari tempat
tenggelam
§ tes diatom
o sebab kematian
§ asfiksia à air dan enda asing masuk ke lumen saluran napas
§ refleks vagal
§ edema laring
§ air à Hemodilusi/hemokonsentrasi à eritrosit pecah à K+ keluar à
hiperkalemia à fibrilasi ventrikel
§
7.INHALATION OF SUFFOCATING GASSES

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas
tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
• kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang)
• tanda asfiksia
• tanda intoksikasi CO2
• tanda trauma seperti kejatuhan batu

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas:
1. CO
2. CO2
3. H2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang
bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

Catatan dr. Mursad, Sp.F :


• Tanda sianosis berupa tubuh tampak sianosis disektar mulut, hidung, ekstremitas
atas dan bawah. Pada anak-anak lebih tampak pada mulut dan hidung sedangkan
orang dewasa terlihat pada ekstremitas atas dan bawah.
• Tanda intrapital pada strangulasi adalah air liur yang bersebrangan dengan simpul.
• Pada gantung diri kekuatan dari berat badan dan kekuatan pada ujung-ujung tali.
• Pada jeratan jejas berupa jejas horizontal dan lebih rendah.
• Pada kasus pencekikan jejas jerat bertbentuk bintang.

BAB XI
TOKSIKOLOGI FORENSIK

DEFINISI
Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber,
karakteristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal,
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 248
periode fatal,dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang
waktu antara masuknya racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian
pada rata-rata orang sehat.
Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan
(poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan
dan intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai overdosis yang
mempunyai efek sentral sedangkan intoksikasi merupakan overdosis yang bersifat
umum baik sentral maupun perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan
intoksikasi memiliki pengertian yang sama.
Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang
berbeda dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri
dalam interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan lainnya.
Paracelcus (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraxis Bombastus von
Honhenheim, orang yang pertama mendefinisikan racun, menyatakan semua substansi
di alam adalah racun hanya dosis yang membedakan substansi tersebut racun atau
bukan (sola dosis facit venenum). Ahli toksikologi SEINEN (1989) menyatakan racun
adalah substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga toksikologi dianggap
sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the knowledge of
too much).
SANGSTER secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang
dianggap racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi
berlebihan dari substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia).

Toksikologi forensik à Pemeriksaan racun dan keracunan yang berhubungan dengan


perkara pidana atau perdata.

Undang- Undang Tentang Keracunan

Kataracun, tidak disebutkan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dalam


perundangan di Indonesia hanya dituliskan kata keracunan dan meracuni.
KUHAP ps 133 ayat 1: hanya ada kata “keracunan”
KUHP ps 356 : ada kata “meracuni” à penyaniayaan

Racun à zat/bahan yang dalam jumlah tertentu bila terjadi kontak atau masuk kedalam
tubuh akan menyebabkan penyakit dan/atau kematian.
Pembagian Racun
Berdasarkan sumbernya racun dapat dibedakan atas beberapa macam yakni :
ü Racun rumah tangga
Berupa desinfektan, detergen, insektisida
ü Racun pertanian
Berupa pestisida dan herbisida
ü Racun kedokteran
Berupa hipnotika, sedatif, analgetika, obat penenang, antidepresan, antibiotika
ü Racun industri
Berupa asam dan basa kuat, logam berat
ü Racun bebas
Berupa opium, ganja, sianida, racun pada jamur
Berdasarkan cara masuk ke dalam tubuh dibedakan melalui :
• Mulut/peroral
• Saluran pernafasan/inhalasi
• Suntikan/parenteral
• Perrektal

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 249


• pervaginal
• Melalui kulit

Skema 14.1 Cara masuknya racun ke tubuh

Mekanisme Kerja Racun

1. Titik tangkap kerja


- Gangguan sistem enzim
Arsen dan Hg : enzim sulfhidril
- Gangguan transport O2 Ekstraseluler
Ex : CO
- Inaktivasi asetilkolin esterase
Ex : insektisida organofosfat, karbamat
2. Spektrum kerja
- sistemik
- lokal
Berdasarkan cara kerja racun dibedakan atas racun yang bersifat lokal dan sistemik
yakni sebagai berikut :

Racun yang bekerja lokal


• zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat
• iritan : arsen, HgCl2,
• anestetik : kokain, asam karbol

Racun yang bekerja sistemik


• Narkotika, Barbiturat dan Alkohol
Terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat
• Digitalis dan Asam Oksalat
Terutama berpengaruh terhadap jantung
• Karbonmonoksida dan Sianida
Terutama berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan dalam sel
• Cantharides dan HgCl2
Terutama berpengaruh terhadap ginjal

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 250


Racun Yang Bekerja Lokal &Sistemik :
Beberapa contoh racun yang bekerja bisa secara lokal maupun sistemik adalah
sebagai berikut :
- Asam oksalat
- Asam karbol
- Arsen
- Garam pb

Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Racun


Suatu racun yang sama dan dalam jumlah yang sama bisa jadi memiliki efek
yang berbeda saat masuk ke dalam tubuh tiap individu. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi kerja suatu racun yakni :
- Cara Pemberian
Pada umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara
inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.k), ingesti, absorbsi melalui
mukosa dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh
melalui kulit yang sehat.
- Keadaan Tubuh : umur, keadaan umum, kebiasaan, hipersensitifitas
Umur, pada umunya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi pada beberapa jenis racun, seperti
barbiturat dan belladonna, justru anak-anak lebih tahan.
Kesehatan, pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal
biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang yang
sehat. Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan
suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, penyerapan racun biasanya jelek,
sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-
buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita diakibatkan oleh racun.
Kebiasaan, faktor ini berpengaruh dalam hal dosis racun yang dapat
menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya
toleransi.
Hipersensitif (alergi-idiosinkrasi), banyak preparat-preparat seperti vitamin
B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium
menyebabkan kematian, karena si korban sangat rentan terhadap oreparat-
preparat tersebut.
- Racunnya sendiri : Dosis, konsentrasi, bentuk dan kombinasi fisik, addisi dan
sinergisme, antagonisme
Dosis, besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat ringannya akibat yang
ditimbulkan, dalam hal ini tidak boleh dilupakan adanya toleransi/intoleransi
individu. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang
masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik.
Konsentrasi, untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh bersifat lokal,
misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan
dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara
sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat
ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
Bentuk, racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek
bila dibandingkan dengan racun yang berbentuk padat.
Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan
lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun
dalam keadaan lambungnya berisi makanan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 251


Addisi dan sinergisme. Barbiturate misalnya, jika diberikan bersama-sama
dengan alkohol, morfin atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis
barbiturate yang diberikan jauh dibawah dosis letal
Antagonisme, kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih
dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena racun-
racun tersebut saling menetralisir.
Dalam hal klinik sifat antagonistik ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya
nalorfin dan naloxone dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema
paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obat golongan narkotika.

Toksisitas Racun

Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang


mempengaruhi fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan. Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam jumlah yang
besar tetapi ada yang bersifat toksik meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya
substansi tertentu secara tersendiri tidak bersifat toksik atau toksisitasnya rendah tetapi
dengan adanya substansi lain, menyebabkan substansi tersebut menjadi toksik.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain :
1. Toksisitas intrinsik
Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun zat
tersebut,misalnya unsur sodium.
2. Dosis dan bioavailabilitas
Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung dosis zat
yang masuk ke dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat terutama di organ
detoksifikasi (hati). Metabolisme zat di dalam hati sebelum beredar ke dalam
sirkulasi sistemik (first pass effect) sangat menentukan toksisitas zat yang masuk ke
dalam tubuh secara oral.
3. Konsentrasi
Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas karbonmonoksida
(CO), asam kuat dan basa kuat.
4. Frekuensi dan waktu paruh
Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga
mempengaruhi toksisitas racun.
5. Cara masuk zat ke dalam tubuh
Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan absorbsi
dan beredarnya zat secara sistemik. Pemekaian zat per oral relatif lebih lambat
dibandingkan secara injeksi dan inhalasi.
6. Ko-medikasi
Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas
rendah atau mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol merupakan
ko-medikasi yang paling sering digunakan, yang dapat meningkatkan efek depresan
dari obat-obat yang menekan sistem saraf pusat.
7. Kondisi pemakai
Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-penyakit
yang melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut
dapat meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga halnya faktor umur, jenis
kelamin, status gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi.

Keracunan Dalam Bidang Medis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 252


Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya adalah
mengumpulkan bukti-bukti penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam
bentuk sertifikasi yang dapat dijadikan bukti dapat diterima di pengadilan. Informasi
yang melatarbelakangi keracunan menjadi salah satu bukti yang perlu digali dan
dikumpulkan. Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama bertujuan
untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian karena keracunan morfin,
sianida, keracunan karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain sebagainya.
Yang kedua, dan ini sebenarnya yang terbanyak kasusnya akan tetapi belum banyak
disadari, adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa
pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat
terjadi. Dengan demikian tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan
rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat-obatan atau racun
tersebut berperan sehingga kecelakaan pesawat udara misalnya, dapat terjadi.

Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif

Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau
fakta-fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif
yang melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan
adanya perbuatan yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi
tindakan tersebut (men rhea). Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men
rhea, apakah timbul akibat kecerobohan (recklessness), kealpaan (negligence) atau
kesengajaan (intentional).
Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe)
berdasarkan korban keracunan, yaitu:
1. Tipe S (spesific target)
Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara
pelaku dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi,
antara lain: uang, membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam.
Keracunan tipe S berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:
a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan
direncanakan oleh pelaku.
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak
dan tanpa perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih
sebab kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering
membuat kasus tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang
sempurna (the perfect murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian
korban yang sesungguhnya akibat tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai
kematian wajar karena faktor penyakit. Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi
bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat kegagalan dokter mengenali
tanda-tanda keracunan pada korban.

2. Tipe R (random target)


Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego,
sadistik, dan teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:
a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk
keracunan tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror.
b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick).

Pemeriksaan Peristiwa Keracunan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 253


Meliputi :
• Pemeriksaan TKP
• Pemeriksaan korban
- pemeriksaan dalam
- pemeriksaan luar
• Pemeriksaan Toksikologi
- pengambilan dan pengumpulan bahan

Pemeriksaan TKP
Pemeriksaan TKP penting untuk proses penyidikan selanjutnya. Dari
pemeriksaan di TKP diharapkan dapat memberi tujuan sebagai berikut :
• Menentukan korban hidup/ meninggal
• Mengumpulkan barang bukti
• Memperkirakan cara kematian
• Menentukan saat kematian

Pemeriksaan Forensik Klinik Terhadap Korban Keracunan


Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun
secara forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan. Perbedaan yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi
yang memberi batuan pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud
adalah diterbitkannya visum et repertum peracunan.
Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis
bila korban kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik.
Anamnesis
- Jenis racun
- Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama udara
pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit
yang sakit, melalui anus atau vagina.
- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban
- Keadaan sikiatri korban
- Keadaan kesehatan fisik korban
- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat
alergi atau idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi
tanda-tanda mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari
mulut atau saluran napas, warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut
atau saluran napas, adanya tanda suntikan, dan tanda fenomena drainage. Gejala-gejala
dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti kejang, pin point pupil atau tanda gagal
napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar mulut, luka suntikan atau
kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan seperti bau
amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang dipakai
sebagai pelarut.

Pemeriksaan Laboratorium
Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa muntahan,
sekret mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus
dilakukan secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun diambil dari sampel urin
dan darah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 254


Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et
Repertum Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur
penerbitan Visum et Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur medikolegal
penerbitan visum dimana harus dibuat berdasarkan Surat Permintaan Visum resmi
penyidik (Pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et Repertum peracunan ditentukan
kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya berdasarkan penilaian efek
racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang diakibatkan oleh racun.

Pemeriksaan Forensik Kasus Keracunan Terhadap Koban Yang Sudah


Meninggal
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan
pada korban yang sudah meninggal antara lain:
1. Pemeriksaan post mortem
a. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan didapatkan:
- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya asam
hidrosianida, asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk menjaga
keutuhan jenazah tidak boleh menggunakan cairan desinfektan yang
mempunyai bau (aroma).
- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak yang
berasal dari muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu sendiri.
- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan fosfor dan
keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat.
- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal.
- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-tanda
bekas zat korosif atau benda asing.
- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat (bila
racunnya menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna lebam
jenazah mengalami perubahan.
b. Pemeriksaan dalam
Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus gastrointestinal,
terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi
adalah:
- Hiperemia
Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada bagian
cardiac lambung dan pada bagian curvatura major. Warnanya adalah merah
gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak, misalnya pada
keracunan arsen hiperemia adalah merah merata.
Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti
sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia
harus dibedakan dengan kongesti vena secara menyeluruh yang terjadi pda
kematian akibat asfiksia. Gambaran yang membedakan dengan hiperemia
yang disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia karena penyakit
sifatnya merata dan terdapat pada seluruh permukaan serta tidak berupa
bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih banyak terkena pada
kasus keracunan.
- Perlunakan
Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada
kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus. Jika
disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya tampak pada lambung.
Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem yang terdapat pada

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 255


bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan dinding lambung.
Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada tanda-tanda inflamasi.
- Ulserasi
Paling sering ditemukan ditemukan pada curvatura major lambung dan
harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di
curvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di sekitar
tukak tersebut.

- Perforasi
Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi
juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini
biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung
menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan jaringan sekitar.
2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam
Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh
merupakan bukti yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa
ditemukan dalam lambung, usus halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan
ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa antara lain :
- Urin dan feses
- Darah
- Lambung dan isinya
- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)
- Hati
- Setengah bagian dari masing-masing ginjal
- Otak dan medulla spinalis, terutama pada keracunan striknin
- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada
kecurigaan abortus kriminalis
- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform
- Tulang, rambut, gigi dan kuku
- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.

PENGAMBILAN SAMPEL PADA KORBAN YANG TEWAS

• Lambung dengan isinya


• seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan
padausus setiap jarak sekitar 60 cm
• darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer
(vena jugularis, arteri femoralis, dll) masing-masing 50 ml dan dibagi
dua. Yang satu diberi bahan pengawet NaF 1% yang lain tidak diberi
pengawet
• hati, sebagai tempat detoksifikasi tidak boleh dilupakan, diambil
sebanyak 500 gram
• ginjal diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan logam berat
terutama bila urine tidak tersedia
• otak, diambil 500 gram khusus untuk keracunan kloroform dan sianida.
Hal tersebut dimungkinkan karena otak merupakan jaringan lipoid yang
mampu meretensi racun walau telah mengalami pembusukan
• urine diambil seluruhnya, penting karena racun akan diekskresikan
melalui urine khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika
dan alkohol

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 256


• empedu, karena tempat ekskresi berbagai macam racun terutama
narkotika
• pada kasus khusus dapat diambil:
o Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 cm
o Jaringan otot yaitu dari tempat yang terhindar kontaminasi
misalnya m. Psoas sebanyak 200 gram
o lemak dibawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram
o rambut yang dicabut sebanyak 10 gram
o kuku yang dipotong sebanyak 10 gram
o cairan otak sebanyak-banyaknya

3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian

Kunci Pembuktian Kasus Keracunan

Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang
harus dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis.
Hal yang dibuktikan antara lain :
1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan
(adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga
penatalaksanaan terhadap bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi
pada kasus tindak pidana yang memerlukan standar pembuktian dengan tingkat
kepercayaan yang lebih tinggi yaitu sampai tidak ada keraguan yang beralasan.
2. Pembuktian motif keracunan
3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko
obat atau toko yang menyediakan substansi yang digunakan.
4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi
kesehatan, dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.
5. Bukti kesengajaan (intentional)
6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun
dengan menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.
7. Bukti peracunan adalah homicide.

Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan tersebut, tampak bantuan dokter


sangat diperlukan dalam beberapa langkah terutama :
• Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya
memberikan pembuktian hukum
• Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan
psikiatri korban
• Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian
lainnya

11.1 KERACUNAN SIANIDA

Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan. Meskipun diagnosis autopsi tentang keracunan sianida sangat jarang
diragukan, analisis toksikologi mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun
produk sianida dalam tubuh yang sudah mati dan bahkan pada sampel darah yang
disimpan untuk menunggu diperiksa.
Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik. Sianida dapat masuk ke
dalam tubuh dengan cara :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 257


- Inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi
kapal)
- Oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan
baja, serta fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel.

Mekanisme Kerja Sianida

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak


dapat berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk
sianmethemoglobin. CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara
radikal, terutama sitokrom oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung
sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses
oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat
berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi
darahnya kaya akan O2.
Sianida dapat menyebabkan terjadinya hipoksia intraseluler melalui ikatan yang
bersifat ireversibel dengan sitokrom oksidase di dalam mitokondria. sitokrom oksidase
berperan penting dalam mereduksi oksigen menjadi air melalui proses oksidasi
fosforilasi Ikatan sianida dengan ion ferri pada sitokrom oksidase akan mengakibatkan
terjadinya hambatan pada enzim terminal dalam rantai respirasi, rantai transport
elektron dan proses osksidasi forforilasi. Fosforilasi oksidatif merupakan suatu proses
dimana oksigen digunakan untuk produksi adenosine triphosphate (ATP). Gangguan
pada proses ini akan berakibat fatal karenan proses tersebut penting untuk mensintesis
ATP dan berlangsungnya respirasi seluler. Suplai ATP yang rendah ini mengakibatkan
mitokondria tidak mampu untuk mengekstraksi dan menggunakan oksigen, sehingga
walaupun kadar oksigen dalam darah norml tidak mampu digunakan untuk
menghasilkan ATP. Akibatnya adalah terjadi pergeseran dalam metabolisme dalam sel
yaitu dari aerob menjadi anaerob. Penghentian respirasi aerobik juga menyebabkan
akumulasi oksigen dalam vena. Pada kondisi ini, permasalahnya bukan pada
pengiriman oksigen tetapi pada pengeluaran dan pemanfaatan oksigen di tingkat sel.
Hasil dari metabolisme aerob ini berupa penumpukan asam laktat yang pada akhirnya
akan menimbulkan kondisi metabolik asidosis. Penghambatan pada sitokrom oksidase
a3 ini bukan merupakan satu- satunya mekanisme yang berperan dalam keracunan
sianida. Terdapat beberapa mekanisme lain yang terlibat, diantaranya: penghambatan
pada enzim karbonik anhidrase yang berperan penting untuk memperparah kondisi
metabolik asidosis dan ikatan dengan methemoglobin yang terdapat konsentrasinya
antara 1%-2% dari kadar hemoglobin. Ikatan sianida ini menyebabkan jenis hemoglobin
ini tidak mampu mengangkut oksigen.

Dosis Toksik Sianida

Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau
NaCN adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30
menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

Penemuan Klinis Pada Keracunan Sianida

Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit.
Dalam interval yang pendek antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh
merasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 258


kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat pula
ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan lemah, napas
cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau
amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-otot berlanjut
dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan
palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi
mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan
meninggal.

Pemeriksaan Luar Pada Kasus Keracunan Sianida

Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda
patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan
bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan
selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat
dikatakan menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin
(karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya
cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang
berwarna merah muda gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada
daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksihemoglobin.
Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui
bahwa banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya
berhubungan dengan genetik (bukan berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui
oleh ahli patologi dan pegawai kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa
resiko. Para petugas terkait menjadi sakit dan untuk sementara mengalami gangguan
fungsi setelah mengautopsi mayat bunuh diri yang telah menelan sejumlah besar kalium
sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup hidrogen sianida dari isi perut mayat
ketika melakukan pemeriksaan organ dalam.
Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun
pendarahan dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit
kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin
beberapa pendarahan berupa petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal /
bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti almond.
Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida
dapat sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan,
terutama pada bagian mukosa esofagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa
mengalami perubahan post mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter
jantung setelah mati. Organ lain tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan
diagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan warna kemerahan pada jaringan dalam
tubuh maupun kulit.

Analisis Toksikologi

Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium,


membutuhkan perhatian khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam
pengemasannya, transportasinya atau tidak dikemasnya sampel tersebut. Pemerikasaan
laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada kemungkinan terjadinya
keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-
parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan
polivinil klorida).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 259


Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam
beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam
sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu
ruangannya, sehingga jika ada penundaan, adanya kulkas pendingin menjadi penting.
Jika dibandingkan, beberapa sampel positif sesungguhnya dapat menurun kualitasnya
pada penyimpanan. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu,
akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad.
Dikatakan bahwa tidak ada struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi,
sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam
tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti
dari terjadinya keracunan.

11.2 KERACUNAN KARBONMONOKSIDA

Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak merangsang selaput lendir. Sumber CO berasal dari hasil pembakaran tidak
sempurna motor yang menggunakan bahan bakar bensin. CO diserap melalui paru,
sebagian besar diikat oleh Hb, afinitas COHb 208-245 kali afinitas O2. Bila korban
dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan
setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan
dengan kadar COHb dalam darah

Tabel 11.1 Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO


Saturasi Gejala
COHb
10 % Tidak ada
10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan
20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah,
kolaps
40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau
sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.
50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang
intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes
60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin
meninggal
70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.

Pemeriksaan Luar dan Dalam pada Keracunan CO

Autopsi pada keracunan CO dapat memberikan petunjuk penyebab kematian.


Salah satu contoh keracunan CO mati didalam mobil dengan AC yang dibiarkan tetap
menyala, dengan gambaran patologi dari luar atau eksterna langsung tertuju pada CO.
Pada autopsi penampilan yang paling jelas adalah warna pada kulit terutama pada post-
mortem hipostasis. Pada autopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang
meninggal pada keracunan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry
red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik
atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna
klasik “ Chery-pink” pada CO-Hb sebagai bukti jika saturasi darah kira-kira >30%.
Dibawah ini secara jelas <20%, tidak tampak adanya warna. Pada konsentrasi ini jarang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 260


mengakibatkan kematian. Terkadang sianosis yang semakin gelap cenderung menutupi
warna kulit, tapi batas pasa hipostasis dan warna bagian dalam dapat terbukti.
Pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan
jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang
ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat ditemukan
petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30 menit.
Pada korban keracunan CO yang sempat mendapat pertolongan dan baru
meninggal beberapa saat (hari) kemudian, maka kadar COHb dalam darah sudah
kembali rendah dan lebam mayat tidak akan berwarna merah terang. Mekanisme
kematian pada kasus ini adalah anoksia jaringan otak, yang pada pemeriksaan jenazah
petekie pada substantia alba otak atau gambaran infark atau ensephalomalacia yang
simetris.

Pemeriksaan Penunjang Untuk Diagnosis CO

Diagnosis kematian akibat keracunan CO ditegakkan dengan bantuan


pemeriksaan di TKP atau gambaran klinis saat korban baru dirawat.Saran lain mengenai
indikasi CO adalah ketika jaringan dimasukkan dalam larutan garam untuk kepentingan
histologis, mereka tidak terjadi pewarnaan secara cepat sama seperti jaringan normal
dan tetap merah muda sepanjang periode. Jika keracunan CO dicurigai pada autopsi,
test yang cepat dengan menambah beberapa tetes darah pada 10% cairan NaOH di kaca
gelas yang memberi latar putih. Darah normal akan segera menjadi hijau kecoklatan
tapi jika terdapat monoksida, warnanya akan menjadi merah muda, seperti tidak ada
met-Hb yang terbentuk. Bagaimanapun juga test kasar tidak disarankan sebagai
alternative yang digunakan.

11.3 KERACUNAN INSEKTISIDA

Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh serangga.


Pestisida dalam arti yang luas mencakup insektisida, fungisida, rodentisida, dll, yang
digunakan untuk mengendalikan hama. Kasus kematian akibat insektisida seringkali
merupakan kematian akibat bunuh diri menggunakan bahan pembunuhan serangga
golongan karbamat yang digunakan luas dimasyarakat. Selain itu keracunan juga
disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan pada proses penyemprotan. Pembunuhan
dengan racun jenis ini jarang terjadi.

Jenis-Jenis Insektisida

Insektisida yang sering digunakan, antara lain :


1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
2. golongan karbamat : carbaryl, baygon
3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane

Mekanisme Keracunan Insektisida

Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan


ke dalam antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel,
sedangkan golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatan terjadinya
akumulasi asetilkoloin, rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian
terjadi karena gagal napas dan henti jantung.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 261


Gejala Keracunan Insektisida

Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan


hiperaktif. Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan
otot, hiperhidrosis, lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil
edem, konvulsi, koma, dan hilangnya kontrol terhadap sfingter.

Pemeriksaan Dalam Keracunan Insektisida

Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di


dalam lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan
lambung dan lapisan larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak
hiperemis dan mengalami perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut
insektisida. Limpa, otak dan paru tampak edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati
biasanya merupakan penyebab kematian pada keracunan kronis.

11.3.1 KERACUNAN DDT

Cara kerja : Merangsang sistem saraf pusat


Keracunan akut: Bisa terjadi secara tidak sengaja atau karena upaya bunuh diri.
Gejala : Mual, muntah, tremor, kejang, inkoordinasi, paralisis, edema paru, koma dan
akhirnya meninggal.
Dosis fatal : 30 gram
Periode fatal : 24 jam
Penatalaksanaan:
1. bilas lambung
2. suntikan atropine
3. fenobarbital bisa digunakan
4. simtomatik
5. tidak boleh diberikan makanan yang mengandung minyak atau lemak

Keracunan kronis
Biasanya akibat inhalasi atau penyerapan kulit dalam jangka waktu yang lama.
Gejala-gejala:
- tidak nafsu makan
- gelisah
- insomnia
- tremor
- kejang dan koma

Penatalaksanaan:
1. Hindari makanan mengandung minyak dan lemak
2. Fenobarbital dapat digunakan untuk mengendalikan tremor

11.3.2 KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Racun ini dapat diserap melalui berbagai jalur.

Cara Kerja Organofosfat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 262


Racun mempengaruhi neuromuscular junction dan sinaps pada ganglion. Efeknya
adalah:
a. efek muskarinik, misalnya mual, muntah, kejang otot abdomen, keringat,
salvias, dan spasme bronkus
b. efek nikotinik, misalnya fasikulasi dan fibrilasi otot, takikardi, takipne
c. efek pada sistem saraf pusat, misalnya pusing, tremor, ataksia, koma, dan
meninggal
d. air mata merah; yaitu karena berkumpulnya porfirin pada kelenjar lakrimalis.

Gejala-gejala

Bergantung dari cara masuknya racun kedalam tubuh.


Tahap awal: sakit kepala, mual, muntah, dada terasa tertekan, miosis, pandangan kabur
dan mulut berbusa
Tahap lanjut: muntah, 53-150 mg intramuscular atau 100-400 mg melalui oral.
Periode fatal : 1 sampai 3 jam

Penatalaksanaan

1. Diberikan suntikan atropine sulfat 2 mg secara intramuskuler. Suntikan ini bisa


diulangi jika perlu sampai mencapai dosis maksimum yaitu 50 mg. Atropine
akan menghambat efek muskarinik dan efek racun pada susunan saraf pusat.
2. bilas lambung dilakukan dengan larutan kalium permanganate
3. jika dengan atropine tidak ada perbaikan, diberikan reaktivator kolinesterase
yang spesifik seperti diacelyemonoxial (DAM) atau Pyridine 2-aldoxima
methiodide (P2AM)
4. suntikan fenobarbital diberikan untuk mengatasi kejang-kejang
5. pengobatan simtomatik seperti pemberian oksigen, aspirasi atau trakheostomi
dilakukan jika perlu. Dehidrasi dan syok harus segera diatasi

Pemeriksaan Autopsi

1. ditemukan tanda-tanda asfiksia


2. mukosa lambung mengalami inflamasi disertai dengan perdarahan petekia
3. paru-paru tampak mengalami edema, inflamasi dan perdarahan

Kepentingan dari Segi Medikolegal

1. keracunan paling sering terjadi karena upaya bunuh diri


2. keracunan karena ketidaksengajaan adalah pada penyemprotan
3. pembunuhan dengan racun jenis ini jarang terjadi

11.4 KERACUNAN ARSEN

As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan
senyawa yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As2O3
ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan
dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam
lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak
ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai pengotoran dari zat
warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang mengandung

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 263


arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari
arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.

Dosis Arsen

Arsen dalam bentuk metal tidak beracun, yang beracun adalah dalam bentuk
garam. Arsen mengiritasi jaringan, menekan sisem saraf dan menghalangi respirasi.
Jumlah yang sangat sedikit sudah dapat membunuh seseorang (30-300 mg).
Gejala Klinis Arsen

Cara kerja keracunan akut berupa gangguan metabolisme seluler dengan


menghambat sistem enzim sulfhidril, selain itu arsen dianggap merupakan racun kapiler
dan menyebabkan dilatasi kapiler. Timbulnya gejala biasanya dalam waktu 2 jam
setelah masuknya racun. Arsen menyebabkan :
- rasa terbakar pada tenggorokan, retrosternum dan epigastrium; rasa sangat haus
disertai mual, muntah dan diare
- nyeri akut pada abdomen, mungkin karena perforasi lambung
- tenesmus yang disertai tinja berwarna hitam karena banyak mengandung darah dan
banyak mengandung cairan seperti diare pada kolera
- berkurangnya produksi urin, terdapatnya sel darah merah pada urin dan selanjutnya
dapat mengalami gagal ginjal
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mengakibatkan dehidrasi dan kejang
otot. Pasien menjadi gelisah
- tanda syok akan menonjol pada tahap menjelang kematian
- koma, kejang dan meninggal

Tipe-Tipe Keracunan Arsen

Ada 4 tipe gejala keracunan:


1. Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya
berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf
pusat yang hebat khususnya pusat-pusat vital dimedulla, antara lain:
- Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah
- Denyut nadi cepat dan lemah
- Pernafasan sukar dan dalam
- Stupor atau semikomatous
- Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi
gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada
lambung, usus maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul
muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
- Rasa sakit dan cramp pada perut
- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
- Mulut terasa kering
- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
- Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 264


Gejala klinis diatas sangat individual, dimana satu penderita condong menunjukkan
gejala profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan
gejala muntah atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.Bila
kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas,
kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi
urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh. Kematian terjadi dalam beberapa
jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati serangan pertama,
masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.

3. Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam
interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera
menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow
excretion).
Gejalanya:
- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat.
- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea
berkepanjangan
- Cramp dan dehidrasi
- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita
mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban
makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.

4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-
gejala:
- Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis
disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan
ke arah sentral.
- Anaesthesia
- Rambut dan kuku rontok
- Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare
- Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi
- Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
- Garis melintang pada kuku berwarna putih.
- Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki
Pada kasus racun arsen dalam bentuk serbuk arsen, pasien akan batuk darah
dengan dahak yang berbusa, gangguan pernapasan dan sianosis. Selanjutnya
mungkin mengalami edema paru akut. Kematian mendadak akibat syok mungkin
terjadi karena arsen dalam dosis tinggi. Tetapi pada beberapa kasus, arsen dalam
jumlah besar akan menyebabkan muntah sehingga mengeluarkan sebagian besar
racun tersebut dan pasiennya selamat. Pada beberapa kasus, gejala-gejala pada
sistem pencernaan sangat minimal, bahkan tidak sama sekali. Pasien merasa pusing,
nyeri prekordium, delirium, kehilangan kesadaran dan meninggal. Paralisis seluruh
anggota badan mungkin terjadi sebelum kematian.
Pada kasus kematian akibat keracunan arsen, pemeriksaan luar didapatkan
tanda-tanda dehidrasi, seperti mata cekung dan penonjolan tulang-tulang wajah.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 265


Pada pemeriksaan dalam, mukosa mulut biasanya normal tetapi bisa tampak tanda-
tanda inflamasi. Mukosa sistem pencernaan mengalami inflamasi, berwarna merah
disertai perdarahan submukosa. Membran mukosa mempunyai rugae dan di antara
rugae bisa ditemukan lendir yang kental dan mengikat partikel racun. Isi lambung
berwarna gelap.
Untuk mendiagnosis keracunan akibat arsen dilakukan pemeriksaan
toksikologi pada isi lambung. Pada kasus keracunan kronis, pemeriksaan terhadap
rambut, kuku, dan tulang akan memberikan hasil positif.

11.5 KERACUNAN ALKOHOL

Jenis-Jenis Alkohol
Alkohol ada 2 jenis:
• Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)
• Metil alkohol / Metanol (CH3OH)
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah
menguap dan mempunyai aroma yang khas.
Alkohol terdapat pada berbagai jenis minuman, misalnya:
• Alkohol absolut : 99,9%
• Rectified spirit (alkohol yang dimurnikan) : 90%
• Methylated spirit (alkohol denaturasi) : 95%
• Rum dan minuman keras lainnya : 50-60%
• Whisky, Gin dan Brandy : 40-45%
• Port, Sherry : 20%
• Anggur (wines) : 10-15%
• Bir : 4-8%
• Berbagai jenis minuman keras daerah : 5-10%

Metabolisme Alkohol

Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi
alkohol dalam darah sudah bias ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum
alkohol. Kadar puncak dalam darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol.
Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol dalam darah ini bisa
menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis dan
anemia.
Proses absorpsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung
dalam keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling cepat
penyerapannya.Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) dan mengalami
oksidasi. Sisa yang 10% diekslresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal.
Alkohol bisa menjadi sumber energy yang baik, dimana setiap 1 gram dapat
menghasilkan 7 kalori.

Kadar dan Efek Alkohol

Kadar alkohol dalam darah dan dampaknya adalah sebagai berikut:


• 0,1% Orang akan merasa gembira
• 0,15% Batas keamanan untuk mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan raya
• 0,2% Tingkat intoksikasi menengah

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 266


• 0,2-0,4% Kesadaran menurun mengakibatkan delirium
stupor
• 0,5% Koma
• 0,6% Asfiksia darah

Jenis Keracunan Alkohol

Keracunan alkohol bisa bersifat:


• Akut
• Kronis

Keracunan Alkohol Akut

Keracunan alkohol akut terdiri atas 3 tahap:


1. Tahap merasa dalam keadaan senang
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada pusat-pusat hambatan di
otak, keadaan ini disebut fenomena pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa
berlangsung lama dan dapat terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:
• Muka merah
• Pasien sangat banyak bicara
• Pasien kehilangan pengendalian diri
• Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya meminum air,
memasukkan benang ke dalam jarum. Ada kalanya pasien menjadi:
• Berperilaku kasar
• Bersifat sentimental
• Inkoordinasi
• Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi terhadap cahaya
• Pernafasan berbau alkohol
Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan
2. Tahap kebingungan
Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat lainnya pada otak sehingga
berkaitan dengan:
• Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat
• Pasien tidak dapat berjalan lurus
• Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau
• Penglihatan kabur
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan akhirnya menjadi tidak
sadarkan diri. Pada tahap ini pasien masih bisa dibangunkan dengan suara yang kuat
atau cubitan.
3. Tahap koma
Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan kembali pada tahap
pertama. Tetapi perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap koma.
• Pernafasan lambat dan mendengkur
• Denyut nadi cepat dan halus
• Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun dengan guncangan keras
• Suhu tubuh di bawah normal (hipotermia)
• Pupil sedikit mengalami konstriksi
• Kematian terjadi karena;
- Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi
- Anoksia otak akut
- Pneumonia atau edema paru

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 267


• Sebelum kematian mungkin mengalami kejang-kejang

Dosis Fatal

Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga
bergantung pada kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut
sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun,
alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat berakibat fatal.
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan
bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan.
Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak
dan kecepatan serta menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan
menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol takaran fatal. Kadar alkohol
darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
A= C x P x R
A : jumlah alkohol yang diminum
C : kadar alkool darah(mg%)
P : berat badan(kg)
R : konstanta (0,0007)

Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap
bisa berakibat fatal.

Periode Fatal

Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak
mempunyai kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam beberapa
menit. Periode fatal bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang
yaitu antara 5-6 hari

Penatalaksanaan

Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam
tahap koma, yaitu ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi
dan tidak bereaksi terhadap cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.
• Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara mekanis
yaitu dengan menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah hanya digunakan
jika keadaan umum pasien cukup baik.
• Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat
dikendalikan. Bahan yang dperoleh dari bilasan lambung yang pertama diambil
untuk bilasan kimia, kemudian bilas lambung dilanjutkan sampai hasil bilasan
lambung tidak mengandung bau alkohol.
• Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi
• Penafasan buatan serta oksigen diberikan jika ditemukan adanya tanda-tanda
penekanan pernafasan
• Obat stimulansia sepert coramine, nikethamide diberikan dalam bentuk suntikan
• Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat
• Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda bikarbonat melalui oral
• Jika pasien gelisah diberikan mephenisine dengan dosis 1-3 gram
• Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10% serta garam fisiologis secara intravena,
kedalam larutan tersebut ditambahkan insulin 15 unit, vitamin B1 200 mg.
niasinamida 200 mg dan vitamin C 1000 mg
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 268
• Antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis terhadap infeksi paru-paru

Tanda Penyembuhan Pada Keracunan Alkohol

Pasien diawasi dan diperhatikan tanda-tanda penyembuhan, yaitu;


• Pasien kembali memasuki tahap kebingungan
• Ukuran pupil kembali normal
• Mulai timbul gejala mual dan muntah

Gambaran Post-Mortem

1. Pemeriksaan luar
• Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa
bertahan lebih lama.
• Kongesti pada konjungtiva sangat jelas
2. Pemeriksaan dalam
• Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya
• Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat
• Organ tubuh lainnya mengalami kongesti
• Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara gyrus otak yang semakin
sempit
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
• Darah
• Paru-paru
• Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan
dilakukan sesegera mungkin.

Keracunan Alkohol Kronis

Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama.
Korban biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan
sebagai pelarian dari kenyataan hidup.

Gejala yang Dialami:


• Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare
• Tremor pada tangan dan lidah
• Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai
• Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan hipoproteinemia yang
mengakibatkan edema anasarka
• Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan
demensia yang akan semakin nyata pada tahap akhir
• Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan pingsan

Penatalaksanaan

• Keadaan ini bisasanya adalah masalah psikiatri karena berbagai masalah yang
melatarbelakangi kebiasaan minum alkohol tersebut
• Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan tablet antabuse
(Tetra erthylthiuram disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari.
Tablet antabuse hanya diberikan dengan persetujuan pasien karena keadaan pasien

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 269


akan sangat memburuk jika setelah mendapat tablet Antabuse pasien kembali
meminum alkohol. Untuk tujuan yang sama bisa juga diberikan tablet Temposil
(Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
• Makanan dengan gizi yang seimbang
• Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian vitamin ini
harus tetap diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama

Gambaran Post-Mortem Keracunan Alkohol Kronis

• Mukosa lambung tampak menunjukkan hiperemi dan hipertrofi


• Hati dan ginjal mengalami kongesti. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan
perubahan sirosis
• Jantung membesar dan menunjukkan adanya infiltrasi lemak

Kepentingan Dari Segi Medikolegal

1. Alkoholisme adalah keadaan dimana setelah meminum alkohol secara berlebihan


seseorang tidak dapat menjaga kesehatannya, tidak mampu melakukan kegiatan
bermasyarakat atau keduanya. Secara farmakologi dampak yang terjadi adalah
akibat toleransi dan ketergantungan tubuh.
Dampak yang terjadi dari segi medikolegal adalah:
• Kecelakaan lalu-lintas
• Kecelakan industri
• Gangguan hubungan antar pribadi (masalah perkawinan)
• Cedera
• Pembunuhan
2. Alkohol bisa diperiksa melalui darah dan urin. Hal ini sangat berguna untuk
menerangkan mengenai kasus kematian mendadak, kecelakaan lalu lintas dll. Pada
beberapa kecelakaan industri, sering seseorang tersangka menyatakan bahwa dirinya
dalam keadaan mabuk sebagai upaya pembelaan.
Kadar alkohol dalam darah sangat bervariasi tergantung kepada oksidasi jaringan.
Kadar alkohol dalam urin lebih stabil tetapi hasil pemeriksaan melalui urin ini
menjadi kurang bermakna karena senyawa lainnya seperti aseton, eter, paraldehida
juga bisa menunjukkan hasil pemeriksaan seperti alkohol.

Sebab Dan Mekanisme Kematian

Mekanisme kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus
akibat hipertensi portal. Pada autopsi bisa ditemukan memar pada cortex cerebri,
hematom sub-dural akut dan kronis. Depresi pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak
lebih besar dari 450 mg%. pada 500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya
meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16 jam.

Pemeriksaan Kedokteran Forensik

1. Pada orang yang masih hidup dapat diidentifikasi dari bau alkohol yang keluar dari
udara pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau
dari darah vena

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 270


3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan,
darah lebih encer, berwarna merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-
kadang juga tak tampak kelainan.
5. Otak dan darah berbau alkohol.
6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah
dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh, pada bagian parenkim organ inflamasi
mukosa saluran cerna.
7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema
dan vakuolisasi serabut otot jantung.

Laboratorium

Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau
cairan tubuh seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram
lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang
tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke
jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa diambil darah dari
pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam darah disebut teknik
modifikasi mikrodifusi (CONWAY) yaitu
1. Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan
melarutkan 7,7 mg kalium dikromat ke dalam 150 mL air + 280 mL asam sulfat
dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 mL aquadest.
2. Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 mL kalium
karbonat dalam ruang yang berlawanan.
3. Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan terjadi difusi
selama 1 jam pada suhu ruang. Angkat tutup dan amati perubahan warna pada
reagen
4. Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila
warna kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan
warna kekuningan sekitar 300 mg%.

11.6 KERACUNAN NARKOTIKA

Kematian akibat narkotika lebih sering karena kecelakaan. Pada pemeriksaan


kasus kematian akibat narkotika, perlu diperhatikan akan adanya bekas suntikan yang
baru dan lama. Pada para pemakai narkotika dengan suntikan dapat ditemukan
pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala ditemukan tatto pada tempat yang
tidak lazim, misalnya pada lipat siku, yang dimaksudkan menutupi bekas suntikan.
Kematian akibat narkotika paling sering melalui terjadinya depresi napas. Pada
pemeriksaan jenazah akan ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan hebat
dan edema paru hebat, narcoticlung atau gambaran pneumonia lobaris. Pembendungan
ditemukan pula pada organ-organ tubuh lainnya.
Pemeriksaan toksikologi dilakukan terhadap darah dan urin. Selain itu,
pemeriksaan toksikologi juga dilakukan pada cairan empedu serta tempat masuknya
narkotika tersebut (jaringan sekitar suntikan pada pemakai narkotika suntikan,
nasalswab pada mereka yang melakukan sniffing, isi lambung pada mereka yang
menelan narkotika).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 271


Pemeriksaan Toksikologi Pada Kematian Akibat Keracunan

Investigasi kematian akibat keracunan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan keterangan riwayat keracunan dan spesimen yang sesuai
Saat ini, terdapat banyak bahan yang beredar di masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian jika dicerna, diinjeksi, atau terinhalasi. Ahli toksikologi
harus membatasi sejumlah material yang dianalisis. Sebelum memulai analisis,
penting sekali dilakukan pengumpulan informasi yang mungkin berkaitan dengan
fakta keracunan. Ahli toksikologi harus memperhatikan usia, jenis kelamin, berat
badan, riwayat kesehatan, dan pekerjaan korban, pemberian terapi sebelum
meninggal, temuan pada autopsi, obat yang terdapat pada korban, dan interval
waktu antara onset gejala dan kematian.
Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan saat
dilakukan autopsi. Spesimen dari sejumlah cairan tubuh dan organ penting untuk
mengambarkan afinitas obat dan racun terhadap jaringan tubuh. Spesimen harus
dikumpulkan sebelum jenazah diawetkan, dimana proses ini dapat merusak atau
melarutkan racun dan membuat deteksi menjadi tidak memungkinkan. Contohnya
CN dirusak oleh proses pembalseman.

2. Analisis toksikologi
Sebelum memulai analisis, ahli toksikologi harus mempertimbangkan
beberapa faktor yaitu: jumlah spesimen yang tersedia, sifat dasar temuan racun dan
biotransformasi racun. Pada kasus keracunan dengan racun yang masuk per oral, isi
saluran cerna harus dianalisi pertama kali, ketika sejumlah residu racun yang tak
terabsorbsi masih ditemukan. Selanjutnya urin dapat dianalisis, karena ginjal
merupakan organ ekskresi utama untuk kebanyakan racun dan racun dalam
konsentrasi tinggi sering ditemukan pada urin. Setelah absorbsi pada saluran cerna,
obat atau racun pertama-tama dibawa ke hepar sebelum memasuki sirkulasi
sistemik, oleh karena itu, analisis pertama dari organ dalam dilakukan pada hepar.
Jika racun tertentu diduga atau diketahui terlibat pada kasus kematian, ahli
toksikologi memilih menganalisis pertama-tama jaringan dan cairan dimana racun
terkonsentrasi.
3. Interpretasi terhadap hasil analisis
Setelah mengumpulkan keterangan-keterangan tentang riwayat kasus
keracunan, mengumpulkan laporan hasil analisis berdasarkan toksisitas, distribusi,
dan biotransformasi dan membandingkan hasil analisis dengan kasus serupa yang
pernah dilaporkan pada literatur yang berkualitas atau kasus serupa dari
pengalamannya sendiri.

Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada kondisi seperti kasus kematian


mendadak yang terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang, kematian yang
dikaitkan dengan tindakan abortus, kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya,
kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot, kasus penganiayaan dan
pembunuhan (selektif), kasus yang memang diketahui atau pasti diduga menelan racun,
kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya.

Gejala Yang Menyerupai Keracunan (Apparent Intoxication)


a. Koma hipoglikemik
b. Cerebrovasculer accident (CVA)
c. Exhaustion setelah kejang atau setelah pemakaian MDMA
d. Trauma otak dan kematian otak
e. Meningitis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 272


f. Flash black setelah penyalahgunaan obat
g. Gejala withdrawal
h. Idiosinkrasi dan reaksi hipersensitivitas
i. Syok neurogenik
Gejala tak terduga dari penyakit tertentu seperti penyakit Lyme atau tumor otak.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 273


BAB XII
KEJAHATAN SEKSUAL

1. Pengertian

Kejahatan seksual (sexual offences) adalah salah satu bentuk dari kejahatan tubuh yang
merugikan kesehatan dan nyawa manusia. Ilmu Kedokteran Forensik berguna dalam
fungsi penyelidikan, yaitu untuk:
i. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
ii. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
iii. Memperkirakan umur
iv. Menentukan pantas tidaknya korban buat kawin

Kekerasan seksual merupakan segala kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan dengan cara-cara seksual atau dengan mentargetkan seksualitas. Definisi
kekerasan seksual ini mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk
lain kekerasan seksual seperti penyiksaan seksual, penghinaan seksual di depan umum,
dan pelecehan seksual.

2. Pembagian

Terdapat dua macam bentuk kekerasan seksual, yaitu ringan dan berat.
Macam-macam kekerasan seksual ringan :
ó pelecehan seksual
ó gurauan porno,
ó siulan, ejekan dan julukan
ó tulisan/gambar
ó ekspresi wajah,
ó gerakan tubuh
ó perbuatan menyita perhatian seksual tak dikehendaki korban, melecehkan dan
atau menghina korban.
ó Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.

Macam-macam kekerasan seksual berat:


ó Pelecehan, kontak fisik: raba, sentuh organ seksual, cium paksa, rangkul,
perbuatan yang rasa jijik, terteror, terhina
ó Pemaksaan hubungan seksual
ó Hubungan seksual dgn cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
ó Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain, pelacuran tertentu.
ó Hubungan seksual memanfaatkan posisi ketergantungan / lemahnya korban.
ó Tindakan seksual + kekerasan fisik, dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka, atau cedera.
Perundang-undangan
Persetubuhan tertera pada Bab XIV KUHP
Tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Persetubuhan dalam perkawinan
• Pasal 288 KUHP
Persetubuhan di luar Perkawinan
• Dengan persetujuan si wanita
- Tanpa ikatan
wanita < 15 tahun : (287 KUHP)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 274


wanita > 15 tahun : (284 KUHP)
- Dengan Ikatan
wanita < 21 tahun
- Pemberian/janji uang/barang (293 KUHP)
- Asuhan/Pendidikan (294 KUHP)
wanita > 21 tahun
- Bawahan (294 KUHP)
- Dalam pengawasan (294 KUHP)
•Tanpa Persetujuan si wanita
- Dengan Kekerasan (285 KUHP)
- Si wanita pingsan/tidak berdaya (286 KUHP)
Perbuatan Cabul (289 KUHP)

3. Fungsi Penyelidikan

1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan


Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam
alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya
pancaran air mani.
Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa
jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.
Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda padat/kenyal
yg masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika zakar masuk
seluruhnya &keadaan selaput dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan
adanya robekan pd selaput dara. Jika elastis, tentu tidak akan ada robekan.
Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali
(aspermia), sehingga pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani
seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai persetubuhan lebih rendah
karena tidak mempunyai nilai deskriptif yang mutlak atau tidak khas.
2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan
Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang
benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri.
Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun
dan gejala akibat obat bius/racun pada korban.
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak
ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka
dapat sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh.
faktor waktu penting dalam menemukan sperma.

3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur, meskipun pemeriksaannya
memerlukan berbagai sarana seperti alat rontgen untuk memeriksa pertumbuhan
tulang dan gigi. Perkiraan umur digunakan untuk menentukan apakah seseorang
tersebut sudah dewasa (> 21 tahun) khususnya pada homoseksual/lesbian serta
pada kasus pelaku kejahatan. Sedangkan pada kasus korban perkosaan perkiraan
umur tidak diperlukan.
4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin
Secara biologis jika persetubuhan bertujuan untuk mendapatkan keturunan,
pengertian pantas/tidaknya buat kawin tergantung dari: apakah korban telah siap
dibuahi yang artinya telah menstruasi, namun untuk bukti hal ini korban perlu
diisolir untuk waktu cukup lama. Bila dilihat Undang-Undang Perkawinan, yaitu

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 275


pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi: perkawinan hanya diizinkan jika pria
sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. Namun terbentur
lagi pada masalah penentuan umur yang sulit diketahui kepastiannya.

4. Pemeriksaan Medis
Anamnesis
Anamnesis umum memuat:
- Identitas (Nama, umur, TTL, status perkawinan)
- Spesifik (Siklus haid, penyakit kelamin, peny. kandungan, peny. lain, pernah
bersetubuh, persetubuhan yang terakhir, penggunaan kondom)
Anamnesis khusus memuat waktu kejadian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum memuat:
- Kesan penampilan (wajah, rambut), ekspresi emosional, tanda-tanda bekas
kehilangan kesadaran / obat bius / needle marks.
- Berat badan, tinggi badan, tanda vital, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint,
tanda perkembangan alat kelamin sekunder, kesan nyeri
Pemeriksaan fisik khusus memuat:
- Pembuktian persetubuhan :
ada / tidak penetrasi penis ke vagina / anus / oral
ejakulat / air mani pada vagina / anus
- Bukti Penetrasi :
• Robekan hymen, laserasi (mencakup perkiraan waktu)
• Variasi : - korban 3 hari yang lalu / lebih
- hymen elastis
- penetrasi tidak lengkap
• Bukti Ejakulat/air mani (mencakup perkiraan waktu)
• Perlekatan rambut kemaluan
• Ejakulat di liang vagina

Tambahan dr mursyad
1. Pemeriksaan introitus vagina
2. Robekan hymen terbanyak arah jam 5 dan 7, dilihat apakah robek pada
dasar dan apakah disertai darah
3. Gesekan pada vagina (luka gesek/lecet karna belum ada lubrikasi )
4. Perporasi fornix posterior
5. Luka ringan di daerah mulut, leher, di bawah payudara, dan paha bagian
dalam

Pemeriksaan Pakaian
- rapi / tidak,
- robekan? lama/baru, melintang? pada jahitan? kancing putus?
- bercak darah
- air mani
- lumpur / kotoran lain di TKP ?
Pemeriksaan Laboratorium
- cairan dan sel mani dalam lendir vagina
- pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea sekret ureter
- pemeriksaan kehamilan
- toksikologik darah dan urin
Pembuktian Adanya Kekerasan
- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks), luka2 memar

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 276


- Lokasi : Muka, leher, buah dada, bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin

Perkiraan Umur
Umur berkaitan dengan KUHP
- Dasar berat badan, tinggi badan, bentuk tubuh, gigi, ciri-ciri kelamin sekunder
- Pemeriksaan sinar X : standar waktu penyatuan tulang

Penentuan sudah atau belum waktunya dikawin


Pertimbangan kesiapan biologis : menstruasi,
Wanita sudah ovulasi / belum : vaginal smear
Berdasar umur ? : > 16 th

Pemeriksaan terhadap Pelaku


- Upaya pengenalan persetubuhan,
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan.
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : perlawanan korban ?
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin : mampu seksual ? cedera ?
- Tanda infeksi gonokokus,
- Sekret
- Smegma
Pemeriksaan Penentuan gol. Darah
- Serologis air mani (antigen ABO) pada orang yg ’sekretor’
- Di cocokkan dengan golongan darah (pelaku / korban)
-
5. Homoseksual
- Homoseksual merupakan salah satu bentuk kejahatan seksual
- Didalam Pasal 292 KUHP, terdapat ancaman hukuman bagi seseorang yang cukup
umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama kelaminnya
yang belum cukup umur
Penatalaksanaan Korban Kekerasan Seksual
Penatalaksanaan kekerasan seksual terdiri dari 3 aspek:
1. Aspek medis
2. Aspek medikolegal
3. Aspek psikososial
Dalam penanganan aspek medis, tenanga kesehatan harus bersikap membantu
pasien dalam mengatasi perasaan tidak berdaya sebagai akibat kekerasan yang
dialaminya. Hal yang harus dilakukan adalah
a. Pemeriksaan dilakukan setelah pasien tenang
b. Didampingi oleh keluarga/ pendamping
c. Didampingi perawat/ bidan yang memberi dukungan mental kepada korban
d. Pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan kondisi
mental korban
e. Lakukan informed consent sebelum melakukan pemeriksaan fisik.
Penting diketahui:
1) Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam
setelah persetubuhan.
2) Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak)
sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati
sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari setelah
persetubuhan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 277


3) Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml,
yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak
(motile)
4) Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada
sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet
dan akan terlihat berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke laboratorium.
5) Jika pelaku kejahatan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini
dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya
sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis.
6) Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan
tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan selaputn
dara pada persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura posterior), letak
robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam. Robekan lama diketahui
jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara.
7) VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi
penyelidikan), dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini
dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal luka
(penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal akan sembuh
dalam 7-10 hari.

MEMBUAT HASIL PEMERIKSAAN VER & KESIMPULAN KASUS


KEJAHATAN SEKSUAL
1) Menilai tanda-tanda kekerasan pada bagian-bagian tubuh (dada,
payudara, paha dsb)
2) Menilai tanda-tanda kekerasan pada alat kelamin (bibir vagina luar dan
bibir vagina dalam).
3) Menilai apakah terdapat robekan pada hymen atau tidak.
a. Robekan baru (terdapat tanda reaksi jaringan : bengkak, hiperemis
darah dsb)
b. Robekan terjadi pada arah jam berapa (Pada kasus pemerkosaan arah
robekan hymen biasanya terjadi pada arah jam 7 dan 5).
c. Robekan sampai ke dasar atau tidak
4) Menilai liang senggama (terdapat memar, luka, cairan ejakulat, dsb).
5) Menentukan sebab-akibat hasil pemeriksaan

Contoh Hasil Pemeriksaan:

Alat kelamin:
- Bagian luar: Tampak warna kemerahan pada bibir vagina luar ,tampak
pembengkakan di bibir vagina bagian luar kanan, tidak ada luka, nyeri
pada perabaan-----------------------------------------------------------------------
- Bagian Dalam : Tampak warna kemerahan disertai luka lecet berukuran
0,5 sentimeter pada bibir vagina bagian dalam kanan, nampak ada
pembengkakan dan nyeri pada perabaan---------------------------------------
-
- Selaput dara: Tampak robekan yang sampai ke dasar, sesuai arah jam 7
dan jam 5, di sekitar robekan terdapat darah-----------------------------------

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 278


- Liang senggama: Tampak adanya memar di dalam liang senggama,
sesuai arah jam 6 dan 7. Tidak ada cairan yang keluar dari liang
senggama----------------------------------------------------------------------------

Contoh Kesimpulan:

- Terdapat kemerahan dan pembengkakan pada bibir bagian luar vagina,


lecet dan bengkak pada bibir bagian dalam vagina, terdapat 2 robekan
selaput dara baru pada arah jam 7 dan jam 5 yang sampai ke dasar,
terdapat memar pada liang senggama pada arah jam 6 dan 7 akibat
dilalui benda tumpul sebesar ukuran kemaluan laki-laki dewasa dalam
keadaan tegang, disertai adanya tanda-tanda kekerasan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 279


BAB XIII
ABORSI

DEFINISI

Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan pengutipannya dalam Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran kandungan. Istilah “aborsi”


yang berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya “kelahiran sebelum
waktunya”. Sinonim dengan kata itu mengenal istilah “kelahiran yang premature”
atau miskraam (Belanda), keguguran.

Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sesuai hukum stop kehamilan atau
mematikan janin sebelum waktu kelahiranAnak baru mungkin hidup di luar kandungan
kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang
mengambil batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur
kehamilan 22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia /
berat lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan
suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO 1998 = 22 minggu).

Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa
kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah
abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan
menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.

KLASIFIKASI

Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu:


• Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea), yaitu abortus yang terjadi
dengan sendirinya, disebut juga keguguran.
• Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi abortus), yaitu abortus
disengaja atau digugurkan, merupakan 80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang
disengaja ini dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis
kriminalis tergantung dari pelaku abortusnya yang dapat dibedakan antara :
1. abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal abortion yaitu abortus
yang dilakukan atas indikasi medis, dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus
untuk melakukannya dengan baik dan bukan dilakukan untuk mempertahankan
nama baik atau kehormatan keluarga. Biasanya dengan alat-alat dengan alasan
bahwa kehamilan membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu contohnya
ibu dengan penyakit jantung, hipertensi, kanker leher rahim, dan lain-lain.
2. abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi
medis. Dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang
umumnya tidak terdidik khusus, termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini
disebut juga illegal abortion.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 280


ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS

Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi
larangan ini tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang,
melakukan abortus buatan dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai
tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan
ibu serta sunguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya
tidak dituntut. Indikasi medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu
kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan
indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan semata-mata untuk
menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani.
Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi
medik, namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik
adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas
indikasi :
o Ekonomi : takut miskin atau kekurangan
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.

Indikasi melakukan abortus terapeutik:


1. Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan yang terus-menerus, atau
jika janin telah meninggal (missed abortion).
o Mola hydatidosa
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Karsinoma cervix uteri
o Karsinoma mammae yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
o Preeklampsia/Eklampsia
o Penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu
mengambil tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada
seorang ahli kandungan yang berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan)
sesuai dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai,
yang ditunjuk pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 281


ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS

Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh
orang lain secara paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi.

Kejahatan ini dinyatakan sebagai tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat
fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat prosedur yang dilakukan oleh aborsionis
dan orang lain yang berkaitan dengan kejahatan tersebut, seperti ahli anestetik atau
perawat, akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan saudara atau teman yang
menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan kejahatan, jika dapat
dibuktikan bahwa orang tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum
menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan tentang semua hal yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip kesalahan. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan obat-obatan, atau
berusaha menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian akibat
tindakannya, mereka dinyatakan bersalah oleh hukum.

Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada
akhir masa kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi,
fetus pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang
sama dengan fetus pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa
kehamilan sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.

Mengenali Tindakan Abortus Provocatus


Abortus provocatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu
mengandung resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Seorang dokter perlu
mengenali kelainan yang dapat timbul akibat pelbagai macam cara yang digunakan
untuk melakukan pengguguran kriminal ini agar benar-benar dapat membantu secara
maksimal pihak penyidik.
Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam.
Kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti
melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah,
kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan
sebagainya.
Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan manipulasi vagina atau
uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun
atau air panas pada portio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, atau
iodium tinctuur; pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau
manipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan
pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja
yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan
biasanya dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya
adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat
mengakibatkan emboli udara.
Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan agar janin mati tetapi
si ibu cukup kuat untuk bisa selamat.
Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter
tertentu yang merangsang saiuran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 282


kontraksi uterus dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi
mukosa uterus.
Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas
individu dan keadaan kandungannya (usia gestasi).
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda,
bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti
garam logam berat, laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin,
prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain lain.
Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata
sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika

Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :


1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction = partial birth abortion)

CARA-CARA ABORTUS

Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau
bidan.

Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil
tersebut.Patut diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu
menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita
yang meminumnya. Karena itulah seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-
buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan menggunakan obat-obatan.
Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan
abortus harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 283


o Racun logam (yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).

Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.

Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :


o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter,
jarum, dll kedalam rongga uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4 - 0,5 cm.
Ganggang ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri.
Dengan demikian akan menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi
abortus.
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain,
kemudian dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan
dimasukkan kedalam ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus
dan abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan
mengeluarkan hasil konsepsi.

Pemeriksaan Kasus Abortus

Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti
adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia
interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina
- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin

Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus
serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 284


ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu
hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin
mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita
yang bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, TEARE (1964) menganjurkan
pembukaan abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan
abortus kriminalis sebagai penyebab kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila
didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula
Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna
apakah pucat, mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus diiris mendatar dengan
jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk.
Ambil urin untuk tes kehamilan / toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain
dilakukan seperti biasa.
Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda
kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian
kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.

Pemeriksaan post mortem abortus criminalis bertujuan :


o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan kriminal dengan obat-
obatan atau instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.

Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu
cairan, terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis
- arteri dan vena di permukaan otak
- vena-vena pelvis
o Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas,
kekerasan yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi
uterus. Cara pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama
24 jam, kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk
melihat saluran perforasi. Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix uteri
(abrasi, laserasi).
o Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
o Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
o Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 285


- darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
- urin
- isi lambung
- rambut pubis

Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah

Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat


mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha
penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD (Intra-Uterine Fetal Death) dan
pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.

Pertimbangan-pertimbangan saat autopsi


Saat melakukan autopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan
khusus tentang kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat.
Panjang, lebar dan ketebalan uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin,
lingkar sirkumferen internal dan eksternal, panjang serviks, diameter corpus luteum,
dan ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat. Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan
payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam saluran genital dan rongga peritoneal.
Luka-luka instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus diidentifikasi. semua organ
dalam rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif, seperti appendiks,
kandung kemih atau perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang dapat
menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus
diperiksa. Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan cermat. Vena-vena
uterin dan ovarian harus diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang lebih
besar untuk mengetahui terjadinya phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik sulfonamid
dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat menghambat perkembangan bakteri dalam
kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi harus dilakukan pada otak dan viscera
parenkimatom, jika perlu.
Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk
mengetahui apakah terjadi villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba,
ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ
lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong.
Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan X-ray untuk
mengetahui pusat-pusat osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia
kehamilan. Benda-benda asing, instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika
ditemukan dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang
wanita meninggal saat aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam
saluran genital.
Kadang-kadang, terjadi perforasi uterus dan janin dipaksakan masuk ke rongga
peritoneal, ini akan ditemukan saat autopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan
daerah plasenta ditandai oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar
fundus, kondisi ini akan bertahan selama beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari
stellata kasar dan kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak
potongan stellata yang berbentuk oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang
kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang, ditemukan dua atau beberapa perforasi
pada fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks akibat penggunaan kuret Uterus
paling mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate, karena operator yang ragu-

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 286


ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih panjang dan melukai dindingnya pada bagian
cornua yang terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang dari separuh
perlukaan instrumental pada uterus, sebagian diantaranya berupa ekskavasasi
crateriform dalam dinding servikal, sedangkan yang lainnya mengalami perforasi ke
dalam rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut berbentuk stellata
dan mengarah ke atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh
seorang operator, namun paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah
satu kasus yang dihadapi oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga
vaginanya menggunakan jarum panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus
beberapa kali sehingga terjadi peritonitis septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ
abdominal harus dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah
dapat melakukan laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka
dengan melakukan penjahitan, sedangkan dalam kasus lainnya, operator dapat
mengangkat rahim, atau reseksi intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus
menyerahkan semua organ, jaringan atau benda asing yang diperoleh saat operasi untuk
diperiksa dan menyimpan catatan klinis kasus yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah
aborsi. Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding
uterin, berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat
melalui pemeriksaan mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan
bagian dari janin, ini merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak
belakang dengan sel-sel decidual yang merupakan jaringan dari ibu dan bukan,
merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan syncytial giant cell akan menetap
selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang tersisa adalah
ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum ovarium.
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia
kehamilan saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin
selama masa kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang
besar akan menunjukkan pusat-pusat osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat
digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk
produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa kehamilan.
Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut, akan terjadi
perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini
disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa
janin dalam rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau
usia kehamilan sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran
atau jaringan plasenta, dan terjadinya infeksi intra-uterine akan menganggu atau
menghambat proses involusi uterus. Nekrosis sisa-sisa janin, membran dan jaringan
plasenta akan mempersulit pemeriksaan mikroskopis.
Dimensi uterus yang diukur saat autopsi merupakan satu-satunya data yang
dapat diandalkan oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam
kondisi tidak-hamil, uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci,
lebar 2 inci dan ketebalannya 1 inci. Selama dua bulan pertama masa kehamilan, terjadi
pembesaran. Pada akhir bulan ketiga, panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci,
panjang serviks mencapai 1 cm dan panjang corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci;
pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus akan membentuk globular dan
serviks memendek. Pada akhir bulan keempat, panjang uterus mencapai 5 sampai 6 inci;
pada akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada akhir bulan ke tujuh,

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 287


panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke delapan, panjangnya mencapai 9,5
inci; dan pada akhir bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 10,5 sampai 12 inci.
Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal.
Setelah dua hari post-partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada
akhir minggu pertama akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu
panjangnya mencapai 4 inci. Setelah dua bulan ukuran uterus akan kembali normal jika
involusi telah sempurna. Dimensi uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika pasien
hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran uterus jelas akan berkurang, namun tidak
ada standar ukuran involusinya setelah aborsi dalam berbagai usia kehamilan.
Pemeriksa hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat mungkin dan menarik
kesimpulan sendiri sesuai dengan pengalamannya menghadapi kasus semacam itu.
Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus akan bertambah selama masa kehamilan
dan akan tetap meregang selama puerperium sampai masa involusi lewat. Peningkatan
vaskularitas ini akan meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan dan
infeksi.
Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat terjadinya hiperplasia
kelenjar-kelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa
beberapa duktus dan sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun
seiring dengan perkembangan kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar
akan berproliferasi dan jumlahnya bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan
membesar dan memiliki konsistensi noduler saat dipalpasi. Beberapa bulan setelah
sekresi air susu yang disebut sebagai kolostrum, yang keluar dari payudara saat diberi
tekanan ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat banyak, jika payudara
dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari permukaan yang dipotong. Selama masa
kehamilan, puting susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya semakin
meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran kelenjar Montgomery, kelenjar
sebaseous dalam aerola akan bertambah selama masa menyusui dan membentuk nodul
subkutan pendek.
Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan
dan dapat digunakan dalam Uji ASCHHEIM-ZONDEK untuk menguji kehamilan, jika
diperoleh dalam waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi,
kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin mengandung
bakteri yang akan membunuh binatang-binatang yang digunakan dalam pengujian dan
mengurangi kegunaan reaksi.

KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN

Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang
hendak menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya
menyebabkan pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat
hukum, maka perlu disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut
berdimensi pidana, petugas aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkah-
langkahnya. Atau dengan kata lain pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan
juga tindakan lain yang diwenangkan oleh hukum.

Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan kewenangan kepada penyidik untuk:


(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 288


(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk
melakukan penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya
tindak pidana, termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak
pidana. Demikian juga tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada praktik
aborsi yang illegal.

Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul “Aborsi dalam Perspektif


Etika, Moral dan Hukum”, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, “Ia (baca;
Dokter Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani.
Berarti bahwa menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut
Etika kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara
lain bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan,
apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya
maut (abortus provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia terbitan 1986, halaman 33).

Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin
praktek kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.

ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL

Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil
konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana,
apapun alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi
abortus provocatus masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam
sikap masyarakat dan pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan,
sehingga terjadi perubahan-perubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul
hukum-hukum abortus dengan pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.

Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai
berikut:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,
Thailand, dan Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu),
seperti di Prancis dan Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di
Islandia, Inggris, Skandinavia, dan India.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 289


5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia,
dan Serbia. (Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria dan
Hungaria.

Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun
pasal yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik,
sekalipun untuk menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang
melakukannya tidak dihukum, bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan
tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi medik ini kini diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 290


Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-
pihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat
gugur kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.
(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter,
bidan, juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan :
Pasal 15
Ayat (1) : “Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan”.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin
yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga
yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter
ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 291


Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Hukum dan Aborsi


Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin
termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Wewenang dokter dalam menjalankan praktek aborsi adalah :
1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait dengan kode etik profesi,
dalam hal ini Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut
tercakup hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban seorang dokter ketika
menjalankan profesi kedokteran: yakni kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri. Jadi,
Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi para dokter Indonesia ketika
melaksanakan profesinya atau tegasnya pedoman dalam melaksanakan kewajiban
sebagai dokter Indonesia.
2. Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter Indonesia harus
berusaha mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti bahwa baik menurut
agama dan undang-undang negara maupun menurut Etik kedokteran seorang dokter
tidak dibolehkan:
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh (euthanasia).
c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki ditegaskan antara lain
bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan,
apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya
maut (abortus provocatus therapeuticus).
d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan beberapa syarat dan
menyelamatkan jiwa ibu adalah indikasi yang diperkenankan menurut KODEKI.
3. Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa
"Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat diambil tindakan
medis tertentu." Jadi satu-satunya indikasi yang diperkenankan menurut UU
Kesehatan ialah menyelamatkan jiwa si ibu hamil.
Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah).
4. Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi adalah dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan, sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli
yang terdiri dari pelbagai bidang keilmuan. Dengan demikian menurut UU
Kesehatan, tidak semua dokter boleh melakukan tindakan aborsi.
5. Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan pengguguran kandungan) hanya
dapat dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 292


tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh
pemerintah
6. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan,
kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya,
dapat diminta dari suami atau keluarganya.
7. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.

Upaya Mengurangi Abortus Buatan Ilegal Di Kalangan Tenaga Kesehatan

Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan
kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwendilakukan
pengurangan kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapatdikurangi.

Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasimedik,


disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir LafalSumpah
Dokter yang berbunyi : ”Saya akan menghormati hidup insani sejaksaat pembuahan :
oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik,hanya dapat dilakukan dengan
syarat-syarat berikut”:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensiprofesional
mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasiyang
diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan iamelakukan
pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri danmenyerahkan
pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lainyang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para
tenagakesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatandalam
menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepadatuntunan agama.

Pandangan Pro-Life Abortus


Kelompok Pro-life menganggap aborsi adalah suatu tragedi fatal yang
tersembunyi. Dipandang dari sudut agama, jelas aborsi sama sekali tidak diperbolehkan.
Aborsi menyangkut kebijakan politik suatu negara. Seorang dokter harus tetap
berpegang teguh pada etik kedokteran Primum non nocere — pertama-tama, jangan
merugikan.
Setiapmanusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak
seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.Sel telur dan sperma
masing-masing memang memiliki kehidupan, tapi itu sama sekali bukan kehidupan
manusiawi. Kehidupan manusiawi baru terjadi pada saat pembuahan, yaitu pada
embryo.Apapun bentuknya, apabila merupakan hasil pembuahan sel telur dan sperma,
itu adalah suatu bentuk kehidupan baru dan punya hak yang suci untuk tetap
hidup.Tidak peduli janin yang dikandung itu normal atau cacat.

Pandangan Pro-Choice
Pro-choice merupakan pandangan politik dan etik dimana seorang wanita
memiliki kuasa penuh atas kesuburan dan kehamilannya. Hal ini menyangkut hak

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 293


reproduksi yang didalamnya terdapat pendidikan seksual, akses terhadap aborsi,
kontrasepsi, dan perawatan kesuburan, serta perlindungan legal terhadap paksaan akan
aborsi. Individu dan organisasi yang mendukung posisi ini melakukan gerakan Pro-
choice.
Penganutpro-choice percaya bahwa wanita harus memiliki akses terhadap aborsi
yang aman dan legal, sama halnya terhadap paksaan aborsi. Beberapa orang menilai
aborsi merupakan pilihan terakhir dan fokus terhadap sejumlah situasi dimana aborsi
merupakan pilihan yang perlu untuk dilakukan. Diantara situasi ini adalah wanita yang
diperkosa, wanita yang kesehatan dan kehidupan dirinya dan janinnya beresiko,
kontrasepsi yang gagal, atau wanita yang merasa tidak dapat membesarkan anak.
Menurut penganut Pro-Choice, kehamilan seorang wanita merupakan hak asasi
manusia yaitu hak reproduksi. Seorang wanita berhak untuk mengambil keputusan atas
apa yang akan dilakukan terhadap diri sendiri termasuk dengan kehamilan atau
reproduksinya. Penganut aborsi percaya bahwa wanita memiliki hak untuk memutuskan
untuk mengakhiri kehamilannya. Dalam pandangan penganut “Pro-choice”, seorang
bayi yang berada dalam kandungan seorang ibu, tidak memiliki hak asasi manusia.
Penganut Pro-choice memperbolehkan wanita untuk memilih cara atau metode
yang digunakan untuk aborsi anak yang tidak diinginkannya. Biasanya metode aborsi
dilakukan berdasarkan usia dari janin.
Masalah aborsi adalah masalah kesehatan perempuan yang juga merupakan
kesehatan masyarakat. Sehingga praktik aborsi perlu dilegalkan karena alasan banyak
perempuan yang menjadi korban praktik aborsi ilegal, tidak aman, dan tidak
bertanggungjawab sebagaimana opini yang dituliskan Kartono Mohamad, dokter dan
mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia(IDI).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 294


BAB XIV
INFANTICIDE

Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):


Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau
beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah
melahirkan anak
Inggris : Batasan infanticide sampai 12 bulan

Definisi secara hukum : memang pembunuhan, membunuh bayi saat baru dilahirkan
karena takut diketahui

Unsur yang terkandung :


ü Pembunuhan
ü Oleh ibu kandung
ü Motivasi psikis
ü Waktu (baru lahir)

UU tentang pembunuhan anak


v KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks. 7 th)
v KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maks. 9 th)
v KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan (pembunuhan biasa)
v KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 th (maksimum 5
tahun 6 bulan)
v KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9 th)
v KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir (seperdua dari KUHP 305 dan
306)
v KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan)

Motif Infanticide :
• Anak yang tidak sah
• Warisan
• Orang tua yang terlalu miskin
• Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
• Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak

Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :


§ Pengertian “pembunuhan bayi” mengharuskan untuk membuktikan :
ü Lahir hidup
ü Kekerasan
ü Sebab kematian
§ Pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian :
ü Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan
ü Usia pasca lahirnya
ü Viabel atau tidak
§ Pengertian “takut diketahui” dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda
perawatan
§ Pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” harus dibuktikan bahwa mayat
anak yang diperiksa adalah anak dari tersangka
§ Dead born : IUFD, mati duluan dalam perut baru lahir
Pemeriksaan Kedokteran Forensik untuk memperoleh kejelasan dalam hal:

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 295


• Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
• Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?
• Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
• Apakah sebab kematiannya?
• Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?

Lahir Hidup (live birth)


keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan,
bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan

Lahir mati (still birth)


Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 minggu dan setelah dilahirkan
tidak pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan

Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)

Tanda-tanda lahir hidup:


Anamnesis : adanya tangis bayi

Pemeriksaan :
1. Dada :
§ mengembang
§ diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
§ tepi paru menumpul
§ beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi
paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
³ Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
³ Berwarna merah muda tidak merata
³ Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah
terisi udara
³ Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
³ Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
³ Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena
berfungsinya sirkulasi darah jantung paru
³ Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif

3. Saluran Cerna
{ Adanya udara dalam saluran cerna
{ Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion à
menunjukkan bahwa bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat
inspirasi menelan cairan tersebut
{ Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu
lamanya

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 296


4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)
{ Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.
{ Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan WREDIN diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga tengah
yang akan berubah menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan

Lahir mati (still born)


³ Ditandai :
- janin yang tidak bernafas
- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
³ Maserasi à 8-10 hari kematian in utero
³ Vesikel atau bula à 3-4 hari kematian in utero
³ Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi iga ke 3-4
³ Pemeriksaan makroskopik paru :
ó paru-paru masih tersembunyi di belakang
ó kandung jantung atau telah mengisi rongga dada
ó berwarna kelabu ungu merata seperti hati
ó konsistensi padat, pleura yang longgar
ó derik udara (-)
ó berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan
ó Uji apung paru : negatif
³ Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal bertambah
tinggi dengan dasar menipis, tampak seperti gada
³ Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua terlihat dalam
brokhioli & alveoli
³ Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha untuk bernafas

Uji apung paru ada 3 tahap, yaitu:


• Semua organ paru dicelupkan ke bak (intoto)
• Per lobus paru
• Sebagian dari lobus paru diiris dan diinjak/digepengkan untuk mengetahui apakah
ada gas pembusukan untuk menghindari positif palsu karena pembusukan

Umur bayi intra dan ekstra uterin


Rumus HAASE
ü Usia kehamilan 1-5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan)
ü Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 297


Tabel. Hubungan pusat penulangan dan umur bayi
Pusat Penulangan Pada Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/setelah lahir
Kuboid Akhir 9/setelah lahir (bayi wanita
lebih cepat)

Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
• umur kehamilan > 28 minggu
• PB (kepala-tumit) > 35 cm
• PB (kepala-tunggging) > 23 cm
• BB > 1000 garam
• lingkar kepala > 32 cm
• tidak ada cacat bawaan yang fatal

Bayi cukup bulan (matur)


• umur kehamilan > 36 minggu
• PB (kepala-tumit) > 48 cm
• PB (kepala-tungging) 30-33 cm
• BB 2500-3000 gram
• lingkar kepala 33 cm.
• lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
• pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna
• diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
• kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
• garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
• testis sudah turun ke dalam skrotum
• labium minus sudah tertutup labium majus yang telah berkembang sempurna
• kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih
pucat atau coklat kehitaman
• lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi
prematur berkeriput)

Usia Pasca Lahir


Udara dalam saluran cerna
ü Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup
ü Di duodenum : > 2 jam
ü Di usus halus : 6-12 jam

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 298


ü Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Perubahan tali pusat :
ü Kemerahan di pangkalnya : 36 jam
ü Kering : 2-3 hari
ü Puput/lepas : 6-8 hari, kadang 20 hari
ü Sembuh : 15 hari
ü a/v umbilikalis menutup : 2 hari
Ductus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Ductus venosus menutup : > 4 mgg
Eritrosit berinti hilang : > 24 jam
Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infanticide)
ó Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya, diberi antiseptik dan
perban (bisa hilang sebelum diperiksa)
ó Jalan napas bebas
ó Vernix caseosa tidak ada lagi
ó Berpakaian
ó Air susu di dalam saluran cerna

Hubungan ibu dan anak


ó Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
ó Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
ó Memeriksa golongan darah ibu dan anak
ó Sidik jari & DNA

Pemeriksaan Mayat Bayi


• Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
• Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna,
berkeriput atau tidak
• Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
• Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat pada uri
• Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum, molase tulang tengkorak
• Tanda kekerasan
• Mulut : apakah terdapat benda asing & perhatikan palatum mole apakah terdapat
robekan
• Rongga dada
• Tanda asfiksia : berupa TARDIEU’s spots pada permukaan paru, jantung,
thymus, epiglottis
• Tulang belakang : apakah terdapat kelainan kongenital & tanda2 kekerasan
• Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia, calcaneus, talus & cuboid

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 299


BAB XV
KEMATIAN MENDADAK

Kematian mendadak akibat penyakit seringkali mendatangkan kecurigaan baik


bagi penyidik, masyakat atau keluarga, khususnya bila yang meninggal adalah orang
yang cukup dikenal oleh masyarakat, orang yang meninggal di rumah tahanan dan
ditempat-tempat umum seperti hotel, cottege, terminal, cattage, motel, atau di dalam
kendaraan.
Kecurigaan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak terutama
disebabkan masalah TKP (tempat kejadian perkara) yaitu bukan di rumah korban atau
di rumah sakit melainkan di tempat umum karena alasan tersebut kematian mendadak
termasuk kasus forensik walaupun hasil otopsinya menunjukan kematian diakibatkan
oleh misalnya penyakit jantung koroner, perdarahan otak atau pecahnya berry
aneurisma.
Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak
wajar, sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya.
Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensik pada kematian yang
mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat penting dalam otopsi adalah
menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan
utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian
korban.
Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum,
perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari
meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai suatu jalan penentuan sebab kematian
merupakan pilihan solusi saat berhadapan dengan suatu kematian mendadak.

• DEFINISI

Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24
jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus kasus forensik, sebagian besar
kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul.
Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak
selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus.
Menurut Cobb, mati mendadak adalah kematian terjadi tanpa diperkirakan
sebelumnya, tanpa gejala yang nyata sebelumnya atau gejalanya hanya dalam waktu
yang singkat (menit atau jam), nontraumatis, tidak mengandung unsur
kesengajaan.Arjono (1989) dalam makalahnya “Risiko Managemen Sudden Death”
menulis dua alternatif definisi, yaitu:1
1) Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non self
inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala.
2) Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam sejak
timbulnya gejala.
Moerdowo (1984) mengatakan bahwa mati mendadak adalah kematian yang tidak
disangka dalam waktu kurang dari satu jam (verysudden death) atau dalam waktu dua
puluh empat jam (sudden death). Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit,
sehingga tidak ada yang menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan sama
sekali. Kejadian ini dapat terjadi di lapangan olah raga, kantor, pasar, atau di jalan.
Lown memberitakan dalam buku Moerdowo (1984), bahwa mati mendadak tidak
hanya didapatkan pada penderita yang berumur lanjut saja, tetapi juga didapat pada
penderita berumur dua puluhan. 25 % dari korban mati mempunyai keluhan atau
kelainan pada jantung.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 300


• CARA KEMATIAN

Kasus kematian mendadak merupakan kematian tidak wajar.


Kematian mendadak merupakan peristiwa yang tidak terduga terjadi sekonyong-
konyongnya tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Kematian mendadak dapat terjadi saat
dalam tugas, perjalanan, atau saat bekerja, atau tidur, atau melakukan sesuatu yang
emosional. Sedang tempatnya sangat bervariasi, bisa di kendaaraan, hotel, rumah,
kantor, penginapan dan rekreasi.

Pada umumnya kasus kematian mendadak bervariasi antara 50–80 tahun, dan yang
terbanyak adalah pihak laki-laki mengingat motivasi kerja dan bepergian. Berbagai
penyakit dapat menimbulkan kematian mendadak antara lain penyakit jantung,
hipertensi (cardio vascular), dan penyakit-penyakit metabolisme antara lain diabetes
melitus dan hyperlipidemi (kolesterol, triglycerid) dan metabolisme protein antara lain
asam urat dan urium. Maka pada usia tersebut di atas pada berbagai instansi dilakukan
check up terutama pada menjelang purna tugas.

Yang termasuk kematian mendadak :


1. Kematian terjadi seketika
Contoh à teman bertamu, duduk, kemudian meninggal
2. Kematian tidak terduga
Contoh à seorang pasien nyeri perut dengan diagnosis gastritis akut kemudian
diperiksa dan ternyata meninggal
3. Kematian tidak diketahui penyebabnya
Contoh à orang ditinggal di rumah masih sehat kemudian keesokan harinya
meninggal

Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan
dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:5
1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan
yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ?
2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah
pada keracunan ?
3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung
koroner) yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah
sakit ?
4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan
penyakit tersering penyebab natural sudden death ?
Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar
berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan
kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.5

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 301


KEMATIAN
MENDADAK

Minta keterangan dari pihak keluarga,


teman dekat, atau polisi dan
melakukan pemeriksaan

TANYAKAN Hal-hal yg perlu Keadaan sekitar


diketahui dari korban
orang tentang
korban
Usia, Riwayat penyakit Morat-marit atau tidak Pintu terkunci
Keterangan mengenai Harta benda yang hilang
kesehatan terakhir, Riwayat Apakah sedang Korban diasuransikan atau tidak
bertengkar Apakah didapatkan tanda2 kelainan pd
pengobatan (berobat ke mana)
Apakah sehabis makan korban
Tingkah laku yang aneh
Apakah kedatangan tamu

MENYIMPULKAN KEMUNGKINAN KEMATIAN MENDADAK


Mati wajar karena penyakit à didapatkan penyakit pembuluh darah koroner (sehabis
aktivitas fisik, bertengkar).
Mati tidak wajar à didapatkan tanda-tanda kekerasan di tubuh

Gambar. Skema cara menangani kasus kematian mendadak

Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar
terdiri dari 3 golongan :2
1. Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit yang berjalan
perlahan atau insidental berulang yang merusak organ vital tanpa menimbulkan
suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu penghentian fungsi organ vital yang
tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini adalah kematian
mendadak akibat penyakit jantung koroner.
2. Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti
dengan perdarahan yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya
aneurisma aorta dengan perdarahan ke dalam pericardial sac atau pecahnya
aneurisma pada sirkulus Willisi yang menyebabkan perdarahan subdural.
3. Golongan ketiga mencakup infeksi latent atau infeksi hebat yang perjalanan
penyakitnya berkembang tanpa menunjukkan gejala yang nyata atau bermakna
sampai terjadi kematian. Contohnya adalah endokarditis bakterial atau obstruksi
mendadak usus karena volvulus.

Kematian mendadak menjadi penting secara medikolegal apabila:


• Terjadi di tempat yang bukan semestinya. Contoh : hotel, tempat karaoke,
penginapan dll.
• Menimpa orang penting. Contoh : pejabat negara, saksi suatu perkara
• Tidak ada saksi yang melihat kejadian tersebut.

Penyebab kematian ditinjau secara per-organ :


1. Sistem kardiovaskuler
ü Penyakit jantung koroner
ü Trombus pada ramus circumflexa a. coronaria sinistra
ü Trombus pada ramus ascendens a. coronaria dextra et sinistra
ü Infark miokard akut
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 302
ü Penyakit katup jantung
ü Temponade jantung
ü Trombo-emboli
ü Infeksi otot jantung
ü Kelainan kongenital
ü Pecahnya aneurisma aorta
ü Penyempitan atau penebalan ramus descenden a. Coronoria sinistra (arteri yg
mensuplai darah bagi pace marker
Penyumbatan/thrombus dan penyempitan/penebalan àpembuluh darah tidak
bisa melebar saat dibutuhkan àberkurang suplai darah ke pace marker saat
melakukan aktivitas fisik à hipoksia à Fibrilasi atrium à kematian

Penting untuk diingat!!!


Kematian mendadak akibat serangan jantung/karena penyakit jantung, biasanya sudah dapat
diduga yaitu kematian setelah orang tsb melakukan kerja fisik yg berlebihan, misalnya
melakukan persetubuhan yg bukan dgn isteri atau setelah olah raga

2. Sistem saraf pusat


ü Perdarahan otak à pecahnya aneurisma cerebri, pecahnya a. Lenticulostriata
Pecahnya aneurisma cerebri à biasanya merupakan penyebab kematian
mendadak pada dewasa muda
Pecahnya a. Lentikulostriataà pasin hipertensi , biasanya didahului rasa sakit
kepala, pusing, mual dan kemudian jatuh.
ü Trombus a. cerebri media, posterior (cabang Circulus WILLISI)
ü Perdarahan subarachnoid, epidural, dan subdural serta intracerebral bleeding
ü Pelebaran Circulus WILLISI
ü Perdarahan cerebellopontinus
ü Tumor, radang, meningitis, ensefalopati, ensefalitis
ü Atherosklerotik
3. Sistem pernapasan
ü Edem paru
ü Pneumonia
ü Bronchopneumonia
ü Tuberkulosis
ü Emfisema pulmonum
ü Status asmatikus
ü Benda asing
ü Edema glottis
ü Kanker paru
ü Laringitis difteri
ü Emboli udara
ü Kolaps jaringan paru
ü TBC paru dengan caverne pecah
Perdarahan akibat tuberkulosaà menyumbat saluran pernapasanà kematian
mendadak
4. Sistem gastrointestinal
ü Pecahnya varises esofagus
ü Ulkus gastrikum kronis
ü Perdarahan saluran cerna
ü Apendisitis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 303


ü Trauma abdomen
ü Obstruksi usus à dehidrasi à meninggal
ü Invaginasi
ü Megacolon congenital / HIRSCHPRUNG’s Disease
ü Hernia inkarserata
ü Perdarahan
ü Radang pankreas, kandung empedu
ü Ruptur hernia, limpa
ü Abses hati yang pecah
5. Sistem urogenitalia dan organ reproduksi
ü Perdarahan, perdarahan uterus yang hebat
ü Gagal ginjal akut
ü Gangguan fungsi ginjal oleh batu, infeksi, tumor
ü Sindrom nefrotik
ü Glomerulonephritis
ü Ruptur saluran kemih
ü Kista ovarium terpelintir
ü Kehamilan ektopik terganggu
ü Eklampsia

Tindakan:
1. Dengan penyidik, melakukan pemeriksaan di TKP
2. Anamnesa keluarga mengenai RPD, riwayat meminum obat, riwayat kunjungan ke
dokter / RS
3. Pemeriksaan luar secara lengkap dan teliti, termasuk barang-barang
“Tanda dari sudden death”:
- Sianosis
- Pembuluh darah tampak jelas khususnya di leher
- Sisa muntahan
- Pembengkakan kaki
- Postur tubuh (obesitas)
- Cairan semen (karena ejakulasi)
4. Dilakukan otopsi
5. Pemeriksaan Penunjang à PA + Toksikologi
6. Menyusun laporan hasil

Analisis:
1. Bila hanya pemeriksaan luar dan situasi badan masih bagus à causa kematian tidak
dapat ditentukan
2. Racun à harus pemeriksaan lab (untuk memastikan apakah masuk ke dalam tubuh
atau tidak, kadarnya berapa, mempengaruhi organ apa saja, matinya karena mekanisme
apa)
3. Bila dalam pemeriksaan dalam + PA à dilihat kelainan yang terdapat di sana à
kaitkan dengan penyakit tertentu à kaitkan dengan sudden death
4. Refleks vagal (tidak ditemukan pada otopsi dan PA)
5. Bila dalam analisa ada kelainan-kelainan toksikologi yang ditemukan (misalkan:
racun kemungkinan kematian) à perlu dicari apakah minum racun / diracuni /
overdosis
6. Apabila jenazah sudah dimakamkan, maka dilakukan pembongkaran jenazah à
dilakukan pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang
Ada 3 tempat tanah kuburan diperiksa:
1. Bawah kepala à otak

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 304


2. Bawah perut à lambung, hepar
3. Bwah pantat à alat reproduksi

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 305


BAB XVI
IDENTIFIKASI FORENSIK

Definisi :
• Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
• Identifikasi adalah suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui
sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang
diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
• Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
Identifikasi berguna sebagai kunci masuk perkara pidana, dan juga untuk penentuan
hak waris.

Dalam fungsi pelayanan ilmu kedokteran forensik kepada masyarakat (biasanya di


suatu instalasi kedokteran forensik rumah sakit tipe C ke atas oleh dokter atau dokter
ahli forensik/Sp.F atau tim kedokteran forensik (multi disipliner), identifikasi
merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Seperti diketahui,
sumbangan ilmu kedokteran forensik dalam membantu penyelidikan perkara pidana
menyangkut barang bukti tubuh manusia sebagaimana dituangkan dalam bentuk surat
keterangan ahli berupa visum et repertum, antara lain: menentukan saat kematian, serta
pada kasus-kasus tertentu dengan keadaan korban tidak dikenal adalah menentukan
identitasnya.

Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka sarana


identifikasi dapat dikelompokkan:
1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan
identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh
pihak polisi penyidik antara lain:
a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau
sinyalemen tubuh lainnya.
b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu
dan sebagainya.
c. Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu
mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau
dokumen-dokumen dsb
d. Pemeriksaan sidik jari dan lain-lain.
2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi
penyidik tidak dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau kurang
memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara
medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa
ciri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas
luka ata operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit
tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi
tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa
contoh ciri non-spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin,
warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung,
bibir dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 306


c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis,
antroposkopi dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA dan sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain

Identifikasi forensik mempunyai arti yang besar, khususnya untuk membantu


penyidik dalam usahanya untuk membuktikan bahwa seseorang adalah korban atau
pelaku suatu tindak pidana yang telah terjadi. Beberapa contoh kasus yang memerlukan
penanganan identifikasi forensik adalah sebagai berikut:
1. Kasus-kasus forensik kriminal atau pidana:
a. Kasus-kasus ditemukannya jenasah atau rangka tidak dikenal yang diduga sebagai
korban pembunuhan.
b. Kasus-kasus penggalian jenasah atau rangka forensik tertentu yang memerlukan
pembuktian identitasnya.
c. Kasus-kasus pembunuhan bayi (infantisid), untuk mengetahui:
- Siapa orang tua bayi
- Berapa umur bayi, berkenan dengan penetapan berat ringannya sanksi dalam
kasus abortus kriminalis, seperti yang diatur dalam KUHP pasal-pasal 306,
308, 342 dan 349. Umur bayi dalam bulan dapat diperkirakan berdasarkan
ukuran panjang badan menurut Haase (puncak kepala-tumit) atau menurut
Streeter (puncak kepala-tulang ekor).
- Untuk mengetahui apakah bayi lahir hidup atau mati dapat diketahui melalui tes
apung paru-paru atau dapat juga melalui pemeriksaan histologis garis-garis
neonatal gigi. Mengenai garis-garis neonatal ini, disebutkan bahwa proses
mineralisasi pada gigi berlangsung kontinyu dan ritmis, fase aktif dan
istirahat silih berganti dalam keseimbangan yang halus dan peka. Ritme
perkembangan ini berpola, terlihat sebagai garis-garis sejajar disebut garis-
garis pertumbuhan (incremental lines) “Retzius” dalam email dan “Owen”
dalam dentin. Pada gigi geligi yang proses kalsifikasinya mulai prenatal, yaitu
gigi-gigi susu dan geraham tetap pertama, disebutkan tampak dalam
penampang mikroskopis ada garis-garis pertumbuhan yang menyimpang
polanya dan bentuknya lain. Hal ini disebabkan karena goncangan dan
perubahan dalam metabolisme mineral pada saat lahir, karena pengaruh
makanan dan perubahan lingkungan. Sejumlah garis pertumbuhan yang
menunjukkan aksentuasi sesaat lahir, dinamakan garis-garis neonatal.
2. Kasus-kasus forensik perdata:
Kasus-kasus paternitas:
a. Klamasi seorang ibu terhadap laki-laki sebagai ayah biologis anaknya pada kasus-
kasus perkosaan, hubungan gelap atau kumpul kebo dan sebagainya.
b. Kasus-kasus seperti “perebutan bayi Dewi dan Cipluk”, “bayi X” di Klaten dan
sebagainya.

Di samping kasus-kasus forensik, terdapat pula kasus-kasus non-forensik yang


juga memerlukan penanganan identifikasi untuk keperluan-keperluan kemanusiaan
seperti: repatriasi, asuransi, santunan, sertifikat kematian, ahli waris, sosial lainnya dan
bahkan budaya. Beberapa contoh kasus misalnya:
1. Kasus-kasus ditemukannya jenasah orang gelandangan atau rangka tidak dikenal yang
tidak didapati adanya tanda-tanda kecurigaan sebagai korban pembunuhan.
2. Kasus-kasus repatriasi:
a. Pengembalian ke negara asal dan distribusi kepada masing-masing keluarganya atas
rangka jenasah korban Vietnam, Korea dan sebagainya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 307


b. Musibah jemaah haji di Mina atau kecelakaan pesawat terbang jemaah haji
Indonesia di Colombo tahun 1974 bila diperlukan repatriasi.
3. Kasus-kasus kecelakaan pesawat terbang dan musibah massal yang lain:
a. Kecelakaan pesawat terbang ABRI di Condet
b. Musibah kebakaran tempat hiburan diskotik di Manila
c. Musibah kecelakaan dan kebakaran bis Kramat Jati di jalan tol Jakarta
d. Musibah kebakaran pasar dan toko Robinson di Bogor
e. Tragedi musibah gedung WTC oleh teroris di Amerika Serikat
4. Penggalian antropologis dan arkeologis rangka non-forensik untuk kepentingan suatu
penelitian rekonstruksi sejarah manusia dan budayanya.

Tujuan Identifikasi forensik :


1. Kebutuhan etis & kemanusiaan
2. Pemastian kematian seseorang secara resmi & yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif & pemakaman
4. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata
5. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dll
6. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal (bila ada)

Peran Identifikasi :
1. Pada Orang Hidup
- semua kasus medikolegal
- penjahat atau prajurit militer yang melarikan diri
- orang yang didakwa pelaku pembunuhan
- orang yang diakwa pelaku pemerkosaan
- identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya
- anak hilang
- orang dewasa yang karena sesuatu hal kehilangan uangnya
- tuntutan hak milik
- untuk kepentingan asuransi
- tuntutan hak pensiun
2. Pada jenazah, dilakukan pada keadaan;
- kasus peledakan
- kasus kebakaran
- kecelakaan kereta api atau pesawat terbang
- banjir
- kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum

Ada dua metode identifikasi, yaitu ;


a. Identifikasi Komparatif (membandingkan data)
§ Dalam komunitas terbatas
§ Data antemortem & postmoterm tersedia
§ identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri
hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang
yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya.
§ Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal,
maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem
dan data ante mortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical
record dan dental record.
§ Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan
identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjukan siapa
jenasah yang tidak dikenal tersebut.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 308


§ Pada identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua
alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila
kedua data yang dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan
bahwa jenasah yang tidak dikenali itu adalah sama dengan orang yang
hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila data yang
dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat
ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus
dicarikan data pembanding ante mortem dari orang hilang lain yang
diperkirakan lagi.
§ Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan data,
diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante
mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta
up-to-date, memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post
mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi
dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.
b. Identifikasi Rekonstruktif
§ Komunitas korban tidak terbatas
§ Data antemortem tidak tersedia
§ Mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-
mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras,
tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik badan. Sebagai contoh:
• Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan
ukuran laki-laki dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.
§ Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu
erupsi gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan
mengukur tinggi badan (kepala-tumit atau kepala-tulang ekor) dapat
diperkirakan umur bayi dalam bulan.
§ Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan
individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.
§ Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau
kraniometri, dapat diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.
§ Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang
memilikinya.

Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem


identifikasi, yaitu sistem terbuka, tertutup dan semi terbuka atau semi tertutup.
a. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada
siapapun dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya
biasany: kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya
biasanya dilakukan dengan cara rekonstruksi, contoh: identifikasi korban
pembunuhan tidak dikenal.
b. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar
korban tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-
kriminal, korban massal, dimungkinkan diperoleh data ante mortem, identifikasi
dapat dilakukan dengan cara membandingkan data, contoh: identifikasi korban
kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.
c. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada suatu
kasus yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan sebagian lainnya
belum diketahui sama sekali atau belum diektahui tetapi sudah tertentu, contoh:
identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang di Malioboro (semi terbuka) atau di
suatu perumahan (semi tertutup).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 309


Cara Identifikasi yang biasa dilakukan :
1. Secara visual
Keluarga/rekan memperhatikan korban (terutama wajah). Syarat: korban dalam
keadaan utuh. Kelemahan : sangat dipengaruhi faktor psikologis, emosi dan latar
belakang pendidikan serta faktor sugesti khususnya sugesti dari pihak penyidik.
2. Pengamatan pakaian
catat: model, bahan, ukuran, inisial nama & tulisan pada pakaian. Bagi korban
yang tidak dikenal sebaiknya simpan pakaian atau potongan pakaian (20x10 cm),
foto pakaian adalah merupakan tindakan yang tepat
3. Pengamatan perhiasan
catat : jenis (anting, kalung, gelang, cincin dll), bahan (emas,perak, kuningan
dll), inisial nama. Sebaiknya : simpan perhiasan dengan baik
4. Dokumen :
KTP, SIM, kartu golongan darah,paspor, tanda pembayaran dll yang ditemukan di
dompet atau taskorban dapat menunjukkan jati diri korban.
Khususnya pada kecelakaan massal, perlu diingat akan kebiasaan seseorang di
dalam menaruh dompet atau tasnya. Pada pria biasanya dompet terdapat dalam
saku baju atau celana, sedangkan wanita tas biasanya dipegang, sehingga pada
kecelakaan massal tas seseorang dapat terlempar dan sampai pada orang lain yang
bukan pemiliknya, jika hal ini tidak diperhatikan kekeliruan identitas dapat
terjadi,khususnya bila kondisi korban sudah busuk atau rusak.
5. Medis
pemeriksaan fisik : tinggi & berat badan, warna tirai mata, adanya luka bekas
operasi, tato.
6. Odontologi
Bentuk gigi & rahang : khas, sangat penting bila jenazah dalam keadaan
rusak/membusuk, Cara Identifikasi ini merupakan cara yang paling ideal diantara
yang lain akan tetapi perlu perlu diingat : dental record di Indonesia masih sangat
terbatas
7. Sidik jari
Tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama mudah dan murah
8. Serologi
Menentukan golongan darah (memeriksa darah dan cairan tubuh korban)
Ada 2 tipe orang dalam menentukan golongan darah
- Sekretor: gol.darah dapat ditentukan dari px. darah, air mani, dan cairan tubuh
lain
- Non sekretor: gol.darah hanya dapat ditentukan dari px. darah
9. DNA
Sangat akurat, tapi mahal
10. Ekslusi
Umumnya hanya dipakai pada kasus dimana banyak terdapat korban (kecelakaan
masal), seperti peristiwa tabrakan pesawat terbang atau kereta api. Dari daftar
penumpang akan dapat diketahui siapa-siapa yang menjadi korban. Bila dari
sekian banyak korban tinggal satu yang belum dapat dikenali oleh karena keadaan
mayatnya sudah sedemikian rusaknya, maka atas bantuan daftar penumpang tadi,
akan dapat diketahui siapa nama korban tersebut yaitu dari daftar penumpang
yang ada dikurangi korban lain yang sudah diketahui identitasnya.
Metode pemeriksaan berdasarkan kekuatan pembuktian terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
1. Identifikasi primer :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 310


Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh kriteria
identifikasi lain.
• DNA : memerlukan keahlian dan kondisi khusus.
• Sidik Jari : sukar dilakukan pada kondisi jenazah yg membusuk.
• Odontologi : dental record di Indonesia masih terbatas.
2. Identifikasi sekunder
Tidak dapat berdiri sendiri, perlu didukung kriteria identifikasi yang lain yang
menunjukkan hasil positif juga.
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan 2-3 metode
pemeriksaan dengan hasil (+).
Berdasarkan cara pemeriksaan :
1. Cara sederhana : tidak memerlukan keahlian tersendiri/tertentu. melihat langsung
ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang
ditemukan.
2. Cara Ilmiah : melalui teknik keilmuan tertentu seperti medis dll.
Pada jenazah yang telah membusuk ditentukan :
• Ras
• Jenis Kelamin
• Perkiraan umur
• Tinggi badan
Peran antropologi forensik seperti salah satu cabang antropologi khususnya
antropologi ragawi dalam menunjang pelayanan kedokteran forensik adalah didasarkan
pada kemampuan pemeriksaan antropologis untuk menilai dan merekonstruksi
gambaran biologis individu manusia dengan rentang waktu mencakup manusia dari
masa lampau hingga sekarang.
Dalam antropologi dikenal cara-cara pemeriksaan/ metoda, yaitu somatologi, baik
berupa “pengamatan” (antroposkopi/ osteoskopi) dan “pengukuran” (antropometri/
osteometri), disamping antropologi gigi, antropologi bagian lunak, dermatoglyfi,
seroantropologi, dan antropologi genetika. Dengan antroposkopi, barang nukti dapat
dideskripsikan keadaannya, dengan antropometri, barang bukti dapat diukur formula
indeks-indeks atau modulusnya dan sebagainya, demikian pula dengan cara-cara tadi
sehingga dapat dinilai untuk merekonstruksikan keterangan-keterangan baik dari segi
ciri-ciri maupun keadaan-keadaan lain yang berguna untuk penyidikan, baik dari
populasi manusia hidup sisa manusia sekarang maupun manusia masa lampau.
Bantuan yang dapat diberikan melalui pemeriksaan antropologi ini, disebutkan
dapat mencakup antara lain:
1. Keterangan-keterangan yang berkaitan dengan identitas korban/ barang bukti:
a. Apakah barang bukti merupakan manusia atau bukan.
b. Berapa jumlahnya, individu tunggal atau terdiri dari beberapa individu.
c. Apa jenis kelaminnya
d. Berapa umurnya
e. Apa rasnya
f. Tinggi badan dan bangun badan (perawakan)
g. Ciri-ciri identitas personal ante mortem yang mungkin ada
2. Keterangan yang berkaitan dengan saat kematian atau lama mati. Saat kematian
yang dimaksud mencakup baik rentang waktu pendek untuk korban yang masih
mempunyai arti forensik maupun rentang waktu yang tak terbatas untuk kasus
yang ternyata sudah tidak mempunyai arti forensik. Dalam hal ini antropologi
menjembatani temuan arkeologis dan rangka masa sekarang, sehingga dapat
menentukan apakah menjadi urusan polisi atau arkeologi atau bukan kedua-
duanya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 311


3. Keterangan-keterangan yang berkaitan dengan sebab-sebab kematian mencakup
antara lain:
a. Tanda-tanda luka atau kekerasan ante mortem
b. Kelainan-kelainan patologi, anomali serta kelainan bawaan ante mortem
c. Perubahan atau kerusakan akibat pengaruh keadaan lingkungan dan
tindak budaya post mortem.
Dalam suatu proses identifikasi akan muncul beberapa pertanyaan yang dijawab
dengan ilmu antropologi, misalnya:
1. Apakah berasal dari manusia?
Untuk mengetahui apakah barang bukti berasal dari manusia atau bukan maka
apabila tulang-tulang dalam keadaan lengkap, dapat dikenali melalui
pengetahuan yang luas mengenai variasi rangka manusia dan hewan. Apabila
barang bukti berupa potongan-potongan sisa tulang, dengan pengetahuan biologi
tulang dan teknik pemeriksaan antara tulang manusia dan bukan manusia.
Apabila tulang-tulang terfragmentasi dalam keadaan buruk, tidak dapat dikenali
seperti dalam kasus kebakaran atau ledakan maka tes serologis presipitasi dapat
membedakan jenasah manusia atau bukan manusia.
2. Apakah berasal dari satu individu?
Untuk mengetahui apakah barang bukti berasal dari satu individu atau lebih
dapat diketahui dengan membandingkan kesesuaian ukuran dan simetrisitas
pasangan tulang-tulang beserta perlekatan otot-ototnya, juga petunjuk
permukaan sendi-sendinya dan sebagainya. Untuk hal ini perlu diperhitungkan
adanya penyakit dan gangguan pertumbuhan tulang atau penyembuhan bekas
fraktur dan sebagainya yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan asimetri.
Disamping itu dengan teknik pemeriksaan sinar ultraviolet barang bukti
campuran tulang-tulang dapat dipisahkan berdasarkan derajat fluorosensinya.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 312


PENENTUAN JENIS KELAMIN
Tabel. Penentuan jenis kelamin
Penentuan secara umum
wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian, ciri-ciri seks, buah dada
Pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis
Pemeriksaan histologis/kromosom.
Prinsip: berdasarkan pada kromosom
Bahan pemeriksaan: kulit, leukosit, sel-sel selapu lendir pipi bagian dalam, sel-sel
rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan amnion
Metode
2. Px. Kromosom dari biopsi kulit dengan fiksasi merkuri-klorida setengah jenuh dlm
15 % formol saline
3. Px. Sel PMN leukosità melihat drumstick
Kemungkinan dijumpai drumstick pada wanita lebih banyak bila dibanding pria
- Px. Struktur inti darah putih dan dari kulit (ketepatan 100%)
Penentuan dengan rangka
Pembeda Laki-laki Perempuan
Ukuran secara
Besar Kecil
umum
Arsitektur lebih kasar lebih halus
indeks iscium-pubis lebih kecil indeks iscium-pubis >15%

Tulang panggul

Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana
mereka bertemu pada acetabulum
Tengkorak Glabelaà bony Glabelaà datar
Margin supraorbita melingkar Margin supraorbita tajam
Luas perluasan processus Luas perluasan processus
mastoideus lebih besar mastoideus lebih kecil
Platum besar, membentuk Palatum kecil, membentuk parabola
huruf U
Occipital condylusà besar Occipital condylusà kecil
Dibedakan atas ciri-ciri: tonjolan di atas orbita (supra orbita ridges),
processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang
bawah. Ciri tersebut tamapk jelas pada usia 14-16 tahun
Tulang Panjang lebih panjang, lebih berat, lebih pendek, lebih ringan, lebih
lebih kasar, dan impressio-nya halus, dan impressio-nya lebih
lebih banyak sedikit
Tulang Dada manubrium sterni wanita separuh panjang corpus sterni

PENENTUAN UMUR
1. Bayi baru lahir
Penentuan umur kehamilan, viabilitas, berat badan, panjang badan, pusat
penulangan (bermakna pada bagian distal os femoris), tinggi badan (jarak antara

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 313


kepala sampai ke tumit/crown-heel, jarak antara kepala ke tulang ekor/crown-
rup)
Px. Penunjangà radiologis (sinar X) à menilai timbulnya epiphyse dan fusinya
dengan diaphyses.
2. Anak-anak & dewasa < 30 thn
Persambungan spheno-occipital terjadi dalam umur 17-25 thn (pada wanita 17-
20 thn), unifikasi tulang selangka mulai umur 18-25 thn & menjadi lengkap usia
31 thn ke atas, corpus vertebrae sblm usia 30 thn menunjukkan alur-alur yang
berjalan radier pada bagian permukaan atas & bawah
3. Dewasa > 30 thn
Perkiraan dengan memeriksa tengkorak, yaitu sutura-suturanya.
Sutura sagittalis, coronaria, dan lamboidea mulai menutup pada usia 20-30 thn,
sutura parietomastoidea dan sutura squamosa menutup usia lima tahun
kemudian – 60 thn, sutura sphenoparietale menutup usia 70 thn.

PENENTUAN TINGGI BADAN


Melalui pengukuran tulang panjang :
o femur 27% dari tinggi badan
o tibia 22% dari tinggi badan
o humerus 35% dari tinggi badan
o tulang belakang dari tinggi badan
Formula STEVENSON :
o TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
o TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
o TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
o TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Formula TROTTER dan GLESER :
o TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Pengukuran dengan osteometric board & tulang harus kering

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 314


BAB XVII
DISASTER VICTIM IDENTIFICATION

XVII.1 IDENTIFIKASI KORBAN BENCANA MASSAL :


• Organisasi Interpol
• Secara internasional identifikasi korban massal adalah tanggung jawab polisi
• Interpol Disaster Victim Identification Standing Comittee yang beranggotakan 114
negara di dunia dan bersidang setahun sekali di Lyon, Prancis.

Disaster Victim Investigation (DVI) adalah suatu prosedur standar yang dikembangkan
oleh Interpol (International Criminal Police Organization) untuk mengidentifikasi
korban yang meninggal akibat bencana massal.

Yang harus dilakukan :


1. Fase I : Unit Penanganan di TKP (Tempat Kejadian Peristiwa)

Kegiatan:
§ Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m.
§ Memberi tanda setiap sektor.
§ Memberikan label pandang dan label oranye pada jenazah dan potongan
jenazah diikat pada tubuh/ibu jari kaki korban.
§ Memberikan label putih pada barang-barang pemilik tercecer.
§ Membuat sketsa dan foto tiap sektor
§ Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, dengan :
- Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik
dan diberi label sesuai nomor jenazah.
- Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan
diberi label sesuai nomor jenazah.
- Diangkut ketempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan
dibuat berita acara penyerahan kolektif.

Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga
langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah
kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau pelabelan.

Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil
langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah – langkah
tersebut antara lain adalah :

• Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan


(penonton yang penasaran, wakil – wakil pers, dll), misalnya dengan memasang
police line.
• Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.
• Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
• Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja
yang memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana.
• Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan kehaditan
dan otorisasi.
• Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 315


Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan
korban – korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang
mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.

Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI


mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban
kemudian memberikan nomor dan label pada korban.

Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan
label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.

2. Fase II : Unit postmortem :

§ Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit TKP.


§ Registrasi ulang dan pengelompokan kiriman tersebut berdasarkan
jenazah utuh, tidak utuh potongan jenazah dan barang-barang.
§ Membuat foto jenazah.
§ Mencatat semua ciri-ciri korban sesuai formulir interpol
§ Mengambil sidik jari korban dan golongan darah (Ident/Labfor).
§ Mencatat gigi-gigi korban (Odontogram).
§ Membuat Ro. Foto jika perlu.
§ Melakukan autopsi.
§ Mengambil data-data ke unit pembanding.

Data – data hasil pemeriksaan kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data
sekunder sebagai berikut :
• PRIMER : SIDIK JARI, PROFIL GIGI, DNA.
• SECONDARY : VISUAL, FOTOGRAFI, PROPERTI JENAZAH, MEDIK-
ANTROPOLOGI (TINGGI BADAN, RAS, DLL).

Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan
tindakan untuk mencegah perubahan – perubahan paska kematian pada jenazah,
misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat
pembusukan.

3. Fase III : Unit ante mortem :

§ Mengumpulkan data-data nama korban dari daftar penumpang serta data


semasa hidup seperti foto dan lain-lain yang dikumpulkan dari instansi
tempat korban bekerja, keluarga/kenalan, dokter-dokter gigi pribadi,
polisi (sidik jari).
§ Memasukkan data-data yang masuk dalam formulir yang tersedia
formulir AM Kuning.
§ Mengelompokkan data-data Ante Mortem.berdasarkan :
o Jenis kelamin
o Umur
o Kewarganegaraan
§ Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data

4. Fase IV : Unit pembanding data (rekonsiliasi)

§ Cek dan recek hasil unit pembanding data.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 316


§ Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
§ Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan
surat-surat lain yang diperlukan.
§ Menerima keluarga korban.
§ Publikasi yang benar dan terarah oleh komisi identifikasi sangat
membantu masyarakat mendapat informasi yang terbaru dan akurat.

5. Fase V : Dilakukan Evaluasi

Dilakukan evaluasi yang komprehensif terhadap masing-masing fase.

Fase I Fase II
TKP Post Mortem

Fase IV Fase V
pembanding evalusasi

Fase III
Ante mortem

Bagan mekanisme kerja DVI

XVII.2. IDENTIFIKASI KORBAN MELALUI SARANA GIGI DAN MULUT

1. Umur (terdiri dari 5 periode)


2. Ras
3. Jenis kelamin
4. Golongan darah
5. Kebiasan tertentu
6. Ciri-ciri khusus seseorang
- Visual - Pakaian
- Perhiasan (property) - Dokumen
- Medis - Sidik jari (dactyloscopy)
- Serologi - Sidik jari DNA
- Exclusi.

1.INFORMASI YANG DIDAPATKAN MELALUI GIGI YAITU :


1. UMUR
Pertumbuhan dari gigi ada 5 periode antara lain :
o Periode Intra Uterine (I.U), melalui benih gigi.
o Periode sebelum gigi tumbuh ( 0 – 6 bulan ).
o Periode geligi sementara ( 6 bulan – 6 tahun ).
o Periode mixed dentition.
o Periode gigi tetap.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 317


2. RAS
Dikenal 3 macam ras didunia yaitu :
1. Ras Caucasoid.
Gigi Premolar 2 bawah (P2) : mesio-distal memanjang.
2. Ras Mongoloid.
Gigi incicivusnya berbentuk sekop.
3. Ras Negroid.
Gigi Premolar 2 bawah mempunyai 3 cups

3. JENIS KELAMIN
Penentuan jenis kelamin dari pemeriksaan gigi dapat dilakukan dengan memakai
metode “Fluoresensi chromosom Y”.

4. GOLONGAN DARAH
Penentuan gol. Darah dari pemeriksaan gigi yaitu dengan memakai metode
“Absorption Ellusion Test”. Pemeriksaan ini dapat dipakai pada sistem golongan
darah ABO.

5. KEBIASAAN TERTENTU
Dari pemeriksaan bentuk serta kondisi gigi geligi, dapat menentukan / memberi
gambaran ciri-ciri khusus seseorang, antara lain :
§ Perokok
§ Pemakan sirih
§ Penjahit
§ Hair dresser
§ Penghisap pipa

6. CIRI-CIRI KHUSUS.
o Ciri-ciri tertentu yang diketahui mengenai korban, ada yang langsung dapat
dilihat, misalnya gigi depan yang dibungkus dengan logam kuning. Hal ini khas
dan mudahdilihat.
o Hal-hal lain yang penting untuk identifikasi seperti yang menyangkut antara lain :
- Occlusi
- Diastema
- Malposisi
- Torus Palatinus / Mandibularis

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 318


- Anomali gigi
- Serta hal-hal lain yang khas / mudah dikenal

XVII.3.SISTEM IDENTIFIKASI YANG MEMBEDAKAN IDENTITAS


MANUSIA DENGAN LAINNYA

Setiap orang yang dilahirkan ke dunia tentu memiliki keunikan, tak ada yang
sama antara satu dan yang lain. Setiap orang memiliki ciri atau atribut yang unik. Meski
terlahir kembar, mereka tetap memiliki perbedaan. Berdasar kenyataan itu, dibangunlah
suatu sistem yang menggunakan ciri atau sifat identik manusia, yakni sistem
biometrika. Jadi tubuh seseorang juga merupakan password bagi orang tersebut.
Biometrik terdiri dari metode unik untuk mengenali manusia berdasarkan satu atau
lebih ciri-ciri fisik atau perilaku intrinsik. Dalam ilmu komputer, pada khususnya,
biometrics digunakan sebagai bentuk manajemen identitas akses dan kontrol akses. Hal
ini juga digunakan untuk mengidentifikasi individu-individu dalam kelompok yang
berada di bawah pengawasan.

Ada berbagai jenis sistem biometrika yang sekarang tersedia.


1. Pengenalan Sidik Jari

Sistem itu meliputi sebuah perangkat keras pemindai (scanner) dan perangkat
lunak. Peranti itu merekam karakteristik sidik jari yang spesifik, menyimpan
data setiap pengguna ke sebuah template. Ketika pengguna mencoba lagi
menguatkan akses, perangkat lunak membandingkan data yang tersimpan di
template dan pembacaan sidik jari dari pemindai. Sistem sidik jari sangat akurat,
tetapi dapat dipengaruhi perubahan pada sidik jari. Misalnya, terbakar, bekas
luka, kotoran.
2. Pengenalan Wajah
Pengenalan bentuk dan posisi dari ciri wajah seseorang adalah tugas yang
kompleks. Mula-mula sebuah kamera menangkap gambar sebuah wajah,
kemudian peranti lunak memilah-milah pola informasi dan selanjutnya
membandingkan dengan template wajah user.
3. Pengenalan Retina atau Iris
Mungkin dari semua itu yang paling aman adalah retina dan lapisan-lapisan
pembuluh di belakang mata. Gambar retina sulit ditangkap dan selama
pendataan, pengguna harus memusatkan pandangan ke sebuah titik serta
mempertahankannya. Jadi kamera dapat menangkap gambar dengan baik.
Penentuan pada pola pembuluh darah. Pola itu unik pada setiap orang, sehingga
identifikasi menjadi lebih akurat. Sistem yang berdasar dua bagian mata, yakni
iris dan retina, dipertimbangkan untuk menawarkan tingkat keamanan terbaik.
4. Geometri Lengan
Dengan sistem itu, pengguna meluruskan lengan menurut petunjuk tanda pada
perangkat keras pembaca lengan (reader), menangkap gambar tiga dimensi dari
jari-jari dan tulang, kemudian menyimpan data di sebuah template. Geometri

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 319


lengan telah digunakan beberapa tahun dan dimanfaatkan untuk sistem
keamanan pada Olimpiade 1996.
5. Geometri Jari
Peralatan itu sama untuk sistem-sistem geometri. Pengguna menempatkan satu
atau dua jari di bawah sebuah kamera yang menangkap bentuk dan panjang
wilayah jari serta tulang-tulangnya. Sistem menangkap gambar tiga dimensi dan
mencocokkan data dengan template yang disimpan untuk menentukan identitas.
6. Pengenalan Telapak Tangan
Sama dengan pengenalan sidik jari, biometrika telapak tangan memusatkan pada
susunan-susunan yang beragam. Misalnya, bagian-bagian tepi dan tak berharga
yang ditemukan pada telapak tangan.
7. Pengenalan Suara
Metode itu menangkap suara dari speaker menurut sifat-sifat bahasa.
Penggunaan utamanya adalah aplikasi keamanan berbasis telepon.
Keakuratannya dapat dipengaruhi suara gaduh dan pengaruh penyakit atau
kelelahan pada suara.
Satu masalah nyata dengan pengenalan suara adalah sistem dapat dikelabui oleh
suara tape dari suara seseorang. Karena alasan itu, sistem suara lanjutan harus
mampu memperluas atau memperpanjang proses verifikasi dengan memberikan
perkataan-perkataan yang lebih sulit dan panjang, membaca dengan keras, atau
meminta perkataan yang berbeda yang dibaca setiap waktu.
8. Pengenalan Tanda Tangan
Sistem verifikasi tanda tangan memerlukan satu hal utama, yaitu penerimaan
masyarakat umum (publik). Di segala hal dari deklarasi kemerdekaan sampai
slip sebuah kartu kredit, masyarakat cenderung menerima tanda tangan sebagai
bukti identitas.
Betapapun sederhana sebuah tanda tangan, perlu peralatan mengukur, baik ciri
yang membedakan tanda tangan maupun ciri yang membedakan dari proses
penulisan tanda tangan. Ciri itu mencakup tekanan pena, kecepatan dan titik-titik
ketika pena diangkat dari kertas. Pola-pola itu ditangkap melalui sebuah pena
yang dirancang khusus atau tablet (bisa juga keduanya) dan dibandingkan
dengan pola-pola template.
9. DNA
Penggunaan DNA dalam teknologi biometrika erat kaitannya dengan kegiatan
forensik.
Penggunaanya tidak sama dengan biometrika yang lain, yang dengan waktu
relatif singkat bisa memberikan keputusan. Sebab, biometrika dengan DNA
harus dilakukan di laboratorium oleh staf ahli khusus, kemudian mencocokkan,
baru kemudian bisa memberikan keputusan mengenai DNA yang diperiksa.
10. Thermal Imaging
Ini berkait dengan suhu tubuh. Sistem yang memakai thermal imaging
mempunyai proses yang sama dengan menembakkan sinar ke tubuh. Lalu,
komputer menangkap panas tubuh seseorang itu dan memverifikasi sesuai
dengan kebutuhan.
11. Bentuk Telinga
Bentuk telinga merupakan salah satu ciri khusus manusia. Bila dilihat sepintas,
telinga setiap manusia memang mirip. Namun bila diukur tentu memiliki
perbedaan.
12. Bau Badan
Bau badan dikembangkan menjadi teknologi sistem biometrika sesuai dengan
fakta bahwa manusia memiliki bau badan yang khas. Akan tetapi muncul

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 320


beberapa kendala, karena bau badan seseorang relatif berubah-ubah tergantung
pada situasi fisiologis.
Bau badan seseorang usai berolahraga berbeda dari usai mandi. Itu salah satu
kendala. Tingkat validasi sistem itu cenderung rendah, hampir mirip tanda
tangan dan pengenalan suara.
13. Gerakan Tubuh
Gerakan tubuh manusia pada saat berjalan setiap orang itu unik. Dengan
mempelajari hal tersebut kita dapat membuat sebuah sisem keamanan ruangan
dan mengenali orang tersebut dari pola dia berjalan, dengan kecerdasan buatan
(AI) tentunya.

SIDIK JARI merupakan identitas pribadi yang tak mungkin ada yang
menyamainya. Jika di dunia ini hidup 6 miliar orang, maka ada 6 miliar pola sidik jari
yang ada dan belum ditemukan seseorang yang memiliki sidik jari yang sama dengan
lainnya.
Karena keunikannya tersebut, sidik jari digunakan delam berbagai sistem seperti
oleh kepolisian dalam penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensik) pada saat terjadi
sebuah kejahatan, dan tempat perkara kejadian akan diclear up dan dilarang bagi siapa
saja untuk masuk karena dikhawatirkan akan merusak sidik jari penjahat yang mungkin
tertinggal di barang bukti yang ada di TKP. Atau penggunaan sidik jari lainya seperti
yang digunakan untuk teknologi pembuatan SIM, KTP, Paspor, absensi, akses kontrol,
pendeteksi bakat anak-anak dan masih banyak lagi.
Sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh sidik jari adalah parennial nature
yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia seumur hidup,
immutability yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan pernah berubah kecuali
sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari
yang ada dan individuality yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas
pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada
seorang yang kembar identik.
Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah Daktiloskopi yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu dactylos yang artinya jari jemari atau garis jemari dan scopein yang
artinya mengamati. Sidik jari merupakan struktur genetika dalam bentuk rangka yang
sangat detail dan tanda yang melekat pada diri manusia yang tidak dapat dihapus atau
dirubah. Sidik jari ibarat barcode diri manusia yang menandakan tidak ada pribadi yang
sama.
Penelitian sidik jari sudah dilakukan sejak masa lampau. Penelitian ini
berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan dermatoglysphics, yakni
ilmu yang mempelajari pola guratan kulit (sidik jari) pada telapak, tangan dan kaki.
Dermatoglysphics berasal dari kata “derm” berarti kulit, dan “glyph” berarti ukuaran.
Ketertarikan para ilmuwan melakukan penelitian terhadap sidik jari disebabkan pola
sidik jari manusia memiliki keunikan karakteristik sebagai berikut. Dari hasil penelitian
tersebut maka sidik jari mempunyai beberapa keungggulan yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang. Tidak ada pola sidik jari yang
sama antara satu individu dan individu lainnya, bahkan pada anak kembar
identik. Kemungkinan pola sidik jari sama adalah 1:64.000.000.000, jadi
tentunaya hampir mustahil ditemukan pola sidik jari sama antara dua orang. Pola
sidik jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di
ibu jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis,
dan kelinking.
2. Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat. Sejak lahir,
dewasa, hingga akhir hayat, pola sidik jari seseaorang bersifat tetap. Hal ini

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 321


berbeda dengan anggota tubuh lain yang senantiasa berubah. Sebagai contoh,
bentuk wajah yang berubah seiring usia. pola sidik jari tidak akan berubah.
Sebagai contoh, bentuk wajaah yang berubah seiring usia. Pola sidik jari tidak
akan berubah walaupun seseorang dalam kondisi gemuk atau kurus, sehat atau
sakait, dan dalam segala bentuk kondisi emosional apapun.
3. Pola sidik jari relatif mudah diklarifikasikan. Walaupun sidik jari bersifat
spesifik, bentuknya tidak acak. Dalam sidik jari, ada pola-pola yang dapat
diklarifikasikan sehingga untuk berbagai keperluan, misalnya pengukuran,
mudah dilakukan. Berdasarkan struktur sidik jari bersidat unik itulah sidik jari
dapat diklasifikasikan.

XVII.4. IDENTIFIKASI POTONGAN TUBUH MANUSIA (MUTILASI)


Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari
manusia atau hewan. Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-
potongan tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur,
tinggi badan, dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita,
serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa
potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti
pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan
pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin).
Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus
diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks
wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta
jaringan otot.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan
tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan
rekonstruksi wajah.Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan
sebab kematian.Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan
tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi
dengan membandingkan data antemortem.Bila terdapat foto terakhir wajah orang
tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan
menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang
dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama.Dengan
demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
Dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia.Kesalahan
penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu
dilakukan pemeriksaan serologik/ reaksi presipitin dan histologi (jumlah dan
diameter kanal-kanal havers).
Penentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada
tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya. Arkus zygomatikusdan gigi
incisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras
mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang
tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula danmetakarpal.Sedangkan tinggi
badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus
yang dibuat oleh banyak ahli. Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmaja menemukan
rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia;
§ TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684)
§ TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) + (lk 4,9526)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 322


§ TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (lk 5,0226)
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 milimeter
dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi badan perlu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah
antara laki-laki dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki
banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat
dianjurkan.(Khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah
panjang tulang yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan
untuk menilai tinggi badan.Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak
dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan
jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada
masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka
tersebut.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 323


BAB XVIII
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)

VI.1. DEFINISI
Suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya peristiwa tindak pidana
atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian.

Tugas Penyidik:
1. melakukan pengamatan/observasi TKP
2. membuat sketsa/foto
3. penanganan korban
4. penanganan terhadap pelaku/kerugian lain
5. penanganan terhadap barang bukti

KUHP pasal 20à minta bantuan dokter, apakah kasus pidana atau tidak
Jika dokter tidak mau àsanksi KUHP pasal 24

Bantuan dokter dapat berupa:


2. persiapan à permintaan tertulis atau tidak, catat tanggal permintaan, siapa peminta,
lokasi dimana, dan alat pemeriksa TKP
3. biaya à ditanggung yang meminta
4. jika korban masih hidup à
• identifikasi secara visual: pakaian secara visual terhadap perhiasan, dokumen,
kartu pengenal lainnya
• identifikasi medik à dari ujung rambut sampai kaki termasuk gigi dan
identifikasi sidik jari
5. jika korban mati à buat sketsa foto à situasi ruangan, lihat TKP (porak-poranda
atau tenang):
• identifikasi à lihat bab identifikasi
• lihat tanatologi à suhu rektal, lebam mayat, kaku mayat. (1. kulit pucat, 2.
relaksasi otot, 3. penurunan suhu, 4. perubahan mata, 5. lebam mayat, 6. kaku
mayat, 7. pembusukan)
• lihat lukanya à lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka (cm
ditulis sentimeter), sifat luka:
o tepi luka (jika ditautkan berbentuk garis atau tidak)
o sudut luka (tumpul atau tidak)
o jembatan jaringan (terpotong atau tidak)
o ada lecet atau memar di sekitar luka
o tanda: fraktur atau krepitasi tulang
o dasar luka (bersih atau tidak)
o koordinat luka
Kesan: luka akibat benda tajam/tumpul, dll
• darah
o warna merah/tidak
o tetesan, genangan, atau garis
o melihat bentuk/sifat darah à dapat diperkirakan sumber darah
§ darah bundar tepi kecil à darah jatuh vertikal jarak = 60 cm
§ darah bundar, tepi seperti jarum à darah jath vertikal jarak 60-120 cm
§ darah bundar, tepi garis seperti roda à darah jatuh secara vertikal jarak
> 120 cm
§ darah bulat lonjong à darah jatuh arahnya miring

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 324


o distribusi darah
§ dari dada ke kaki
§ bentuk genangan (bunuh diri), morat marit (pembunuhan)
o sumber
§ dari arteri (pancaran lebih jauh dan warna lebih terang)
§ darah merah berbuih à dari saluran respirasi
§ darah coklat hitam à dari saluran cerna

Tabel. 6.1 Bentuk dari bercak darah

Bentuk Bercak Arah Jatuhnya dan Deskripsinya


Jarknya
Vertikal
Sampai 60 cm Bercak bundar dengan
tepi rata
Bercak bundar dengan
tepi terdapat bundaran
kecil-kecil

Vertikal
60-120 cm Bercak bundar dengan tepi
terdapat tonjolan-tonjolan
seperti jarum

Vertikal
Diatas 120 cm
Bercak bundar dengan
tepi bergerigi seperti roda
pedati

Miring
Bervariasi dengan Bentuk lonjong seperti
kecepatan jatuhnya tanda seru atau seperti
bowling

6. identifikasi lanjutan
• ada sperma atau tidak
• pengambilan darah : jika di dinding kering à dikerok, jika pada pakaian à
digunting
• darah basah/segar à masukan termos es à kirim ke lab kriminologi
7. identifikasi lanjutan
• rambut
• sperma kering atau tidak secara visual à sinar UV
• air ludah, bekas gigitan à bisa ditentukan golongan darah
8. membuat kesimpulan di TKP
• mati wajar atau tidak
• bunuh diri à genangan darah, TKP tengang tidak morat-marit, ada luka
percobaan, luka mudah dicapai oleh korban, tidak ada luka tangkisan, pakaian
masih baik
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 325
• pembunuhan à TKP morat marit, luka multipel, ada luka yang mudah dicapai
ada yang tidak, luka di sembarang tempat, pakaian robek, ada luka tangkisan
karena perlawanan
• kecelakaan
• mati wajar à karena penyakit
Dengan melihat keadaan TKP lakukan :
1. penentuan mati wajar atau tidak
2. menentukan saat kematian
3. menentukan cara kematian/menentukan diagnosis mati

Tugas dokter di TKP à untuk membantu visum dan autopsi apakah sesuai dengan TKP
atau tidak.

Kesimpulan
Kesimpulan pada visum TKP harus berisi:
1. Perkiraan saat kematian
Ditentukan berdasarkan :
a. Lebam mayat (livor mortis)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
d. Pembusukan (decomposition)
e. Umur larva lalat yang ditemukan dalam jenazah.
2. Sebab akibat luka
Dari pemeriksaan luka dapat disimpulkan benda yang mengakibatkan luka:
• Karena persentuhan benda tumpul
• Karena persentuhan benda tajam
• Karena tembakan
• Ledakan granat dsb
Sebab kematian (cause of death) hanya dapat ditentukan secara pasti dengan
pemeriksaan luar dan dalam, jadi tubuh mayat mutlak harus diotopsi.
3. Cara Kematian (manner of death)

Gambar. Sketsa TKP yang salah

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 326


Gambar. Sketsa TKP yang benar

Tambahan dr. mursyad


Secara garis besar fungsi Tempat Kejadian Perkara
1. Menentukan berapa lama saat kematian
2. Mendiskripsikan sebab akibat kematian
3. Mencari bukti-bukti dalam Tempat Kejadian Perkara
4. Menetukan cara kematian (wajar/tidak wajar)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 327


BAB XIX

TATACARA PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK

Hubungan Antara Dokter & Pasien Dalam Kaitannya Dengan Sengketa Medik
Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan
kesehatan, yaitu hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik dan hubungan karena
adanya peraturan-perundangan.
a. Dalam hubungan karena terjadinya kontrak terpeutik, diawali dengan perjanjian
(tidak tertulis) sehingga kehendak kedua belah pihak diasumsikan terakomodasi
pada saat kesepakatan tercapai. Kesepakatan yang dicapai antara lain berupa
persetujuan tindakan medis atau malah penolakan pada sebuah rencana tindakan
medis. Bagaian yang sangat esensial dalam hubungan kontrak terapeutik adalah
komunikasi.

b. Hubungan karena peraturan-perundangan biasanya muncul karena kewajiban


yang dibebankan kepada dokter karena profesinya tanpa perlu dimintakan
persetujuan pasien. Kedua hubungan tersebut melahirkan tanggung jawab hukum,
tanggung jawab profesi dan tanggung jawab etika dari seorang dokter. Seorang
dokter atau dokter gigi yang melakukan pelanggaran dapat saja dituntut dalam
beberapa pengadilan, misalnya dalam bidang hukum ada pengadilan perdata,
pengadilan pidana dan pengadilan administratif. Selain itu dokter atau dokter gigi
juga dapat diperhadapkan pada Pengadilan Etik pada organisasi profesi (MKEK dan
MKEKG), dan Pengadilan Disiplin Profesi oleh (MKDKI). Informasi yang lengkap
dari pasien. Informasi ini diperlukan dokter untuk kepentingan asosiasi dalam
temuan dalam rangka menegakkan diagnosa dan merancang pengobatan.

Sementara itu informasi lengkap dari dokter diperlukan pasien untuk


menentukan persetujuannya dalam tindakan medis yang memenuhi standar. Dasar
adanya kewajiban dokter adalah adanya hubungan kontraktual profesional antara tenaga
medis dengan pasiennya, yang menimbulkan kewajiban umum dan kewajiban
profesional bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam
sumpah profesi,aturan etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur
operasional.
Seperti diketahui untuk dapat memperoleh kualifikasi sebagai dokter, setiap
orang harus memiliki suatu kompetensi tertentu di bidang medik dengan tingkat yang
Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 328
tertentu pula, sesuai dengan kompetensi yang harus dicapainya selama menjalani
pendidikan kedokterannya. Tingkat kompetensi tersebut bukanlah tingkat terendah dan
bukan pula tingkat tertinggi dalam kualifikasi tenaga medis yang sama, melainkan
kompetensi yang rata-rata (reasonable competence) dalam populasi dokter.
Banyak ahli berpandangan bahwa hubungan pelayanan kesehatan adalah
hubungan atas dasar kepercayaan. Pasien percaya terhadap kemampuan dokter untuk
berupaya semaksimal mungkin menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Pasien juga
percaya bahwa dokter akan berupaya semaksimal mungkin selain menyembuhkan
penyakitnya juga akan mengurangi penderitaannya.
Besarnya kepercayaan yang terbangun dalam pandangan publik inilah yang
seringkali berbuah kekecewaan ketika harapan tidak terwujud, dan inilah jalan
melahirkan konflik atau sengketa. Biasanya pemicunya adalah ketika kekecewaan
tersebut tidak di sertai komunikasi yang efektif. Jadi sekali lagi komunikasi adalah kata
kunci dalam sebab-musabab sebuah konflik atau sengketa.
Secara hukum hubungan antara dokter dan pasien berlangsung sebagai
hubungan biomedis aktif-pasif. Hubungan ini adalah hubungan pelayanan kesehatan.
(ahli lain menyebutnya sebagai hubungan medik). Dalam hubungan demikian
superioritas dokter terhadap pasien sangat dominan. Yaitu dokter aktif menemukan
sign and symphtom, membuat asosiasi dan mengambil keputusan. Dalam paradigma
lama, pasien selalu pasrah, diam dan ditentukan.
Dari sisi pandang hukum pribadi, hubungan ini tampak berat sebelah, tidak
sempurna, dan potensial melahirkan masalah. Banyak pihak beranggapan bahwa disini
terasa ada unsur pemaksaan kehendak dokter pada pasien. Alasannya walaupun
didasarkan pada keahlian khusus, komunikasi yang buruk dari dokter tetap membuka
dan memberi celah munculnya ketidak puasan pasien. Oleh karena hubungan dokter
pasien merupakan hubungan antar manusia,seyogyanya hubungan itu merupakan
hubungan yang mendekati persamaan hak antar manusia.
Dahulu bila ada masalah atau terjadi perbedaan pandangan antara
pasien/keluarga pasien dengan dokter atau rumah sakit, dokter cenderung menyalahkan
pasien atau dokter hampir selalu berada dalam posisi yang benar. Dalam berbagai teori
hal ini disebut sebagai hubungan paternalistik. Namun dalam 25 tahun terakhir, para
ahli hukum kesehatan merobah konsep ini dengan paradigma baru yang
menggambarkan hubungan yang equal antara dokter dan pasien.
Dalam konsep ini pasien memiliki hak untuk menerima atau menolak apa yang
dilakukan oleh dokter/ rumah sakit atas dirinya. Juga pasien berhak atas informasi yang

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 329


lengkap, luas dan benar tentang penyakit yang dideritanya,rencana – rencana dokter
yang akan dilakukan, resiko-resiko yang akan dihadapi bahkan juga perbandingan
dengan metode atau bentuk tindakan medis yang lain.
Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam Hukum
Kedokteran. Keduanya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan hukum.
Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan yang
obyeknya pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan pada
khususnya. Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan
hubungan antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan
akan menyebabkan ketidak harmonisan dan kesimpangsiuran.
Seorang dokter mungkin saja telah bersikap dan berkomunikasi dengan baik,
membuat keputusan medik dengan cemerlang dan/atau telah melakukan tindakan
diagnostik dan terapi yang sesuai standar, namun kesemuanya tidak akan memiliki arti
dalam pembelaannya apabila tidak ada rekam medis yang baik.
Rekam medis yang baik adalah rekam medis yang memuat semua informasi
yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan dan
tindakan dokter, komunikasi antar tenaga medis / kesehatan, informed consent, dan lain-
lain, serta informasi lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari yang disusun secara
berurutan kronologis.
Rekam medis dapat digunakan sebagai alat pembuktian adanya kelalaian medis,
namun juga dapat digunakan untuk membuktikan bahwa seluruh proses penanganan dan
tindakan medis yang dilakukan dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
standar profesi dan standarprosedur operasional atau berarti bahwa kelalaian medis
tersebut tidak terjadi.
Sengketa Medik dan Tatacara Penyelesaiannya
Sengketa medic adalah sengketa yang terjadi antara pasien atau keluarga pasien
dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah sakit /fasilitas kesehatan.
Biasanya yang dipersengketakan adalah hasil atau hasil akhir pelayanan kesehatan
dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan prosesnya. Padahal dalam hukum
kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan kesehatan saat
memberikan pelayanan hanya bertanggung jawab atas proses atau upaya yang dilakukan
(Inspanning Verbintennis) dan tidak menjamin/ menggaransi hasil akhir (Resultalte
Verbintennis).

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 330


Secara garis besar, penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui proses
peradilan (litigasi) dan diluar proses peradilan (non litigasi).
a. Proses Ligitasi
Secara garis besar, perkara yang masuk dalam lingkup peradilan umum adalah
perkara pidana dan perkara perdata. Dari sudut pandang hukum, profesi tenaga
kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum
pidana, maupun hukum administrasi. Tanggung jawab dari segi hukum administratif,
tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila
melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya,

Tindakan administratif dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan


1. melalaikan kewajiban;

2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;

3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;

4. melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.

Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Kesehatan
Pasal 188 yang menegaskan sebagaimana berikut :
(1) Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.

(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) kepada lembaga pemerintah nonkementerian, kepala dinas provinsi, atau
kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan.

(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. peringatan secara tertulis;

b. pencabutan izin sementara atau izin tetap.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan administratif
sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 331


Tanggung gugat dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW
(Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan
kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau
keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW atau
dikenal dengan konsep perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), yang
mengatur sebagai berikut:
“ Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang
lain,mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Adapun unsur-unsur dalam Pasal 1365 BW tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ada Suatu Perbuatan

2. Perbuatan Itu Melanggar Hukum

3. Ada Kesalahan dari Pelaku

4. Ada Kerugian Korban

5. Ada Hubungan Kausal antara Perbuatan dan Kerugian.

Unsur perbuatan melanggar hukum dalam Pasal 1365 BW tersebut, menurut para ahli
hukum diuraikan sebagai berikut :
a. Perbuatan melanggar undang-undang

b. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hokum

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden )

Dari segi hukum pidana, seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal
359 jo 361 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut
dikenakan kepada seseorang dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian yang
karena kealpaannya atau kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain
(pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia, diancam dengan pidana penjara
selama lima tahun dan pidana tersebut dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut
haknya untuk menjalankan profesinya tersebut. Untuk mengetahui ada tidaknya unsur
kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 332


menurut prosedur hukum pidana. Unsur kealpaan/ kelalaian tersebut dibedakan menjadi
tiga tingkatan yaitu :

1. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius,


sembrono (gross fault or neglect)

2. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect

b. Proses Non Ligitasi

Penyelesaian sengketa diluar proses peradilan (non litigasi) dapat diselesaikan


melalui mekanisme ADR ( Alternative Dispute Resolution ) diantaranya melalui proses
mediasi, konsiliasi, maupun arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui ADR ini lebih mengedepankan tujuan dari
penyelesaian sengketa yaitu win-win solution yang sama-sama menguntungkan para
pihak dan hasil putusannya dapat diterima para pihak. Pasien selaku konsumen dapat
mengajukan gugatan ganti rugi dengan mekanisme ADR tersebut melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Upaya penyelesaian sengketa tersebut terlebih dahulu diselesaikan melalui


mekanisme mediasi sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Kesehatan
yang menegaskan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi.

Pasien dapat megajukan gugatan kerugian secara perdata ke pengadilan, selain


mengadukan dokter atau dokter gigi yang diduga lalai malpraktik ke MKDKI (Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) sesuai pasal 66 UU No. 29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran..

- Konflik muncul apabila terjadi pertentangan kehendak dan dapat muncul kapan saja.
- Konflik tidak akan muncul apabil kedua pihak tidak mempermasalahkan suatu hal.
Tidak semua konflik berakhir dengan serius, konflik dapat menjadi tidak
berkembang apabila kedua pihak menerima apa yang telah terjadi.
Sengketa Medik:
- Melibatkan tenaga medis dalam sengketa, salah satu pihaknya yaitu dokter.
- Merupakan kata-kata yang pertama keluar sebelum malpraktik
- Batasan: saat kontrak terapeutik dokter dan pasien karena::

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 333


1. Lahir karena perikatan à inspanning verbentenis, resultant verbentenis
2. Lahir karena ada UU

ADR (Alternative Dispute Resolution):


1. Arbitrase à ingin berdamai (menunjuk orang yang dipilih dan yang paling bijak
untuk memutuskan)
2. Mediasi à putusan oleh kedua pihak (ada mediator)
- Win-win solution
- Win-lose solution: jika litigasi
3. Negosiasi à tidak ada pihak ketiga
4. Konsiliasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG

PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Kedua

Pengaduan

Pasal 66

(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

a. identitas pengadu;

b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan

c. alasan pengaduan.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 334


(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan
hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan

Pasal 67

Majelis Kehormatan Disiplin KedokteranIndonesia memeriksa dan memberikan


keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 68

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin


Kedokteran Indonesia meneruskanpengaduan pada organisasi profesi.

Bagian Keempat

Keputusan

Pasal 69

(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,


dokter gigi, dan KonsilKedokteran Indonesia.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak
bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

a. pemberian peringatan tertulis;

b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;


dan/atau

c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan


kedokteran atau kedokteran gigi.

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 335


Bagian Kelima

Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan
tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 336


BAB XX
PSIKIATRI FORENSIK

Psikiatri forensik merupakan psikiatri untuk menegakkan keadilan /


proses dalam tahapan peradilan. Psikoterapi forensik dapat digunakan
untuk memberi terapi (diperbolehkan untuk memberikan obat).

Tolak Ukur Jiwa: Yaitu kewarasan dan usia

4 Hal untuk membuat perjanjian:


1. Kesepakatan
2. Cakap à dalam hal jiwa, mampu menerima hak dan kewajiban (berakal)
3. Ada hal yang dijanjikan
4. Halal

Kasus yang perlu psikiatri forensik:


- Kasus pembunuhan (mengakui, tidak takut hokum, berulang, tidak
menutup-nutupi)
- Tindak pidana berat (mutilasi)
- KDRT (weird to do sex activities)
- Kerahasiaan (tidak bisa menjaga)
- Komunikasi pribadi (kedua orang setuju akan apa yang dilakukan)

Pemeriksaan dan pelaporan:


1. Pemeriksaan Psikiatri
- Pra peradilan: diperlukan keterangan orang yang cakap / sehat mental
- Peradilan à orang tersebut harus kompeten untuk memberikan
keterangan, dan memahami keterangan saksi.
- Pasca Persidangan à ada dua pilihan, yaitu apakah masuk penjara atau
masuk RSJ

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 337


Hukum McNaughten:
- Bila gangguan jiwa, maka akan dimaafkan
- Dasar-dasar:
1. Semua orang dianggap waras sampai terbukti tidak waras
2. Gangguan jiwa harus terbukti pada saat melakukan criminal
3. Bila terjawab ada alasan kriminal (merasa bersalah, mengetahui
apa yang dilakukan)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 338


BAB XXI
SURAT KEMATIAN

Tujuan surat kematian : Dipakai untuk transfortasi jenazah


1. Antar kabupaten
a. Surat kematian/ blanko surat kematian
b. Surat serah terima jenazah
c. Surat penyakit menular/tidak
d. Surat pemakaman jenazah
2. Antar provinsi
a. Surat kematian/ blanko surat kematian
b. Surat serah terima jenazah
c. Surat penyakit menular/tidak
d. Surat pemakaman jenazah
e. Surat rekomendasi dinas kesehatan tingkat 2 atau kota
f. Surat rekomendasi satuan lantas
3. Antar Negara
a. Surat kematian/ blanko surat kematian
b. Surat serah terima jenazah
c. Surat penyakit menular/tidak
d. Surat pemakaman jenazah
e. Surat rekomendasi dinas kesehatan tingkat 2 atau kota
f. Surat rekomendasi satuan lantas
g. Syarat pada peti
h. Syarat pada jenazah
i. Syarat pada surat

Syarat jenazah : Harus di rawat sesuai agama jenazah


Harus diawatkan/ lpnsefasi n
Syarat peti :

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 339


a. logam (untuk lapisan pertama)
b. kayu (jenis tergantung biaya, jarak 10-15 mm antar skrop )
c. kayu (peti biasa)

syarat surat :
- Rekomendasi walikota/ gubernur/ kepala daerah
- Hasil otopsi singkat
- Surat lanjutan jenazah
- Formulir internasional (diketik dalam Bahasa inggris)

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 340


Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 341
Gambar 1. Kaku mayat (rigor mortis)
dimulai 1-2 jam sesudah kematian dan
menetap hingga 10-12 jam pada suhu
75oF
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 2. Lebam Mayat ( Livor


Mortis)
Lebam mayat ini akan menetap setelah 8-10
jam
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 342


Gambar 3. Lebam Mayat ( Livor Mortis)
Lebam mayat terkadan mirip dengan luka, dapat
dibedakan dengan melakukan insisi, pada insisi
lebam mayat tidak ditemukan darah maupun
bekuan darah
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 4. Pembusukan
(Decomposition)
Pembusukan dapat diawali dengan kulit
yang berubah menjadi hijau dan tampak
perut mengembung karena ada nya
penumpukan gas-gas yang dibentuk oleh
bakteri
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 5. Pembusukan
(Decomposition)
Adanya peningkatan tekanan organ
dalam mengakibatkan keluarnya dara
dari lubang hidung dan mulut, sehingga
harus dibedakan dengan adanya
trauma.
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 343


Gambar 6. Adipocere
Terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat,
asam stearat, asam oleat) dihidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh
yang relatif padat.
Syarat terjadinya: suhu rendah, kelembaban tinggi, lemak cukup,
aliran udara rendah, waktu yang lama

Gambar 7. Mummifikasi
Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan.
Pada mummifikasi tidak terjadi pembusukan, mayatmengecil,
kulit padat hitam seperti kertas perkamen, struktur anatomi
masih lengkap sampai bertahun-tahun

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 344


\
Gambar 8. Rembesan Darah
Adanya gambaran resapan darah yang
berasal dari fraktur tengkorak kepala
dibedakan dengan memar jika tidak bekas
luka disekitar mata
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 9. Pendarahan
Adanya gambaran resapan darah
yangberasal dari pendarahan multipel dari
bawah kulit kepala
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 10. Fraktur basis kranii


Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 345


Gambar 11 .Perdarahan
Subarachnoid
Dapat segera dilihat setelah dibuka
tulang kepala dan durameter
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 12. Ruptur cerebral


aneurisma
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 13. Perdarahan epidural


Darah terakumulasi di luar durameter
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 346


Gambar 14. Perdarahan
subdural
Darah terakumulasi dibawah
durameter
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 15. Kontusi cerebral


Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 16. Fraktur depresi


yang membentuk pola bulat
karena kekerasan benda tumpul
(Palu)
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 347


Gambar 17. Luka tembak
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 18. Luka tembak


Kiri (luka masuk)tepi lebih
reguler, kanan (luka keluar)tepi
ireguler
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 19. Luka tembak


Pada luka tembak warna merah
diakibatkan adanya karbon
monoksida pada luka masuk
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 348


Gambar 20. Gantung diri
Lebam pada gantung diri tekonsentrasi pada daerah ekstemitas
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 21. Tardieu spot pada


Gantung diri
Tardieu spot di akibat kan
pecahnya kapiler-kapiler pad
kaki
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 349


Gambar 22. Gantung diri
Jejas jerat sesuai dengan pola
penggantung (tali)
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 23. Gantung diri


Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 24. Gantung


diri
Terdapat
pendarahan pada
trakea akibat
strangulasi
Source: Color Atlas of
Forensic Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 350


Gambar 25. Pencekikan
Terdapat pendarahan pada
lidah akibat pencekikan
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

Gambar 26. Luka bakar


Kematian pada luka bakar yang diakibatkan keracunan karbon
monoksida kulit berubah menjadi merah dibedakan dengan kulit
yang menjadi merah akibat luka bakar langsung
Source: Color Atlas of Forensic Pathology

Roman’s Ed. 37th . Edited by XXVIII-A 351

Anda mungkin juga menyukai