Anda di halaman 1dari 41

Mayat seorang laki-laki

ditemukan membusuk
dengan posisi
tertelungkup.

Rozma Connica Bertha Ompusunggu*


102009251
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat korespondensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

*Email : saiiacha@gmail.com

Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang llmu kedokteran yang memberikan
bantuan kepada penyidik untuk mendapatkan salah satu alat bukti untuk perkara pidana maupun
perkara perdata. Alat bukti tersebut berupa pemeriksaan terhadap korban maupun benda yang
haslnya dituangkan dalam Visum et Repertum, atau KUHAP. Visum et Repertum dibuat oleh
dokter berdasarkan sumpah, tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang
diperiksa menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang
terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta ketertaitan antara tindakan yang satu dengan
yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.

1
Pembahasan

Scenario 1

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat
ke sebuah dahan pohon perdu setingggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher
memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusu, namun masih
dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah
ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.

Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu
daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.

A. Prosedur medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

2
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.

Pasal 134 KUHAP


(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya


Pasal 183 KUHAP

3
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah
di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, diseai dengan alasan yang
jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata lakasana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliaannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya

4
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yan lain

III.Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter


Pasal 216 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.
Pasal 222 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP

Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-
undang ia harus melakukannnya:

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.


2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

5
Pasal 522 KUHP

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.

IV. Rahasia Jabatan Dan Pembuatan Ska/ V Et R


Pasal 1 PP No 10/1966

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10/1966

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal
3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini
menentukan lain.

Pasal 3 PP No 10/1966

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.


b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.3

Pasal 5 PP No 10/1966

6
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 322 KUHP

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.

Pasal 48 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.1

B. Aspek Hukum
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.
Pasal 340 KUHP

7
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
Pasal 351 KUHP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 354 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.2

C. Pemeriksaan medis
Identifikasi forensic

Menentukan identitas korban seperti halnya identitas pada tersangka pelaku kejahatan
merupakan bagian yang terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas
dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.

Penentuan identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut:

a. Visual. Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk lanjut.

b. Dokumen. KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang laki-laki
lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas seorang wanita,

8
terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang dapat terlempat dan
sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi pada laki-laki yang mempunyai
kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya.

c. Perhiasan. Merupakan metode identifikasi yang baik, walupun tubuh korban telah rusak
atau hangus. Inisial yang tedapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si pemberi
cincin tersebut, dengan demikian dapa diketahui pula identitas korban, Dalam penentuan
identifikasi dengan metode ini tidak jarang diperlukan keahlian dari seorang yang memang ahli
di bidang tersebut.

d. Pakaian. Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti model,
bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk siapa pemilik
pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.

e. Medis. Merupakan motode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical record,
ante-mortem record), yang baik. Jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi dan berat badan serta
warna rambut dan mata diklasifikasi dalam tanda medis yang umum. Sedangkan yang sifatnya
lebih khusus adalah bentuk cacat fisik, bekas operasi, tumor, tatoo, dan lain sebagainya.
Dengan metode ini dapat dibantu dengan pemeriksaan radiologis (rontgen foto), umpamanya
untuk membantu perkiraan umur, adanya benda asing dan bekas patah tulang.

f. Gigi. Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam prakteknya
hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran forensik khususnya
patologi Forensik. Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan
bentuk gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada ante-mortem
record. Gigi dapat juga dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan umur serta kebiasaan/
pekerjaan dan kadang-kadang golongan suka tertentu.

g. Sidik jari. Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena
sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada kasus saudara
kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusak/ membusuknya tubuh. Penggunaan
sidik jari untuk memnetukan identitas seseorang tentunya baru dapat bila orang tersebut

9
sebelumnya sudah diambil sidik jarinya. Akan tetapi walaupun datanya tidak ada pengambilan
sidik jari pada korban tetap bermanfaat yaitu dengan membandingkan sidik jari yang mungkin
tertinggal pada alat-alat yang di ruamh korba (latent print); sedangkan pada kasus pembunuhan
latent print yang ada pada senjata dapat membuat si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau
mengelak dari tuduhan bahwa ia telah melakukan pembunuhan.

h. Serologi. Prinsipnya ialah dengan menentukan golongan darah, dimana pada umumnya
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan cairan tubuh
lainnya

i. Ekslusi. Cara ini dipakai biasanya pada kasus kecelakaan masal, seperti pada kasus
kecelakaan pesawat terbang. Dari 5 korban telah dapat diidentifikasi sebanyak 49 korban,
maka sisanya tentulah korban yang sesuai dengan daftar penumpang. Cara ini akan
memberikan hasil yang baik dalam arti ketepatan bila antemortem records yang adamemang
baik.3

Tanatologi

Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi. Tanatologi berasal dari kata
thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos ilmu. Tanatologi adalah bagian dari
ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal
beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati
serebral dan mati otak (mati batang otak).3
1. Mati somatis (mati klinis)
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf
pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irre-versible). Secara
klinis tidak ditemukan refleksrefleks, EEG menda-tar, nadi tidak teraba, denyut jantung
tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada
auskultasi.
2. Mati suri (suspended animation apparent death)

10
Adalah terhentinya ketiga sistim kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau ja-ringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga
terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan
ini penting dalam transplantasi organ.
4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak
dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat.

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini
pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah
berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan
relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.

Tanda Pasti Kematian


Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang ini
mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat
kematian ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa
dengan elektro-ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan waktunya tanda
kematian dibagi menjadi 3, yaitu:
Tanda yang segera dikenali setelah kematian.
 Berhentinya sirkulasi darah.
 Berhentinya pernafasan.
Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:
a. Penurunan Temperatur Tubuh (algor Mortis)

11
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat
tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat


1. Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan orang
dewasa.
2. Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat dibandingkan
pria karena jaringan lemaknya lebih banyak.
3. Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa ventilasi
kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika mayat berada pada
tempat terbuka dengan ventilasi yang cukup.
4. Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak berpakaian.
5. Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu badan yang
lebih cepat.
6. Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang lebih cepat.

b. Lebam Mayat (Livor Mortis)


Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh yang
tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan.Setelah
seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan berkumpul
sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu
sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit
menjadi gelap. Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam
mayat ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat.
Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain.
Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan karena
pembunuhan atau bunuh diri.

12
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian :
• Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
• Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
• Merah gelap menunjukkan asfiksia
• Biru menunjukkan keracunan nitrit
• Coklat menandakan keracunan aniline

c. Kaku Mayat (Rigor Mortis)


Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :
1. Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)
Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot
masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring
rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
2. Kaku Mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung
setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot
menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata,
bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen
bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat
menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi
sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18 -
36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh
karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis,
sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin
(protein otot).
3. Periode Relaksasi Sekunder
Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan
protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan
juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung sehingga
sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder.

13
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat
1. Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan
lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan
cepat terjadi dan berlangsung lebih lama.
2. Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak
lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru tampat pada
bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur)
3. Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat
terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama.
4. Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di
mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum
meninggal keadaan otot sudah lemah.

Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:


a. Proses Pembusukan
Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri berupa
warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi
sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian depan
genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka warnanya
menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam
pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti
dengan pembengkakan mayat. Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses
keluar. Lidah juga terjulur. Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat
keluar dari rongga mulut. Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas
pembusukan. Gas ini bisa terkumpul pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip
dengan korban sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan
kulit.
Lepuhan Kulit (blister)

14
Mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup mudah dikelupas. Di
mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit mengandung albumin. Jika
pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul akan menarik lalat untuk
hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24
jam telur akan menetas menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5
hari, belatung ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat
dewasa. Pada tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga
tampak dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah
dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di
kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi lunak,
rapuh dan berwarna kecoklatan.4
Organ Tubuh Bagian Dalam
Organ tubuh bagian dalam juga mengalami perubahan. Bentuk perubahan sama seperti
diatas, jaringan-jaringan menjadi berwarna kecoklatan. Ada yang cepat membusuk dan ada
yang lambat.
Jaringan yang cepat membusuk :
 Laring, trakea, lambung, usus halus,
 Otak terutama pada anak-anak, hati dan limpa
Jaringan yang lambat membusuk :
 Jantung, paru
 Ginjal Prostat, uterus non gravid

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan.


a. Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah antara 700F
sampai 1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur 1000F dan dibawah 700F,
dan berhenti dibawah 320 F atau diatas 2120F .
b. Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih lambat
didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.
c. Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.
d. Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk.
Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc (seng) dan

15
golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena penyakit kronis lebih
cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat. 3,4

b) Adiposera
Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa.
Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan subtansi yang mirip
seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat
tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses hidrolisa dan
hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim bakteri dan air sangat penting untuk
berlangsungnya proses tersebut. Dengan demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada
mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposera ini juga
bervariasi, mulai dari 1 minggu sampai 10 minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposere
adalah dapat menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah). 3,4

c) Mummifikasi
Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-bagian
tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih
tahan dari pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini
terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak begitu dalam
dan angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh. Lama
terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun. Kepentingan
medikolegal dari mummfikasi adalah dapat menunjukkan tempat kematian (kering, panas
atau tempat basah). 3,4
Pemeriksaan Autopsi Forensik

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian
serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.5

a. Pemeriksaan luar

16
Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah :
1. Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi
di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Penutup mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
3. Bungkus mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila
ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan
pada saat tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

17
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
10. Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai
ke akarnya, paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut
ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
11. Pemeriksaan mata
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 
13. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
14. Pemeriksaan leher
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.
Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-
lain
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

18
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam
luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis
dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis
tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis
mendatar melalui pusat. 
18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.5

b. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :
 Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu
melingkari pusat.
 Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.
 Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal
ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. 
2. Bentuk
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan
yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang
susah menunjukkan kohesi yang kuat.

19
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-
abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.
Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa
merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa
dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Insisi pada
masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
1. Dada :
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya
dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal
diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung
pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan
dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.
Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian
diukur. Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru,
bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong
sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis
dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi
yang lainnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50
cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi
kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi
di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat
perikardium.
i. Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior
sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan
melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong.
Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks

20
dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum. Ujung pisau dimasukkan ke
vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong.
Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian
ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot
jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung
sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen
ovale, septum interventrikulorum. Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam
sepanjang
4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di
pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan
septum interventrikulorum.
ii. Paru-paru : 
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh
darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan
gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris
longitudinal dari apeks ke basis.

2. Perut :
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum
diikat ganda kemudian dipotong. Limpa pula dipotong di hilus, diiris longitudinal,
perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
i. Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda
dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat
diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati
dilepaskan terlebih dahulu. Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke
duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian.
Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan
gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu
dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu. Buluh kelenjar ludah diperut dibuka
dari papila Vater ke pancreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-

21
potong transversal. Pada hati perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan,
kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar dibuka dengan
gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

ii. Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine


Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi
lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus,
kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum
dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan
dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian
dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk
dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking
dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan
kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis. Anak ginjal dipotong
transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter
dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan
perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan
kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan
dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal,
perhatikan besarnya penampang. Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus
dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli
semineferi dapat ditarik seperti benang.

3. Leher :
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu
unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus
pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. 

4. Kepala :

22
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau
menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian
dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan
menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa
ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas
mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong
pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata.
Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.
Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal,
terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar
setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.5

Pemeriksaan Leher Akibat Penjeratan


A. Perbedaan antara penjeratan postmotem atau antemortem 4

Penjeratan postmortem Penjeratan antemortem

Tanda-tanda post-mortem menunjukkan Tanda-tanda penggantungan antemortem


kematian yang bukan disebabkan bervariasi. Tergantung dari cara kematian
penggantungan. korban.
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran
lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler terputus (non-continuous) dan letaknya pada
dan letaknya pada bagian leher tidak begitu leher bagian atas.
tinggi.
Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada
dengan kuat dan diletakkan pada bagian sisi leher.
depan leher.

23
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi
tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat dari jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di
terdapat pada bagian tubuh yang atas jejas jerat dan pada tungkai bawah.
menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal.
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba
begitu jelas. seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi.
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-
lain-lain tergantung dari penyebab kematian. lain sangat jelas terlihat terutama jika
kematian karena asfiksia.
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak Wajah membengkak dan mata mengalami
terdapat, kecuali jika penyebab kematian kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
adalah pencekikan (strangulasi) atau gambaran pembuluh dara vena yang jelas
sufokasi. pada bagian kening dan dahi.

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali.
kematian akibat pencekikan.
Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
ada. Pengeluaran feses juga tidak ada cairan sperma sering terjadinpada korban
pria. Demikian juga sering ditemukan
keluarnya feses
Air liur tidak ditemukan yang menetes pada Air liur. Ditemukan menetes dari sudut
kasus selain kasus penggantungan mulut, dengan arah yang vertikal menuju
dada. Hal ini merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem

B. Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher


Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan yang
minimal pun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan penggantungan.
Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.

24
 Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa,
sampai ke simpisis os pubis.
 Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
 Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior, vv.pulmonalis,
a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.
 Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
 Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan bersih
dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah,
ke arah rongga dada; dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.

C. Autopsi pada Kasus Kematian Akibat Asfiksia Mekanik –Penjeratan


Pada pemeriksaan mayat, umunya akan ditemukan tanda kematian akibat asfiksia berupa lebam
mayat yang gelap dan luas, pembendungan pada bola mata, busa halus pada lubang hidung,
mulut dan saluran pernafasan, perbendungan pada alat-alat dalam serta bintik pendarahan
Tardieu. Pada kasus penjeratan, kadangkala masih ditemukan jerat pada leher korban. Jerat
harus diperlakukan sebagai bahan bukti dan dilepaskan dari leher korban dengan jalan
menggunting secara miring pada jerat, di tempat yang paling jauh dengan simpul sehingga
simpul pada jerat tetap utuh. Jerat selalunya berjalan horizontal/mendatar dan letaknya rendah.
Jerat ini meninggalkan jejas jerat berupa luka lecet jenis tekan yang melingkari leher. Catat
keadaan jejas jerat dengan teliti dengan menyebutkan arah, lebar serta letak jerat yang tepat.
Perhatikan apakah jejas jerat menunjukan pola/pattern tertentu sesuai dengan permukaan yang
bersentuhan dengan kulit leher. Pada umumnya dikatakan simpul mati ditemukan pada kasus
pembunuhan sedangkan simpul hidup ditemukan pada kasus bunuh diri. Namun pengecualian
sering terjadi. 3

Pemeriksaan Luka Akibat Kekerasan Tajam


Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus mengungkapkan hal-hal
seperti:

a) Penyebab luka

25
- Memeperhatikan morfologi luka yang sringkali member petunjuk tentang benda yang
mengenai tubuh

b) Arah kekerasan

- Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting untuk
rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh, perlu ditentukan
arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.

c) Cara terjadinya luka

- Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka akibat
pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka atau daerah tertutup
seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali juga ditemukan luka tangkis pada
korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka lebih ditemukan di daerah yang terbuka
disbanding daerah tertutup. Pada korban bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka
percobaan atau tentative wounds yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.3

d) Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati

- Pada korban kekerasan harus dibuktikan bahwa kematian terjadi semata-mata akibat
kekerasan yang menyebabkan luka. Harus juga dipastikan luka yang ditemukan adalah luka
intravital yaitu yang terjadi sewaktu korban masih hidup. Tanda intravitalitas luka berupa
reaksi jaringan terhadap luka seperti resapan darah, proses penyembuhan luka, sebukan sel
radang dan lain-lain perlu diperhatikan.3

e) Pemeriksaan intravital (perlukaan yang terjadi saat korban masih hidpu atau sesudah mati)

Pada bagian luka, sedikit jaringan diambil kemudian dibuat preparat supaya dapat dilihat
dengan mikroskop. Dengan menggunakan mikroskopik, akan terlihat :

 Perlukaan intravital positif : adanya reaksi radang pada luka


 Perlukaan intravital negatif : tidak adannya reaksi radang pada luka.

26
Reaksi radang itu adalah apabila sel darah merah didapati menyebar, sebukan sel radang akut
atau polimonuclear terdapat pada jaringan. Selain itu didapati jugak migrasi sel perisit dari
dinding kapiler ke jaringan sekitar/parenkim dengan perwarnaan Toludine Blue.

 Kematian akibat pembunuhan menggunakan kekerasan

Pada kasus pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tajam, luka harus dilukis dengan baik
dan diperhatikan bentuk luka, tepi luk, sudut luka, keadaan sekitar luka dan lokasi luka. Dilihat
juga kemungkinan terdapatnya luka tangkis di daerah ekstensor lengan bawah serta telapak
tangan. Biasanya terdapat beberapa buah luka yang distribusinya tidak teratur pada kasus
pembunuhan dengan kekerasan tajam. Pembunuhan dengan menggunakan kekerasan tumpul
dapat menimbulkan luka berbentuk luka memar, luka lecet maupun luka robek. Perlu juga
diperhatikan adanya atau luka tangkis. Pada pembunuhan dengan senjata api pula dapat
ditemukan luka tembak masuk jarak dekat, sangat dekat atau luka tembak masuk jarak jauh dan
luka tembak temple. 3

 Bunuh diri dengan kekerasan

Seseorang yang bunuh diri dengan benda tajam seringkali ditemukan luka bunuh diri yang
mengelompok pada tempat tertentu seperti pergelangan tangan, leher atau daerah prekordial.
Luka-luka sering berupa beberapa buah luka percobaan dengan satu luka yang mematikan. 3

Traumatologi

Traumatologi (kecederaan) adalah putusnya atau rusaknya kontinyuitas jaringan akibat trauma /
injury.

Trauma Tajam
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka yang
dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :
 Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena
gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan

27
kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan
jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah
tepinya yang rata.
 Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di
atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam,
sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya
tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan elastis
dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata.
Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area
tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek.
Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi
korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi
tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1.     Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2.     Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3.     Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4.     Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada

28
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5.     Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
 
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan. Panjang saluran
luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Harus diingat
bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi
membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih
pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk
memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan
adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari
beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman
biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang
rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat
melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau
patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung
pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya. 3
 Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan
instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang.
Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang
disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata.
Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh
instrument tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat.
Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat
penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang
diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang

29
tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan,
sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis.
Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah
luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan
instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi
lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu
dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya
melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan
pergeseran tulang, umumnya didekat kaki-kaki luka bacok. 3
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat
mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk
dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali
tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es,
awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Sebagimana telah
didiskusikan pada pembahasan luka tembak, bentuk alami terpotongnya arteri besar dan
jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan
kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka tusuk,
lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai jarak jauh,
pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam gelas, botol
pecah, dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata untuk merobek atau
menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat digunakan sebagai senjata yang
mematikan. 3
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh instrumen
tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua atau sejata sejenis
digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam atau robekan dengan
kaki-kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali menyebabkan salah satu kaki luka
bersudut tajam dan yang satunya tumpul. Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat
memeberi perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat
penting nilainya apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka

30
secara lebih akurat untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk
menilai apakah senjata benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya.
Beberapa individu yang menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit
bagian pakaiannya sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak
adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area
yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal. 3
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan memiliki
ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi dangkal, luka tusuk
atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh
diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam
di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal
didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok
superfisial di kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan
kesadaran dan/atau kematian.
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka
jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari
korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan
menggenggam bilah dari instrumen tajam.3
Jelas bahwa ”tanda percobaan” merupakan ciri khas bunuh diri dan ”tanda perlawanan”
menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat
ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus
pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula, meskipun jarang, menjadi
tanda perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan
dan percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan
seksama.

D. Interpretasi temuan
a. Menentukan kematian atau memperkirakan cara kematian korban
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat dilakukan

31
dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan
maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan atau menentukan
cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas mengenai berbagai hal yang
dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan pemeriksaan di TKP.1,4

Dalam ilmu kedokteran forensic dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku, yaitu;

1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan
karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit jantung, karena
perdarahan otak dank arena tuberkulosa.
2. Tidak wajar (un-natural death), yang dapat dibagi menjadi :
 Kecelakaan
 Bunuh diri
 Pembunuh
3. Tidak dapat ditentukan (un-determined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah sedemikan
rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat dilihat dan
ditemukan lagi.1,6

b. Memperkirakan saat kematian


Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara pasti
sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui dari:
1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan
segala keterbatasannya.
2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal yang
tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur, debu pada lantai dan
alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya ini dapat dilakukan baik oleh
penyidik.
3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah:
 Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh akan
menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar dikatakan bahwa

32
tubuh akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin besar perbedaan antara
suhu tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka semakin cepat pula tubuh akan
kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh intensitas dan
kuantitas dari aliran atau pergerakan udara. Kematian karena perdarahan otak,
kerusakan jaringan otak, perjeratan dan infeksi akan selalu didahului oleh
peningkatan suhu. Lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang
dikenankan pada saat kematian pula mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh.
Selain pengurun suhu rectal, dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari alat-alat
dalam tubuh seperti hati atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat pembedahan
mayat.
 Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas maksimal
tercapai pada 8-12 jam post mortal.
 Kaku mayat terdapat sekitar 2 jam post mortal dan maksimal 10-12 jam post mortal
dan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam mulai menghilang kembali sesuai
urutan terdapatnya kaku mayat.
 Pembusukan, kecepatan pembusukan pada mayat berbeda-beda tergantung berbagai
faktor, diantaranya factor lingkungan. Pembusukan mayat dimulai 48 jam setelah
kematian, dengan diawali oleh timbulnya warna hijau kemerah-merahan pada dinding
perut bagian bawah.1,6

c. Menentukan sebab kematian


Untuk dapat menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan
pembedahan mayat (autopsy, otopsi), dengan atau tanpa pemeriksaan tambahn seperti
pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain
sebaginya tergantung kasus yang dihadapi.
Tanpa pembedahan mayat tidak mungkin dapat ditentukan sebab kematian secara pasti.
Perkiraan sebab kematian dapat dimungkinkan dari pengamatan yang teliti kelainan-
kelainan yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan luar.
Jadi tanpa pembedahan mayat perkiraan sebab kematian dapat diketahui dengan menilai
sifat luka, lokasi serta derajat berat ringannya kerusakan korban. Misalnya ada luka tembak

33
dikepala korban sedang pada bagian tubuh lainnya hanya ditemukan luka lecet kecil-kecil,
perkiraan sebab kematian dalam hal ini  adalah karena tembakan senjata api.

Contoh sebab kematian :

- Karena tusukan benda tajam


- Karena tembakan senjata api
- Karena pencekikan
- Karena keracunan morfin
- Karena tenggelam
- Karena terbakar
- Karena kekerasan benda tumpul
Sebab kematian jangan dikacaukan atau disalahartikan dengan mekanisme kematian.
Sebab kematian ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban,
sedangkan mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya
tertembak atau tenggelam. Mekanisme kematian, misalnya : karena perdarahan, hancurnya
jaringan otak atau karena refleks vagal.1

E. Visum et repartum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia,
baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang berwenang (atau
hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan
sumpah, untuk kepentingan peradilan. Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu: 3,4

 Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan


- Untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut.
 Visum et Repertum Kejahatan Susila
- Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada
dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP
seperti pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, persetubuhan
dengan wanita yang belum cukup umur.

34
 Visum et Repertum Psikiatrik
- Dibuat oleh dokter spesialis psikiatri di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
- Bukan hanya untuk orang yang menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang
yang retardasi mental.
- Diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban
sebagaimana visum et repertum lainnya.
- Menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia
 Visum et Repertum Jenazah
- Korban mati akibat tindak pidana atau dugaan tindak pidana.
- Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, selain jenis luka atau
kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan saat kematian.
- Dalam Visum et Repertum jenazah, jenazah yang diminta visum et repertumnya harus
diberi label yang memuat identitas mayat, diberikan cap jabatan yang diikat pada ibu jari
kaki atau bagian tubuh lainnya. Dalam surat permintaan visumnya harus jelas tertulis
jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah atau
pemeriksaan autopsi.
- Autopsi hanya dilakukan dengan keizinan keluarga korban dan penyidik wajib
memberitahu keluarga korban dan terangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Apabila
seluruh pemeriksaan yang diminta penyidik selesai dilakukan, jenazah boleh dibawa
keluar dari institut kesehatan dengan surat keterangan kematian.

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.

35
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian
ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.Bagi
penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.

Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan
didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur
Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et
repertum.

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:

 Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.


 Bernomor, bertanggal dan bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”.
 Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
 Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatannya serta dibubuhi stempel instansi tersebut.

Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap yaitu:

1. Kata Pro justitia, yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa Visum et
Repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et Repertum tidak membutuhkan
materai untuk dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang peradilan yang mempunyai
kekuatan hukum.

2. Bagian Pendahuluan. Kata “pendahuluan” sendiri tidak ditulis di dalam Visum et


Repertum, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini
menerangkan nama dokter pembuat Visum et Repertum dan institusi kesehatannya, instansi
penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan serta identitas korban yang diperiksa.

36
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah sesuai
dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat permintaan Visum et Repertum. Bila terdapat
ketidaksesuaian identitas korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien
yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasan dari penyidik.

3. Bagian pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan” dan berisi hasil
pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan
dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/
perawatan.

Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam
yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut,

Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti, berupa perlukaan/
keadaan kesehatan/ sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil
pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak
dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.

4. Bagian Kesimpulan. Bagian ini berjudul ‘Kesimpulan” dan berisi pendapat dokter
berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/ cedera yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derejat perlukaan atau sebab kematiannya.

Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan
perkiraannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.

5. Bagian Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum
et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”

CONTOH VISUM ET REPERTUM

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

37
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Nomor : 1234- SK.I/5678/9-10 Jakarta, 3 Januari 2011

Lamp. : Satu sampul tersegel------------------------------------------------------------------------

Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan----------------------------------------------------------

Atas jenasah Tn. X---------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertandatangan di bawah ini, Rozma , dokter ahli kedokteran forensik pada Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta,
menerangkan bahawa atas permintaan dari kepolisian sektor.........dengan suratnya
nomor.......................... tertanggal....................maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal..........pukul...........bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang
menurut surat permintaan tersebut adalah:

Nama : X----------------------------------------------------------------------------------

Umur : ... tahun---------------------------------------------------------------------------

Jenis Kelamin : Laki-laki-------------------------------------------------------------------------

Warga negara : Indonesia-------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan :-------------------------------------------------------------------------------------

Agama :-------------------------------------------------------------------------------------

Alamat :-------------------------------------------------------------------------------------

Hasil Pemeriksaan

38
I. Pemeriksaan luar.
1. Mayat tidak terbungkus.-----------------------------------------------------------------
2. Mayat berpakai sebagai berikut:--------------------------------------------------------
3. Jari------------------------------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat, lebam mayat---------------------------------------------------------------
5. Status gizi mayat--------------------------------------------------------------------------
6. Dada----------------------------------------------------------------------------------------
7. Rambut, alis, bulu mata------------------------------------------------------------------
8. Mata----------------------------------------------------------------------------------------
9. Hidung-------------------------------------------------------------------------------------
10. Mulut, gigi---------------------------------------------------------------------------------
11. Lubang hidung, telinga, mulut, lubang tubuh lain-----------------------------------
12. Alat kelamin-------------------------------------------------------------------------------
13. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut:---------------------------------------
a. Pada leher mayat terdapat kesan terjerat oleh baju------------------------------
b. Pada daerah ketiak kiri terdapat luka terbuka yang mengakibatkan terputusnya
pembuluh darah ketiak------------------------------------------------
c. Tungkai bawah kanan dan kiri ada luka terbuka akibat kekerasan tajam-----
14. Tulang--------------------------------------------------------------------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
15. Iga-------------------------------------------------------------------------------------------
16. Jantung-------------------------------------------------------------------------------------
17. Paru-----------------------------------------------------------------------------------------
18. Lidah---------------------------------------------------------------------------------------
19. Hati-----------------------------------------------------------------------------------------
20. Lambung-----------------------------------------------------------------------------------
21. Limpa---------------------------------------------------------------------------------------

Kesimpulan

39
Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka terbuka pada ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak putus, dan beberapa luka terbuka pada daerah tungkai bawah kanan dan
kiri akibat kekerasan tajam. -----------------------------------------------

Sebab mati orang ini adalah kekerasan tajam pada ketiak kiri yang menyebabkan
terputusnya pembuluh darah sehingga terjadi pendarahan yang banyak. --------------------------

Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan


keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. -----------------------------------------------------------------------------------------------

Dokter yang
memeriksa,

dr. Rozma

NIP ------

DAFTAR PUSTAKA

1. Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia dalam Peraturan Perundangan-Undangan


Bidang Kedokteran. Edisi pertama. Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas
Indonesia. Jakarta:1994.pg 37-9.

40
2. Prosedur medikolegal. Peraturan Perundangan-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi
pertama. Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Jakarta:1994.pg 11-20.
3. Ilmu kedokteran forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2001.
4. Munim Abdul. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2001.
5. Teknik Autopsi Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia.
Jakarta:2001.

41

Anda mungkin juga menyukai