Anda di halaman 1dari 16

 Skabies adalah penyakit kulit yag disebabkan

oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes


Scabiei varietas hominis dan produknya.
 Skabies dikenal di Indonesia sebagai penyakit
kudis.
 Skabies krustosa atau skabies norwegia
merupakan bentuk skabies yang jarang dan
berat, yang terjadi akibat proliferasi tungau di
kulit secara tidak terkontrol.
 Penamaan skabies berkrusta didasarkan atas
gejala klinisnya yang tampak sebagai lesi
hiperkeratotik dengan krusta yang luas
menyerupai dermatitis psoriasiformis.
 Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi.
 Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi
Skabies sekitar 6%-27% populasi umum, dan cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja
 Di Sentiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok
umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paulo, Brazil
insiden tertinggi terdapat pada anak di bawah 9 tahun. Di
India , Gulati melaporkan prevalensi tertingi pada anak usia
5-14 tahun.
 Hal ini berbeda dengan laporan Srivasvata yang
menyatakan prevalensi tertinggi terdapat pada anak di
bawah 5 tahun.
 Di negara maju, prevalensi skabies sama pada semua
golongan umur.
 Sarcoptes Scabiei termasuk filum arthropoda,
kelas arachnida, ordo ackarima, super famili
sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
Scabiei var.horminis.
 Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-
450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-
200 mikron.
 Tungau betina yang telah di buahi mempunyai kemampuan
untuk membuat terowongan pada kulit sampai di
perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum
dengan kecepatan 0.5-5 mm perhari.
 Di dalam terowongan ini tungau betina akan bertelur
sebanyak 2-3 butir setiap hari.
 Seekor tungau betina dapat bertelur sebanyak 40-50 butir
semasa siklus hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30
hari.
 Telur akan menetas dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva
yang mempunyai tiga pasang kaki.
 Setelah tiga hari larva kemudian menjadi nimfa dengan
empat pasang kaki dan selanjutnya menjadi tungau dewasa.
 Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dengan
dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari.
 Masuknya Sarcoptes Scabiei ke dalam epidermis tidak segera
memberikan gejala pruritus.
 Rasa gatal timbul satu bulan setelah infestasi primer serta adanya
infestasi kedua sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau
maupun sekret yang di hasilkannya di terowongan bawah kulit.
 Sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat
toksik atau antigenik.
 Diduga bahwa terdapat infiltrasi sel dan deposit IgE di sekitar lesi
kulit yang timbul.
 Pelepasan IgE akan memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas,
meskipun hal ini masih belum jelas.
 Dalam suatu penelitian dilaporkan terdapat peningkatan jumlah
sel mas, khususnya pada malam hari, di daerah lesi. Hal ini
berperan pada timbulnya gejala klinis dan perubahan histologis.
 Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan.
 Rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari
(pruritus nokturnal).
 Menyerang berkelompok
 Terdapat terowongan di tempat predileksi
 Menemukan tungau
 Pada kulit akan terlihat papu-papul eritematosa
berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi,
akibat garukan dapat timbul erosi, pustule,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan
ditemukannya tungau pada pemeriksaan
mikroskopis yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu:
 Kerokan kulit
 Mengambil tungau dengan jarum
 Epidermal shave biopsi
 Tes tinta burrow
 Kuretasi terowongan
 Tetrasiklin topikal
 Apusan kulit
 Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit
sehingga disebut The Great Imitator.
 Diagnosis banding skabies meliputi hampir
semua dermatosis dengan keluhan pruritus,
yaitu:
 Dermatitis
 Prurigo
 Pedikulosis korporis
 Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
 Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga
sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies menemukan hanya
7 % terowongan.

 Skabies in cognito
 Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda
klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering
juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit
gatal lain.

 Skabies nodular
 Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada nodus biasanya terdapat di
daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai
reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies.

 Skabies yang ditularkan melalui hewan


 Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing.
 Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang
sela jari dan genitalia eksterna.
 Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangan
yaitu paha, perut, dada, dan lengan.
 Skabies norwegia atau skabies krustosa
 ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis
yang tebal.
 Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku.
 Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita scabies Norwegia tidak
menonjol tetapi bentuk ini sangat menular Karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan).
 Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga system imun tubuh
gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah.

 Skabies pada bayi dan anak


 Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi di
muka sering terjadi.

 Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)


 Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
Syarat obat yang ideal adalah sebagai berikut:
 Harus efektif terhadap semua stadium tungau

 Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak


toksik
 Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak
atau mewarnai pakaian
 Mudah diperoleh dan harganya murah.
Cara pengobatannya adalah jenis obat topikal:
 Belerang Endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim.
Preparat ini karena tadak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang
dari 3 hari.

 Emulsi Benzyl-Benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap


malam selama tiga hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering menimbulkan iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

 Gama Benzene Heksa Klorida (gameksan=gammexane) kadarnya 1% dalam bentuk krim


atau losion
termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang
menimbulkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil, karena
toksik terhadap susunan sarap pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.

 Krotamiton 10% dalam bentuk krim atau losion


mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut dan
uretra.

 Permetrin dengan kadar 5% dalam bentuk krim


kurang toksik dibandingkan dengan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasinya hanya sekali dan
dihapus setelah 10 jam.
 Kebiasan mencuci tangan, kaki atau mandi
yang teratur dua kali sehari
 Pakaian, sprei, handuk dan sebagainya dicuci
dengan baik, yaitu digodok supaya kutu-kutu
itu benar-benar mati.
 Hindari berkontak secara langsung dengan
penderita dan jangan saling pinjam-meminjam
pakaian atau perlengkapan lain.
 Bagi keluarga yang sudah menderita skabies,
seharusnya pengobatan diberikan secara masal
dalam suatu keluarga atau satu rumah
 Karena rasa gatal yang merangsang pasien
untuk menggaruk sehingga dapat terjadi
infeksi sekunder pada lesi skabies. Bila infeksi
disebabkan oleh S. Pyogenes maka dapat terjadi
glomerolunefritis akut (GNA). Hal lain yang
mungkin timbul adalah penyakit menjadi
kronik oleh karena salah diagnosis dan salah
penanganan.

Anda mungkin juga menyukai