Anda di halaman 1dari 7

EPIDEMIOLOGI DAN PERANAN PUSKESMAS DALAM PENANGANAN

ISPA – PNEUMONIA

M. Ibnu Sinna Faiz


102013471
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11510. Tlp 5666952

Abstrak
Infeksi Saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di banyak negara. Data dari 88 negara di lima benua, dengan total populasi hampir 1.200
juta, menunjukkan bahwa kematian akibat ISPA pada tahun 1972 berjumlah 666.000. Pneumonia,
baik virus dan bakteri, menyumbang 75,5% dari total kematian akibat ISPA. Kematian akibat ISPA
mewakili 6,3% kematian dari semua penyebab. Perbedaan yang cukup besar dalam tingkat kematian
ada di antara dan di dalam benua. Kematian akibat ISPA tertinggi pada bayi dan orang tua. Data
menunjukkan bahwa di beberapa daerah di dunia kematian akibat ISPA sangat tinggi.
Kata Kunci: infeksi, saluran pernapasan, pneumonia, virus, bakteri

Abstract
Acute respiratory infections (ARI) constitute one of the principal causes of morbidity and mortality in
many countries. Data from 88 countries in five continents, with a total population of nearly 1200
million, showed that deaths due to ARI in 1972 amounted to 666 000. Pneumonia, both viral and
bacterial, accounted for 75.5% of the total deaths from ARI. Mortality from ARI represents 6.3% of
deaths from all causes. Considerable differences in mortality rates exist both between and within
continents. Mortality from ARI is highest in infants and old people. The data suggest that in some
areas of the world mortality due to ARI is extremely high.
Keywords: infection, respiratory tract, pneumoniae, virus, bacteria

PEMBAHASAN
A. Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ salura
n pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh vi
rus, jamur dan bakteri.1,2 ISPA akan menyerang host apabila kekebalan tubuh (immunologi) m
enurun. Bayi dibawah lima tahun merupakan kelompok yang memiliki kekebalan tubuh yang
masih rentan terhadap berbagai macam penyakit.3

1
B. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, yang disebabkan oleh mikroorganism
e (bakteri, virus, jamur dan parasit), bahan kimia, paparan fisik (suhu dan radiasi) dimana unit
fungsionql paru terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radan
g kedalam intersitium.2

C. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISP
A antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordet
elia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adn
ovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.1,2

D. Faktor Risiko1
1. Bayi atau anak – anak yang tidak mendapat imunisasi.
2. Balita & Orang dewasa dengan imunitas yang rendah.
3. Jenis Kelamin
4. Pendidikan
5. Higiene
6. Gaya Hidup
7. Keadaan Lingkungan Sekitar

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat yaitu dalam beberapa jam sampai
beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam - macam tanda dan geja
la. Tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit teling
a, dan demam. Gejala ISPA adalah sebagai berikut:3

a. Gejala dari ISPA ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:

1)  Batuk

2)  Serak, yaitu anak bersuara perau pada waktu mengeluarkan suara (misal

pada waktu berbicara atau menangis).

3)  Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

2
0
4)  Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA sedang

1)  Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang

dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau l
ebih. Cara menghitung pernapasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam s
atu menit dengan menggerakkan tangan.

0
2)  Suhu lebih dari 39 C (diukur dengan termometer).

3)  Tenggorokanberwarnamerah.

4)  Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

5)  Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6)  Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7)  Pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala ISPA ringan ata
u ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:

1)  Bibir atau kulit membiru.

2)  Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar ) pada waktu

bernapas.

3)  Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4)  Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

5)  Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.

6)  Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

7)  Tenggorokan berwarna merah

F. EPIDEMIOLOGI
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat, terdapat hampir 31 ribu (3,4
%) pasien didiagnosis dengan ISPA pada tahun 2006. Di Belanda, dilaporkan bahwa ISPA
lebih sering ditemukan pada kelompok usia 0-4 tahun, yaitu 392 per 1000 populasi.4
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa infeksi saluran pernapasan
akut diagnosis pada 25% pasien yang mengalami penyakit menular, seperti HIV. Insidensi
tertinggi dilaporkan di provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Ja
wa Timur.5

3
G. SURVEILENS
Tujuan Surveilans data Surveilans yang dikumpulkan melalui penyelidikan kasus
bisa digunakan untuk menilai beban penyakit dan memonitor perubahan epidemilogi
sejalan dengan waktu. Data Surveilens bisa digunakan untuk mengarahkan kebijakan dan
menyusun starategi penanggulangan. Tujuan umum melakukan deteksi dini dan
mengetahui gambaran epidemiologi untuk pengendalian penyakit. Tujuan khusus
terlaksananya pengumpulan data berdasarkan waktu,tempat dan orang. Terdeteksinya
kasus pertusis secara dini,terlaksananya penyelidikan epidemiologi setiap KLB dan
konfirmasi laboratorium, terlaksananya analisa data dan konfirmasi laboratorium,
terlaksananya analisa data berdasarkan variabel epidemiologi yang meliputi waktu,
tempat kejadian dan orang disetiap tingkat administrasi kesehatan sebagai bahan
monitoring dampak program imunisasi.6

Surveilans epidemiologi pada saat ini telah digunakan sebagai alat untuk menilai,
memantau, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan yang akan dilaksa
nakan, sehingga adanya surveilans epidemiologi sangat membantu dalam perbaikan keseh
atan masyarakat.6 Tujuan surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan informasi e
pidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam per
encanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan penang
gulangan serta respons kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara menyeluruh.7

Dalam pemberantasan penyakit ISPA, program dititikberatkan pada Pengendalian


dan Pemberantasan (P2) Pneumonia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nom
or 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal di Kabupaten atau Ko
ta, tertuang dalam BAB 2 pasal 2 disebutkan pencegahan dan pemberantasan penyakit IS
PA dengan cakupan balita yang tertangani 100%. Puskesmas sebagai tempat pelayanan k
esehatan tingkat pertama bertanggung jawab melakukan kegiatan Pemberantasan Penyaki
t terutama penyakit menular. Program pemberantasan pneumonia telah dimulai sejak tah
un 1984, dengan tujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi
dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA terlebih pneumonia.

Untuk mendiagnosis apakah pasien masuk dalam klasifikasi pneumonia butuh pe


meriksaan yang harus dibutuhkan. World Health Organization sudah memberikan pedom
an dalam pendiagnosisan kasus pneumonia berdasarkan klasifikasi yang ada. Diagnosa te
rsebut ditegakkan apabila pada pneumonia sangat berat terjadi sianosis atau membiru aki
bat kekurangan oksigen dan sulit untuk minum makan harus dirawat di rumah sakit, pada
pneumonia berat terjadi retraksi namun tidak disertai sianosis dan masih bisa untuk minu
m maka juga harus dirawat di rumah sakit, untuk pneumonia sendiri apabila tidak adanya
4
retraksi namun frekuensi nafas cepat dan bukan pneumonia jika hanya batuk tanpa ada ta
nda dan gejala seperti diagnosis yang mengarah ke pneumonia berat maka tidak diperluka
n tindakan apapun.

H. Cara Penularan
Cara penularan ISPA, melalui:1,2
1. Droplet infection (air borne).
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah
penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat
makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut.

I. Pengobatan3
1. Antibiotika
a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.
Obat ini dapat memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.
Ampisilin dengan dosis 100mg/kgbb/hari, dibagi menjadi 4 dosis.
b. Lain-lain : rovamisin, kotrimoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.
2. Terapi suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan serangan
batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi .
3. Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik.
4. Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan distres pernapasan.
5. Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi batuk paroksismal yang berat.

PERANAN PUSKESMAS8
Puskesmas memiliki peran yang besar sebagai faskes primer. Salah satunya adalah de
ngan melakukan upaya promotiv, preventif dan kuratif.
a. Langkah promotif dilakukan dengan mengedukasi dan mensosialisasikan kepada masyara
kat agar menjaga pola hidup bersih dan sehat. 
b. Tindakan preventif dilakukan dengan mengajak masyarakat melakukan physical distancin
g atau jaga jarak. 
c. Langkah kuratif melaksanakan pelayanan, menunjuk dan mengkoordinasikan Rumah Sak
it untuk pelayanan dan sarana rujukan.

PENUTUP

5
A. Kesimpulan
Terus munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat langkah p
encegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sama sekali tidak boleh diab
aikan. Penyakit/patogen yang menular merupakan masalah yang terus berkembang, dan penulara
n patogen yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tidak terkecuali. Cara penu
laran utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi penularan melalui kontak (termasu
k kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius b
erbagai ukuran dan dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian patogen. Maka dari itu pen
ting sekali peranan puskesmas sebagai faskes pelayanan primer untuk melakukan upaya skrining,
promotif, preventif dan kuratif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kementeri

6
an Kesehatan Republik Indonesia; 2010.

2. Alsagaff, Hood dkk, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Gramik Fakultas Kedokteran Universi
tas Air Langga, Surabaya.

3. Chandrawati PF dan Alhabsyi FN. (2014). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Freku
ensi Kejadian ISPA pada Balita Usia 1-4 Tahun. Jurnal kesehatan. Vol 10 No. 1 Tahun 2014.

4. Hek E, Rovers MM, Kuyvenhoven MM, et al. Incidence of GP-diagnosed respiratory


tract infections according to age, gender and high risk comorbidity: the se
cond dutch national survey of general practice. Family Practice, 2006. 23
(3): 291-294. https://doi.org/10.1093/fampra/cmi121 

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Ke


sehatan Dasar. 2013.[cited 2018 December 11]. Available from: http://www.de
pkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

6. Amiruddin, R. 2012. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Kampus IPB Pres Taman Kencana Bogo
r: PT Penerbit IPB Press.

7. Buku Petunjuk Pelaksanaan Surveilans, 2000. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Proyek U
paya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Jawa Tengah.

8. Alamsyah, Dedi. (2011). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai