Anda di halaman 1dari 18

Penanganan Pasien dengan Ventrikel Fibrilasi

Stella Wimona 102014071

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejalagejala akut akan adanya


suatu keparahan pada tingkatan tertentu, dimana apabila pada keadaan tersebut tidak
diberikan perhatian medis yang memadai, dapat membahayakan keselamatan individu
bersangkutan, menyebabkan timbulnya gangguan serius fungsi tubuh ataupun terjadinya
disfungsi organ atau kecacatan. Salah satu kegawatdaruratan yang paling sering adalah henti
jantung. Henti jantung harus ditangani dengan cepat dan tepat. Salah satu, kelainan pada
jantung yang dapat menyebabkan henti jantung adalah ventrikel fibrilasi. Ventrikel fibrilasi
merupakan aritmia pada jantung yang paling berbahaya.

Kata kunci : Kegawatdaruratan, Henti Jantung, Ventrikel Fibrilasi, Penanganan

Abstract

Emergency is a condition that manifests acute symptoms of a certain degree of severity,


which if in these circumstances are not given adequate medical attention, can endanger the
safety of the individual concerned, causing serious bodily function impairment or organ
dysfunction or disability. One of the most frequent emergencies is cardiac arrest. Cardiac
arrest must be treated quickly and precisely. One of the abnormalities in the heart that can
cause cardiac arrest is ventricular fibrillation. Ventricular fibrillation is the most dangerous
arrhythmia of the heart.

Keywords: Emergency, Cardiac arrest, ventricular fibrillation, treatment

Pendahuluan

Kejadian henti jantung (sudden cardiac arrest) dapat terjadi di mana saja dan
kapan saja. Henti jantung mendadak adalah kasus dengan prioritas gawat darurat.
Kondisi gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa, dan bila tidak
segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Cardiac arrest atau henti jantung
merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti, sehingga berakibat
kemampuan jantung untuk memompa darah tidak berfungsi, yang kemudian

1
menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh
tidak cukup.

Keadaan paling serius dari semua aritmia jantung adalah (VF), yang bila tidak
dihentikan dalam waktu 1 sampai 3 menit, akan menimbulkan keadaan yang fatal.
Kematian mendadak terjadi 300.000 per tahun di Amerika Serikat, dimana 75-80%
disebabkan oleh VF. Jumlah kematian yang disebabkan oleh VF lebih banyak
dibandingkan dengan kanker dan AIDS. Penanganan VF harus cepat dengan protokol
resusitasi kardiopulmonal yang baku dan defibrilasi. Selama tidak ada irama jantung
yang efektif (pulsasi pembuluh nadi besar tidak teraba) harus terus dilakukan
resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan pemberian
unsynchronized DC shock mulai 200 Joules sampai 360 Joules, dan obat-obatan
seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.1

Penanganan Pasien Emergency Secara Umum

Penanganan awal ataupun sering disebut pertolongan pertama merupakan


pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang
yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini
menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu di tempat kejadian.
Tujuan yang penting dari penanganan awal kegawatdaruratan adalah memberikan
perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan
terhadap penanganan lebih lanjut. 2,3

Gambaran umum resusitasi meliputi : 1. Persiapan, Primary survey (ABCDE),


Fase Resusitasi, Secondary survey, dan Penanganan definitif. Primary Survey yang
meliputi ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan
Exposure/Environmental) adalah bagian awal dari penanganan suatu
kegawatdaruratan. Dalam proses ini, fungsi vital pasien gawat harus dinilai secara
cepat dan segera diberikan perawatan untuk pertolongannya.

Primary Survey

Penanganan awal dalam Primary Survey membantu mengidentifikasi keadaan-

2
keadaan yang mengancam nyawa, yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :

A : Airway, pemeliharaan airway dengan proteksi servikal

B : Breathing, pernapasan dengan ventilasi

C : Circulation, kontrol perdarahan

D : Disability, status neurologis

E : Exposure/Environmental control, membuka seluruh baju penderita, tetapi cegah


hipotermia

Airway

Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital lainnya
merupakan pembunuh pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi airway
akan menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit.untuk menilai patensi
airway secara cepat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien.
Respon verbal yang normal menandakan dengan cepat kepada penolong bahwa
pasien memiliki airway yang paten, sudah bernapas, dan otaknya sudah dalam
keadaan diperfusi. Namun begitu, penilaian airway tetap penting untuk dilakukan.
Apabila pasien hanya dapat berbicara sepatah dua patah kata ataupun tidak respon,
pasien kemungkinan dalam keadaan distress nafas dan membutuhkan pertolongan
bantuan napas secara cepat.

Dalam mengatasi obstruksi airway, terlebih dahulu dilakukan suctioning untuk


mengeluarkan cairan saliva berlebih yang mungkin timbul akibat pangkal lidah yang
terjatuh. (American College of Surgeons, 2009) Tindakan suctioning yang tepat
dalam pemeliharaan airway dapat secara signifikan menurunkan kejadian aspirasi dan
lebih banyak lagi hasil positif yang didapatkan. (Walter, 2002) Pada keadaan tidak
sadarkan diri, penyebab tersering terhambatnya airway adalah pangkal lidah yang
jatuh. Selain itu, penolong juga harus melakukan inspeksi tentang ada tidaknya
benda-benda asing yang menghambat airway ataupun kemungkinan terjadinya
fraktur fasial, mandibular ataupun trakeal/laringeal yang juga dapat menghambat
bebasnya airway. Pasien-pasien dalam keadaan penurunan kesadaran ataupun GCS

3
(Glasgow Coma Score) yang nilainya 8 ke bawah perlu diberikan pemasangan airway
definitif. Adanya gerakan-gerakan motorik tidak bertujuan juga biasanya
mengindikasikan perlunya pemasangan airway definitif.

Berbagai bentuk sumbatan pada airway dapat dengan segera diperbaiki dengan
cara mengangkat dagu (chin lift maneuver) dan memiringkan kepala (head tilt)
maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust
maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan orofaringeal
(oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-
tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau
memperburuk cedera spinal. Adanya suspek cedera pada spinal mengindikasikan
dilakukannya tindakan imobilisasi spinal (in-line immobilization)

Breathing

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang baik
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat, apabila
teknik-teknik sederhana seperti head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver tidak
berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka penggunaan bagvalve mask
adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi. Teknik ini efektif apabila
dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu penolong dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik.

Circulation

Masalah sirkulasi pada pasien-pasien trauma dapat diakibatkan oleh banyak jenis
perlukaan. Volume darah, cardiac outptut, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi
utama yang perlu dipertimbangkan.

Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi tentang ini :

a. Tingkat Kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang,

4
yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar
belum tentu normovolemik).

b. Warna Kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita


trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang
dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.

c. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis
(kirikanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat
dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak minum
obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan
jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda
gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda
diperlukannya resusitasi segera.

Disability

Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis


yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran
pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda
spinalis.Tingkat kesadaran yang abnormal dapat menggambarkan suatau spektrum
keadaan yang luas mulai dari letargi sampai status koma. Perubahan apapun yang
mengganggu jaras asending sistem aktivasi retikular dan sambungannya yang sangat
banyak dapat menyebabkan gangguan tingkat kesadaran. (Smith, 2010) Cara cepat
dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan
GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi
status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder.

AVPU, yaitu:

A : Alert

V : Respon to verbal

5
P : Respon to pain

U : Unrespon

Gambar 1. Glasgow Coma Scale3

GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran pasien.

Exposure

Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung
dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita
dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan
intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.

Cardiac Arrest

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson,
dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal
darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau

6
cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.4

Faktor Risiko

Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah Laki-laki
usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu
berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang.
Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang
dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia
dan merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008).
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko
tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a) Ada jejas di jantung akibat dari
serangan jantung terdahulu. b) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy). c)
Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung. d) Kelistrikan
jantung yang tidak normal. e) Pembuluh darah yang tidak normal. f) Penyalahgunaan
obat. a) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu
cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan
pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi
untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena
tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk
terkena cardiac arrest. c) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung;
karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia)
justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya
penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan
cardiac arrest. d) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang
tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT
yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda. e)

7
Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari
dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan
adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi
pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi. f) Penyalahgunaan
obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac arrest pada
penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.1,4

Tanda-Tanda Cardiac Arrest

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu: a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan
di pundak ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan
normal ketika jalan pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar
(karotis, femoralis, radialis).4

Proses Terjadinya Cardiac Arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi


ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol

a) Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak.


Selama ventricular fibrillation (VF), ventrikel (bilik jantung lebih rendah) sehingga
tidak mampu berdenyut secara normal. Sebaliknya, jantung bergetar sangat cepat dan
tidak teratur. Ketika kondisi ini terjadi menyebabkan jantung akan memompa sedikit
darah atau tidak ada darah yang mengalir ke tubuh. Pada kasus ini tindakan yang
harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.3

8
Gambar 2. EKG pada Ventrikel Fibrilasi2

Gambaran EKG dari VF seperti

1. Irama: Tidak teratur

2. Frekuensi: Tidak dapat dihitung

3. Gelombang P : Tidak ada

4. Interval PR : Tidak ada

5. Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak teratur

b) Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya


gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri
akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga
curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan
terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan
hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi
defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama. 2

Gambar 3. EKG pada Ventrikel Takikardi2

9
Gambaran EKG pada VT adalah:

1. Frekuensi : 150-200 x/menit

2. Gelombang P: biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu
mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan
dengan kontraksi atrium.

3. Kompleks QRS: mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC, lebar dan aneh,
dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS
normal, menghasilkan denyut gabungan

4. Hantaran: berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke


jaringan penyambung dan atrium

5. Irama: biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takikardi ventrikel irregular

c) Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan


kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan
darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. PEA menunjukkan sekumpulan irama
jantung yang heterogen terorganisasi yang dihubungkan dengan tidak adanya aktifitas
mekanik dari ventricular. PEA terjadi pada seorang yang memiliki aktivitas
kelistrikan jantung terorganisasi namun tidak teraba adanya denyut. Secara fisiologis
didefinisikan sebagai suatu depolarisasi elektrik pada jantung dalam kondisi tidak
adanya pemendekan miosit jantung yang sinkron. Ada beberapa penyebab termasuk
hipoksia yang signifikan, asidosis, hipovolemia berat, tension pneumotoraks,
ketidakseimbangan elektrolit, overdosis obat, sepsis, infark miokard besar, emboli
paru masif, tamponade jantung, hipoglikemia, hipotermia, dan trauma. PEA
merupakan kondisi patofisiologi yang lebih kompleks karena tidak adanya kontraksi
mekanik lengkap meskipun kelanjutan dari depolarisasi listrik. Komponen listrik
ditandai dengan otomatisasi yang abnormal, biasanya terlihat pada tingkat ventrikel
lambat dengan kompleks QRS lebar.Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus

10
segera dilakukan. 2,3

Gambar 4. EKG pada PEA2

d) Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

Gambar 5. EKG pada Asistole2

Penanganan Henti Jantung

Chain of survival di AHA 2015 dibagi menjadi 2, untuk yang In Hospital


(IHCA) dan Out Hospital (OHCA). Dimana kedua pembagian ini berdasarkan lokasi
terjadinya cardiac arrest.

11
Gambar 6. Penaganan Henti Jantung di Luar dan Dalam Rumah Sakit5

Algoitma Penanganan Awal Cardiac Arrest

Gambar 7. Algoritma Penanganan Cardiac Arrest6

Penanganan irama shockable 

Bila menemukan VF atau VT, lanjutkan CPR sambil seorang asisten men-charge
defub. Setelah defib siap, hentikan CPR, pastikan tidak ada yang menyentuh
pasien (I’m clear, you’re clear, everybody’s clear), lalu berikan sebuah shock dengan
cepat.
Setelah shock diberikan, SEGERA lanjutkan CPR tanpa melihat irama terlebih
dahulu selama 2 menit. Asisten dapat memasang IV line untuk memasukkan obat-
obatan. Setelah CPR 2 menity, baru diperiksa kembali iramanya.
Bila diperiksa iramanya masih shockable, maka di CPR kembali 2 menit, dan berikan
epinefrin 1 mg tiap 3-5 menit.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri amiodarone (dosis pertama) yaitu
sebesar 300 mg bolus.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih

12
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri amiodarone (dosis kedua) yaitu
sebesar 150mg bolus.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan JANGAN beri epinefrin lagi atau
amiodarone. Epinefrin diberikan 3-5 menit sekali, jadi yang tahap ini tidak boleh
diberikan, dan amiodarone sudah dosis terakhir (kedua). Jadi bila masuk tahap ini,
hanya CPR saja TANPA diberi obat.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Jadi intinya untuk pemberian obat bila iramanya shockable terus dan belum sadar,
maka obatnya mengikuti pola = epi – amio – epi – amio – epi – kosong – epi –
kosong – epi – kosong – dst
Lakukan terus sesuai alogoritma sampai masuk RSOC (Return of Spontaneus
Circulation) atau bisa berubah algoritma bila didapatkan irama non-shockable

Penanganan irama non-shockable

Saat ditemukan irama PEA/asistole, maka TIDAk dilakukan shock, jadi HANYA


CPR saja. Jangan lupa asisten memasang IV line dan bisa diberikan obat-obatan
berupa epinefrim 1 mg tiap 3- 5 menit. Ingat, disini, TANPA amiodarone. Jadi bila
ditemukan ritme non-shockable terus, maka obatnya = epi – kosong – epi – kosong –
epi – kosong – dan seterusnya.5

Ventrikel Fibrilasi

Fibrilasi ventrikel (VF) adalah suatu aritmia dimana ventrikel mengalami


depolarisasi secara kacau dan cepat, sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai
satu kesatuan, tetapi bergetar secara inefektif tanpa menghasilkan curah jantung.
Keadaan ini ditandai dengan gelombang P, segmen ST yang tidak beraturan dan sulit

13
dikenali (disorganized), bahkan tanpa kompleks QRS.

Etiologi

Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi iskemia dan infark miokard,
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik,
pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan
sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang memburuk. 6
Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain :
Gangguan jantung struktural, seperti iskemik atau infark miokard akibat penyakit
jantung koroner( serangan jantung), Kardiomiopati, penyakit jantung bawaan.
Gangguan jantung nonstruktural, seperti mekanik (commotio cordis), luka atau
sengatan listrik, Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome), heart
block, Channelopathies, Long QT syndrome, Short QT syndrome, Brugada
syndrome.
Noncardiac respiratory, misalnya bronchospasm, aspirasi, hipertensi pulmonal
primer, emboli pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik.
Gangguan elektrolit dan asidosis, misalnya gangguan keseimbangan elektrolit tubuh
(hipokalemia dan hiperkalemia), obat-obatan seperti penyalahgunaan NAPZA jenis
kokain atau metamfetamin, keracunan, dan sepsis
Gangguan neurologic, seperti kejang, perdarahan intrakranial atau strok iskemik,
tenggelam.

Epidemiologi
Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika
serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh
kanker paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya
merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung jawab dari sekitar
50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih
sama dengan frekuensinya di Amerika Serikat. Insiden fibrilasi ventrikel pada pria
lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3:1). Rasio ini merupakan refleksi dari
tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel

14
sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun.6

Patofisiologi
Aktivitas listrik pada fibrilasi ventrikel ditandai oleh depolarisasi sel yang
tidak beraturan melalui otot jantung ventrikel. Berkurangnya depolarisasi yang
terkoordinasi mencegah terjadinya kontraksi yang efektif dari otot jantung dan
pengeluaran darah dari jantung. Pada pemeriksaan EKG tidak ditemukan kompleks
QRS walaupun jarak amplitudo yang melebar pada aktivitas listrik ditemukan, dari
gelombang sinus di ventrikel menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel yang mungin
sulit dibedakan dengan asistol. Aritmia ini dipertahankan oleh adanya jalur masuk
yang berulang-ulang karena bagian dari otot jantung mengalami depolarisasi secara
konstan. Fibrilasi ventrikel dimulai ketika daerah pada miokard memiliki bagian
refraksi dan bagian konduksi pada jalur masuk.

Adanya kombinasi ini menghasilkan irama sendiri. Fibrilasi ventrikel terjadi


pada situasi klinis yang bervariasi, namun lebih sering dihubungkan dengan penyakit
jantung koroner (PJK) dan sebagai kondisi terminal. Fibrilasi ventrikel dapat
disebabkan oleh infark miokard akut atau iskemik, atau dapat pula disebabkan oleh
infark yang kronik. Akumulasi kalsium intraseluler, aktivitas radikal bebas, gangguan
metabolik, dan modulasi autonom memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan
fibrilasi ventrikel pada iskemik.
Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di
dalam jantung, yaitu:

1. Sel perintis (pacemaker cells): Sumber daya listrik jantung.

Nodus sino-atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Terletak di atas krista terminalis,
dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan

2. Sel konduksi listrik: Kabel jantung.

Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk
menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular
(AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari
sini impuls diantar keventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke

15
dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri
yang menghantar serabut Purkinje untuk tetap didalam subendokardium dari
ventrikel. Posisi serabut Purkinje menentukan kontraksi ventrikel yang hampir
sinkron.

3. Sel miokardium: Mesin kontraksi jantung.

Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan
dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki
banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.

Pemeriksaan Penunjang

 EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.


Menyatakantipe/sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
 Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana gangguan irama jantung timbul. Juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
 Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
 Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

Early Warning Score


Early Warning Score (EWS) adalah sebuah pendekatan sistematis yang
menggunakan skoring untuk mengidentifikasi perubahan kondisi seseorang sekaligus
menentukan langkah selanjutnya yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan pada
orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun), tidak untuk anak-anak dan ibu hamil.

16
Gambar 8. Early Warning Score
Kesimpulan

Fibrilasi ventrikel (VF) adalah suatu aritmia jantung dimana ventrikel mengalami
depolarisasi secara kacau dan cepat, sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai
satu kesatuan, tetapi bergetar secara inefektif tanpa menhasilkan curah jantung, yang
ditandai dengan kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan
dan sulit dikenali (disorganized). Penanganan VF harus cepat dengan protokol
resusitasi kardiopulmonal yang baku.

Daftar Pustaka

1. Henderson SO. Kedokteran Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;


2013: h. 1-18.

2. Wirawan CA. Pengembangan aplikasi guide basic life support ( bls ) berbasis
android untuk meningkatkan ketepatan ritme, kecepatan kompresi dada dan ventilasi
pada penanganan out hospital cardiac arrest ( ohca ). Surabaya: Perpustakaan
Universitas Airlangga; 2018: h. 8-15.

3. Keith W. Huzar’s Basic Dyshrythmias and Acute Coronary Syndromes

17
Interpretation and Management: 2010 Part 8: Ventricular Dysrhythmias: 2010 ECC
Guidelines. Elsevier. 2010: h. 117-147

4. Cardiac Arrest, diunduh dari


http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/116/jtptunimus-gdl-santosotri-5766-2-
babii.pdf; 17 November 2019.

5. Kegawatdaruratan, diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47674/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y ; 17 November 2019

6. Lembar Observasi National Early Warning Score, diunduh dari


https://www.slideshare.net/nerspintar/lembar-early-warning-score-hipercci-2017 ; 17
November 2019

18

Anda mungkin juga menyukai