Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Kejadian henti jantung (sudden cardiac arrest) dapat terjadi di mana saja dan
kapan saja. Henti jantung mendadak adalah kasus dengan prioritas gawat darurat.
Kondisi gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa, dan bila tidak
segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Cardiac arrest atau henti jantung
merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti, sehingga berakibat
kemampuan jantung untuk memompa darah tidak berfungsi, yang kemudian
1
menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh
tidak cukup.
Keadaan paling serius dari semua aritmia jantung adalah (VF), yang bila tidak
dihentikan dalam waktu 1 sampai 3 menit, akan menimbulkan keadaan yang fatal.
Kematian mendadak terjadi 300.000 per tahun di Amerika Serikat, dimana 75-80%
disebabkan oleh VF. Jumlah kematian yang disebabkan oleh VF lebih banyak
dibandingkan dengan kanker dan AIDS. Penanganan VF harus cepat dengan protokol
resusitasi kardiopulmonal yang baku dan defibrilasi. Selama tidak ada irama jantung
yang efektif (pulsasi pembuluh nadi besar tidak teraba) harus terus dilakukan
resusitasi jantung paru, sambil mengulangi kardioversi dengan pemberian
unsynchronized DC shock mulai 200 Joules sampai 360 Joules, dan obat-obatan
seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.1
Primary Survey
2
keadaan yang mengancam nyawa, yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
Airway
Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital lainnya
merupakan pembunuh pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi airway
akan menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit.untuk menilai patensi
airway secara cepat dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada pasien.
Respon verbal yang normal menandakan dengan cepat kepada penolong bahwa
pasien memiliki airway yang paten, sudah bernapas, dan otaknya sudah dalam
keadaan diperfusi. Namun begitu, penilaian airway tetap penting untuk dilakukan.
Apabila pasien hanya dapat berbicara sepatah dua patah kata ataupun tidak respon,
pasien kemungkinan dalam keadaan distress nafas dan membutuhkan pertolongan
bantuan napas secara cepat.
3
(Glasgow Coma Score) yang nilainya 8 ke bawah perlu diberikan pemasangan airway
definitif. Adanya gerakan-gerakan motorik tidak bertujuan juga biasanya
mengindikasikan perlunya pemasangan airway definitif.
Berbagai bentuk sumbatan pada airway dapat dengan segera diperbaiki dengan
cara mengangkat dagu (chin lift maneuver) dan memiringkan kepala (head tilt)
maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust
maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan orofaringeal
(oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-
tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau
memperburuk cedera spinal. Adanya suspek cedera pada spinal mengindikasikan
dilakukannya tindakan imobilisasi spinal (in-line immobilization)
Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang baik
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat, apabila
teknik-teknik sederhana seperti head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver tidak
berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka penggunaan bagvalve mask
adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi. Teknik ini efektif apabila
dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu penolong dapat
digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik.
Circulation
Masalah sirkulasi pada pasien-pasien trauma dapat diakibatkan oleh banyak jenis
perlukaan. Volume darah, cardiac outptut, dan perdarahan adalah masalah sirkulasi
utama yang perlu dipertimbangkan.
Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi tentang ini :
a. Tingkat Kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang,
4
yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar
belum tentu normovolemik).
c. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis
(kirikanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat
dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak minum
obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan
jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda
gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda
diperlukannya resusitasi segera.
Disability
AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
5
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran pasien.
Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung
dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita
dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan
intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
Cardiac Arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson,
dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal
darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau
6
cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.4
Faktor Risiko
Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah Laki-laki
usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu
berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang.
Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang
dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia
dan merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008).
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko
tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a) Ada jejas di jantung akibat dari
serangan jantung terdahulu. b) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy). c)
Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung. d) Kelistrikan
jantung yang tidak normal. e) Pembuluh darah yang tidak normal. f) Penyalahgunaan
obat. a) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu
cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan
pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi
untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena
tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk
terkena cardiac arrest. c) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung;
karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia)
justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya
penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan
cardiac arrest. d) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang
tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT
yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda. e)
7
Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari
dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan
adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi
pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi. f) Penyalahgunaan
obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac arrest pada
penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.1,4
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu: a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan
di pundak ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan
normal ketika jalan pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar
(karotis, femoralis, radialis).4
a) Fibrilasi ventrikel
8
Gambar 2. EKG pada Ventrikel Fibrilasi2
b) Takhikardi ventrikel
9
Gambaran EKG pada VT adalah:
2. Gelombang P: biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu
mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan
dengan kontraksi atrium.
3. Kompleks QRS: mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC, lebar dan aneh,
dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS
normal, menghasilkan denyut gabungan
5. Irama: biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takikardi ventrikel irregular
10
segera dilakukan. 2,3
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
11
Gambar 6. Penaganan Henti Jantung di Luar dan Dalam Rumah Sakit5
Bila menemukan VF atau VT, lanjutkan CPR sambil seorang asisten men-charge
defub. Setelah defib siap, hentikan CPR, pastikan tidak ada yang menyentuh
pasien (I’m clear, you’re clear, everybody’s clear), lalu berikan sebuah shock dengan
cepat.
Setelah shock diberikan, SEGERA lanjutkan CPR tanpa melihat irama terlebih
dahulu selama 2 menit. Asisten dapat memasang IV line untuk memasukkan obat-
obatan. Setelah CPR 2 menity, baru diperiksa kembali iramanya.
Bila diperiksa iramanya masih shockable, maka di CPR kembali 2 menit, dan berikan
epinefrin 1 mg tiap 3-5 menit.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri amiodarone (dosis pertama) yaitu
sebesar 300 mg bolus.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
12
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri amiodarone (dosis kedua) yaitu
sebesar 150mg bolus.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan JANGAN beri epinefrin lagi atau
amiodarone. Epinefrin diberikan 3-5 menit sekali, jadi yang tahap ini tidak boleh
diberikan, dan amiodarone sudah dosis terakhir (kedua). Jadi bila masuk tahap ini,
hanya CPR saja TANPA diberi obat.
Setelah CPR 2 menit berakhir, cek irama lagi, bila masih
irama shockable, maka shock kembali dan beri epinefrin kembali dosis 1 mg.
Jadi intinya untuk pemberian obat bila iramanya shockable terus dan belum sadar,
maka obatnya mengikuti pola = epi – amio – epi – amio – epi – kosong – epi –
kosong – epi – kosong – dst
Lakukan terus sesuai alogoritma sampai masuk RSOC (Return of Spontaneus
Circulation) atau bisa berubah algoritma bila didapatkan irama non-shockable
Penanganan irama non-shockable
Ventrikel Fibrilasi
13
dikenali (disorganized), bahkan tanpa kompleks QRS.
Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi iskemia dan infark miokard,
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik,
pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan
sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang memburuk. 6
Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain :
Gangguan jantung struktural, seperti iskemik atau infark miokard akibat penyakit
jantung koroner( serangan jantung), Kardiomiopati, penyakit jantung bawaan.
Gangguan jantung nonstruktural, seperti mekanik (commotio cordis), luka atau
sengatan listrik, Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome), heart
block, Channelopathies, Long QT syndrome, Short QT syndrome, Brugada
syndrome.
Noncardiac respiratory, misalnya bronchospasm, aspirasi, hipertensi pulmonal
primer, emboli pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik.
Gangguan elektrolit dan asidosis, misalnya gangguan keseimbangan elektrolit tubuh
(hipokalemia dan hiperkalemia), obat-obatan seperti penyalahgunaan NAPZA jenis
kokain atau metamfetamin, keracunan, dan sepsis
Gangguan neurologic, seperti kejang, perdarahan intrakranial atau strok iskemik,
tenggelam.
Epidemiologi
Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika
serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh
kanker paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya
merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung jawab dari sekitar
50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih
sama dengan frekuensinya di Amerika Serikat. Insiden fibrilasi ventrikel pada pria
lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3:1). Rasio ini merupakan refleksi dari
tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel
14
sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun.6
Patofisiologi
Aktivitas listrik pada fibrilasi ventrikel ditandai oleh depolarisasi sel yang
tidak beraturan melalui otot jantung ventrikel. Berkurangnya depolarisasi yang
terkoordinasi mencegah terjadinya kontraksi yang efektif dari otot jantung dan
pengeluaran darah dari jantung. Pada pemeriksaan EKG tidak ditemukan kompleks
QRS walaupun jarak amplitudo yang melebar pada aktivitas listrik ditemukan, dari
gelombang sinus di ventrikel menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel yang mungin
sulit dibedakan dengan asistol. Aritmia ini dipertahankan oleh adanya jalur masuk
yang berulang-ulang karena bagian dari otot jantung mengalami depolarisasi secara
konstan. Fibrilasi ventrikel dimulai ketika daerah pada miokard memiliki bagian
refraksi dan bagian konduksi pada jalur masuk.
Nodus sino-atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Terletak di atas krista terminalis,
dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan
Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk
menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular
(AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari
sini impuls diantar keventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke
15
dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri
yang menghantar serabut Purkinje untuk tetap didalam subendokardium dari
ventrikel. Posisi serabut Purkinje menentukan kontraksi ventrikel yang hampir
sinkron.
Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan
dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki
banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.
Pemeriksaan Penunjang
16
Gambar 8. Early Warning Score
Kesimpulan
Fibrilasi ventrikel (VF) adalah suatu aritmia jantung dimana ventrikel mengalami
depolarisasi secara kacau dan cepat, sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai
satu kesatuan, tetapi bergetar secara inefektif tanpa menhasilkan curah jantung, yang
ditandai dengan kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan
dan sulit dikenali (disorganized). Penanganan VF harus cepat dengan protokol
resusitasi kardiopulmonal yang baku.
Daftar Pustaka
2. Wirawan CA. Pengembangan aplikasi guide basic life support ( bls ) berbasis
android untuk meningkatkan ketepatan ritme, kecepatan kompresi dada dan ventilasi
pada penanganan out hospital cardiac arrest ( ohca ). Surabaya: Perpustakaan
Universitas Airlangga; 2018: h. 8-15.
17
Interpretation and Management: 2010 Part 8: Ventricular Dysrhythmias: 2010 ECC
Guidelines. Elsevier. 2010: h. 117-147
18