Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut bagian farmakologi klinik fakultas kedokteran Universitas Gadjah
Mada dalam pengembangan suatu obat, calon obat mengalami serangkaian
uji/penelitian yang sistematis dan mendalam, untuk mendukung keamanan dan
kemungkinan kemanfaatan kliniknya sebelum digunakan pada manusia. Dalam tahap
praklinik ini, penelitian-penelitian toksikologik, farmakokinetik dan farmakodinamik
mutlak harus dilakukan secara mendalam, untuk menangkap setiap kemungkinan efek
samping yang dapat terjadi. Bila efek samping terlalu berat relatif terhadap manfaat
yang diharapkan, maka calon obat ini dibatalkan. Efek samping yang terdeteksi pada
uji praklinik dan dalam batas yang masih bisa ditolerir, merupakan pegangan pada
waktu melakukan uji klinik.
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh
karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil
interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam
sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun
akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik tubuh.
Efek obat yang tidak diinginkan menjadi suatu persoalan yang kompleks bagi
petugas kefarmasian untuk menangani masalah ini. Oleh karena itu perlu dilakukan
suatu pemantauan terhadap efek tersebut dalam hal ini dikenal dengan istilah MESO
(Monitoring Efek Samping Obat).
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek samping
obat (MESO) ?
C. Tujuan
Menjelaskan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek samping obat (MESO).

BAB II
ISI
A. Efek Samping Obat (ESO)
1. Pengertian Efek Samping Obat

Efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak
dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari
suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali,
tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktorfaktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui.
Beberapa contoh efek samping misalnya:
a. Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),
b. Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang
berlebihan),
c. Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek
samping karena penggunaan jangka lama),
d. Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian
obat - withdrawal syndrome),
e. Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada
masa awal kehamilan (efek teratogenik)
Masalah efek samping obat adalah hal yang sangat penting karena
presentase efek samping yang ditimbulkan obat terus meningkat dan
menimbulkan masalah di bidang kesehatan, ekonomi dan sosial. Hal ini
disebabkan karena jumlah obat yang beredar meningkat tanpa disertai dengan
informasi yang proposional. Jumlah promosi mengenai obat-obat baru juga terus
meningkat sehingga penggunaan obat yang tidak rasionalpun meningkat.
Efek samping dari suatu obat tidak dapat diprediksi secara absolut atau
pasti. Semua obat memiliki manfaat tetapi di sisi lain juga memiliki potensi yang
dapat membahayakan. Efek samping yang merugikan atau membahayakan karena
penggunaan suatu obat dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa obat yang
digunakan memiliki kualitas yang baik dan digunakan secara tepat.
Meskipun suatu obat sudah digunakan secara tepat, efek atau reaksi yang
tidak diharapkan sering muncul. Reaksi obat yang muncul biasanya berbeda pada
setiap orang dan tidak dapat diprediksi kapan dan pada siapa reaksi obat tersebut
akan muncul. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memonitoring
reaksi obat yang muncul selama terapi, tidak hanya untuk keselamatan dan
kenyamanan pasien tetapi juga untuk meminimalkan pengeluaran biaya dan
mengatasi ADRs.
2. Obat yang beresiko tinggi menimbulkan efek samping
a. Metoclopramide

Metoclopramide merupakan suatu dopamine receptor antagonist yang


disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi diabetik gastroparesis, mual
muntah dan esofagitis refluks. Baru-baru ini, mencuat informasi baru atau
terkini terkait aspek keamanan obat metoclopramide yang dilansir oleh US
FDA dan kemudian juga dimuat dalam WHO News Letter. Disebutkan dalam
publikasi tersebut bahwa obat ini berisiko menyebabkan tardive dyskinesia
pada penggunaan jangka panjang (kronis) atau dosis tinggi, utamanya pada
pasien wanita usia lanjut.
Sedangkan laporan kasus efek samping terkait metoclopramide yang
diterima oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tahun 2009 terdapat 1
(satu) laporan, dengan manifestasi efek samping berupa pustula, erosi pada
dasar kulit dan eritema. Namun laporan kasus efek samping obat yang
diterima tersebut tidak hanya melibatkan metoclopramide namun juga
melibatkan penggunaan obat lain pada waktu yang bersamaan yaitu
paracetamol dan siproheptadine.
b. Clopidogrel
Clopidogrel merupakan suatu obat golongan thienopyridine, obat ini
disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk mengurangi kejadian
atherothrombotik pada pasien. studi yang menunjukkan bahwa clopidogrel
bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam waktu bersamaan juga
mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI), seperti lansoprazole,
omeprazole, esomeprazole, pantoprazole dan rabeprazole. Hal inilah yang
dapat meningkatkan risiko thrombotic events, termasuk acute myocardial
infarction. Pada praktik klinik kemungkinan kedua obat ini diresepkan secara
bersama, karena Clopidogrel dapat mengakibatkan efek samping nyeri
lambung dan ulser lambung, dan biasanya untuk mengatasi hal tersebut
diresepkan juga obat golongan PPI tersebut.
Penjelasan kemungkinan mekanisme interaksi antara Clopidogrel dan
PPI adalah bahwa PPI menghambat konversi Clopidogrel menjadi bentuk
aktifnya dalam tubuh, sehingga mengurangi keefektifan obat tersebut, dan
meningkatkan risiko serangan jantung atau kondisi lain yang membahayakan
seperti stroke. Namun demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap kemungkinan mekanisme lainnya, karena kemampuan masingmasing obat PPI dalam mempengaruhi metabolisme Clopidogrel berbedabeda.
3

c. Piroxicam
Health Canada menerbitkan notifikasi kepada health care professional
dan juga konsumen tentang updating labelling yaitu pembatasan penggunaan
obat in. Disampaikan bahwa Piroxicam tidak lagi diperbolehkan untuk
digunakan sebagai terapi short term pain and inflammation, karena adanya
peningkatan risiko efek samping serius pada kulit. Sementara itu efek samping
pada saluran cerna atau gastrointestinal tidak lebih baik dibandingkan dengan
obat AINS lain.
Apabila piroxicam digunakan pada pasien yang mempunyai riwayat
sensitif terhadap thiosalycilic acid, efek samping pada kulit biasanya dapat
terjadi segera setelah pasien meminum obat. Manifestasi efek samping pada
kulit tersebut dapat berupa: rash, urticaria, vasculitis, toxic epidermal
necrolysis, erythema multiforme, pemphigus, dan fixed drug eruption.
d. Metformin
Metformin merupakan obat antidiabetes yang banyak diresepkan dan
digunakan oleh pasien, biasanya dalam jangka waktu panjang. Di Indonesia
obat ini tersedia baik produk yang bermerek dagang, maupun yang generik.
Pada saat pasien merasa tidak enak badan, sementara dia dalam
pengobatan metformin, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya lactic
acidosis. Metformin dikontra-indikasikan pada pasien dengan kondisi akut
yang dapat berpotensi adanya penyesuaian fungsi ginjal sehingga pasien dapat
mengalami dehidrasi. Dan kondisi lactic acidosis yang dapat mengancam jiwa
dapat terjadi karena akumulasi metformin.
Terdapat dua laporan kasus efek samping obat pada kulit yang diterima
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang melibatkan metformin, namun
juga melibatkan obat-obat lain yang digunakan pada waktu bersamaan (2008 =
1 laporan dan 2009 = 1 laporan). Meskipun pelaporan kasus efek samping obat
terkait penggunaan metformin dan risiko terjadinya lactic acidosis belum
pernah diterima, namun demikian diharapkan dengan adanya informasi ini,
akan menambah wawasan dan pemahaman kita semua.
e. Ketoconazole
Informasi keamanan tentang ketoconazole oral pernah dimuat pada
Buletin Berita MESO Volume 31 No. 2 Edisi November 2013 lalu, yang
disebutkan bahwa berdasarkan kajian penilaian risiko ketoconazole oral dari
4

data yang ada oleh Committee on Medicinal Products for Human Use (CHMP)
disimpulkan bahwa kerusakan hati (liver injury) lebih tinggi terjadi pada
penggunaan ketoconazole oral dibandingkan dengan anti jamur lain dan
European Medicines Agency (EMA) merekomendasikan pembekuan (suspend)
izin edar ketoconazole oral.
Aspek Keamanan Obat secara komprehensif terkait risiko liver injury
akibat penggunaan ketoconazole (oral) pada tanggal 26 Maret 2015.
1) Risiko liver injury paling tinggi terjadi pada penggunaan
ketoconazole (oral) dibandingkan anti jamur oral lain.
2) Risiko liver injury meningkat pada pasien dengan lama pengobatan
lebih dari 1 bulan.
3) Risiko liver injury meningkat pada pasien dengan usia di atas 60
tahun.
f. Diklofenak
Reumatik, anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik dengan mekanisme
kerja menghambat biosistesis prostaglandin. Diklofenak terdapat dalam bentuk
garam natrium dan kalium. Di Indonesia, diklofenak beredar dalam bentuk
sediaan sistemik (tablet, kapsul, suppositoria, dan injeksi) dan topikal dalam
berbagai nama dagang dan generik.
Berdasarkan kajian awal European Medicines Agency (EMA) dari data
(farmakovigilans) yang diperoleh sejak tahun 2005 khususnya untuk
diklofenak diperoleh hasil yang menunjukkan sedikit peningkatan risiko heart
attack, stroke dan thromboembolic event lain yang lebih tinggi pada
penggunaan diklofenak dibandingkan penggunaan AINS non-selektif lainnya
dan risiko sebanding dengan AINS selektif COX-2 inhibitor.
g. Agomelatine
Obat antidepresan yang telah disetujui beredar di Indonesia sejak tahun
2010 dengan indikasi pengobatan depresi mayor pada orang dewasa. Yang
harus dilakukan untuk meminimalkan risiko toksisitas liver, sehingga harus
dilakukan tes fungsi liver pada pasien sebelum memulai pengobatan dan juga
secara teratur selam pengobatan.
h. Ibuprofen
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
yang bekerja dengan menghambat enzim cyclooxygenase. Ibuprofen
mempunyai resiko efek samping yang besar terhadap kardiovaskuler sehingga
5

ibuprofen dosis tinggi tdak boleh diberikan pada pasien yang mengalami
kondisi jantung dan peredaran darah yang serius.
3. Kriteria pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping
a. Pemilihan / Seleksi Pasien Berdasarkan Keadaan Penyakit
1) Pasien yang masuk rumah sakit dengan : Multiple Desease
2) Pasien dengan masalah memerlukan bahan obat yang bersifat racun.
Misalnya: Pasien kanker yang beresiko tinggi keracunan obat
3) Pasien kelainan organ tubuh
Contoh: Jantung yang bermakna, kelainan ginjal, kelainan paru- paru atau
kelainan hati karena kemungkinan pasien tersebut akan mengalami
metabolisme dan ekskresi yang abnormal.
4) Pasien berusia lanjut (Lansia) atau sangat muda (balita) yang mempunyai
resiko pengobatan yang meningkat
b. Seleksi pasien berdasarkan terapi obat :
1) Pasien dengan masalah kompleks dan ditangani dengan polifarmasi
2) Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi
reaksi toksisitas
4. Problema terapi obat pada pasien dapat dikategorikan menjadi 8 (delapan) tipe
utama:
a. Indikasi yang tidak diberi terapi. Pasien memerlukan terapi obat untuk indikasi
spesifik tetapi pasien tidak memperolehnya.
b. Pemilihan obat yang tidak tepat. Obat yang diberikan pada pasien tidak efektif
atau toksis.
c. Dosis subterapi. Dosis yang diberikan pada pasien terlalu kecil.
d. Dosis berlebihan. Dosis yang diterima pasien terlalu besar.
e. Pasien tidak memperoleh obat. Pasien tidak meminum atau tidak menerima
obat.
f. Reaksi obat tidak dikehendaki (ROTD). Pasien memperoleh suatu kondisi
sebagai akibat reaksi obat yang tidak dikehendaki.
g. Interaksi obat. Problem medik dapat timbul sebagai akibat interaksi antara:
1) Obat obat; Obat makanan; Obat nutrisi,
2) Obat minuman; Obat penyakit; dan Obat bahan dari lingkungan.
h. Pasien memperoleh obat tanpa ada indikasi. Pasien memperoleh obat tetapi
pasien itu tidak mempunyai indikasi valid bagi obat tersebut.
B. Formulir MESO
1. Cara Penggunaan Formulir Kuning (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah program pemantauan
keamanan obat yang sudah beredar ( pasca-pemasaran). Meso atau monitoring
efek samping obat sangat diperlukan hal ini bertujuan untuk pemantauan efek
samping obat yang sudah beredar masih perlu dilakukan karna penelitian atau ijin
yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinis maupun uji klinis
6

belum sepenuhnya mengungkapkan efeksamping obat utamanya efek samping


yang jarang terjadi atau pun yang timbul setelah penggunaan obat untuk jangka
waktu yang lama.
Dalam pelaporan efek samping obat (ESO) , tenaga kesehatan dapat
menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien untuk melengkapi informasi
lain yang dibutuhkan. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu efek
samping obat dapat menggunakan formulir kuning.
2. Cara pengisian Formulir Kuning
a. Kode sumber data

di isi oleh Badan POM

b. Informasi tentang penderita


Nama (singkatan)

Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga kerahasiaan identitas
pasien

Umur :

Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu)
tahun, diisi angka dari minggu(MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi,
dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.

Suku :

Diisi informasi namasuku daripasien, misal suku Jawa,Batak,dan


sebagainya.
Diisi angka dari beratbadanpasien, dinyatakan dalam kilogram(kg).

Berat badan :
Pekerjaan :

Kelamin :

Penyakit utama :

Kesudahan penyakit utama :

Diisi apabila jenis pekerjaan pasien mengarah kepada kemungkinan


adanya hubungan antara jenis pekerjaandengan gejala atau manifestasiKTD
atau ESO. Contoh: buruh pabrik kimia,pekerja bangunan, pegawai kantor,
dan lain-lain.
Agar diberikan tanda(X) sesuai pilihan jenis kelaminyang tercantum dalam
formulir
kuning.Apabilapasien berjenis kelamin wanita,agar diberi
keterangan dengan memberikan tanda (X) padapilihan kondisi
berikut:hamil, tidakhamil,atau tidak tahu.

Diisikan informasidiagnosa penyakityang dideritapasien sehingga pasien


harus menggunakanobat yang dicurigai menimbulkan KTDatauESO
Diisiinformasikesudahan/outcome dari penyakit utama, pada saatpasien
mengeluhkan atau berkonsultasi tentang KTD atauESOyang dialaminya.
Terdapatpilihanyang
tercantum
dalam
formulir
kuning,
agardiberikantanda(X)sesuaidengan informasi yang diperoleh. Kesudahan
penyakit utama dapatberupa: sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala
sisa, belum sembuh,atautidaktahu.

Penyakit/kondisi
menyertai :

lain yang

Diisi informasi tentangpenyakit/kondisilain di luar penyakit utama yang


sedangdialami pasien bersamaan denganwaktu mula menggunakan obat
dankejadianKTD atauESO. Terdapatpilihan yang tercantum dalam formulir
kuning, agar diberikantanda (X) sesuai informasiyang diperoleh,yang dapat
berupa:gangguan ginjal, gangguan hati,alergi, kondisi medislainnya, dan
lain-lain sebutkan jikadi luaryang tercantum.Informasi ini bermanfaat untuk
proses evaluasi hubungankausal, untuk memverifikasi
kemungkinan
adanyafaktorpenyebablain dari terjadinya KTD atau ESO.

c. Informasi tentang ESO


Bentuk/manifestasi ESO

Saat/tanggalmula terjadi

Kesudahan ESO

Riwayat ESO yang


Pernah dialami

Nama Obat :

Bentuk Sediaan
Beri tanda (X)untuk obat
yang dicurigai
Cara pemberian
Dosis/Waktu :

Tanggal mula :
Tanggal akhir :

Indikasi penggunaan

Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
setelah menggunakan obat yangdicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat
dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara
harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata,
dan lain lain.
Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama
kali obat diberikan sampai
terjadinya ESO.
Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien, pada
saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihanyang tercantum dalam formulir kuning,
agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh.Kesudahan
penyakit utama dapat berupa:sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh, atau tidak tahu
Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi pada
pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
dicurigaimenimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.
Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama
obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau
industri farmasi.
Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul,
sirup, suspensi, injeksi,dan lain-lain.
Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat
yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk
atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal tersebut
Ditulis cara pemberian atau penggunaan obat oleh pasien. Contoh oral, rektal,
topikal, intra vena, intra muskular, semprot dll.
Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
berat atau volume.Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien,
dinyatakan dalam satuan waktu, seperti jam, hari dan lain-lain.
Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan,
lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan
atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun
(Tgl/Bln/Thn)
Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan
masingmasing obat.

KeteranganTambahan

DataLaboratorium
(bila ada)
InformasiPelapor

Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara


langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan
hasilnya, apabila tersedia.
Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.

3. Naranjo algoritma
No

Pertanyaan / Questions

Scale
Ya/Yes

Tidak/N
o

Tidak Diketahui/
Unknown

Apakah ada peran efek samping obat yang


serupa? ( Are there previous conclusive reports
onthis reaction?)

Apakah efek samping obat terjadi setelah


pemberian obat yang dicurigai? (Didthe ADR
appear after the suspected drug was
administered?

-1

Apakah efek samping obat membaik setelah obat


dihentikan atau obatantagonis khusus diberikan?
(Did the ADR improve when the drug was
discontinued or a specific antagonist was
administered?)

Apakah EfekSamping Obat terjadi berulang setelah


obat diberikan kembali? (Did the ADR recure when
the drug was readministered?)

-1

Apakah ada alternative penyebab yang dapat


menjelaskan kemungkinan terjadinya efek
samping obat?(Are there alternative causes that
could on their own havecaused thereaction?)

Apakah efek samping obat muncul kembali ketika


placebo diberikan?(Didthe ADR reappear when
aplacebo was given?)

10

Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di dalam


darah atau cairan tubuh lainnya dengan
konsentrasi yang toksik ?(Was the drug detected
in the blood(or other fluids) in concentrations
known to be toxic?)

Apakah efek samping obat bertambah parah


ketika dosis obat di tingkatkan atau bertambah
ringan ketika obat diturunkan dosisnya?(Was the
ADR more severe when the dose was in creased or
less severe when the dose was decreased?)

Apakah pasien pernah mengalami efek samping


obat yang sama atau dengan obat yang mirip
sebelumnya? (Did the patient have a similar ADR
to the same or similar drugs in any previous
exposure?)

10

Apakah efek samping obat dapat dikonfirmasi


dengan bukti yang obyektif?(Was the ADR
confirmed by objective evidence?)

Skor total

4. Kategori kualitas who


a. Certain
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
waktu kejadian dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan
obat (Event or laboratory test abnormality with plausible time
relationship to drug intake)
2) Tidak dapat dijelaskan bahwa

efek

samping tersebut merupakan

perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh penggunaan obat lain


(Cannot be explained by disease or other drugs)
3) Respon terhadap penghentian penggunaan obat dapat terlihat (secara
farmakologi

dan

patologi

(Response

to

with

drawal

plausible

( pharmacologically, pathologically))
4) Efek samping tersebut secara definitive dapat dijelaskan dari aspek
farmakologi atau fenomenologi (Event definitive pharmacologically or

11

phenomenologically (An objective and specific medical disorder or


recognised pharmacological phenomenon))
5) Rechallenge yang positif (Positive rechallenge (if necessary))
b. Probable
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari waktu
kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat
(Event or laboratory test abnormality with reasonable time relationship to
drug intak)
2) Tidak tampak sebagai perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh
obat lain(Unlikely to be attributed to disease or other drugs)
3) Respon terhadap penghentian penggunaan obat secara klinik dapat diterima
(Response to withdrawal clinically reasonable)
4) Rechallenge tidak perlu (Rechallenge not necessary)

c. Possible
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
waktu kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah
penggunaan obat (Event or laboratory test abnormality with reasonable
time relationship to drug intake)
2) Dapat dijelaskan oleh kemungkinan perkembangan
disebabkan

oleh

obat

lain

(Could

alsobe

penyakit atau

explainedbydiseaseor

otherdrugs)
3) Informasi terkait penghentian obat tidak lengkap atau tidak jelas
(Information on drug withdrawal lacking or unclear)
d. Unlikely
1) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
hubungan waktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak mungkin
(Event or laboratory test abnormality with a time relationship to drug
intake that makes a connection improbable (but not impossible))
2) Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat
memberikan

penjelasan yang dapat diterima (Diseasesor other drugs

provide plausible explanations)


e. Conditional/ Unclassified
1) Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or
laboratory test abnormality)
12

2) Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang
baik (More data for proper assessment needed)
3) Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under
examination)
f. Unassessable/ Unclassifiable
1) Laporan efek samping menduga adanya efek samping obat (A report
suggesting an adverse reaction)
2) Namun tidak dapat dinilai karena informasi yang tidak lengkap atau cukup
atau adanya informasi yang kontradiksi (Cannot be judged because of
insufficient or contradictory information)
3) Laporan
efek
samping
obat
tidak
informasinya

atau

tidak

dapat

diverifikasi

dapat ditambahkan lagi


(Report

cannot

be

supplemented or verified)
g. Skala probabilitas NARANJO:
Total Skor
9+

Kategori
Sangat

5-8
1-4
0-

probable
Mungkin /Probable
Cukup mungkin /Possible
Ragu-ragu /Doubtful

Mungkin

/Highly

5. Tindak Lanjut Setelah Dilakukan Monitoring Efek Samping Obat


Setelah melakukan monitoring efek samping obat, data tersebut akan
dikirmkan ke pada pusat meso di Jakarta, kemudian semua informasi yang
terkumpul akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian kembali
terhadap obat yang beredar serta melakukan tindakan pengamanan atau
penyesuaian

yang di perlukan. Selanjutnya data tersebut akan dikirimkan

kembali kepada pelapor. Dan menyusun rekomendasi untuk


regulatori. Tindak lanjut regulatori berupa :
a. Pembatasan dosis
b. Pembatasan indikasi
c. Pembatasan besar kemasan
d. Pembekuan izin edar
e. Penarikan dari peredaran.

13

tindak lanjut

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah program pemantauan keamanan obat
yang sudah beredar ( pasca-pemasaran). MESO atau monitoring efek samping obat
sangat diperlukan hal ini bertujuan untuk pemantauan efek samping obat yang sudah
beredar masih perlu dilakukan karna penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat
diedarkan.
14

B. Saran
Kami mengharapkan makalah ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat dan
semoga kedepannya ada lagi pembuatan makalah tentang MESO yang lebih lengkap.

15

Anda mungkin juga menyukai