BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisela
zoster yang sifatnya localized, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri khas
berupa nyeri radikuler, unilateral dan vesikel yang bergerombol yang tersebar
sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris (Murtiastutik
D, 2005). Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster laten (Handoko R,
2009).
Herpes zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikelvesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik kulit sesuai
peta dermatom (Siregar R.S, 2004).
1.2 Epidemiologi
Herpes zoster biasanya mengenai orang dewasa, kadang-kadang juga pada
anak-anak. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari
1000, semakin meningkat pada usia lebih tua (Jamez WD,2011). Insiden pada
pria dan wanita sama banyaknya. iklim dan suhu tidak mempengaruhi. Faktor
predisposisi terjadinya herpes zoster yaitu usia tua, keganasan,radioterapi,
pengobatan imunosupresi (Siregar R.S, 2004).
dari
satu
episode
mungkin
immunocompromised.
Pasien
dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles (Siregar R.S, 2004).
Disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster (VZV), kelompok
virus herpes
Virus ini menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivitas
virus yang terjadi setelah infeksi primer (Handoko R, 2009).
Herpes Zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Virus
Varicella Zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran
140-200nm yang termasuk sub family alfa herpes viridae. Berdasarkan
sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel
tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 sub family, yaitu alfa, beta,
dan gamma. VZV dalam subfamilia mempunyai sifat khas menyebabkan
infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten inipada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodic. Secara in vitro
virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relative luas dengan
siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang di sintesis didalam sel yang
terinfeksi (Brown, 2005).
1.4 Patogenesis
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion
spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster
merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong
virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat
dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika
virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan
motoric (Siregar R.S, 2004).
Virus Varisela zoster masuk melalui mukosa dan saluran nafas atas. Setelah
masuk virus tersebut berkembang biak serta disebarkan ke berbagai organ
terutama ke kulit dan selaput mukosa melalui sistem peredaran darah. Saat
pertama virus masuk ke dalam tubuh, terjadi infeksi primer pada kulit dan selaput
mukosa, gejala yang tampak pada kulit sering disebut sebagai cacar air atau
varisela. Setelah infeksi primer mereda, virus tidak hilang dari tubuh, melainkan
masuk ke ujung saraf sensoris dan menuju ke ganglion dorsalis saraf tepi dan
bersembunyi di sana dalam jangka waktu yang sangat lama. Pada saat ini orang
immunokompeten yang pernah mengalami cacar air menjadi kebal terhadap
serangan cacar air untuk kali yang kedua. Namun bila kekebalan tubuh kita
menurun maka virus ini mengalami reaktivasi. Virus varisela zoster berkembang
biak, merusak, menyebabkan peradangan dan kemudian menyebar menuju kulit
serta menimbulkan gangguan kulit yang lebih parah. Kondisi ini dikategorikan
sebagai herpes zoster. Alasan pasti mengapa VZV bisa reaktivasi kembali dari fase
latennya masih belum dimengerti sepenuhnya. Namun, dikatakan bahwa VZVcell mediated specific memiliki faktor mayor dalam kaitannya dengan reaktivasi
VZV. Cell mediated VZV specific menurun seiring umur dan pasien dengan
keganansan. Kelompok ini memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap herpes
zoster (Handoko R, 2009).
(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar atau jaringan
parut jika inflamasi berat)
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan stadium prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal) (Handoko R, 2009).
Setelah itu, pada stadium erupsi akan timbul eritema yang berubah menjadi
vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel
tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan
krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika
disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder Masa tunas
dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul,
berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu (Handoko R,
2009).
Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar.
Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang
paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1,
dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada
saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya.
Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena. Frekuensi herpes
zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial
(20%), lumbal (15%), dan sakral (5%) (Straus SE, 2014).
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi kutaneus sangat
gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan
menyebar ke bawah. Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil
yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun pada
kelopak mawar ( dew drop on rose petal ). Setelah vesikel matang, pecah
membentuk krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik
dari varisela (Schalock, 2011). Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari,
namun dapat lebih lama (Mandal, 2008).
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam, nyeri
kepala, dan limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali
dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3
minggu sebelum muncul lesi kulit (Daili, 2002).
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa (Schalock,
2011).
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-5
Hari ke-6
10
Gejala diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak keluar air
mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
.
b. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
11
12
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
1.7 Diagnosis
a. Anamnesis :
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan
berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan
timbulnya kelainan kulit (Sharlock, 2011). Adakalanya sebelum timbul
kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar
dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah
beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta (Sehgal, 2006).
b. Pemeriksaan fisik
Lokalisasi : bisa disemua tempat, paling sering pada servikal IV dan
lumbal II.
Effloresensi : lesi biasanya berupa kelompok-kelompok vesikel sampai
bula di atas daerah eritematosa. lesi yang khas bersifat unilateral pada
dermatom yang sesuai dengan letak saraf yang terinfeksi virus (Siregar R.S,
2004).
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan
cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang
13
Pemeriksaan penunjang
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck
membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti
banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi
dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel
dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi
fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
14
Selulitis.
Erisipelas.
Dermatitis kontak.
Drug eruptions.
15
Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
Folikulitis.
1.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun (Schalock, 2011).
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
(Schalock, 2011).
2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
A.1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
16
Pengobatan topical
Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim
capsaicin dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes. Solutio Burrow
dapat digunakan untuk kompres basah/ Kompres diletakkan selama 20
17
18
19
.
Komplikasi lain dari herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick)
1.11 Prognosis
Prognosis pada herpes zoster umumnya baik. Namun, pada herpes
zoster oftalmikus prognosis tergantung pada tindakan perawatan secara
dini (Handoko R, 2009).
1.12 Pencegahan
Herpes zoster dapat dicegah dengan cara pemberian imunisasi aktif
maupun pasif. Imunisasi pasif yang diberikan yaitu VZIG, yang banyak
diberikan pada pasien-pasien dengan imunocompromised, ibu hamil dan bayi
20
baru lahir yang terpajan terhadap varisela ibu. Sedangkan imunisasi aktif
yaitu dengan memberikan vaksin yang berisi