Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria
dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai


malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum
dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Zulkarnain dkk, 2009) :
a. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran
harus dilakukan penilaian berdasarkan GCS
b. Acidemia/asidosis
c. Anemia berat
d. Gagal Ginjal Akut
e. Hipoglikemi
f. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
g. Gagal sirkulasi/syok
h. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
i. Kejang berulang >2x/24 jam

Malaria cerebral adalah malaria dengan penurunan kesadaran yang di nilai


dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk penderita
malaria dewasa <15. Hampir semua malaria cerebral disebabkan Plasmodium
falciparum (Wibisono, 1999).
BAB II
LAPORAN KASUS

1
Seorang wanita 46 tahun datang dengan diantar oleh keluarga ke IGD RSUD A.
Makkasau Parepare jam 01.40 WITA dengan keluhan utama kejang-kejang.
Nama : Ny. A
Usia : 46 tahun
Suku : Bugis
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : Menikah, 4 anak
Alamat : Sarempo, Pinrang
Mula-mula pasien demam naik turun disertai dengan rasa menggigil yg dirasakan
5 hari SMRS. Nyeri kepala (+), sesak (-), nyeri ulu hati (-), mual muntah (+), rasa
tidak enak pada perut, nafsu makan menurun, BAK lancar dan BAB encer.
Keluarga pasien mengaku pasien sebelumnya berdomisili dan bekerja di
Kalimantan selama kurang lebih 1 tahun. Pasien pernah dirawat di RS Kalimantan
dengan diagnosa Malaria (+) 1 bulan sebelumnya. Di lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien di Kalimantan, rata-rata semua mengalami hal yang sama yaitu
Malaria (+). Setelah itu pasien kembali ke Pinrang dan dirawat lagi di RS Pinrang
dengan keluhan demam selama 2 hari sebelum dibawa ke RSUD A. Makkasau.
Keluarga mengaku pasien diberi obat erlaquin dan kina dari RS di Pinrang.
Riwayat hipertensi (-), serta riwayat DM disangkal.
Status Generalis
Kesadaran : Delirium
GCS : E4 M3 V2
TD : 80/p mmHg
N : 56 x/menit
TB : 159 cm
BB : 57 kg
Suhu : 37,9 C
Pernafasan : 24 x/menit
BAB III

2
PEMBAHASAN

Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Usia : 46 tahun
Suku : Bugis
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : Menikah, 4 anak
Alamat : Sarempo, Pinrang
Keluhan utama : Kejang-kejang

A. ANAMNESIS
Dari anamnesis, didapatkan data :
Keluhan utama : Kejang-kejang
Anamnesis terpimpin :
- Mula-mula pasien demam naik turun disertai dengan rasa menggigil yg
dirasakan 5 hari SMRS.
Anamnesis review of system :
- Nyeri kepala (+), sesak (-), nyeri ulu hati (-), mual muntah (+), rasa tidak
enak pada perut, nafsu makan menurun, BAK lancar dan BAB encer.
Riwayat :
- Keluarga pasien mengaku pasien sebelumnya berdomisili dan bekerja di
Kalimantan selama kurang lebih 1 tahun.
- Pasien pernah dirawat di RS Kalimantan dengan diagnosa Malaria (+) 1
bulan sebelumnya.
- Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien di Kalimantan, rata-rata semua
mengalami hal yang sama yaitu Malaria (+).
- Pasien kembali ke Pinrang dan dirawat lagi di RS Pinrang dengan keluhan
demam selama 2 hari sebelum dibawa ke RSUD A. Makkasau.
- Keluarga mengaku pasien diberi obat erlaquin dan kina dari RS di Pinrang.

3
- Riwayat hipertensi (-), riwayat DM disangkal.

B. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
Sakit berat
Gizi cukup BB : 57 kg TB : 159 cm
Delirium
GCS : E4 M3 V2

TANDA VITAL
Tekanan Darah : 80 / p mmHg
Nadi : 56 kali / menit
Pernapasan : 24 kali / menit Tipe : Vesikuler
Suhu : 37,90C
Kepala : Ekspresi : Normal
Deformitas : Tidak tampak
Simetris muka : Simetris
Rambut : Normal
Mata : Normal
Gerakan : DBN
Kelopakmata : DBN
Konjungtiva : Anemis - / -
Sklera : Ikterus - /-
Kornea : DBN
Pupil : Isokor, 2,5mm / 2,5mm
Telinga : Tophi - / -
Nyeri tekan di proc. Mastoideus - / -
Pendengaran : Normal
Hidung : Perdarahan - / -
Sekret - / -
Pernafasan cuping hidung - / -

4
Mulut :
Bibir : Sianosis (-), luka (+) Lidah : DBN
Gigi Geligi : Normal Tonsil : DBN
Gusi : Perdarahan (-) Faring : DBN
Leher :
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembesaran
JVP : R-2 CmH20
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Gerak nafas : Thoracoabdominal
Spider nevi : Negatif
payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sela iga : DBN
Jejas / Luka : Tidak ada
Lain-lain :-

Palpasi : Gerakan nafas : Simetris kanan dan kiri


Fremitus raba : Simetris kanan dan kiri
Nyeri tekan : Tidak ada
Thrill jantung : Tidak terlihat
Perkusi :
Batas paru - hepar : Sonor dikedua lapangan paru
Batas paru - lambung : Sonor tympani

5
Posisi Jantung :Kanan atas ICS II linea paraseternalis
dextra
Kanan bawah ICS IV linea parasternalis
dextra
Kiri atas ICS II linea parasternalis dextra
Kiri bawah ICS IV linea media clavicularis
sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi nafas tambahan: Rh - / - Wh - / -
Bunyi Jantung I/II : Murni reguler
Bunyi tambahan : Bising (-)
Abdomen :
Inspeksi: Datar, ikut gerak nafas

Palpasi : Hati : Tidak teraba


Limpa: Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Tympani, ascites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa teraba (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/-, Wh -/-
Gerakan : DBN
Lain-lain :-

Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

6
Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, lebam pada kedua tangan (+) warna
keunguan, udem pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-),
pembesaran KGB (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13.9 10e3/uL (3.70-10.1 10e3/uL)
RBC : 4.57 10e6/uL (3.60-4.69 10e6/uL)
HGB : 12.3 g/dl (10.8-14.2 g/dl)
PLT : 20.8 10e3/uL (155.-366 10e3/uL)
SGOT : 79 u/l (L: <37 u/l, P: <31 u/l)
SGPT : 47 u/l (L: <40 u/l, P: <31 u/l)
Urea : 64 mg/dl (10-50 mg/dl)
Creatinin : 2,1 mg/dl (L: 0,6-1,1 mg/dl, P: 0,5-0,9 mg/dl)
GDS : 140 mg/dl (<140 mg/dl)
Natrium : 142 mmol/l (136-145 mmol/l)
Kalium : 3,4 mmol/l (3,5-5,1 mmol/l)
Clorida : 107 mmol/l (98-107 mmol/l)
DDR : Ditemukan Falciparum Vivax (+)
Widal : S. Typi O (Negatif)
S. Typi H (Negatif)
S.p. Typi AH (Negatif)
S.p. Typi BH (Negatif)

D. DIAGNOSIS
Malaria Serebral

E. PENATALAKSANAAN
Terapi :
O2 10-12 tpm
IVFD RL Guyur 500 cc (dalam 30 mnt) lanjut 28 tpm
Cefobactam 1 gr/12 jam/iv
Pumpisel 40 mg/24 jam/iv
Dopamin 10 mikrogram/kg BB/menit (1 amp + 40 cc Nacl
0,9%) => 10,5 cc/jam
Diazepam 1 amp/drips/14 tpm

7
Artesunat 2 flc/12 jam/iv (encerkan 1 cc Sodium Bikarbonat
5% + 5 cc Dextrose 5%) => bolus iv selama 2 menit

F. RESUME
Pasien wanita 46 tahun dengan keluhan kejang-kejang. Pasien demam naik turun
disertai dengan rasa menggigil yg dirasakan 5 hari SMRS. Nyeri kepala (+), mual
muntah (+), rasa tidak enak pada perut, nafsu makan menurun, BAB encer. Pasien
mempunyai riwayat sebelumnya berdomisili dan bekerja di Kalimantan selama
kurang lebih 1 tahun. Pasien pernah dirawat di RS Kalimantan dengan diagnosa
Malaria (+) 1 bulan sebelumnya. Di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien di
Kalimantan, rata-rata semua mengalami hal yang sama yaitu Malaria (+). Setelah itu
pasien kembali ke Pinrang dan dirawat lagi di RS Pinrang dengan keluhan demam
selama 2 hari sebelum dibawa ke RSUD A. Makkasau. Riwayat mengkonsumsi obat
erlaquin dan kina. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan luka pada bibir dan lebam
berwarna keunguan pada kedua tangan. Pada hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan WBC: 13.9 10e3/uL, PLT: 20.8 10e3/uL, SGOT: 79 u/l, SGPT: 47 u/l,
urea: 64 mg/dl, creatinin: 2,1 mg/dl, GDS: 140 mg/dl, DDR: Ditemukan Falciparum
Vivax (+).

G. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : Bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : Dubia

8
H. FOLLOW UP
Tanggal SOAP Terapi
08/07/2017 S/ Nyeri kepala (+), lemas (+), R/
mual (+), nafsu makan O2 2-4 tpm
menurun IVFD Dextrose 5% 28 tpm
Cefobactam 1 gr/12 jam/iv (H-2)
O/ Pumpisel 40 mg/24 jam/iv
TD: 120/75 mmHg Artesunat 2 vial + 1 cc Sodium
S: 36,6C Bikarbonat 5% + 5 cc Dextrose 5%
N: 68 kali/menit /24 jam/iv (H-2)
GCS: E4 M6 V5 Dopamin 7,5 mg/kgBB/menit
GDS: 196 mg/dl

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

9
10/07/2017 S/ Nyeri kepala (+), lemas (+), R/
mual (+), demam (-), nafsu O2 2-4 tpm
makan menurun IVFD Dextrose 5% 28 tpm
Cefobactam 1 gr/12 jam/iv (H-3)
O/ Pumpisel 40 mg/24 jam/iv
TD: 140/90 mmHg Artesunat 2 vial + 1 cc Sodium
S: 36,2C Bikarbonat 5% + 5 cc Dextrose 5%
N: 78 kali/menit /24 jam/iv (H-3)

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

P/ GDS

10
S/ Nyeri kepala (+), lemas (+),
11/07/2017 mual berkurang, demam (-), R/
nafsu makan menurun IVFD Dextrose 5% 28 tpm
Pumpisel 40 mg/24 jam/iv
O/ Cefobactam 1 gr/12 jam/iv (H-3)
TD: 130/90 mmHg Artesunat 2 vial/24 jam/iv (H-3)
S: 36C
N: 80 kali/menit
GDS: 190 mg/dl

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

11
S/ Lemas (+), mual (-), demam
12/07/2017 (+), nafsu makan menurun, R/
nyeri pada lengan IVFD Dextrose 5% 28 tpm
Pumpisel 40 mg/24 jam/iv
O/ Cefobactam 1 gr/12 jam/iv (H-4)
TD: 120/70 mmHg Artesunat 2 vial/24 jam/iv (H-4)
S: 37,4C Dexametason 1 amp/8 jam/iv
N: 80 kali/menit Sanmol 1 gr/8 jam/iv
GDS: 129 mg/dl Ranitidin 1 amp/8 jam/iv
Bicarbonat 1 cc + Dextrose 5% 5
An - / - cc
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

12
S/ Demam menurun, nafsu
13/07/2017 makan menurun, nyeri ulu hati R/
(+), mual (-), nyeri pada lengan IVFD Dextrose 5% 28 tpm
Cefobactam 1 gr/12 jam/iv (H-5)
O/ Artesunat 2 vial/24 jam/iv (H-5)
TD: 130/90 mmHg Ranitidin 1 amp/8 jam/iv
S: 37C Paracetamol 500 mg 3x1
N: 80 kali/menit Lansoprazole 30 mg 1x1
GDS: 151 mg/dl

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

13
S/ Demam menurun, nafsu
14/07/2017
makan membaik, nyeri ulu hati R/
(+), mual (-) Cefixim 200 mg 2x1
Paracetamol 500 mg 3x1
O/ Lansoprazole 30 mg 1x1
TD: 110/80 mmHg Primaquin 1x1 (H-1)
S: 36,6C D-artepp 1x3 (H-1)
N: 80 kali/menit

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

14
S/ Demam (-), nyeri ulu hati
15/07/2017
(-), mual (-), BAK lancar, BAB R/
baik Cefixim 200 mg 2x1
Paracetamol 500 mg 3x1 (BP)
O/ Lansoprazole 30 mg 1x1
TD: 120/90 mmHg Primaquin 1x1 (H-2)
S: 36C D-artepp 1x3 (H-2)
N: 82 kali/menit

An - / -
Ik - / -
Wh - / -
Rh - / -

Peristaltik (+) kesan normal


NT. Abdomen (-)

A/
Malaria Serebral

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

Malaria Secara Umum


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria
dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.

16
Gambar1.Mikroskopik Plasmodium sp.

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.


Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang
berbeda bentuk demamnya, yaitu : 1
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis dikenal sebagai Malaria Quartana karena
serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis dikenal sebagai Malaria Ovale dengan pola
demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul
setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh
jenis plasmodium lainnya.

17
Sekarang ditemukan jenis malaria baru yang disebabkan oleh Plasmodium
knowlesi. Dulu jenis ini hanya ada pada monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), namun sekarang ditemukan juga pada tubuh manusia.3
Penelitian sebuah tim internasional dalam Clinical Infectious Disease
memaparkan hasil tes pada 150 pasien di rumah sakit Serawak Malaysia Juli 2006
sampai Januari 2008, dua per tiga kasus malaria disebabkan oleh infeksi
Plasmodium Knowlesi.3
Secara epidemiologi, spesies yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
plasmodium falciparum dan vivax. Plasmodium malaria dapat ditemukan di
beberapa provinsi antara lain: Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Plasmodium ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. 5

a. Fase aseksual
Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan
sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia.
Dalam waktu 30 menit 1 jam, sporozoit masuk kedalam sel parenkim hati dan
berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit.
Proses ini disebut intrahepatic schizogony atau pre-erythrocyte schizogony atau
skizogoni eksoeritrosit, karena parasit belum masuk kedalam eritrosit (sel darah
merah). Lamanya fase ini berbeda-beda untuk tiap spesies plasmodium; butuh
waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk P.malariae. Pada akhir fase
terjadi sporulasi, dimana skizon hati pecah dan banyak mengeluarkan merozoit ke
dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit membentuk
hipnozoit dalam hati yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, atau dikenal
sebagai sporozoit tidur yang dapat mengakibatkan relaps pada malaria, yaitu
kambuhnya penyakit setelah tampak mereda selama periode tertentu. Fase eritrosit
dimulai saat merozoit dalam sirkulasi menyerang sel darah merah melalui reseptor
permukaan eritrosit dan membentuk trofozoit. Reseptor pada P.vivax berhubungan
dengan faktor antigen Duffy Fya dan Fyb. Oleh karena itu individu dengan
golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor

18
P.falciparum diduga merupakan suatu glikoforin, sedangkan pada P.malariae dan
P.ovale belum diketahui. Dalam kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi
bentuk cincin; pada P.falciparum berubah menjadi bentuk stereo-headphones
didalam sitoplasma yang intinya mengandung kromatin. Parasit malaria tumbuh
dengan mengonsumsi hemoglobin. Bentuk eritrosit yang mengandung parasit
menjadi lebih elastis dan berbentuk lonjong. Setelah 36 jam menginvasi eritrosit,
parasit berubah menjadi skizon. Setiap skizon yang pecah akan mengeluarkan 6-
36 merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual P. knowlesi
terjadi dalam waktu 24 jam sedangkan P.falciparum, P.vivax, dan P.ovale adalah
48 jam dan P.malaria adalah 72 jam.3 Dengan kata lain, proses menjadi trofozoit
skizon - merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi merozoit terbentuk, sebagian
berubah menjadi bentuk seksual, gamet jantan dan gamet betina.6

b. Fase seksual
Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung
parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini
mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan makrogametosit, yang
kemudian terjadi pembuahan membentuk zygote (ookinet). Selanjutnya, ookinet
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Jika ookista pecah,
ribuan sporozoit dilepaskan dan bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk.
Pada saat itu sporozoit siap menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia.6

19
Gambar 3. Distribusi geografik malaria di seluruh dunia. Indonesia merupakan
salah satu wilayah dengan angka kejadian yang tinggi7

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat


terjadi melalui dua cara yaitu : 8
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung
parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah
manusia, misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau pada bayi yang baru
lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital).

1. Definisi Malaria Serebral


Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi
malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan
atau koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum
yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah
disingkirkan.
Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di
dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia. Malaria
diperkirakan telah sekitar 5% populasi dunia dan menyebabkan 0,5 2,5 juta jiwa
meninggal setiap tahun.10

20
2. Etiologi
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler
dari genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria
pada manusia antara lain: Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering
memberi komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka
kematian tinggi. Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak
dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral. Sistem imun sangat
penting dalam patogenesis dari malaria serebral.

3. Epidemiologi
Angka kejadian malaria serebral pada kasus malaria dewasa yang di rawat di
rumah sakit di beberapa daerah di Indonesia 3,18% - 14,8% dengan rata rata
11% - 12%. Menurut kelompok usia, malaria cerebral menonjol pada kelompok
usia produktif 14 45 tahun. Menurut jenis kelamin perbandingan laki laki dan
perempuan (1,2 20) : 1. Menurut pekerjaan 66,7% merupakan petani.

4. Histopatologi
Ditandai dengan adanya sequester pada kapiler dan vena otak yang
didalamnya terdapat parasitized red blood cells (PRBCs) dan non-PRBCs
(NPRBCs). Lesi berbentuk seperti cincin pada otak yang merupakan karakteristik
utama dari penyakit ini. Faktor resiko utama pada penyakit malaria serebral
meliputi anak-anak dibawah usia 10 tahun dan tinggal di area endemik malaria.
Terdapat suatu batasan yang jelas untuk mendiagnosa malaria serebral.
Batasan pragmatis bisa dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Biasanya
dilihat :
1. Koma yang bersifat unrousable yang tidak terlokalisir dan rasa sakitnya
menetap selama lebih dari 6 jam jika pasien telah mengalami suatu gangguan
hebat yang merata.
2. Bentuk aseksual dari P. falciparum ditemukan dalam darah.

21
3. Secara lebih spesifik yang dapat menyebabkan ensefalopati, yaitu bakteri atau
virus.

5. Patofisiologi Malaria
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah dimana sebagian besar dalam waktu beberapa menit akan menuju ke hati
dan sebagian kecil sisanya akan mati dalam darah. Didalam sel parenkim hati,
mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony). Perkembangan ini
memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan waktu 15 hari
untuk plasmodium malariae. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian parasit dalam sel
hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan
bentuk ini yang akan menyebabkan relaps pada malaria.1,4
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax, reseptor ini akan
berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P. falciparum diduga suatuglycophorins, sedangkan pada
P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit
berubah menjadi bentuk cincin, pada P. falciparum berubah menjadi stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi oleh
sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam membentuk
pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit
yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.
falciparum, dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang pada
nantinya penting dalam proses Cytoadherens dan rosetting.1
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan
bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax, dan P. ovale adalah 48
jam dan pada P. malariae adalah 72 jam.1

22
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, bila
nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi
lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan
akhirnya akan membentuk oocyt yang akan menjadi masak dan akan
mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap
menginfeksi manusia.1

Gambar 2: siklus hidup dan infeksi Plasmodium: 5

Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopheles menggigit manusia


selanjutnya akan masuk ke dalam sel-sel hati (hepatosit) dan kemudian terjadi
skizogoni ekstra eritrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan pecah dan
selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadiskizogoni intra
eritrositer, menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP) mengalami
perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan
parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transport membran sel,

23
penurunan deformabilitas, perubahan reologi, pembentukan knob, ekspresi varian
neonantigen di permukaan sel, sitoaderen, rosseting dan sekuestras. Skizonyang
matang dan pecah, melepaskan toksin malaria yang akan menstimulasi sistim RES
dengan dilepaskannya sitokin proinflamasiseperti TNF alfa dan sitokin lainnya
dan mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ.1

6. Etiopatogenesis
Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di
otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.1
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS didapatkan hasil <7 atau equal (setara)
dengan keadaan klinik sopor. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran yang
lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau berbicara). Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih
dari 30 menit. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup
jarang. Pada keadaan berat, penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan fleksi
dan tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi), opistotonus,
deviasi mata ke atas dan lateral. (Zulkarnain dkk, 2009).
Wibisono (1999) menyebutkan Manifestasi klinis disertai bentuk malaria berat
lainnya seperti edema paru, anemia berat dan gagal ginjal. Terjadi demam yang
terus-menerus, menggigil dan berkeringat, nyeri kepala yang hebat, mialgia,
badan letih dan lesu, mual muntah dan diare. Gejala lain yang di dapat, yaitu:
penurunan kesadaran, kelainan pada ginjal, hipoglikemia, kelainan pada hepar,
anemia, demam kencing hitam.

7. Gejala Klinis
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ialah di bawah 7
atau equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan
kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan

24
tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Dalam praktek keadaan ini harus
ditangani sebagai malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.
Penurunan kesadaran menetap unuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara
panas atau hipoglikemi membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada
pemeriksaan neirologi reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif,
funduskopi normal atau dapat terjai pendarahan. Papiledema jarang reflek kornea
normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal reflek dapat hilang. Reflek
abdomen dan kremaster normal, sedang babinsky abnormal pad 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan fleksi dan
tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi), opitotonus, deviasi
mata keatas dan lateral. Keadaan ini sering disrtai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak satu hari.1
Biasanya gejala-gejala neurologi timbul pada minggu kedua atau ketiga
infeksi, tapi gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda-tanda manifestasi. Anak-
anak di daerah endemik satu dari banyak kemunginan terjangkit malaria serebral.
Di antara orang dewasa, hanya ibu hamil, dan individual dengam imunitas rendah
yang tidak di ikuti dengan medikasi prophylactic yang dapat menimbulkan
penyakit pada CNS. Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk
menemukan anemia dan parasit pada sel darah merah. Tekanan CSF bisa naik dan
terkadang berisi beberapa sel darah putih ndan kandungan glukosa.3

Faktor predisposisi terjadinya malaria berat :


1. Anak-anak usia balita
2. Wanita hamil
3. Penderita dengan daya tahan tubuh rendah
4. Orang yang belum pernah tinggaldi daerah malaria

8. Diagnosis Klinis
Diagnosis malaria serebral secara umum ditegakkan seperti diagnosis penyakit
lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis

25
dini dan pegobatan cepat merupakan salah satu sasaran perbaikan strategi
pemberantasan malaria.5
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.

2. Pemeriksaaan Fisik
Demam (T = 37,5C).
Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
Temperatur rektal = 40C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang.
Tanda-tanda anemia berat: konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat.

26
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Gejala paling dini dari malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah
demam (37,5C sampai 41C) selanjutnya tidak bisa makan atau minum. Sering
mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului
koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang.8

Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat


ditemukan:11
1. GCS < 7 pada dewasa
2. Tonus otot dapat meningkat atau turun
3. Refleks tendon bervariasi
4. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
5. Mulut mencebil ( pouting ) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
6. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
7. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjungtiva dan retina serta papil udem
kadang terlihat
8. Kekakuan leher ringan kadang ada. Kernigs (+) dan photofobia jarang ada.
Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi
lumbal (LP)
9. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan

27
Kriteria diagnosis lainnnya bisa dibagi dalam 2 fase : 1
1. Fase Prodromal
Gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang,
mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit
kepala.
2. Fase Akut
Gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya komplikasi
seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah,
gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan
kematian. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan kornea mata divergen,
anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang
meningeal.

Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knuckle)
niga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan tekanan kuat pada kuku ibu
jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan
hipoglikemia. Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk menilai ada
kemajuan atau kemunduran. 8

Diagnosis malaria serebral ditegakkan berdasarkan (Zulkarnain dkk, 2009) :


1. Penderita bersal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
malaria.
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau
tanpa gejala neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah
disingkirkan.
4. Ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah tepi.
5. Tidak ditemukannya kelainan cairan serebrospinal yang berarti;
Nonne/Pandee positif/lemah, dan adanya hipoglikemi ringan.

28
Pada pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan
reaktif, funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papiledema jarang
refleks kornea normal pada orang dewasa. Lama koma pada orang dewasa dapat
2-3 hari sedangkan pada anak satu hari. Pada pemeriksaan CT Scan biasanya
normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal.
Penurunan kesadaran dan parasitemia merupakan hal yang patognomonis
dalam diagnosa malaria cerebral. Meskipun demikian, kemungkinan penyebab
lain penurunan kesadaran harus disingkirkan. Ada empat pemeriksaan yang sering
digunakan dalam diagnosa penurunan kesadaran yaitu (Rooper, 1999) :
1. Analisa kimia / toksikologi darah dan urine;
2. CT scanning / MRI
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG)
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal
5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Mikroskopis : Pemeriksaan sediaan darah tebal dan


hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium.
Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi
jenis parasit.

b. QBC ( semi quantitative buffy coat) : Prinsip dasar: tes fluoresensi


yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine
orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes
QBC cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan
hitung parasit.

c. Rapid Manual Test : Cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan


menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit.
Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifitasnya 82,5 %.

d. PCR (Polymerase Chain Reaction) : Pemeriksaan biomolekuler


digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam
darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.

29
9. Diagnosa Banding
Diagnosis banding malaria serebral antara lain (Davey, 2005) :
1. Demam Tifoid.

Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa


dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas,
batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang
ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu
pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai
minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih
rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda
antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga.
2. Septikemia

Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing, dan
genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis

Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan dalam
pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis.
4. Dengue Hemoragik Fever

Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda tanda perdarahan
yang khas akan membantu diagnosis walaupun trombositopenia dapat juga
terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali memberikan gejala
perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik

Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan
kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase
alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan
membantu deteksi abses hati dengan tepat.

30
10. Penatalaksanaan
Pengobatan Malaria Berat secara garis besar terdiri atas tiga komponen :
Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis) :
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Karena
pada malaria terjadi gangguan hidrasi, maka sangat penting mengatasi
keadaan hipovolemi ini. Selain cairan perlu diperhatikan oksigenisasi dengan
memperlihatkan tekanan O2, lancarkan saluran nafas dan kalau perlu dengan
ventilasi bantu.
Bila suhu 40oC (hipertermia ) : a.kompres dingin intensif. b.pemberian
antipiretik untuk mencegah hipertermia,parasetamol 15mg/kgBB/kali
diberikan setiap 4 jam.
Bila anemia diberikan transfusi darah, yaitu bila Hb<5g/dl atau hematokrit
<15%. Pada keadaan asidosis perbaikan anemi merupakan tindakan yang
utama sebelum pemberian koreksi bikarbonat.
Kejang diberi diazepam 10-20mg intravena diberikan secara perlahan,
phenobarbital 100mg um/kali (dewasa) di berikan 2 kali sehari.

Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria :


Artemisin
Golongan artemisin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria
berat mengingat keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus-kasus
malaria oleh Plasmodium falciparum yang resisten terhadap maupun kuinin.
Golongan artemisin yang di pakai untuk pengobatan malaria berat antara lain :
Artemeter di berikan dengan dosis 3,2 mg/kgbb/hari im pada hari pertama,
kemudian dilanjutkan dengan 1,6mg/kgbb/hari (biasanya diberikan dengan
dosis 160mg dianjurkan dengan dosis 80mg) sampai 4 hari (penderita dapat
minum obat),kemudian dilanjutkan dengan obat kombinasi peroral.
Artesunate diberikan dengan dosis 2,4mg/bb/hari iv pada waktu masuk (time
= 0),kemudian pada jam ke 12 dan jam ke 24,selanjutnya tiap hari sekali
sampai penderita dapat minum obat dilanjutkan dengan obat oral kombinasi.
Kuinin HCL 25% 500mg(dihitung BB rata-rata 50kg)di larutkan dalam 500cc

31
dekstrose 5% atau dextrose dalam larutan salin diberikan slama 8 jam, atau
pemberian infus pada cairan tersebut diberikan selama 4 jam kemudian
diulang dengan cairan yang sama terus menerus sampai penderita dapat
minum obat dan dilanjutkan dengan pemberian Kuinin peroral dengan dosis 3
kali sehari 10mg/kgBB/ (3x600mg)dengan total pemberian kuinin
keseluruhannya selama 7 hari. Dosis loading ini tidak di anjurkan pada
penderita yang telah mendapatkan pengobatan kuinin atau meflokuin dalam 24
Jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan Q-Tc
interval/aritmia pada EKG.

Klorokuin
Klorokuin kini jarang digunakan untuk malaria berat karena banyak yang telah
resisten. Klorokuin diberikan bila masih sensitif atau pada kasus demam dengan
kencing hitam atau pada penderita yang hipersensitif terhadap kina. Klorokuin
dapat diberikan dengan :
Dosis loading 10 mg/kgbb dilarutkan dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan
dalam 8 jam kemudian dilanjut dengan dosis 5 mg/kgbb per infus selama 8
jam dan sebanyak 3 kali (dosis total 25 mg/kgbb selama 32 jam).
Bila secara intravena tidak memungkinkan, dapat diberikan secara
intramuskuler atau subkutan dengan cara: 3,5 mg/kgbb klorokuin basa dengan
interval setiap 6 jam, atau 2,5 mg/kgbb klorokuin basa dengan interval setiap 4
jam.

Transfusi Pengganti
Tindakan ini menurunkan dengan cepat tingkat parasitemia. Tindakan ini
berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin hasil
parasit dan metabolismenya (sitokin dan radikal bebas) serta memperbaiki
anemia. Indikasi transfusi tukar :
- Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat
- Parasitemia >10% disertai komplikasi berat (malaria serebral, gagal ginjal
akut, edema paru/ARDS, ikterik (bilirubin >25 mg/dl) dan anemia berat.

32
- Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan selama 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal, atau didapatkan skizon matang dalam
sediaan darah perifer.

Pengobatan komplikasi
Gagal ginjal akut.
Hemodialisis atau hemofiltrasi dilakukan sesuai dengan indikasi
umumnya. Dialisis dini akan memperpbaiki prognosis.
Hipoglikemia (gula darah <50mg/dl)
Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah tiap 4-6 jam. Bila terjadi
hipoglikemi, berikan suntik 50 ml dextrosa 40%i.v, dilanjutkan dengan infus
dextrosa 10% dan gula darah tetap dipantau tiap 4-6 jam. Monitor gula darah
juga dilakukan pada penderita dengan pengobattankuinin / kuinidin.
Posisikan pasien pada posisi setengah duduk 45o, berikan oksigen, berikan
diuretik, hentikan pemberian cairan intravena, lakukan intubasi, berikan
tekanan akhir ekspirasi positif atau tekanan udara positif kontinu hipoksemia
mengancam jiwa.
Koma
Jaga jalan nafas, singkirkan penyebab lain dari koma (hipoglikemi,
meningitis bakteri), hindari pemakaian kortikosteroid, heparin dan adrenalin.
Syok
Suspek septikemia, pemeriksaan kultur darah, antimikroba parenteral, atasi
gangguan hemodinamik.

Penanganan Komplikasi
Malaria Serebral
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
a. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat
b. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari

33
c. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia
e. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang
dapat terjadi karena tidak adanya reflek mengedip pada pasien tidak sadar.
f. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hipostatik pneumonia
h. Hal-hal yang perlu dimonitor:
- Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit
- Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 6 jam
- Hitung parasit setiap 6 jam
- Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke 1 dan 3
- Gula darah setiap 6 jam
- Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal Ureum,creatinin, dan kalium darah
pada komplikasi gagal ginjal)

Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Biasanya ditujukan
kepada orang yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka tidak digunakan klorokuin sebagai
kemoprofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin menjadi pilihan, diminum satu hari
sebelum keberangkatan dengan dosis 2 mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari
12 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu
hamil.5

34
11. Prognosis
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka
mortalitasnya sekitar 4% sampai 46%. Faktor resiko prognosis yang buruk
biasanya pada pasien malaria serebral dengan distress pernafasan, gangguan
kesadaran, hipoglikemi, ikterik, kejang dan oedema pupil.15
Mengingat dari keparahan manifestasi klinis malaria serebral, kurang dari 10%
dari anak yang menderita malaria serebral dapat bertahan hidup memiliki defisit
neurologis. Defisit yang paling sering ialah kebutaan kotikal, gangguan bicara, dan
gangguan motorik seperti hemiplegi dan ataksia.15
Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik
daripada kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ,
adalah > 50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75
%.5
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 u/L, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000 u/L, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000 u/L, maka mortalitas > 50 %

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Munthe CE. Malaria serebral:Laporan Kasus.Cermin Dunia


Kedokteran.2001;131:5-6.
2. Harijanto PN. Perubahan Radikal dalam Pengobatan Malaria di Indonesia.
Cermin Dunia Kedokteran. 2006;152:30-36.
3. Gunawan. Ancaman Parasit dari Monyet. Kompas, 26 April 2012. p 13.
4. Mohanty S, DK Patel, SK Mishra. Adjuvant Therapy in Cerebral Malaria.
Indian J Med Res. 2006; 124:245-260.
5. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan
RI. 2008.
6. Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Departemen Kesehatan RI.
2008. Available at http://binfar.depkes.go.id. Access on December 1, 2012.
7. NL Study Makes Malaria Diagnosis Breakthrough. Radio Netherlands
Worldwide. 2009. Available at http://www.rnw.nl. Access on November 28,
2012.
8. Soedarmo,S, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2. 2010.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. p 408-437.
9. Lou J, Ralf L, and Georges. Pathogenesis of Cerebral Malaria: Recent
Experimental Data and Possible Application for Human. Clinical
Microbiology Reviews. 2001. p 810-818.
10. Newton CRJC, Hien TT, White N. Neurological aspects of tropical disease:
Cerebral malaria. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000;69:433-441.
11. Kakkilaya BS. Central nervous system involvement in P. Falciparum malaria.
2009. Available at www.malariasite.com . Access on November 28, 2012.
12. Tjitra E. Manifestasi klinis dan pengobatan malaria. Cermin Dunia
Kedokteran.1994;101:5-11.
13. Behrman, dkk. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol.2 edisi 17. Jakarta: EGC.
1998. p 1477-1485.
14. Tarigan, Jerahim. Kombinasi Kina Tetrasiklin Pada Pengobatan Malaria

36
Falciparum Tanpa Komplikasi Di Daerah Resisten Multidrug Malaria. USU
digital library. 2003.
15. John CC and Richard I. Cerebral Malaria in Children. Infect Med. 2003; 20:
53-58

37

Anda mungkin juga menyukai