Anda di halaman 1dari 42

CLINICAL SCIENCE SESSION

*Kepanitraan Klinik Senior/G1A219011/Oktober 2020


** Pembimbing/Dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp. An

FISIOLOGI GINJAL

Oleh :
Benny Kurniawan
G1A219011

Pembimbing:
Dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

2
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

FISIOLOGI GINJAL

Oleh:
Benny Kurniawan
G1A219011

Program Pendidikan Profesi Dokter


Bagian Anestesiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2020

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan pada :


Jambi, Oktober 2020
Pembimbing

3
Dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session (CSS) pada Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Jambi
yang berjudul “Fisiologi Ginjal”.
Clinical Science Session (CSS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Anestesi di RSUD Raden Mattaher Jambi. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Clinical Science Session (CSS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Oktober 2020

Penulis

4
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem urinaria terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine dan


mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama untuk
mempertahankan homeostasis. Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang
memproduksi urine, dua ureter yang membawa urine ke sebuah kandung kemih
untuk penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urine keluar tubuh
melalui orifisium uretra eksterna.1
Secara anatomis, ginjal merupakan sepasang organ yang berada di rongga
peritoeal dan tepat di bawah diafragma. Tiap-tiap ginjal memiliki berat sekitar 115-
160 gram, terdiri atas korteks dan medula. Satu ginjal terdiri dari 1,2x10 6 nefron yang
berisi glomerulus, tubulus dan duktus kolektivus.2
Ginjal memiliki fungsi utama untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh,
osmolaritas, kesembangan elektrolit dan asam basa serta mengekskresikan hasil akhir
proses metabolisme, termasuk obat. Ginjal juga menghasilkan hormon yang
meregulasi tekanan darah seperti angiotensin II, prostaglandin, memproduksi eritrosit
yaitu eritropoietin dan metabolisme tulang yaitu 1,25-dihidroksi-kolekalsiferol.
Dalam menjalankan fungsinya ginjal menggunakan 20% – 25% dari total cardiac
output2
Banyak faktor yang secara langsung dan tidak langsung terkait dengan
prosedur operasi dan manajemen anestesi yang seringkali memiliki dampak
signifikan terhadap fisiologi dan fungsi ginjal, dan dapat menyebabkan kelebihan
cairan perioperatif, hipovolemia, dan gagal ginjal akut, yang merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas perioperatif.3

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


2.1.1 Makroskopis
Ginjal merupakan sepasang organ retroperitoneal, permukaan anteriornya
yang dilapisi oleh peritoneum dan aspek posterior terletak tepat di dinding posterior
abdomen. Kedua organ terletak di sisi kanan dan kiri vertebra setinggi level T 12 -
L3. Ginjal kanan biasanya terletak 2,5 cm lebih rendah daripada ginjal kiri karena
adanya hepar pada kuadran kanan atas abdomen. Posisi ini akan berubah 2-3 cm
pada inspirasi dan ekspirasi. Pada pria dewasa berat ginjal berkisar antara 125 gram -
170 gram, sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 115 gram - 155 gram.
Ginjal mempunyai panjang 11 - 12 cm dan lebar 5 - 7,5 cm.1,2

Gambar 1. Anatomi Makro Ginjal (Tampak depan)


Pada umumnya ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada. Ginjal
dilapisi oleh beberapa lapisan jaringa, dari paling dalam (paling dekat ke ginjal)
sampai paling luar, lapisan-lapisan ini adalah kapsul fibrosa, lemak perinefrik, fasia
ginjal, dan lemak paranefrik.1,4

6
Gambar 2. Anatomi makro ginjal (Tampak belakang)

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
mayor yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis
minor. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul.5

7
Gambar 3. Potongan melintang ginjal
2.1.2 Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Pada manusia,
pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus, kapsula bowman dan tubulus. Tubulus terdiri atas tiga bagian utama
yaitu Tubulus Proksimalis, Loop of Henle (lengkungan Henle) dan Tubulus Distalis.
Beberapa tubulus distalis akan bergabung membentuk tubulus kolektivus. Nefron
dibedakan atas 2 jenis yaitu :3,5
a. Nefron Kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian luar dari
korteks dengan lengkungan henle yang pendek tetapi tetap berada pada korteks
atau mengadakan penetrasi hanya sampai pada zona luar medulla.
b. Nefron Juxta medullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian
dalam dari korteks dekat hubungan korteks-medulla dengan lengkungan henle
yang panjang dan turun jauh kedalam sampai zona dalam medulla sebelum
berbalik dan kembali ke korteks.
Pada manusia kira-kira 85 % merupakan nefron kortikalis dan 15 %
merupakan nefron Juxta medullaris.5
Berdasarkan segmentasi dari tubulus, medula dibagi menjadi zona dalam dan
zona luar, dengan zona dalam dibagi menjadi dua subdivisi yakni outer stripe
(lapisan luar) dan inner stripe (lapisan dalam). Zona dalam medula terdiri atas ansa
henle pars asenden dan desenden serta duktus kolektivus besar, termasuk duktus
kolektivus Bellini. Inner stripe dari zona luar medula terdiri atas ansa Henle pars
desenden yang berdinding tebal, dan duktus kolektivus. Outer stripe dari medula
bagian luar terdiri atas segmen terminal dari tubulus proksimal dan ansa Henle pars
asenden berdinding tebal.2
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan
arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.6

8
Gambar 4. Unit Nephron

Korpuskulum renal/Badan Malpighi


Badan Malphigi terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman. Glomerulus
merupakan kumparan dari sekumpulan jaringan kapiler yang berasal dari arteriole
afferent dan bersatu menuju ke arteriole efferent berbentuk bulat ke dalam kapsula
Bowman. Saat arteri renalis memasuki ginjal, arteri tersebut bercabang menjadi
kapiler kecil yang mengalirkan darah ke glomerulus dan membentuk arteriol eferen
yang mengalirkan darah keluar glomerulus. Arteriole efferent kemudian memecah
diri menjadi beberapa kapiler peri tubuler yang mengelilingi tubulus.2

Gambar 5. Glomerulus

Terdapat 2 jenis sel yang membatasi dinding kapiler dan kapsula Bowman,
yakni sel endotel kapiler dan podosit pada dinding kapsula Bowman. Kedua sel ini

9
dipisahkan oleh membrana basalis (atau dapat disebut glomerular basal
membrane/GBM). Sel podosit ini mempunyai prosesus yang memanjang ke arah
lumen kapsula Bowman yang disebut juga pseudopoda. Di antara prosesus-prosesus
tersebut terdapat celah yang memungkinkan terjadinya perpindahan cairan dari
kapiler menuju kapsula bowan yang disebut filtration slits.2,3
Sel mesangial dan matriks di sekelilingnya akan membentuk mesangium,
yaitu lapisan di dalam glomerulus yang dibatasi oleh lamina basalis dan endotel
kapiler. Sel mesangial ini merupakan sel khusus yang mempunyai kemampuan
kontraktil, fagositosis serta pembentukan dan metabolisme dari matriks di
mesangium. Sel mesangial berkontraksi, mennurunkan filtrasi glomerulus, sebagai
respons terhadap angiotensin II, vasopresin, norepinefrin, histamin, endotelin,
tromboksan A2, leukotrien (C4 dan D4), prostaglandin F2, dan platelet-activating
factor. Relaksasi sel ini, meningkatkan filtrasi glomerulus, sebagai respons terhadap
atrial natriuretic peptide (ANP), prostaglandin E2, dan agonis dopaminergik.2,3
Endotel kapiler glomerulus yang berpori, membran basalis, dan podosit
membentuk sistem filtrasi glomerulus bernama membran glomerulus. Endotel kapiler
glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel yang pipih dan berpori. Pori-pori endotel
kapiler ini bersifat permeabel terhadap air dan zat lain yang terlarut dalam plasma.
Membran basalis adalah lapisan aselular yang komponen penyusunnya didominasi
oleh kolagen dan glikoprotein. Kolagen berfungsi untuk memberi ketahanan pada
membran ini sedangkan gliko protein berfungsi untuk mencegah lewatnya protein
plasma masuk melalui membran basalis.2
Tekanan filtrasi glomerulus ( 60 mmHg) normalnya adalah  60% dari
tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP) dan berlawanan dengan kedua
tekanan onkotik plasma (25mmHg) dan tekanan intersisial ginjal (10 mmHg). Sifat
kedua arteriol afferent dan efferent merupakan faktor penting dalam menentukan
tekanan filtrasi. Tekanan filtrasi berbanding lurus dengan sifat arteriol efferent, tetapi
berbanding terbalik dengan sifat arteriol afferent. Kira-kira 20% dari plasma
normalnya terfiltrasi ke dalam kapsula Bowman seiring dengan darah melewati
glomerulus.3
Tubulus Proximal

10
Tubulus Proximalis terdiri dari : Pars konvulata (bagian yang berlekuk-lekuk
pada korteks dekat glomerulus), Pars Recta (bagian yang lurus melalui korteks
menuju medulla). Tubulus proximal ini memiliki panjang 15 mm dan lebar 55 nm.
Dinding dari tubulus proximal tersusun oleh satu lapis sel dengan brush border pada
bagian apeksnya. Mikrovili yang membentuk brush border tersambung satu sama
lain. Bagian basal dari sel ini dihubungkan oleh tight junction atau zonula occludens.
Di antara sel-sel basal terdapat ekstensi dari ruangan ekstraselular yang dinamakan
lateral intracellular spaces, di tempat ini terdapat pompa Na-K-ATP-ase.2,3
Fungsi utama tubulus proximal adalah rearbsobsi natrium. Tubulus proksimal
pars convoluta berperan dalam reabsorbsi berbagai elektrolit yaitu natrium (Na2+),
bikarbonat (HCO3-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), fosfat (PO4), glukosa dan asam
amino. Separuh substansi yang terkandung dalam urin akan direabsorbsi pada tubulus
proksimal pars konvoluta.2,3
Pada tubulus proksimal pars recta, aktivitas pompa Na-K-ATP-ase menurun.
Tubulus ini berperan penting dalam sekresi anion dan kation serta merupakan struktur
yang banyak mengalami kerusakan oleh substansi nefrotoksik atau logam berat. 2,3

Lengkung Henle (Loop of Henle)


Lengkung Henle (Loop of Henle) terdiri atas : pars desendens (bagian yang
menurun menuju medula) dan pars asendens (bagian yang naik kembali menuju
korteks). Lengkung Henle mempunyai peranan penting dalam menjaga keadaan
hipertonik pada interstitial medula dan menentukan konsentrasi urin. Dinding dari
ansa Henle pars desenden sangat permeabel terhadap air tapi mempunyai
permeabilitas yang rendah terhadap Na+ dan Cl-. Hal ini menyebabkan air diekstraksi
dari ultrafiltrat yang berada di tubulus saat ansa Henle menembus interstisial medula
yang bersifat hipertonik. Sebaliknya, ansa Henle pars asenden cenderung tidak
permeabel terhadap air namun sangat permeabel terhadap Na+ dan Cl- sehingga
natrium akan terekstraksi dari tubulus.2,3,5
Tidak seperti pars desenden dan pars asenden yang tipis, pars asenden bagian
tengah yang tebal tidak permeabel air. Sehingga menyebabkan cairan tubular yang
keluar dari loop of henle bersifat hipotonik (100 – 200 mosm/L) dan jaringan sekitar
intersisium loop of henle bersifat hipertonik. Mekanisme countercurrent membuat

11
cairan kedua tubular dan intersisium medula menjadi semakin hipertonik seiring
dengan bertambahnya kedalaman ke dalam medula. Konsentrasi urea juga meningkat
di dalam medula dan menyebabkan keadaan hipertonisitas. Mekanisme
countercurrent meliputi lengkung Henle, tubulus kolektivus kortikal dan meduler, dan
kapiler yang berdekatan (vasarecta). 2,3

Tubulus Distal
Struktur tubulus distal dibagi menjadi tiga segmen : ansa Henle pars asenden
berdinding tebal, makula densa dan tubulus distal pars konvoluta. Ansa Henle pars
asenden berdinding tebal berperan dalam transport aktif NaCl keluar tubulus yang
menjaga kondisi insterstitial medula tetap hipertonik. Makula densa adalah area yang
terdiri atas sel khusus yang melapisi dinding tubulus distal saat tubulus tersebut
melewati glomerulus nefron yang sama. Sel pada makula densa ini sensitif terhadap
konsentrasi NaCl di lumen tubulus distal. Tubulus distal konvoluta memiliki akivitas
Na-K-ATP-ase serta Ca-Mg-ATP-ase yang paling tinggi dibandingkan struktur lain
dalam nefron.2
Tubulus distal menerima cairan hipotonik dari loop of henle dan sedikit
mempengaruhi cairan tubular. Berbeda dengan bagian yang lebih proksimal, nefron
bagian distal memiliki sambungan yang sangat rapat (tight junction) antara sel epitel
tubular dan relatif tidak permeabel terhadap air dan natrium. Reabsorpsi natrium di
tubulus distal biasanya hanya sekitar 5% dari beban natrium yang disaring. Tubulus
distal adalah tempat utama reabsorpsi kalsium yand dimediasi oleh hormon paratiroid
dan vitamin D.3

Tubulus Kolektivus
Sistem duktus kolektivus merupakan bagian terakhri dari nefron. Sistem ini
akan membawa cairan yang telah melewati sistem tubulus sebelumnya menuju pelvis
renalis. Komponen ini terbagi menjadi connecting tubules, duktus kolektivus kortikal,
duktus kolektivus medular dan papila renalis. Fungsi utama dari duktus kolektivus
kortikal adalah sekresi K+ yang diikuti dengan reabsorbsi Na2+. Regulasi transport
aktif ini dipengaruhi oleh mineralokortikoid.2
Duktus kolektivus medular dibagi menjadi dua, yaitu: bagian luar dan dalam.
Duktus kolektivus medular bagian luar mempunyai peran dalam asidifikasi urin. Pada

12
bagian duktus kolektivus ini terjadi sekresi H+ yang diikuti oleh reabsorbsi ion K+ dan
dimediasi oleh pompa H-K-ATP-ase yang terletak di membran basal-lateral. Selain
sekresi H+, duktus kolektivus medular bagian luar ini juga mensekresi ammonia
untuk asidifikasi urin.2
Duktus kolektivus medular bagian dalam berjalan dari medula kemudian
menyatu dengan duktus lainnya menjadi satu duktus dengan diameter yang lebih
besar. Duktus ini kemudian akan bermuara di papila dan dinamakan duktus
kolektivus Bellini. Duktus ini juga berperan dalam asidifikasi urin melalui sekresi
ion. Duktus ini cenderung impermeabel terhadap air.2

2.1.3 Vaskularisasi pada Ginjal


Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
L1-L2. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus.6
Vena renalis mengalirkan darah dari ginjal dan bersatu membentuk vena
renalis dekstra dan sinistra. Vena ini berada di anterior dari arteri renalis dekstra dan
sinistra. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior.

Gambar 6. Vascularisasi ginjal.

2.1.4 Hormonal pada Ginjal4,5

13
Hormon yang bekerja pada ginjal
 Hormon Antidiuretik (ADH atau Vasopresin)
Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior, hormon
ini meningkatkan reabsorbsi air pada duktus kolektivus
 Aldosteron
Merupakan hormon steroid yang di produksi oleh korteks adrenal, hormon ini
meningkatkan ekskresi natrium pada duktus kolektivus
 Peptida Natriuretik (NP)
Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan ekskresi natrium pada duktus
kolektivus
 Hormon Paratiroid
Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid, hormon ini
meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium, dan produksi vitamin D
pada ginjal.

Hormon yang dihasilkan oleh Ginjal


 Renin.
Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular, hormon
ini menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angitensin II bekerja langsung
pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosteron pada tubulus distal
untuk meningkatkan retensi natrium. Hormon ini juga merupakan
vasokonstriktor kuat.
 Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang di metabolisme di ginjal menjadi bentuk
aktif 1,23-dihidrosikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan
absorbsi kalsium dan fosfat dari usus
 Eritropoietin
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini meningkatkan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang
 Prostaglandin
Di produksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh
darah ginjal.

14
2.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/
membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170
liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya
keluar dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Selain itu, fungsi primer
ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-
batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.5

2.2.1 Fungsi Ginjal


Fungsi ginjal adalah
1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
 Menjaga keseimbangan asam-basa dengan mempertahankan pH plasma
sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali
HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi endokrin
 Mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron yang penting untuk
mengatur tekanan darah, menyebabkan vasokontriksi dan mencegah hipotensi
dan hipovolemia.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya (1,23-dihidrosikole-
kalsiferol)

15
 Menghasilkan prostaglandin yang bersama dengan ANP (atrium natriuretic
peptides) akan menyebabkan vasodilatasi sehingga mencegah hipertensi.

2.2.2 Fungsi Nefron


Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi
yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan
hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.4

Gambar 9. Nephron

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak


diperlukan dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi
kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma
langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi
yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh

16
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang
masih diperlukan tubuh, molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi
dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor, hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.

Tabel 1. Fungsi bagian-bagian nefron

Segmen Fungsi
Glomerulus Ultrafiltrasi darah
Tubulus Proximal Reabsorpsi
Sodium Chlorida
Air
Bikarbonat
Glukosa, protein, asam amino.
Kalium, magnesium, kalsium
Fosfat, asam urat, urea
Sekresi
Anion organik
Kation organik
Produksi Amonia
Lengkung Henle Reabsorpsi
Sodium Chlorida
Air
Kalium, magnesium, kalsium
Countercurrent Multiplier
Tubulus Distal Reabsorpsi
Sodium Chlorida
Air
Kalium
Kalsium
Bikarbonat
Sekresi
Ion hidrogen
Kalium
Kalsium
Tubulus Kolektivus Reabsorpsi
Sodium Chlorida
Air
Kalium
Bikarbonat
Sekresi
Kalium
Ion hidrogen
Produksi Amonia
Aparatus Sekresi Renin
17
Juxtaglomerular
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (badan malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap
korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang
berada dalam kapsula bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
afferent. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang
telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri efferent.
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula
bowman terdapat tiga lapisan:
1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus,
melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula
Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel
darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat
ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap
hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per
menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi
ginjal.4

18
Gambar 10. Tubulus Ginjal

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang


mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
konvulasi distal. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan
arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif
untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian
besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
kolektivus melalui osmosis.
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel
juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin cairan menjadi
makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang
kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter
Tahap Pembentukan Urine :
1. Filtrasi Glomerular.2,4,5
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate).
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler.

19
Gambar 11. Tekanan Filtrasi pada Glemrulus

Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring


melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti  elektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.4,5
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau Gromelural Filtration Rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi.
GFR = Kf x Tekanan Filtrasi Akhir

Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler


glomerulus yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan filtrasi akhir ditentukan oleh :
 Tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
 Tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman (Pb)
 Tekanan osmotik dalam kapiler glomerulus (π g)
 Tekanan osmotik dalam kapsula bowman (π b)

20
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif
cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini
menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk
menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus
koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine.
Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan
pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis,
lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permeabilitas membarana
glomerulus 100-1000 kali lebih permeabel dibandingkan dengan permiabilitas kapiler
pada jaringan lain laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat
diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi
tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat dalam cairan plasma.
 Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate) rata-rata GFR normal pada
laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wanita lebih rendah dibandingkan
pada pria. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain
ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan
tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses
terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai
berikut:
a.Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg
b.Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c.Tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHg
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi, semakin
tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan
sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman, serta tekanan
osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang
terjadi pada glomerulus.
 Komposisi Filtrat Glomerulus

21
Dalam cairan filtrat tidak ditemukan eritrosit, sedikit mengandung protein
(1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama
dengan yang terdapat dalam cairan intertitial pada umunya. Dengan demikian
komposisi cairan filtrat glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali
jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrat tersebut direabsorpsi
kembali ke dalam tubulus ginjal.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus :
a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi
laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasma semakin
menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman
semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin
meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: Apabila terjadi vasokontriksi arteriol aferen
akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini
akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun
sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan
terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang
akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi
akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

2.  Reabsorpsi4,5
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Volume urin manusia hanya 1%
dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi
secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa

22
serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin.
Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 180 liter air, 1200 gr garam,
dan 150 gr glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah
terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03%, dalam urin
primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara, gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.
Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.

Gambar 12. Proses Pembentukan Urin

Hampir 99% dari cairan filtrat direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang
terlarut didalam cairan filtrat tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut
dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu :
a. Transport aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na +,
K+, PO4ˉ,NO3ˉ, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion

23
Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan
ptensial listrik didalam epitel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan
electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan
konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses
difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium disebabkan permiabilitas sel tubuler
terhadap ion natrium relatif tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak
mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan
dapat berlangsung terus-menerus.4

Gambar 13. Proses Transport Aktif


b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada
pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam
cairan filtrate dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel tubulus. Zat yang
mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulus
melalui proses osmosis.2,4
Perbedaan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen
tubulus menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam
sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan
perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Clˉ, HCO3ˉ kedalam kapiler
peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik
yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus.2,4

24
Gambar 14. Proses Transport Pasif

3.  Sekresi
Sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion
NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus
melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3 - kedalam lumen tubulus akan
membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan
sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.2,4
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.4
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali
carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion
kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium
yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular
(CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation
dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa

25
bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
teurapeutik.4

2.2.3 Fungsi Homeostasis Ginjal4


Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, diantaranya
sebagai penyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah) yang
merupakan sisa metabolisme tubuh. Setiap harinya ginjal akan memproses sekitar
200 liter darah untuk menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter ‘sampah’ dan
ekstra (kelebihan) air. Sampah dan esktra air ini akan menjadi urin, yang mengalir ke
kandung kemih melalui saluran yang dikenal sebagai ureter. Urin akan disimpan di
dalam kandung kemih ini sebelum dikeluarkan pada saat berkemih.
Zat-zat yang sudah tidak terpakai lagi atau sampah tersebut diperoleh dari
proses normal pemecahan otot dan dari makanan yang dikonsumsi. Tubuh akan
memakai makanan tersebut sebagai energi dan untuk perbaikan jaringan. Setelah
tubuh mengambil secukupnya dari makanan, sisanya akan dikirim ke dalam darah
untuk kemudian disaring di ginjal. Jika fungsi ginjal terganggu maka kemampuan
menyaring zat sisa ini dapat terganggu pula dan terjadi penumpukan dalam darah
sehingga dapat menimbulkan berbagai manifestasi gangguan terhadap tubuh.
Protein sangat dibutuhkan untuk membangun semua bagian tubuh, seperti
otot, tulang, rambut dan kuku. Protein-protein yang ada dalam darah dapat keluar ke
urin (bocor) bila unit penyaring ginjal, glomerulus, sudah mengalami kerusakan.
Ginjal memiliki struktur yang cukup unik, yaitu pembuluh darah dan unit penyaring.
Proses penyaringan terjadi pada bagian kecil dalam ginjal, yang disebut
dengan nefron. Setiap ginjal memiliki sekitar satu miliar nefron. Pada nefron ini
terdapat pembuluh darah kecil-kecil, kapiler, yang saling jalin menjalin dengan
saluran-saluran yang kecil, yaitu tubulus.
Tubulus-tubulus ini pertama kali menerima gabungan antara zat-zat buangan
dan berbagai kimia hasil metabolisme yang masih bisa digunakan tubuh. Ginjal akan
‘memilih’ zat-zat kimia yang masih berguna bagi tubuh (natrium, fosfor, dan kalium)
dan mengembalikannya ke peredaran darah dan mengeluarkan lagi kembali ke dalam
tubuh. Dengan cara demikian, ginjal turut mengatur kadar zat-zat kimia tersebut
dalam tubuh.

26
Selain membuang sampah-sampah yang sudah tidak terpakai lagi, ginjal juga
berfungsi menjadi ‘pabrik’ penghasil tiga hormon penting, yaitu:
 Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang membuat sel-sel darah
merah (eritrosit)
 Renin, membantu mengatur tekanan darah
 Bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), yang membantu penyerapan kalsium dan
menjaga keseimbangan kimia dalam tubuh
 Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
 Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran
ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat
asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.
 Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang
melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada
tubulus konvulasi.
Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau
kekurangan air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal
pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi
hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi
perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan
jaringan akan kembali menjadi 99%.

2.2.4 Renal Blood Flow (RBF) Dan Filtrasi Glomerulus2,3


Clearance
Konsep dari clearance sering diukur dari nilai RBF dan Glomerular filtration
rate (GFR). Nilai clearance ginjal pada suatu zat didefenisikan sebagai volume darah
yang sudah benar-benar bersih dari zat tersebut persatuan waktu (biasanya, per
menit).
Renal Blood Flow (laju darah ginjal)
Renal Plasma Flow biasa diukur dengan nilai clearance p-aminohippurate
(PAH). PAH pada konsentrasi plasma yang rendah dapat diartikan benar-benar bersih
dari plasma dengan proses filtrasi dan sekresi dalam satu pasase pada ginjal.

27
Dimana [PAH]u = konsentrasi PAH pada urine dan
[PAH]P = konsentrasi PAH pada plasma
Jika nilai hematokrit diketahui maka,

RPF dan RBF normalnya  660 dan 1200 ml/menit


Glomerular Filtration Rate (GFR)
Nilai GFR biasanya  20% dari nilai RPF. Angka clearance dari Inulin,
sebuah frukstosa polisakarida yang difiltrasi penuh tetapi tidak dapat disekresi
ataupun direabsorbsi, dianggap sebagai penilai yang baik terhadap status GFR. Nilai
normal GFR pada laki-laki 120  25 ml/menit dan pada wanita 95  20 ml/menit.
Kreatinin clearance juga dapat digunakan untuk menilai GFR tetapi kurang akurat.
Namun cara ini sering digunakan karena lebih praktis. Nilai kreatinin klirens sering
menunjukkan GFR yang tinggi karena sebagian kreatinin disekresi melalui tubulus
renal. Kreatinin ialah zat hasil dari pemecahan phosphokreatinin yang ada di otot.
Kreatinin dihitung dengan cara sebagai berikut :

[Kreatinin]u = konsentrasi kreatinin pada urin


[Kreatinin]P = konsentrasi kreatinin pada plasma

Nilai ratio dari GFR terhadap RPF disebut sebagai Filtration Fraction (FF)
normalnya 20%. GFR sangat tergantung pada keadaan afferent dan eferent dari
artriolar. Dilatasi dari arteriolar afferet atau vasokontriksi dari arteriolar efferent akan
meningkatkan RBF dan angka GFR akan tetap walaupun RBF menurun. Keadaan
arteriolar afferent lah yang bertanggung jawab dalam mempertahankan nilai GFR
agar tetap konstant walau dalam berbagai tekanan darah.

2.2.5 Mekanisme Kontrol3

28
Regulasi dari RBF menunjukkan hubungan yang kompleks antara
autoregulasi intrinsik, keseimbangan tubuloglomerular dan hormonal serta efek
neuronal terhadap ginjal dan tekanan darah sistemik.
A. Regulasi Intrinsik
Autoregulasi RBF biasanya terjadi pada tekanan darah arteri  80 dan 180
mmHg yang dipengaruhi respon intrinsik otot polos dari arteriol glomerulus aferen
terhadap perubahan tekanan darah. Dalam batas ini, terjadi vasokonstriksi arteriol
aferen atau vasodilatasi untuk mempertahankan RBF dan GFR dalam keadaan yang
relatif konstan. Di luar batas autoregulasi, RBF menjadi bergantung pada tekanan.
Filtrasi glomerulus umumnya berhenti ketika tekanan arteri sistemik rata-rata (MAP)
kurang dari 40 sampai 50 mmHg.

29
Gambar 15. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron dalam regulasi tekanan darah dan
keseimbangan cairan. AGT, angiotensinogen; Ang I, angiotensin I; Ang II, angiotensin II;
ACE, enzim pengubah angiotensin.

B. Keseimbangan dan FeedBack Tubuloglomerular


Feedback tubuloglomerular memiliki peran penting dalam mempertahankan
GFR dalam keadaan konstan pada berbagai tekanan perfusi. Peningkatan aliran
tubular cenderung menyebabkan penurunan GFR; sebaliknya, aliran tubular yang
menurun cenderung menyebabkan peningkatan GFR. Meskipun mekanismenya
kurang dipahami, makula densa tampaknya berpengaruh terhadap umpan
balik/feedback tubuloglomerular dengan menginduksi perubahan refleks pada tonus
arteriol aferen dan kemungkinan permeabilitas kapiler glomerulus.
Angiotensin II mungkin memainkan peran permisif dalam mekanisme ini.
Pelepasan lokal adenosin, yang terjadi sebagai respons terhadap ekspansi volume,
dapat menghambat pelepasan renin dan menyebabkan dilatasi arteriol aferen.

C. Regulasi Hormonal
Peningkatan tekanan arteriol afferen menyebabkan pelepasan renin dan
angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteri secara umum dan
secara tidak langsung menurunkan RBF. Arteriol afferent dan efferent vaso kontiksi
tetapi karena efferent lebih kecil,maka tahanannya lebih besar dari arteriol afferen;
oleh karena itu BFR dapat dipertahankan tidak berubah. Kadar angiotensin II yang
tinggi akan menyebabkan kedua arteriot konstriksi dan ini akan menyebabkan
penurunan GFR yang sangat menjolok. Adrenal katekolamin (epinephrine dan
norepineprin) secara khusus meningkatkan secara langsung sifat arteriol, tetapi
penurunan GFR yang sangat nyata tadi secara tidak langsung diminimalisir oleh
pelepasan renin dan formasi angiotensin II. Pada saat peningkatan aldesteron atau
katekolamin nilai GFR dapat dipertahankan oleh sintesis prostaglandin yang
diinduksi oleh angiotensin dan dihambat oleh penghambat sintesis prostaglandin
(obat-obat antiimflamasi non steroid) . Pembentukan prostaglandin yang
mengakibatkan vasodilatasi (PGD2, PGE2, dan PGI2) merupakan mekanisme
pertahanan yang penting pada saat hipotensi sistemik dan renal iskemik.

30
ANP dilepaskan oleh miosit atrial akibat dari distensi. ANP ialah suatu dilator
otot polos dan bekerja secara antagonis terhadap vaskom akibat norepineprin dan
angiotensin II. Tampaknya dengan mendilatasi arteriol afferent maka akan
mengkonstriksi artriol efferent dan merelaksasikan sel mesangial. Hal ini akan
meningkatkan GFR. ANP juga menghambat pengeluaran renin dan angiotensin
induced yang dikeluarkan oleh aldosteron dan bekerja secara antagonis terhadap
aldosteron di tubulus distal dan tubulus koklektivus.

D. Regulasi Neuronal
Aliran simpatis dari conda spinalis T4 – L1 akan sampai pada ginjal melalui
celiac dan renal flexus. Syaraf simpatis akan menginervasi aparatus Juxtaglomerulus
(1) dan renal vaskulator (α1).
Inervasi ini yang menyebabkan penurunan strees – induced pada RBF.
Reseptor α1 adrenergik meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus proksimal,
sementara reseptor α2 sebaliknya menurunkan, serta meningkatkan pengeluaran air.
Dopamin dan fenoldopam dapat mendilatasi arteriol efferent dan efferent dengan
mengaktifkan reseptor D1. tidak seperti dopamin, fenoldopam dan dopamin dosis
rendah dapat membalikkan renal vaskom akibat norepineprine. Aktifasi reseptor D2 di
presinaptik post ganglimik neuron simpatis juga akan memvasodilatasi arterioles
dengan menghambat pelepasan norepineprine (umpan balik negatif). Dopamin,
dibentuk di tubulus proksimal dan dilepaskan dari ujung-ujung syaraf, akan
menurunkan reabsorbsi Na+ di proximal. Ada pula serat-serat vagal-kolinergik di sini,
tetapi peranannya masih kurang dimengerti.

2.3 Efek Anestesi Dan Pembedahan Pada Fungsi Ginjal3


Penelitian-penelitian klinis mencoba untuk dapat mengetahui efek obat-obat
anestesi pada fungsi ginjal tetapi hal ini sulit sekali dilakukan karena sulit untuk
membedakan antara efek direk dan indirek serta sering gagal dalam mengkontrol
beberapa variabel penting. Varibel-variabel ini termasuk prosedur operasi.

31
Administrasi cairan dan keadaan fungsi jantung dan ginjal pasien tersebut. Tetapi
dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Pada anestesi lokal maupun umum; RBF, GFR, flow urine dengan eksrkresi Na +
dapat menurunkan dan bersifat reversibel.
(2) Pada anestesi lokal tidak terlalu banyak mengalami perubahan fungsi
(3) Kebanyakan perubahan yang terjadi ialah indirek dan disebabkan secara
hormonal dan otonomik.
(4) Efek-efek tersebut dapat diatasi dengan menjaga volume intravaskular yagn
adekuat serta tekanan darah yang normal
(5) Hanya beberapa obat anestesi (methoxyflurane dan teoritis, enflurane dan
sevoflurane) yang bila dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan renal toksik.
2.3.1 Efek Indirek (Tidak Langsung)
a. Cardiovascular
Beberapa obat-obatan anestesi inhalasi dan intravena menyebabkan depresi
kardiak atau vasodilatasi sehingga dapat menurunkan tekanan darah arteri.
Pemblokan simpatis yang diasosiasikan dengan anestesi regional (spinal atau
epidural) juga dapat menyebabkan hipotensi karena meningkatnya kapasitas venous
dan vasodilatasi arteri. Penurunan tekanan darah yang terlalu drastis dapat
menyebabkan penurunan RBF , GFR, Flow urine dan ekskresi Na+. pemberian cairan
intravena dapat memperbaiki hipotensi dan fungsi ginjal.
b. Neurologis
Pada stadium perioperatif : anestesi ringan, stimulasi operasi yang kuat,
trauma jaringan, atua depresi sirkulasi akibat obat-obat anestesi dapat mengaktifkan
rangsang simpatis. Rangsang simpatis yang berlebihan dapat meningkatkan tahanan
renal vascular dan mengaktifkan berbagai sistem hormonal. Kedua efek tersebut akan
menurunkan RBF, GFR dan output urin.
c. Endokrin
Perubahan endokrin saat anestesi umum terjadi akibat stressor yang
disebabkan oleh rangsangan operasi, depresi, sirkulasi, hipoksia ataupun asidosis.
Katekolamin (epineprin dan norepineprin) renin, angiotensin II, aldosterone, ADH,
hormon adrenocorticotrapik dan cortisan juga akan meningkat. Aldosteron
meningkatkan reabsorbsi Na+, di tubulus distal dan tubulus kolektivus yang

32
menyebabkan retensi Na+ dan ruang cairan ekstraselular akan mengembang.
Pelepasan ADH yang secara non-osmotik juga menyebabkan retensi air dan ini dapat
menyebabkan hiponatremia. Respon endokrin inilah yang menyebabkan pasien-
pasien post operatif sering mengalami retensi cairan.

2.3.2 Efek Direk Anestesi


Efek direk dari anestesi pada fungsi renal tidak seberapa besar dibanding
dengan efek sekunder seperti di atas.
Obat-obatan Volatile
Halothan, enflurane dan isofluran dapat menurukan tahanan vaskular ginjal.
Hasil penelitian masih sulit dijelaskan. Pada beberapa hewan, halothan tampaknya
dapat menurunkan reabsorbsi Na+. Methoxyflurane sering dikaitkan dengan sindroma
polyuric renal failure. Nefrotoksisitasnya sangat erat hubungannya dengan dosis dan
juga akibat pelepasan ion floride dari hasil metabolismenya. Kadar fluor plasma lebih
dari 50 m mol/L dapat menyebabkan renal toksik dengan gangguan kemampuan
pemekatan urin. Dosis methoxyfluran lebih dari 1 dengan konsentrasi alveolar yang
minimal untuk 2 dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Produksi fluor pada saat
pemakaian halothan, desfluran dan isofluran tidak terlalu berarti tetapi jika
penggunaan enflurance dan sevoflurane yang diperpanjang akan menyebabkan kadar
fluor yang cukup signifikan. Karena ekskresi fluor sangat bergantung pada
kemampuan GFR naka pasien dengan gangguan ginjal akan lebih mudah mengalami
sindrom tersebut. Kadar fluor plasma akan tinggi pada penggunaan enflurane yang
lama biasa pada pasien obese dan yang dalam terapi isoniazid, tetapi sampai saat ini
belum ada laporan terjadinya kegagalan ginjal.
Sevofluran pada fluor yang rendah menghasilkan produk yaitu compound A,
yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal pada hewan percobaan. Tetapi pada
manusia belum dapat mendeteksi kegagalan yang signifikan walaupun demikian,
lebih diajurkan penggunaan sevofluran dengan fresh gas flow 2 L/menit.

Obat-Obatan Intravena
Pioid dan barbiturat jika digunakan tanpa tambahan zat lain hanya
menunjukkan efek yang ringan tetapi jika digunakan dengan N2O dapat menyebabkan

33
hal yang sama seperti menggunakan obat-obatan volatile. Ketamin dilaporkan dapat
memperbaiki fungsi ginjal saat hemorrhagik hipovolemik. Zat-zat dengan α-
adrenergik bloker, seperti droperidol, dapat menghambat kathekolamin-induced.
Obat-obatan yang bersifat antidopaminergik, seperti metoclopramide phenotiozin,
dan droperidol dapat merusak respon ginjal terhadap dopamin. Analgesik seperti
ketorolac.

Obat-Obatan Lain
Antibiotik (seperti aminoglycosides, amphoterisin B), immunosupresif
(seperti cyclosporin dan tacrolimus) dan zat radiokontras juga mempunyai efek yang
sama. Liposomel amphoterisin B sifat toksiknya lebih rendah dari amphoterisin B.
luka dapat menyebabkan vasospasme arteri renal, sitotoksik direk dan obstruksi di
renal mikrovaskular atau tubular.
Pretreatment dengan asetil cysteine (1200 mg oral dengan dosis terbasi pada
hari sebelum dan saat pemberian radiokontras) terbukti dapat mencegah kerusakan
ginjal terhadap pasien dengan gangguan ginjal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
radikal bebas atau donor sulfhidril. Kalsium channel agents (diltiazem) dapat
mencegah kerusakan ginjal akibat siklosporin. Fenoldopam ternyata tidak dapat
mencegah kerusakan efek manitol yang dapat mencegah kerusakan ginjal ternyata
belum terbukti.

2.3.3 Efek Direk Pembedahan


Pada pembedahan terdapat perubahan fisiologis berkaitan dengan
neuroendokrin dan juga terhadap fisiologis ginjal. Laparascopy dapat menyebabkan
keadaan seperti abdominal – compartment syndrome. Peningkatan tekanan intra
abdominal dapat menyebabkan oliguria (atau anuria) yang sebanding dengan tekanan
insuflasi mekanismenya termasuk kompresi vena central (vena renalis dan vena
cava); kompresi parenkim ginjal, penurunan cardiac output; dan peningkatan kadar
renin plasma, aldosteron dan ADH. Beberapa prosedur operasi lain yang juga
mempengaruhi fungsi ginjal ialah cardio-pulmonary by pass, cross clamping aorta,
dan direksi dekat arteri renalis.

34
2.4 Diuretik3
Diuretik sering digunakan pada perioperatif, biasanya diberikan kepada pasien
dengan hipertensi atau gagal jantung kronis, dan pasien dengan penyakit hati atau
ginjal. Diuretik dapat digunakan secara intraoperatif, biasanya selama prosedur bedah
saraf, jantung, vaskular mayor, oftalmik, dan urologis.
Diuretik akan meningkatkan output dengan menurunkan reabsorbsi Na+ dan
air. Zat diuretik digolongkan berdasarkan cara kerjanya sayangnya banyak diuretik
yang mempunyai cara kerja leibh dari satu sehingga penggolongannya menjadi tidak
sempurna.
Mayoritas diuretik bekerja di membran sel luminal di dalam tubulus ginjal.
Hampir semua diuretik mempunyai ikatan yang fungsi dengan protein, hanya sedikit
yang masuk ke tubulus dengan cara filtrasi. Oleh karena itu banyak diuretik yang
disekresi oleh tubulus proksimal (biasanya melalui pompa anion). Gangguan sampai
ke tubulus biasanya terjadi pasien dengan gangguan ginjal.

2.4.1 Diuretik Osmotik (Mannitol)


Diuretik yang bekerja secara osmotik disaring di glomerulus dan direabsorbsi
sangat kecil di tubulus proksimal. Di sini diuretik membatasi reabsorbsi air secara
pasif yang biasanya mengikuti proses reabsorbsi Na+. walaupun efek utamanya ialah
untuk meningkatkan ekskresi air, dengan dosis besar, diuretik osmotik juga
meningkatkan ekskresi elektrolit (NA+, K+). Mekanisme yagn sama juga
mengganggu reabsorbsi di loop of henle.
Manitol ialah diuretik osmotik yang paling sering digunakan. Manitol ialah
glukosa dengan 6 rantai karbon yang sedikit bahkan hampir tidak mengalami
reabsorbsi. Manitol dapat meningkatkan RBF, juga dapat menghilangkan
hipertonisitas pada medulla dan mengganggu kemampuan konsentrasi ginjal. Manitol
juga mengaktifkan prostaglandia casodilator di dalam ginjal serta dapat pula mencari
radikal bebas.
a. Kegunaan
 Sebagai profilaksis terhadap gagal ginjal akut pada pasien beresiko tinggi.
Pasien dengan resiko tinggi; trauma luas, reaksi hemolytic yang hebat,
rhabdomiolisis, dan jaundice yang hebat, serta pasien dengan operasi

35
jantung/aorta dapat diberi prefelaksis karena efek pengenceran terhadap zat
nefrotoksik pada tubulus renalis, pencegahan obstruksi tubulus,
mempertahankan RBF dan menurunkan pembengkakan cel serta
mempertahankan bentuk sel.
 Mengevaluasi keadaan aliguria akut
Dalam keadaan hipovolemi, manitol akan memperbesar output urin,
sebaliknya pada keadaan glomerulus atau tubulus yang rusak maka manitol
tidak berpengaruh.
 Merubah Oligorik renal failure menjadi non aligorik renal failure
Walau hal ini masih sangat kontroversi, banyak para klinis
menggunakan manitol karena rendahnya mortality rate pada kasus non
oligorik renal failure.
 Mengurangi tekanan intrekranial dan vedem serebral dengan cepat
 Menurunkan tekanan intraokular secara cepat pada stadium preoperatif.
b. Dosis intravena
Untuk manitol dosis intravenanya 0,25 – 1 g/kg
c. Efek Samping
Manitol bersifat hipertonik dan meningkatkan osmolalitas plasma dan
cairan extracellular. Perpindahan air yang cepat dari intracellular ke extracellular
dapat meningkatkan volume intravaskular dan mempercepat dekompensasi
kardiak. Dan oedem pulmonal pada pasien dengan kemampuan jantung yang
terbatas. Hypotanreamia ringan, penurunan Hb, Peningkatan kalium juga sering
ditemukan (lijat bab 28). Hyponatremia di sini bukan karena hipoosmolalitas
tetapi karena manitol. Jika keadaa ini diperbaiki dengan penambahan cairan dan
elektrolit, manitol dapat menyebabkan hypovolemi, hypokalemia, dan
hyponatremia. Hyponatremia terjadi karena hilangnya air yang berlebihan.

2.4.1 Diuretik Yang Bekerja Pada Loop Of Henle


Furosemid (lasix) bumetanid (bumex), asam etakrinik (edecrin) dan torsemid
Demadex) adalah diuretik-diuretik yang bekerja di loop of henle. Semua zat ini
menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl-. Reabsorbsi Natrium membutuhkan ke empat sisi

36
terisi pada Na+ - K+ - 2Cl- luminal carrier protein. Diuretik ini bersaing dengan Cl-
untuk menduduki tempat pada protein carrier.
Dengan efek maksimal, dapat mengekskresi 15-20% dari beban natrium yang
difilter. Kemampuan pemekatan dan pengenceran urin dapat terganggu. Kadar Na +
dan Cl- yang tinggi pada nefron distal dapat menghambat kemampuan reabsorbsi.
Hasilnya urine tetap hipotonik. Hal ini mungkin berhubungan dengan urinary flow
rate yang cepat. Sehingga mencegah proses penyeimbangan dengan hipertonik renal
medula atau mengganggu kerja ADH di tubulus kolektivus. Jika diuretik loop ini
dikombinasi dengan tiazid (metolazone) diuresis akan meningkat.
Beberapa penelitian menunjukkan furosemid meningkatkan RBF dan dapat
membalikkan redistribusi aliran darah dari korteks ke medula.
Diuretik loop meningkatkan calcium urine dan sekresi magnesium. Asam
etakrinik ialah diuretik satu-satunya (selain manitol dan diuretik filtrasi) yang bukan
turunan sulfonamid. Sehingga menjadi drug of choice untuk pasien yang alergi
terhadap sulfonamid torsemid mempunyai efek anti hipertensi sendiri di luar efek
diuretiknya.
a. Kegunaan
 Keadaan oedem (kelebihan sodium)
 Gangguan ini termasuk gagal jantung, sirosis, nefrotik syndrome dan renal
insufisiensi. Jika saat ini diberiakn secara intravena, maka akan membalikkan
keadaan jantung dan paru.
 Hipertensi
 Loop diuretik dapat digunakan bersamaan dengan obat-obat yang hipotensif,
terutama jika thiazid tidak efektif
 Mengevakuasi oliguria akut
 Respon terhadap dosis ringan furosemid (10 – 20 mg) dapat berguna untuk
membedakan antara oliguria akibat hipovolemi dengan oliguria akibat
redistribusi RBF terhadap nefron Juxtaglomerulus. Pada keadaan hipovolemia
zat ini tidak menunjukkan hanya sedikit sekali respon, sementara pada
keadaan yang lain menunjukkan urinary output yang normal.
 Merubah oligurik renal failure menjadi non oligurik renal failure

37
 Di sini sama bersifat kontroversi seperti manitol, tetapi manitol dianggap
lebih efektif
 Therapi untuk hiperkalsemia
 Mengatasi hyponatremia dengan cepat
b. Dosis Intravena
 Furosemid 20 – 100 mg
 Bumetanid 0,5 – 1 mg
 Asam etakrinik 50 – 100 mg
 Torsemide 10 – 100 mg
c. Efek Samping
Peningkatan kadar Na+ ke distal dan tubulus kolektivus akan meningkatkan
sekresi K+ dan H+ pada sisi tersebut. Dan ini akan menghasilkan hipokalemia dan
metabolik alkalosis. Kehilangan Na+ yang sangat tinggi akan menyebabkan
hipovolemia dan azotemia prerenal. (lihat bab 47); hyperaldosteroisme sekunder akan
menekankan adanya hipokalemia dan metabolik alkalosis. Hypercalciuria dapat
membentuk formasi baru dan biasanya hypokalsemia. Pada pasien yang mendapat
terapi dalam jangka waktu yang lama akan menunjukkan hypomagnesemia.
Hiperuricemia pun dapat terjadi akibat peningkatan reabsorbsi Uhn dan inhibisi
kompetitif terhadap sekresi urin di tubulus proksimal. Pada pemakaian furosemide
dan asam etakrinik (lebih banyak) telah dilaporkan adanya kehilangan fungsi
pendengaran.

2.4.2 Diuretik Golongan Thiazide


Kelompok ini ialah antara lain : thiazide, chlor thalidone, (thalitone),
quinethazone (hydromox), metolazone (zaroyo) dan indapamide (Lozol). Diuretik-
diuretik ini bekerja di tubulus distal termasuk di segmen penghubung. Penghambatan
reabsorbsi natrium di tempat ini mengganggu proses pengenceran urin tetapi tidak
mengganggu kemampuan pemekatan urin.
Tiazid diuretik bersaing terhadap tempat Cl- di luminal Na+ - Cl- carrier
protein. Jika thiazide saja yang digunakan maka akan meningkatkan ekskresi Na + 3 –
5% dari beban yang difilter. Hal ini karena mabsorbsi Na + kompensator di tubulus
anhidrase di tubulus collectivus. Zat ini juga mampu menghambat karbon anhidrase

38
di tubulus proksimal.Hal tersebut biasanya disamarkan oleh reabsorbsi natrium di
loop of henle yang juga mengakibatkan diuresis yang sangat tinggi (“High ceiling”)
jika thiazid digabungkan dengan loop diuretik. Diuretik thiazid meningkatkan
reabsorbsi Ca+ di tubulus distal sementara menurunkan ekskresi natrium. Indapanid
dapat memvasodilatasi dan satu-satunya diuretik thiazid yang diekskresi secara
hepatik.
a. Kegunaan
 Hipertensi
Tiazid sebagai obat baris pertama dalam pengobatan hipertensi
 Gangguan oedem
Digunakan untuk kasus sodium overload yang ringan hingga sedang
 Hiperkalsiuria
Thiazid digunakan untuk menurunkan ekskresi kalsium pada pasien
dengan hiperkalsiuria yang dapat membentuk batu
 Nephrogenik Diabeter Insipidus
 Thiazid dalam hal ini digunakan karena kemampuannya dalam mengganggu
proses pengenceran urin dan juga meningkatkan osmolalitas urin.
b. Dosis Intravena
Obat-obat ini hanya diberikan secara oral

2.4.3 Diuretik Hemat Kalium (Potassium-Sparing Diuretics)


Zat-zat ini tidak ekskresi kalium, zat ini menghambat reabsorbsi Na+ di
tubulus kolektivus sehingga dapat mengekskresi maksimal hanya 1 – 2 % dari beban
Na+ yang difilter. Biasanya digunakan bersamaan dengan diuretik lain yang lebih
paten.
1. Aldosteron Antagonist (Spironolaktone)
Spironolaktone (aldoctone) adalah suatu antagonis reseptor aldosteron yagn direk
pada tubulus kolektivus, yang dapat menghambat reabsorbsi Na + yang
menggunakan aldosteron.
Oleh karena itu Spironolaktone hanya efektif pada pasien dengan hyper
aldosteronisme. Zat ini juga bersifat anti androgenic.
Kegunaan :

39
a. Hiperaldosteronisme primer dan sekunder
Spironolaktone biasa digunakan sebagai adjuvan dan terutama efektif pada
pasien dengan penyakit hepar yang sudah lanjut
b. Hissutisme
Ini karena Spironolaktone bersifat antiandrogenik
Dosis Intravena
- Spironolaktone hanya diberi secara oral
Efek Samping
Spironolaktone dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan
intake kalium yang tinggi atau dengan gangguan fungsi ginjal, serta pasien yang
dalam terapi -bloker atau ACE inhibitor. Efek samping lainnya antara lain :
metabolik asidosis, diare, lethargi, ataksia, ginekomastia dan gangguan fungsi
seksual.

2. Diuretik Hemat Kalium Yang Non Kompetitif


Triamterene (Dyrenium) dan amiloride (aridamor) tidak bergantung pada
aldosteron di tubulus kolektivus. Zat ini menghambat reabsorbsi Na + dan sekresi
K+ dengan menurunkan jumlah natrium channel yang terbuka di membran
luminal tubulus kolektivus. Amiloride juga menghambat kerja Na + - K+ - ATP ase
di tubulus kolektivus.
Kegunaan :
a. Hipertensi
Zat ini biasanya digabung dengan thiazide untuk mencegah hipokalemia
b. Gagal Jantung Kongestif
Biasanya digabung dengan diuretik loop yang lebih paten pada pasien yang
ekskresi kaliumnya sangat tinggi

Dosis intravena
Obat ini hanya diberi secara oral

Efek Simpang
Amiloride dan triamterene dapat menyebabkan hiperkalemia dan
metabolik asidosis seperti Spironolaktone juga dapat menyebabkan nausea,

40
vomitus, dan diare. Amiloride menyebabkan efek simpang yang lebih ringan
tetapi juga menyebabkan parestesi, depresi, kelemahan otot, dan kram.
Triamterene pada kasus tertentu dapat menyebabkan batu dan bersifat
nefrotoksik, terutama bila digabung dengan obat-obat antiinflamasi non steroid.

2.4.4 Inhibitor Karbonik Anhidrase


Inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamide (diamox) mengganggu
reabsorbsi Na+ dan sekresi H+ di tubulus proksimal. Zat ini adalah diuretik yang
lemah karena dibatasi oleh kemampuan reabsorbsi di segmen distal nefron. Walaupun
demikian, zat ini secara signifikan menghambat sekresi H+ di tubulus proksimal dan
reabsorbsi HCO3-.
Kegunaan
a. Memperbaiki metabolik alkalosis pada pasien oedem
Karbonik anhidrase inhibitor sering meningkatkan efek diuretik-diuretik yang lain
b. Alkalinisai urin
Alkalinisasi urin ini membantu mengekskresikan asam-asam lemah seperti asam
urat
c. Mengurangi tekanan intraokular
Inhibisi dari carbonik ahnidrase di cilier dapat mengurangi pembuatan aqueous
humor dan secara tidak langsung mengurangi tekanan intraokular. Ini indikasi
yang umum pada operasi-operasi ophtalmik.
Dosis Intravena
Acetazolamide : 250 – 500 mg
Efek Samping
Zat ini menyebabkan hiperkloremic metabolik asidosis yang ringan akibat dari
efek di nefron distal. Acetazolamid dengan dosis yang besar dapat menyebabkan rasa
kantuk, parastesia, dan rasa bingung. Alkalinisasi urin akan mengganggu ekskresi
obat-obat golongan amine seperti quinidine.

2.4.5 Diuretik Lainnya


Zat ini dapat meningkatkan GFR dengan cara meningkatkan kardiak output
atau tekanan darah arteri. Obat-obat pada golongan ini tidak dikategorikan sebagai

41
diuretik karena mekanisme kerjanya yang lain dan lebih besar efeknya. Zat-zat ini
antara lain : methyl xantine, (theophilin), cardiac-glycoisdes (digitalis), fenoldopam,
inotropes (dopamine) dan saline infusion. Methyl xantine juga dapat menurunkan
reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal dan distal.

BAB III
KESIMPULAN

Ginjal termasuk organ vital yang berperan penting dalam menjaga


homeostasis tubuh. Proses filtrasi darah hingga ekskresi urin ke luar tubuh melalui
serangkaian mekanisme yang sangat kompleks dan rumit. Proses ini menjadi lebih
rumit karena setiap langkah mekanisme ini diiringi atau mengiringi mekanisme lain
dalam tubuh.
Ginjal memiliki fungsi ekskresi dan non sekresi. Fungsi ekskresi yaitu
mempertahankan osmolalitas dan pH plasma, mempertahankan kadar masing-masing
elektrolit plasma, mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin, dan memproduksi urin. Fungsi non ekskresi
yaitu menghasilkan hormon yang meregulasi tekanan darah seperti angiotensin II,
prostaglandin, memproduksi eritrosit yaitu eritropoietin dan metabolisme tulang yaitu
1,25-dihidroksi-kolekalsiferol.
Prosedur operasi/pembedahan dan manajemen anestesi yang seringkali
memiliki dampak signifikan terhadap fisiologi dan fungsi ginjal. Penggunaan diuretik
pada perioperatif biasanya diberikan kepada pasien dengan hipertensi atau gagal
jantung kronis, dan pasien dengan penyakit hati atau ginjal. Juga biasanya diberikan
selama prosedur bedah saraf, jantung, vaskular mayor, oftalmik, dan urologis. Oleh
karena itu, pengenalan terhadap berbagai jenis diuretik dan mekanisme kerjanya, efek
samping, dan interaksi anestesi sangat penting.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Mckinley, M.P., O’loughin V.D., 2012. Human Anatomy. 3rd edition. New York:
McGraw-Hill Higher Education.
2. Soenarto, R; Adiningtiasih, D. 2012. Fisiologi Ginjal dalam Buku Ajar
Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RS. Cipto Mangunkusumo
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2018. Kidney Physiology Anesthesia In :
Clinical Anesthesiology, 6th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill.
4. Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 12th ed.
Jakarta: EGC.
5. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. Jakarta: EGC
6. Price S., Wilson L. 2008. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
edisi 6. Jakarta: EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai