PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut sejak ± 1 hari SMRS
2
bulan dengan HPHT 08 – 09 – 2020, pasien mengatakan sejak awal kehamilan
ini pasien sering ‘ngeflek’ hampir setiap hari.
± 1 minggu SMRS, pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang sama yaitu
di bagian perut bawah yang menjalar ke pinggang seperti kram perut, namun
nyeri ini dirasakan belum terlalu hebat keluhan ini juga disertai keluar darah
dari jalan lahir sedikit-sedikit berwarna coklat kehitaman Karna keluhan ini,
kemudian pasien periksa ke dokter kandungan dan dikatakan bahwa
kemungkinan pasien mengalami hamil di luar kandungan, pasien kemudian
diberi obat penguat kandungan dan disarankan untuk kontrol kembali 1 minggu
kemudian. ± 1 hari SMRS, pasien kembali kontrol ke dokter dan dinyatakan
bahwa pasien hamil di luar kandungan, kemudian pasien disarankan untuk
operasi.
b. Riwayat perkawinan
Status perkawinan : kawin
3
Berapa kali : 1 kali, sudah menikah selama 2 tahun
Usia : 26 tahun
d. Riwayat KB
Metode KB yang dipakai : tidak ada
e. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada
Riwayat penyakit dalam keluarga : tidak ada
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor.
Telinga : tidak ada kelainan
4
Hidung : tidak ada kelainan
Mulut : Pucat (-), kering (-)
Leher : tidak ada kelainan
Thorax
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Fremitus vocal (+) normal simetris
Auskultasi :
Cor : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : bekas luka operasi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), varices (-)
Status Ginekologik
Pemeriksaan Luar : tidak ada kelainan
Inspekulo
Portio : tidak dilakukan
OUE : tidak dilakukan
Fluksus : tidak dilakukan
Flour : tidak dilakukan
Erosi : tidak dilakukan
Laserasi : tidak dilakukan
Polip : tidak dilakukan
Cav.douglas : tidak dilakukan
5
Pemeriksaan Bimanual : tidak dilakukan
Hematologi
Hemoglobin 11,6 g/dL 10.8 – 15.6
Hematokrit 36,6 % 33 – 45
Eritrosit 4,66 ribu/mL 4,0-5,0
MCV 78,6 fL 80-96
MCH 24,9 Pg 27-31
MCHC 31,7 g/dl 32-36
Trombosit 290 ribu/mL 150 – 450
Leukosit 9,44 ribu/mL 4 – 10
GDS 97 mg/dL < 200
6
Hasil : Kehamilan Ektopik Terganggu Tuba Falopii Dextra
2.6 Diagnosis
G1P1A0 gravida 6 minggu dengan Kehamilan Ektopik Terganggu.
2.7 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
- Rencana Operasi Cito Laparatomy + Salpingectomy
o Persiapan transfusi darah 1 kolf
7
6. Rongga abdomen dicuci dengan NaCl.
7. Abdomen ditutup lapis demi lapis.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam
2.10 Follow-up
8
Tgl Follow up
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik ditemukan pada hampir 1% kehamilan, dan lebih
dari 90% kasus implantasi terjadi di tuba fallopii (kehamilan tuba), ovarium,
rongga abdomen dan bagian intrauterus dari tuba fallopii (kehamilan
interstisium). Lokasi tersering kehamilan ektopik pada tuba fallopii yaitu
ampulla, isthmus, fimbria dan pars interstisialis. Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25-35 tahun. Di Indonesia,
kejadian kehamilan ektopik sekitar 5-6 per seribu kehamilan. 1,3,4
Angka kehamilan ektopik di Amerika Serikat mengalami
peningkatan secara nyata selama dua dekade terakhir. Kehamilan ektopik
pada wanita bukan kulit putih pada setiap kategori usia lebih tinggi
dibanding wanita kulit putih, insiden ini juga meningkat seiring dengan
10
pertambahan usia. Peningkatan serupa juga dilaporkan di Eropa Timur,
Skandinavia dan Inggris, dengan beberapa kemungkinan penyebab antara
lain adalah: 5
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual
Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang
sensitif dan ultrasonografi transvaginal
Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauteri tetapi
tidak untuk kehamilan ekstrauteri
Kegagalan sterilisasi tuba
Induksi aborsi yang disertai infeksi
Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi buatan
Riwayat salpingotomi serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
11
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,
maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.1
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih
besar.1
4. Faktor hormonal
Pada aseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.1
5. Faktor lain
Pada pemakaian IUD dapat terjadi proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua
dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor resiko lain yang meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik meliputi : banyaknya pasangan seksual, terminasi
kehamilan sebelumnya, keguguran, seksio sesarea, wanita yang
subfertil, reproduksi buatan seperti fertilisasi in vitro, kehamilan
heterotopik dan riwayat kehamilan ektopik.1,6
3.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5
berikut ini :
1. Kehamilan tuba
Adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi
meliputi > 95% yang berlokasi di: pars ampularis (55%), pars isthmika
(25%), pars fimbriae (17%) dan pars insterstisialis (2%).1
12
Gambar 3.1. Lokasi kehamilan ektopik
Dikutip dari sepilian 6
Adapun sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus
sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba ialah: 1,7
1. Bekas radang pada tuba; hal ini menyebabkan perubahan-perubahan
pada endosalping sehingga walaupun fertilisasi masih dapat terjadi,
gerakan ovum ke uterus terlambat.
2. Kelainan bawaan pada tuba; divertikulum, tuba yang panjang.
3. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal, perlekatan
perituba, tekanan pada tuba oleh tumor dari luar
4. Operasi plastik pada tuba
5. Abortus buatan
13
abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
Kehamilan abdominal primer sangat jarang ditemukan, terjadi apabila
ovum dan spermatozoa bertemu dan kemudian bersatu di dalam satu
tempat pada peritoneum dalam rongga perut, dan kemudian juga
berimplantasi di tempat tersebut.1
3. Kehamilan intraligamenter
Kehamilan ini jumlahnya sangat sedikit. Kehamilan intraligamenter
berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang
terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya
melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat
hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses
kehamilan ini serupa dengan kehamilan abdominal sekunder karena
14
Gambar 3.3. Kehamilan intraligamenter
Dikutip dari adams9
4. Kehamilan heterotopik
Merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di kavum uteri
sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar
15.000 - 40.000 kehamilan.1
5. Kehamilan ektopik bilateral
Kehamilan ini jumlahnya sangat sedikit.
3.1.5 Patofisiologi
15
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
Dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan
perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum,
dianggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat. 1,7
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara
plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae
tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan
berhenti dan gejala-gejala menghilang.1
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda, sebaliknya ruptur yang
terjadi pada pars-intersisialis ialah pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan atau yang disebabkan trauma ringan seperti
pada koitus dan pemeriksaan vagina.1
16
pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri
tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula
terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau seluruh perut bawah. Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan
nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan
defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam
Merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
biasanya tidak banyak dan berwarna cokelat tua. Frekuensi perdarahan
dikemukakan dari 51 hingga 93%. 1
Amenorea
Lamanya amenorea bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Frekuensi amenorea
berkisar 23 hingga 97%.1
Nyeri goyang
Pada pemeriksaan vaginal timbul rasa nyeri saat serviks uteri
digerakkan. Demikian pula kavum douglas menonjol dan nyeri pada
perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus tuba biasanya teraba
dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran
dengan konsistensi yang lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba
sebagai tumor di kavum douglas. 1
Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan hebat pada pemeriksaan abdomen dan pervaginam,
terutama bila serviks digerakkan dapat ditemukan pada lebih dari tiga
perempat wanita dengan kehamilan ektopik tuba yang telah atau sedang
megalami ruptur.5
Perubahan uterus
17
Karena hormonal plasenta, pada sekitar 25% kasus selama 3 bulan
pertama kehamilan ektopik, uterus tumbuh dengan ukuran yang hampir
sama besar dengan pada kehamilan normal. Uterus mungkin terdorong ke
satu sisi oleh suatu massa ektopik, atau jika ligamentum latum penuh
darah, uterus dapat sangat tergeser. Massa desidua yang berdegenerasi
akan dikeluarkan pada 5-10% wanita, keluarnya desidua ini dapat diikuti
oleh kram yang mirip dengan kram pada abortus spontan. 5
Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini
terhadap perdarahan dapat berupa perubahan tanda vital, sedikit
peningkatan tekanan darah, respon vasovagal disertai bradikardia dan
hipotensi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat
menurun dan nadi meningkat; perdarahan lebih banyak akan menimbulkan
syok hipovolemia.5
Suhu
Setelah perdarahan akut, suhu dapat normal atau bahkan rendah, atau
suhu dapat mencapai 38o C. Demam penting untuk membedakan
kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan beberapa kasus salpingitis
akut.5
18
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan
pemeriksaan abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat
terjadi akibat perdarahan banyak akibat ruptur tuba tidak dapat
memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda itu
menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal
tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh
lagi, tanda vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya
kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum
douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya
tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau
bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan
kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang
lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan
ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan
kehamilan ektopik secara tepat.1,2,8
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit. Pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan
jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila terdapat penurunan
hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung diagnosis kehamilan
ektopik terganggu.1
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila terdapat leukositosis. Derajat leukositosis sangat
bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur, dapat
ditemukannya leukosit yang normal atau leukosit dengan berbagai
derajat sampai 30.000/µl.1,5
b. Tes kehamilan
Tes kehamilan berguna bila positif, namun hasil negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
19
kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi human chorionic gonadotropin menurun dan
menyebabkan tes kehamilan negatif. 1
c. Pemeriksaan β-hCG serum
Radioimmunoassay adalah metode yang paling tepat, dan
hampir semua kehamilan dapat terdeteksi. Tidak adanya kehamilan
dapat ditegakkan hanya jika terdapat hasil negatif pada
pemeriksaan gonadotropin serum yang mempunyai sensitivitas 5 –
10 mIU/ml. 1,5
d. Progesteron serum
Pengukuran progesteron tunggal sering digunakan untuk
memastikan bahwa terdapat kehamilan yang berkembang normal.
Nilai di atas 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
sensitivitas 97,5%. Nilai kurang dari 5 ng/ml menunjukkan bahwa
telah terjadi kematian janin, tetapi tidak menunjukkan lokasinya. 5
e. Kuldosentesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini sangat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Teknik kuldosintesis dapat dilaksanakan dengan urutan berikut:1
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan hingga forniks
posterior tampak
Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam Cavum Douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan
20
Gambar 3.5 Teknik kuldosentesis
Dikutip dari adams9
Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kassa dan diperhatikan apakah darah yang
dikeluarkan merupakan:1
Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari pembuluh darah di dekatnya
yang pecah dan bukan kehamilan ektopik yang berdarah.
Darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku,
atau yang berupa bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan
adanya hematokel retrouterina atau hemoperitoneum yang
disebabkan oleh kehamilan ektopik.
f. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau
pervaginam. Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus
yang tidak ada kantong gestasinya dan mendapatkan gambaran
kantong gestasi yang berisi mudigah di luar uterus. 1
Apabila sudah terjadi ruptur maka kantong gestasi sudah tidak
jelas, tetapi akan mendapatkan bangunan massa hiperekoik yang
tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan disekitarnya didapati
cairan bebas (gambaran darah intraabdominal).1
Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung
pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur,
abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen.
21
Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa
ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah atau janin
hidup yang letaknya di luar kavum uteri. Namun, gambaran ini
hanya dijumpai pada 5 - 10% kasus.1
22
Gambar 3.7 Prosedur laparoskopi
Dikutip dari Adams9
Keuntungan lain laparaskopi sebagai alat diagnostik ialah dapat
sekaligus mengangkat massa ektopik dengan laparoskopi operatif
dan menyuntikkan agen kemoterapi ke dalam massa ektopik secara
langsung.5
23
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral.
Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5oC,
selain itu leukositosis lebih tinggi dari pada kehamilan ektopik terganggu
dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.6
3. Abortus imminens atau abortus incompletus
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah
median, dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa
tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau
permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di
samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.6
4. Korpus luteum atau kista folikel yang pecah.
Ruptur korpus luteum dapat menimbulkan gejala yang menyerupai
kehamilan ektopik terganggu. Anamnesis yang cermat mengenai siklus
haid penderita dapat memperkuat dugaan adanya ruptur korpus luteum. 8
5. Torsi kistoma ovarii
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium
lebih besar dan lebih bulat dibandingkan kehamilan ektopik terganggu.6
3.1.9 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu; kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan
apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat
24
dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk,
misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.1
Salpingostomi
Salpingostomi digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil, yang
panjangnya biasanya kurang dari 2 cm, dan terletak di sepertiga distal
tuba fallopii. Insisi linear sepanjang 10 sampai 15 mm dibuat pada tepi
antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk konsepsi
biasanya terdorong keluar dari insisi dan dapat diangkat keluar dengan
hati-hati. Tempat-tempat perdarahan kecil dikendalikan dengan
elektrokauter jarum atau laser dan insisinya dibiarkan tanpa dijahit agar
mengalami penyembuhan per sekundam. Prosedur ini cepat dan mudah
dilakukan. 5
Reanastomosis
Anastomosis tuba kadang kala digunakan untuk kehamilan isthmus
yang tidak ruptur. Prosedur ini menyebabkan pembentukan jaringan
parut dan penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil.
Setelah segmen dibuka, mesosalping di bawah tuba diinsisi dan isthmus
tuba yang berisi massa ektopik direseksi. Mesosalping dijahit sehingga
dapat merekatkan kembali tuba. Selanjutnya segmen tuba kemudian
diaposisikan satu sama lain secara berlapis dengan jahitan terputus dan
dibuat tiga jahitan di lapisan muskularis dan tiga lapisan di serosa,
dengan perhatian khusus untuk menghindari lumen tuba. 5
Salpingektomi
Tindakan ini dilakukan jika tuba fallopii mengalami penyakit atau
kerusakan yang luas. Ketika mengangkat tuba, dianjurkan untuk
melakukan eksisi berbentuk segitiga/baji tidak lebih dari sepertiga luar
bagian interstitial tuba tersebut.5
Kemoterapi
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum
pecah pernah dicoba dengan menggunakan kemoterapi untuk
25
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan
cara ini ialah:5
a. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
26
Sebuah studi menunjukkan bahwa tingkat kesuksesan terapi metotreksat
rendah pada kadar hCG di atas 5000 mIU/mL, sementara penggunaan
metotreksat dosis variabel hanya dapat digunakan pada pasien yang memiliki
kadar hCG > 3000 mIU/ml dan metotreksat dosis tunggal dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan kadar hCG di bawah 1500 mIU/ml.8
3.1.10 Komplikasi
1. Ruptur tuba
Ruptur tuba dapat menimbulkan perdarahan masif, syok, DIC
(disseminated intravascular coagulopathy), hingga kematian. 6
2. Kematian maternal pada trimester pertama
Kematian maternal tercatat 9–13% dari semua kematian dalam
kehamilan.6
3. Komplikasi bedah
Baik itu laparotomi atau laparaskopi dapat menimbulkan komplikasi
berupa perdarahan, infeksi, dan kerusakan organ kandung kemih, ureter
dan pembuluh darah sekitar.6
3.1.11 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila pertolongan terlambat
angka kematian dapat meningkat.1 Pada umumnya kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan anak sudah
cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis. Dengan
sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri sebelumnya.1
BAB IV
ANALISA KASUS
27
Dari anamnesa didapatkan, Ny. S umur 28 th, Pasien datang keluhan nyeri
perut sejak ± 1 hari SMRS, nyeri dirasakan di bagian perut bawah seperti kram
perut, nyeri dirasakan sangat hebat dan tidak hilang dengan istirahat sehingga
mengganggu aktivitas pasien. Keluhan disertai dengan keluar darah dari jalan
lahir (+) sedikit berwarna merah kehitaman, jaringan (-), demam (-), BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku hamil ± 1 bulan dengan HPHT 08 – 09 –
2020, pasien mengatakan sejak awal kehamilan ini pasien sering ‘ngeflek’ hampir
setiap hari. Pasien juga merasakan keluhan yang sama ± 1 minggu SMRS.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,8, dari pemeriksaan
ini semua dalam batas nomal. Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya
kelainan. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo dikarenakan
pasien langsung dinaikkan untuk operasi dan belum diperiksa oleh pemeriksa.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,6 mg/dl, artinya dalam batas
normal. Dari hasil pemeriksaan ultrasonografi didapatkan kehamilan ektopik
terganggu tuba falopii dextra.
Diagnosis pasien ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang sudah memenuhi kriteria diagnosis tegaknya
kehamilan ektopik terganggu.
Pada pasien ini ditemukan adanya ruptur tuba pars ampularis dextra saat
operasi laparotomi sehingga diputuskan untuk dilakukan salpingektomi dextra.
Hal ini sudah sesuai dengan teori yaitu penanganan kehamilan ektopik pada
umumnya adalah laparotomi dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi
reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis,
kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Berdasarkan hal-hal di atas maka diputuskan untuk
dilakukan salpingektomi dextra.
BAB V
KESIMPULAN
28
Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Kehamilan ektopik ditemukan pada hampir 1% kehamilan, dan lebih
dari 90% kasus implantasi terjadi di tuba fallopii (kehamilan tuba), ovarium,
rongga abdomen dan bagian intrauterus dari tuba fallopii (kehamilan interstisium).
Lokasi tersering kehamilan ektopik pada tuba fallopii yaitu ampulla, isthmus,
fimbria dan pars interstisialis.
Kehamilan ektopik disebabkan oleh berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium. Faktor-faktor yang
disebutkan adalah sebagai berikut: faktor tuba, faktor abnormalitas dari zigot,
faktor ovarium, faktor hormonal dan faktor lainnya. Berdasarkan lokasi
terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini : kehamilan tuba,
kehamilan ektopik lain, kehamilan intraligamenter, kehamilan heterotopik, dan
kehamilan ektopik bilateral.
Gejala yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu meliputi : nyeri,
perdarahan pervaginam, amenorea, nyeri goyang, nyeri tekan abdomen dan pelvis,
perubahan uterus, perubahan tekanan darah dan denyut nadi serta suhu.
Penegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu diperoleh dari anamnesis dan
pemeriksaan yang mendukung tegaknya diagnosis, pemeriksaan laboratorium
(hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit), tes kehamilan, pemeriksaan β-hcg
serum, progesteron serum, kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu;
kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah
mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
Kemoterapi dan metotreksat juga dapat diberikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
2. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Edisi kelima. Jakarta: JNPK-KR; 2008.
3. Robbins S, Cotran R, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi
ketujuh. Jakarta: EGC; 2007.
4. Anwar S, Uppal T. Recurrent Viable Ectopic Pregnancy In The
Salpingectomy Stump. 2010 Agustus. Diunduh dari: URL:
http://www.minnisjournals.com.au
5. Chunningham FG, Gent NF, Leveno KJ, Gilstrap L, Hauth JC, Wenstrom
KD. Williams Obstetrics, Vol 1 Edisi 21. McGraw-Hill: EGC, 2006.
6. Sepilian VP. Ectopic Pregnancy. 2014 Maret. Diunduh dari: URL:
http://www.emedicine.medscape.com/article/204923-overview
7. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009.
8. Barnhart KT. Ectopic Pregnancy. 2009. Diunduh dari: URL:
http://www.nejm.org
9. http://eclinicalworks.adam.com/content.aspx?
productId=39&pid=1&gid=003919
10. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia dalam Ilmu Penyakit Dalam
UI Jilid II. Jakarta: EGC, 2008.
31