Oleh :
Nidianti Nerissa
1210313043
Pembimbing :
dr. Erman Ramli, Sp.OG
KATA PENGANTAR
i
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
yang berjudul “Tubo Ovarian Absecess”. Clinical Science Session ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian
arahan dan petunjuk, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan CSS
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CSS ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ii
Sampul Depan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3.Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
1.5 Metode Pnelitian 3
2.4 Patogenesis 8
2.5 Diagnosis 9
2.6 Tatalaksana 13
2.7 Komplikasi 21
2.8 Prognosis 22
BAB 3. KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
pada wanita dengan ciri adanya suatu inflamasi pada traktus genitalia atas
PID (Pelvic inflammatory disease). Abses ini pada umumnya terjadi pada wanita
usia produktif dan biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran genital
bagian bawah. TOA berhubungan erat dengan PID (Pelvic inflammatory disease).
ke endometrium dan tuba fallopi. TOA merupakan end-stage process dari PID
akut. TOA terjadi sekitar 18-34% pada pasien dengan PID dan 22% dengan
Abses ini dapat terjadi pada pasien yang post histerektomi supraservikal.
TOA dapat juga terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami servitis dan
1
iki agen infeksius ini merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam
terjadinya TOA. Selain itu, operasi ginekologi, kanker organ genital (genital
menegakkan diagnosis pasti dan memberikan terapi yang tepat pula. Dan bila
kemandulan dan kehamilan ektopik yang merupakan masalah medik, sosial dan
ekonomi.
ovarium.
2
1.5. Metode Penulisan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
melibatkan tuba falopii, ovarium dan juga struktur disekitarnya 1. TOA merupakan
suatu proses akhir dari Pelvis Inflammatory Disease (PID) akut. TOA
terdiagnosis ketika pasien dengan PID memiliki suatu massa pelvis yang
2.2 Epidemiologi
pada lebih dari sepertiga kasus. Perkiraan insiden tahunan abses pelvis oleh
karena berbagai penyebab di Amerika Serikat adalah 100.000 kasus. abses tubo
ovarial umumnya terjadi pada wanita umur 20 hingga 40 tahun. Lebih tua
tampak tidak lebih sering pada pasien dengan TOA. Paritas pada pasien dengan
pada nullipara.
akibat dari peningkatan insiden penyakit menular seksual dan sekuele yang
mengiringinya. Abses tubo ovarium biasanya terjadi pada wanita yang aktif secara
seksual yaitu pada usia antara 20 – 40 tahun 3. Abses tuba ovarium merupakan
4
suatu komplikasi dari penyakit radang panggul pada 15% kasus4, sedangkan
literatur lain menyebutkan angka kejadian TOA mencapai 30% kasus5. Mortalitas
akibat abses tuba ovarium menurun secara signifikan dalam 50 tahun terakhir,
5
(22%), Bacteroides (26%), peptococus (11%), dan
peptostreptococcus ( 18%).
6
tempat masuk infeksi yang luas dan pembentukan abses. Apabila
aktinomikosis).
Faktor risiko dari TOA sama dengan faktor risiko pada PID, yaitu3 :
7
Bacteriodes fragilis, Peptostreptococcus, dan Peptococcus. ATO yang terjadi pada
2.4 Patogenesis
dari tuba falopii, ovarium dan organ-organ sekitarnya. Patogenesis langsung dari
TOA sulit ditentukan karena adanya derajat yang bervariasi dari kerusakan tuba
yang terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan, TOA merupakan suatu infeksi
polimikrobial yang seringnya disebabkan oleh infeksi ascending dari vagina oleh
trachomatis yang memasuki tuba falopii, melakukan penetrasi dan merusak sel-sel
suatu respon inflamasi pada pasien. Respon inflamasi tersebut juga termasuk
mengarah pada edema jaringan, iskemia dan nekrosis dari dinding tuba. Seketika
pus keluar dari ujung fimbriae, inflamasi yang terjadi menyebar pada ovarium dan
struktur lainnya seperti omentum, kandung kemih, usus besar dan uterus. Organ-
8
organ tersebut akan saling berlekatan menyebabkan pengurungan pus dan
2.5 Diagnosis
Gejala klasik dari TOA biasanya adalah nyeri abdomen, adanya massa di
pelvis pada saat pemeriksaan, demam dan leukositosis. Landers dan Sweet (1983)
menemukan bahwa 35% wanita dengan TOA afebris dan 23% memiliki jumlah
discharge, 26% mengeluhkan mual dan 21% memiliki keluhan perdarahan per
vaginam7.
9
o Leukositosis Peningkatan LED > 64 mm/jam
abdomen dan pelvis merupakan gejala khas yang terdapat pada lebih dari
60 - 80 % pasien tersebut. Oleh karena itu, tidak adanya demam dan atau
dan menemukan bahwa wanita lebih tua dari 42 tahun dengan masa
adneksa yang teraba dan mereka dengan angka sedimentasi > 50 mm/hr
Inspekulo dan pemeriksaan bimanual harus dapat menilai konsistensi, ukuran dan
mobilitas dari uterus dan kedua adneksa. Discharge yang mukopurulen dan
adanya nyeri goyang serviks indikatif untuk suatu PID, dan bersamaan dengan
nyeri pada uterus atau adneksa harus meningkatkan kecurigaan terhadap adanya
TOA7.
a. Laboratorium
10
Pasien dengan TOA tidak memiliki data laboratorium yang spesifik. Salah
satu cara untuk membedakan PID dengan TOA adalah mendeteksi suatu massa
inflamatorik di adneksa, dan hal tersebut mungkin sulit ditentukan hanya dengan
pemeriksaan fisik dan data laboratorium saja9. Peningkatan jumlah leukosit secara
signifikan telah dilaporkan pada 66% - 80% pasien dengan TOA. Walaupun
kemungkinan TOA5.
dan memiliki nilai yang terbatas dalam menilai tingkat keparahan dari respon
inflamasi akut5.
b. Pencitraan
Beberapa modalitas pencitraan untuk diagnosis dari TOA yaitu foto polos
multilokular atau massa adneksa dengan debris, septasi dengan dinding tebal
Pencitraan lebih canggih seperti CT Scan, USG atau MRI dapat dilakukan,
mengandung fluid-fluid level dengan dinding yang tebal. Pada pemeriksaan MRI
11
akan tampak massa pelvis yang dipenuhi cairan dengan gambaran hipointens,
penggunaan MRI masih belum dikaji lebih lanjut terkait perannya dalam
diagnosis TOA5,10.
Ultrasonografi
TOA tampak oleh USG berupa gambaran homogen, kadang simetris, kistik,
dinding tipis, berbatas tegas, berdampingan. Gambaran udara mungkin terlihat,
bersepta pada TOA multilokulasi. Pemeriksaan USG juga dapat sangat membantu
untuk mengikuti perkembangan pasien dan mendeteksi kemajuan pengobatan,
ruptur abses, dan lain sebagainya.
Gambar 1. Gambar USG transvaginal pada wanita 24 tahun dengan PID dan
TOA. A. Tampak Free Fluid (FF)dan Uterus (U), B. Tambak tuba fallopi (T) yang
berdilatasi ( piosalfing) Chan et al, 2003
CT Scan
12
Gambar . Gambaran CT Scan PID/ TOA
2.6 Tatalaksana
Tidak ada algoritma terapi yang baku untuk pasien dengan diagnosis ATO,
13
dan cefoxitin harus dipertimbangkan pada pasien dengan ATO karena
menunjukkan penetrasi dinding abses yang baik dan aktivitsnya dalam kavitas
abses6. Berdasarkan panduan dari CDC mengenai terapi untuk PRP yaitu8:
a. Terapi Parenteral
i.v. atau i.m. diikuti dosis rumatan 1,5 mg/kgBB tiap 8 jam (dapat
perbaikan klinis.
Ketika terdapat ATO, klindamisin 450 mg p.o. 4x1 atau metronidazole 500
mg 2x1 harus diberikan lengkap setidaknya 14 hari pada terapi dengan doksisiklin
2.6.2 Pembedahan
Jika terapi medis saja gagal atau ditemukan abses besar, prosedur drainase
perlu dikerjakan. Oleh karena kebanyakan wanita dengan TOA adalah wanita usia
14
konservatif jika dipertimbangkan drainase perkutan versus pembedahan.
1. Drainase transvaginal
kemajuan besar dalam terapi keadaan ini. Penelitian telah dikerjakan dengan
transvaginal memberikan jalur langsung dari vagina ke dalam kavum douglas atau
dari tahun 1986 hingga 2003 melaporkan keberhasilan pengobatan pada 282
wanita (93 %). Total 302 partisipan juga diterapi dengan antibiotika intravena
sekitar sepertiga pasien membutuhkan lebih dari satu aspirasi untuk drainase yang
15
adekuat, hanya 20 pasien (7 %) yang membutuhkan operasi. Ukuran abses atau
dilakukan segera setelah diagnosis saat cairan abses sedikit kental. Mereka juga
menyarankan bahwa pada wanita pasca menopause yang memiliki TOA, perlu
mungkin menyertai.
Pemasangan kateter atau prosedur drainase tunggal melalui USG telah diteliti
pada penelitian lain. Drainase jangka lama dan atau irigasi kavitas abses dengan
sederhana. Jika studi yang telah ada tentang drainase TOA tidak menyetujui
pemasangan drain, kecenderungan saat ini pada terapi medis telah membatasi
2. Drainase transglutea
yang dapat diperoleh dari teknik drainase ini antara lain menurunkan
dari teknik ini yakni akses pencapaian lokasi abses yang terdapat pada daerah
rektouterina dan diantara pembuluh darah dan kandung kencing. Dalam hal
16
ini pencapaian ke daerah abses dapat dilakukan melalui pendekatan secara
transgluteal.
telah diteliti sebagai alternatif pembedahan. Pada satu penelitian dari 140
diterapi dengan drainase saja . Kateter dilepas setelah rata-rata delapan hari.
3. Drainase laparaskopi
dan hal ini tentu saja sekaligus sebagai alat bantu dalam konfirmasi diagnosa.
4. Drainase pembedahan
17
Drainase kavum douglas dengan insisi kolpotomi telah digunakan
selama beberapa tahun sebelumnya. Akan tetapi, prosedur ini harus tidak
dikerjakan kecuali abses teraba pada linea mediana, melekat pada dinding
vagina, dan mengisi sepertiga atas septum rektovaginal. Pasien dengan TOA
Jika dicurigai adanya TOA yang ruptur, maka pasien harus distabilisasi,
dan dimulai pemberian antibiotik, dan tindakan operatif harus sesegera mungkin
dilakukan. Indikasi lain untuk dilakukannya tindakan operasi segera adalan untuk
18
kasus dengan diagnosa yang belum jelas namun dicurigai mempunyai resiko
efektif terhadap gram negatif anaerob seperti misalnya B. Fragilis dan P. Bivia.
Jika dengan terapi antibiotik tersebut tidak menunjukkan respon yang nyata,
seperti misalnya penurunan suhu, jumlah leukosit dan gambaran klinis lain dalam
waktu yang ditetapkan (48-72 jam), intervensi bedah mungkin perlu dilakukan.
Namun, ruptur abses selama fase inisial dengan pemberian antibiotik dapat
saja terjadi sehingga harus selalu waspada dengan kemungkinan bahwa intervensi
pada abses yang ruptur, pus yang terdapat pada rongga abdomen diambil untuk
kultur, dilakukan irigasi untuk meminimalisir penyebaran infeksi. Gibbs and Sweet, 2003
19
4. Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan pengeluaran urin > 30
mL/jam
5. Evaluasi cepat dan persiapan operasi segera.
6. Pertimbangan bedah : insisi pada garis tengah yang rendah. Ketika
abdomen dibuka, pus diambil untuk kultus aerob dan anaerob. Saluran
dengan ruptur nya ATO. Tanda-tanda sepsis seperti hipotensi, takikardia, takipnea
TOA. Suatu TOA juga dapat muncul tanpa adanya bukti mengalami ruptur, pada
kasus-kasus ini peran dari drainase dan penatalaksanaan secara operatif tidak
begitu jelas. Reed et al pada tahun 1991 menunjukkan bahwa 35 % abses dengan
dengan ukuran >9 cm sedangkan DeWitt et al menunjukkan jika abses ukuran >8
wanita dengan hemodinamik stabil dan abses ukuran <8 cm. Saat respon klinis
20
tidak dicapai dalam waktu 48 jam, maka harus dipertimbangkan dilakukannya
terapi pembedahan. Pilihan tatalaksana pembedahan untuk TOA mulai dari hanya
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari TOA adalah ruptur dari TOA itu sendiri. Ruptur TOA
merupakan keadaan emergensi yang biasanya muncul dengan tanda dan gejala
dari peritonitis difus, yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi sepsis. Angka
kejadian dari ruptur abses dan sepsis pada penderita dengan TOA yaitu 15% dan
antibiotik spektrum luas, angka mortalitas dari TOA mencapai 85% - 100%1.
2.8 Prognosis
Pada penelitian oleh Topçu et al (2014) dari total 109 pasien, 87 pasien
dalam kelompok prognosis jelek dan 22 dalam kelompok prognosis baik. Pada
21
kelompok prognosis jelek, 11 diantaranya telah mengalami menopause sedangkan
hanya 2 pasien yang sudah mengalami menopause pada kelompok prognosis baik.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok prognosis jelek dan
prognosis baik dalam hal usia, graviditas, paritas, riwayat dilatasi dan kuretase,
mikroorganisme yang diisolasi, riwayat SC, status merokok, kadar LED, leukosit,
suhu tubuh, bilateral atau unilateral, adanya pemakaian AKDR dan lamanya
22
BAB III
KESIMPULAN
melibatkan tuba falopii, ovarium dan juga struktur disekitarnya. ATO merupakan
suatu proses akhir dari penyakit radang panggul (PRP) akut. Abses tubo ovarium
biasanya terjadi pada wanita yang aktif secara seksual yaitu pada usia antara 20 –
40 tahun. Faktor risiko pada ATO sama dengan faktor risiko pada PRP, sama
halnya dengan PRP, ATO juga merupakan suatu infeksi polimikrobial dimana
terdapat organisme anaerob, aerob dan fakultatif. Patogenesis langsung dari ATO
sulit ditentukan karena adanya derajat yang bervariasi dari kerusakan tuba yang
terjadi.
Gejala klasik dari TOA biasanya adalah nyeri abdomen, adanya massa di
pelvis pada saat pemeriksaan, demam dan leukositosis. Pemeriksaan fisik lengkap
termasuk pemeriksaan pelvis harus dilakukan. Pasien dengan TOA tidak memiliki
polos, USG, CT dan MRI. Tidak ada algoritma terapi yang baku untuk pasien
dengan diagnosis TOA. Komplikasi dari TOA adalah ruptur dari TOA itu sendiri.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok prognosis jelek dan
prognosis baik dalam hal usia, graviditas, paritas, riwayat dilatasi dan kuretase,
mikroorganisme yang diisolasi, riwayat SC, status merokok, kadar LED, leukosit,
suhu tubuh, bilateral atau unilateral, adanya pemakaian AKDR dan lamanya
penggunaan AKDR.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Oktober 2017
8. Workowski KA, Bolan GA. Sexually transmitted diseases treatment
options for women who desire fertility. 2009. Obstet Gynec Survey,
64(10): 681-689
10. Shah V, Weerakkody Y. Tubo-ovarian abscess. Tersedia di:
25
11. Topçu HO, Kokanali K, Güzek AI, Tokmak A, Erkilinç S, Ümit C et al.
26