Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

DEMENSIA

Disusun Oleh:

Switha Martha Sinaga

(112018105)

Pembimbing:

dr. Hexanto M, Sp.S, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO
PERIODE 21 OKTOBER – 24 NOVEMBER 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul
“Demensia”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik
pendidikan profesi dokter di Departemen Neurologi Rumah Sakit Panti Wilasa dr. Cipto
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dokter Hexanto Sp.S, sebagai
dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk, serta kerjasama dari
berbagai pihak yang telah membantu penyusunan referat ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan disebabkan
keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi perbaikan di masa mendatang. Lepas dari segala kekurangan
yang ada, penulis berharap semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua.

Semarang, 11 November 2019

Penulis

Switha Martha Sinaga

2
BAB I
PENDAHULUAN

Peningkatan pelayanan kesehatan saat ini yang disertai dengan peningkatan standar hidup,
telah meningkatkan umur harapan hidup di negara maju dan negara berkembang. Perubahan
demografis ini merupakan tantangan terhadap sistem pelayanan kesehatan yang ada, terutama
menyangkut peningkatan jumlah orang dengan demensia.1

Penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun
2005-2010 diperkirakan menyamai jumlah usia bayi di bawah lima tahun (balita) yaitu sebesar
8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini adalah tantangan karena
masalah degeratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia.1

Demensia merupakan sindrom penurunan fungsi intelektual yang cukup berat diandingkan
sebelumnya, sehingga mengganggu aktivitas social dan professional dalam aktivitas hidup
keseharian , biasnaya disertai perubahan perilaku yang bukan disebabkan oleh delirium maupun
gangguan prikiatri mayor : penyakit ini terutama terjadi pada usia lanjut dan bukan merupakan
kondisi normal karena berkaitan dengan penyakit neurodegenerative.2

Demensia yang paling banyak terjadi adalah demensia Alzheimer (DA), mencapai lebih
dari setengah kasus demensia. Demensia lainnya yang juga umum terjadi adalah demensia vascular
(DVa) demensia badan lewy /lewy bodies (DLB) demensia penyakit Parkinson (DPP), demensia
frontotemporal (DFT), dan demensia campuran . Sifatnya kronik progesif memengaruhi kapasitas
dan kualitas hidup pasien, sehingga diagnosis demensia penting di tegakkan sejak dini agar dapat
dilakukan penatalaksaan yang komprehensif baik dari segi medis maupun social ekonomi. 2

3
BAB II

DEMENSIA

DEFINISI

Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding sebelumnya yang cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup
keseharian. Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit / gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik – progresif , dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multiple.
Demensia adalah gangguan fungsi inelektual dan memori didapat yang disebabkan penyakit otak,
yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.3

Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan
oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek
(recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi
stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.3

Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu gangguan kognisi dan
gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori terutama kemampuan
belajar materi baru yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu pada
demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan
yang relatif baru. Kemampuan membuat keputusan dan pengertian diri tentang penyakit juga
sering ditemukan. Keluhan non-kognisi meliputi keluhan neuropsikiatri atau kelompok behavioral
neuropsychological symptoms of dementia (BPSD). Keluhan tersering adalah depresi, gangguan
tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi. Gangguan motorik berupa kesulitan berjalan,
bicara cadel dan gangguan gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang mioklonus.3

4
EPIDEMIOLOGI

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan hampir 48 juta orang didunia hidup dengan
demensia. Konsensus Delphi mempublikasikan bahwa terdapat peningkatan prevelansi demensia
sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi sebelumnya. Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang
dengan demensia pada tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7
juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia Tenggara jumlah orang dengan demensia
diperkirakan meningkat dari 2,48 juta di tahun 2010 menjadi 5,3 juta pada tahun 2030. 2

Data dari BAPPENAS 2013, angka harapan hidup di Indonesia (laki-laki dan perempuan) naik
dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2 tahun pada periode 2030-2035. Hasil
proyeksi juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun ke depan akan
mengalami peningkatan dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,8 juta pada tahun 2035.
Jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 5,0 % menjadi 10,8 % pada tahun
2035. Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa.
Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan
hidup suatu populasi.4

Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di Indonesia. Namun demikian
Indonesia dengan populasi lansia yang semakin meningkat, akan ditemukan kasus demensia yang
banyak. Demensia Vaskuler (DV) diperkirakan cukup tinggi di negeri ini, data dari Indonesia
Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59 % pasien stroke mengalami gangguan kognisi saat
pulang perawat dari rumah sakit. Tingginya prevalensi stroke usia muda dan factor risiko stroke
seperti hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskuler mendukung asumsi di atas.4

ETIOLOGI
Berikut ini jenis dan penyebab demensia pada usia lanjut :4
1. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan, yaitu :
 Intoksikasi (obat, termasuk alkohol, dan lain-lain)
 Infeksi susunan saraf pusat
 Gangguan metabolic

5
 Gangguan nutrisi
 Gangguan vaskuler (demensia multi-infark, dll)
 Hidrosefalus
 Depresi
2. Penyakit degenerative progresif, yaitu :
- Tanpa gejala neurologik penting, seperti :
 Penyakit Alzheimer
- Dengan gangguan neurologic lain yang prominen, seperti :
 Penyakit Parkinson
 Penyakit Huntington

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan
memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini Gangguan
memori, Gangguan orientasi, Gangguan bahasa, Apraksia, Agnosia, Gangguan fungsi eksekutif,
Perubahan Kepribadian.5
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebgaia berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun data menjadi kalimat yang benar,
menggunankan kata yang tidak tepat untuk sebuh kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tidak beralasan. Penderita kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti: acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

6
KLASIFIKASI DEMENSIA

PENYAKIT ALZHEIMER

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif yang tersering ditemukan
(60-80%). Karateristik klinik berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal
lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku
dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori episodik
mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun
dapat ditemukan pada usia yang lebih muda. Awitan sulit ditentukan karena timbul secara
perlahan-lahan, tampak gelisah, menghindari kegiatan sosial, tidak ada bukti klinis yang
menyatakan bahwa adanya penyakit otak atau sistemik, tidak ada gejala neurologik kerusakan otak
fokal.6

Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%) walaupun diagnosis
pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit β-amiloid40
dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle. Saat ini terdapat kecenderungan melibatkan
pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak untuk
menambah akurasi diagnosis.3

PATOFISIOLOGI
Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan kerusakan berat pada neuron
korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid pada pembuluh darah intrakranial. Secara
mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron.
Neuropatologinya terutama berhubungan dengan peptide beta-amiloid (AB), serta neurofibrillary
tangles (NFTs) yang berasal dari hiperfosforilasi protein tau. Karateristik neuropatologi DA adalah
berupa hilangnya neural seleftif dan sinaps, adanya plak neuritik yang mengandung peptide beta-
amiloid (AB) , serta neurofibrillary tangles (NFTs) yang berasal dari hiperfosforilasi protein tau.
Plak neuritik yang terjadi merupakan lesi ekstraseluler yang tersusun atas inti sentral dari agregasi
AB peptide yang dikelilingi oleh distrofi neuritik, aktivasi microglial dan astrosit reaktif. NFTs
sendiri merupakan buntalan filament dalam sitoplasma sel saraf yang mengelilingi se saraf.

7
Deposisi AB pada otak merupakan salah satu implikasi dari pathogenesis DA. Pada proses
neurodegenerasi demensia, akumulasi AB (khususnya AB 42 peptida) pada otak merupakan inisiasi
terjadinya disfungsi neuron. Adanya mutasi gen amyloid precursor protein (APP) pada kromosom
21, presenilin (PS) 1 pada kromosom 14 , dan PS2 pada kromosom 1 mengarah pada early-onset
DA tipe familial. Pada tipe ini terjadi produksi berlebihan dan / atau peningkatan agregasi AB.
Beta-amiloid merupakan produk fisiologi normal dari APP dan merupakan komponen soluble dari
plasma dan cairan serebrospinal.4

Terdapat dua varian terminal karboksil dari AB yaitu AB 40 yang merupakan secret spesies utama
dari sel kultur dan terdapat pada cairan serebrospinal. Varian kedua adalah AB 42 yang merupakan
komponen utama amyloid yang berdeposit di otak pada DA. Peningkatan AB 42 lebih sering
mengalami agregasi dan membentuk fibril. Neurotoksin yang dihasilkan oleh agregasi AB akan
menyebabkan beberapa mekanisme seperti akumulasi radikal bebas, disregulasi dari hemostasis
kalsium , respon inflamasi dan adanya aktivitasi dari beberapa signaling pathway. Dapat
disimpulkan bahwa neuropatologi DA kompleks , multifaktoral dan melibatkan bebagai mediator
kimiawi yang berkaitan dengan proses degenerative diotak.6

GEJALA DAN TANDA KLINIS

DA ditandai dengan penurunan fungsi kognitif yang didahului oleh penurunan daya ingat dan pada
akhirnya akan mengenai seluruh intelektualitas pasien dan menyebakan beban dalam menjalani
aktivitas sehari-hari ringan sekalipun. Ranah kognitif yang paling terganggu adalah memori
dengan kemampuan rekognisi terganggu. Gejala ini muncul berlahan –lahan dan bertambah berat,
sehingga ranah kognitif lain, seperti visuospasial, fungsi eksekutif, memori, atensi , dan bahasa
dapat terganggu.7

DIAGNOSIS
Diagnosis demensia harus dilakukan melalui evaluasi komprehensif dengan tujuan untuk diagnosis
dini, penilaian komplikasi dan penegakan penyebab demensia. Pedoman DSM-IV sering
digunakan sebagai baku emas yaitu mengharuskan adanya gangguan memori ditambah satu dari
afasia, apraksia, agnosia, atau disfungsi eksekutif.7

8
TATALAKSANA
1. Medikamentosa7
a. Inhibitor asetikolinesterase (AChE-I)
Bekerja sebagai penguat kognisis dengen meningkatkan kadar asetilkolin di otak untuk
mengkompensasi hilangnya fungsi kolinergik, ada beberapa pilihan obat yaitu
- Donepezil
- Galantamin
- Rivastigmin
- Antagonis reseptor NMDA (memantin)
2. Non medikamentosa
Tujuan terapi nonmedikamentosa atau intervensi adalah meningkatkan kualitas hidup
orang dengan demensia. Pendekatan sebaiknya terfokus pada kebutuhan , kepribadian,
kekuatan, dan preferensi.
Intervensi di bagi 3 kelompok :
a. Mempertahankan fungsi: mengadopsi strategi untuk meningkatkan kemandirian dan
memelihara fungsi kognitif.
b. Manajemen prilaku sulit : agitasi, agresi, dan psikosis.
c. Mengurangi gangguan emosional komorbid

DEMENSIA VASKULER

Demensia vaskuler (DV) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua
sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan
fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai paling berat dan tidak harus dengan gangguan
memori yang menonjol. Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah
serebral. Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark komplit,
dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif. 8

9
Demensia vascular masa awitan timbul secara mendadak, dapat pula bertahap, disertai dengan
adanya gejala neurologis fokal. Faktor risiko kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian
ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV. 8

PATOFISIOLOGI
Secara umum patofisiologi terjadinya demensia vaskuler melibatkan kelainan pembuluh darah
dengan manifestasi perdarahan (termasuk perdarahan mikro) ataupun iskemia (hipoksemia).
Hipoksemia yang terjadi dapat bersifat akut dan kronik. Hipoksemia akut dengan lesi local
biasanya berupa infark , sedangkan hipoksemia global berbentuk nekrosis korteks laminar,
sclerosis hipokampus dan infark watershed pada hipoksemia kronik manifestasinya berupa lesi
pada substansia alba. Manifestasi klinis tampak jelas. Pada keterlibatan pembuluh darah besar ,
sedangkan pada pembuluh darah otak yang lebih kecil (pendarah mikro dan leukoaraiosis)
manifestasinya minimal atau bahkan asimtomatik.7

JENIS DEMENSIA VASKULAR


1. Demensia pascastroke atau post- stroke demensia (PSD) didefinisikan sebagai demensia
yang terjadi setelah stroke dan disebabkan oleh penyakit vascular, degenerative, atau
keduanya. Pasien dengan riwayat stroke akan lebih berisiko mengalami demensia 3-5 kali
lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat stroke sebelumnya. Terdapat sekitar
20 % pasien yang kemudian akan mengalami kejadian DV dalam 6 bulan setelah serangan
stroke petama. Kejadian timbulnya gelaja DV meningkatkan seiring dengan besarnya lesi
yang dihasilkan pascastroke dan banyaknya riwayat kejadian stroke (stroke berulang) yang
memungkinkan terjadinya lesi yang lebih banyak.7
a. Single strategic-infarct dementia
DV pascasttroke dapat terjadi akibat lesi pada region kortikal maupun subkortikal dan
dapat berupa suatu subkortikal dan dapat berupa suatu proses iskemik maupun
hemoragik. Pada lesi di region kortikal, demensia akan terjadi jika daerah fungsi
heteromodal otak ikut terlihat, termasuk system limbic atau area asosiasi kortikal. Tiga
lokasi utama infark terisolasi yang akan mengacu pada kejaidan DV, yaitu girus

10
angularis pada region arteri serebri media, inferomesial lobus temporal pada regio
arteri serebri posterior dan mesial lobus frontal pada region arteri serebri anterior.

Lesi subkortikal terutama subkortikal-cortical loops akan memberikan manifestasi


demensia. Tiga lokasi utama yang dapat menyebabkan terjadinya DV adalah thalamus,
genu kapsula interna, dan nucleus kaudatus. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi
kllinis sindrom afasia, terdapat gangguan memori, gangguan fungsi bahasa, apraksia,
dapat terjadi gangguan kesadaran , gangguan neurofisiologi yang dapat disertai dengan
amnesia, gangguan kognitif, abulia, inersia, menurunnya gerakan spontan.

b. Demensia multi-infark
Merupakan akumulasi infark berulang pada bagian kortikal maupun subkortikal ,
kejadian demensia meningkat seiring dengan kejadian infark berulang yang terlihat
dengan jelas. Hal ini disimpulkan dari observasi terhadap onset dementia yang
mendadak, riwayat stroke yang berulang, terdapat lesi hipodens pad act scan.8
2. Dementia terkait small vessel disease
a. Subkortikal iskemik vskular disease (penyakit binswanger)
Penyakit ini merupakan stadium final dari riwayat panjang penyakit kecil (small vessel
diaseae) terkair hipertensi. Gejala klinis yang paling menonjol adalah disfungsi
eksekutif, perlambatan proses piker, serta gangguan konsentrasi dan memori.9
b. Cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy (CADASIL)
CADASIL mulai dikenal pada tahun 1993 sebagai penyebab baru DV murni. Penyakit
ini merupakan penyakit bawaan langka akibat mutasi NOTCH3 kromosom 19. Pada
gambara histopatologisnya didapatkan deposisi materi granular dalam dinding arteri
kecil dan arteriol, sehingga menyebabkan penyempitan lumen dan dekstruksi sel otot
polos dinding pembuluh. Gambaran umumnya berupa infark lacunar multiple dan
substansia alba pucat yang luas. Gejala klinis diawali dengan migren dengan aura,
manifestasi klinis tersering adalah TIA (transient ischemic attack)

11
3. Demensia terkait angiopati amyloid
Hal ini disebabkan oleh cerebral amyloid angiopathy akibat deposisi amyloid di dinding
pembuluh darah korteks dan leptomeningen . apolipoprotein alel-E2 berkontribusi dalam
deposisi b-amiloid yang menyebabkan angiopati amyloid dan perdarahan mikro. Lokasi
perdarahan serebral akan menentukan terjadinya gangguan kognitif. Gejala klinis dengan
gangguan kognitif.9
4. Demensia terkait mekanisme hemodinamik
Terjadinya kegagalan hemodinamik pada area perbatasan frontal yang diperdarahi oleh
cabang distal dan cabang piamater arteri serebri anterior dan media. Menyebakan lesi
iskemik reversible di lokasi yang berdekatan dengan area sylvii. Proses ini dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan sistemik, seperti henti jantung, aritmia, gagal jantung
dan hipotensi. Manifestasi klinis berupa afasia, apraksia, ganggaun demensia.

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda DV menurut DSM-IV didefinisikan sebagai demensia yang disertai oleh adanya
defisit neurologis fokal yang diperkuat dengan bukti klinis dan pemeriksaan penunjang. Krteria
ini merupakan kriteria yang sensitif namun tidak spesifik. Kriteria yang digunakan antara lain
international statistical classification classification of disease and related health problems 10th
revision (ICD-10), neurological disorders and stroke and the association international pour la
recherché et l’Enseignement en neurosciences (NINDS-AIREN), dan skor iskemik hachinski. ICD-
10 serupa dengan DSM-IV pembedanya adalah bukti lesi fokal di otak. Adapun skor iskemik
hachincki dikembangkan untuk membedakan demenia multi infark terkait lesi iskemik dengan
demensia alzaimer.9
Kriteria NINDS-AIREN banyak digunakan yaitu :
1. Gejala dan tanda-tanda demensia
2. Penyakit serebrovaskular yang terbukti secara pemeriksaan fisik dan pencitraan
(CT scan dan atau MRI)
3. Adanya hubungan dari kondisi 1 dan 2, (a) onset demensia dalam 3bulan setelah
diketahui memiliki stroke dan (b) penurunan fungsi kognitif yang drastic atau
berfluktuasi

12
TATALAKSANA
1. Medikamentosa9
a. Inhibitor asetilkolinesterase (AChE-I) bekerja sebagai penguat kognisi dengan
meningkatkan kadar asetilkolin di otak untuk mengkompensasi hilangnya fungsi
kolinergik. Sebagai contoh adalah donepezil, galantamin, rivastigmin
b. Antagonis reseptor NMDA (memantin), dosis 20 mg/ hari memberikan manfaat dalam
memperbiki fungsi kognisi, mood dan perilaku.
c. Pemberian obat-obat pengontrol factor risiko vascular
d. Pemberian SSRI (selevtive serotonin reuptake inhibitors
e. Kombinasi AChE-1 dan memantin

2. Nonmedikamentosa
Pendekatan secara psikososial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup orang
demensia.

DEMENSIA LEWY BODY DAN DEMENSIA PENYAKIT PARKINSON


Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan. Sekitar 15-25% dari
kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia
dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal perjalanan
penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh
berulang dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang
sistematik. Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun
sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-15
tahun).10

DEMENSIA FRONTOTEMPORAL

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia Lobus Frontotemporal
(DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan
rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan
atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini

13
(3 tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati,
perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan
fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi. Pada
pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi
frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET. 10

DEMENSIA TIPE CAMPURAN

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28% orang dengan
PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih
tua dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada
20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.9

14
FAKTOR RISIKO YANG TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI

USIA
Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia, meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun mengalami
demensia. 9

JENIS KELAMIN
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Angka
harapan hidup yang lebih tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat tua
dibanding pria. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara umum walaupun menjadi seimbang
pada wanita yang lebih tua.6

RIWAYAT KELUARGA DAN FAKTOR GENETIK


Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60
tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus PA. Tiga mutasi gen yang teridentifkasi untuk
kelompok ini adalah amiloid ß protein precursor (AßPP) pada kromosom 21 ditemukan pada 10-
15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70% kasus dan presenilin
(PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari 5% kasus.6

Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi untuk PA Awitan Lambat.
Diduga faktor genetik dan lingkungan saling berpengaruh. Di antara semua faktor genetik, gen
Apolipoprotein E yang paling banyak diteliti. Telah sistematik studi populasi menerangkan bahwa
APOE e4 signifikan meningkatkan risiko demensia PA teruma pada wanita dan populasi antara
55-65 tahun, pengaruh ini berkurang pada usia yang lebih tua.6

FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIMODIFIKASI

FAKTOR RISIKO KARDIOVASKULER


Berbagi studi kohort dan tinjauan sistematis menunjukkan bahwa faktor resiko vaskular
berkontribusi terhadap meningkatnya resiko DV dan PA. Secara khusus, hipertensi usia

15
pertengahan, hiperkolesterolemia pada usia pertengahan, diabetes melitus dan stroke semuanya
telah terbukti berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian dementia.6

HIPERTENSI
Pasien dengan hipertensi yang disertai dengan penurunan kognisi, maka perlu dilakukan
pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi adanya infark.6

DIAGNOSIS

Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat berdasarkan kriteria
DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari sumber yang terpercaya. Hal ini
harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside cognitive tests dan/atau penilaian
neuropsikologis.5

Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-IV) sering digunakan
sebagai gold standar untuk diagnosis klinis dementia. Kriteria ini termasuk adanya gangguan
memori dan tidak adanya salah 1 dari gangguan kognitif seperti afasia, apraksia, agnosia dan
gangguan fungsi eksekutif. Menggunakan tes termasuk milai tes disingkat mental (AMTS), negara
mini pemeriksaan mental (MMSE), modified mini-mental state examination (3ms), yang kognitif
kemampuan instrumen screening (CASIL), dan uji gambar jam. Sebuah AMTS skor kurang dari
6 (dari skor kemungkinan sepuluh) dan skor MMSE di bawah 24 (dari skor kemungkinan 30)
menunjukkan kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut.5

ANAMNESIS
Anamnesis meliputi onset gejala, perjalanan penyakit, pola gangguan kognisi, serta keberadaan
dan pola gejala non kognisi. Riwayat penyakit dari informan yang dapat dipercaya sangat
diperlukan.4

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan neurologis sangat diperlukan dalam diagnosis

16
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya: gangguan berjalan,
gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan, pendengaran,
keseimbangan, tonus otot, gerakan abnormal/ apraksia, dan adanya refleks patologis dan primitif.4

PEMERIKSAAN KOGNISI
Pemeriksaan status mental harus terlebih dulu dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fungsi
kognisi. Ada banyak tes fungsi kognitif singkat yang dapat digunakan untuk mengukur gangguan
kognisi. 5

1. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Merupakan tes fungsi kognisi yang paling sering digunakan. Skor MMSE dan nilai cut off
dipengaruhi beberapa faktor seperti tingkat pendidikan, usia dan etnis. Beberapa komponen
MMSE dapat lebih diandalkan untuk mengarahkan diagnosis daripada skor total. Nilai cut off
untuk MMSE harus disesuaikan menurut tingkat pendidikan. Nilai cut off 27 memberikan
sensitivitas 0.9, spesitifitas 0.9. Nilai cut off 28 (sensitivitas 0.78, spesifisitas 0.8) pada subjek
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memberikan akurasi diagnostik yang lebih tinggi, baik pada
subjek dengan kognisi intak maupun terganggu di etnis Kaukasia yang menggunakan bahasa
Inggris. Nilai area under the curve (AUC) MMSE berkisar antara 0.9 sampai 1.0, mengindikasikan
akurasi yang baik dalam mengidentifikasi demensia pada populasi dengan beragam usia dan
tingkat pendidikan.3

Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mental mini atau Mini-
Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kemampuan
orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasa dan berhitung. Defisit lokal
ditemukan pada demensia vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer. MMSE
Folstein (lihat lampiran): 8

17
Pertanyaan Skor
maksimum

Orientasi Pertama, tanya pasien tanggal, hari, bulan, tahun dan musim. 5

Kedua ditanyakan lokasi sekarang seperti fasilitas, lantai, 5


bandar, provinsi dan negara.

Registrasi Namakan 3 objek (seperti bola, bendera, pintu) dan minta 3


pasien untuk mengulanginya

Atensi Minta pasien untuk mengeja perkataan „dunia‟ secara 5


terbalik atau menolak 7 dari 100 secara berurutan (berhenti
setelah 5 jawaban).

Daya ingat Minta pasien untuk mengingat 3 objek dari bagian registrasi 3
tes ini

Bahasa Minta pasien untuk mengidentifikasi pensil dan arloji 2


Minta pasien untuk mengulang frasa „tidak jika, dan, 1
tetapi‟
Minta pasien untuk mengikut arahan sebanyak 3langkah 3

Minta pasien untuk membaca dan mematuhi frasa 1


„tutup mata anda‟
Minta pasien untuk menulis satu ayat 1
Minta pasien untuk mengkopi satu set pentagon yang saling 1
bertindih.

Skor 30

Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang dari 24 dianggap
normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang pasien. Oleh karena hasil
untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu dapat berubah
pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini dilakukan.

18
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes darah rutin juga biasanya dilakukan untuk menyingkirkan penyebab diobati. Tes-tes ini
termasuk B12, asam folat, thyroid-stimulating hormones (TSH), p[rotein C-reaktif, hitung darah
lengkap, elektrolit, kalsium, fungsi ginjal, dn enzim hati. Kelainan mungkin menyarankan
kekurangan vitamin, infeksi atau masalah lainnya yang sering menyebabkan kebingungan atau
disorientasi pada orang tua. Masalahnya rumit oleh fakta bahwa kebingungan ini menyebabkan
lebih sering pada orang yang memiliki demensia dini, sehingga “pembalikan” dari masalah
tersebut pada ahkirnya mungkin hanya bersifat sementara.10

CT scan atau MRI umumnya dilakukan, walaupun modalitas ini tidak memiliki kepekaan optimal
untuk perubahan metabolik menyebar berhubungan dengan demensia pada pasien yang
menunujukkan tidak ada masalah neurologis kotor (seperti kelumpuhan atau kelemahan) pada
ujian neurologis. CT atau MRI mungkin menyarankan hidrosefalus takanan normal, penyebab
berpotensi demensia reversibel, dan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan jenis lain
demensia, seperti infark (stroke) yang akan menunjuk pada jenis demensia vaskuler.7

DIAGNOSIS BANDING

Gejala Demensia Delirium Depresi


Awitan perlahan akut bertahap
Durasi Bulan /tahun Jam/hari/minggu Minggu/berapa bulan
perjalanan Bertahan progesif Fluktuasi, memburuk Memburuk pada pagi
pada malam hari, dan membaik pada
periode lucid malam hari
Alertness normal fluktuasi Tidak tertarik, sering
menjawab tidak tahu
orientasi Biasanya disorientasi Selalu terganggu Biasanya normal
waktu dan tempat
memori Terganggu memori Gangguan memori Memori baru
baru dan terkadang mungkin terganggu,
baru
memori jangka memori lama utuh
panjang
pikiran Lambat dan Sering beda dari Lambat, preokupasi,
perseveratif kenyataan sedih dan putus asa

19
persepsi Sering normal, Halusinasi visual dan 20% dengan mood
halusinasi visual 30- auditori sering congruent
40% halusination

emosi Apatetik, labil dan Iritabel, agresif atau Mendatar, sedih, tidak
iritabel ketakutan responsif. Mungkin
iritabel

tidur Terganggu, Konfusi malam Terbangun pagi dini


wandering atau
konfusi malam

lainnya Penyakit fisik lain Gangguan mood


jelas sebelumnya atau
riwayat keluarga

PENATALAKSANAAN6

1. Terapi suportif
Perawatan fisik dan dukungan keluarga.
2. Terapi simptomatik
 Ansietas akut, gelisah, agresi, atau agitasi : haloperidol 3x0,5mg atau risperidon
1x1mg (terapi dihentikan setelah 4-6 minggu).
 Ansietas non-psikotik : diazepam 2x2mg per oral (terapi dihentikan setelah 4-6
minggu).
 Agitasi kronis : fluoksetin 10-20mg/hari per oral, atau buspiron 2x15mg per oral.
 Depresi : desipramin 1x75-100mg/hari per oral.
3. Terapi khusus
 Tata laksana kondisi yang masih dapat diterapi
 Untuk demensia alzheimer, dapat dipertimbangkan pemberian asetilkolin esterase
inhibitor.

20
PROGNOSIS

Prognosis demensia vaskular lebih bervariasi dari penyakit Alzheimer. Beberapa pasien dapat
mengalami beberapa siri stroke dan kemudian bebas stroke selama beberapa tahun jika diterapi
untuk modifikasi faktor resiko dari stroke. Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular
dapat memperpendek jangka hayat sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi
yang rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi yang memburuk Penyebab kematian
adalah komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular dan berbagai lagi faktor seperti
4
keganasan.

PENCEGAHAN9
 Jaga agar pikiran selalu aktif. Seperti teka-teki dan permainan kata, belajar bahasa, bermain
alat music, membaca, menulis, melukis atau menggambar.
 Aktif secara fisik dan sosial. Hal ini dapat menunda mulainya demensia dan juga
mengurangi gejala.
 Kejarlah pendidikan. Para peneliti berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu
seseorang mengembangkan jaringan sel saraf otak yang kuat yang mengkompensasi
kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer.
 Menurunkan kadar kolesterol, tekanan darah dan mengendalikan diabetes adalah upaya
untuk mengurangi faktor resiko pada demensia vaskular.
 Pola makan yang sehat. Studi menunjukan bahwa makanan yang kaya buah-buahan,
sayuran dan omega-3 asam lemak, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan
resiko demensia.

21
BAB III
RINGKASAN

Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan


kesadaran. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak, sifat klinisnya dan menurut klasifikasi DSM-IV.

Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular.
Dimana prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Diagnosis demensia
ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV.
Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi
merupakan hal yang sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik.

Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota keluarga terdekat.


Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan penyuluhan agar penderita dapat
dirawat dengan sebaik-baiknya. Terapi demensia disesuaikan berdasarkan tipe demensianya.
Namun, secara umum terapi yang digunakan adalah terapi simptomatik dan terapi suportif karena
potogenesis dari penyakit ini masih belum jelas.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, M., Sidharta, P. (2006). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat. Jakarta. Hal
211-14.

2. Indiyart R. Diagnosis dan Pengobatan Terkini Demensia Vaskular. J.Kedokter


Trisakti.Jakarta. 2004.Vol.23.No.1.ppt:28-33

3. Iemolo F, Givanni D, Caludia R, Laura C, Vladimir H, Calogero C. Review


Pathophysiology of Vascular Dementia. Biomed Central. Canada. 2009.Vol.6.
No.13.ppt:1-9.

4. Roh, JH., Jae HL. Recent Updates on Subcortical Ischemic Vascular Dementia. Journal of
Stroke.2014:16(1):ppt.18-26.

5. Moo, LR,. Differential Diagnosis of Dementia. Neurology Service, Cognitive Behavioral


and Epilepsy Units. Massachusetts General Hospital and Harvard Medical School.2011.

6. Boban M, Kristina G, Mihovil M, Patrick R, Christine S, Nibal A, Gabrijela S, Benedikt


B, Adrian D, Goran S. Cerebrospinal Fluid Markers in Differential

7. Diagnosis of Alzheimer‟s Disease and Vascular Dementia.Coll Antropoll.


Croatia.2008.1.ppt:31-6.

8. Baskys A, Anthony C. Vascular dementia: Pharmacological Treatment Approaches and


Perspectives. Clinical Intervention in Aging.USA. 2007:2(3).ppt:327-35.

9. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184

10. Little, Ann A., Gomez-Hassan , Diana. 2010. Oxford American Handbook of Neurology :
Dementia . New York : Oxfor University Press.

23

Anda mungkin juga menyukai