Anda di halaman 1dari 10

NAMA : FAHMI

NIM : 1807101030088

KEHAMILAN EKTOPIK

DEFINISI

Kehamilan ektopik merupakan suatu kejadian kehamilan dengan


pertumbahan sel telur yang telah dibuahi, namun sel telur tersebut tidak menempel
pada dinding endometrium kavum uteri. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu
merupakan proses kehamilan ektopik yang mengalami proses pengakhiran atau
mengalami abortus.1

Dari data WHO, kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian di


negara maju denga presentase 5%. Di Amerika Serikat, kejadian kehamilan ektopik
pada trimesrter merupakan penyebab utama kematian sekitar 9% dari seluruh
kematian pada kehamilan. Kejadian kehamilan ektopik sebagan besar terjadi di tuba
fallopi sekitar 90 – 95%, dan 70 – 80% terjadi di ampula uteri. Namun kehamilan
ektopik juga dapat terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan
intraligamenter, tapi sangat jarang terjadi.2

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik, yaitu:

1. Terapat peradangan dan infeksi pada tuba yang menyebabkan lumen tuba
sempit.
2. Fungsi silia yang tidak baik karena hypoplasia uterus dan saluran tuba yang
berkelok-kelok.
3. Kelaianan kongenital pada tuba
4. Terdapat tumor pada tuba, seperti mioma uteri atau tumor ovarium.
5. Karena abnormalitas zigot yang tumbih lebih besar sehingga tersendat di
saat melawati tuba.3
6. Karena pil KB yang membuat efeksamping pergerakan tuba melambat,
sehingga bias terjadi kehamilan ektopik jika kehamilan terjadi.
7. Peradangan yang ditimbulkan oleh pemakian IUD yang dapat menyebabkan
kehamilan ektopik.3

PATOLOGI

Pada saat terjadi kehamilan, jika embrio tidak dapat mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio akan tumbuh disaluran tuba dan akan mengalami
nidasi di dalam saluran tuba. Karena akibat dari kehamilan yang bukan di
tempatnya, maka akan terjadi beberapa perubahan berikut ini:

a. Akan terjadi kematian dini dari hasil konsepsi dan akan diresorbsi total
karena kurangnya vaskularisasi.
b. Perlepasan mudigah dapat terjadi pada dinding tuba karena perdarahan pada
pembukaan pembulih darah oleh vili korialis pada dindning tuba. Bila
pelepasan yang terjadi menyeleuruh, maka akan di dorong oleh darah ke
ostium tuba pars abdominalis. Apabila hanya sebagian yang terlpas, maka
perdarahan akan terus berlasngsung terjadi dan berubah menjadi mola
kurenta.
c. Terjadinya ruput dinding tuba yang sering terjadi jika ovum berimplantasi
pada ismus dan biasnaya pada kehamilan muda. Rupture ini dapat terjadi
dengan spontan atau karena faktor trauma seperti koitus dan pemeriksaan
vagina. Pada keadaan tersebut akan terjadi perdarahan yang sedikit hingga
bnyak smapai mengalami syok. Penyebab utama dari terjadinya rupture
adalah karena vili korialis menembus ke dalam lapisan muskularis tuba
hingga ke peritoneum.3
FAKTOR RISIKO

Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik,


mulai dari faktor risiko ringan hingga berat.

Gambar 1. Faktor Risiko terjadinya kehamilan ektopik.3

KLASIFIKASI

Gambar 2. Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan letak kehamilannya.3


a. Kehamilan tuba

Dibagian tuba falopi dapat terjadi fertilasi dibagian mana saja di tuba fallopi.
Di ampulla terjadi sekitar 55%, kemudian sekitar 25% terjadi di ismus dan sekitar
17% terjadi di Fimbria. Pada keadaan ini, trofoblas berpoliferasi dengan cepat dan
menginvasi daerah sekitanya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi
memiliki ketahanan yang sangat rendah teradap invasi dari tofoblas. Abortus dapat
terjadi yang pada umumnya terjadi jika implatasi di ampulla dan impantasi pada
ismus lebih rentang mengalami rupture tuba pada minggu pertama, tetapi jika
rupture terjadi agak lambat maka biasanya implantasi berada di pars intertistial.

b. Kehamilan abdominal

Kehamilan abdominal dibagi menjadi kehamilan abdominal primer dan


skunder. Kehamilan abdominal primer merupakan kejdian implantasi langsung dari
hasil konsepsi di dalam kavum abdomen. Sedangkan kehamilan abdominal skunder
merupakan kehamilan yang trjadi awalnya berada di tuba fallopi dan kemudian
mengali rupture, sehingga hasil konsepsinya terlepas dan melakukakn implantasi di
kavum abdomen.

Pada kehamilan abdomen, keluhan yang sering muncul adalah nyeri pada
abdomen, nausea, mual dan muntah, malaise, dan rasa nyeri saat janin bergerak.
Gambar klinis yang sering adalah rasa nyeri pada penekanan abdomen, presentasi
janin yang abnormal dan lokasi serviks uteri yang berubah. Penggunaan USG
merupakan salah satu cara untuk menegakkan diagnosis jika belum terjadi
perdarahan inrtraabdominal. Pilihan penanganan dari kasus ini adalah dengan cara
pembedahan.

c. Kehamilan ovarial

Pada kehamilan ovarial, gejala klinisnya sama dengan kehamilan tuba.


Kehamilan ovarial sering salah duga dengan kejadian perdarahan korpus luteum
pada saat pembedahan. Penegakan diagnosis dapat dilakukan setelah oemeriksaan
gistopatologis. Kriteri dari diagnosis pada kehamilan ovarial adalah tuba ipsilateral
utuh dan jelas terpisah dari ovarium, kantong gestasi yang berada dalam ovarium,
kemudian kantong gestasi berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, dan terdapat jaringan ovarium di dinding kantong gestasi.

d. Kehamilan servikal

Fakor risiko yang dapat meningkatkan kejadian kehamilan servikal adalah ibu
dengan riwayat dilatasi dan kuretase, riwayat In vitro fertilization (IVF) dan ibu
dengan riwayat seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya. Pada umumnya gejala
yang sering muncul adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai dengan gejala
nyeri. Keadaan serviks pada umumnya akan membesar, hiperemis dan mengalami
sianosis. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan USG
dengan ditemukan adanya kantong kehamilan di sekitar serviks. Jika hemodinamik
ibu stabil, maka dapat dilakukan penanganan secara konservatif dan pilihan yang
tepat adalah dengan mempertahankan uterus. Kemudian dapat diberikan
metotreksat dan cara likal atau sistemik memebrikan peluang kebershasilab sekitar
80%. Histerektomi dapat dianjurkan jika kehamilan sudah masuk timserter ke dua
akhir ataupun masuk ke trimester tiga.3

GEJALA KLINIS

Pada umumnya ibu hamil tidak mengetahui bahwa ia sedang hamil, atau
berpikir bahwa kehamilannya normal atau sudah mengalami abortus. Gambaran
klinik dari kehamilan ektopik bervariasi, tergantung dari tempatnya.

Gambar 3. Tanda dan gejala klinis kehamilan ektopik.

a. Gejala klinis akut

Pada gejala klinik akut, awalnya muncul rasa nyeri abdomen sebelum terjadi
perdarahan pervaginam. Biasanya nyeri berawal dari sisi bawah abdomen dan
kemudian terasa hingga ke seluruh abdomen karena akibat kumpulan darah didalam
rongga abdomen. Pada keaan klinis juga dijumpai hipotensi dan bahkan bias syok,
takikardi dan gejala peritonism dengan tanda distensi abdomen dan rebound
tenderness.

b. Gejala klinis subakut

Gejala klinis yang dijumpai adalah perdarahan pervaginam dan rasa nyeri
perut yang berulang. Pada keadaan subakut, dapat teraba massa di bagian salah satu
sisi forniks vagina. Kemudian kadar hemoglobin akan turun akibat perdarahan,
namum kadar leukosit umumnya normal atau hanya sedikit mengalami
peningkatan.3

DIAGNOSIS

Pada setiap perempuan dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau
kelainan haid, kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik harus di pikirkan. Jika
anmanesis yang dilakukan sangat teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat, dapat
membantu menegakan diagnose tanpa ada bantuan dari pemeriksaan seperti
kuldosintesis, USG, dan laparoskopi. Pada kehamilan ektopik ditemukan nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dan perdarahan pervaginam yang terjadi
setelah nyeri perut dirasakan dibagian bawah.

Pada pemeriksaan laboratorium biasanya dijumpai kadar Hb yang rendah dan


kadar hematocrit yang rendah akibat perdarahan dan kadar leukosit yang
meningkat. Pemeriksaan kuldosintesis dapat dilakukan, yang merupakan salah satu
cara untuk mengetahui apakah terdapat darah di dalam kavum Douglasi.
Laparoskopi merupakan alat bantu diagnostic yang digunakanan untuk
menegakkan kehamilan ektopik, jika pemeriksaan yang lain masih meragukan.

Gambar 4. Teknik Kuldosintesis.3


TATALAKSANA

Tatalaksana dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Pemberiaan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau berikan RL sebanyak 500


ml dalam 15 menit pertama atau berikan 2 L dalam 2 jam pertama.
b. Kemudian pemeriksaan laboratorium dan uji silang darah.
c. Kemudian mempersiapkan laparotomi.
d. Pada saat melakukan laparotomi, maka lakukan eksplorasi kedua ovarium
dan juga tuba fallopi.
e. Jika terdapat kerusakan berat pada tuba, maka lakukanlah salpingektomi
yaitu eksisi bagian tuba yang terdapat hasil konsepsi.
f. Namun jika kerusakannya ringan, maka keluarkan hasil konsepsi dan tuba
dipertahankan.
g. Terapi mendika mentosa dapat diberikan metotreksat baik secara sistemik
maupun injeksi.
h. Metotreksat 1 mg/Kg secara IV dan faktor sitrovorum 0,1 mg/Kg IM
diberikan berselang seling selama 8 hari.
i. Pemberian metotreksat dengan syarat:
• Tidak ada kehamilan intrauterine
• Belum terjadi rupture
• Ukuran massa adneksa ≤ 4 cm
• Dengan kadar bata-hCG ≤ 10.000 mIU/ml
j. Edukasi pasien tentang penggunaan kontrasepsi. Kemudian jadwalkan
control ulang selama 4 minggu.
k. Kemudian mengatas anemia dengan memebrikan tablet besi sulfas
ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan.3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. Puspa T, Risilwa M. Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan


Kasus. J Kedokt Syiah Kuala. 2017;17(1):26–32.

2. Kurniawan A, Mutiara H. Kehamilan Ektopik Di Abdomen. Med Prof J


Lampung. 2016;5(2):5–10.

3. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka; 2011. 677 p.

4. Susilaningrum R, Nursalam, Utami S. Buku Saku : Pelayanan kesehatan ibu


di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. kementrian kesehatan republik
indonesia. 2013. 122 p.
SKENARIO

Seorang ibu usia 28 tahun, G2P0A0, dengan usia kehamilan 24 minggu


datang dengan keluhan perdarahan dari vagina. Pasien mengeluhkan awalnya nyeri
perut di bagian bawah, kemudia beberapa saat kemudia muncul perdarahan dari
vagina. Pasien tidak tahu bahwa dirinya sedang hamil dan sedang dalam
penggunaan pil KB. Pasien pernah mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan
sebelumnya. Pasien juga tampak pucat dan lemas. Pada vital sign, TD: 90/60
mmHg, RR: 20 x/menit, HR: 98 x/menit, T: 37,0 oC. Pada pemeriksaan fisik di
dapatkan konjgtiva anemis dan tampak pucat. Pada vagina dijumpai perdarahan.
Pada palpasi di jumpai nyeri tekan pada bagian bawah abdomen. Pasien juga
mengeluhkan bahu terasa nyeri.

Apa yang terjadi pada pasien tersebut?

Bagaimana tatalaksan yang tepat pada pasien tersebut?


Brain Mapping

Anda mungkin juga menyukai