Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PLANT SURVEY

PTPN VII
(Bahaya Potensial Fisik Panas Pada Perkebunan Tebu)

Oleh
Kelompok 13
Agung Satria Utama 1418011005
Annisa Abdillah 1418011022
Baridi Adlan Saputra 1418011039
Elma Sandya 1418011073
Entan Teram Zettira 1418011074
Gusti Ngurah P P W 1418011095
Hanifa Salma 1418011096
Lantani Nafisah 1418011116
M Iz Zuddin Adha 1418011120
M Haikal 1418011122
Purnama Simbolon 1418011165
Rian Parsaoran 1418011184
Titik Herdawati 1418011213
Vermitia 1418011215

Pembimbing:
dr. Diana Mayasari, M.K.K.

Universitas Lampung
Fakultas Kedokteran
BandarLampung
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kegiatan : LAPORAN PLANT SURVEY PTPN 7


Penyusun : Kelompok 13
1. Agung Satria Utama 1418011005
2. Annisa Abdillah 1418011022
3. Baridi Adlan Saputra 1418011039
4. Elma Sandya 1418011073
5. Entan Teram Zettira 1418011074
6. Gusti Ngurah P P W 1418011095
7. Hanifa Salma 1418011096
8. Lantani Nafisah 1418011116
9. M Iz Zuddin Adha 1418011120
10. M Haikal 1418011122
11. Natasya Hayatillah 1418011146
12. Purnama Simbolon 1418011165
13. Rian Parsaoran 1418011184
14. Titik Herdawati 1418011213
15. Vermitia 1418011215

Bandar Lampung, 20 November 2017


Menyetujui,
Dosen pembimbing

dr. Diana Mayasari, M. KK


198409262009122002

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr. wb

Alhamdulilah, puji dan syukur kami ucapkan atas , Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia – Nya sehingga kami dapat menyusun laporan

plant survey PTPN VII.

Selanjutnya, laporan plant survey ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

dalam Blok Agromedicine. Kepada dr. Diana Mayasari M.KK sebagai dosen

pembimbing, kami ucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahannya sehingga laporan

ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laopran ini, baik dari segi

isi, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf atas

segala kekurangan tersebut, karena keterbatasan kami dalam pengetahuan, wawasan dan

keterampilan. Selain itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk

kesempurnaan laporan selanjutnya dan perbaikan untuk kita semua.

Semoga laopran ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa

ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammua’alaikum wr.wb.

Bandar Lampung, 20 November 2017

Kelompok 13
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.3. Manfaat........................................................................................................................ 3
BAB II HASIL KUNJUNGAN ...............................................................................................
4
2.1. Informasi Umum ......................................................................................................... 4
2.2 Alur Produksi .............................................................................................................. 6
2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Kebun Tebu ...................................... 8
2.4. Identifikasi Faktor Resiko ......................................................................................... 12
2.5. Alasan Pemilihan Topik ............................................................................................ 22
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................................
23
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
32
5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 32
5.2. Saran.......................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
34
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Potret PT Perkebunan Nusantara VII ........................................................................


5
Gambar 2. Alur Budidaya Tebu ................................................................................................. 7
Gambar 3 Skema panas menjadi bahaya potensial pada pekerja perkebunan tebu .................
26
Gambar 4 Perbedaan Upaya K3 pekerja tetap dan pekerja lepas di PTPN VII. ......................
29
Gambar 5 Alur pengendalian yang dapat dilakukan terhadap faktor resiko............................ 30

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel/Matriks Bahaya Potensial/Risiko Kecelakaan Kerja. ...................................... 21

Tabel 2 Pembagian tugas pekerja perkebunan tebu. ................................................................ 31

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kemajuan sektor industri Indonesia meningkat cukup pesat dari tahun ke tahun. Saat
ini sektor industri bidang pertanian masih menjadi salah satu industri besar yang
sedang berkembang pesat. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi
di Indonesia. Dengan majunya sektor industri, maka terbukalah lapangan kerja bagi
masyarakat yang dapat meningkatkan taraf hidup dalam berbagai aspek. Meskipun
perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup dalam berbagai
aspek, namun berbagai dampak negatif juga dapat timbul khususnya bidang
kesehatan.

Kesehatan kerja adalah bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi keseha tan
para pekerja dan lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi pekerja dan
masyarakat lingkungan tersebut melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif.
Kesehatan kerja merupakan terjemahan dari “Occupational Health” yang cenderung
diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan
secara menyeluruh bagi pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang
sehat dan produktif. Tujuan dapat tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung
terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain suhu ruangan yang
nyaman, perancangan atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan
yang baik, dan alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh (ergonomic). Apabila
tidak memenuhi persyaratan maka lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan
2

kerja dalam dua bentuk, yaitu penyakit akibat kerja (Occupational Disease) dan
kecelakaan kerja (Occupational Accident).

PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) merupakan salah satu perusahaan sektor
industri pertanian yang bergerak dalam bidang pengolahan kelapa sawit. Luas
perkebunan kelapa sawit yang dimiliki PTPN VII mencapai 1.300 hektar. Dalam
proses produksi, PTPN VII memiliki beberapa tempat kerja yang berbeda-beda
disesuaikan dengan tahapan produksinya. Masing-masing tempat kerja memiliki
bahaya potensial yang berbeda-beda tergantung dari paparan yang didapat.

Paparan pada pekerja yang berlebihan dan terus menerus akan menimbulkan efek
yang merugikan. Salah satu paparan yang sering dialami adalah paparan panas pada
pekerja pabrik. Lingkungan kerja yang panas akan mempengaruhi kesehatan pekerja.
Suhu lingkungan yang melebihi ambang batas normal akan menimbulkan efek fisik
dan psikis. Efek fisik yang akan muncul antara lain meningkatnya denyut jantung,
mudah berkeringat, terganggunya aliran darah ke kulit, dan terganggunya
keseimbangan air dan elektrolit tubuh. Sementara efek psikis yang bisa muncul, yaitu
kemampuan kerja yang berkurang, konsentrasi berkurang, dan mudah lelah.

Efek negatif yang bisa timbul dari paparan bahaya pada pekerja bisa diminimalisir
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja. Namun, saat ini banyak
pekerja yang menganggap remeh pentingnya penggunaan APD. Perusahaan memiliki
peran yang sangat besar dalam mendisiplinkan pekerja guna menjaga keselamatan
dan kesehatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan mengenai
bahaya potensial panas yang ada di pabrik PTPN VII serta bagaimana cara
penanganan dan pengendalian bahaya potensial tersebut.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya PS pada PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7
BEKRI), yaitu :
1. Mengidentifikasi bahaya potensial yang terdapat pada kebun tebu.
2. Mengidentifikasi bahaya potensial fisik (panas) yang terdapat pada kebun tebu.
3. Mengetahui dampak bahaya potensial fisik yang terdapat pada kebun tebu
terhadap kesehatan.
3

4. Memahami cara penanganan dan pencegahan bahaya potensial fisik bagi


kesehatan yang terdapat pada kebun tebu.

1.3. Manfaat
Adapun manfaat dilaksanakannya PS pada PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7
BEKRI), yaitu :
1. Bagi Mahasiswa

Mengaplikasikan bidang ilmu agromedicine khususnya tentang bahaya potensial

fisik yang terdapat pada kebun tebu.

2. Bagi PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7 BEKRI)

Memberikan informasi tambahan kepada perusahaan PT. Perkebunan Nusantara

VII (PTPN 7 BEKRI) tentang bahaya potensial fisik yang didapatkan berdasarkan

hasil observasi pada kebun tebu dan upaya pencegahannya.


BAB II
HASIL KUNJUNGAN

2.1. Informasi Umum


PT Perkebunan Nusantara VII, disingkat PTPN VII, adalah bekas Perusahaan ini
berkantor pusat di Bandar Lampung, dengan wilayah operasi meliputi Sumatera
Selatan, Lampung, dan Bengkulu (Wikipedia, 2017). PT Perkebunan Nusantara VII
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1996, yang merupakan
konsolidasi dari PT Perkebunan X (Persero) di Provinsi Lampung dan Sumatera
Selatan, PT Perkebunan XXXI (Persero) Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan,
Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) di Kabupaten Lahat Provinsi
Sumatera Selatan, dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di
Provinsi Bengkulu seperti yang dinyatakan dalam akta pendirian yang dibuat di
hadapan Notaris Harun Kamil,S.H., No. 40 tanggal 11 Maret 1996 dan telah
memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat
Keputusan No. C2-8335.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 dan telah
diumumkan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 80 tanggal 4
Oktober 1996.

Pada tahun 2014 berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2014tanggal 17 September 2014,


tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III maka PT
Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang semula merupakan BUMN Perkebunan
telah beralih menjadi PT Perkebunan Nusantara VII yang tunduk sepenuhnya pada
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Anggaran Dasar perusahaan telah mengalami beberapa kaliperubahan dan perubahan


Anggaran Dasar perusahaan terakhir adalah mengenai Pernyataan Keputusan Para
Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII
5

No:KPJAK/Hold/AD.NVII/06/2016; No:SK-47/MBU/03/2016 tentang Perubahan


Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang telah dituangkan melalui Notaris Nanda
Fauz Iwan dalam Akta Notaris No:8 tanggal 14 Maret 2016. Perubahan tersebut telah
disahkan dan diserahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia melalui Surat Keputusan No.AHU-0006225.AH.01.02.2016 tanggal 01
April 2016.

Saat ini, wilayah kerja Perseroan meliputi 3 (tiga) provinsi yang terdiri atas 5 Distrik,
9 unit di Provinsi Lampung, 10 unit di Provinsi Sumatera Selatan, dan 5 unit di
Provinsi Bengkulu. Sejak awal, perseroan didirikan untuk ambil bagian dalam
melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan Program Pemerintah di bidang
ekonomi dan Pembangunan Nasional pada umumnya serta sub-sektor perkebunan
pada khususnya. Ini semua bertujuan untuk menjalankan usaha di bidang
agribisnis dan agroindustri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan
untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan berdayasaing kuat
untuk mendapatkan keuntungan dalam rangka meningkatkan nilai perseroan melalui
prinsip- prinsip Perseroan Terbatas. Areal Unit Bekri terletak di desa Sinar Banten
Kecamatan
Bekri Kabupaten Lampung Tengah, kurang lebih 62 km dari kota Bandar Lampung.

 Batas-Batas wilayah Unit Bekri :


• Utara : Kec. Padang Ratu, Gunung Sugih
• Selatan: Kec. Bangun Rejo, Natar
• Timur : Kec. Gunung Sugih
• Barat : Kec. Padang Ratu, Bangun Rejo (PTPN, 2017).

Gambar 1 Potret PT Perkebunan Nusantara VII


6

 Visi dan Misi Perusahaan


 Visi Perusahaan
PTPN VII (Persero) menjadi perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa sawit,
teh, dan tebu yang tangguh serta berkarakter global. Memiliki daya saing yang
prima, melalui peningkatan produktivitas, mutu, skala ekonomi usaha dan
dukungan industri hilir. Mempunyai karakteristik perusahaan berkelas dunia
dengan proses bisnis dan kinerja yang prima serta menghasilkan produk yang
berstandar internasional(PTPN, 2017).

 Misi Perusahaan
PTPN VII (Persero)memiliki misi sebagai berikut :
1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu dengan
menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan yang efektif serta
ramah lingkungan;
2. Mengembangkan industri yang terintegrasi dengan bisnis inti (karet, kelapa
sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan teknologi terbarukan;
3. Mengembangkan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi;
4. Membangun tata kelola usaha yang efektif;
5. Memelihara keseimbangan kepentingan stakeholders untuk mewujudkan
daya saing guna menumbuh-kembangkan perusahaan (PTPN, 2017).

2.2 Alur Produksi


Proses penanaman tebu dimulai dari pembersihan dan persiapan lahan yang bertujuan
untuk membuat kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan perakaran tanaman tebu.
Lalu dilakukan penanaman bibit tebu dengan posisi over lapping dengan posisi mata
disamping agar bila salah satu tunas mati maka tunas disebelahnya dapat
menggantukan. Bibit yang telah ditanam kemudian ditutup dengan tanah setebal bibit
itu sendiri. Setelah itu dilakukan penyulaman yang dilakukan 2 minggu dan 4 minggu
setelah tanam. untuk mengganti bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru
maupu tanaman keprasan, sehingga nantinya diperoleh populasi tanaman tebu yang
optimal. Selanjutnya proses pemupukan dengan dosis yang telah ditentukan. Selama
7

pertumbuhan tanaman tebu, rutin dilakukan pengendalian hama dan penyakit untuk
mencegah meluasnya serangan hama dan penyakit pada areal pertanaman tebu.

Gambar 2. Alur Budidaya Tebu

Tebu yang akan dipanen harus melalui proses analisis kemasakan tebu untuk

memperkirakan waktu yang tepat untuk penebangan tebu sehingga tebu yang diolah

dalam keadaan optimum. Analisis ini dilakukan secara periodik setiap 2 minggu sejak

tanaman berusia 8 bulan dengan cara menggiling sampel tebu digilingan kecil di

laboratorium. Kemudian dilakukan pemanenan secara manual atau mekanik.

Pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Mei sampai September dimana pada musim

kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat rendemen tertinggi

. Penebangan tebu haruslah memenuhi standar kebersihan yaitu kotoran seperti daun

tebu kering, tanah dan lainnya tidak boleh lebih besar dari 5%. Penebangan tebu dapat

dilakukan dengan sistem tebu hijau yaitu penebangan yang dilakukan tanpa ada

perlakuan sebelumnya, atau dengan sistem tebu bakar yaitu penebangan tebu dengan
8

dilakukan pembakaran sebelumnya untuk mengurangi sampah yang tidak perlu dan

memudahkan penebangan.

2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Kebun Tebu


Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah salah satu cara guna melindungi semua
karyawan akibat kecelakaan kerja dan penyakit selama karyawan bekerja. Semua
karyawan tanpa terkecuali akan bekerja secara maksimal jika memperoleh jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.

Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Schuler dalam Tim Mitra Bestari
(2005:144) adalah: Physical and socio-physicological condition of an organization’s
workforce resulting from the work environment. Semua kebijakan internal guna
menjaga supaya karyawan senantiasa sehat dan aman dalam menjalankan pekerjaanya
menjadi tanggung jawab perusahaan melalui pelaksanaan progam K3.

Megginson yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:161) mengemukakan “istilah


keselamatan mengandung dua istilah resiko keselamatan dan kesehatan, dalam bidang
kepegawaian keselamatan dan kesehatan dibedakan”. Keselamatan kerja menunjukan
keadaan aman atau selamat dari penderitaan, dan kerugian di lokasi kerja. Selanjutnya
Mathis dan Jackson (2002:245), mengungkapkan bahwa “keselamatan mencakup
pada perlindungan kesejahteraan fisik karyawan”. Dari pengertian tersebut dapat
diartikan bahwa Keselamatan kerja merupakan perlindungan fisik karyawan agar
aman dari penderitaan dan kerugian di lokasi kerja.

Mondy (2008:82) menyatakan bahwa keselamatan adalah “suatu perlindungan bagi


karyawan yang dikaernakan oleh kecelakaan yang berkaitan dengan dengan
pekerjaan”. Veithzal (2004:412) mengemukakan tujuan K3 adalah “perusahaan dapat
dikatakan efektif apabila dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja, penyakit, semua
hal yang berkaitan dengan stres, dan mampu meningkatkan mutu kehidupan kerja.
K3 memiliki dua komponen di dalamnya yaitu kesehatan dan keselamatan kerja.
Adapun pengertian dari keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan
kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat dari kecelakaan kerja. Keselamatan
9

kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selai
menjadi hambatan langsung, juga merugikan secara tidak langsung yakni kerusakan
mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan
pada lingkungan kerja dan lain-lain (Suma’mur, 1985). Secara umum keselamatan
kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan aset
perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya.

Kesehatan kerja adalah suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kualitas
hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja
yang diwujudkan melalui pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan asupan makanan
yang bergizi.

2.3.1 Program K3 di PTPN VII


Mengingat betapa pentingnya K3 di suatu perusahaan, sebagai sebuah
perusahaan nasional, PTPN VII telah menerapkan Standar Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) cukup baik, dilihat dari segi
ketersediaan fasilitas kesehatan dan jenis pelayanannya.

Program K3 yang telah diterapkan di PTPN VII antara lain:


1) Identifikasi dan pengendalian bahaya di tempat kerja
Kegiatan ini meliputi pemantauan kondisi dan tindakan yang tidak
aman.
2) Pembinaan dan pengawasan
Kegiatan ini dilakukan dengan upaya melatih dan mendidik, konsultasi,
dan pengembangan sumber daya.
3) Sistem manajemen
Kegiatan manajemen meliputi regulasi (prosedur dan aturan),
penyediaan sarana dan prasarana, serta bentuk apresiasi dan sanksi.
10

Metode kerja yang digunakan oleh PTPN VII adalah 5 R (ringkas, rapi, resik,
rawat dan rajin). Metode ini sangat membantu dalam mengelola tempat kerja
menjadi tempat kerja yang baik dan nyaman bagi para pekerja. Tujuan
penggunaan metode ini adalah meningkatkan produktivitas karena pengaturan
tempat kerja menjadi lebih efisien, kenyamanan yang dirasakan pekerja akan
tempat tinggal meningkat, mengurangi terjadinya bahaya karena tempat kerja
yang aman dan nyaman serta menghemat biaya supaya tidak terjadi
pemborosan untuk biaya tempat kerja.

Hierarki pengendalian risiko atau bahaya yang meliputi eliminasi, substitusi,


perancangan, administrasi, dan alat pelindung diri. Eliminasi bahaya dilakukan
dengan cara menghilangkan bahaya atau resiko yang dapat menimbulkan
kecelakaan. Substitusi berupa penggantian alat, mesin, bahan, dan tempat
kerja yang lebih aman. Perancangan yaitu modifikasi alat, mesin, tempat kerja
yang lebih aman. Administrasi berupa pengaturan dari prosedur, aturan,
pelatihan, durasi kerja, tanda bahaya, rambu, poster, label. Sedangkan alat
pelindung diri disediakan untuk tenaga kerja sebagai pengendalian resiko
paling terakhir.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai upaya proteksi diri dari
bahaya di tempat kerja sudah diterapkan dengan baik. Prosedur dan peraturan
pemakaian APD sudah terpasang di berbagai sudut bangunan. Hal ini
dilakukan supaya para pekerja selalu ingat bahwa APD sebagai proteksi lapis
terakhir untuk menghindari bahaya di tempat kerja.

Untuk fasilitas kesehatan, PTPN VII memiliki unit kesehatan di kantor pusat
dan Puskesbun (Pusat Kesehatan Kebun) yang letaknya berdekatan. Kedua
fasilitas ini dibuat untuk menangani berbagai masalah kesehatan yang dialami
oleh pekerja dan masyarakat sekitar yang tinggal di wilayah tersebut.

Pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh yaitu skrining, monitoring,


pengobatan kuratif dan pencegahan dari kecelakaan serta penyakit akibat
11

kerja. Pelayanan yang tersedia meliputi poli umum, laboraturium sederhana,


rawat inap sementara, dan posyandu (posyandu Anggrek).

Surveilans medis berupa pemeriksaan pekerja (prakerja dan berkala) oleh


fasilitas kesehatan PTPN VII belum dilaksanakan secara sempurna. Sebagian
besar pekerja yang tercatat adalah pekerja yang datang untuk pengobatan
kuratif. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran serta edukasi
pentingnya surveilans medis. Kebanyakan pekerja merasa bahwa pemeriksaan
diperuntukkan untuk pekerja yang sakit saja.

2.3.2 Program K3 di Kebun Tebu


Di wilayah kebun tebu, kegiatan yang berpotensi menimbulkan bahaya adalah
ketika musim panen tiba. Aktivitas yang menimbulkan potensi bahaya yaitu
adanya pembakaran pohon tebu dan penebangan pohon tebu.

Pembakaran dilakukan untuk memudahkan pekerja memanen tebu. Sedangkan


untuk penebangan dilakukan untuk mengumpulkan tebu yang kemudian siap
diantar ke pabrik.

Beberapa bahaya potensial yang mungkin timbul saat pembakaran antara lain
bahaya fisik berupa panas yang berasal dari api dan terik matahari, asap dari
pembakaran, dan bahaya nyeri bagian punggung karena mengangkat beban
berupa batang tebu. Upaya K3 yang dilakukan petani adalah menggunakan alat
pelindung diri, misalnya masker, baju lengan panjang, dan sepatu. Sedangkan
bahaya yang mungkin timbul ketika penebangan tebu salah satunya adalah
trauma berupa luka tajam akibat sabit atau golok. Hal ini disiasati oleh pekerja
dengan menggunakan sepatu boots sebagai APD dan juga berhati – hati saat
bekerja.

Penggunaan APD pada pekerja tidak merata. Sebagian besar pekerja memakai
APD lengkap seperti topi, masker, baju panjang, sarung tangan, celana
panjang, dan juga sepatu. Akan tetapi tidak sedikit juga yang memakai APD
12

tetapi kurang lengkap bahkan ada yang hanya memakai satu atau dua jenis
APD saja.

Untuk wilayah perkebunan, fasilitas kesehatan disediakan secara khusus, yaitu


Puskesbun (Pusat Kesehatan Kebun). Puskesbun ini diperuntukkan bagi
masyarakat dan pekerja untuk datang berobat dan memeriksakan kesehatannya
serta tidak terbatas pada lingkungan PTPN saja.

Pekerja di kebun tebu adalah pekerja kontrak atau pekerja lepas. Mereka
adalah pekerja yang bekerja di bawah kontraktor yang dipercaya oleh PTPN
VII untuk bekerja. Hampir seluruh pekerja di kebun tebu tidak memiliki
jaminan kesehatan bagi pekerja, bahkan ada yang tidak mengetahui apa yang
dimaksud dengan jaminan kesehatan. Apabila terjadi kejadian akibat kerja
yang membahayakan dan pekerja tersebut tidak memiliki jaminan kesehatan,
biaya yang ditanggungkan akan dibebankan kepada pasien sepenuhnya. Maka
dari itu, jaminan kesehatan diperlukan sebagai upaya antisipasi bahaya yang
ditimbulkan di tempat kerja.

2.4. Identifikasi Faktor Resiko


Pada saat kunjungan ke PT Perkebunan Nusantara VII, ada beberapa bahaya potensial
yang spesifik sesuai jenis paparan maupun potensial bahaya yang ada di tempat
tersebut. Tempat yang kami kunjungi adalah perkebunan tebu di PT Perkebunan
Nusantara VII, ditempat ini terdapat beberapa bahaya potensial meliputi
fisik,kimia,biologi,ergonomi dan psikologi adapun bahaya potensial tersebut antara
lain :
1. Bahaya potensial fisik yaitu benda tajam,debu, panas sinar matahari dan
radiasi sinar ultraviolet akan berdampak trauma fisik berupa luka robek atau
tebas,debu dapat menyebabkan pneumonitis hipersensitivtas dan asma akibat
kerja, panas sinar matahari dapat menyebabkan heat stroke,heat exhaust
maupun heat cramps,iritasi kulit akibat sinar matahari, radiasi sinar UV akan
meningkatkan resiko terkena kanker kulit.
13

2. Bahaya potensial kimia berupa pupuk, pestisida akan berdampak keracunan


pada pekerja,
3. Bahaya potensial biologi, yaitu daun dari tebu akan berdampak gatal dan
menyebabkan dematitis kontak iritan dan luka-luka, adanya hama seperti tikus
atau ular akan berdampak infeksi dan gigitan bisa ular akibat tergigit ular
beracun.
4. Bahaya potensial ergonomi , yaitu waktu kerja yang lama, posisi tubuh yang
tidak berubah akan berdampak pada gangguan kesehatan berupa low back pain
dan mucsle strain.
5. Bahaya potensial psikologikal, yaitu tuntutan kerja lembur agar dapat
penghasilan lebih berdampak pada kebugaran tubuh akibatnya lelah dan
meningkatkan resiko stress akibat kerja.
6. Bahaya potensial kecelakaan akibat kerja, yaitu alat panen berupa egrek,
kapak yang dapat terlepas dari pegangan atau gagangnya, kapak,tombak dan
parang yang dapat melukai diri pekerja dan membuat luka robek atau tebas
pada tubuh pekerja.

Secara umum bahaya potensial dan gangguan kesehatan yang ada di


lingkungan perkebunan tebu dapat dirangkum dalam tabel matriks di
bawah ini.
14
Proses Bahaya Potensial Yang Sudah Dilakukan Jumlah
Produksi Resiko Resiko Pekerja
Kecelakan Kesehatan
Fisik Biologi Kimia Ergonomi Psikologi Kerja Alat/ Lingk Peraturan APD Kerja
Kerja

Penyiapan Lahan - Senjata - Tikus - - Waktu Tuntutan - Tertusuk - Training - Adanya - Sarung - Terpapar Jumlah
kerja - Terjatuh - Fasilitas organisasi senjata panas pekerja
tajam - Ular kerja
lembur - Terluka kesehatan K3 tajam terlalu dalam satu
- Debu yang
agar dapat - Tergelinci maupun - Adanya - Helm lama afdeling
- Panas lama penghasil r tunjangan SOP - Sepatu akan berjumlah
an lebih - Tertabrak rujukan - Pemeriksaa safety menyeba sekitar 50-
sinar - Posisi
keperawat n kesehatan - Masker babkan 100 orang
matahari tubuh
an bekala - Sarung heat
dan yang - - Sanksi tangan stroke,
berupa: heat
radiasi tidak
- Teguran exhaust
sinar berubah
lisan dan heat
ultraviol - Usulan cramps,
PHK meningk
et
atkan
resiko
terkena
kanker
15

kulit
- Terpapar
debu
akan
menyeba
bkan
pneumo
nitis
hipersen
sitivias,
asma
akibat
kerja
- Kontak
dengan
hama
dapat
menyebab
kan
infeksi
dan snak
bite
- Muscle
16

strain,
low back
pain,
dan
carpal
tunnel
syndrom
e

Penanaman dan - Senjata - Tikus - Pupuk - Waktu Tuntutan - Tertusuk - Training - Adanya - Sarung - Intoksikas Jumlah
Pemupupkan kerja - Terjatuh - Fasilitas organisasi senjata i oleh pekerja
tajam - Ular - Pestisid kerja
lembur - Terluka kesehatan K3 tajam karena dalam satu
- Debu a kontak yang
agar dapat - Tergelinci maupun - Adanya - Helm pestisida afdeling
- Panas atau lama penghasil r tunjangan SOP - Sepatu - Kontak berjumlah
an lebih rujukan - Pemeriksaa safety dengan sekitar 50-
sinar sistemik - Posisi
keperawat n kesehatan - Masker hama 100 orang
matahari (Rodenti tubuh
an bekala - Sarung dapat
dan sida dan yang - Sanksi tangan menyebab
berupa: kan
radiasi Herbisid tidak
- Teguran infeksi
sinar a) berubah
lisan dan snak
ultraviol - Usulan bite
17

et PHK - Terpapar
panas
terlalu
lama
akan
menyeba
babkan
heat
stroke,
heat
exhaust
dan heat
cramps,
meningk
atkan
resiko
terkena
kanker
kulit
- Terpapar
debu
akan
menyeba
18

bkan
pneumo
nitis
hipersen
sitivias,
asma
akibat
kerja
- Muscle
strain,
low back
pain,
dan
carpal
tunnel
syndrom
e
19

Panen - Senjata - Daun - - Waktu Tuntutan - Tertusuk - Training - Adanya - Sarung - Terpapar Jumlah
kerja - Terjatuh - Fasilitas organisasi senjata debu pekerja
tajam tebu kerja
lembur - Terluka kesehatan K3 tajam akan dalam satu
- Debu - Tikus yang
agar dapat - Tergelinci maupun - Adanya - Helm menyeba afdeling
- Panas - Ular lama penghasil r tunjangan SOP - Sepatu bkan berjumlah
an lebih - rujukan - Pemeriksaa safety pneumo sekitar 50-
sinar - Posisi
keperawat n kesehatan - Masker nitis 100 orang
matahari tubuh an bekala - Sarung hipersen
dan yang - - Sanksi tangan sitivias,
berupa: asma
radiasi tidak
- Teguran akibat
sinar berubah
lisan kerja
ultraviol - - Usulan - Terpapar
PHK panas
et
terlalu
lama
akan
menyeba
babkan
heat
stroke,
heat
exhaust
20

dan heat
cramps,
meningk
atkan
resiko
terkena
kanker
kulit
- Kontak
dengan
daun
tebu
menyeba
bkan
dermatiti
s kontak
iritan
- Kontak
dengan
hama
dapat
menyebab
kan
21

infeksi
dan snak
bite
- Muscle
strain,
low back
pain,
dan
carpal
tunnel
syndrom
e
-

Tabel 1. Tabel/Matriks Bahaya Potensial/Risiko Kecelakaan Kerja.


22

2.5. Alasan Pemilihan Topik


Kebun tebu merupakan bagian yang kami kunjungi saat melakukan kegiatan Plant
Survey di PTPN. VII (Persero) Bekri. Salah satu bahaya potensial pada kebun tebu
tersebut adalah bahaya potesial fisik panas dari sinar matahari yang mengandung
sinar UV-A, UV-B dan UV-C (WHO, 2009).

Sinar UV-A memiliki energi lebih sedikit dibandingkan dengan UV-B dan UV-C,
tetapi mempunyai identitas sinar lebih banyak sampai ke permukaan bumi dan akan
menyebabkan perubahan warna kulit menjadi coklat kemerahan. Sinar UV-B
memiliki energi yang lebih besar dari UV-A, tetapi intensitas sinar sampai ke
permukaan bumi lebih sedikit dan akan menyebabkan berbagai reaksi di dalam tubuh.
Sinar UV-C yang secara alamiah telah diabsorbsi oleh lapisan atmosfer lebih
berbahaya dibandingkan UV-A dan UV-B (Soebaryo dan Jacoeb, 2007).

Adanya fenomena Global warming yang berdampak pada penipisan lapisan ozon di
bumi dapat menyebabkan radiasi sinar UV-C sampai ke bumi. Pada manusia,
pemaparan sinar UV yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
secara akut dan kronik pada kulit, mata, otak, sistem imun, dan organ lainnya (Intan,
2013).

Pekerja PTPN. VII (Persero) Bekri memiliki waktu kerja kurang lebih 6 jam dalam
sehari yang berarti selama waktu kerja terebut mereka terpapar oleh sinar matahari.
Pada saat wawancara pada salah satu pekerja, belum ada pekerja yang mengalami
gangguan kesehatan akibat paparan panas dari sinar matahari.
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan semua hasil observasi dan wawancara saat kunjungan dilakukan, maka
ditemukan salah satu bahaya potensial pekerja perkebunan tebu adalah bahaya potensial fisik
berupa panas. Menurut Grantham (1992) dan Bernard (1996), pemaparan panas yang
berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai den
gan terjadinya penyakit serius. Hal ini bisa terjadi pada pekerja tebu. Secara rinci,
gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas berlebihan menurut Climate
Change and Health Office Safe Environments Programme Health Canada (2006) adalah
sebagai berikut.
1. Gangguan prilaku dan performans pekerja seperti kelelahan yang dirasakan lebih cepat.
2. Terjadinya dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan
baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.
Kehilangan cairan tubuh <1,5 % gejala tidak tampak, dimana kelelahan akan muncul
lebih awal dan mulut mulai kering.
3. Heat rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat
kondisi kulit terus basah. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana
keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada
sebagaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit
produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.
4. Heat cramps, yaitu keadaan kejang – kejang otot tubuh seperti tangan dan kaki akibat
keluarnya keringat yang mengakibatkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak air dengan sedikit garam
natrium.
5. Heat syncope/fainting dikarenakan aliran darah yang sampai ke otak tidak cukup sebab
sebagian besar aliran dibawa ke permukaan kulit atau perifer karena paparan suhu tinggi.
Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas
pada waktu yang cukup lama.
24

6. Heat exhaustion, yaitu keadaan yang terjadi bila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah,
pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37°C
- 40°C)
7. Heat stroke, Adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang
terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat
menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung
cepat, suhu tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau
kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing,
kebingungan mental dan pingsan.
8. Multiorgan-dysfunction syndrome Continuum. Adalah rangkaian sindrom/gangguan yang
terjadi pada lebih dari satu/sebagian anggota tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya.
Penyakit lain yang biasa timbul adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan
ginjal dan gangguan psikiatri.
9. Selain itu, pajanan sinar matahari dalam jangka panjang juga meningkatkan risiko
terjadinya berbagai macam kanker kulit seperti melanoma maligna, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sel basal.

Berbagai gangguan kesehatan ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas pekerja lepas
di PTPN 7 sehingga proses pemanenan tebu menjadi terhambat. Selain itu juga dapat
meningkatkan biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan pekerja yang mengalami gangguan-
gangguan kesehatan ini. Walaupun dalam data penyakit akibat kecelakaan kerja terutama
penyakit yang diakibatkan oleh paparan panas matahari tidak ada, tetapi bila dilihat dari
faktor-faktor resiko yang ada, tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu dapat timbul
keluhan penyakit akibat panas.

Panas menjadi bahaya potensial pada pekerja tebu dikarenakan beberapa hal,
yaitu :
1. Pekerja perkebunan tebu berinteraksi secara langsung dengan sinar matahari.
Pekerja perkebunan tebu berinteraksi secara langsung dengan sinar matahari karen a
perkebunan tebu PTPN VII unit Bekri merupakan perkebunan tebu terbuka, dengan luas
kebun 10 hektar, dimana tidak ditemukan adanya tempat berteduh di dalam area kebun.
Bangunan yang bisa digunakan untuk berteduh letaknya berada di luar kebun, yang
25

apabila pekerja tengah mengerjakan pekerjaan di tengah-tengah kebun, maka akses untuk
menuju bangunan yang bisa digunakan untuk berteduh cukup jauh.
2. Tidak adanya peraturan yang jelas mengenai jam kerja dan waktu istirahat pekerja
tebu.
Berdasarkan wawancara, sistem kerja lepas membuat pekerja perkebunan tebu tidak
memiliki aturan yang tetap. Pekerja memiliki waktu bekerja dari saat diantarkan oleh
mandor yang membawanya, sampai nanti di jemput pulang oleh mandor tersebut.
Perkiraan jam kerja pekerja adalah dari jam 08.00 WIB-16.00 WIB. Karena tidak adanya
aturan yang jelas, selama waktu kerja tersebut pekerja diperbolehkan bekerja sepanjang
waku atau istirahat sebanyak yang diinginkan karena upah yang di terima tidak
berdasarkan jam kerja, melainkan hasil yang diserahkan. Contohnya satu ikat tebu yang di
hasilkan pemanen tebu akan dihargai Rp 1000,00 sehingga pekerja yang ingin
mendapatkan upah banyak harus juga banyak menghasilkan ikatan tebu. Berdasarkan
wawancara rata-rata pekerja tidak banyak istirahat karena upah yang dibayarkan akan
disesuaikan dengan hasil pekerjaan, sehingga pekerja tebu lebih memilih bekerja lebih.
Pekerja tebu akan menghabiskan waktu istirahatnya di tengah-tengah kebun, dari hasil
pengamatan saat istirahat pekerja akan memakan makanan dan minuman yang dibawa
dari rumah. Sistem kerja yang tidak memiliki aturan jam kerja yang jelas ini
memungkinkan pekerja tebu terpapar bahaya potensial fisik yaitu panas.
3. Tidak adanya edukasi dan peraturan yang jelas tentang Alat Pelindung Diri (APD).
Sistem kerja lepas juga membuat tidak adanya aturan dan edukasi yang jelas mengenai
alat pelindung diri (APD), ataupun bahaya potensial yang bisa terjadi selama bekerja.
APD yang digunakan pekerja hanya berdasarkan inisiatif dan kemauan pekerja untuk
memakainya, sehingga didapatkan pekerja yang memakai alat pelindung diri dan tidak
memakai alat pelindung diri. Bahkan jumlah pekerja yang tidak menggunakan alat
pelindung diri lebih banyak.

APD yang terlihat selama observasi dipakai oleh pekerja pemanen tebu dan pengangkut tebu
adalah topi yang bahanya terbuat dari anyaman bambu ataupun topi dari kain, sarung tangan
yang terbuat dari wol dan sepatu boat. Namun tidak semua pekerja menggunakan APD
tersebut secara lengkap, ada beberapa pekerja yang menggunakan sandal dan tidak
menggunakan sarung tangan. Alasan yang disampaikan pekerja yang tidak menggunakan
26

APD secara lengkap saat wawancara adalah sudah menjadi kebiasaan, tidak nyaman, tidak
ada peraturan tetap dan tidak ada edukasi dari kontraktor mengenai APD.

Skema panas dapat menjadi bahaya potensial bagi pekerja perkebunan tebu dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 3 Skema panas menjadi bahaya potensial pada pekerja perkebunan tebu

Hal-hal yang disebutkan diatas menjadi penanda bahwa belum baiknya aturan dan edukasi
mengenai kesehatan keselamatan kerja (K3) pada pekerja perkebunan tebu. Berdasarkan
informasi mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja PTPN VII yang di dapat dari
laporan keberlanjutan PTPN VII tahun 2014, diketahui bahwa PTPN VII berkomitmen untuk
mengutamakan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, oleh sebab itu PTPN
VII menerapkasn Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). SMK 3
merupakan sistem yang cukup baik dimana terdapat program-program yang dapat
mendukung terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja. beberapa program tersebut yaitu:
1. Menyediakan dan melengkapi keperluan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
disetiap unit
2. Menyediakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) di setiap kantor dan pabrik
3. Pelaksanaan simulasi K3 secara berkala
4. Pemeriksaan rutin pekerja
27

5. Sosialisasi K3 yang secara teratur dilaksanakan pada breefing pagi dan doa
bersama
Serta beberapa program kesehatan lingkungan diantaranya melakukan foging (pengasapan) di
lingkungan secara rutin dan berkala. Semua informasi diatas telah di konfirmasi saat
kunjungan ke puskesbun, dan didapatkan hasil PTPN VII unit Bekri juga melaksanakan
sistem SMK3, namun untuk foging hanya dilakukan apabila terdapat keluhan penyakit akibat
nyamuk ataupun serangga lainnya. Tetapi, program SMK 3 ini sepertinya hanya diberlakukan
untuk karyawan tetap PTPN VII unit Bekri, karena berdasarkan pengamatan dan wawancara
saat berkunjung ke kebun tebu, banyak pekerja lepas yang mengaku tidak mendapatkan
pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, yang programnya terdapat diatas. Hal
ini terbukti dari tidak lengkapnya APD yang dipakai oleh pekerja, kurangnya pengetahuan
pekerja tentang beberapa bahaya potensial seperti bahaya fisik berupa sinar ultraviolet dari
panas matahari langsung, hujan, dan bahaya ergonomis yaitu terlalu banyak membunguk, dan
mengayun-ayunkan sabit untuk memanen tebu.

Pada pekerja perkebunan tebu K3 menjadi tanggung jawab dari kontaktor yang
memperkerjakan pekerja lepas, namun sepertinya hal tersebut belum dipenuhi oleh para
kontraktor, merskipun K3 merupakan hak dari pekerja. Upaya K3 yang ada di perkebunan
tebu justru muncul dari insiatif sendiri para pekerja seperti pemakaian APD sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara apabila pekerja perkebunan tebu sakit atau terjadi kecelakaan
kerja selama bekerja maka mandor akan langsung membawa pekerja tersebut ke dokter
terdekat, tapi selain itu pekerja tidak difasilitasi upaya kesehatan lain seperti pemeriksaan
kesehatan secara rutin ataupun edukasi mengenai K3 itu sendiri. Sehingga akan lebih baik
apabila diadakan evaluasi oleh pihak PTPN VII terhadap para kontraktor agar K3 pekerja
lepas juga terperhatikan, bukan hanya K3 pekerja tetap.

Kurangnya upaya K3 pada perkebunan tebu juga terlihat karena pekerja perkebunan tebu
juga belum memiliki jaminan kesehatan kerja, melalu program Jaminan Keshatan Nasional
(JKN). JKN adalah program Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif
dan sejahtera. Dalam hal ini, Jaminan sosial kesejahteraan tenaga kerja juga menjadi
perhatian pemerintah untuk melindungi dan menjamin kesehatan bagi pekerja.
28

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk
mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja
apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar
upah paling sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam
program jaminan sosial tenaga kerja. Perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya maka
akan menerima sanksi dari pemerintah.

Pada pekerja tebu, status pekerja adalah pekerja lepas. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan pada pekerja, mereka menjelaskan bahwa tidak ada jaminan kesehatan atau
jaminan ketenagakerjaan yang diberikan kepada mereka. Sehingga ketika ada pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja atau mengalami sakit pembiayaan ditanggung oleh pekerja
masing-masing. Hal ini berkenaan dengan status mereka sebagai pekerja lepas.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sejak bulan Mei 2015 silam
telah memperkenalkan program Bukan Penerima Upah (BPU). Dengan program baru tersebut
masyarakat yang tergolong bukan penerima upah atau yang tidak mendapat gaji secara tetap
(pekerja mandiri) bisa mendapatkan jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan dan fasilitasnya
sama dengan para pekerja di sektor formal. Untuk itu, seharusnya para pekerja lepas yang ada
pada perkebunan tebu PTPN VII mendaftarkan diri pada program BPJS BPU. Ada beberapa
keuntungan yang bisa diperoleh ketika mengikuti program tersebut yaitu, mendapatkan
fasilitas perawatan dan pengobatan, mendapatkan cover penuh, mendapatkan jaminan
kematian, dan iuran yang murah serta terjangkau. Secara keseluruhan perbedaan upaya K3
pada pekerja tetap pekerja lepas yang merupakan seluruh pekerja di perkebunan tebu dapat
dilihat pada gambar 3.
29

Gambar 4 Perbedaan Upaya K3 pekerja tetap dan pekerja lepas di perkebunan


tebu
PTPN VII unit Bekri.

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya potensial akibat panas adalah
dengan melalukan tahapan pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah keluhan
penyakit akibat kerja dapat dilihat pada gambar 4. Namun, berhubung faktor resiko yang
kami bahas berupa fisik yaitu panas dan pekerja bekerja di ruang terbuka yaitu di perkebunan
tebu, maka alur pengendalian dari nomor 1 sampai 4 tidak dapat dilakukan, sehingga yang
paling berperan disini adalah dengan mengurangi paparan pekerja dari sumher bahaya,
penggunaan alat pelindung diri (APD), kegiatan promosi kesehatan dari bagian medis serta
alat-alat propaganda promosi kesehatan agar selain para pekerja dilindungi dengan APD,
melalui kegiatan promosi kesehatan dan dengan diadakannya alat-alat propaganda promosi
kesehatan dapat meningkatkan kesadaran para pekerja akan kesehatan dan keselamatan kerja.
30

Gambar 5 Alur pengendalian yang dapat dilakukan terhadap faktor resiko

Pengurangan pajanan pekerja dari sumber bahaya dapat dilakukan dengan meningkatkan
frekuensi dan panjang istirahat serta dengan menyediakan tempat berteduh di sekitar
perkebunan tebu sehingga pekerja dapat berlindung dari panasnya pancaran sinar matahari.
Selain itu, dapat juga disediakan air minum dingin di dekat pekerja dan mengingatkan pekerja
untuk minum secangkir air dingin setiap 20 menit sehingga risiko dehidrasi dapat dihindari.

Jenis pakaian pelindung yang dapat digunakan untuk mengurangi bahaya paparan cahaya
matahari adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh namun longgar sehingga dapat
terhindar dari bahaya paparan sinar UV namun tetap memungkinkan pergerakan udara bebas
dan penguapan keringat. Pakaian ini bisa ditambah dengan topi lebar untuk menutup kepala.
Warna pakaian yang tepat adalah warna terang sehingga panas akan dipantulkan sehingga
tidak terserap oleh tubuh. Selain itu perlindungan terhadap sinar matahari juga dapat
ditambah dengan penggunaan tabir surya. Sedangkan untuk menghindari risiko terjadinya
luka akibat pemanenan tebu secara manual dengan golok, dapat digunakan sarung tangan
misalnya sarung tangan nilon atau yang berbahan kulit.
31

Selain bahaya potensial fisik panas, pekerja perkebunan tebu juga beresiko untuk terkena
bahaya potensial lain. Berikut adalah bahaya potensial yang dapat dialami oleh pekrja di
perkebunan tebu berdasarkan pembagian tugasnya.

Tabel 2 Pembagian tugas pekerja perkebunan tebu.


Pekerjaan Tugas Bahaya potensial

Mandor pekerja  Mengumpulkan pekerja dari  Pegal-pegal karena harus


daerah sekitar Bekri yang akan mengawasi seluruh kegiatan
dibawa menggunakan mobil pra-paska panen
truk terbuka  Karena tidak menggunakan
 Mengawasi selama pekerja APD yang sesuai dapat
lepas bekerja menyebabkan mandor
 Memberikan upah harian kepanasan dimana kita tahu
pekerja berdasarkan hasil yang bahwa seringnya terpapar
di kerjakan panas dalam jangka waktu
 Membawa pekerja yang sakit yang lama akan menyebabkan
ke klinik/dokter terdekat, biaya beberapa penyakit seperti
akan ditanggung kontraktor kanker kulit
 Memulangkan kembali pekerja  Dehidrasi
ke tempat asalnya  Heat rash, yaitu keadaan
seperti biang keringat atau
keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus
berkeringat/ basah
Pekerja pemanen tebu  Memanen batang tebu  luka karena benda-benda yang
semampunya bersifat runcing atau tajam
 Mengikat hasil panen, satu ikat seperti golok, ujung pangkal
terdiri dari 10 batang tebu tebu, dll.
 Pegal pada punggung karena
sering membungkuk
 Sering gatal-gatal karena ada
parasite ataupun karena
alergen
 Factor resiko lainya kurang
lebih sama seperti mandor
Pekerja pengangkut tebu  Mengangkut tebu yang telah di  Pegel pada pundak karena
ikat dari kebun ke truk beban yang di pikul
 Mengangkut tebu yang telah di  Sering gatal-gatal karena ada
ikat dari truk menuju tempat parasite ataupun karena
pengumpulan tebu alergen
 Dan faktor resiko lainnya sama
seperti mandor.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Adapun penyebab bahaya potensial fisik di PTPN 7 Bekri yaitu berupa

rendahnya kesadaran para pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri (APD),

rendahnya pengetahuan para pekerja tentang bahaya potensial fisik yang

ditimbulkan saat bekerja, minimnya alat-alat pelindung diri yang tersedia,

kurangnya kegiatan promosi kesehatan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

(K3);

2. Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk pengendalian bahaya potensial

fisik yaitu berupa pengendalian pada masing-masing jenis bahaya potensial fisik

seperti pengendalian terhadap kebisingan, getaran dan iklim kerja yang

dilengkapi dengan kegiatan promosi kesehatan yang efektif dan efisien;

5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penjadwalan kegiatan promosi kesehatan sehingga kesadaran para

pekerja akan kesehatan dan keselamatan kerja semakin membaik;

2. Perlu dilakukan aturan dan edukasi yang jelas tentang alat pelindung diri (APD).

3. Perlu diberikan aturan yang jelas mengenai jam kerja dan istirahat saat dii

lapangan.

4. Disediakannya tenda di sekitar tempat kerja sebagai tempat berteduh.

5. Perlu disediakan air minum di tempat bekerja.


33

6. Perlu diberikannya penetapan karyawan lepas menjadi karyawan tetap untuk

jangka waktu yang lebih lama

7. Dapat diberikan tabir surya bagi para pekerja.


34

DAFTAR PUSTAKA

Health Canada 2006. CN:Climate Change and Health Office, Safe Environments Program,
Health Environments and Consumer Safety Branch, Health Canada.

Mangkunegara, A. P. A. A. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia perusahaan. Bandung:


Remaja Rosdakarya ofseet.

Mathis, L.R dan John H J. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba empat.
Mondy, R. W. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesepuluh jilid 2. Jakarta:
Erlangga

Suma’mur .P.K. 1985. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung
Agung
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Diakses dari:
http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/1/1998.bpkp
35

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai