Disusun Untuk Memenuhi Tugas pada Bagian Ilmu THT RSUD Kota Semarang
Disusun oleh :
Muhamad Lufi Rahmat
Muhammad Iqbal Tawakal
Gazade Garcia Mulyadi
Nia Apryanti
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
: Universitas Trisakti
Tingkat
Bidang Pendidikan
Judul Penelitian
Perdarahan
Pasca
Operasi
: Februari 2016
Pembimbing
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa sehingga
penelitian dengan judul Perbandingan Teknik Ligasi dan Tanpa Pada Kejadian
Perdarahan Pasca Operasi Adenotonsilektomi di RSUD Kota Semarang Tahun 2015
DAFTAR ISI
LembarJudul......................................................................................................... 1
Lembarpengesahan.................................................................................................2
Kata Pengantar.........................................................................................................3
Daftar Isi..................................................................................................................4
Bab I Pendahuluan...................................................................................................5
Bab II Tinjauan Pustaka...........................................................................................8
Kerangka konsep .. 20
Bab III Metodologi Penelitian ...........................................................21
Bab IV Hasil Penelitian..........................................................................................25
Bab VI Pembahasan...............................................................................................26
Bab VII Kesimpulan dan Saran..............................................................................27
Bab VIII Daftar Pustaka.........................................................................................19
Lampiran 1.............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adenoidektomi adalah prosedur pengambilan kelenjar adenoid yang
dikarenakan memiliki beberapa keuntungan yaitu cepat, mudah dan tidak banyak
memerlukan persiapan operasi. Namun pada beberapa penilitian teknik Guillotine
dilaporkan masih memiliki risiko terjadinya komplikasi perdarahan dikarenakan
adanya perlepasan ikatan kontrol pada daerah perlukaan post operasi. Tindakan
ligasi pada teknik Guillotine digunakan untuk menghentikan perdarahan post
operasi adenotonsilektomi. Dan pada beberapa kasus pasien post operasi tanpa
teknik ligasi didapatkan angka kejadia perdarahan yang sedikit. Maka dari itu
kami ingin mengetahui perbandingan teknik ligasi dan tanpa ligasi pada angka
kejadian perdarahan post adenotonsilektomi.
1.2
Permasalahan
Bagaimanakah perbandingan teknik ligasi dan tanpa ligasi pada angka
Tujuan
1.4 Hipotesis
1. Angka kejadian perdarahan post adenotonsilektomi tanpa teknik ligasi
lebih tinggi dibandingkan dengan teknik ligasi
1.5
Manfaat
1.5.1 Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai
adanya hubungan dilakukan atau tidak teknik ligasi dengan perdarahan post
adenotonsilektomi pada pasien yang mengalami komplikasi perdarahan
pasca tindakan.
1.5.2 Bagi profesi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan praktisi tenaga medis.
1.5.3 Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi kepada
masyarakat tentang komplikasi yang mungkin timbul pasca tindakan
operatif adenotonsilektomi, khususnya perdarahan dan faktor yang diduga
menjadi penyebabnya tidak dilakukan teknik ligasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan satu atau kedua tonsil
2.2.
Epidemiologi
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun
kenaikan
jumlah
operasi
tonsilektomi
dan
penurunan
jumlah
operasi
tonsiloadenoidektomi.1
2.3.
Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil
berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
-
Anterior m. Palatoglosus
Posterior m. Palatofaringeus
10
Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya
adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk
seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di
sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai
palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah
meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus
hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior
bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk
ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.
c.
Kapsul Tonsil
11
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil
terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah
ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat
pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah
terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
e.
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna,
12
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit,
13
2.4.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat
ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi
relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada
keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa
usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.1
14
Indikasi Absolut(AAO)
1.
b.
c.
kronik
atau
berulang
pada
karier
15
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:1,3
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
2.6.
tersebut difokuskan pada mortalitas seperti nyeri, perdarahan peri dan paska
operasi, durasi operasi, serta kemampuan dan pengalaman ahli bedah, dan juga
ketersedian teknologi yang mendukung. Di Indonesia teknik terbanyak yang
dilakukan adalah teknik Gullotine dan diseksi1
1.
Cara Guillotine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia,
sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder.
Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini
hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik :
a.
b.
Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan
pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.
c.
16
d.
Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub
bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk
tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke
dalam Iubang guillotine.
e.
Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
f.
Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine,
dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan
diangkat keluar. Perdarahan dirawat.
2.
Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini
digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum
maupun lokal. Teknik :
a.
b.
c.
d.
3.
Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan caracryosurgery yaitu
4.
Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai
kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa
radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio
17
5.
Teknik Radiofrekuensi
Pada teknik ini elektrode radiofrekuensi disisipkan langsung ke jaringan.
Densitas baru di sekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan
bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.
6.
mengkoagulasi
jaringan
dengan
kerusakan
jaringan
minimal.Teknik
ini
18
2.7.
Komplikasi
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi
Laringospasme
Mual muntah
Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus).
Perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah.
Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35.000 pasien. Sebanyak 1 dari 100
pasien kembali karena masalah perdarahan dan dalam jumlah yang sama
membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dikenal sebagai early
bleeding, perdarahan primer atau reactionary haemorrage
dengan
19
b.
Nyeri
Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
Komplikasi lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Disain penelitian
Penelitian ini bersifat analitik cross-sectional. Karena, informasi
yang dibutuhkan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan.
3.2
3.3
3.3.1
3.3.2
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan operasi
adenotonsilektomi di RSUD Semarang.
3.4
3.5
3.5.1
Kriteria Eksklusi
Pasien pasca operasi adenotonsilektomi yang tidak datang kontrol ke
poliklinik
Pasien pasca operasi adenotonsilektomi yang tidak dilakukan follow
up pasca operasi
3.6
3.7
Variabel Penelitian
Variable bebas
: teknik ligasi dan tanpa ligasi
Variable tergantung : perdarahan primer post adenotonsilektomi
3.8
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien dalam
setahun terakhir.
3.9
Definisi Operasional
1.
Ligasi
Definisi
: prosedur pembedahan dengan tujuan menutup atau
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
: 1. Ya
2. Tidak
Skala ukur
2.
3.10
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan rekam medis pasien yang melakukan adenotonsilektomi di
RSUD Semarang.
3.11
Analisis Data
Pengolahan data penelitian ini menggunakan data bivariat.
23
3.12
Alur Penelitian
BAB IV
24
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian perbandingan kejadian perdarahan pasca operasi dengan teknik
ligasi dan tanpa pada pasien pasca adenotonsilektomiyang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Semarang, didapatkan total responden 71 orang. Responden yang dilakukan teknik ligasi
sebesar 32 orang (45,07%), 39 orang (54.92%) tidak dilakukan tindakan ligasi. Dari total sampel
didapatkan 9 orang (12,67%) yang mengalami perdarahan primer. Responden yang tidak
mengalami perdarahan sebanyak 62 orang (87,3%). Dari 9 pasien yang mengalami perdarahan, 7
orang (77,78 %) tidak dilakukan tindakan ligasi, 2 orang (22,22 %) dilakukan tindakan ligasi.
Tabel 4.1 Hasil penelitian terhadap 71 responden yang mengalami perdarahan pasca
adenotonsilektomi dan leukositosis
BAB V
25
PEMBAHASAN
BAB VI
26
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan studi tentang perbandingan teknik ligasi dan tanpa ligasi
pada kejadian perdarahan pasca adenotonsilektomi, maka dapat disimpulkan :
1.
Perbandingan
proporsi
penggunaan
teknik
ligasi
pada
operasi
2.
3.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran yang diberikan
oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik jahitan
ikat dan teknik lain
DAFTAR PUSTAKA
27
1.
Kornbult
A,
Korrnbult
AD.
Tonsillectomy
and
3.
4.
5.
6.
7.
Wake
M,
Glassop
P.
Guillotine
and
dissection
tonsillectomy compared. The journal of laryngology and Otology, 1989; 103: 488
81.
8.
9.
10.
28