Menutup aurat merupakan adab mulia yang diperintahkan dalam agama islam.
Bahkan, seseorang dilarang melihat aurat orang lain, karena hal tersebut dapat
menimbulkan kerusakan, dimana syariat menutup semua celah terjadinya
kerusakan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya. ….” (HR. Muslim, 338) Jumhur
ulama mengatakan bahwa aurat laki-laki ialah dari lutut hingga pusar.
Oleh karena itu, pengharaman isbal secara umum bagi laki-laki merupakan
perkara yang disepakati oleh para ulama.
Isbal merupakan dosa besar jika disertai dengan kesombongan. Isbal juga
tetap diharamkan, menurut pendapat yang paling kuat, walaupun tanpa disertai
kesombongan, karena isbal itu sendiri merupakan kesombongan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hati-hatilah kamu dari
isbal, karena sesungguhnya isbal merupakan kesombongan.” (HR. Ahmad dan
Abu Dawud, lihat Shahiih Abi Dawud : 3442)
Dalam hal ini, terdapat tiga keadaan dimana semua keadaan tersebut
merupakan sunnah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci dalam masalah ini, silahkan meruju’
ke kitab Hadduts Tsaub wal Uzroh, wa Tahriimul Isbaal wa Libaasu
Syuhrah karya Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah.
Beliau juga bersabda, “Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita,
dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud dan Hakim,
lihat Shahiihul Jaami’ : 5095).
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita bersyukur atas itu semua, baik dengan
hati, lisan, dan anggota badan kita.
Di sisi lain, sebagai bentuk kasih sayang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita, beliau telah mengajarkan doa-doa khusus yang berkaitan
dengan pakaian, mulai dari doa ketika kita memakai pakaian baru, doa kepada
orang yang memakai pakaian baru, dan doa-doa lainnya. Maka, hendaknya
seorang muslim bersemangat dalam menghafal dan mengamalkan doa-doa
tersebut. Silahkan meruju’ ke kitab-kitab doa untuk melihat secara rinci tentang
hal ini, misal kitab Hisnul Muslim karya Syaikh Sa’id bin Wahf al-
Qahthaaniy hafidzahullaah.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian kepada kita sebagai
rezeki dari-Nya, tanpa daya dan kekuatan dari kita.
Maraji’ Utama :
Di awal telah dijelaskan bahwa aurat dimiliki oleh manusia baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun
perempuan dan keduanya wajib untuk menutupi auratnya masing-masing dengan menggunakan penutup
atau pakaian. Aurat yang tidak ditutup dan dijaga dengan baik akan dapat menimbulkan kerusakan dan
dosa bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dalam Islam, aurat seorang laki-laki adalah bagan tubuh
dari lutut hingga pusar. Namun jika sedang bersama dengan perempuan sebaiknya seoang laki-laki
menutup bagian perut hingga lehernya atau dengan menggunakan pakaian lengan panjang atau pendek
karena jika bagian tersebut terekspos dan terlihat oleh perempuan dapat menimpulkan ‘fitnah’ dan dosa
bagi keduanya. (Baca juga: Tidur Tanpa Busana Menurut Islam).
Pakaian syuhrah adalah pakaian yang sekiranya menundang perhatian banyak orang karena jenis atau
bentuknya tidak biasa, seperti terlalu mewah, terlalu berbeda atau terlalu lusuh dan compang-camping
terlebih jika tujuannya adalah sengaja untuk menjadi terkenal dan menuai sensasi di kalangan
masyarakat atau dalam suatu acara. (Baca juga: Kewajiban Muslim Terhadap Muslim Lainnya)
“Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, maka Allah akan memakaikan pakaian yang serupa pada hari
kiamat nanti. Kemudian, dalam pakaian tersebut akan dinyalakan api Neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majah)
Menggunakan pakaian yang mewah dan telalu mahal adalah salah satu bentuk pemborosan dan dapat
menimbulkan banyak fitnah negatif seperti membuat orang lain minder bahkan iri, menimbulkan sifat
sombong, pamer bahkan takabur pada diri sendiri. Tentunya hal tersebut sangat dilarang dalam Islam.
(Baca juga: Sedekah Menurut Islam; Sifat Sombong Dalam Islam)
“Barangsiapa meninggalkan suatu pakaian dengan niat tawadhu’ karena Allah, sementara ia sanggup
mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk, lantas
ia diperintahkan untuk memilih perhiasan iman mana saja yang ingin ia pakai.” (HR. Ahmad, dan
Tirmidzi).
Islam tidak membatasi pemilihan warna dalam berpakaian namun warna putih dikatakan lebih baik dari
warna lain terlebih jika digunakan untuk ibadah seperti haji, sholat, dan lainnya.
Isbal adalah pakaian atau kain yang panjangnya melewati mata kaki manusia. Dalam Islam, Laki-laki
tidak diperkenankan untuk memakai pakaian yang panjangnya melewati mata kaki. Banyak hadis yang
meriwayatkan tentang larangan ini, mulai dari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu
Mas’ud, Abu Huraira, Anas, Abu Dzar, dan masih banyak lagi. (Baca juga: Celana Cingkrang Menurut
Islam)
“Kain sarung yang terjulur di bawah mata kaki tempatnya ialah di neraka.” (HR. Bukhari).
Selain itu, Beliau juga menjelaskan dalam hadis berikutnya yang artinya:
“Tiga macam orang yang pada hari kiamat nanti Allah tidak akan mengajak bicara, tidak melihat mereka,
tidak menyucikan mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih.” Kemudian beliau melanjutkan, “(Yaitu)
musbil (orang yang isbal), mannaan (orang yang mengungkit-ungkit pemberian), dan orang yang
melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Abu Dawud)
Larangan pakaian yang isbal ini bukan tanpa sebab, dikatakan bahwa Isbal termasuk haram dan dosa
besar terlebih jika hal tersebut disertai dengan kesombongan. Mengenai hal ini, Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah kamu dari isbal, karena sesungguhnya isbal merupakan kesombongan.” (HR. Ahmad dan
Abu Dawud, lihat Shahiih Abi Dawud).
Penggunaan pakaian (sarung/celana) untuk laki-laki muslim yang tepat adalah yang sesuai dengan
sunnah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yakni di sekitar betis, baik itu tepat di tengah betis, di atas
tengah betis maupun di antara tengah betis seperti yang telah diriwayatkan dalam hadis bahwa ‘Utsman
bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata:
Kemudian Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga berkata, “Sarung seorang mukmin ialah sampai di
tengah betis.” (HR. Muslim)
“Sarung seorang mukmin ialah sampai sedikit di atas tengah betis, kemudian sampai tengah betis,
kemudian sampai dua mata kaki. Maka barangsiapa di bawah kedua mata kaki, maka dia di Neraka.”
(HR. Ahmad dan Abu ‘Awwaanah)
Islam menganjurkan untuk memulai segala sesuatunya dengan menggunakan tangan kanan terlebih
untuk urusan yang mulia. (Baca juga: Keutamaan Menjaga Lisan dalam Islam)
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Kaidah dalam syariat bahwasanya disunnahkan memulai dengan kanan dalam semua urusan yang
berkaitan dengan kemuliaan dan keindahan. ” (Syarh Muslim)
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian kanan daripada bagian yang kiri
ketika mengenakan sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang mulia).” (Muttafaqun
‘alaih)
Emas dan pakaian sutra adalah dua hal yang indah dan biasa dipakai oleh perempuan namun kedua hal
tersebut dilarang untuk digunakan oleh kaum laki-laki muslim. (Baca juga: Hukum Pria Memakai Emas
dalam Islam).
“Emas dan sutra dihalalkan bagi kaum wanita dari umatku, dan diharamkan bagi kaum laki-laki.” (HR.
Ahmad dan Nasaa’i, lihat Shahiihul Jaami’ : 209)
Selain memakai pakaian yang halal dan rapi serta bersih, hal yang penting untuk diingat adalah seorang
muslim tidak diperkenankan untuk menggunakan pakaian yang menyerupai seperti orang kafir. Pakaian
seorang muslim harus sesuai dan juga mencerminkan agama yang dianutnya yakni Islam. (Baca
juga: Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh dalam Islam)
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).
Hal ini telah jelas dan tegas diriwayatkan dalam banyak hadis, bahwa seorang lelaki muslim tidak
diperkenankan untuk memakai pakaian atau berpenampilan yang menyerupai perempun, begitupun
sebaliknya.
“Allah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Bukhari)
“Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR.
Abu Dawud dan Hakim).
Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga
telapak kaki.
Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan
gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa,
apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan
perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
َو َقرْ َن فِي ُبيُو ِت ُكنَّ َواَل َت َبرَّ جْ َن َت َبرُّ َج ْال َجا ِهلِ َّي ِة اُأْلولَى
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk
menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang
berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias
sebagaimana yang sering kita temukan.
Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat
menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak
ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
م لِ َي ِج ُدوا مِنْ ِري ِح َها َف ِه َي َزا ِن َي ٌةnٍ ت َعلَى َق ْو ْ َأ ُّي َما ام َْرَأ ٍة اسْ َتعْ َط َر
ْ َّت َف َمر
“Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu
Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan
bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!
Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-
bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian
pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang
seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan
mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca:
pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau
pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud.
Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian
yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian
syuhroh seperti ini terlarang.
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau
melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas
mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau
menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini hasan)
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya
adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya
haram.”
ِ ِبخ ْل ِق
هللا ِّ اس َع َذابًا َي ْو َم القِ َيا َم ِة
َ الذي َْن ُي َش ِّبه ُْو َن ِ ِإنَّ َأ َش َّد ال َّن
”Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang
menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah
lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)
Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.
Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti
mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang
dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil
yang tidak ada landasannya.
Inilah penjelasan ringkas mengenai syarat-syarat jilbab. Jika pembaca ingin melihat
penjelasan selengkapnya, silakan lihat kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan
judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah
Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi pembahasan
Syaikh Al Albani.
Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria untuk memperingatkan istri, anggota
keluarga atau saudaranya mengeanai masalah pakaian ini. Sungguh kita selaku kaum
pria sering lalai dari hal ini. Semoga ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita
semua.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya
dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al
Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon,
Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
***