Anda di halaman 1dari 85

KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA
NOMOR

54

TAHUN 2013

TENTANG
RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 2025
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

a. bahwa pembangunan nasional di bidang kesehatan, diarahkan


untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud;
b. bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan bidang
kesehatan di Indonesia;
c. bahwa dalam rangka menghadapi era globalisasi, perlu adanya
rencana pengembangan tenaga kesehatan yang menyeluruh
yang disusun dengan semangat kemitraan yang melibatkan
seluruh komponen bangsa, baik pemerintah secara lintas
sektor di pusat dan daerah, masyarakat termasuk swasta,
akademisi, profesi, dan pemangku kepentingan lainnya;
d. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, perlu menetapkan Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan Tahun 2011 2025 untuk mewujudkan sinergisme
dan upaya yang saling mendukung serta melengkapi antara
pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta yang memiliki
kepentingan terhadap pengembangan tenaga kesehatan dalam
semangat kemitraan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf, b, huruf c, dan huruf d, perlu
menetapkan
Keputusan
Menteri
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan Rakyat tentang Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan Tahun 2011 2025;
Mengingat:

-2Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok


Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);

2.

Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4279);

3.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301);

4.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431);

5.

Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);

6.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456);

7.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
8. Undang-Undang

-38.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

9.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5256);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3637);
13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan
dan
Organisasi
Kementerian
Negara
sebagaimana telah diubah, dengan Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN
RAKYAT
TENTANG
RENCANA
PENGEMBANGAN
TENAGA
KESEHATAN TAHUN 2011 - 2025.
PERTAMA

: Menetapkan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun


20112025 sebagaimana tercantum dalam Lampiran keputusan
ini, merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan
dari keputusan ini.
KEDUA:

-4KEDUA

: Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 20112025


sebagaimana

dimaksud

pada

Diktum

PERTAMA

merupakan

pedoman pelaksanaan pengembangan tenaga kesehatan tahun


2011-2025 bagi seluruh pemangku kepentingan.
KETIGA

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

30 September 2013

MENTERI KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUNG LAKSONO
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat
ttd.
Sugihartatmo

DAFTAR ISI
LAMPIRAN RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN
TAHUN 2011 - 2025
HALAMAN

BAB
I.

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

B.

MAKSUD DAN TUJUAN

C.

RUANG LINGKUP DAN BATASAN

3
4
6

D. KERANGKA PIKIR
II.

PERKEMBANGAN DAN MASALAH


A.

KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN

B.

PERKEMBANGAN DAN MASALAH PEMBANGUNAN


KESEHATAN

C.

PERKEMBANGAN DAN MASALAH


PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN

11

D. ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN TENAGA


KESEHATAN

22

III. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN STRATEGI

25

A.

VISI

25

B.

MISI

25

C.

TUJUAN

26

D. SASARAN STRATEGIS

26

E.

27
31

STRATEGI

IV. RENCANA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN


A.

KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN


BERDASARKAN RASIO TENAGA KESEHATAN
TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH
PENDUDUK

31

B.

KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN


BERDASARKAN STANDAR TENAGA KESEHATAN
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

32

C.

PERMINTAAN TENAGA KESEHATAN DARI LUAR


NEGERI

42

D. KETERKAITAN ANTARA PERHITUNGAN


KEBUTUHAN DAN PENGADAAN/PENDIDIKAN
TENAGA KESEHATAN JANGKA PANJANG

43

V. RENCANA

-2V.

RENCANA PENGADAAN/PENDIDIKAN TENAGA


KESEHATAN

48

A.

48

B.
VI.

52

A.

52

PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI


DALAM NEGERI
PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI LUAR
NEGERI

60

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN MUTU TENAGA


KESEHATAN

61

A.
B.

61
62
64

PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN


PENGAWASAN MUTU TENAGA KESEHATAN

VIII. PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN TENAGA


KESEHATAN
A.

PROSES PENYELENGGARAAN RENCANA


PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN

64

B.

PENYELENGGARAAN RENCANA PENGEMBANGAN


TENAGA KESEHATAN

67

C.

KERJASAMA INTERNASIONAL

70

D. SUMBER DAYA PENGEMBANGAN TENAGA


KESEHATAN
IX. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN
A.
B.
C.
X.

50

PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN

B.
VII.

PENYESUAIAN KAPASITAS PENDIDIKAN TENAGA


KESEHATAN
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TENAGA
KESEHATAN

PEMBIAYAAN UNTUK PENDAYAGUNAAN TENAGA


KESEHATAN
PEMBIAYAAN UNTUK PENGADAAN/PENDIDIKAN
TENAGA KESEHATAN
BIAYA MANAJEMEN/PENGELOLAAN
PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN

PENUTUP

71
72
72
74
77
78

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR


BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR

54

TAHUN 2013

TENTANG
RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN
2011 - 2025

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan adalah
merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28 H dinyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya
mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian
kesehatan selain sebagai hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan
suatu investasi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025,
dinyatakan bahwa dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan
pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar
utama untuk meningkatkan kualitas SDM dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia. Dalam RPJPN, dinyatakan pula pembangunan nasional di
bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan

-2diselenggarakan dengan didasarkan kepada perikemanusiaan, pemberdayaan


dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat
dengan perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi,
anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin. Dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, juga diperhatikan dinamika kependudukan,
epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi/IPTEK, serta globalisasi dan demokratisasi
dengan semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.
Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
bermutu dan berkeadilan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengatur adanya jaminan sosial
termasuk kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia
(universal health coverage). Guna mengatur pelaksanaannya, telah
diberlakukan pula Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk mendukung pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional, maka diperlukan langkah-langkah dalam (1)
Penyiapan Regulasi, (2) Paket Manfaat Dasar, (3) Fasilitas Pelayanan
Kesehatan termasuk SDM, serta (4) Kelembagaan.
Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci
utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan bahwa tenaga kesehatan
memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan
kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006, Indonesia termasuk salah satu
dari 57 negara di dunia yang menghadapi krisis SDM Kesehatan, baik
jumlahnya yang kurang maupun distribusinya.
Guna mengatasi krisis termaksud, dan menghadapi era globalisasi, sangat
diperlukan adanya suatu Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK)
yang menyeluruh. RPTK Tahun 2011 2025 disusun dengan semangat
kemitraan yang melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah
secara lintas sektor di pusat dan daerah, masyarakat termasuk swasta,
akademisi, profesi, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam penyusunan
RPTK ini telah memperoleh pula masukan dari berbagai forum internasional
yang membahas SDM Kesehatan.
Di era

-3Di era globalisasi, berarti terbukanya negara-negara di dunia bagi produkproduk baik barang maupun jasa yang datang dari negara manapun dan
harus dihadapi. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam
kepentingan perdagangan internasional jasa melalui World Trade Organization
(WTO), China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) dan perjanjian bilateral, serta ASEAN
Community 2015. Salah satu modal dalam pasokan perdagangan jasa
internasional adalah migrasi SDM. Dalam hubungan ini, melalui Sidang
Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, WHO telah mengadopsi Global Code of
Practice on the International Recruitment of
Health Personnel. Walaupun bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara
anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan
rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga kesehatan.
Semua ini perlu dapat diakomodasikan dalam RPTK.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
RPTK Tahun 2011 - 2025 merupakan rencana jangka panjang dengan
maksud menjadi pedoman bagi seluruh
pemangku kepentingan dalam
pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan secara komprehensif dan
menyeluruh.
Tujuan RPTK Tahun 2011 - 2025 adalah untuk mewujudkan sinergisme dan
upaya yang saling mendukung serta melengkapi antara pemerintah dan
masyarakat termasuk swasta
yang memiliki kepentingan terhadap
pengembangan tenaga kesehatan dalam semangat kemitraan.
C. RUANG LINGKUP DAN BATASAN.
Pengembangan tenaga kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan/pendidikan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan
mutu tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan di Indonesia dewasa ini sangat banyak jenisnya. Dalam
RPTK ini, tenaga kesehatan dibatasi pada 13 (tiga-belas) jenis tenaga,
yaitu dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, perawat gigi,
apoteker, asisten apoteker, sanitarian, tenaga gizi, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis.
D. KERANGKA

-4D. KERANGKA PIKIR


Dalam penyusunan RPTK ini dipergunakan pendekatan perencanaan dan
pelaksanaan yang diawali dengan analisis situasi baik tentang perkembangan
dan masalah dalam pembangunan kesehatan, maupun dalam upaya
pengembangan tenaga kesehatan. Analisis situasi menghasilkan isu strategis
atau masalah pokok yang dihadapi dewasa ini maupun ke depan dalam
pengembangan tenaga kesehatan. Hasil analisis situasi selanjutnya
dipergunakan dalam tahap perencanaan, baik perencanaan kebijakan maupun
perencanaan program. Unsur atau upaya pokok dalam pengembangan tenaga
kesehatan
meliputi
perencanaan
kebutuhan,
pendidikan/pengadaan,
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.
Agar RPTK ini dapat dilaksanakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna,
perlu pula disusun pokok-pokok penyelenggaraannya. Dalam pelaksanaan
pengembangan tenaga kesehatan sangat penting adanya kemitraan antar
semua pemangku kepentingan, agar terwujud sinergi dalam penyelenggaraan
pengembangan tenaga kesehatan dalam upaya mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan termaksud adalah tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi, baik dalam jumlah, jenis, maupun mutunya, serta terdistribusi
sesuai kebutuhan pembangunan dan pelayanan kesehatan.
Dalam pelaksanaan RPTK ini perlu pula dilakukan pemantauan dan penilaian
secara periodik, yang hasilnya dapat dipergunakan untuk perbaikan
pelaksanaannya, maupun dalam melakukan tinjauan kembali terhadap
rencana termaksud (re-planning). Tinjauan terhadap rencana yang ada
dipandang perlu,mengingat RPTK ini merupakan rencana yang berjangka
panjang sampai tahun 2025.
Meningkatnya jumlah, jenis dan mutu tenaga kesehatan yang terdistribusi
secara merata akan meningkatkan akses penduduk terhadap tenaga
kesehatan, yang akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan tenaga kesehatan juga dipengaruhi
oleh beberapa komponen sistem kesehatan lainnya dan lingkungan strategis
lainnya seperti politik, ekonomi, sosial budaya, Hankam, geografi dan
demografi.
Secara

-5Secara skematis, kerangka pikir yang dipergunakan dalam penyusunan


Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan, seperti terlihat dalam skema di
bawah ini:

Komponen Sistem
Kesehatan Yang
Berpengaruh
Terhadap
Pengelolaan Tenaga
Kesehatan

Lingkungan
Strategis: Politik,
Ekonomi, Sosial
Budaya, Hankam,
Geografi, Demografi

-6II. PERKEMBANGAN DAN MASALAH


A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN
Geografi dan Demografi
Indonesia terletak di khatulistiwa diantara Benua Asia dan Benua Australia
dan diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia berbatasan
dengan Papua Nugini, Timor Leste, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei
Darussalam, Filipina dan Australia. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dan
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terbentang
sepanjang 5.120 km dari timur ke barat dan 1.760 km dari utara ke selatan.
Indonesia merupakan negara nomor empat berpenduduk terbanyak di dunia
setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2010 adalah sebanyak 237 juta jiwa (BPS, 2010) dengan rata-rata
pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 1,49%. Diperkirakan jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 247,6 juta jiwa, tahun 2019
sebanyak 257,5 juta jiwa dan tahun 2025 sebanyak 270,5 juta jiwa
(BAPPENAS, 2005). Indonesia juga terdiri dari beberapa suku bangsa, budaya,
bahasa dan dialek.
Iklim
Indonesia memiliki 2 (dua) iklim yaitu iklim kemarau dan penghujan. Hujan
terjadi dibulan Oktober sampai Februari dan kemarau terjadi dibulan Maret
sampai September. Kondisi iklim di Indonesia sejak tahun 1991 mulai terjadi
penyimpangan. Hal ini disebabkan pemanasan global. Berbagai prediksi cuaca
yang sebelumnya dapat dilakukan saat ini sering gagal. Anomali cuaca dan
iklim hampir selalu dikaitkan dengan terjadinya bencana alam banjir dan
kekeringan panjang sering terjadi di wilayah Indonesia. Cuaca dan iklim yang
ditambah dengan kondisi geografi dan demografi di Indonesia mempengaruhi
akses antar pulau.
Politik
Indonesia adalah negara republik dipimpin oleh presiden dan wakil presiden
yang dipilih langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali. Demikian pula
untuk

-7untuk pemilihan gubernur dan bupati/walikota. Oleh karena itu, Indonesia


merupakan negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara dan sudah
menerapkan sistem
desentralisasi
sejak
tahun
1999.
Indonesia
menganut
sistem pemerintahan presidensial dan multi partai. Anggota
perwakilan rakyat juga dipilih langsung oleh rakyat.
Perkembangan Ekonomi
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998. Tetapi sejak tahun
2004, ekonomi nasional telah membaik dan mengalami pertumbuhan yang
cukup cepat. Dewasa ini, ekonomi makro di Indonesia cukup stabil, dan
produk domestik bruto (PDB/GDP) per kapita telah menunjukkan peningkatan
dimana pada tahun 2004 sebesar Rp 10.610.060,9 menjadi Rp 24.261.805,2
pada tahun 2009.

B. PERKEMBANGAN DAN MASALAH PEMBANGUNAN KESEHATAN


Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan secara sistematis dan
berkesinambungan telah menunjukkan perbaikan berbagai indikator
kesehatan masyarakat. Namun demikian, upaya percepatan pencapaian
indikator kesehatan dalam lingkungan strategis baru, harus terus diupayakan
dengan menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem
Kesehatan Nasional.
1. Status Kesehatan
Dalam pencapaian target MDGs diperkirakan Indonesia dapat
mencapainya bahkan melampauinya. Namun masih ada beberapa target
MDGs yang kemungkinan besar tidak dapat dicapai, yaitu upaya
penurunan angka kematian maternal dan angka kesakitan HIV/AIDS.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Kinerja sistem
kesehatan telah menunjukkan peningkatan, antara lain ditunjukkan
dengan peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan angka kematian
bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34
per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian ibu (AKI) juga
mengalami ...

-8mengalami penurunan dari 318 per 100.0000 kelahiran hidup pada tahun
1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sejalan
dengan penurunan angka kematian bayi, umur harapan hidup (UHH)
meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada
tahun 2007. Demikian pula telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan
gizi pada balita dari 29,5%
18,4%

pada

tahun

pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar

2007 menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007

(Riskesdas 2007), dan 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010).


Berdasarkan data yang ada dapat dikemukakan bahwa angka kematian
anak balita di Indonesia sebesar 41 per 1.000 pada tahun 2010, prevalensi
HIV/AIDS

sebesar 8,66 per 1.000 pada tahun 2009, penduduk yang

memiliki akses terhadap air minum yang aman sebesar 52% pada tahun
2010 (dan penduduk yang memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang
memenuhi syarat sebesar 80% pada tahun 2010 (WHO, Kemenkes RI,
2011).
Angka penyakit kardio vaskuler 30 % dari angka kematian nasional,
penyakit diare 21% dari angka kesakitan nasional, ini merupakan indikasi
adanya beban ganda dari penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Dan saat ini telah dikembangkan strategi nasional Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular yang disesuaikan dengan kondisi global dan
regional. Adapun tiga komponen yang terintegrasi adalah: surveilans faktor
resiko, promosi kesehatan dan reformasi pelayanan kesehatan.
Penyakit yang menjadi penyebab utama kesakitan di Indonesia pada tahun
2010 adalah diare dan gastroenteritis, diikuti oleh penyakit demam
berdarah.

Sedangkan

penyebab

utama

kematian

adalah

penyakit

kardiovaskuler yang diikuti oleh penyakit dan gizi pada maternal dan
perinatal. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat penyebab utama kesakitan dan
kematian di Indonesia.
Tabel 2.1.

-9Table 2.1.
Penyebab Utama Kesakitan Dan Kematian di Indonesia Tahun 2010
PENYEBAB UTAMA
KESAKITAN

(%)

PENYEBAB UTAMA
KEMATIAN

(%)

Diare dan gastroenteritis

21%

Penyakit kardio
vaskuler

30%

Demam Berdarah

17%

Penyakit dan gizi pada


maternal, perinatal

28%

Kanker

13%
10%

Tiphus

12.3%

Masalah kehamilan

12%

Penyakit tidak
menular lainnya

Penyakit pencernaan

7.4%

Kecelakaan

9%

Kecelakaan

6.5%

Infeksi Pernafasan

7%

Hipertensi

5.9%

Diabetes

3%

Sumber: Kemenkes, 2011dan WHO, 2011


2. Pelayanan Kesehatan
Sejak tahun 1968 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai
pelayanan kesehatan terdepan di setiap kecamatan dibantu oleh beberapa
Puskesmas Pembantu, dengan rasio satu Puskesmas untuk 30.000
penduduk. Berdasarkan data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun
2011, jumlah Puskesmas sebanyak 9.188 (Kemenkes, 2011). Untuk
meningkatkan akses pelayanan kesehatan maka sejak tahun 2006, di
bentuk Desa Siaga dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dengan
pendekatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) di 70.000 desa
di seluruh Indonesia. Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan dasar
yang menyeluruh baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Rumah Sakit (RS) terdapat di tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang
diklasifikasikan menjadi RS Umum dan RS Khusus yang diatur
berdasarkan Undang-Undang dan peraturan Menteri Kesehatan, sebagai
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan rujukan.
Pada

- 10 Pada tahun 2010, terdapat sebanyak 1.765 (Kemenkes, 2010), baik milik
Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri, serta milik
swasta/BUMN.
Dalam rangka mencapai Jaminan Kesehatan Nasional yang akan dimulai
pada 1 Januari 2014, maka jumlah fasilitas pelayanan kesehatan beserta
sumber dayanya perlu ditingkatkan agar pelayanan kesehatan yang
bermutu dan berkeadilan dapat diakses oleh masyarakat dimanapun
berada di seluruh Indonesia.
3. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan berasal dari beberapa sumber baik dari pemerintah
maupun masyarakat termasuk swasta. Biaya kesehatan per kapita di
Indonesia pada tahun 2005 sebesar USD 78, pada tahun 2006 sebesar USD
87 dan meningkat pada tahun 2009 menjadi USD 99. Sejak tahun 2005,
Indonesia menetapkan Asuransi Kesehatan bagi masyarakat miskin
(Askeskin) yang kemudian menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) pada tahun 2008 dengan jumlah sasaran penduduk miskin
sebanyak 76,4 juta jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun
2010 sekitar 59,07% penduduk Indonesia sudah dilindungi oleh asuransi
kesehatan. Dari penduduk yang telah terlindungi asuransi tersebut terdiri
dari 57,8% Jamkesmas, 20,8% Jamkesda, 12,4% Askes PNS/TNI/POLRI,
3,3% Jamsostek, dan 5,6% asuransi swasta dan lainnya (WHO, Kemenkes
RI, 2011).
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan
bahwa tantangan pembangunan bidang kesehatan jangka panjang yang
dihadapi antara lain adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan
masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah,
tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran
tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap
fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola
penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit
infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular serta meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan
obat-obat terlarang.
Dalam ...

- 11 Dalam kaitannya dengan tantangan tersebut di atas dan mengantisipasi


pelaksanaan SKN sebagai pengelolaan kesehatan, isu satrategis yang
dihadapi pembangunan kesehatan dewasa ini dan dimasa depan adalah: (1)
Dalam perubahan epidemiologis dan demografi, tampak derajat kesehatan
masyarakat pada umumnya masih rendah; (2) Mutu, pemerataan dan
keterjangkauan upaya kesehatan belum optimal. Perhatian pada
masyarakat miskin, rentan, dan beresiko tinggi masih kurang memadai; (3)
Penelitian dan pengembangan kesehatan belum sepenuhnya menunjang
pembangunan kesehatan; (4) Penggalian pembiayaan masih terbatas dan
pengalokasian serta pembelanjaan pembiayaan kesehatan masih kurang
tepat; (5) Pemerataan dan mutu SDM Kesehatan belum sepenuhnya
menunjang penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM
Kesehatan pada umumnya masih terbatas kemampuannya; (6)
Ketersediaan, keamanan, manfaat, dan mutu sumber daya obat, serta
keterjangkauan, pemerataan, dan mudahnya diakses masyarakat,
umumnya masih kurang; (7) Manajemen/administrasi, informasi, dan
hukum kesehatan masih kurang memadai; 8) Pemberdayaan masyarakat
dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial
dalam pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan; dan 9)
Berbagai lingkungan strategis yang terkait masih kurang mendukung
pembangunan kesehatan.
C. PERKEMBANGAN DAN MASALAH PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN.
1. Keadaan Tenaga Kesehatan.
Pengembangan SDM merupakan salah satu prioritas dari 8 (delapan) fokus
prioritas pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2010 2014.
Penetapan pengembangan SDM Kesehatan sebagai salah satu prioritas
adalah karena Indonesia masih menghadapi masalah tenaga kesehatan,
baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya.
Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi target
yang ditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun 2008,
rasio tenaga kesehatan untuk dokter spesialis per 100.000 penduduk
adalah sebesar 7,73 dibanding target 9; dokter umum 26,3 dibanding target
30; dokter gigi 7,7 dibanding target 11.
Dari

- 12 Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun 2010, ketersediaan tenaga


kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan
Pemerintah Daerah), telah tersedia 7.336 dokter spesialis, 6.180 dokter
umum, 1.660 dokter gigi, 68.835 perawat/bidan, 2.787 S-1
farmasi/apoteker, 1.656 asisten apoteker, 1.956 tenaga kesehatan
masyarakat, 4.221 sanitarian, 2.703 tenaga gizi, 1.598 tenaga keterapian
fisik, dan 6.680 tenaga keteknisian medis.
Dengan memperhatikan standar ketenagaan rumah sakit yang berlaku,
maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di
rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah
Daerah), sejumlah 2.098 dokter spesialis, 902 dokter umum, 443 dokter
gigi, 6.677 perawat/bidan, 84 orang S-1 farmasi/apoteker, 979 asisten
apoteker, 149 tenaga kesehatan masyarakat, 243 sanitarian, 194 tenaga
gizi, 800 tenaga keterapian fisik, dan 2.654 tenaga keteknisian medis.
Dengan demikian kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit akan lebih
besar lagi bila dihitung kebutuhan tenaga kesehatan di RS milik
kementerian teknis lainnya, Rumah Sakit/Lembaga Kesehatan TNI dan
POLRI serta Rumah Sakit Swasta.
Tabel 2.2.
Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di RS Milik Kemenkes dan
Pemda pada tahun 2010
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

JENIS TENAGA
Dokter spesialis
Dokter umum
Dokter gigi
Perawat/Bidan
Farmasi
Asisten apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian fisik
Keteknisian medic

KETERSEDIAAN
7.336
6.180
1.660
68.835
2.787
1.656
1.956
4.221
2.703
1.598
6.680

KEKURANGAN
2.098
902
443
6.677
84
979
149
243
194
800
2.654

Sumber: Diolah dari data Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes tahun 2011.

- 13 Sedangkan di Puskemas pada tahun 2010 telah tersedia 14.840 dokter


umum, 6.125 dokter gigi, 78.675 perawat, 7.704 perawat gigi, 83.000
bidan, 6.351 orang S-1 farmasi/apoteker, 8.601 asisten apoteker, 1.356
tenaga kesehatan masyarakat, 6.031 sanitarian, 7.547 tenaga gizi, dan
2.609 tenaga keteknisian medis. Pada tahun yang sama, di Puskesmas di
Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) telah tersedia tenaga
kesehatan sebanyak 130 dokter umum, 42 dokter gigi, 955 perawat, 53
perawat gigi, 496 bidan,
60 asisten apoteker, 54 tenaga kesehatan
masyarakat, 76 sanitarian, 67 tenaga gizi, dan 54 tenaga keteknisian
medis.
Dengan memperhatikan standar ketenagaan Puskesmas yang berlaku,
maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di
Puskesmas, sejumlah 149 dokter umum, 2.093 dokter gigi, 280 perawat
gigi, 21.797 bidan, 5.045 asisten apoteker, 13.019 tenaga kesehatan
masyarakat, 472 sanitarian, 303 tenaga gizi, dan 5.771 tenaga keteknisian
medis.
Tabel 2.3.
Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Tahun 2010
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

JENIS TENAGA
Dokter umum
Dokter gigi
Perawat
Perawat gigi
Bidan
Farmasi
Asisten apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keteknisan medic

KETERSEDIAAN KEKURANGAN
14.840
6.125
78.675
7.704
83.000
6.351
8.601
1.356
6.031
7.547
2.609

149
2.093
280
21.797
5.045
13.019
472
303
5.771

Sumber: Diolah dari data Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes tahun 2011.
Sedangkan

- 14 Sedangkan untuk Puskesmas DTPK juga masih dihadapi kekurangan


tenaga kesehatan sejumlah 64 dokter umum, 59 dokter gigi, 48 perawat
gigi, 35 asisten apoteker, 249 tenaga kesehatan masyarakat, 25 sanitarian,
34 tenaga gizi, dan 47 tenaga keteknisian medis.
Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan untuk daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan dan kepulauan tahun demi tahun diupayakan untuk
ditingkatkan, namun belum dapat mencapai harapan.
Tabel 2.4.
Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas di DTPK
Tahun 2010
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

JENIS TENAGA
Dokter umum
Dokter gigi
Perawat
Perawat gigi
Bidan
Asisten apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keteknisan medic

KETERSEDIAAN

KEKURANGAN

130
42
955
53
493
60
54
76
67
54

64
59
48
41
57
25
34
47

2. Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan.


Pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan adalah untuk
membentuk keahlian dan keterampilan tenaga kesehatan di bidang-bidang
teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan
keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi. Pengembangan sistem
pendidikan tenaga kesehatan tidak terlepas dari sistem pendidikan
nasional.
Pengembangan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab
Kementerian Pendidikan Nasional, namun pembinaan teknis pendidikan
tenaga kesehatan merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan. Dalam
upaya pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan, maka perlu
perpaduan

- 15 perpaduan antara Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian


Kesehatan
Kesehatan. Pada era otonomi daerah diterbitkan beberapa peraturan antara
lain, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No. 234 Tahun
2000 tentang Pedoman Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Kesehatan
(Menkes) No. 1192 Tahun 2004 tentang Pendirian Program Studi Diploma
Bidang Kesehatan dapat diselenggarakan berdasarkan ijin dari Mendiknas
setelah mendapat rekomendasi dari Menkes.
Perkembangan institusi pendidikan tenaga kesehatan cukup tinggi berkisar
antara 15%-18% selama kurun waktu 5 tahun. Jenjang pendidikan yang
pesat pertumbuhannya adalah jenjang pendidikan D3 dan S1. Berikut ini
adalah perkembangan program studi di bidang kesehatan dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2008.
Grafik 2.1
Perkembangan Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan
Berdasarkan Jenjang Pendidikan`Tahun 2004 2008
2500
2000
1500
Sp-2

1000

Sp-1

500

S3

S2

2004

2005

2006

2007

2008

Sp-2

Sp-1

172

178

185

198

204

S1

S3

19

19

19

22

23

D4

S2

60

67

72

86

94

Profesi

46

46

50

51

96

S1

359

412

467

551

609

D4

12

19

29

34

50

D3

420

545

684

822

955

D1

Profesi

D3
D1

Sumber: Ditjen Dikti, Kementerian Diknas,2009


Berdasarkan

- 16 Berdasarkan data Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED)


tahun 2010, diketahui bahwa program studi bidan merupakan yang
terbanyak dibandingkan program studi tenaga kesehatan lainnya. Kondisi
tersebut didorong oleh adanya kebijakan pemerintah tentang penempatan
bidan pada setiap desa dalam kerangka Desa Siaga. Hal ini dapat dilihat
dalam Tabel 2.5 berikut ini:
Tabel 2.5.
Gambaran Bidang dan Jenjang Pendidikan
Tenaga Kesehatan Tahun 2010
Jenjang Pendidikan
No

1
2
3
4
5
6
7

Bidang

Kedokteran
Kedokteran
gigi
Keperawatan
Kebidanan
Kefarmasian
Kegizian
Kesehatan
Masyarakat

D3
/D
4
-

S1

S2

S3

Profesi

Spesialis

71

22

11

35

212

25

12

10

288
748
52
3

308
2
51
24

3
1
8
1

1
0
2
3

0
0
22
0

1
0
0
0

143

24

Sumber: EPSBED, 2010


Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang ada saat ini masih belum
memenuhi standar kualitas pendidikan. Berdasarkan data yang ada, 67%
institusi pendidikan tenaga kesehatan belum terakreditasi. Bahkan
institusi pendidikan untuk perawat mencapai 82% institusi yang belum
terakreditasi. Pendirian institusi pendidikan tenaga kesehatan yang belum
terencana sesuai dengan standar mutu dapat berdampak terhadap tidak
terpenuhinya kompetensi tenaga kesehatan. Pada Tabel 2.6 di bawah ini
dapat dilihat jumlah institusi pendidikan (program studi) tenaga kesehatan
yang sudah terakreditasi.
Tabel 2.6.

- 17 -

Tabel 2.6.
Jumlah Institusi Pendidikan (Program Studi)
Tenaga Kesehatan Yang Telah Terakreditasi Tahun 2009
Jumlah

Institusi Institusi
Instutitusi

Jumlah

Pendi-

Pendi-

dikan

dikan

(Prodi)

(Prodi)

Terakre-

Terakre

ditasi

-ditasi

No Pendidikan Institusi Akredi Akredi Akredi


(Prodi)

(Prodi)

tasi A

tasi B

tasi C

Dokter

71

16

19

11

46

64,8

Dokter Gigi

25

14

56

Apoteker*)

61

13

13

22

48

21,3

288

11

39

50

17,4

617

28

133

53

214

34,7

62

6,5

50

1.069

51

180

120

351

32,8

4
5
6
7

Perawat
D3
Bidan D3
Farmasi
D3
Gizi D3
JUMLAH

Catatan : - Diolah dari data BANPT dan Pusdiknakes, 2009


*) Sumber data Apoteker: Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi
Indonesia (APTFI), 2010
3. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Kesehatan, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam
pemerataan

tenaga

kesehatan.

Selanjutnya

dalam

beberapa

tahun

kemudian, tenaga kesehatan melaksanakan wajib kerja sarjana sesuai


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana. Pada
masa

- 18 masa itu semua tenaga kesehatan, utamanya dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, sanitarian, dan ahli gizi diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat
(PNS Pusat) dan ditempatkan untuk jangka waktu tertentu (antara 2
sampai 5 tahun sesuai dengan tingkat kesulitan daerah penempatan) ke
daerah yang memerlukan sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 1974.
Dalam perkembangan selanjutnya, ditetapkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mencabut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana. Sebelum ditetapkan
Undang-Undang tersebut, karena situasi dan kondisi tertentu telah
ditetapkan Peraturan Menkes Nomor 1540/Menkes/Per/XII/2002 tentang
Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara Lain. Dengan
kebijakan ini, program penempatan dokter dan dokter gigi sebagai Pegawai
Tidak Tetap (PTT) yang semula bersifat wajib menjadi sukarela.
Di satu sisi, kebijakan tersebut di atas mencerminkan penghargaan
pemerintah terhadap Hak Asasi Manusia para tenaga kesehatan. Namun
disisi lain, Hak Asasi Manusia bagi rakyat terutama di DTPK dan daerahdaerah yang tidak diminati menjadi terabaikan. Hal ini bertentangan
dengan

UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 4 yang

menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan dan pasal 5


menyatakan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat didayagunakan di: (1) Instansi pemerintah baik
pusat maupun daerah termasuk TNI dan POLRI, (2) Sektor pelayanan
kesehatan swasta, (3) Sektor non pelayanan kesehatan termasuk industri,
pendidikan dan penelitian baik pemerintah maupun swasta, dan (4) di luar
negeri sebagai Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia (TKKI).
Tenaga kesehatan yang didayagunakan di instansi pemerintah, utamanya
di sektor kesehatan dapat diangkat melalui: 1) formasi PNS baik pusat
maupun daerah; 2) Pegawai Tidak Tetap (PTT) pusat maupun daerah; 3)
penugasan khusus baik residen maupun tenaga D3-Kesehatan, terutama
untuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.
Berikut

- 19 Berikut adalah grafik perkembangan pengangkatan tenaga kesehatan


melalui formasi PNS Pusat tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.
Grafik 2.2.
Pengangkatan PNS Pusat untuk pengisian
Kebutuhan Tenaga Kesehatan Milik Kementerian Kesehatan
Tahun 2005 2009
3500
3000
Non Kesehatan

2500

Tenaga Keteknisian Medis


Tenaga Keterapian Fisik

2000

Tenaga Gizi

1500

Tenaga Kesehatan Masyarakat


Tenaga Kefarmasian

1000

Tenaga Keperawatan
Tenaga Medis

500
0
2005

2006

2007

2008

2009

Sumber : Biro Kepegawaian Setjen, Kemenkes, 2009


Berdasarkan data tersebut, terjadi fluktuasi jumlah PNS pusat yang
diangkat pada institusi milik Kementerian Kesehatan. Hal tersebut
kemungkinan merupakan implikasi dari Peraturan Pemerintah No. 48
Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi PNS. Formasi
PNS yang tersedia diutamakan untuk pengangkatan tenaga honorer yang
telah memenuhi syarat, sehingga nampak bahwa mayoritas tenaga yang
diangkat sebagai PNS adalah justru tenaga non kesehatan.
Pengangkatan tenaga kesehatan melalui formasi PTT pusat tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam grafik berikut:
Grafik 2.3.

- 20 Grafik 2.3.
Pengangkatan Tenaga Kesehatan Melalui PTT Pusat
Tahun 2005 2010
16.000
14.000
12.000
10.000

Dokter

8.000

Dokter Gigi

6.000

Bidan

4.000
2.000
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

Sumber : Biro Kepegawaian Setjen, Kemenkes, 2010.


Pendayagunaan tenaga kesehatan melalui penugasan khusus untuk DTPK
tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam Grafik 2.4
berikut:
Grafik 2.4.
Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan di DTPK
Tahun 2006 2010
800

Tenaga Kesehatan Lain

700
600

Sanitarian

500
400

Analis

300
Gizi

200
100

Perawat

0
2006

2007

2008

2009

2010

Sumber : Badan PPSDMK Kemenkes, 2010


Penugasan

- 21 Penugasan khusus tenaga kesehatan ke DTPK dimulai tahun 2006


merupakan uji coba sampai dengan tahun 2007. Pada tahun 2008,
penugasan khusus tenaga kesehatan selain dokter spesialis/residen senior
ke DTPK tidak dilaksanakan disebabkan kurangnya dukungan anggaran.
Secara bertahap pada tahun 2009 dan tahun 2010, penugasan khusus
tenaga kesehatan dilaksanakan dan ditingkatkan target pencapaiannya.
Rekrutmen tenaga dokter dan bidan untuk penugasan khusus ditiadakan
namun diakomodasikan dalam penugasan PTT.
4. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga dokter dan dokter gigi telah
diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Sebagai implementasi dari Undang-Undang tersebut,

pada

tahun 2005 telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran


Indonesia telah melaksanakan registrasi tenaga dokter dan dokter gigi,
dengan menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR). STR dapat diterbitkan
setelah dokter dan dokter gigi mengikuti dan dinyatakan lulus dalam uji
kompetensi yang dilaksanakan oleh kolegium kedokteran dan kedokteran
gigi. Berdasarkan STR, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
menerbitkan Surat Izin Praktik (SIP). Untuk menjamin mutu pelayanan
kedokteran/kedokteran

gigi,

seorang

dokter/dokter

gigi,

hanya

diperbolehkan praktik maksimal di 3 (tiga) tempat.


Untuk tenaga kesehatan lainnya, pada tahun 2011 telah dibentuk Majelis
Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), yang melaksanakan registrasi bagi
tenaga kesehatan non dokter/dokter gigi. Guna kelancaran tugas MTKI,
seluruh provinsi sudah mempunyai Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP). Surat Ijin Praktik (SIP) dan Surat Izin Kerja (SIK), dapat diterbitkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah tenaga kesehatan
mempunyai STR.
Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan pekerjaannya, telah dibentuk Komite Farmasi Nasional
(KFN)

- 22 (KFN)

yang

mempunyai

tugas

melaksanakan

registrasi,

sertifikasi,

pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pembinaan dan pengawasan


apoteker.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa rumah sakit swasta telah
mempekerjakan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA). Sesuai
peraturan

dan

ketentuan

yang

berlaku,

penggunaan

TK-WNA

diperbolehkan sebagai pemberi pelayanan dan pemberi pelatihan dalam


rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan. TK-WNA hanya dapat bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu atas permintaan pengguna TKWNA dan dilarang berpraktik secara mandiri, termasuk dalam rangka kerja
sosial.
Namun pada kenyataannya di lapangan, dijumpai TK-WNA juga berpraktek
secara mandiri dalam memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
pasien.

Dalam

hubungan

ini,

pembinaan

dan

pengawasan

tenaga

kesehatan belum berjalan dengan semestinya.


Ke depan sejalan dengan berlakunya pasar bebas, migrasi TK-WNA ke
Indonesia tidak dapat dihindari. Dengan demikian pembinaan dan
pengawasan TK-WNA dan dukungan regulasinya perlu ditingkatkan.
D. ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN.
Menilik perkembangan tenaga kesehatan sebagaimana telah diuraikan diatas,
dewasa ini dan ke depan masih dihadapi isu strategis atau masalah pokok
dalam pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:
1. Pengembangan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan untuk pelayanan/pembangunan kesehatan. Tenaga
kesehatan terus membaik dalam jumlah, kualitas dan penyebarannya,
namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
di seluruh wilayah terutama pada DTPK. Mutu tenaga kesehatan belum
memiliki daya saing dalam memenuhi permintaan tenaga kesehatan dari
luar negeri.
2. Regulasi untuk mendukung upaya pengembangan tenaga kesehatan masih
terbatas.
3. Perencanaan

- 23 3. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan dan


belum didukung dengan sistem informasi tenaga kesehatan yang memadai.
Rencana kebutuhan tenaga kesehatan yang menyeluruh belum disusun
sesuai yang diharapkan, sehingga belum sepenuhnya dapat dipergunakan
sebagai
acuan
dalam
pengadaan/pendidikan
tenaga
kesehatan,
pendayagunaan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan.
4. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan/pendidikan
berbagai jenis tenaga kesehatan. Kajian jenis tenaga kesehatan yang
dibutuhkan tersebut belum dilakukan sebagaimana mestinya. Kualitas
hasil pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan pada umumnya masih
kurang memadai. Masih banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan
yang belum terakreditasi dan memenuhi standar. Hal ini akan berdampak
terhadap kompetensi dan kualitas lulusan tenaga kesehatan.
Permasalahan pendidikan tenaga kesehatan pada umumnya bersifat
sistemik, antara lain terdapat ketidaksesuaian kompetensi
lulusan
pendidikan dengan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat,
lemahnya kerjasama antara pelaku dalam pembangunan kesehatan dan
pendidikan tenaga kesehatan, lebih dominannya pendidikan tenaga
kesehatan yang berorientasi ke Rumah Sakit dibandingkan dengan Primary
Health Care.
5. Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan
tenaga kesehatan yang berkualitas masih kurang, utamanya di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah yang kurang
diminati. Hal ini disebabkan oleh disparitas sosial ekonomi, budaya
maupun kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar
daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah
tersebut. Selain itu pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan
karir, sistem penghargaan dan sanksi belum dilaksanakan sesuai yag
diharapkan. Pengembangan profesi yang berkelanjutan (Continuing
Professional Development = CPD), serta Training Need Assesment (TNA)
masih perlu dikembangkan.
6. Pembinaan

- 24 6. Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan masih belum dapat


dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Registrasi dan sertifikasi
tenaga kesehatan masih terbatas pada tenaga dokter dan dokter gigi.
Sosialisasi dan penerapan peraturan perundang-perundangan di bidang
pengembangan tenaga kesehatan belum dilaksanakan secara memadai.
7. Sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan tenaga
kesehatan masih terbatas. Sistem informasi tenaga kesehatan belum
sepenuhnya dapat menyediakan data yang akurat, terpercaya dan tepat
waktu. Dukungan sumber daya pembiayaan dan lain-lain sumber daya
belum memadai.
Dalam upaya menjawab isu strategis atau masalah pokok dalam
pengembangan tenaga kesehatan, Indonesia memiliki beberapa modal dasar
antara lain:
1. Telah disahkannya beberapa aturan perundang-undangan terkait tenaga
kesehatan.
2. Ikut sertanya Indonesia dalam meratifikasi aturan-aturan di tingkat
internasional terkait tenaga kesehatan seperti International Code of
Practice.
3. Mulai terbangunnya komitmen diantara pemangku kepentingan terkait
pengembangan tenaga kesehatan seperti terbentuknya Tim Koordinasi dan
Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan.
4. Kepercayaan dunia internasional semakin meningkat terhadap kualitas
tenaga kesehatan Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
permintaan tenaga kesehatan Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

- 25 III. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN STRATEGI


A. VISI
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa kesehatan
adalah salah satu dari hak asasi manusia. Guna memenuhi hak dasar
tersebut, dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan Sesuai dengan konstitusi,
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas umum yang layak. Agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus
didukung dengan sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, serta pembiayaan
yang memadai. Tenaga kesehatan harus tersedia dan terdistribusi secara
merata dalam jumlah dan jenis, serta berkualitas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu Visi Pengembangan Tenaga Kesehatan di Indonesia adalah
Seluruh Penduduk Memperoleh Akses Terhadap Tenaga Kesehatan Yang
Berkualitas
B. MISI
Untuk mewujudkan Visi Seluruh Penduduk Memperoleh Akses Terhadap
Tenaga Kesehatan Yang Berkualitas, ditetapkan Misi dalam pengembangan
tenaga kesehatan sebagai berikut:
1. Menguatkan regulasi dan perencanaan
pemberdayaan tenaga kesehatan.

untuk

pengembangan

dan

2. Meningkatkan pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan guna memenuhi


kebutuhan tenaga kesehatan, dalam mendukung penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.
3. Menjamin pendayagunaan tenaga kesehatan yang merata, termanfaatkan
sesuai dengan kebutuhan seluruh penduduk Indonesia, dan dikembangkan
secara berkeadilan.
4. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
C. TUJUAN

- 26 C. TUJUAN
Tujuan umum pengembangan tenaga kesehatan adalah tersedianya tenaga
kesehatan secara merata yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitas,
serta termanfaatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan bagi
seluruh penduduk Indonesia.
Tujuan khusus pengembangan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya regulasi pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan
yang kuat;
2. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan;
3. Tercapainya kesesuaian antara kapasitas pendidikan tenaga kesehatan
dengan kebutuhan tenaga kesehatan;
4. Tercapainya pendayagunaan tenaga kesehatan secara optimal sesuai
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan; dan
5. Terjaminnya mutu tenaga kesehatan.
D. SASARAN STRATEGIS
Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang tahun 2005-20025 menetapkan
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator
dampak yaitu:
1. Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69

tahun pada tahun

2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025.


2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 15,5 per kelahiran hidup pada tahun 2025.
3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2025.
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005
menjadi 9,5% pada tahun 2025.
Guna

- 27 Guna mencapai sasaran pembangunan kesehatan, diperlukan SDM kesehatan


dalam jumlah, jenis dan mutu yang memadai serta terdistribusi merata.
Sasaran strategis pengembangan tenaga kesehatan sampai dengan tahun
2025, maka ditetapkan sasaran strategis sebagai berikut:
1. Pada

tahun

2014

diharapkan

ketersediaan

tenaga

dokter

spesialis

mencapai 10 per 100.000 penduduk, dokter umum 40 per 100.000


penduduk, dokter gigi 12 per 100.000 penduduk, perawat 158 per 100.000
penduduk, bidan 100 per 100.000 penduduk, sanitarian 15 per 100.000
penduduk, tenaga gizi 10 per 100.000 penduduk.
2. Pada

tahun

2019

diharapkan

ketersediaan

tenaga

dokter

spesialis

mencapai 11 per 100.000 penduduk, dokter umum 45 per 100.000


penduduk, dokter gigi 13 per 100.000 penduduk, perawat 180 per 100.000
penduduk, bidan 120 per 100.000 penduduk, sanitarian 18 per 100.000
penduduk, tenaga gizi 14 per 100.000 penduduk.
3. Pada

tahun

2025

diharapkan

ketersediaan

tenaga

dokter

spesialis

mencapai 12 per 100.000 penduduk, dokter umum 50 per 100.000


penduduk, dokter gigi 14 per 100.000 penduduk, perawat 200 per 100.000
penduduk, bidan 130 per 100.000 penduduk, sanitarian 20 per 100.000
penduduk, tenaga gizi 18 per 100.000 penduduk.
E. STRATEGI
Dalam mewujudkan Visi, mengemban Misi dan guna mencapai tujuan
pengembangan tenaga kesehatan dalam tahun 2025, maka ditempuh strategi
sebagai berikut:

1. Penguatan regulasi pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan.


Penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan pemberdayaan
tenaga

kesehatan

melalui

percepatan

pelaksanaannya,

peningkatan

kerjasama lintas sektor dan peningkatan pengelolaannya secara berjenjang


di pusat dan daerah.
2. Peningkatan

- 28 2. Peningkatan Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan.


Kebutuhan tenaga kesehatan guna mendukung pembangunan kesehatan
harus disusun secara menyeluruh, baik untuk fasilitas kesehatan milik
pemerintah secara lintas sektor termasuk pemerintah daerah dan swasta,
serta mengantisipasi keadaan darurat kesehatan dan pasar bebas di era
globalisasi.
Di samping itu kebutuhan tenaga kesehatan guna mendukung manajemen
kesehatan (administrator dan regulator), pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan, perlu pula disusun kebutuhannya.
Pengelolaan perencanaan, sumber daya pendukung dan pengembangan
perencanaan penting untuk ditingkatkan.
3. Peningkatan dan Pengembangan Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan ditingkatkan dan dikembangkan
guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan,
manajemen kesehatan, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat
di bidang kesehatan.
Oleh karenanya pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan ditingkatkan
melalui pengembangan standar pendidikan tenaga kesehatan guna
memenuhi standar kompetensi yang diharapkan dan memenuhi daya saing
baik secara nasional maupun internasional.
Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan
dan
pengembangan
pendidikan
tenaga
kesehatan,
baik
yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Peningkatan dan
pengembangan pendidikan tenaga kesehatan tersebut ditujukan untuk
menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, berdaya saing tinggi,
serta profesional, yaitu tenaga kesehatan yang mengikuti perkembangan
IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan
kode etik profesi.
Peningkatan

- 29 Peningkatan dan pengembangan pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan,


dilakukan

melalui

penambahan

jumlah

institusi

pendidikan

tenaga

kesehatan tertentu sesuai kebutuhannya, akreditasi institusi pendidikan


tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pengajar, termasuk peningkatan
sarana dan fasilitas belajar mengajar.
Pendidikan tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dan disusun secara
terarah dan menyeluruh dalam kerangka mewujudkan keterkaitan yang
harmonis, efektif dan efisien antara

sistem kesehatan dan sistem

pendidikan.
4. Peningkatan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan.
Pendayagunaan tenaga kesehatan meliputi penyebaran tenaga kesehatan
yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan tenaga kesehatan, dan
pengembangan
Peningkatan

tenaga

kesehatan

pendayagunaan

termasuk

tenaga

peningkatan

kesehatan

karirnya.

diupayakan

untuk

memenuhi kebutuhan pembangunan kesehatan di semua lini dari daerah


sampai pusat secara lintas sektor, termasuk swasta, serta memenuhi
kebutuhan pasar dalam menghadapi pasar bebas di era globalisasi.
Pendayagunaan tenaga kesehatan di DTPK dan daerah bermasalah
kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pendayagunaan
tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan dan
pelatihan

tenaga

kesehatan,

institusi penelitian

dan

pengembangan

kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, juga


perlu mendapatkan perhatian yang memadai.
Pengembangan
dilakukan

tenaga

melalui

kesehatan

peningkatan

termasuk

motivasi

peningkatan

tenaga

kesehatan

karirnya
untuk

mengembangkan diri, dan mempermudah tenaga kesehatan memperoleh


akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan
pelatihan tenaga kesehatan dilakukan melalui pengembangan standar
pelatihan

- 30 pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang


diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.
Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, juga dilakukan melalui akreditasi
institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih.
5. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan utamanya ditujukan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai kompetensi yang
diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi
seluruh penduduk Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dilakukan melalui
peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan
dalam pengembangan tenaga kesehatan serta legislasi yang meliputi antara
lain sertifikasi melalui uji kompetensi, registrasi, perizinan (licensing), dan
hak-hak tenaga kesehatan.
Hak-hak tenaga kesehatan tersebut antara lain meliputi kesejahteraan dan
kesempatan

yang

seluas-luasnya

dalam

rangka

meningkatkan

dan

mengembangkan karirnya.
6. Penguatan Sumber Daya Pengembangan Tenaga Kesehatan
Penguatan

sumber

daya

dalam

mendukung

pengembangan

dan

pemberdayaan tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas


SDM Kesehatan, penguatan sistem informasi tenaga kesehatan, serta
peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung lainnya.

- 31 IV. RENCANA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN


Rencana kebutuhan tenaga kesehatan dibatasi hanya pada 13 (tiga belas) jenis
tenaga kesehatan, yaitu dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat,
bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, sanitarian, tenaga gizi, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis.
Gambaran kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional dihitung dengan
menggunakan metode rasio tenaga kesehatan terhadap nilai tertentu, yaitu
sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk.
Dalam rencana kebutuhan tenaga kesehatan ini juga dikemukakan kebutuhan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang dihitung dengan menggunakan metode
perencanaan tenaga kesehatan dengan nilai tertentu, yaitu Daftar Susunan
Pegawai (DSP)/ Standar Ketenagaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
A. KEBUTUHAN

TENAGA

KESEHATAN

BERDASARKAN

RASIO

TENAGA

KESEHATAN TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK


Sebagaimana laporan WHO tahun 2006, rasio tenaga kesehatan terhadap
jumlah penduduk digunakan sebagai indikator untuk mengukur ketersediaan
tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan tertentu.
Ambang batas rasio jumlah dokter, perawat dan bidan adalah 2,3 per 1000
penduduk.
Dalam Tabel 4.1 dapat dilihat target kebutuhan tenaga kesehatan secara
nasional yang dihitung berdasarkan rasio terhadap perkembangan jumlah
penduduk dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan tenaga kesehatan
saat ini dan kapasitas produksi tenaga kesehatan:
Tabel 4.1.

- 32 Tabel 4.1.
Kebutuhan Tenaga Kesehatan Berdasarkan Target Rasio Tenaga
Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk di Indonesia
Tahun 2014, 2019, dan 2025

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis Tenaga
Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Perawat Gigi
Apoteker
Tenaga Teknis
Kefarmasian
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian Fisik
Keteknisian Medis

Tahun 2014
(per
100.000
penduduk)
10
40
12
158
100
15
9

Tahun 2019
(per 100.000
penduduk)

Tahun 2025
(per 100.000
penduduk)

11
45
13
180
120
18
12

12
50
14
200
130
21
15

18

24

30

13
15
10
4
14

15
18
14
5
16

18
20
18
6
18

B. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN BERDASARKAN STANDAR TENAGA


KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.
Perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
terbatas pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah milik Kementerian
Kesehatan, Pemerintah Daerah, TNI dan POLRI, serta rumah sakit milik
swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan milik Kementerian Kesehatan terbatas
pada rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP), dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan. Sedangkan
fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah hanya pada rumah
sakit umum daerah, rumah sakit khusus daerah dan Puskesmas.
Kebutuhan

- 33 Kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ini dapat


dipergunakan sebagai dasar dalam memperhitungkan kebutuhan tenaga
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dalam rangka mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional.
1. Kebutuhan Tenaga Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas.
Perhitungan tenaga kesehatan di rumah sakit didasarkan pada target rasio
tempat tidur terhadap penduduk. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO),
mensyaratkan rasio tempat tidur dengan penduduk adalah sebesar 2,7 :
1.000. Dewasa ini rasio tempat tidur terhadap penduduk di Indonesia baru
mencapai 0,6 : 1.000. Oleh karena itu target rasio tempat tidur terhadap
penduduk ditetapkan 1 : 1.000 untuk tahun 2014 dan 1,5 : 1.000 untuk
tahun 2019.
Dari target tersebut dapat diperkirakan perkembangan rumah sakit dan
Puskesmas serta kebutuhan tenaga kesehatannya di Indonesia sebagai
berikut :
a. Rumah Sakit Umum.
Perkiraan perkembangan rumah sakit pada tahun 2014 dan 2019 dapat
dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2.
Perkiraan Jumlah Rumah Sakit Umum Menurut Kepemilikan
Tahun 2014 dan 2019*)

NO

PEMIL
IK RS

RUMAH SAKIT UMUM


2019

2014
A

PRA
TAMA

KEMEN
10
4
1
0
10
4
1
0
KES
2 PEMDA
5
127 267 130
15
131
272
141
187
3
TNI
3
12
28
69
4
14
34
57
4
POLRI
1
4
11
29
1
7
11
29
5
BUMN
0
5
18
12
0
5
18
12
SWAS
6
5
29
66
85
5
29
66
85
TA
Catatan: *) Data tidak termasuk RSU yang masih dalam status Non Kelas
(NK)
Sumber data: Ditjen BUK Kemenkes RI, Pusdokkes POLRI, Puskes TNI
1

Dari

- 34 Dari perkiraan perkembangan Rumah Sakit Umum seperti pada tabel di


atas, dan berdasarkan standar ketenagaan RS sesuai Permenkes No.
340 Tahun 2010 dengan penyesuaian, dapat dihitung kebutuhan tenaga
kesehatannya sebagai berikut:
Tabel 4.3
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Umum Menurut Kepemilikan
Tahun 2014

NO
1
2
3

JENIS

KEMEN

TENAGA

KES

Dokter
Spesialis
Dokter
Umum
Dokter Gigi
Spesialis

BUM

PEMDA

TNI

POLRI

1,201

15,019

1,289

460

447

2,706

237

4,537

726

281

270

1,372

83

683

85

30

33

188

54

1,065

173

67

63

324

4,987

42,788

6,962

2,594

2,232

13,342

SWASTA

Dokter Gigi

Perawat

Bidan

880

7,551

1,229

458

394

2,355

Apoteker

98

1,212

197

75

68

373

490

6,060

985

375

340

1,865

SKM

44

1,060

170

66

63

319

10

Sanitarian

98

1,212

197

75

68

373

11

Gizi

98

1,212

197

75

68

373

123

2,659

458

179

161

833

367

8,251

1,686

671

528

2,842

8
9

12
13

Asisten
Apoteker

Keterapian
Fisik
Keteknisian
Medis

Tabel 4.4.

- 35 Tabel 4.4
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Umum Menurut Kepemilikan
Tahun 2019
NO

JENIS TENAGA

1
2

Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Spesialis
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Apoteker
Asisten
Apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian
Fisik
Keteknisian
Medis

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

KEMENKES
1,201
237

PEMDA

TNI

POLRI

BUMN

SWASTA

17,611
5,602

1,522
774

595
317

447
270

2,706
1,372

83

770

104

39

33

188

54
4,987
880
98

1,325
53,893
9,511
1,516

183
7,712
1,361
213

76
3,104
548
87

63
2,232
394
68

324
13,342
2,355
373

490

7,580

1,065

435

340

1,865

44
98
98

1,310
1,516
1,516

179
213
213

75
87
87

63
68
68

319
373
373

123

3,396

475

200

161

833

367

11,450

1,672

725

528

2,842

b. Rumah Sakit Khusus


Perkiraan perkembangan rumah sakit khusus pada tahun 2014 dan
2019 dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Perkiraan Perkembangan Rumah Sakit Khusus Menurut Kepemilikan
Tahun 2014 dan 2019
NO PEMILIK RS
1
2
3
4

KEMENKES
PEMDA
BUMN
SWASTA

A
23
18
2
1

2014
B
C
8
1
20
8
1
0
4
27

D
0
2
0
11

A
24
18
2
1

2019
B
C
10
0
20
8
1
0
4
27

D
0
2
0
11

Catatan: *) Data tidak termasuk RSK yang masih dalam status Non Kelas
(NK)
Sumber data: Ditjen BUK, Kemenkes RI
Dari

- 36 Dari perkiraan perkembangan Rumah Sakit Khusus seperti pada tabel di


atas, dan berdasarkan standar ketenagaan RS sesuai Permenkes No.
340 Tahun 2010 dengan penyesuaian, dapat dihitung kebutuhan tenaga
kesehatannya sebagai berikut:
Tabel 4.6
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Khusus Menurut
Kepemilikan Tahun 2014
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

JENIS TENAGA
Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Apoteker
Asisten Apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian Fisik
Keteknisian Medis

KEMENKES
1,920
173
118
11,192
1,975
218
1,090
95
218
218
268
803

PEMDA
2,386
218
152
11,620
2,051
244
1,220
134
244
244
352
1,014

BUMN
176
16
11
1,020
180
20
100
9
20
20
25
74

SWASTA
504
136
92
3,269
577
100
500
91
100
100
227
670

Tabel 4.7
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Khusus Menurut
Kepemilikan Tahun 2019
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

JENIS TENAGA
Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
Bidan
Apoteker
Asisten Apoteker
SKM
Sanitarian
Gizi
Keterapian Fisik
Keteknisian Medis

c. Puskesmas

KEMENKES
2,048
184
126
11,900
2,100
232
1,160
102
232
232
286
852

PEMDA
2,386
218
152
11,620
2,051
244
1,220
134
244
244
352
1,014

BUMN
176
16
11
1,020
180
20
100
9
20
20
25
74

SWASTA
504
136
92
3,269
577
100
500
91
100
100
227
670

- 37 c. Puskesmas
Perkiraan perkembangan Puskesmas pada tahun 2014 dan 2019
didasarkan pada pertimbangan tidak ada pertambahan Puskesmas
Perawatan. Diasumsikan, pertambahan tempat tidur dalam mencapai
target rasio tempat tidur terhadap penduduk secara keseluruhan akan
dipenuhi dari perkembangan Rumah Sakit Umum khususnya Rumah
Sakit Umum Non Kelas.
Perkiraan perkembangan jumlah Puskesmas dapat dilihat pada Tabel
4.8 sebagai berikut :
Tabel 4.8
Perkiraan Perkembangan Jumlah Puskesmas
Tahun 2014 dan 2019

NO

PUSKESMAS

2014

2019

Perawatan

3.151

3.151

Non Perawatan

6.617

6.789

9.768

9.940

Jumlah

Sumber Data: Ditjen BUK Kemenkes RI

Dari perkiraan perkembangan Puskesmas seperti pada tabel di atas, dan


berdasarkan standar ketenagaan Puskesmas yang ada (Revitalisasi
Puskesmas), dapat dihitung kebutuhan tenaga kesehatannya sebagai
berikut:

Tabel 4.9.

- 38 Tabel 4.9
Kebutuhan Tenaga Kesehatan Puskesmas
Tahun 2014 dan 2019

NO

JENIS NAKES

PUSKESMAS

PUSKESMAS

2014

2019

PERAWATAN

NON
PERAWATAN

PERA WATAN

NON
PERAWATAN

Dokter Umum

6,302

6,617

6,302

6,789

Dokter Gigi

3,151

6,617

3,151

6,789

Apoteker

3,151

3,151

Tenaga Kesmas
(S1)

3,151

6,617

3,151

6,789

Perawat (S1-Ners)

3,151

3,151

Tenaga Promkes
(D IV)

3,151

6,617

3,151

6,789

Epidemilogis (D
IV)

3,151

6,617

3,151

6,789

Bidan (D III)

18,906

26,468

18,906

27,156

Perawat (D III)

31,510

39,702

31,510

40,734

10

Sanitarian (D III)

3,151

6,617

3,151

6,789

11

Nutrisionis (Ahli
Gizi/D III)

3,151

6,617

3,151

6,789

12

Perawat gigi (D III)

3,151

6,617

3,151

6,789

13

Asisten Apoteker

3,151

6,617

3,151

6,789

14

Analis Kesehatan
(D III)

3,151

6,617

3,151

6,789

15

Tenaga
Pendukung/ Juru
(SMK Kes)*)

3,151

6,617

3,151

6,789

2. Kantor

- 39 2. Kantor Kesehatan Pelabuhan.


Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) merupakan salah satu unit pelaksana
teknis Kementerian Kesehatan. Dalam menghitung kebutuhan tenaga
kesehatan di KKP untuk tahun 2014 dan 2019 didasarkan pada perkiraan
perkembangan jumlah KKP menurut kelas dan standar ketenagaannya.
Perkiraan perkembangan KKP menurut kelas dan wilayah kerja (wilker)
dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:

Tabel 4.10
Perkembangan Kantor Kesehatan Pelabuhan
Tahun 2014 dan 2019
No

KKP

2011

2014

2019

Kelas I

Kelas II

21

25

29

Kelas III

20

17

12

Wilker

347

347

347

Dalam memperhitungkan kebutuhan tenaga kesehatan di KKP dilakukan


dengan merujuk pada Kepmenkes No. 1314 Tahun 2010 tentang Pedoman
Standarisasi Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana di Lingkungan
Kantor Kesehatan Pelabuhan.
Dari

perkiraan

perkembangan

KKP

dan

wilkernya,

serta

standar

ketenagaan di KKP, perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan di KKP pada


tahun 2014 dan 2019, dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini:

Tabel 4.11.

- 40 Tabel 4.11
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di KKP
Tahun 2014 dan 2019
2014
TOKKP KKP
KOMPETENSI KKP
TAL KKP
NO
KE- KE- WILPENDIDIKAN KEKEBU- KE LAS LAS KER
LAS I
TUH- LAS I
II
III
AN
1 S2 Kese70 125 34
229
80
hatan
Masya-rakat
2 Dokter
84 175 85 347 691
96
3 S1 Kese63 150 68 694 975
72
hatan
Masya-rakat
4 D3 Kese133 350 170 347 1000 152
hatan Lingkungan
5 D3 Kepe133 350 170 347 1000 152
rawatan
6 S1 Apoteker
21
50 17
88
24
7 D3 Farmasi
7
25
32
8
8 D3 Analis
14
25 17
56
16
Kesehatan
9 D3 Radiologi
7
25
32
8

2019
TOKKP KKP
TAL
KE - KE- WILKEBU
LAS LAS KER
TUHII
III
AN
145 24
249

203
174

60
48

347
694

706
988

406

120

347

1025

406

120

347

1025

58
29
29

12
12

94
37
57

29

37

3. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan


Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) merupakan salah satu unit
pelaksana teknis Kementerian Kesehatan. Dalam menghitung kebutuhan
tenaga kesehatan di BTKL untuk tahun 2014 dan 2019 didasarkan pada
perkiraan perkembangan BTKL dan standar ketenagaannya.
Perkiraan

- 41 Perkiraan perkembangan untuk kelas BTKL dapat dilihat pada Tabel 4.12
berikut ini:
Tabel 4.12
Perkembangan Balai Besar/Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
Tahun 2014 dan 2019
No

BTKL

2011

2014

2019

BBTKL PPM

BTKL PPM Kelas I

BTKL PPM Kelas II

Dari perkiraan perkembangan BTKL dan standar ketenagaan di BTKL,


perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan di BTKL pada tahun 2014 dan
2019, dapat dilihat pada Tabel 4.13berikut ini:
Tabel 4.13
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di BB/BTKL
Tahun 2014 dan 2019

KOMPETENSI
NO
PENDIDIKAN

1
2
3
4
5
6

S2 Kesehatan
Masyarakat
S1 Kesehatan
Lingkungan
D3 Kesehatan
Lingkungan
S1 Kesehatan
Masyarakat
S1 Teknik
Ling-kungan/
MIPA
D3 Analisis
Jumlah

ABK
BB
TKL
PPM

2014
2019
ABK ABK
ABK ABK
ABK
TOTAL
BTKL BTKL TOTAL
BTKL BTKL
BB
KEBUPPM PPM KEBUPPM PPM
TKL
TUH
KELAS KELAS TUHAN
KELAS KELA
PPM
AN
I
II
I
S II

12

10

23

18

26

32

25

60

48

20

68

24

20

45

36

16

52

24

10

36

36

44

140

110

10

260

210

88

298

92
324

75
250

7
24

174
598

138
486

60
200

198
686
Dalam

- 42 Dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional yang akan dimulai pada 1


Januari 2014, kebutuhan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan untuk tahun 2014 perlu lebih diperinci menurut wilayah
(propinsi dan kabupaten/ kota) dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan perkembangan program jaminan kesehatan masyarakat,
yang dimungkinkan adanya dokter pelayanan primer sebagai pemberi
pelayanan

rawat

jalan

tingkat

pertama

(RJTP)

perlu

pula

dapat

diperhitungkan kebutuhannya.
C. PERMINTAAN TENAGA KESEHATAN DARI LUAR NEGERI.
Mekanisme

penempatan

tenaga

kesehatan

Indonesia

keluar

negeri

dilaksanakan dengan cara Government to Government, Government to Private


dan Private to Private. Dalam kerangka tersebut, proses penempatan diawali
dengan pengiriman permintaaan akan

kebutuhan tenaga kesehatan oleh

negara pengguna kepada Pemerintah Indonesia. Permintaan kebutuhan tenaga


kesehatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah
kebutuhan tenaga kesehatan di luar negeri.
Kebutuhan tenaga kesehatan khususnya Perawat di negara maju seperti:
Amerika, Canada, Eropa, Australia, Jepang dan Timur Tengah melonjak
dengan drastis sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga di
Amerika ditahun 1980 sekitar 200,000 perawat. Kebutuhan ini akan melonjak
menjadi 500,000 perawat di tahun 2020 untuk mendukung kebutuhan
pelayanan kesehatan di Amerika.
Kebijakan penempatan tenaga kesehatan ke luar negeri didasarkan antara lain
atas hubungan kerjasama atau diplomatic antar pemerintah negara, sebagai
upaya perluasan kesempatan kerja khususnya untuk mengatasi temporary
surplus tenaga kesehatan tertentu dan dalam kerangka alih ilmu pengetahuan
dan

- 43 dan teknologi. Dalam kaitan tersebut serta untuk perlindungan optimal bagi
tenaga kesehatan Indonesia, maka Pemerintah Indonesia diharapkan lebih
mendorong untuk menerapkan mekanisme penempatan secara Government to
Government.
Dalam upaya pemenuhan permintaan kebutuhan tenaga kesehatan Indonesia
ke luar negeri maka untuk realisasinya diperlukan kerjasama antara berbagai
institusi

pemerintah

terkait

dengan

pihak

swasta.

Untuk

memenuhi

permintaan kebutuhan tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri juga


diperlukan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan.
Dalam hal penerimaan TK-WNA ke Indonesia, kebutuhan dari fasilitas
pelayanan

kesehatan

dapat

dipertimbangkan

dimaksud masih terbatas jumlahnya dan

sejauh

tenaga

kompetensi serta kualifikasinya

belum dimiliki oleh tenaga kesehatan di Indonesia. Dalam


penerimaan

kesehatan

pelaksanaanya,

TK-WNA harus sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku di Indonesia tanpa mengabaikan regulasi jasa bidang kesehatan


Internasional yang berlaku.
D. KETERKAITAN ANTARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN/
PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN JANGKA PANJANG
Dengan

memperhatikan

perhitungan

kebutuhan

tenaga

kesehatan

berdasarkan target rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada


tahun 2014, 2019 dan 2025, serta perkiraan jumlah lulusan tenaga kesehatan
dan atrisi tenaga kesehatan, maka dapat diperkirakan kekurangan/kelebihan
tenaga kesehatan pada tahun 2014, 2019, dan 2025 sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 4.14, 4.15 dan 4.16.

- 44 Tabel 4.14.
Perkiraan Kebutuhan, Ketersediaan, Lulusan
dan Kekurangan/Kelebihan Tenaga Kesehatan
Tahun 2014
ATRISI
KEBUKETERLULUSAN
2,5%/
JENIS
NO
TUHAN
SEDIAAN
(2011TAHUN
TENAGA
2014
2010
2014)
(20112014)
1 Dokter
25.212
1.464
Spesialis
21.073
2.107
2 Dokter
100.850
70.242
27.756
Umum
7.024
3
Dokter Gigi
30.255
25.755
6.700
2.576
4
Perawat
398.357
369.940
115.340
36.994
5
Bidan
252.124
175.605
74.180
17.561
6 Perawat
37.819
37.462
4.340
Gigi
3.746
7
Apoteker
22.691
21.073
15.784
2.107
8 Asisten
45.382
42.145
19.456
Apoteker
4.215
9
SKM
32.776
18.731
24.696
1.873
10
Sanitarian
37.819
23.414
6.740
2.341
11
Gizi
25.212
42.145
7.248
4.215
12 Keterapian
10.085
9.366
2.920
Fisik
937
13 Keteknisan
35.297
14.048
16.428
Medis
1.405

KEKURANGAN (-)/
KELEBIHAN
(+)
-4.783
-9.876
-375
+ 49.929
-19.900
+ 237
+ 12.058
+ 12.004
+ 8.778
-10.006
+ 19.966
+ 1.264
-6.226

Catatan: - Sumber data lulusan dari Ditjen Dikti Kemendiknas untuk dokter
spesialis dan dokter gigi (tahun 2008). dokter umum (tahun 2010).
- Sumber data lulusan apoteker dari Asosiasi Pendidikan Tinggi
Farmasi Indonesia tahun 2009.
- Sumber data lulusan tenaga kesehatan lainnya dari BPPSDM
Kesehatan Kemenkes tahun 2011.
- Angka dalam tanda kurung () pada kolom Kekurangan/Kelebihan
berarti terdapat kelebihan tenaga kesehatan.
Tabel 4.15.

- 45 Tabel 4.15.
Perkiraan Kebutuhan, Ketersediaan, Lulusan dan Kekurangan/Kelebihan
Tenaga Kesehatan
Tahun 2019

NO

JENIS TENAGA

KEBUTUHAN
2019

Dokter Spesialis

29.862

Dokter Umum

122.16
4

Dokter Gigi

35.292

Perawat

Bidan

Perawat Gigi

48.866

Apoteker

32.577

Asisten Apoteker

65.154

SKM

40.721

488.65
7
325.77
1

10 Sanitarian

48.866

11 Gizi

38.007

12 Keterapian Fisik

13.574

Keteknisan
Medis

43.436

13

KETERSEDIAAN
2014
20.430
90.974
29.880
448.286
232.225
38.056
34.750
57.387
41.554
27.813
45.179
11.349
29.071

LULUSAN
(20152019)
1.830
34.695
8.375
144.175
92.725
5.425
19.730
24.320
30.870
8.425
9.060
3.650
20.535

ATRISI
KEKURANG
2.5%/
AN (-)/
TAHUN
KELE(2015BIHAN (+)
2019)
2.554
11.372
3.735
56.036
29.028
4.757
4.344
7.173
5.194
3.477
5.647
1.419
3.634

-10.156
-7.867
-772
+47.769
-29.850
-10.142
+ 17.559
+ 9.379
+ 26.508
-16.105
+ 10.585
+7
+ 2.536

Tabel 4.16.

- 46 Tabel 4.16.
Perkiraan Kebutuhan, Ketersediaan, Lulusan dan Kekurangan/Kelebihan
Tenaga Kesehatan
Tahun 2025

JENIS TENAGA

KEBUTUHAN
2025

Dokter Spesialis

35.600

Dokter Umum

Dokter Gigi

Perawat

593.336

Bidan

385.668

Perawat Gigi

62.300

Apoteker

44.500

Asisten Apoteker

89.000

SKM

53.400

10

Sanitarian

59.334

11

Gizi

53.400

12

Keterapian Fisik

17.800

13

Keteknisan Medis

53.400

NO

148.334
41.534

KETER- LULUSAN
SEDIAAN
(20202019
2025)

19.706
114.297
34.520
536.425
295.921
38.724
50.136
74.533
67.230
32.761
48.591
13.581
45.972

2.196
41.634
10.050
173.010
111.270
6.510
23.676
29.184
37.044
10.110
10.872
4.380
24.642

ATRISI
2.5%/
TAHUN
(20202025)

2.463
14.287
4.315
67.053
36.990
4.840
6.267
9.317
8.404
4.095
6.074
1.698
5.747

KEKURANGAN
(-) /
KELEBIHAN
(+)
-16.161
-6.690
-1.279
+ 49.046
-15.467
-21.907
+ 23.045
+ 5.400
+ 42.470
-20.558
-11
-1.537
+ 11.468

Tabel 4.14.

- 47 Tabel 4.14., Tabel 4.15. dan Tabel 4.16. menunjukkan bahwa jenis tenaga
kesehatan yang kemungkinan masih akan mengalami kekurangan berdasarkan
perkiraan kapasitas produksi yang ada sampai dengan tahun 2025 adalah dokter
spesialis, dokter umum, dokter gigi, bidan dan sanitarian. Sedangkan tenaga
keteknisian medik akan mengalami kekurangan hanya sampai tahun 2014 yang
diharapkan dapat terpenuhi dengan lulusan pada tahun berikutnya. Untuk
tenaga perawat gigi, tenaga gizi dan keterapian fisik diperkirakan akan mengalami
kekurangan pada tahun 2025.
Dalam rangka mencapai target rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk dalam rangka meningkatkan cakupan peserta Jaminan Kesehatan
Nasional yaitu seluruh penduduk Indonesia, maka perlu perbaikan pendataan
tenaga kesehatan serta peningkatan kapasitas produksi pada jenis tenaga
kesehatan tertentu.

- 48 V. RENCANA PENGADAAN/PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN

A. PENYESUAIAN KAPASITAS PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN


Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan merupakan komponen yang penting
dari pengembangan tenaga kesehatan guna menjamin pemenuhan kebutuhan
tenaga kesehatan. Dalam Bab IV telah dihitung kebutuhan tenaga kesehatan
yang secara nasional yang dihitung dengan

menggunakan metode rasio

tenaga kesehatan terhadap nilai tertentu, yaitu sesuai dengan perkembangan


jumlah penduduk. Dari perhitungan tersebut didapatkan kebutuhan tenaga
kesehatan yang harus disediakan menurut jenis tenaga kesehatan untuk
tahun 2014. 2019. dan 2025.
Dari kebutuhan tenaga kesehatan yang perlu disediakan pada tahun 2014.
2019 dan 2025 dan berdasarkan ketersediaan tenaga kesehatan pada tahun
2010 serta mempertimbangkan jumlah lulusan tenaga kesehatan dan atrisi
setiap tahunnya, maka diperoleh kekurangan/ kelebihan tenaga kesehatan
seperti telah dikemukakan pada Tabel 14.14, 14.15 dan 14.16 dalam Bab IV.
Untuk memenuhi kekurangan tenaga kesehatan, diperlukan peningkatan
jumlah lulusan tenaga kesehatan melalui peningkatan kapasitas pendidikan.
Untuk memenuhi target kebutuhan tenaga kesehatan tahun 2014 dan tahun
2019,

dengan

memperhatikan

kemampuan

penambahan

kapasitas

pendidikan, diperkirakan masih akan terjadi kekurangan tenaga dokter


spesialis, dokter umum, dokter gigi, bidan, sanitarian dan keteknisian medik.
Demikian juga untuk memenuhi target kebutuhan tenaga kesehatan tahun
2025, dengan kemampuan penambahan kapasitas pendidikan yang ada,
diperkirakan masih akan terjadi kekurangan tenaga dokter spesialis, dokter
umum, dokter gigi, bidan, gizi, perawat gigi, sanitarian dan keterapian fisik.
Oleh

- 49 Oleh karena itu diperlukan rencana untuk upaya ekstra meningkatkan


kapasitas produksi tenaga kesehatan yang masih mengalami kekurangan
cukup besar. Pada Tabel 5.1, 5.2 dan 5.3 dapat dilihat rencana peningkatan
kapasitas pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan untuk tahun 2014, 2019
dan 2025:
Tabel 5.1.
Rencana Peningkatan Kapasitas Pengadaan/Pendidikan
Tenaga Kesehatan Tahun 2014
TAHUN 2014
NO

1
2
3
4
5
6

JENIS TENAGA

KEKURANGAN

PERKIRAAN KEMAMPUAN
TAMBAHAN KAPASITAS
PENDIDIKAN TAHUN
2011-2014

Dokter Spesialis
-4.783
Dokter Umum
-9.876
Dokter Gigi
-375
Bidan
-19.900
Sanitarian
-10.006
Keteknisian Medis
-6.226

1.336
244
0
9.820
4.060
1.572

KEKURANGAN
KAPASITAS
-3.447
-9.632
-375
-10.080
-5.946
-4.654

Tabel 5.2.
Rencana Peningkatan Kapasitas Pengadaan/Pendidikan
Tenaga Kesehatan Tahun 2019

NO

1
2
3
4
5
6

JENIS TENAGA

Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan
Perawat Gigi
Sanitarian

KEKURANGAN

-10.156
-7.867
-772
-29.850
-10.142
-16.105

TAHUN 2019
KEMAMPUAN
TAMBAHAN
KAPASITAS
KEKURANGAN
PENDIDIKAN
KAPASITAS
TAHUN 20152019
2.736
-7.420
7.867
0
300
-472
9.820
-20.030
4.060
-6.082
4.060
-12.045
Tabel 5.3.

- 50 Tabel 5.3.
Rencana Peningkatan Kapasitas Pengadaan/Pendidikan
Tenaga Kesehatan Tahun 2025

NO

1
2
3
4
5
6
7
8

JENIS TENAGA

Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan
Perawat Gigi
Sanitarian
Gizi
Keterapian Fisik

KEKURANGAN

-16.161
-6.690
-1.279
-15.467
-21.907
-20.558
-11
-1.537

TAHUN 2025
KEMAMPUAN
TAMBAHAN
KAPASITAS
PENDIDIKAN
TAHUN 20202025
3.843
6.690
360
2.984
3.192
2.712
11
1537

KEKURANGAN
KAPASITAS
-12.318
0
-919
-12.483
-18.715
-17.846
0
0

Untuk jenis tenaga kesehatan yang diperkirakan jumlah lulusannya dapat


memenuhi atau melebihi kebutuhan, perlu dilakukan pembatasan/
pengurangan jumlah lulusan. dengan cara antara lain:
1. Penutupan program studi yang tidak memenuhi persyaratan akreditasi.
2. Pengurangan penerimaan mahasiswa pada program studi yang memenuhi
syarat akreditasi.
3. Tidak memberikan ijin operasional baru untuk pembukaan program studi.
B. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN
Pengembangan pendidikan tenaga kesehatan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kualifikasi dan jumlah lulusan tenaga kesehatan perlu memperhatikan
dengan seksama kebutuhan pembangunan kesehatan. Untuk itu. maka
sistem pendidikan tenaga kesehatan perlu disusun secara terarah dan
menyeluruh. serta dikaitkan secara harmonis. efektif dan efisien dengan
sistem kesehatan.
2. Standar

- 51 2. Standar pendidikan tenaga kesehatan harus sesuai dengan standar


kompetensi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
yaitu didasarkan pada standar pelayanan kesehatan.
3. Dengan adanya standar pendidikan tenaga kesehatan. dapat dijadikan
landasan dalam peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas lulusan
tenaga kesehatan.
4. Kualitas lulusan tenaga kesehatan harus dapat diakui dalam pasar kerja
pelayanan kesehatan. baik di dalam negeri maupun permintaan dari luar
negeri.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas. maka upaya peningkatan
pengadaan/ pendidikan tenaga kesehatan dilakukan melalui upaya sebagai
berikut:
1. Penataan Kerangka Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Penataan kerangka pendidikan tenaga kesehatan meliputi penyusunan
roadmap jenis dan jenjang pendidikan tenaga kesehatan dengan
mendasarkan pada standar pendidikan. standar kompetensi. dan standar
pelayanan kesehatan. Dalam penentuan standar pendidikan tenaga
kesehatan perlu mendasarkan pada penguatan pendidikan tenaga
kesehatan setelah diadakan tinjauan yang luas.
2. Peningkatan Akses dan Pemerataan Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Peningkatan akses dan pemerataan pendidikan tenaga kesehatan
dilakukan melalui distribusi program studi. perizinan program studi baru
yang didasarkan atas trace & need assessment.
3. Penataan Aset/ Sumber Daya Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Penataan aset/ sumber daya pendidikan tenaga kesehatan meliputi sumber
daya manusia (jumlah dan kualifikasi dosen). serta sarana dan prasarana
(sarana institusi. sarana pembelajaran. dan wahana pendidikan).
4. Pengembangan Sistem Penjaminan Kualitas Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Pengembangan sistem penjaminan mutu pendidikan tenaga kesehatan meliputi
kualitas calon peserta didik. kualitas lulusan tenaga kesehatan. kualitas dosen
dan kualitas pengelolaan institusi. Dalam kerangka pengembangan sistem
penjaminan kualitas pendidikan tenaga kesehatan ini dapat dikembangkan
kerjasama dengan institusi pendidikan di luar negeri.

- 52 VI. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN


Pendayagunaan tenaga kesehatan adalah upaya pemerataan dan pemanfaatan
serta pengembangan tenaga kesehatan. Pendayagunaan tenaga kesehatan.
utamanya dalam rangka pemerataan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai
dengan rencana kebutuhan tenaga kesehatan. baik untuk memenuhi kebutuhan
pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun fasilitas pelayanan
kesehatan swasta. Hal ini dimaksudkan agar tersedia jumlah dan jenis tenaga
kesehatan yang cukup. bermutu dan terdistribusi secara merata. utamanya
untuk mendukung pencapaian Jaminan Kesehatan Nasional yang akan dimulai
pada tahun 2014. Pemerataan tenaga kesehatan juga dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan sebagai administrator kesehatan. regulator.
pendidik. peneliti. dan tenaga pemberdayaan masyarakat.
Pendayagunaan tenaga kesehatan mencakup pendayagunaan tenaga kesehatan
di dalam negeri dan di luar negeri. Pendayagunaan tenaga kesehatan di dalam
negeri termasuk pula pendayagunaan tenaga kesehatan Warga Negara Asing
(WNA). Sedangkan pendayagunaan tenaga kesehatan ke luar negeri adalah dalam
kerangka pemenuhan permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri dan
penciptaan lapangan kerja yang lebih luas bagi tenaga kesehatan.
Pendayagunaan tenaga kesehatan ke luar negeri juga diarahkan untuk alih
pengetahuan dan teknologi secara berkesinambungan.
Pengembangan tenaga kesehatan pada hakekatnya berfokus pada pengembangan
karir. yaitu proses berkelanjutan yang terutama terdiri dari perencanaan karir.
baik individual maupun organisasional. dan pelaksanaan peningkatan karir serta
dukungan pengembangan karir. Peningkatan karir dan profesionalisme tenaga
kesehatan diupayakan melalui penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan.
A. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI DALAM NEGERI.
1. Pemerataan dan Pemanfaatan
a. Pendayagunaan
pemerintah.

tenaga

kesehatan

di

fasilitas

pelayanan

kesehatan

Pendayagunaan

- 53 Pendayagunaan tenaga kesehatan dalam kaitannya dengan peningkatan


pemerataan dan pemanfaatannya diselenggarakan guna mengisi
kekurangan tenaga kesehatan. Kekurangan tenaga kesehatan dihitung
dengan memperhatikan kebutuhan dan ketersediaan tenaga kesehatan
serta pengurangan (atrisi). Upaya pemenuhan tenaga kesehatan di wilayah
tertentu dapat dilaksanakan dengan cara memobilisasi tenaga kesehatan
antar wilayah secara terkoordinasi.
Peningkatan pemerataan dan pemanfaatan tenaga kesehatan. perlu
memperhatikan kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit umum milik
Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah. TNI dan POLRI serta
Puskesmas. Kekurangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut:
Tabel 6.1.
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Umum
Milik Kementerian Kesehatan. Pemerintah Daerah. TNI dan POLRI serta
Rumah Sakit Khusus Pemerintah Tahun 2014 dan 2019

NO

JENIS TENAGA

Dokter dan dokter gigi


Spesialis
2 Dokter Umum
3 Dokter Gigi
4 Perawat
5 Bidan
6 Apoteker
7 Asisten Apoteker
8 SKM
9 Sanitarian
10 Gizi
11 Keterapian Fisik
12 Keteknisian Medis
1

Catatan:

TAHUN 2014
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN
2014

TAHUN 2019
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN
2019

22.275

14.822

26.359

6.868

6.172
1.629
80.143
14.143
2.044
10.220
1.569
2.044
2.044
4.039
12.792

14.104
2.948
5.739
91
2.157
5.629

7.332
1.916
93.216
16.450
2.390
11.950
1.844
2.390
2.390
4.832
16.080

1.932
491
23.091
4.075
602
3.008
471
602
602
1.298
4.887

Kebutuhan merupakan perhitungan dengan menggunakan


standar ketenagaan pada fasilitas kesehatan.
Tabel 6.2.

- 54 Tabel 6.2.
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Tahun 2014 dan 2019

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

JENIS TENAGA
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
Perawat Gigi
Bidan
Asisten Apoteker
Apoteker
Tenaga Kesmas
Tenaga Kesling
Tenaga Gizi
Analis Kesehatan

Catatan:

2014
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN
12.919
9.768
4.242
74.363
3.970
9.768
2.852
45.374
9.768
4.401
3.151
1.920
29.304
23.547
9.768
1.988
9.768
2.960
9.768
7.428

2019
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN
13.091
1.787
9.940
1.393
75.395
10.327
9.940
1.393
46.062
6.360
9.940
1.393
3.151
394
29.820
4.179
9.940
1.393
9.940
1.393
9.940
1.393

Kebutuhan merupakan perhitungan dengan menggunakan


standar ketenagaan pada fasilitas kesehatan.

Tabel 6.3.
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan
di Kantor Kesehatan Pelabuhan Tahun 2014 dan 2019

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

KOMPETENSI
PENDIDIKAN
S2 Kesehatan
Masyarakat
Dokter
S1 Kesehatan
Masyarakat
D3 Kesehatan
Lingkungan
D3 Keperawatan
S1 Apoteker
D3 Farmasi
D3 Analis Kesehatan
D3 Radiologi

2014
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN

2019
KEBUKEKUTUHAN
RANGAN

229

136

249

20

691

492

706

15

975

693

988

13

1.000

635

1.025

25

1.000
88
32
56
32

669
78
14
26

1.025
94
37
57
37

25
6
5
1
5

Tabel 6.4.

- 55 Tabel 6.4.
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan
di Balai Teknis Kesehatan Lingkungan Tahun 2014 dan 2019

NO
1
2
3
4
5
6

KOMPETENSI
PENDIDIKAN
S2 Kesehatan
Masyarakat
S1 Kesehatan
Lingkungan
D3 Kesehatan
Lingkungan
S1 Kesehatan
Masyarakat
S1 Teknik
Lingkungan/ MIPA
D3 Analisis
Jumlah

2014
KEBUTUHAN

2019

KEKURANGAN

KEBUTUHAN

KEKURANGAN

23

26

60

36

68

45

52

36

44

260
174
598

253
128
289

298
198
686

38
24
88

Pendayagunaan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan


pemerintah dapat dilakukan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). anggota TNI
dan POLRI. pegawai tidak tetap (PTT). maupun penugasan khusus.
1) Pengangkatan PNS. Prajurit TNI. PNS Kemhan dan Pegawai Negeri pada
POLRI.
Untuk memenuhi kebutuhan di DTPK. tenaga kesehatan diupayakan
diangkat sebagai PNS dan dapat melanjutkan pendidikan dengan
bantuan pembiayaan dari pemerintah (tugas belajar). dengan kewajiban
untuk kembali ke tempat tugas asal dalam waktu masa bakti yang
ditentukan.
Untuk menjamin retensi tenaga kesehatan di DTPK. dalam jangka
panjang dapat ditempuh ikatan dinas untuk pendidikan tenaga
kesehatan bagi penduduk setempat. dan otomatis diangkat sebagai PNS
di daerah asal. Ikatan dinas ini dapat juga dilaksanakan untuk non
penduduk DTPK. sejauh pasca pendidikan yang bersangkutan bersedia
diangkat

- 56 diangkat sebagai PNS dan ditempatkan di DTPK dalam waktu yang telah
ditetapkan.
Tenaga kesehatan sebagai PNS diperhatikan pengembangannya ke
depan baik dalam kenaikan pangkat. kenaikan gaji berkala.
pengembangan karir. dan pendidikan berkelanjutan. Khusus untuk
DTPK. pemerintah juga perlu memberikan imbalan/ insentif khusus.
baik material maupun non material. Dengan demikian. pengangkatan
tenaga kesehatan sebagai PNS. Prajurit TNI. PNS Kemhan dan Pegawai
Negeri pada POLRI dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan
keuangan Negara.
2) Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Dalam kondisi masih terbatasnya formasi PNS. pengangkatan tenaga
kesehatan sebagai PTT masih dilakukan. Pengangkatan tenaga
kesehatan sebagai PTT diupayakan dapat diperluas. tidak terbatas pada
tenaga dokter. dokter gigi dan bidan saja.
Khusus untuk tenaga dokter. dengan sudah dilaksanakannya program
internship dokter. ke depan akan dapat menggantikan pengangkatan
dokter sebagai PTT.
3) Penugasan khusus.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di DTPK dan daerah
bermasalah kesehatan (DBK). dalam situasi keterbatasan formasi PNS.
dilakukan dengan cara penugasan khusus. Pemerintah mengupayakan
sistem imbalan baik material maupun non material yang memadai
sesuai dengan kondisi daerah penempatan. Imbalan non material antara
lain berupa pendidikan dan pelatihan. pendidikan berkelanjutan. dan
mendapatkan pengutamaan dalam pengangkatan sebagai PNS.
Pemerintah mengupayakan adanya kesamaan perlakuan termasuk
imbalan yang diperoleh antara tenaga kesehatan yang sudah ada
sebagai PNS di DTPK dengan tenaga kesehatan dengan penugasan
khusus.
4) Inovasi

- 57 4) Inovasi pendayagunaan lainnya


Sebagai upaya distribusi/ pemerataan dan pemanfaatan tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. pemerintah
pusat dan daerah dapat melakukan berbagai inovasi pendayagunaan
tenaga kesehatan. Inovasi pendayagunaan antara lain dalam melayani
daerah pegunungan dan kepulauan yang sulit dijangkau dan
penduduknya tersebar. dapat dibentuk mobile team. dokter terbang. tim
tenaga kesehatan di RS lapangan. maupun kontrak tenaga kesehatan
atas dasar kinerja atau output tertentu. Pelaksanaan inovasi
pendayagunaan tersebut dapat pula dilakukan melalui kemitraan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dengan TNI dan POLRI. Model kemitraan
lainnya dapat dikembangkan melalui kerjasama dengan lembaga
swadaya masyarakat bidang kesehatan atau lembaga internasional lain.
Dalam menjamin kesinambungan pelayanan kesehatan utamanya di DTPK
dan daerah yang tidak diminati. upaya retensi perlu dilakukan yang antara
lain melalui pemberian insentif. bantuan pendidikan (bea siswa). pemberian
kewenangan tambahan terbatas bagi tenaga kesehatan di daerah terpencil/
sangat terpencil. serta pemberian jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja.
1) Pemberian insentif
Jenis insentif mencakup material dan non material.
Insentif material diharapkan tidak terbatas diberikan pada tenaga
kesehatan kontrak seperti PTT dan penugasan khusus namun juga pada
tenaga kesehatan PNS. Prinsip dalam pemberian insentif mencakup
besaran yang memadai. merata dan berkeadilan. dapat diterima tepat
waktu. Besaran insentif dapat ditentukan berdasarkan tingkat
keterpencilan atau tingkat kesulitan lokasi penugasan serta kinerja atau
luaran pekerjaan yang ditargetkan.
Insentif non material antara lain dapat berupa penghargaan sebagai
tenaga kesehatan teladan. dan bantuan pendidikan (bea siswa).
2) Pemberian kewenangan tambahan terbatas bagi tenaga kesehatan
(privileging policy).

- 58 Pemberian kewenangan tambahan terbatas bagi tenaga kesehatan yang


melaksanakan praktik kesehatan diluar kewenangannya di daerah
terpencil. tertinggal. perbatasan dan kepulauan (DTPK) sebagai bentuk
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan untuk waktu tertentu
dimana tidak ada tenaga kesehatan yang berwenang.
3) Jaminan kesehatan dan keselamatan kerja
Masalah keamanan di tempat tugas yang berisiko pada kesehatan dan
keselamatan jiwa perlu mendapatkan perhatian. Asuransi kesehatan
dan asuransi kecelakaan perlu dipertimbangkan untuk
kesehatan yang bertugas di tempat kerja yang berisiko tersebut.

tenaga

b. Pendayagunaan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan swasta


Swasta melakukan rekrutmen dan penempatan tenaga kesehatan sesuai
kebutuhannya. Pemerintah dapat memfasilitasi upaya pemenuhan tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan swasta dengan kriteria yang
telah ditetapkan.
Swasta juga harus mengembangkan dan menerapkan pola penggajian dan
pengembangan karir tenaga kesehatan. serta adanya sistim imbalan baik
material maupun non material yang memadai sesuai dengan jenis dan
tempat tugas tenaga kesehatan.
c. Pendayagunaan TK-WNA
Di era globalisasi dengan berlakunya pasar bebas termasuk jasa di bidang
kesehatan. pendayagunaan TK-WNA. dapat dilaksanakan. Pendayagunaan
TK-WNA ini harus benar-benar memperhatikan kebutuhan dan
diutamakan untuk jenis tenaga kesehatan yang terbatas pengadaannya di
dalam negeri. Untuk menjamin mutu dari pendayagunaan TK-WNA
tersebut perlu dilakukan pengawasan dalam pemanfaatannya.
2. Pengembangan Tenaga Kesehatan
a. Pengembangan Karir
Pemerintah. pemerintah daerah dan swasta mengembangkan dan
menerapkan pola karir tenaga kesehatan yang dilakukan secara transparan
terbuka

- 59 terbuka dan lintas institusi melalui jenjang jabatan struktural dan jabatan
fungsional. Pemerintah/ Pemerintah Daerah bersama organisasi profesi dan
swasta mengupayakan penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan dalam
rangka peningkatan karir dan profesionalisme tenaga kesehatan.
Pengembangan karir yang berkaitan dengan PNS dilaksanakan dengan
mengacu pada prinsip penyusunan pola karir PNS yaitu:
1) Prinsip profesionalisme: bahwa pengembangan karir didasarkan pada
kompetensi dan prestasi
2) Prinsip terbuka: bahwa dimungkinkan perpindahan secara instansional
maupun lintas instansi.
3) Prinsip objektifitas dan berkeadilan: bahwa pengembangan karir harus
menjamin kesesuaian dengan alur karir yang telah ditetapkan dan
memberikan kesempatan yang sama kepada PNS yang memiliki
kompetensi yang sama.
b. Pendidikan berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan merupakan suatu upaya sistematis untuk
meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan. Upaya sistematis tersebut
mencakup peningkatan kompetensi yang mengarah pada spesialisasi
profesi tertentu; pendidikan dan pelatihan teknis terkait jabatan fungsional;
serta pendidikan dan pelatihan penjenjangan.
c. In-service training
In-service training merupakan pelatihan jangka pendek bagi pegawai yang
sudah bekerja. Pelatihan ini bertujuan untuk mempertahankan serta
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan sehingga berdampak pada
kinerja individu yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan.
In-service training sendiri lebih difokuskan kepada kompetensi khusus dari
tenaga kesehatan tersebut.
Dalam rangka mencapai Jaminan Kesehatan Nasional. maka tenaga
kesehatan juga perlu dilatih agar mampu tidak hanya dalam hal teknis
pelayanan kesehatan namun juga dalam pengelolaan jaminan kesehatan.
B. PENDAYAGUNAAN

- 60 B. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI LUAR NEGERI.


Pendayagunaan tenaga kesehatan juga dilakukan dalam kerangka pemenuhan
permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri. yang dilaksanakan dengan
memperhatikan keserasian antara kebutuhan tenaga kesehatan di dalam negeri
dan kemampuan pengadaannya. Dalam hal ini pendayagunaan tenaga kesehatan
diutamakan pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pendayagunaan tenaga
kesehatan ke luar negeri yang dilakukan melalui Pelaksana Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Di masa mendatang pemenuhan permintaan
tenaga kesehatan dari luar negeri diarahkan melalui kerjasama antar
pemerintahan (Government to Government).
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pemanfaatan tenaga
kesehatan di luar negeri. dalam mewujudkan atau melindungi hak-hak dan hak
asasi tenaga kesehatan di luar negeri.

- 61 VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN MUTU TENAGA KESEHATAN


A. PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN
Pembinaan tenaga kesehatan adalah upaya untuk mengarahkan. memberikan
dukungan. serta mengawasi pengembangan tenaga kesehatan. Pembinaan
tenaga kesehatan dimulai dari institusi yang menggunakan/mendayagunakan
tenaga kesehatan baik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta.
institusi
pendidikan
dan
pelatihan.
instansi
pemerintah.
pusat/lembaga penelitian. dan tenaga kesehatan sebagai individu.
Pembinaan tenaga kesehatan dapat dilakukan secara langsung/aktif dengan
mengunjungi objek yang menjadi sasaran pembinaan. maupun secara tidak
langsung yaitu dengan melakukan pengujian dan analisis atas laporan
penyelenggaraan pembinaan tenaga kesehatan oleh institusi yang
menggunakan/mendayagunakan tenaga kesehatan. Kegiatan pembinaan pada
institusi. ditekankan pada asupan (input). proses dan luaran (output) dari
penyelenggaraan pembinaan tenaga kesehatan yang meliputi administrasi.
teknis/substansi. fisik. dan pembinaan etika profesi.
Pembinaan tenaga kesehatan terhadap individu tenaga kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan kinerja dan pengabdian profesi tenaga kesehatan. yang
dilakukan melalui pembinaan karir. penegakan disiplin dan pembinaan profesi
tenaga kesehatan. Pembinaan karir tenaga kesehatan meliputi kenaikan
pangkat. jabatan dan pemberian penghargaan baik materiil maupun non
materiil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penegakan disiplin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab
penyelenggara dan/atau pimpinan institusi/fasilitas/sarana pelayanan
kesehatan yang bersangkutan. yang dilaksanakan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan profesi
tenaga kesehatan dilaksanakan melalui bimbingan. pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan termasuk continuing professional development. serta penetapan
standar profesi tenaga kesehatan. Pembinaan profesi tenaga kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh pemerintah bersama dengan organisasi profesi.
Pembinaan

- 62 Pembinaan tenaga kesehatan sebagai individu dilakukan baik untuk tenaga


kesehatan di dalam negeri. TKKI yang bekerja di luar negeri. maupun TKWNA
yang bekerja di Indonesia. Untuk mengantisipasi diberlakukannya pasar
bebas termasuk dalam sektor jasa. diperlukan suatu institusi independen
yang berfungsi untuk membina dan mengawasi TKWNA yang bekerja di
Indonesia.
Dalam rangka penegakan hukum sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. baik bagi pemenuhan hak-hak masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang berkualitas. maupun untuk pemenuhan hak-hak tenaga
kesehatan. perlu dikembangkan dan ditingkatkan kembali Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS). khususnya bagi tenaga kesehatan yang berstatus Pegawai
Negeri Sipil/PNS.
Hasil dari pembinaan untuk selanjutnya dipakai sebagai bahan analisis guna
penyusunan kebijakan baik untuk memperbaiki kebijakan yang sudah ada
atau menyusun kebijakan baru sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi.
B. PENGAWASAN MUTU TENAGA KESEHATAN
Pengawasan mutu tenaga kesehatan diarahkan untuk memberikan dukungan.
dan mengawasi tenaga kesehatan dalam rangka menjamin mutu tenaga
kesehatan guna melindungi hak-hak masyarakat dan hak-hak tenaga
kesehatan.
Pengawasan mutu tenaga kesehatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai kompetensi yang
diharapkan dan pengetahuan serta keterampilan di bidangnya sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengawasan mutu tenaga kesehatan dimulai dari institusi yang
menghasilkan/memproduksi
tenaga
kesehatan.
institusi
yang
menggunakan/mendayagunakan tenaga kesehatan baik di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta. institusi pendidikan dan pelatihan.
instansi pemerintah. pusat/lembaga penelitian. dan tenaga kesehatan sebagai
individu.
Untuk

- 63 Untuk pengawasan keprofesian tenaga dokter dan dokter gigi. dilakukan oleh
institusi independen yang disebut Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) yang berada di bawah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
MKDKI berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi serta menetapkan sanksi disiplin.
Pengawasan keprofesian tenaga kefarmasian dilakukan oleh Komite Farmasi
Nasional (KFN) yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang
dilakukan apoteker dalam penerapan disiplin ilmu kefarmasian serta
menetapkan sanksi disiplin. Sedangkan pengawasan untuk tenaga kesehatan
lainnya dilakukan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) di tingkat
pusat dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) di daerah.
Pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan profesi dilakukan melalui
sertifikasi. registrasi. dan pemberian lisensi bagi tenaga kesehatan yang
memenuhi syarat.
Sertifikasi tenaga kesehatan diberikan dalam bentuk ijazah oleh institusi
pendidikan tenaga kesehatan. dan sertifikat kompetensi diberikan oleh
organisasi profesi terkait dan atau MTKI setelah dinyatakan lulus uji
kompetensi.
Registrasi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan praktik profesi di seluruh
wilayah Indonesia. diberikan oleh Pemerintah. Dalam pelaksanaan registrasi.
pemerintah dapat melimpahkannya kepada KKI. KFN. dan MTKI.
Perizinan/lisensi tenaga kesehatan profesi untuk melaksanakan praktik
diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
yang
dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh instusi kesehatan di wilayah bersangkutan.
setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait.
Hasil dari pengawasan mutu tenaga kesehatan selanjutnya digunakan sebagai
bahan analisis dalam penyusunan kebijakan. baik memperbaiki kebijakan
yang sudah ada atau menyusun kebijakan baru sesuai situasi dan kondisi
yang dihadapi.

- 64 VIII. PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN


RPTK telah disusun berdasarkan keadaan dan masalah yang dihadapi dewasa
ini. dan perkiraan keadaan kedepan sampai tahun 2025. Namun demikian bila
terjadi perubahan lingkungan strategis yang memang bertambah kompleks.
cepat berubah dan sering tidak terduga. maka rencana ini perlu disesuaikan
sesuai keperluannya.
A. PROSES PENYELENGGARAAN RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA
KESEHATAN.
1. Sosialisasi RPTK
Penyelenggaraan RPTK perlu menerapkan prinsip-prinsip koordinasi.
integrasi dan sinergisme antar para pemangku kepentingan dengan pola
kemitraan dalam pengembangan tenaga kesehatan.
Sehubungan

dengan

hal

tersebut

di

atas.

maka

RPTK

perlu

disosialisasikan kepada semua pemangku kepentingan. guna memperoleh


komitmen

dan

kontribusi/dukungan

dalam

penyelenggaraan

pengembangan tenaga kesehatan. Sasaran sosialisasi adalah


penentu kebijakan

dan

penanggung

jawab

semua

kegiatan pengembangan

tenaga kesehatan. baik di lingkungan pemerintah secara lintas sektor.


dan masyarakat termasuk swasta.
2. Fasilitasi Penyelenggaraan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan
Agar penyelenggaraan pengembangan tenaga kesehatan dapat lebih
terarah dalam mencapai tujuan dan sasaran seperti tercantum dalam
RPTK. diperlukan fasilitasi bagi semua pemangku kepentingan. baik di
pusat maupun di daerah.
3. Monitoring dan Evaluasi Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan
Monitoring dan Evaluasi RPTK Tahun 2011 - 2025 ditujukan untuk
mengetahui kemajuan dan keberhasilan upaya pengembangan tenaga
kesehatan selama kurun waktu 2011 - 2025.
a. Monitoring

- 65 a. Monitoring
Monitoring RPTK Tahun 2011 - 2025 dilakukan setiap tahun.
Monitoring dan evaluasi pengembangan tenaga kesehatan mencakup
proses. output. outcome indikator dengan menggunakan data dasar
sebagai input. Data dasar yang digunakan untuk mengukur kemajuan
pelaksanaan pengembangan tenaga kesehatan adalah:
1) Data rencana kebutuhan yang terdapat dalam dokumen RPTK.
2) Data lulusan tenaga kesehatan yang diperoleh dari Kemendikbud.
3) Data

ketersediaan

tenaga

kesehatan

di

fasilitas

pelayanan

kesehatan yang diperoleh dari Kemenkes.


4) Peraturan yang terkait dengan kebijakan pengembangan tenaga
kesehatan.
b. Evaluasi
Evaluasi RPTK Tahun 2011 - 2025 dilakukan sebagai berikut :
1) Penilaian tahapan lima tahunan. yang dilaksanakan pada akhir
tahun 2014. 2019 dan 2025.
2) Penilaian tengah periode lima tahunan yang dilaksanakan pada
tahun 2017 dan 2023.
Evaluasi

RPTK

Tahun

2011-2025

dilakukan

dengan

menilai

pencapaian sasaran atau target yang telah ditetapkan untuk tahun


2014. 2019. dan 2025 yang tercantum dalam Bab III: Visi. Misi.
Tujuan. Sasaran Strategis. dan Strategi; serta pelaksanaan upaya
atau kegiatan pada Bab V: Rencana Pengadaan/Pendidikan Tenaga
Kesehatan. Bab VI: Pendayagunaan Tenaga Kesehatan. dan Bab VII:
Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan.
c. Indikator Kinerja
Indikator kinerja yang ditetapkan dalam pelaksanaan monitoring dan
evaluasi meliputi indikator kinerja luaran (output) dan indikator
kinerja hasil (outcome).
1) Indikator

- 66 2) Indikator kinerja untuk luaran (output):


a) Regulasi/kebijakan yang terkait pengembangan tenaga
kesehatan yaitu adanya kebijakan tentang SDM Kesehatan.
b) Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan. meliputi: adanya
sistem informasi SDM Kesehatan dengan mekanisme
pemutakhiran data secara periodik dan berjenjang; dan adanya
rencana kebutuhan tenaga kesehatan pada tingkat unit kerja.
kabupaten. propinsi dan nasional.
c) Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan. meliputi: jumlah
institusi pendidikan sesuai status terakreditasi; jumlah dan
jenis program studi pendidikan tenaga kesehatan baru; jumlah
mahasiswa pada institusi pendidikan berdasarkan jenis tenaga
kesehatan; realisasi jumlah lulusan tenaga kesehatan terhadap
proyeksi jumlah lulusan per tahun. rasio dosen dan mahasiswa
berdasarkan jenis tenaga kesehatan; dan penyempurnaan/up
date kurikulum pendidikan tenaga kesehatan secara periodik
sesuai kebutuhan.
d) Pendayagunaan tenaga kesehatan. meliputi: jumlah tenaga
kesehatan yang direkrut di pemerintah dan swasta (urban
rural); jumlah tenaga kesehatan yang diberikan insentif;
jumlah tenaga kesehatan yang diberikan pelatihan kompetensi
medis (terkait
privileging
policy);
jumlah
tenaga
kesehatan yang mengikuti tugas belajar dan dibiayai; jumlah
TKWNA di Indonesia; jumlah TKKI migrasi ke luar negeri;
jumlah tenaga kesehatan migrasi dari pedesaan ke perkotaan;
adanya pedoman pengembangan karir tenaga kesehatan;
jumlah modul pelatihan tenaga kesehatan; dan jumlah tenaga
kesehatan mendapatkan pelatihan tenaga kesehatan.
e) Pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan. meliputi:
adanya pedoman supervisi tenaga kesehatan yang efektif;
jumlah penetapan standar profesi tenaga kesehatan; adanya
program pendidikan berkelanjutan dan jumlah tenaga
kesehatan yang mengikuti pendidikan berkelanjutan; jumlah
tenaga kesehatan yang mengikuti uji kompetensi dan jumlah
yang lulus/ mendapat sertifikat kompetensi dari MTKP; jumlah
tenaga kesehatan yang teregister di MTKI; dan jumlah tenaga
kesehatan yang mendapat SIP.
f) Sumber

- 67 f)

Sumber daya pengembangan tenaga kesehatan. yaitu: jumlah


alokasi anggaran untuk pengembangan tenaga kesehatan
sesuai kebutuhan.

g) Kemitraan/peran stakeholder dalam pengembangan tenaga


kesehatan. meliputi: adanya HRH observatory dan berfungsi;
adanya Surat Keputusan Bersama terkait pengembangan
tenaga kesehatan; dan adanya pertemuan lintas stakeholder
secara rutin.
3) Indikator kinerja untuk hasil (outcome). meliputi: rasio
perbandingan
jumlah.
jenis.
kualitas
tenaga
kesehatan
berdasarkan jumlah penduduk. wilayah dan fasilitas pelayanan
kesehatan.
B. PENYELENGGARA RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN
Penyelenggaraan RPTK ini merupakan tanggung jawab semua komponen
bangsa. baik pemerintah secara lintas sektor termasuk pemerintah daerah
dan masyarakat termasuk swasta.
Sesuai dengan tugas. fungsi serta kewenangannya masing-masing. para
pemangku kepentingan melakukan peran dan berkontribusi dalam
pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:
1. Dukungan Pengembangan Tenaga Kesehatan
a. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembahas dan mengesahkan
peraturan perundangan dan kebutuhan anggaran dalam pelaksanaan
pengembangan tenaga kesehatan.
b. Kementerian

Koordinator

Bidang

Kesejahteraan

Rakyat

mengkoordinasikan dan menyerasikan peran dan kontribusi semua


pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan.
melalui sosialisasi dan fasilitasi dalam penyelenggaraan pengembangan
tenaga kesehatan. Dalam operasionalnya Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat dibantu oleh Tim Koordinasi dan
Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan.
c. Kementerian

- 68 c. Kementerian Keuangan mengupayakan ketersediaan anggaran untuk


mendukung pengembangan tenaga kesehatan.
d. Kementerian

Dalam

Negeri

mengkoordinasikan

dan

melakukan

pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dalam pengembangan tenaga


kesehatan di daerah. baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
2. Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan
a. Kementerian

Kesehatan

mengkoordinasikan

dan

melaksanakan

perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan. baik jumlah maupun


jenisnya

guna

penyelenggaraan

pembangunan

kesehatan

dan

pelayanan kesehatan bagi rakyat.


b. Kementerian Kesehatan juga melaksanakan dan mengkoordinasikan
penyusunan kebijakan dan NSPK pengembangan tenaga kesehatan
yang

meliputi

perencanaan

kebutuhan

tenaga

kesehatan.

pendayagunaan tenaga kesehatan. serta pembinaan dan pengawasan


mutu tenaga kesehatan.
c. Sektor lainnya dalam pemerintahan termasuk TNI/POLRI. pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. serta swasta
memberikan masukan dan usulan kebutuhan tenaga kesehatan.
d. Sektor

lainnya

Pemerintah

dalam

Daerah

pemerintahan

serta

swasta

termasuk

memberikan

TNI/POLRI
masukan

dan

dalam

penyusunan kebijakan dan NSPK pengembangan tenaga kesehatan


yang

meliputi

perencanaan

kebutuhan

tenaga

kesehatan.

pendayagunaan tenaga kesehatan. serta pembinaan dan pengawasan


mutu tenaga kesehatan.
3. Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan
a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkoordinasikan dan
bertanggung jawab dalam pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan.
baik jumlah maupun jenisnya sesuai dengan kebutuhan tenaga
kesehatan untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan dan
pelayanan kesehatan bagi rakyat.
b. Kementerian

- 69 b. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga melaksanakan dan


mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan NSPK pengembangan
tenaga kesehatan yang menyangkut pengadaan/pendidikan tenaga
kesehatan.
c. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap institusi pendidikan tenaga kesehatan.
termasuk pengaturan dalam perizinan pembukaan institusi pendidikan
dan program studi tenaga kesehatan.
d. Kementerian Kesehatan memberikan rekomendasi teknis sesuai
bidangnya dalam pemberian izin pembukaan institusi pendidikan dan
program studi tenaga kesehatan kepada Kemendikbud. Kemenkes
melakukan koordinasi dalam penyusunan standar pelayanan
kesehatan. yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam
penyusunan standar kompetensi dan standar pendidikan tenaga
kesehatan.
4. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
a. Kementerian Kesehatan memfasilitasi rekrutmen tenaga kesehatan
yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan pengembangan
tenaga kesehatan. baik pemerintah secara lintas sektor termasuk
TNI/POLRI dan masyarakat termasuk swasta.
b. Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan terhadap
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam distribusi dan pemanfaatan tenaga kesehatan di daerah.
c. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi bekerja sama dalam rangka pendayagunaan TKKI untuk
pemenuhan permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri.
d. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara dalam penyediaan
formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan.
e. Semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga
kesehatan. baik pemerintah secara lintas sektor termasuk TNI dan
POLRI dan swasta sebagai pengguna tenaga kesehatan. melaksanakan
pengembangan karir tenaga kesehatan termasuk pendidikan
berkelanjutan atau continuing professional development.
5. Pembinaan

- 70 5. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan


a. Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan KKI. KFN. MTKI.
organisasi profesi kesehatan. asosiasi institusi pendidikan tenaga
kesehatan dan asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan melaksanakan
pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.
b. Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kemennakertrans
melakukan pembinaan dan pengawasan mutu TKKI dan pengawasan
terhadap TKWNA.
c. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan
Kementerian Kesehatan. KKI. KFN. MTKI. organisasi profesi kesehatan.
asosiasi institusi pendidikan tenaga kesehatan dan asosiasi fasilitas
pelayanan kesehatan melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap institusi pendidikan tenaga kesehatan melalui kegiatan
akreditasi.
Setiap

pemangku

kepentingan

menjalankan

tanggung

jawab

dan

melaksanakan fungsinya dalam pengembangan tenaga kesehatan melakukan


kerjasama yang sinergis dengan semangat kemitraan dengan pemangku
kepentingan lainnya. Kemitraan antar pemangku kepentingan merupakan
prasyarat di dalam pengembangan tenaga kesehatan yang meliputi: 1)
dukungan pengembangan tenaga kesehatan; 2) perencanaan kebutuhan
tenaga kesehatan; 3) pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan; 4)
pendayagunaan tenaga kesehatan; dan 5) pembinaan dan pengawasan
tenaga kesehatan.
C. KERJASAMA INTERNASIONAL
Kerjasama internasional dalam pengembangan tenaga kesehatan dapat
dilaksanakan dalam pengadaan/pendidikan tenaga kesehat.pendayagunaan
tenaga kesehatan. serta pembinaan dan pengawasan mutu tenaga
kesehatan.
Kerjasama internasional dalam pendidikan tenaga kesehatan dapat
dilakukan antara institusi pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia
dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan di negara lain. dengan
koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional.
Kerjasama

- 71 Kerjasama internasional dalam pendayagunaan tenaga kesehatan. utamanya


dalam pengiriman TKKI ke negara lain. diupayakan dalam kerjasama antar
pemerintahan (Government to Government). Dalam hal ini Kemenkes
berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertrans) dalam melakukan kerjasama dengan negara lain.
Kerjasama ini perlu mencakup pula pembinaan dan pengawasan mutu TKKI
yang bekerja di luar negeri.
D. SUMBER DAYA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN
Dalam penyelenggaraan pengembangan tenaga kesehatan diperlukan sumber
daya yang memadai. utamanya SDM. sistem informasi tenaga kesehatan dan
pembiayaan serta sumber daya lainnya.
Khusus untuk pengadaan sistem informasi tenaga kesehatan meliputi: a)
pengelolaan sistem informasi tenaga kesehatan; b) pelaksanaan sistem
informasi tenaga kesehatan yang meliputi data. informasi dan indikator.
sumber data dan pengumpulan. pengolahan. penyajian serta analisa data
dan informasi tenaga kesehatan; c) pengembangan dan peningkatan sistem
informasi tenaga kesehatan; serta d) peningkatan produk. desiminasi dan
penggunaan data dan informasi tenaga kesehatan.
Semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan
mengupayakan ketersediaan sumber daya termaksud untuk melaksanakan
kegiatan. peran dan kontribusinya dalam pengembangan tenaga kesehatan.

- 72 IX. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN


Kebutuhan biaya pengembangan tenaga kesehatan dihitung untuk keperluan
sampai dengan tahun 2014. menyesuaikan dengan periode kepemerintahan.
Lingkup pembiayaan yang dihitung adalah untuk pemenuhan kebutuhan tenaga
kesehatan (pendayagunaan tenaga kesehatan) dan untuk pengadaan/produksi
tenaga kesehatan. Kebutuhan biaya pendayagunaan tenaga kesehatan hanya
mencakup tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan dan belum
termasuk biaya pendayagunaan tenaga kesehatan di sektor swasta.
A. PEMBIAYAAN UNTUK PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN
Pembiayaan dalam rangka pendayagunaan tenaga kesehatan mencakup biaya
yang dibutuhkan untuk pemenuhan total kebutuhan tenaga kesehatan yaitu
jumlah tenaga kesehatan yang sudah ada/tersedia dan jumlah kekurangan
tenaga kesehatan. Komponen biaya yang dihitung mencakup biaya
distribusi/penempatan. biaya gaji yang dihitung per tahun mengacu pada
besaran gaji PNS. dan insentif untuk penempatan di DTPK serta biaya
orientasi yang mengacu pada biaya pra jabatan CPNS. Secara rinci. estimasi
besaran satuan biaya untuk masing-masing komponen adalah sebagai
berikut:
1. Biaya distribusi/penempatan tenaga kesehatan yang baru direkrut (satu
kali per orang):
a. Transport sebesar Rp. 5.000.000.- ;
b. Per diem (uang harian dan penginapan) sebesar Rp. 1.100.000.-;
c. Biaya manajemen dan rekrutmen sebesar Rp. 100.000.-.
2. Biaya gaji per tahun (mempertimbangkan kenaikan 15% per tahun):
a. Gaji yang dihitung untuk tenaga kesehatan yang sudah ada/tersedia:
1) Setara golongan IId: Rp. 2.200.000.- per bulan;
2) Setara golongan IIId: Rp. 2.700.000.- per bulan.
b. Gaji yang dihitung untuk tenaga kesehatan yang baru direkrut:
1) Setara golongan IIc: Rp. 2.000.000.- per bulan;
2) Setara golongan IIIb: Rp. 2.500.000.- per bulan.
3. Biaya

- 73 3. Biaya insentif yang dihitung untuk 30% dari total kebutuhan tenaga
kesehatan di DTPK sebesar:
a. Dokter Spesialis sebesar Rp.7.500.000.- per bulan;
b. Dokter

dan

tenaga

kesehatan

setara

S1

lainnya

sebesar

Rp.

5.000.000.- per bulan;


c. Tenaga kesehatan setara D3 sebesar Rp. 2.500.000.- per bulan.
4. Biaya orientasi tenaga kesehatan yang baru direkrut sebanyak 1 (satu) kali
per orang.
a. Setara golongan III :Rp. 6.000.000.b. Setara golongan II : Rp. 5.000.000.Berikut adalah estimasi pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga
kesehatan tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
Tabel 9.1.
Estimasi Biaya Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Tahun 2012
(dalam jutaan Rupiah)
NO
INSTANSI
1

RS
Pemerintah.
TNI. POLRI

Puskesmas

KKP dan
BTKL

Jumlah

INSENTIF

PENEMPATAN

ORIENTASI

1.651.813

94.012

80.757

3.394.866

133.331

127.161

6.008

5.323

5.046.679

227.343

GAJI

JUMLAH

3.889.853

5.716.435

6.999.489 10.654.847
73.698

85.029

207.918 10.889.342 16.371.281

Tabel 9.2.

- 74 Tabel 9.2.
Estimasi Biaya Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Tahun 2013
(dalam jutaan Rupiah)
PENEMPATAN

NO

INSTANSI

INSENTIF

ORIENTASI

GAJI

JUMLAH

RS
Pemerintah.
TNI. POLRI

1.973.891

94.012

80.757

4.763.796

6.912.456

Puskesmas

4.734.956

133.331

122.288

8.465.549

13.456.124

KKP dan
BTKL

6.008

5.323

109.476

120.807

Jumlah

6.708.847

233.351

208.369

13.338.821

20.489.388

Tabel 9.3.
Estimasi Biaya Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Tahun 2014
(dalam jutaan Rupiah)
NO
INSTANSI
1

RS
Pemerintah.
2.159.211
TNI. POLRI

Puskesmas

KKP dan
BTKL

INSENTIF

Jumlah

PENEMPATAN

ORIENTASI

GAJI

JUMLAH

94.012

80.757

5.625.413

7.959.393

5.093.809

133.331

122.288

9.840.253

15.189.682

6.008

5.323

144.502

155.833

7.253.021

233.351

208.369

15.610.168

23.304.908

B. PEMBIAYAAN UNTUK PENGADAAN/PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN


Pembiayaan dalam rangka pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan dihitung
untuk mengisi kekurangan jumlah tenaga kesehatan serta untuk
meningkatkan kapasitas produksi. Komponen biaya pengadaan/pendidikan
yang dihitung adalah biaya pendidikan rata-rata per orang per tahun untuk
jenis tenaga kesehatan tertentu.
Estimasi

- 75 -

Estimasi rata-rata satuan biaya pendidikan adalah sebagai berikut:


1. Dokter spesialis sebesar Rp. 125.000.000.- per tahun dengan masa
pendidikan rata-rata 5 tahun
2. Dokter umum sebesar Rp. 60.000.000.- per tahun dengan masa pendidikan
rata-rata 5 tahun
3. Dokter gigi sebesar Rp. 70.000.000.- per tahun dengan masa pendidikan
rata-rata 5 tahun
4. Apoteker sebesar Rp. 55.000.000.- per tahun dengan masa pendidikan
rata-rata 5 tahun
5. Sarjana Kesehatan Masyarakat sebesar Rp. 20.000.000.- per tahun dengan
masa pendidikan rata-rata 4 tahun
6. Diploma 3 (perawat. bidan. sanitarian. gizi. asisten apoteker. keteknisian
medis dan keterapian fisik.) sebesar Rp. 15.000.000.- per tahun dengan
masa pendidikan rata-rata 3 tahun
Pada Tabel 9.4 di bawah ini dapat dilihat estimasi pembiayaan pendidikan
tenaga kesehatan berdasarkan data jumlah kekurangan tenaga kesehatan
sampai dengan tahun 2014:

- 76 Tabel 9.4.
Estimasi Pembiayaan Pendidikan Tenaga Kesehatan dan Peningkatan
Kapasitas Pendidikan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2014
(Dalam Jutaan Rupiah)
PENDIDIKAN NAKES
NO

JENIS TENAGA
KESEHATAN

JML
LULUSAN
TAHUN
2011-2014

Dokter
Spesialis

Dokter

Dokter gigi

Perawat

Bidan

Perawat gigi

Apoteker

15.784

Tenaga Teknis
Kefarmasian

19.456

SKM

24.696

10

Sanitarian

6.740

11

Gizi

7.248

12

Keterapian fisik

2.920

13

Keteknisian
Medis
Jumlah

1.464
27.756
6.700
115.340
74.180
4.340

16.428
323.052

BIAYA

915.000
8.326.800
2.345.000
5.190.300
3.338.100
195.300
4.340.600
875.520
1.975.680
303.300
326.160
131.400
739.260
29.002.420

PENINGKATAN KAPASITAS
DIKNAKES
KEMAMPUAN
KAPASITAS
TAMBAHAN
1.336
244
0
0
9820
0
0
0
0
4.060
0
0
1572
17.032

BIAYA

835.000
73.200
441.900
0
0
182.700
70.740
1.603.540
C. BIAYA

- 77 C. BIAYA MANAJEMEN/PENGELOLAAN PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN


Disamping pembiayaan yang diuraikan di atas masih diperlukan biaya
manajemen/pengelolaan pengembangan tenaga kesehatan. Biaya manajemen
mencakup kebutuhan biaya antara lain dalam rangka penyusunan berbagai
kebijakan (Norma. Standar. Prosedur dan Kriteria/NSPK) termasuk penyusunan
peraturan perundang-undangan dalam pengembangan tenaga kesehatan.
pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan termasuk in service training dan continuing professional
development. serta bimbingan dan supervisi.

- 78 X. PENUTUP

Tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat dicapai apabila didukung oleh


tersedianya tenaga
mutunya.

kesehatan yang memadai baik jumlah. jenis

Pengembangan

tenaga

kesehatan

yang

meliputi

maupun

perencanaan.

pengadaan. pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan mutu adalah


merupakan suatu rangkaian yang bertujuan untuk mendukung suksesnya
pembangunan kesehatan secara nasional.
Penyusunan RPTK Tahun 2011 2025 merupakan rencana jangka panjang
dengan

maksud

memberikan

arah

dan

acuan

bagi

seluruh

pemangku

kepentingan dalam pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan secara


komprehensif dan menyeluruh. Dalam

rangka mengakomodasi perkembangan

kondisi dan situasi dalam pembangunan kesehatan. maka RPTK ini akan
dievaluasi dan direvisi secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
Dengan disusunnya RPTK ini diharapkan dapat mewujudkan sinergisme dan
upaya yang saling mendukung serta melengkapi antara pemerintah. masyarakat
termasuk swasta yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan tenaga
kesehatan. RPTK ini dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan
rencana pengembangan tenaga kesehatan jangka pendek maupun jangka
menengah.
Dalam pelaksanaannya seluruh pemangku kepentingan perlu memegang teguh
prinsip-prinsip yang tertuang dalam dokumen ini sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

tetapi

juga

sumberdaya manusia.

harus

realistis

disesuaikan

dengan

kemampuan

ketersediaan dana maupun sumberdaya lainnya. serta

kondisi lingkungan.
Keberhasilan

- 79 Keberhasilan dari RPTK ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan komitment
dari masing-masing pemangku kepentingan. karena hal ini merupakan suatu
mata rantai sistem dimana apabila salah satu komponen pemangku kepentingan
tidak

melaksanakan tugas dan fungsinya akan berpengaruh terhadap sistem

secara keseluruhan.

MENTERI KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT.
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

AGUNG LAKSONO
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat
ttd.
Sugihartatmo

Anda mungkin juga menyukai